You are on page 1of 46

[SISTEM URINARIA]]

BLOK 10

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Kelangsungan hidup dan berfungsinya sel secara normal bergantung pada pemeliharaan konsentrasi garam, asam, dan elektrolit lain di lingkungan cairan internal. Kelangsungan hidup sel juga bergantung pada pengeluaran secara terus menerus zat zat sisa metabolism toksik dan dihasilkan oleh sel pada saat melakukan berbagai reaksi demi kelangsungan hidupnya. Ginjal berperan penting dalam mempertahankan homeostasis dengan mengatur konsentrasi banyak konstituen plasma, terutama elektrolit dan air dan dengan mengeliminasi semua zat sisa metabolisme (kecuali CO2, yang dikeluarkan oleh paru). Sewaktu difiltrasi secara berulang ulang oleh ginjal, plasma mempertahankan konstituen konstituen yang bermanfaat bagi tubuh dan mengeliminasi bahan bahan yang tidak diperlukan atau diperlukan di urin. Yang paling penting adalah kemampuan ginjal mengatur volume dan osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) lingkungan cairan internal dengan mengontrol keseimbangan air dan garam. Yang juga penting adalah kemampuan ginjal untuk membantu mengatur pH dengan mengontrol eliminasi asam dan basa di urin.

B. TUJUAN 1. Untuk mengetahui struktur Sistem Urinaria, baik makroskopik dan mikroskopik. 2. Untuk mengetahui mekanisme kerja ginjal yang sebagian besar ditujukan untuk mempertahankan kestabilan lingkungan cairan internal tubuh dan juga dalam menghasilkan urin. 3. Untuk mengetahui sifat dan komposisi urin. 4. Untuk mengetahui pemeriksaan yang tepat dalam membantu menganalisis penyakit pasien.

Page 1

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

BAB II PEMBAHASAN

Sistem Urinaria
A. GINJAL Ginjal adalah sepasang organ yang terletak dibelakang rongga abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit di atas garis pinggang.1 Setiap ginjal dipendarahi oleh arteri renalis dan vena renalis, yang masing-masing masuk dan keluar ginjal dilekukan medial yang menyebabkan organ ini berbentuk seperti buncis.1 Ginjal mengelola plasma yang mengalir masuk

kedalamnya untuk menghasilkan urin, menahan bahanbahan tertentu dan mengeliminasi bahan-bahan yang tidak diperlukan ke dalam urin.1 Pembungkus Ginjal :3 1. Capsula fibrosa3 melekat pada ginjal mudah dikupas 2. Capsula adiposa3 mengandung banyak lemak membungkus ginjal dan gl.supra renalis 3. Fascia renalis3 Terletak di luar capsula fibrosa Terdiri 2 lembar : depan : f. prerenali belakang : f. retro renalis

Page 2

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

Ginjal dipertahankan pada tempatnya oleh fascia adipose.3 Pada keadaan tertentu capsula adiposa sangat tipis, sehingga jaringan ikat yang menghubungkan capsula fibrosa dan capsula renalis kendor, sehingga ginjal turun disebut nephroptosis.3 Nephrophtosis sering terjadi pada ibu yang sering melahirkan (grande multipara ).

Bagian-bagian ginjal 3 Cortex renis Medulla renis Cortex Renis Terdiri dari : Glomerolus pembuluh darah Medula Korteks

Di glomerulus darah disaring menjadi filtrat, kemudian disalurkan ke dalam medulla. Saluran- saluran tersebut kemudian akan bermuara pada papilla renalis. Medulla Renis Papilla renalis yang sesuai ujung ginjal yang berbentuk disebut pyramid renalis (malphigi). Saluran-saluran yang menembus papilla disebut ductuli papillares

(Bellini), sedangkan tempat tembusnya yang berupa ayakan disebut sebagai area cribriformis. Papilla renalis menonjol ke dalam calix minor Di antara pyramis-pyramis terdapat columna renalis (Bertini) Beberapa calyx minor ( 2 4 ) membentuk calyx major Beberapa calyx major menjadi pyelum (pelvis renis), kemudian menjadi ureter Ruangan tempat calyx disebut hillus renalis

Page 3

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

Susunan Ginjal 1,2,3

Terdiri dari dua bagian besar 1. Korpuskel Renalis Tempat filtrasi plasma 2. Tubulus Renalis Filtrasi merupakan proses menjadi urin Reabsorpsi garam-garam spesifik dan air Sekresi limbah metabolik kedalam filtrasi Urin dialirkan ke tubulus pengumpul Bagian korteks ginjal mengandung banyak sekali nefron 100 juta sehingga permukaan kapiler ginjal menjadi luas, akibatnya perembesan zat buangan menjadi banyak.3 Setiap nefron terdiri atas badan malphigi dan tubulus (saluran) yang panjang.3 Pada badan malphigi terdapat kapsul bowman yang bentuknya seperti mangkuk atau piala yang berupa selaput sel pipih.3 Kapsul bowman membungkus glomerulus. Glomerulus berbentuk jalinan kapiler arterial. Tubulus pada badan malphigi adalah tubulus proksimal yang fungsi utamanya adalah mengekskresikan zat-zat sisa

metabolisme yang mengandung nitrogen misalnya amonia. Amonia adalah hasil pemecahan protein dan bermacam-macam garam, melalui proses deaminasi atau proses pembusukan mikroba dalam usus.3 Selain itu, ginjal juga berfungsi mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan, misalnya vitamin yang larut dalam air; mempertahankan cairan ekstraselular dengan jalan mengeluarkan air bila berlebihan; serta mempertahankan keseimbangan asam dan basa.5 Sekresi dari ginjal berupa urin.5

Page 4

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

A.1 MEKANISME KERJA GINJAL4 1. FILTRASI GLOMERULUS4 Membrane glomerulus seratus kali lipat lebih permeable daripada kapiler kapiler di tempat lain. Cairan yang difiltrasi dari glomeulus ke dalam kapsul Bowman hars melewati tiga lapisan yang membentuk membran glomerulus, yaitu : 1) dinding kapiler glomerulus, 2) lapisan gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai membran basal (basement membrane), dan 3) lapisan dalam kapsul Bowman. Secara kolektif, ketiga lapisan ini berfungsi sebagai saringan molekul halus yang menahan sel darah merah dan protein plasma tetapi melewatkan H2O dan zat terlarut lain yang ukuran molekulernya cukup kecil. Dinding kapiler glomerulus, yang terdiri dari selapis sel endotel gepeng, memiliki lubang lubang dengan banyak pori besar atau fanestra , yang membuatnya seratus kali lebih permeable terhadap H20 dan zat terlarut dibanding kapiler di tempat lain. Membran basal terdiri dari glikoprotein dan kolagen yang terselip diantara glomerulus dan kapsul Bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan structural sedangkan glikoprotein menghambat filtrasi protein plasma kecil. Walaupun protein plasma yang lebih besar tidak dapat difiltrasi karena tidak dapat difiltrasi karena tidak dapat melewati pori pori di atas, pori pori tersebut sebenarnya cukup cukup besar untuk melewatkan albumin, protein plasma terkecil. Namun, glikoprotein karena bermuatran sangat negative akan menolak albumin dan dan protein plasma lain, karena yang terakhir juga negative.

bermuatan

Dengan demikian, protein plasma hamper seluruhnya tidak dapat difiltrasi, dan kurang dari 1% molekul albumin lolos yang berhasil ke

untuk

masuk

kapsul Bowman. Sebagian penyakit ditandai ginjal yang

oleh adanya albumin berlebihan dalam urin (albuminuria) diperkirakan


Page 5

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

disebabkan oleh gangguan muatan negative di dalam membran glomerulus, yang

menyebabkan membran lebih permeable terhadap albumin walaupun ukuran pori pori tidak berubah. Lapisan terakhir pada membran

glomerulus, yaitu lapisan dalam kapsul Bowman, terdiri dari podosit, sel mirip gurita yang mengelilingi berkas glomerulus. Setiap odosit memiliki banyak tonjolan memanjang seperti kaki (podo berarti kaki) yang saling menjalin dengan tonjolan pododsit di dekatnya. Celah sempit diantara tonjolan yang berdekatan, yang dikenal sebagai celah filtrasi (filtration slit), membentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kapiler glomerulus dan masuk ke kapsul Bowman. Dengan demikian, rute yang diambil oleh bahan yang terfiltrasi untuk melintasi membran glomerulus seluruhnyabersifat ekstrasel pertama melalui pori pori kapiler, kemudian membran basal, aseluler, dan terakhir melalui celah filtrasi kapsular.

