You are on page 1of 30

Presentasi Kasus Demam Tifoid

TINJAUAN PUSTAKA DEMAM TIFOID DEFINISI Demam tifoid (Tifus abdominalis, Enterik fever, Eberth disease) adalah penyakit infeksi akut pada usus halus (terutama didaerah illeosekal) dengan gejala demam selama 7 hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyakit ini ditandai oleh demam berkepanjangan, ditopang dengan bakteriemia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyers patch.1

EPIDEMIOLOGI Cara penyebaran dan konsekuensi demam enterik sangat berbeda di negara maju dan yang sedang berkembang. Insiden sangat menurun di negara maju. Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia. 96% kasus demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi, sisanya disebabkan oleh Salmonella paratyphi. Sembilan puluh persen kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun.2 Sebagian besar dari penderita (80%) yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM berumur di atas lima tahun.3 ETIOLOGI Demam tifoid (termasuk para-tifoid) disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan Salmonella paratyphi C. Untuk memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan kuman untuk konfirmasi Salmonella typhi dapat bertahan hidup lama di lingkungan kering dan beku, peka terhadap proses klorinasi dan pasteurisasi pada suhu 63 0C. Manusia merupakan satu-satunya sumber penularan alami Salmonella typhi melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan seorang penderita demam tifoid atau karier kronis.3 Bakteri ini berasal dari feses manusia yang sedang menderita demam tifoid atau karier Salmonella typhi. Mungkin tidak ada orang Indonesia yang tidak pernah menelan bakteri ini. Bila hanya sedikit tertelan, biasanya orang tidak menderita demam tifoid. Namun bakteri yang sedikit demi sedikit masuk ke tubuh menimbulkan suatu reaksi serologi Widal yang positif dan bermakna.4 Salmonella typhi sekurang-kurangnya mempunyai tiga macam antigen, yaitu: 1

Presentasi Kasus Demam Tifoid - Antigen O = Somatik antigen (tidak menyebar) - Antigen H = flagella dan bersifat termolabil. - Antigen Vi = Kapsul; merupakan kapsul yang melindungi kuman dari fagositosit Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin. Dalam serum penderita terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Mempunyai makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik.1 Dosis infeksius S. enterica serotipe typhi pada pasien bervariasi dari 1000 hingga 1 juta organisme. Untuk dapat mencapai usus halus biasanya Salmonella typhi ini harus dapat bertahan melalui sawar asam lambung dan kemudian melekat pada sel mukosa serta melakukan invasi. 5 Sel M sebagai sel epitel khusus yang melapisi sepanjang lapisan Peyer ini merupakan tempat potensial Salmonella typhi untuk invasi dan sebagai transpor menuju jaringan limfoid. Pasca penetrasi, bakteri ini menuju ke dalam folikel limfoid intestinal dan nodus limfe mesenterik dan kemudian masuk dalam sel retikuloendotelial dalam hati dan limpa. Pada keadaan ini terdapat perubahan degeneratif, proliferatif, dan granulomatosa pada villi, kelenjar kript, lamina propria usus halus, dan kelenjar limfe mesenterica.6 PATOLOGI Huckstep membagi patologi dalam plaque Peyeri dalam empat fase. Keempat fase ini akan terjadi secara berurutan bila tidak segera diberikan antibiotik yaitu : Fase 1 : hiperplasia folikel limfoid Fase 2 : nekrosis folikel limfoid selama seminggu kedua melibatkan mukosa dan submukosa Fase 3 : ulserasi pada aksis panjang bowel dengan kemungkinan perforasi dan pendarahan Fase 4 : penyembuhan terjadi pada minggu keempat dan tidak menyebabkan terbentuknya struktur seperti pada tuberkulosis bowel.7 Ileum merupakan lokasi patologi tifoid klasik, tetapi folikel limfoid pada bagian traktus gastrointestinal lainnya juga dapat terlibat seperti yeyunum dan kolon ascending. Ileum biasanya mengandung plaque Peyeri lebih banyak dan luas dibandingkan yeyunum. Jumlah folikel limfoid akan berkurang seiring dengan pertambahan usia.7

Presentasi Kasus Demam Tifoid PATOFISIOLOGI Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut bersamaan dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Setelah kuman sampai lambung maka mula-mula timbul usaha pertahanan non spesifik yang bersifat kimiawi yaitu, adanya suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang dihasilkannya. 8 Ada beberapa faktor yang menentukan apakah kuman dapat melewati barier asam lambung, yaitu (1) jumlah kuman yang masuk dan (2) kondisi asam lambung.9 Untuk menimbulkan infeksi, diperlukan Salmonella typhi sebanyak 103-109 yang tertelan melalui makanan atau minuman. Keadaan asam lambung dapat menghambat multiplikasi Salmonella dan pada pH 2,0 sebagian besar kuman akan terbunuh dengan cepat. Pada penderita yang mengalami gastrektomi, hipoklorhidria atau aklorhidria maka akan mempengaruhi kondisi asam lambung. Pada keadaan tersebut Salmonella typhi lebih mudah melewati pertahanan tubuh.8 Sebagian kuman yang tidak mati akan mencapai usus halus yang memiliki

mekanisme pertahanan lokal berupa motilitas dan flora normal usus. Tubuh berusaha menghanyutkan kuman keluar dengan usaha pertahanan tubuh non spesifik yaitu oleh kekuatan peristaltik usus. Di samping itu adanya bakteri anaerob di usus juga akan merintangi pertumbuhan kuman dengan pembentukan asam lemak rantai pendek yang akan

menimbulkan suasana asam. Bila kuman berhasil mengatasi mekanisme pertahanan tubuh di lambung, maka kuman akan melekat pada permukaan usus. Setelah menembus epitel usus, kuman akan masuk ke dalam kripti lamina propria, berkembang biak dan selanjutnya akan difagositosis oleh monosit dan makrofag. 9 Kemudian kuman akan masuk kedalam organorgan system retikuloendotelial (RES) terutama di hepar dan limpa sehingga organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Dari sini kuman akan masuk ke dalam peredaran darah, sehingga terjadi bakteriemia kedua yang simptomatis (menimbulkan gejala klinis). Disamping itu kuman yang ada didalam hepar akan masuk ke dalam kandung empedu dan berkembang biak disana, lalu kuman tersebut bersama dengan asam empedu dikeluarkan dan masuk ke dalam usus halus. Kemudian kuman akan menginvasi epitel usus kembali dan menimbulkan tukak yang berbentuk lojong pada mukosa diatas plaque peyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan dan perforasi usus yang menimbulkan gejala peritonitis.1