Tekanan darah kapiler glomerulus adalah gaya pendorong utama yang berperan utama yang berperan untuk menginduksi filtrasi glomerulus. Untuk melaksanakan filtrasi glomerulus, harus terdapat suatu gaya yang mendorong sebagian plasma dalam glomerulus menembus lubang lubang membran glomerulus. Dalam perpindahan cairan dari plasma menembus membran glomerulus menuju kapsul Bowman tidak terdapat mekanisme transportasi aktif atau pemakaian energy local. Filtrasi glomerulus disebabkan oleh adanya gaya fisik padsif yang serupa dengan gaya gaya yang terdapat di kapiler bagian tubuh lainnya. Karena glomerulus merupakan suatu kapiler, prinsip prinsip dinamika cairan yang mendasari ultrafiltrasi melintasi kapiler lain juga berlaku, kecuali dua perbedaan penting : 1) kapiler glomerulus jauh lebih permeable dibandingkan dengan kapiler di tempat lain, sehingga untuk tekanan filtrasi yang sama lebih banyak cairan yang difiltrasi, dan 2) keseimbangan gaya gaya
Page 6

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

di kedua sisi membran glomerulus adalah sedemikian rupa sehingga filtrasi berlangsung di keseluruhan panjang kapiler. Sebaliknya, keseimbangan gaya gaya di kapiler lain bergeser, sehingga filtrasi berlangsung di bagian awal pembuluh tetapi di menjelang akhir terjadi reabsorpsi. Terdapat tiga gaya fisik yang terlibat dalam filtrasi glomerulus : 1) tekanan darah kapiler glomerulus, 2) tekanan osmotic koloid plasma, dan 3) tekanan hidrostatik kapsul Bowman. Tekanan darah kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus. Tekanan ini akhirnya bergantung pada kontraksi jantung (sumber energy yang menghasilkan filtrasi glomerulus) dan resistensi arteriol aferen dan eferen terhadap aliran darah. Tekanan darah kapiler glomerulus, yang diperkirakan bernilai rata rata 55 mmHg, lebih tinggi daripada tekanan darah kapiler di tempat lain, karena garis tengah arteriol aferen lebih besar daripada garis tengah arteriol eferen. Karena darah lebih mudah masuk ke kapiler glomerulus melalui arteriol aferen yang lebih lebar dan lebih sulit keluar melalui arteriol aferen yang lebih sempit, tekanan darah kapiler glomerulus meningkat akibat terbendungnya darah di kapiler glomerulus. Selain itu, karena tingginya resistensi arteriol eferen, tekanan darah tidak mengalami kecenderungan menurun di sepanjang kapiler lain. Tekanan darah glomerulus yang emningkat dan tidak menurun ini cenderung mendorong cairan keluar dari glomerulus untuk masuk ke kapsul Bowman di keseluruhan panjang kapiler glomerulus dan merupakan gaya utama yang menghasilkan filtrasi glomerulus. Sementara tekanan darah kapiler glomerulus mendorong filtrasi, kedua gaya lain yang bekerja melintasi membran glomerulus (tekanan osmotic plasma dan tekanan hidrostatik kapsul Bowman) melawan filtrasi. Tekanan osmotic koloid plasma yang ditimbulkan oleh distribusi protein protein plasma yang tidak seimbang di kedua sisi membran glomerulus. Karena tiak dapat difiltrasi, protein protein plasma terdapat di kapoelr glomerulus tetapi tidak ditemukan di kapsul Bowman. Dengan demikian, konsentrasi H2O di kapsul Bowman lebih tinggi dariapada konsentrasinya di kapiler glomerulus. Akibatnya adalah kecenderungan H2O untuk berpindah secara osmotis mengikuti penurunan gradien konsentrasinya dari kapsul bowman ke kapiler glomerulus melawan filtrasi glomerulus. Tekanan osmotic yang melawan filtrasi ini rata rata
Page 7

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

besarnya 30 mmHg, yangs edikit lebih tinggi daripada kapiler lain di tubuh. Tekanan ini lebih tinggi karena H2O yang difiltrasi ke luar dari darah glomerulus jumlahnya cukup banyak sehingga konsentrasi protein plasma lebih tinggi dibandingkan di tempat lain. Cairan di dalam kapsul Bowman menimbulkan tekanan hidrostatik yang diperkirakan besarnya sekitar 15 mmHg. Tekanan ini, yang cenderung mendorong cairan keluar dari kapsul Bowman, melawan filtrasi cairan dari glomerulus ke dalam kapsul Bowman. Laju filtrasi sebenarnya,yaitu laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate,GFR), bergantung tidak saja pada tekanan filtrasi netto, tetapi jugapada seberapa luas permukaan glomerulus yang tersedia untuk penetrasi dan seberapa permeabelnya membran glomerulus (yaitu seberapa tingkat kebocorannya). Sifat sifat membran glomerulus ini secara kolektif disebut sebagai koefisien filtrasi (Kf). Dengan demikian, GFR = Kf x tekanan filtrasi netto. Dalam keadaan normal, sekitar 20% plasma yang masuk ke glomerulus difiltrasi dengan tekanan filtrasi netto 10 mmHg, menghasilkan secara kolektif melalui semua glomerulus 180 liter filtrate glomerulus setiap hari untuk GFR rata rata 125 ml/menit pada pria dan 160 liter filtrate per hari untuk GFR 115 ml/menit pada wanita.

Factor tersering yang emnyebabkan perubahan GFR adalah perubahan tekanan arah kapiler glomerulus. Karena tekanan filtrasi netto yang bertanggung jawab menginduksi filtrasi glomerulus ditimbulkan oleh ketidakseimbangan gaya gaya fisik yang saling bertentangan antara plasma kapiler glomerulus dan cairan kapsul Bowman,perubahan pada salah satu dari gaya gaya fisik ini dapat mempengaruhi GFR. Tekanan osmotic koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapsul Bowman tidak berada di bawah control dan pada keadaan normal, pada dasarnya tidak berubah ubah. Namun, keduanya dapat berubah secara patologis dan dengan demikian, secara tidak sengaja mempengaruhi Gfr. Karena tekanan osmotic kolid plasma melawan filtrasi, penurunan konsentrasi protein plasma, yang mengurangi tekanan osmotic tersebut, menyebabkan peningkatan GFR. Penurunan tidak terkontrol konsentra protein plasma dapat tejadi misalnya pada pasien luka bakar luar yang kehilangan sejumlah cairan plasma kaya
Page 8

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

protein melalui kulit yang terbakar. Sebaliknya, pada situasi dengan tekanan osmotic koloid plasma meningkat, misalnya pada dehidrasi karena diare, GFR menurun. Tekanan hidrostatik kapsul Bowman daot berkurang pada keadaan obstruksi saluran kemih, misalnya akibat adanya batu ginjal atau hipertrofi prostat. Pembendungan cairan di belakang obstruksi meningkatkan tekanan hidrostatik kapsul Bowman. Tidak seperti tekanan osmotic koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapsul Bowman yang mungkin berubah secara tidak terkontrol akibat berbagai penyakit sehingga secara tidak sengaja mengubah GFR tekanan darah kapiler glomerulus dapat dikontrol dengan menyesuaikan GFR untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Jika dianggap bahwa semua factor lain konstan, besar tekanan darah kapiler glomerulus bergantung pada laju aliran darah di setiap glomerulus, yang pada gilirannyaditentukna terutama oleh besar tekanan darah arteri sistemik dan resistensi arteriol aferen. GFR dikontrol oleh dua mekanisme, keduanya ditujukan untuk menyesuaikan aliran darah glomerulus dengan mengatur caliber dan dengan demikian, resistensi arteriol aferen. Keduanya adlaha 1) otoregulasi, yang ditujukan untuk mencegah perubahan spontan GFR, dan 2) control simpatis ekstrinsik, yang ditujukan untuk pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.

1. Otoregulasi GFR Karena tekanan darah arteri adalah gaya yang mendorong darah ke dalam glomerulus, tekanan darah kapiler glomerulus dana dengan demikian GFR akan meningkat setara dengan peningkatan tekanan arteri jika hal hal lain konstan. Demikian juga, penurunan tekanan darah arteri akan disertai dengan penurunan GFR. Perubahan GFR spontan semacam itu sebagian besar dicegah oleh mekanisme pengaturan intrinsic yang dicetuskan oleh ginjal itu sendiri, suatu proses yang dikenal sebagai otoregulasi. Ginjal dapat, dalam batas batas tertentu, mempertahankan aliran darah kapiler glomerulus yang konstan (sehingga tekanan darah kapiler glomerulus konstan dan GFR stabil) walaupun terjadi perubahan tekanan arteri. Ginjal melakukannya dengan tensi terhadap aliran darah melalui pembuluh ini dapat disesuaikan. Sebagai contoh, jika GFR meningkat akibat adanya peningkatan tekanan arteri, tekanan filtrasi netto dan GFR dapat dikurangi menjadi normal oleh konstriksi arteriol aferen, yang menurunkan aliran darah
Page 9

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

ke dalam glomerulus. Pemyesuaian local ini menurunkan tekanan darah glomerulus dapat ditingkatkan ke normal melalui vasodilatasi arteriol aferen, yang memungkinkan lebih banyak darah masuk walau gaya yang mendorongnya berkurang. Peningkatan volume darah glomerulus ini akan meningkatkan tekanan darah glomerulus, yang kemudian memulihkan GFR kemali ke tingakt normal. Mekanisme pasti yang bertanggunga jawab melaksanakan respons otoregulasi ini masih sepenuhnya dipahami. Saat ini, diperkirakan terdapat dua mekanisme intrarenal yang berperan dalam otoregulasi :1) mekanisme berespons tekanan di miogenik, terhadap dalam yang

perubahan komponen

vaskuler nefron, dan 2) mekanisme umpan balik tubule-glomerulus

(tubule-glomerular feedback) yang mendeteksi perubahan aliran

melalui komponen tubulus nefron.

1.1 Mekanisme miogenik Merupakan sifat umum otot polos vaskuler. Otot polos

vaskuler arteriol berkontraksi secara inheren sebagai respons terhadap peregangan yang menyertai peningkatan tekanan di dalam pembuluh. Dengan demikian, arteriol aferen secara ototmatis berkonstriksi sendiri jika teregang karena tekana arteri meningkat. Respons ini membantu membatasi aliran darah ke dalam glomerulus ke tingkat normal walaupun tekanan arteri meningkat. Sebaliknya, arteriol aferen yang tidak teregang (karena tekanan inheren melemasn, sehingga aliran darah ke dalam glomerulus meningkat walaupun terjadi penurunan tekanan arteri. 1.2 Mekanisme umpan-balik tubule glomerulus Melibatkan apparatus juxtaglomerulus, yaitu kombinasi khusus sel sel tubulus dan vaskuler di daerah nefron tempat tubulus, setelah melengkung terhadap dirinya, berjalan melewati sudut yang dibentuk oleh arteriol aferen sewaktu keduanya
Page 10

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

menyatu di glomerulus. Di dalam dinding arteriol pada titik kontak dengan tubulus, sel sel otot polos secara khusus membentuk sel granuler, yang disebut demikian karena sel sel tersebut mengandung banyak granula sekretorik. Sel sel tubulus khusus did aerah ini secara kolektif disebut macula densa. Sel- sel macula densa mendeteksi perubahan kecepatan aliran cairan did lam tubulus yang melewati mereka. Apabila GFR meningkat akibat peningkatan tekanan arteri, cairan yang difiltrasi dan mencapai tubulus distal lebih banyak daripada normal. Sebagai respons, sel sel macula densa memicu pengeluaran zat zat kimia vasoaktif dari apparatus juxtaglomerulus, yang kemudian menyebabkan konstriksi arteriol aferen dan

menurunkan aliran darah glomerulus serta memulihkan GFR ke normal. Karakteristik pasti dari zat zat kimia vasoaktif local ini masih belum diketahui. Beebrapa zat kimia berhasil diidentifikasi, sebagian adalah vasokonstriktor (misalnya endotelin) dan sebagian lain vasodilator (misalnya bradikinin), tetapi kontribusi pasti mereka masih perlu ditentukan lebih lanjut. Pada situasi berlawanan, pada saat sel sel macula densa mendeteksi bahwa tingkat aliran cairan melintasi tubulus rendah karena penutunan spontan GFR akibat penurunan tekana arteri, sel sel ini menginduksi vasodilatasi arteriol aferen dengan mengubah tingkat sekresi zat kimia vasoaktif yang relevan. Penigkatan aliran glomerulus memulihkan GFR ke normal. Dengan demikian, melalui apparatus juxtaglomerulus, tubulus nefron mampu memantau laju perpindahan cairan di dalamnya dan mnyesuaikan GFR. Mekanisme umpan- balik tubule-glomerulus ini dimulai oleh tubulus untuk membantu setiap nefron mengatur kecepatan filtrasi melalui glomerulus masing masing. Mekanisme umpan balik tubule-glomerulus dan miogenik bekerja sama melakukan otoregulasi atas GFR di dalam rentang tekanan arteri yang berkisar antara 80 sampai 180 mmHg. Di dalam rentang uyang lebar ini, penyesuaian penyesuaian otoregulatorik intrinsic resistensi arteriol aferen dapat mengkompensasi perubahan tekanan arteri, sehingga tidak terjadi fluktuasi GFR yang tidak sesuai, walaupun tekanan glomerulus cenderung berubah mengikuti tekanan arteri. Tekanan arteri rata rata normal adalah 93 mmHg, sehingga renang ini mencakup perubahan beberapa saat tekanan darah yang emnyertai aktivitas sehari hari dan tidak berkaitan dengan kebutuhan ginjal mengatur ekskresi H2O dan garam, misalnya peningkatan normal tekanan darah pada
Page 11

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

saat olahraga. Otoregulasi penting karena pergeseran GFR yang tidak disengaja dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan zat zat sisa yang dapat membahayakan tubuh. Karena paling tidak sebagian cairan yang difiltrasi pasti diekskresikan, jumlah cairan yang diekskresikan dalam urin secara ototmatis meningkat apabila GFR meningkat. Apabila tida terdapat otoregulasi, GFr akan meningkat dan H2O serta zat zat terlarut akan teruang sia sia akibat peningkatan tekanan darah pada saat kita berolahraga berat. Di pihak lain, jika GFR terlalu rendah, ginjal tidak akan mampu secara adekuat mengeliminasi zat zat sisa, kelebihan elektrolit, dan bahan lain yang seharusnya diekskresikan. Dengan demikia, otoregulasi memperkecil efek langsung perubahan perubahan tekanan arteri yang seharusnya terjadi pada GFR, dan selanjutnya pada ekskresi H20, zat terlarut, dan zat sisa.