Presentasi Kasus Demam Tifoid Pada masa bakteriemia kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimianya sama dengan somatic antigen (lipopolisakarida). Endotoksin sangat berperan membantu proses radang lokal dimana kuman ini berkembang biak yaitu merangsang sintesa dan

pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hypothalamus yang mengakibatkan terjadinya demam.1 Sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.5 Kelainan utama terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi (minggu pertama), nekrosis (minggu kedua), dan ulserasi (minggu ketiga) serta bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut. Sifat ulkus berbentuk bulat lonjong sejajar dengan sumbu panjang usus dan ulkus ini dapat menyebabkan perdarahan bahkan perforasi. Gambaran tersebut tidak didapatkan pada kasus demam tifoid yang menyerang bayi maupun tifoid kongenital.2 Bagan Patofisiologi Demam Typhoid

KUMAN S. TYPHI

Makanan + Minuman

Lambung

mati

Usus halus

Folikel getah bening intestinum

Multiplikasi Sel PMN

Aliran getah bening Mesenterika

Hidup dan Berkembang Biak

Multiplikasi Lokal

Usus

Airan Darah
(Bakteremia Primer)

Aliran Darah
( Bakteremia Sekunder)

Presentasi Kasus Demam Tifoid

RES Hati dan Limpa

GEJALA KLINIK Demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan asimtomatik. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi namun gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan saluran pencernaan, dan (3) gangguan kesadaran.5 Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Demam pada pasien demam tifoid disebut step ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul indisius, kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam turun perlahan secara lisis. Pada saat demam sudah tinggi pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat seperti kesadaran berkabut atau delirium, atau penurunan kesadaran.1 Masa inkubasi rata-rata 10-14 hari, selama dalam masa inkubasi dapat ditemukan gejala prodromal, yaitu: anoreksia, letargia, malaise, dullness, nyeri kepala, batuk non produktif, bradicardia. Timbulnya gejala klinis biasanya bertahap dengan manifestasi demam dan gejala konstitusional seperti nyeri kepala, malaise, anoreksia, letargi, nyeri dan kekakuan abdomen, pembesaran hati dan limpa, serta gangguan status mental.1 Pada sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi dan ujungnya kemerahan juga banyak dijumpai meteorismus. Sembelit dapat merupakan gangguan gastrointestinal awal dan kemudian pada minggu kedua timbul diare.2 Fase relaps adalah keadaan berulangnya gejala penyakit tifus, akan tetapi berlangsung lebih ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali. Terjadi sukar diterangkan, seperti halnya keadaan kekebalan alam, yaitu tidak pernah menjadi sakit walaupun mendapat infeksi yang cukup berat Menurut teori, relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti. Mungkin pula terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil bersamaan dengan pembentukan jaringan-jaringan fibroblas.5

Presentasi Kasus Demam Tifoid DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan : 1. Anamnesis Demam yang naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir minggu pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi. Anak sering mengigau (delirium), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut, diare atau konstipasi, muntah, perut kembung. Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus. 2. Pemeriksaan fisik Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi. Kesadaran menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah tifoid yaitu di bagian tengah kotor dan bagian pinggir hiperemis, meteorismus, hepatomegali lebih sering dijumpai daripada splenomegali. Kadang-kadang dijumpai terdengar ronki pada pemeriksaan paru. 3. Pemeriksaan penunjang # Darah tepi perifer Anemia ; Pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan usus. Leukopenia, Namun jarang kurang dari 3000/ul Limfositosis relatif Trombositopenia, Terutama pada demam tifoid berat.

# Pemeriksaan serologi Serologi Widal; Kenaikan titer Salmonella typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase konvalesens. Kadar IgM dan IgG (Typhidot)

# Pemeriksaan biakan Salmonella Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit. Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4.

# Pemeriksaan radiologik Foto toraks; Apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia. Foto abdomen

Apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal seperti perforasi usus atau perdarahan saluran cerna. Pada perforasi usus tampak distribusi udara tak merata, tampak air fluid level, bayangan radiolusen di daerah hepar, dan udara bebas pada abdomen.1

Presentasi Kasus Demam Tifoid PEMERIKSAAN FISIK Gejala-gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu : 1. Demam Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remittent dan tidak terlalu tinggi. Pada minggu I, suhu tubuh cenderung meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu II, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu III suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu III. 2. Gangguan saluran cerna Pada mulut; nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah- pecah (rhagaden), lidah ditutupi oleh selaput putih kotor (coated tongue)., ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat dijumpai adanya kembung (meteorismus). Hepar dan lien yang membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya terdapat juga konstipasi pada anak yang lebih tua dan remaja, akan tetapi dapat juga normal bahkan terjadi diare pada anak yang lebih muda. 3. Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran penderita menurun walau tidak berapa dalam berupa apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopr, coma atau gelisah.