2. Control Simpatis Ekstrinsik GFR Selain mekanisme otoregulasi intrinsic yang dirancang untuk menjaga agar GFR konstan walaupun terjadi fluktuasi tekanan darah arteri, GFR dapat diubah secara sengaja bahkan saat tekanan darah aretri rata rata berada dalam rentang otoregulasi oleh mekanisme control elstrinsik yang mengalahkan respons otoregulasi. Kontrol ekstrinsik atas GFR, yang diperantarai oleh masukan system saraf simpatis ke arteriol aferen, ditujukan untuk mengatur tekanan darah arteri. System saraf parasimpatis tidak menimbulkan pengaruh apapun pada ginjal. Jika volume plasma turun sebagai contoh akibat perdarahan- tekanan darah arteri yang kemudian menurun akan dideteksi oleh baroreseptor arkus aorta dan sinus karotikus, yang mengawali reflex saraf untuk meningkatkan tekanan darah ke tingkat normal. Respons reflex ini dikoordinasikan oleh pusat control kardiovaskuler di batang otak dan terutama diperantarai oleh peningkatan aktivitas simpatis ke jantung dan pembuluh darah. Walaupun peningkatan curah jantung dan resistensi perifer total membantu meningkatkan tekanan darah kea rah normal, volume plasma tetap tetap berkurang. Dalam jangka panjang, volume plasma harus dipulihkan ke normal. Salah satu kompensasi untuk penurunan plasma adalah reduksi pengeluaran urin, sehingga
Page 12

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

lebih banyak cairan yang tertahan di tubuh.penurunan pengeluaran urin ini sebagian dilakukan melalui penurunan GFR; jika cairan yang difiltrasi lebih sedikit, cairan yang tersedia untuk diekskresikan juga berkurang. Tidak mekanisme baru yang yang diperlukan untuk menurunkan GFR. GFR berkurang akibat respons reflex baroreseptor terhadap penurunan tekanan darah. Selama reflex ini, terjadi vasokonstrinsik yang diinduksi oleh system simpatis di sebagian besar arteriol tubuh sebagai mekanisme kompensasi untuk meningkatkan resistensi perifer total. Di antara arteriol yang berkonstrinsi sebagai respons terhadap reflex baroreseptor ini adalah arteriol aferen yang menyalurkan darah ke glomerulus. Arteriol aferen dipersarafi oleh serat vasokonstriktor simpatis jauh lebih banyak daripada persarafan untuk arteriol eferen. Sewaktu arteriol aferen berkonstrinsi sebagai akibat dari peningkatan aktivitas simpatis, lebih sedikit darah yang mengalir ke glomerulus dibandingkan normal, sehingga tekanan darah kapiler glomerulus menurun. Terjadi penurunan GFR yang kemudian menyebabkan penurunan volume urin. Dengan cara ini, sebagian H2O dan garam yang seharusnya keluar dalam urin ditahan di dalam tubuh, membantu pemulihan volume plasma ke normal, sehingga penyesuaian penyesuaian kardiovaskuler jangka pendek tidak lagi diperlukan. 2. REABSORPSI TUBULUS4 Reabsorpsi tubulus bersifat sangat selektif, bervariasi , dan sangat luar biasa. Semua konstituen plasma kecuali protein, secara non-dikriminatif difiltrasi sama sama melintasi kapiler glomerulus. Selain produk produk sisa dan bahan bahan berlebihan yang perlu dieliminasi dari tubuh, cairan filtrasi juga mengandung nutrient, elektrolit, zat lain yang diperlukan tubuh. Memang, melalui proses filtrasi glomerulus yang berlangsung terus menerus, jumlah bahan yang difiltrasi perlu dikembalikan ke darah melalui proses reabsorpsi tubulus, yaitu perpindahan bahan secara sendiri sendiri berlainan dari lumen tubulus ke dalam kapiler peritubulus. Reabsorpsi tubulus adalah suatu proses yang sangat selktif. Di dalam filtrate glomerulus, semua konstituen , kecuali protein plasma, berada di dalam konsentrasi yang sama dengan konsentrasi di plasma. Umumnya jumlah detiap bahan yang direabsorpsi adalah jumlah yang diperlukan untuk mempertahankan komposisi dan volume
Page 13

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

lingkungan cairan internal yang sesuai. Secara umum, tubulus meiliki kapasitas memiliki daya reabsorpsi untuk bahan bahan yang tidak bermanfaat. Dengan demikian, hanya sejumlah kecil , kalaupun ada, dari konstituen plasma yang difiltrasi dan bermanfaat bagi tubuh ditemukan di urin, karena sebagian besar telah direabsorpsi dan dikembalikan ke darah. Hanya bahan bahan esensial yang berlebihan, misalnya elektrolit yang diekskresikan da;am urin. Untuk konstituen konstituen plasma esensial yang diatur oleh ginjal, kapasitas absortif dapat berubah ubah bergantung pada kebutuhan tubuh. Sebaliknya, di dalam urin terdapat filrasi produk sisa dalam persentase yang besar. Zat z at sisa ini, yang tidak bermanfaat dan bahkan mungkin membahayakan tubuh jika dibiarkan tertimbun, sama sekali tidak direabsorpsi. Zat zat tersebut tetap berada di di dalam tubulus untuk dieliminasi dalam urin. Pada saat H2O dan konstituen lain yang bermanfaat direabsorpsi, zat zat sisa yang tetap berada dalam cairan tubulus menjadi sangat pekat. Reabsorpsi tubulus melibatkan transportasi transepitel. Di seluruh panjangnya, tubulus memiliki ketebalan satu lapisan sel dan terletak berdekatan dengan kapiler peritubulus di sekitarnya. Sel sel tubulus yang berdekatan tidak berkontak satu sama lain, kecuali di tempat mereka bersatu melalui taut erat di tepi lateral dekat membran luminal, yang menghadap lumen tubulus. Cairan interstisium berada di celah antara sel sel yang berdekatan ruang lateral antara tubulus dan kapiler. Taut erat umumnya mencegah bahan bahan,sehingga bahan bahan harus lewat menembus sel untu dapat meninggalkan lumen tubulusdan masuk ke darah. Untuk dapat direabsorpsi, suatu bahan harus melewati 5 sawar terpisah, yaitu : Langkah 1 : Bahan tersebut harus meninggalkan cairan tubulus dengan melintasi membran luminal sel tubulus. Langkah 2 : Bahan tersebut harus berjalan melewati sitosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi lainnya.

Page 14

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

Langkah 3 : Bahan tersebut harus menyebrangi membran basolateral sel tubulus untuk masuk ke cairan interstisium. Langkah 4 : Bahan tersebut harus berdifusi melintasi cairan interstisium. Langkah 5 : Bahan tersebut harus menembus diding kapiler untuk masuk ke plasma darah. Keseluruhan rangkaian langkah langkah tersebut dikenal sebagai transportasi transepitel. Mekanisme transportasi Na+-K+ ATPase yang bergantung-energi di membran basolateral penting untuk reabsorpsi Na+. Reasorpsi natrium bersifat unik dan kompleks. Delapan puluh persen dari kebutuhan energy total ginjal digunakan untuk transportasi Na+, yang menandai betapa pentingnya proses ini. Tidak seperti sebagian besar zat terlarut yang difiltrasi, Na+ direabsorpsi di seluruh tubulus, tetapi dengan tingkat yang berbeda beda di berbagai bagiannya. Dari semua Na+ yang difiltrasi, dalam keadaan normal 99,5% direabsorpsi, dengan rata rata 67% direabsorpsi di tubulus proksimal, 25% di lengkung Henle, dan 8% di tubulus distal dan tubulus pengumpul. Reabsorpsi natrium memiliki peran penting yang berbeda beda di setiap segmen tersebut. Reabsorpsi natrium di tubulus proksimal berperan penting dalam reabsorpsi glukosa, asam amino, H2O, Cl-, dan urea. Reabsorpsi natrium di lengkung Henle, bersama dengan reabsorpsi Cl-, berperan penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dengan konsentrasi dan volume yang berbeda beda, bergantung pada kebutuhan untuk menyimpan atau membuang H2O. Reabsorpsi natrium di bagian distal nefron bersifat variable dan berada di bawah control hormone, menjadi penting dalam mengatur volume CES. Reabsorpsi tersebut juga sebagian berkaitan dengan sekresi H+ dan K+. Langkah aktif pada reabsorpis Na+ melibatkan pembawa Na+-K+ ATPase bergantung-energi yang terletak di emmbran basolateral sel tubulus. Pembawa ini
Page 15

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

merupakan pembawa yang sama dengan yang terdapat di semua sel dan secara aktif mengeluarkan Na+ ke luar dari sel tubulus menuju ke ruang lateral, konsentrasi Na+ intrasel tetap dipertahankan rendah, sementara secara simultan terjadi peningkatan konsentrasi Na+ di ruang lateral : yaitu pompa tersebut memindahkan Na+ melawan gradien konsentrasinya. Karena konsentrasi Na+ intrasel dipertahankan rendah oleh aktivitas pompa basolateral, tercipta gradien konsentrasi yang mendorong difusi Na+ dari tempat dengan konsentrasi tinggi di lumen tubulus menembus batas luminal melalui saluran Na+ ke dalam sel tubulus. Setelah berada dalam sel, Na+ secara aktif dikeluarkan ke ruang lateral oleh pompa basolateral. Natrium terus berdifusi mengikuti penurunan gradien konsentrasi dari ruang lateral yang konsentrasi Na+-nya tinggi ke cairan interstisium di sekitarnya dan akhirnya ke darah kapiler peritubulus. Dengan demikian, transportasi netto Na+ dari lumen tubulus ke dalam darah memerlukan energy. Alsdosteron merangsang reabsorpsi Na+ di tubulus distal dan tubulus pengumpul ; peptide natriuretik atrium menghambatnya. Di tubulus proksimal dan lengkung Henle, persentase reabsorpsi Na+ yang difiltrasi bersifat konstan seberapapun beban Na+ (Na+ load, yaitu jumlah total Na+ di cairan tubuh, bukan konsentrasi Na+ di cairan tubuh). Reabsorpsi sejumlah kecil Na+ di bagian distal tubulus berada di bawah control hormone. Tingkat reabsorpsi terkontrol ini berbanding terbalik dengan besar beban Na+ di tubuh. Apabila terlalu banyak terdapat Na+, hanya sedikit dari Na+ yang terkontrol ini direasorpsi, bahkan Na+ dikeluarkan bersama urin, sehingga kelebihan Na+ dapat dikeluarkan dari tubuh. Di pihak lain, apabila terjadi kekurangan Na+, sebagian besar dari Na+ yang dikontrol ini direabsorpsi, sehingga Na+ yang seharusnya keluar ke dalam urin dapat dihemat dalam tubuh. System hormone terpenting dan paling dikenal adalah system rennin angiotensin-aldosteron, (RAA system) yang merangsang reabsorpsi Na+ di tubulus distal dan tubulus pengumpul. Beban Na+ di tubuh tercermin oleh volume CES. Natrium dan anion pendampingnya, Cl-, menentukan lebih dari 90% aktivitas osmotic CES. Ingatlah, bahwa tekaanan osmotic dapat secara longgar dianggap sebagai gaya yang menarik dan
Page 16

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

menahan H2O. apabila beban Na+ di atas normal, dan dengan demikian aktivitas osmotic CES menigkat, Na+ ekstra tersebut menahan H2O esktra, sehingga volume CES bertambah. Sebaliknya, jika beban Na+ di bawah normal, sehingga menurunkan aktivitas osmotic CES, lebih sedikit H2O yang dapat dipertahankan dalam CES dibandingkan dalam kadaan normal, akibatnya volume CES berkurang. Karena plasma adalah komponen CES, konsekuensi terpenting dari perubahan volume CES adalah perunahan tekanan darah yang menyertai ekspansi (tekanan darah ) atau reduksi (tekanan darah ) volume plasma. Sel sel granuler apparatus juxtaglomerulus mensekresikan suatu hormone, rennin, sebagai respons terhadap penurunan NaCl/volume CES/tekanan darah. Fungsi ini merupakan tambahan bagi peran apparatus juxtaglomerulus dalam otoregulasi, dan rennin berbeda dari zat kimia vasoaktif local yang mempengaruhi aliran darah glomerulus. Sinyal sinyal saling terkait yang mendorong peningkatan sekresi rennin ini smeuanya menunjukkan perlunya ekspansi volume plasma untuk meningkatkan tekanan arteri ke normal dalam jangka panjang. Peningkatan sekresi rennin, melalui serangkaian proses kompleks, menyebabkan peningkatan reabsorpsi Na+ di bagian distal tubulus. Klorida selalu secara paif mengikuti Na+ sesuai penurunan gradien yang tecipta oleh perpindahan aktif natrium. Keuntungan utama retensi garam ini adalah retensi H2O yang mengikutinya secara osmotis , yang membantu pemulihan volume plasma dan tekanan darah. Setelah disekresi ke dalam darah, rennin bekerja sebagai enzim untu mengaktifkan angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensinogen adalah protein plasma yang disintesis oelh hati dan selalu terdapat di plasma dalam konsentrasi tinggi. Pada saat ,melewati paru melalui sirkulasi paru, angiotensin I diubah oleh angiotensinconverting enzyme (ACE), yang banyak terdapat di kapiler paru, menjadi angiotensin II. Angiotensin II adalah stimulus utama untuk sekresi hormone aldosteron dari kelenjar adrenal. Kelenjar adrenal adalah suatu kelenjar endokrin yang menghasilkan beberapa hormone, yang masing masing disekresikan sebgai respons terhadap rangsangan yang bebeda beda.

Page 17

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

Salah satu efek aldosteron adlah meningkatkan reabsorpsi Na+ oleh tubulus distal dan tubulus pengumpul. Hormone ini melaksanakannya dengan merangsang sistesi protein protein baru did alam sel sel tubulus tersebut. Protein protein itu, yang disebut aldosterone induced proteins, meningkatkan reabsorpsi Na+ melalui 2 cara. Pertama, mereka terlibat dalam pembentukan saluran Na+ di membran luminal sel tubulus distal dan pengumpul, sehingga meningkatkan perpindahan pasif Na+ dari lumen ke dalam sel. Kedua, mereka menginduksi sintesis pembawa Na+-K+ ATPase, yang disisipkan ke dalam membran basolateral sel s el tersebut. Aliran masuk Na+ yang berlangsung secara pasif mendorong peningkatan pemompaan aktif Na+ keluar dari sel ke dalam ruang lateral, lalu ke dalam plasma oleh pembawa Na+-K+ ATPase basolateral. Hasil akhirnya adalah peningkatan reabsorpsi Na+. Ion klorida (Cl-) mengikuti secara pasif oelh reabsorpsi aktif Na+. Dengan demikian, system rennin-angiotensin-aldosteron mendorong retensi garam yang akhirnya menyebabkan retensi H2O dan peningkatan tekanan darah arteri. Melalui mekanisme umpan balik negative, system ini menghilangkan factor factor yang memicu pengeluaran awal rennin-yaitu deplesi garam, penurunan volume plasma, dan penurunan tekanan darah arteri. Selain merangsnag sekresi aldosteron, angiotensin II juga merupakan konstriktor kuat bagi arteriol, sehingga zat ini secara langsung meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan resistensi perifer total. Selain itu, angiotensin II merangsang rasa haus (meningkatkan asupan cairan) dan merangsang vasopressin (hormone yang merangsang retensi H2O oleh ginjal), keduanya berperan menyebabkan ekspansi volume plasma dan peningkatan tekanan arteri. Situasi sebaliknya terjadi apabila beban Na+, volume CES dan plasma, dan tekanan darah di atas normal. Pada keadaan ini, sekresi rennin dihambat. Akibatnya, karena tidak terjadi pengaktifkan angiotensinogen menjadi angiotensin I dan II, sekresi aldosteron tidak terangsang. Tanpa aldosteron, reabsorpsi sejumlah kecil Na+ yang bergantung aldosteron di segmen distal tubulus tidak terjadi. Bahkan Na+ yang tidak direabsorpsi tersebut akan keluar melalui urin. Tanpa adanya aldosteron, pengeluaran