Disamping gejala-gejala diatas yang biasa ditemukan mungkin juga dapat ditemukan gejala-gejala lain: Roseola atau rose spot; pada punggung, upper abdomen dan, lower chest dapat ditemukan rose spot (roseola), yaitu bintik-bintik merah dengan diameter 2-4 mm yang akan hilang dengan penekanan dan sukar didapat pada orang yang bekulit gelap. Rose spot timbul karena embolisasi bakteri dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan pada minggu pertama demam. Bradikardia relatif; Kadang-kadang dijumpai bradikardia relative yang biasanya ditemukan pada awal minggu ke II dan nadi mempunyai karakteristik notch (dicrotic notch).5,13 PEMERIKSAAN PENUNJANG Gambaran klinis pada anak tidak khas karena tanda dan gejala klinisnya ringan bahkan asimtomatik. Akibatnya sering terjadi kesulitan dalam menegakkan diagnosis bila hanya berdasarkan gejala klinis. Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosis demam tifoid 7

Presentasi Kasus Demam Tifoid perlu ditunjang pemeriksaan laboratorium yang diandalkan. Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid meliputi pemeriksaan darah tepi, bakteriologis dan serologis. a. Pemeriksaan darah tepi. Terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan. Pemeriksaan darah tepi ini sederhana, mudah dikerjakan di laboratorium yang sederhana akan tetapi berguna untuk membuat diagnosis yang cepat.5 Pada 2 minggu pertama demam dijumpai leukopenia dengan neutropenia dan limfositosis relatif. Leukopenia dapat dijumpai tetapi jarang hingga di bawah 3000/ul. Trombositopenia juga dapat terjadi bahkan dapat berlangsung beberapa minggu. Adanya leukositosis menunjukkan kemungkinan perforasi usus atau supurasi. b. Pemeriksaan sumsum tulang Dapat digunakan untuk menyokong diagnosis. Pemeriksaan ini tidak termasuk pemeriksaan rutin yang sederhana. Terdapat gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif RES dengan adanya sel makrofag, sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis, dan trombopoesis berkurang.5 Pemeriksaan untuk membuat diagnosa a. Pemeriksaan kultur Diagnosis pasti dengan Salmonella typhii dapat diisolasi dari darah, sumsum tulang, tinja, urin, dan cairan duodenum dengan cara dibiakkan dalam media ( kultur). Salmonella typhi dapat diisolasi dari darah atau sumsum tulang pada 2 minggu pertama demam. Pada 90% penderita demam tifoid, kultur darah positif pada minggu pertama demam dan pada saat penyakit kambuh. Setelah minggu pertama, frekuensi Salmonella typhi yang dapat diisolasi dari darah menurun. Pada akhir minggu ke 3 hanya dapat ditemukan pada 50% penderita, setelah minggu ke 3 pada kurang dari 30% penderita. Sensitifitas kultur darah menurun pada penderita yang mendapat pengobatan antibiotik. Kultur sumsum tulang lebih sensitif bila dibandingkan dengan kultur darah dan tetap positif walaupun setelah pemberian antibiotik dan tidak dipengaruhi waktu pengambilan.2 Salmonella typhi lebih mudah diisolasi dari tinja antara minggu ke-3 sampai minggu ke-5. Pada penderita karier Salmonella typhi dapat dijumpai 1011 organisme per gram tinja. Salmonella typhi dapat diisolasi dari urin setelah minggu ke-2 demam. Pada 25% penderita, kultur urin positif pada minggu ke 2-3.

Presentasi Kasus Demam Tifoid Kultur merupakan pemeriksaan baku emas, akan tetapi sensitifitasnya rendah, yaitu berkisar antara 40-60%. Hasil positif memastikan diagnosis demam tifoid sedangkan hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Hasil negatif palsu dapat dijumpai bila jumlah kuman atau spesimen sedikit, waktu pengambilan spesimen tidak tepat atau telah mendapat pengobatan dengan antibiotik.15

b. Tes Widal Pada awalnya pemeriksaan serologis standar dan rutin untuk diagnosis demam tifoid adalah uji Widal yang telah digunakan sejak tahun 1896. Uji serologi Widal memeriksa antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O), flagela ( H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam tifoid.14 Dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita dicampur dengan suspensi antigen salmonella. Untuk membuat diagnosa dibutuhkan titer zat anti thd antigen O. Titer thd antigen O yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif pada pemeriksaan 5 hari berikutnya (naik 4 x lipat) mengindikasikan infeksi akut. Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita..5 Pada umumnya peningkatan titer anti O terjadi pada minggu pertama yaitu pada hari ke 6-8. Pada 50% penderita dijumpai peningkatan titer anti O pada akhir minggu pertama dan 90% penderita pada minggu ke-4. Titer anti O meningkat tajam, mencapai puncak antara minggu ke-3 dan ke-6. Kemudian menurun perlahan-lahan dan menghilang dalam waktu 6-12 bulan. Pada individu yang pernah terinfeksi Salmonella typhi atau mendapat imunisasi, anti H menetap selama beberapa tahun. Adanya demam oleh sebab lain dapat menimbulkan reaksi anamnestik yang menyebabkan peningkatan titer anti H. Peningkatan titer anti O lebih bermakna.

Pemeriksaan Penunjang Lain Pemeriksaan antibodi Antibodi terhadap antigen O merupakan IgM yang mendominasi, muncul pada awal penyakit dan menghilang lebih dini. Antibodi terhadap H baik IgM maupun IgG muncul lebih lambat tetapi bertahan lebih lama. Biasanya antibodi O muncul pada hari ke 6-8 sedangkan antibodi H pada hari 10-12 dari onset penyakit.10

Presentasi Kasus Demam Tifoid Mengingat tingkat sensitivitas dan spesifisitas tes Widal rendah maka pemeriksaan serologis untuk diagnosis dini demam tifoid mulai beralih dari tes Widal menuju pelacakan antibodi terhadap antigen Salmonella typhi yang lebih spesifik seperti: # Dot EIA ( Dot Enzyme Immunoabsorbent Assay ), pemeriksaan ELISA untuk mendeteksi protein spesifik pada membran luar atau outer membrane protein (OMP) dimana OMP dengan berat 50 kDa ternyata sangat spesifik pada serum pasien tifoid. Sensitivitas Dot EIA mencapai 95-100% jauh lebih baik daripada sensitivitas Widal yang hanya 60%. Pemeriksaan Dot EIA tidak ada reaksi silang dengan salmonelosis non tifoid dibandingkan dengan Widal. Produk komersial pemeriksaan ini dikenal sebagai Typhidot.13 Salah satu modifikasi Typhidot dengan inaktivasi IgG dalam sampel serum untuk menyingkirkan kemungkinan ikatan kompetitif dan memungkinkan akses antigen terhadap IgM spesifik, dikenal sebagai Typhidot M.6 # Polymerase Chain Reaction (PCR) Untuk amplifikasi DNA dari teknik hibridisasi asam nukleat. Pada sistem hibridisasi ini, sebuah molekul asam nukleat yang sudah diketahui spesifisitasnya (DNA probe) digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya urutan asam nukleat yang sepadan dari target DNA (kuman). Penggandaan target DNA dilakukan dengan teknik PCR menggunakan enzim DNA polimerase. 16 # IgM Dipstick test Pemeriksaan ini didasarkan pada ikatan antibodi IgM spesifik Salmonella typhi pada LPS antigen Salmonella typhi. Tes Tubex merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif sederhana dan cepat. Hasil positif tes Tubex menunjukkan adanya infeksi Salmonella walaupun tidak dapat menunjukkan Salmonella grup D mana yang menjadi faktor kausatifnya. Infeksi Salmonella serotipe lainnya seperti Salmonella paratyphi A memberikan hasil yang negatif. Oleh sebab itu, tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu singkat.10,18

KOMPLIKASI Komplikasi typoid dapat terjadi pada : 1. Intestinal (usus halus) : Umumnya jarang terjadi, tapi sering fatal, yaitu: a. Perdarahan (haemorrhage) usus.

10

Presentasi Kasus Demam Tifoid Bervariasi dari mikroskopik sampai terjadi melena. Pada anak lebih jarang. Dilaporkan di Surabaya terjadi pada hari ketujuh belas atau awal minggu ke-3. Insidennya berbeda-beda berkisar antara 0,8%-8,6% Diagnosis dapat ditegakkan dengan: Penurunan tekanan darah Denyut nadi bertambah cepat dan kecil Kulit pucat Penurunan suhu tubuh Mengeluh nyeri perut Sangat iritabel Darah tepi: sering diikuti peningkatan lekosit dalam waktu singkat

b. Perforasi usus Timbul pada minggu ketiga atau setelah itu dan sering terjadi pada ileum terminalis. Lebih jarang dibandingkan pada orang dewasa. Angka kejadian antara 0,4-2,5%. Apabila hanya terjadi perforasi tanpa peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dalam rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara bebas (free air sickle) diantara hati dan diafragma pada foto Rontgen abdomen yang dibuat dalam posisi tegak. c. Peritonitis Pada umumnya tanda/gejala peritonitis sering didapatkan, penderita nampak kesakitan di daerah perut yang mendadak, perut kembung, dinding abdomen tegang ( defense musculair ), nyeri tekan, tekanan darah menurun, suara bising usus melemah, pekak hati berkurang. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan peningkatan lekosit dalam waktu singkat.

2. Ekstraintestinal Terjadi umumnya karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteriemia): a. Liver, gallbladder, dan pancreas b. Kardiorespiratory c. Nervous system d. Hematologi dan renal Terjadi DIC yang subclinical pada typhoid fever yang mana merupakan manifestasi sindrom uremia hemolitik, dan hemolisis. Glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.5,13

11

Presentasi Kasus Demam Tifoid

TATALAKSANA Penderita yang harus dirawat dengan diagnosis praduga demam tifoid harus dianggap dan dirawat sebagai penderita demam tifoid yang secara garis besar ada 3 bagian yaitu: perawatan diet obat Perawatan Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas, tetapi tidak harus tirah baring sempurna seperti pada perawatan demam tifoid di masa lampau. Mobilisasi dilakukan sewajarnya, sesuai dengan situasi dan kondisi penderita. Diet Beberapa penelitian menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai dengan keadaan penderita dengan memperhatikan segi kualitas maupun kuantitas ternyata dapat diberikan dengan aman. Kualitas makanan disesuaikan kebutuhan baik kalori, protein, elektrolit, vitamin maupun mineralnya serta diusahakan makan yang rendah/bebas selulose, menghindari makan iritatif sifatnya. Pada penderita dengan gangguan kesadaran maka pemasukan makanan harus lebih diperhatikan.

Obat-obatan Demam tifoid merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian menurun secara drastis(1-4%). Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain: - Kloramfenikol - Tiamfenikol - Co trimoxazol - Ampisilin - Amoksisilin - Seftriakson - Sefiksim

12

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Kloramfenikol Bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini terikat pada ribosom subunit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptide tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman. Meskipun telah dilaporkan adanya resistensi kuman Salmonella terhadap kloramfenikol di berbagai daerah. Kloramfenikol tetap digunakan sebagai drug of choice pada kasus demam tifoid. Dalam pemberian kloramfenikol tidak terdapat keseragaman dosis, dosis yang dianjurkan ialah 50-100 mg/kg.bb/hari, oral atau IV, dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari serta untuk neonatus sebaiknya dihindarkan, bila terpaksa dosis tidak boleh melebihi 25 mg/kgbb/hari.2,3 Tiamfenikol Mempunyai efek yang sama dengan kloramfenikol, mengingat susunan kimianya hampir sama hanya berbeda pada gugusan R-nya. Dengan pemberian tiamfenikol demam turun setelah 5-6 hari, hanya komplikasi hematologi pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang dilaporkan, sedangkan strain salmonella yang resisten terhadap tiamfenikol. Dosis oral yang dianjurkan 50-100 mg/kg.bb/hari. Co Trimoxazole Efektifitasnya terhadap demam tifoid masih banyak pendapat yang

kontroversial. Kelebihan co trimoxazole antara lain dapat digunakan untuk kasus yang resisten terhadap kloramfenikol. Kelemahannya ialah terjadi skin rash (1-15%). Steven Johnson sindrome, agranulositosis, tromositopenia, megaboblastik anemia, hemolisis eritrosit terutama pada penderita defisiensi G6PD. Dosis oral: 30-40 mg/kg.bb/hari dari sulfametoxazole dan 6-8 mg/kg.bb/hari, oral, selama 10 hari untuk trimetoprim, diberikan dalam 2 kali pemberian. Ampisilin dan Amoksisilin Merupakan derivat penisilin yang digunakan pada pengobatan demam tifoid, terutama pada kasus yang resisten terhadap kloramfenikol, tetapi pernah dilaporkan adanya Salmonella yang resisten terhadap ampisilin di Thailand. Ampisilin umumnya lebih lambat menurunkan demam bila dibandingkan dengan kloramfenikol, tetapi lebih efektif untuk mengobati karier serta kurang toksisitas. Kelemahannya dapat terjadi skin rash (3-18%), diare (11%).