Page 18

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

Na+ yang difiltrasi tersebut dapat mengeluarkan dengan cepat semua kelebihan Na+ dari tubuh. Walaupun hanya sekitar 8% dari Na+ filtrate bergantung pada aldosteron untuk direabsorpsi, pengeluaran dalam jumlah kecil ini apabila dikalikan dengan frekuensi filtrasi volume plasma keseluruhan oleh ginjal yang berlangsugn beberapa kali sehari, dapat mengakibatkan pengeluaran Na+ dalam jumlah cukup besar. Jika sama sekali tidak terdapat aldosteron, garam yang diekskresikan per hari dapat mencapai 20 g. pada sekresi aldosteron yang maksimum, semua Na+ yang difiltrasi (dan sengan Cl yang difiltrasi) direabsorpsi, sehingga tidak ada ekskresi garam di urin. Jumlah aldosteron yang sekresikan dan dengan demikian jumlah relative garam yang ditahan versus garam ynag dikeluarkan, biasanya bervariasi antara kedua ekstrim tersebut, bergantung pada kebutuhan tubuh. Sebagai contoh, orang yang mengkonsumsi garam dalam jumlah rata rata biasanya mengeksresikan sekitar 10 g per hari dalam urin, orang yang banyak amakn garam mengekskresikan lebih banyak dan orang yang kehilangan banyak garam melalui keringat mengekskresikan lebih sedikit. Dengan mengubah ngubah jumlah rennin dan aldosteron yang diskresikan sesuai dengan beban cairan yang ditentukan oleh garam tubuh, ginjal mampu mneyesuaikan dengan cermat jumlah garam yang ditahan atau dikeluarkan. Dengan melakukan hal tersebut, ginjal mempertahankan beban garam dan volume CES/tekanan darah arteri dalam rentang yang relative konstan walaupun konsumsi garam sangat bervariasi dan adanya pengeluaran cairan mengandung garam yang abnormal. Glukosa dan asam amino direabsorpsi oleh transportasi aktif sekunder yang bergantung pada Na+. Sejumlah besar molekul organik ysng mengandung nutrisi, misalnya glukosa dan asam amino difiltrasi setiap harinya. Karena zat zat ini secara normal direabsorpsi secara total kembali ke dalam darah oleh mekanisme yang bergantung energy dan Na+ yang terletak di tubulus proksimal, mereka biasaya tidak diekskresikan dalam urin. Reabsorpsi yang cepat dan tuntas di awal tubulus ini mencegah hilangnya nutrient nutrient organis yang penting ini.

Page 19

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

Walaupun glukosa dan asam amino secara aktif bergerak melawan gradien konsentrasi mereka dari lumen tubulus ke dalam darah sampai konsentrasi mereka di cairan tubulus sebenarnya nol, tidak ada energy yang secara langsung dipakai untuk menjalankan pembawa glukosa dan asam amino. Glukosa dan asam amino diangkut melalui proses transportasi aktif sekunder, suatu pembawa kotrasnportasi khusus yang secara simultan memindahkan Na+ dan molekul organic tertentu dari lumen ke dalam sel. Gradien konsentrasi Na+ lumen-ke-sel yang ciptakan oleh pompa Na+-K+ ATPase basolateral yang memerlukan energy ini mengaktifkan system kotransportasi ini dan menarik molekul molekul organic melawan gradien konsentrasi mereka tanpa secara langsung menggunakan energy . Karena proses keseluruhan reabsorpsi glukosa dan asam amino bergantung pada pemakaian energy, molekul molekul organic ini dianggap direabsorpsi secara aktif, walauun tidak ada energy yang secara langsung digunakan untuk mengangkut mereka menembus membran. Pada dasarnya, glukosa dan asam amino mendapat tumpangan gratis dari proses reabsorpsi Na+ yang menggunakan energy. Transportasi aktif sekunder memerlukan keberadaan Na+ di lumen; tanpa adanya Na+ pembawa kotranspor tidak adapat beroperasi. Setelah diangkut ke dalam sel tubulus. Glukosa dan asam amino secara pasif berdifusi mengikuti penurunan gradien konsentrasi mereka menembus membran basolateral ke dalam plasma, difasilitasi oleh pembawa yang tidak memerlukan energy. Kecuali Na+, bahan yang direabsorpsi secara aktif memperlihatkan maksimum transportasi. Semua bahan yang direabsorpsi secara aktif berikatan dengan pembawa di membran yang memindahkan mereka memindahkan mereka menembus membran melawan gradien konsentrasi. Setiap pembawa bersifat spesifik untuk jenis bahan yang dapat mereka angkut; sebagai contoh, pembawa kotransportasi glukosa tidak dapat mengangkut asam amino, atau sebaliknya. Karena dis el sel yang melapisi tubulus jumlah masing masing jenis pembawa terbatas, jumlah suatu bahan yang secara aktif dipindahkan dari cairan tubulus dalam rentang waktu tertentu memiliki batas maksimum. Kecepatan reabsorpsi maksimum tercapai apabila semua pembawa yang spesifik untuk semua bahan terisi penuh atau jenuh, sehingga mereka tidak dapat lagi mengangkut
Page 20

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

tambahan penampung saat itu. Maksimum tubulus (Tm) adalah jumlah maksimum suatu bahan yang dapat diangkut secara aktif oleh sel sel tubulus dalam rentang waktu tertentu. Kecuali Na+, semua bahan yang direabsorpsi secara aktif memperlihatkan Tm. (Natrium tidak memperlihatkan Tm karena aldosteron mendorong sintesis pemawa Na+K+ ATPase di sel tubulus distal dan pengumpul sesuai kebutuhan) Setiap bahan yang difiltrasi yang jumlahnya melebihi Tm tidak akan direabsorpsi dan akan keluar tubuh melalui urin. Konsentrasi plasma seagian, tetapi tidak semua, bahan yang memperlihatkan reabsorpsi dengan Tm diatur oleh ginjal. Bagaimana ginjal dapat mengatur bahan yang direabsorpsi decara aktif sementara sebagiannya tidak, apabila tubulus ginjal membatasi jumlah masingmasing bahan yang apat direabsorpsi dan dikembalikan ke plasma? Hal itu dapat dijawab dengan membandingkan glukosa, suatu bahan yang memiliki Tm tetapi diatur oleh ginjal. Reabsorpsi Glukosa Konsentrasi glukos normal dalam plasma adalah 100 mg glukosa/100 ml plasma. Karena glukosa difiltrasi secara bebas di glomerulus, zat ini akan masuk ke kapsul Bowman dengan konsentrasi yang sama dengan konsentrasinya di plasma. Dengan demikian, terdapat 100 mg glukosa untuk setiap 100 ml plasma yang difiltrasi. Dengan jumlah plasma yang difiltrasi per menit dalam keadaan normal adalah 125 ml (GFR rata rata = 125 ml/menit), setiap menit lewat 125 mg glukosa ke dalam kapsul Bowman. Jumlah setiap bahan yang difiltrasi per menit, yang dikenal sebagai beban filtrasi (filtered load), dapat dihitung sebagai berikut : Beban filtrasi suatu bahan = konsentrasi bahan dalam plasma x GFR Beban filtrasi suatu Glukosa = 100 mg/100 ml x 125 ml/min = 125 mg/menit Pada GFR yang konstan, eban filtrasi glukosa berbanding lurus dengan konsentrasi glukosa dalam plasma. Penggandaan konsentrasi glukosa plasma menjadi 200 mg/100 ml akan menggandakan beban filtrasi glukosa menjadi 250 mg/menit, demikian seterusnya.
Page 21