13

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Dosis yang dianjurkan: Ampisilin 100-200 mg/kg.bb/hari, oral atau IV selama 10 hari Amoksisilin 100 mg/kg.bb/hari, Pengobatan demam tifoid yang menggunakan obat kombinasi tidak memberikan keuntungan yang lebih baik bila diberikan obat tunggal. Seftriakson Lebih aman dari Kloramfenikol. DOC jika terdapat resistensi terhadap kloramfenicol. Seftriakson tersedia dalam bentuk bubuk obat suntik. Dosisnya 80 mg/kgbb/hari, IV atau IM, sekali sehari, 5 hari. Sefiksim 10mg/kgbb/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis, selama 10 hari. # Kortikosteroid Hanya diberikan dengan indikasi yang tepat karena dapat menyebabkan perdarahan usus dan relaps. Diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran. Dexametason 1-3mg/kgbb/hari intravena, dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik.2,3 # Antipiretik Diberikan apabila demam > 39C, kecuali pada riwayat kejang demam dapat diberikan lebih awal. Lain-lain Transfusi darah Bedah Monitoring Evaluasi demam reda dengan memonitor suhu. Apabila pada hari 4-5 setelah pengobatan demam tidak reda, maka segera harus dievaluasi adakah komplikasi, sumber infeksi lain, resistensi Salmonella typhi terhadap antibiotik, atau kemungkinan salah menegakkan diagnosis. Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan membaik, klinis perbaikan dan tidak dijumpai komplikasi. Pengobatan dapat dilanjutkan di rumah.3

PENCEGAHAN Higiene perorangan dan lingkungan

14

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Demam tifoid ditularkan melalui rute oro fekal, maka pencegahan utama memutuskan rantai tersebut dengan meningkatkan higiene perorangan dan lingkungan, seperti mencuci tangan sebelum makan, penyediaan air bersih, dan pengamanan pembuangan limbah feses, pemberantasan lalat, pengawasan terhadap kebersihan penjual makanan.2,3 Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar Salmonella typhi, maka setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi. Salmonella typhi dalam air akan mati apabila dipanaskan setinggi 57C beberapa menit atau dengan proses iodinasi/ klorinasi.3 Imunisasi Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid. Beberapa vaksin telah ditemukan untuk mencegah demam tifoid, bentuknya berupa vaksin demam tifoid oral, dan vaksin polisakarida parenteral.1

Vaksin Demam Tifoid Oral Vaksin demam tifoid oral dibuat dari kuman Salmonella typhi galur non patogen yang telah dilemahkan. Kuman dalam vaksin akan mengalami siklus pembelahan dalam usus dan dieliminasi dalam waktu 3 hari setelah pemakaiannya. Tidak seperti vaksin parenteral, respon imun pada vaksin ini termasuk sekretorik IgA. Secara umum efektivitas vaksin oral sama dengan vaksin parenteral yang diinaktivasi dengan pemanasan, namun vaksin oral mempunyai reaksi samping lebih rendah. Vaksin tifoid oral dikenal dengan nama Ty-21a. Cara pemberian 1 kapsul vaksin dimakan setiap hari ke 1,3,5 satu jam sebelum makan dengan minuman yang tidak lebih dari 37C. Kapsul ke 4 pada hari ke 7, Daya proteksi vaksin ini hanya 50-80%, maka yang sudah divaksinasi juga dianjurkan untuk melakukan seleksi pada makanan dan minuman.

Vaksin Polisakarida Parenteral Susunan vaksin polisakarida setiap 0,5ml mengandung kuman Salmonella typhi, polisakarida 0,025mg, fenol, dan larutan buffer yang mengandung natrium klorida, disodium fosfat, monosodium fosfat, dan pelarut untuk suntikan. Penyimpanan pada suhu 2C-8C, jangan dibekukan. Vaksin ini akan kadaluarsa dalam jangka waktu

15

Presentasi Kasus Demam Tifoid

3 tahun. Pemberian secara intramuskuler atau subkutan pada daerah deltoid atau paha. Imunisasi ulangan dilakukan tiap 3 tahun.Kontraindikasi pemberian vaksin ini adalah pasien yang alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin, saat demam, penyakit akut, penyakit kronik progresif. Daya proteksi 50-80%.15

PROGNOSIS Prognosis pasien Demam Tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada atau tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, mortalitas pada penderita yang dirawat 6%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan yang meningkatkan kemungkinan komplikasi dan waktu pemulihan.19 Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.ser Typhi 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Risiko menjadi karier pada anakanak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik dapat terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid. Insidens penyakit traktus biliaris lebih tinggi pada karier kronis dibandingkan dengan populasi umum. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara, sedangkan 2% yang lain akan menjadi karier kronis.7 Umumnya prognosis tifus abdominalis pada anak baik asal penderita cepat datang berobat dan istirahat total. Prognosis menjadi buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti: Hiperpireksia atau febris kontinua Kesadaran yang menurun sekali; sopor, koma, delirium. Komplikasi berat; dehidrasi dan asidosis, peritonitis, bronkopneumonia. Keadaan gizi buruk (malnutrisi energi protein).5

16

Presentasi Kasus Demam Tifoid

DATA PASIEN I. IDENTITAS Nama Pasien Tempat/ Tgl lahir Umur Jenis Kelamin Agama Alamat Rumah Pendidikan No. RM Masuk RS :An. Zumri : Bekasi, 7 Juni 1999 :14 tahun : Laki-Laki : Islam : Kp. Harapan Baru : Kelas 2 SMP : 523097 : 23 April 2013

Orang tua/Wali Ayah Nama Usia Agama Pekerjaan : Tn. Armin : 50 tahun : Islam : Pedagang

Ibu

Nama Usia Agama Pekerjaan

: Ny. Ramih : 45 tahun : Islam : Ibu Rumah Tangga

II.

ANAMNESIS Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis (dengan ibu pasien) pada tanggal 26 April 2013 A. Keluhan Utama Panas tinggi sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit B. Keluhan Tambahan Pusing , mual , muntah -, batuk , berdahak kuning campur lendir, sakit tenggorokan . C. Riwayat Penyakit Sekarang

17

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan badan panas naik turun sejak 7 hari SMRS. Panas timbul mendadak , bersifat naik turun dan panas mulai meninggi ketika sore menjelang malam hari, panas tidak disertai kejang. Saat panas pasien sempat menggigil, mengigau dan tidak mengalami penurunan kesadaran. Pasien sudah sempat dibawa ke Puskesmas dan diberi obat puyer penurun panas namun belum ada perbaikan dan panas kembali meninggi. Pasien tidak mengeluh nyeri sendi, tidak ada mimisan ataupun gusi berdarah dan tidak timbul bintik merah pada kulit. Pasien juga kadang-kadang batuk berdahak sejak sakit tetapi tidak ada darah namun disertai sedikit sesak napas dan nyeri dada. Hari pertama panas, pasien mengeluh mual, nyeri pada ulu hati dan ada muntah 1 kali, cair, ada sisa makanan, ada lendir, tidak ada darah, kira-kira sebanyak gelas aqua (100 cc). Pasien juga mengeluh belum BAB 3 hari SMRS. BAK normal. Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Di keluarga dan lingkungan keluarga pasien tidak ada yang menderita demam berdarah ataupun mengalami sakit serupa.

D.

Riwayat Penyakit Dahulu Orang tua pasien mengatakan pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.

E.

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga pasien yang menderita seperti pasien.

III. RIWAYAT PASIEN A. Riwayat Pasien Pasien adalah anak kelima dari 5 bersaudara.

B.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan Selama hamil ibu pasien tidak pernah memeriksakan kandungannya ke bidan di klinik terdekat. Menurut ibu pasien tidak ada kelainan selama masa

18

Presentasi Kasus Demam Tifoid

kehamilannya. Pasien lahir spontan, cukup bulan sesuai masa kehamilan, lahir ditolong oleh paraji. Pada saat lahir, pasien enangis kuat. BB lahir 3500gram, PB tidak diketahui.

Kesan : riwayat antenatal care dan persalinan buruk

C.

Riwayat Perkembangan Pertumbuhan gigi I Psikomotor : 7 bulan :

Tengkurap : 4 bulan Duduk Berdiri Berjalan Bicara : 5 bulan : 9 bulan : 12 bulan : 1 tahun 3 bulan

Kesan : riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik

D.

Riwayat Pemberian Makanan 0 - 4 bulan 4 - 8 bulan 8-12 bulan 12 - 24 bulan 24 - sekarang : ASI : ASI + bubur susu : ASI+ nasi tim : ASI + menu keluarga : menu keluarga.

Kesan : kualitas dan kuantitas makanan cukup

E.

Riwayat Imunisasi Jenis Imunisasi BCG DPT Polio Campak Hepatitis Umur Pemberian (bulan) -

Kesan : Riwayat imunisasi pasien tidak pernah mendapat imunisasi

19

Presentasi Kasus Demam Tifoid

F.

Riwayat Tempat Tinggal dan Sanitasi Pasien tinggal bersama kedua orangtua dan ketiga kakak nya. Pasien tinggal disuatu perkampungan yang cukup padat penduduknya. Rumah berdinding tembok dengan lantai semen, Ventilasi kurang baik, sinar matahari cukup masuk ke dalam rumah Kesan : Perumahan dan sanitasi lingkungan kurang

IV. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal : 26 April 2013) Kesadaran Keadaan umum Berat badan Tinggi badan Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi nafas Suhu tubuh : Compos Mentis : Tampak sakit sedang : 44 kg : 155 cm : 110/ 70 mmHg : 88 x/mnt : 26 x/mnt : 36,7 0C

Kepala

: Normocephali, rambut hitam lurus, distribusi merata, tidak mudah dicabut.

Mata

: Pupil bulat isokor, conjungtiva anemis -/Sklera ikterik -/-, Reflex cahaya langsung +/+ Reflex cahaya tidak langsung +/+

Telinga Hidung Mulut Tenggorokan Leher

: Normotia, Serumen -/-, Sekret -/: Bentuk normal, Septum deviasi , Sekret -/: Cyanosis , Lidah kotor , Tremor : Tonsil T3 T3 membesar, faring hiperemis : Trakhea lurus ditengah, KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar.