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

Tm untuk glukosa rata rata adalah 375 mg/menit; jadi, mekanisme pembawa glukosa mampu secara aktif mereabsorpsi glukosa dengan jumlah sampai 375 mg per menit sebelum kapasitas trasnportasi glukosa maksimum tercapai. Pada konsentrasi glukosa plasma yang normal sebesar 100 mg/100 ml, 125 mg glukosa yangdifiltrasi per menit dapat mudah direabsorpsi oleh mekanisme pembawa glukosa, karena beban filtrasi cukup jauh di bawah Tm untuk glukosa. Dengan demikian, biasanya tidak ada glukosa yang difiltrasi direabsorpsi. Jika beban filtrasi glukosa melebihi 375 ml/menit barulah Tm tercapai. Jika jumlah glukosa yang diflitrasi per menit melebihi jumlah yang dapat direabsorpsi karena Tm telah tercapai, jumlah maksimum yang direabsorpsi tercapai, sedangkan sisanya akan tetap berada dalam filtrate untuk diekskresikan. Dengan dmeikian, konsentrasi glukosa plasma harus lebih besar dari 300 mg/100 ml lebih dari tiga kali nilai normal debelum glukosa mulai muncul di urin. Konsentrasi plasma pada saat Tm suatu bahan tersebut mulai muncul di urin disebut ambang ginjal (renal threshold). Pada Tm normal 375 ml/menit dan GFR 125 ml/menit, ambang ginjal untuk glukosa adalah 300 mg/100 ml. di atas Tm, reabsorpsi akan tetap konstan pada kecepatan maksimum, dan setiap penambahan lebih lanjut akan diiringi oelh peningkatan sekskresi bahan yang bersangkutan secara proporsional. Sebagai contoh, pada konsentrasi glukosa plasma 400 mg/100 ml, beban filtrasi menjadi 625 mg/menit, sedang yang dapat direabsorpsi tetap 375 mg/menit, sehingga 250 mg/menit akan keluar melalui urin. Konsentrasi glukosa plasma dapat menjadi sangat tinggi pada diabetes mellitus, suatu gangguan endokrin yang melibatkan defisiensi insulin, yaitu hormone pancreas. Hormone ini penting untuk mempermudah transportasi glukosa ke dalam sebagian besar sel tubuh. Pada defisiensi insulin, glukosa yang tidak dapat masuk ke dalam sel akan tetap berada di plasma, sehingga konsentrasi plasma meningkat. Akibatnya, meskipun dalam keadaan normal tidak terdapat glukosa di urin, glukosa dapat ditemukan pada urin pengidap diabetes glukosa jika konsentrasi glukosa plasma melebihi ambang ginjal, walaupun tidak terjadi perubahan fungsi ginjal. Apa yang terjadi jika konsentrasi glukosa plasma turun di bawah normal? Tubulus ginjal, tentu saja mereabsorpsi semua glukosa yang difiltrasi, karena kapasitas reabsorpsi
Page 22

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

glukosa masih jauh lebih besar. Ginjal tidak dapatmelakukan apa apa untuk menaikkan kadar glukosa plasma yang rendah menjadi normal. Ginjal hanya mengembalikan semua glukosa yang difiltrasi ke plasma. Dengan demikian, ginjal tidak mempengaruhi konsentrasi plasma yang dapat bervariasi sangat lebar darai yang secara abnormal sangat rendah sampai tiga kalikadar normal. Karena Tm untuk glukosa jauh di atas beban filtrasi normal, ginjal biasanya menahan semuaa glukosa, sehingga nutrient penting ini tidak hilang melalui urin. Ginjal tidak mengatur glukosa karena organ ini tidak mempertahankan kadar glukosa pada angka spesifik tertentu; bahkan konsentrasi glukosa plasma dalam keadaan normal diatur oleh mekanisme endokrin dan hati, sementara ginjal hanya mempertahankan berapapun konsentrasi glukosa plasma yang ditentukan oleh mekanisme mekanisme itu (kecuali pada konsentrasi yang sedemikian tinggi yang mengalahkan kapasitas reabsorpsi ginjal). Prinsip umum yang sama juga berlaku untuk nutrient plasma organic lainnya, misalnya asam amino dan vitamin larut air. Reabsorpsi Fosfat Ginjal memang secara langsung berperan dalam pengaturan banyak elektrolit, misalnya kalsium (Ca++) dan fosfat (PO4), karena ambangn ginjal untuk ion ion anorganic ini setara dengan konsentrasi plasma normal mereka. Kita akan menggunakan PO4 sebagai contoh. Makanan kita biasanya banyak mengandung PO4 , tetapi karena tubulus hanya dapat mereabsorpsi samapi konsentrasi plasma normal, kelebihan PO4 segera dikeluarkan dari urin sehingga konsentrasi plasma kembali ke normal. Semakin besar PO4 yang dimakan melebihi kebutuhan tubuh,semakin bnayak yang diekskresikan. Dengan cara ini, ginjal mempertahankan konsentrasi PO4 plasma yang dinginkan sementara mengeliminasi setiap kelebihan PO4 . Tidak seperi reabsorpsi nutrient nutrient organic, reabsorpsi PO4 dan Ca ++ juga berada di bawah control hormone. Hormaon paratiroid dapat mengubah ambang ginjal untuk PO4 dan Ca++, sehingga jumlah kedua elektrolit yang ditahan di dalam tubuh ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan sesaat tubuh.

Page 23

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

Reabsorpsi aktif Na++ menyebabkan reabsorpsi pasif Cl -,H2O, dan urea. Reabsorpsi Klorida Ion klorida yang bermuatan negative direabsorpsi secara pasif mengikuti penurunan gradien listrik yang diciptakan oleh reabsorpsi aktif ion natrium yang bermuatan positif. Jumlah Cl- yang direabsorpsi Na+ dan tidak dikontrol secara langsung oleh ginjal. Reabsorpsi Air Air secara pasif direabsorpsi melalui osmosis di seluruh panjang tubulus. Dari H2O yang difiltrasi, 80% direabsorpsi secara obligatorik di tubulus proksimal dan lengkung Henle karena secara osmosis mengikuti reabsorpsi zat terlarut. Reabsorpsi ini terjaditanpa dipengaruhi oleh beban H2O tubuh dan tidak diatur. Sisa 20%-nya direabsorpsi dalam jumlah bervariasi di bagian distal tubulus;tingkat reabsorpsi ini berada di bawah control langsung hormone, bergantung pada status hidrasi tubuh. Gaya yang mendorong reabsorpsi H2O di tubulus proksimal adlah kompartemen hipertonisistas di ruang lateral anataran sel sel tubulus yang diciptakan oelh pengeluaran aktif Na+ oleh pompa basolateral. Akibat aktivitas pompa ini, konsentrasi Na+ di cairan tubulus dan sel tubulus dengan cepat menurun disertai peningkatan konsentrasinya di ruang lateral. Gradien osmotic ini menginduksi aliran netto pasif H2O dari lumen ke ruang lateral, baik melaui sel atau secara antarsel melalui taut erat yang bocor. Akumulasi cairan di ruang lateral menuju cairan interstisium dan akhirnya ke dalam kapiler peritubulus. Pengembalian H2O yang difiltrasi ini ke plasma diringkatkan olehkenyataan bahwa tekanan osmotic koloid plasma lebih besar di kapiler peritubulus dripada di tempat lain. Konsentrasi protein protein plasma, yang merupakan penentu tekanan osmotic koloid plasma, meningkat di darah yang memasuki kapiler peritubulus karena filtrasi ekstensif H2O melalui kapiler glomerulus di sebelah hulu. Protein plasma yang tertinggal glomerulus terkonsentrasi ke dalam volume H2O plasma yang berkurang, sehingga meningkatkan tekanan osmotic koloid plasma darah yang tidak difiltrasi yang
Page 24