20

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Paru

: Vocal fremitus simetris, suara nafas vesikuler, Rhonkhi -/, Wheezing -/-

Jantung Abdomen

: S1-S2 reguler, murmur -, gallop : Datar, supel, Nyeri tekan , Bising usus normal, Hepar - lien tidak teraba membesar.
x

x x

Extremitas

: Akral hangat, cyanosis , oedem

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Darah (tgl 23 April 2013) : Nilai Haemoglobin Leukosit LED B/E/B/S/L/M Eritrosit Hematokrit Trombosit 10,9 g/dl 6.100/mm 90 /jam 0/1/1/79/14/6 39 jumlah/mm3 33,5 244.000/mm

Kimia Darah Nilai SGOT SGPT GDS Ureum Creatinin 28 54 113 26 0,6

Imunoserologi Serologi Widal

21

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Salmonella Typhi O Salmonella Typhi H Salmonella Paratyphi A O Salmonella Paratyphi A H Salmonella Paratyphi B O Salmonella Paratyphi B H Salmonella Paratyphi C O Salmonella Paratyphi C H

(+) 1/320 (-) (+)1/80 (-) (-) (-) (+) 1/80 (-)

VI. RESUME Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 14 tahun datang ke RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan utama demam tinggi mendadak yang hilang timbul sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam bersifat naik turun terutama sore menjelang malam hari, menggigil dan mengigau. Saat panas pasien kadang-kadang batuk berdahak dan sedikit sesak serta nyeri dada. Pasien juga menderita mual dan sempat muntah 1x cair, ada lendir,tidak ada darah, kira-kira sebanyak 1/2 gelas aqua sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh susah BAB sejak 3hari SMRS, BAK pasien normal. Tidak ada yang menderita kelainan serupa di keluarga dan lingkungan tetangga. Pasien sering jajan makanan di luar rumah. Pada pemerisaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, tampak sakit sedang, dengan kesadaran compos mentis. Tanda vital : Frekuensi nadi : 88x/menit, regular, isi cukup, teraba kuat Tekanan darah : 110/80 mm Hg Frekuensi napas : 26x/menit Suhu tubuh : 36,7C

Pada pemeriksaan sistematis didapatkan lidah yang kotor pada bagian permukaan dan hiperemis pada tepi lidah. Cor dan pulmo dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen dalam batas normal dan nyeri tekan (+). Pada pemeriksaan laboatorium pada tanggal 23 April 2013 didapatkan hasil positif pada serologi Salmonella Typhi O (+) 1/320 , Salmonella Paratyphi A O (+)1/80 dan Salmonella Paratyphi C O (+) 1/80.

22

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Diagnosa Kerja Demam Thypoid

Diagnosa Banding DHF Bronkitis TB paru Demam paratifoid Malaria

Pemeriksaan Anjuran : Kultur darah (gaal) Kultur feses Pemeriksaan urine lengkap Pemeriksaan foto thorax Tes mantoux Widal ulang

VII. PENATALAKSANAAN : Tirah baring selama 2 minggu Diet makanan lunak cukup kalori, cukup protein, rendah serat IVFD RL 20g tt/mnt Ceftriaxone 2x1gr iv Ondansetron Ranitidin 2x1 amp Antrain 1cc (bila panas tinggi) Gentamisin 2x80 mg iv Paracetamol 3x500mg po

VIII. PROGNOSIS Ad. Vitam : bonam

23

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Ad. Functionam : bonam Ad. Sanasionam : bonam

IX. FOLLOW UP PASIEN Selama di bangsal: TANGGAL 24 April 2013 ANAMNESA S: Panas badan (+), nyeri dada (+), Batuk (+). O: KU: sakit sedang KS : compos mentis Tensi : 110/70mmHg Nadi : 80x/menit Respi :26x/menit Suhu : 37,7 C P: Demam Tifoid TERAPI IVFD tt/mnt Ceftriaxone 2x1gr iv Ondansetron Ranitidin amp Antrain 1cc (bila panas tinggi) Gentamisin 2x80 mg iv Paracetamol 3x500mg po 2x1 RL 20g

25 April 2013

S:

Panas

badan

(+),

IVFD tt/mnt

RL

20g

Batuk(+), Sesak (+). O: KU: sakit sedang KS : compos mentis Tensi : 100/60mmHg Nadi : 72x/menit Respi :26x/menit Suhu : 36,7 C P: Demam Tifoid -

Ceftriaxone 2x1gr iv Ondansetron Ranitidin amp Antrain 1cc (bila panas tinggi) Gentamisin 2x80 mg iv 2x1

Paracetamol

24

Presentasi Kasus Demam Tifoid

3x500mg po

26 september 2012

S: Panas badan (+) naik turun, nyeri dada (+), Batuk (+). O: KU: sakit sedang KS : compos mentis Tensi : 110/70mmHg Nadi : 88x/menit Respi :26x/menit Suhu : 36,7 C P: Demam Tifoid

IVFD tt/mnt

RL

20g

Ceftriaxone 2x1gr iv

Ondansetron Ranitidin amp 2x1

Antrain 1cc (bila panas tinggi)

Gentamisin 2x80 mg iv

Paracetamol 3x500mg po

OBH syr 3x Icth

29 April 2013

S: Panas badan (+) naik turun , sariawan (+),

IVFD tt/mnt

RL

20g

Batuk (+). O: KU: sakit sedang KS : compos mentis Tensi : 1o0/70mmHg Nadi : 100x/menit Respi :24x/menit Suhu : 36,5 C P: Demam Tifoid

Ceftriaxone 2x1gr iv

Ondansetron Ranitidin amp 2x1

Antrain 1cc (bila panas tinggi)

Gentamisin 2x80 mg iv

Paracetamol 3x500mg po

OBH syr 3x Icth

25

Presentasi Kasus Demam Tifoid

30 April 2013

S: Panas badan (-)Batuk (+) jarang. O: KU: sakit sedang KS : compos mentis Tensi : 110/70mmHg Nadi : 88x/menit Respi :24x/menit Suhu : 36,7 C P: Demam Tifoid

IVFD tt/mnt

RL

20g

Ceftriaxone 2x1gr iv

Ondansetron Ranitidin amp 2x1

Antrain 1cc (bila panas tinggi)

Gentamisin 2x80 mg iv

Paracetamol 3x500mg po

OBH syr 3x Icth

ANALISA KASUS

Demam typhoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan asimptomatis. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi, namun gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan saluran pencernaan, (3) gangguan kesadaran. Pada kasus khas terdapat demam remitten pada minggu pertama, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam, yang turun secara berangsur-angsur pada minggu ketiga. Pada pasien ini di tegakkan diagnosa demam typhoid tanpa komplikasi. Diagnosa ditegakkan berdasarkan : Anamnesis:

26

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Pasien demam 7 hari yang remitten. Demam menjelang sore hari dan demam turun pagi harinya sehingga pasien dapat bersekolah pada pagi harinya (aktivitas pasien tidak terganggu)

Demam disertai dengan gangguan pencernaan berupa mual dan konstipasi Pasien sering jajan makanan dan minumam di luar rumah, yang tidak jelas kebersihannya

Pada pasien ini pemerikasaan fisiknya ditemukan : Didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, keadaan umum yang sedang, tanpa gangguan kesadaran Pada lidah pasien ditemukan kotor pada tengahnya dan hiperemis pada pinggirnya, tremor (-) Pada pemeriksaan abdomen terdapat nyeri tekan (+)

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa demam typhoid dibagi dalam 3 kelompok, yaitu (1) isolasi kuman penyebab demam typhoid melalui biakan kuman dari spesimen penderita seperti darah, sumsum tulang, urin, tinja, cairan duodenum dan rose spot, (2) uji serologis untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen, (3) pemeriksaan melacak DNA kuman S. Tyhpi Diagnosis demam typhoid dengan biakan kuman sebenarnya amat diagnostik, namun identifikasi kuman memerlukan waktu 3-5 hari. Biakan darah positif pada 4060% kasus yang diperiksa pada minggu pertama sakit, sedangkan biakan feses atau urin akan positif setelah minggu pertama. Biakan dari sumsum tulang akan positif pada penyakit stadium lanjut, dan merupakan pemeriksaan yang paling sensitif. Biakan darah positif memastikan demam typhoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typhoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor, antara lain (1) jumlah darah yang diambil, (2) perbandingan volume darah dan media empedu, (3) waktu pengambilan darah. Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan kultur darah karena membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengetahui hasilnya dan pemeriksaan melacak DNA tidak dilakukan karena biaya yang mahal dan fasilitas rumah sakit yang terbatas.

27

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan serologis dan didapatkan hasil positif pada serologi Salmonella typhi O dan Salmonella paratyphi CO sebesar 1/80. Walaupun uji serologi Widal untuk menunjang diagnosis demam typhoid telah luas digunakan namun manfaatnya masih menjadi perdebatan. Penatalaksanaan penderita dengan demam typhoid, terutama pada pasien ini dengan perawatan bed rest, pemberian diet yang lunak yang mudah dicerna dengan kalori dan protein yang cukup dan rendah serat. Pemberiaan obat-obatan diberikan antibiotik ceftriaxone 2x1gr Iv sebagai pengobatan kausalnya. Selain itu diberikan antipiretik (paracetamol), anti mual (Ranitidin), dan ekspektorant (OBH) sebagai pengobatan simptomatis. Untuk memastikan diagnosa dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kultur darah atau urin atau feses. Pasien diperbolehkan pulang setelah perawatan di rumah sakit karena tidak ada keluhan dan ada perbaikan klinis. Namun pasien tetap dianjurkan untuk istirahat dan mobilisasi bertahap, diet makanan lunak, dan melanjutkan antibiotik sampai 5 hari bebas demam.

28

Presentasi Kasus Demam Tifoid

DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku ajar ilmu kesehatan anak infeksi dan penyakit tropis., ed 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia: h.36775. 2. Rampengan TH. Penyakit infeksi tropik pada anak, ed 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008: h.46-62. 3. Pusponegoro HD, dkk. Standar pelayanan medis kesehatan anak, ed 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2004: h.91-4. 4. NN. Mengenal demam typhoid. Available from : http://abughifari.blogspot.com/2008/11/mengenal-demam-typhoid.html ( cited : 2013 May 3th). 5. Hassan R, dkk. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2, ed 11. Jakarta : Percetakan Infomedika, 2005: h.592-600. 6. NN. Demam typhoid. Available from : http://cetrione.blogspot.com/2008/11/demam-typhoid.html (cited : 2013 May 3th). 7. NN. Demam tifoid (typhoid fever). Available from : http://www.jevuska.com/2008/05/10/demam-tifoid-typhoid-fever ( cited : 2013 May 4th). 8. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of pediatrics, 18th ed. Philadelphia, 2007: p.1186-1190. 9. Partini P. Tritanu dan Asti Proborini. Demam Tifoid. Pediatrics Update. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2003: h.37-43. 10. Hartoyo E, Yunanto A, Budiarti L. UJi sensitivitas salmonella typhi terhadap berbagai antibiotik di bagian anak RSUD Ulin Banjarmasin. Sari Pediatri. September 2006;8(2):118-121. 11. Concise Reviews of Pediatrics Infectious Diseases. Management of Typhoid Fever in Children. February 2002: p.157-159. 12. NN. Demam tifoid. Available from: http://www.medicastore.com (cited : 2013 May 3th). 13. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR. Current pediatrics diagnosis & treatment., 18th ed. USA, 2007: p.279, 1184-5.

29

Presentasi Kasus Demam Tifoid

14. Hadinegoro SRS, Tumbelaka AR, Satari HI. Pengobatan Cefixime pada Demam Tifoid Anak. Sari Pediatri. 2001;2(4):182-7. 15. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB. Pedoman imunisasi di Indonesia, ed 2. Jakarta : Badan Penerbit Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005: h.173-4. 16. Retnosari S, Tumbelaka AR. Pendekatan diagnostik serologik dan pelacak antigen salmonella typhi. Sari Pediatri. 2000;2(2):90-5. 17. World Health Organization. Backgroud Document: The Diagnosis, Treatment and Prevention of Typhoid Fever. Geneva: WHO, 2003. Available from: http://www.who.int/vaccines-documents/ (cited : 2013 May 5th). 18. Zulkarnain I. Patogenesis demam tifoid. Jakarta : Pusat informasi & penerbitan bagian ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000: h.3-5. 19. Brusch JL, Garvey T. Penyakit tipus fever. Available from : http://www.medscape.com/files/public/blank.htm (cited : 2013 May 4th).

30

You might also like