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

meninggalkan glomerulus dan memasuki kapiler peritubulus. Gaya ini cenderung menarik H2O ke dalam kapiler peritubulus, dibarengi oleh dorongan tekanan hidrostatik di ruang lateral yang menyebabkan H2O berpindah ke kapiler. Melalui cara ini, 65% H2O yang difiltrasi -117 liter per hari- secara pasif direabsorpsi di bagian akhir tubulus proksimal. Baik tubulus proksimal maupun bagian lain dari tubulus tidak ada yang secara langsung memakai energy untuk reabsorpsi H2O dalam jumlah besar ini. Sisa 15% H2O yang difiltrasi direabsorpsi secara obligatorik dari lengkung Henle. Reabsorpsi 20% sisa H2O yang difiltrasi dapat diuabah ubah dan dilakukan di tubulus distal dan pengumpul di bawah control vasopressin. Reabsorpsi Urea Selain Cl- dean H2O, reabsorpsi pasif urea juga secara tidak langsung berkaitan dengan reabsorpsi aktif Na+. Urea adalah suatu produk sisa yang berasal dari penguraian protein. Reabsorpsi H2O yang diinduksi secara osmotic di tubulus proksimal yang sekunder terhadap reabsorpsi aktif Na+ menimbulkan gradien konsentrasi untuk urea yang mendorong reabsorpsi pasif zat sisa bernitrogen ini. Karena reabsorpsi ekstensif H2O di tubulus proksimal, filtrate awal 125 ml/menit secara progresif menurun, sampai di akhir tubulus proksimal cairan yang tersisa hanya 44 ml/menit (karena 65% dari H2O dari filtrate semula atau 81 ml/menit, telah direabsorpsi ). Zat zat yang difiltrasi tetapi tidak di reabsorpsi secara progresif menjadi lebih terkonsentrasi di cairan tubulus karena H2O direabsorpsi sedangkan mereka tertinggal. Urea adalah salah satu zat tersebut. Konsentrasi urea sewaktu difiltrasi di glomerulus adalah setara dengan konsentrasinya di dalam plasma yang memasuki kapiler peritubulus. Namun, jumlah urea yang terdapat di dalam 125 ml cairan filtrasi di permulaan tubulus proksimal mengalami pemekatan hamper tiga kali lipat dalam volume yang hanya 44 ml di akhir tubulus proksimal. Akibatnya, konsentrasi urea di dalam cairan tubulus menjadi jauh lebih besar daripada konsentrasi urea dalam plasma di kapiler kapiler di sekitarnya. Dengan demikian, tercipta gradien konsentrasi agar urea secara pasif berdifusi dari lumen tubulus ke dalam plasma kapiler peritubulus.

Page 25

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

Karena dinding tuulus proksimal hanya cukup permeable terhadap urea, sekitar 50% urea yang difiltrasi secara pasif direabsorpsi dengan cara ini. Walaupun hanya separuh dari filtrate urea dieliminasi dari plasma setiap kali plasma melalui nefron, laju pengeluaran ini adekuat. Hanya apabila fungsi ginjal terganggu, sewaktu urea yang dikeluarkan kurang dari jumlah tersebut, konsentrasi urea salam plasma meningkat. Peningkatan kadar urea merupakan salah satu karakteristik kimiawi yang diidentifikasi pada plasma pasien gagal ginjal berat. Dengan dmeikian, pengukuran nitrogen urea darah (blood urea nitrogen, BUN) secara Klinis dapat digunakan sebagai ukuran kasar fungsi ginjal. Sekarang diketahui bahwa konsekuensi paling serius dari gagal ginjal bukan disebabkan oleh retensi urea, yang tidak terlalu toksik, tetapi akibat akumulasi zat zat lain yang tidak diekskresikan secara adekuat karena kegagalan sekresi normal mereka-terutama H++ dan K+. kalangan medis masih sering menyebut gagal ginjal sebagai uremia (urea dalam darah), yang menandakan adanya urea dalam darah secara erlebihan, walaupun retensi urea bukan merupakan ancaman utama dari keadaan tersebut. 3. SEKRESI TUBULUS4 Proses sekresi yang terpenting adalah sekresi H+, K+, dan ion ion organic. Dengan menyediakan rute kedua jalan masuk ke dalam tubulus bagi zat zat tertentu, sekresi tubulus dapat dipandang sebgaai mekanisme tambahan yang meningaktkan eliminasi zat zat tersebut dari tubuh. Semua zat yang masuk ke cairan tubulus, baik melalui filtrasi glomerulus maupun sekresi tubulus dan tidak direabsorpsi, akan dieliminasi dalam urin. Sekresi tubulus melibatkan transportasi transepitel seperti yang dilakukan reaborpsi tubulus, tetapi langkah langkahnya berlawanan arah. Seperti reabsorpsi, sekresi tubulus dapat aktif dan pasif. Bahan yang paling penting yang disekresikan oleh tubulus adalah ion hydrogen (H+), ion kalium (K+), serta anion dan kation organic, yang banyak diantaranya adalah senyawa senyawa asing bagi tubuh. Sekresi Hidrogen Sekresi H+ ginjal sangatlah penting dalam pengaturan keseimbangan asam basa tubuh. Ion hydrogen dapat ditambahkan ke cairan filtrasi melalui proses sekresi
Page 26

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

tubulus proksimal, distal, dan pengumpul. Tingkat sekresi H+ bergantung pada keasaman cairan tubuh. Sebaliknya, sekresi H+ berkurang apabila konsentrasi H+ di dalam cairan tubuh terlalu rendah. Sekresi Kalium Ion kalium adalah contoh zat secra selektif berpindah dengan arah berlawanan di berbagai bagian tubulus; zat ini secara aktif direabsorpsi di tubulus proksimal dan secara aktif disekresi di tubuluus distal dan pengumpul. Reabsorpsi ion kalium di awal tubulus bersifat konstan dan tidak diatur, sedangkan sekresi K+ di bagian akhir tubulus bervariasi dan berada di bawah control. Dalam keadaan normal, jumlah K+ yang diekskresikan dalam urin adalah 10% - 15% dari jumlahnya yang difiltrasi. Namun, K+ yang difiltrasi hamper seluruhnya direabsorpsi, sehingga sebagian besar K+ yang muncul di urin berasal dari sekresi K+ yang dikontrol dan bukan yang difiltrasi. Selama keadaan kekurangan ion kalium, sekresi ion kalium di bagian distal nefron berkurang hingga minimum, sehingga hanya sebagian kecil K+ yang difiltrasi dan lolos dari reabsorpsi di tubulus proksimal diekskresikan dalam urin. Dengan cara ini, K+ yang dalam keadaan normal akan keluar melalui urin tertahan dalam tubuh. Di pihak lain, jika kadar K+ plasma meningkat, sekresi K+ disesuaikan sehingga jumlah K+ yang ditambahkan ke filtrate untuk dieliminasi cukup untuk mengurangi konsentrasi K+ ke normal. Dengan demikian, sekresi K+ bukan filtrasi atau reabsorpsi K+, yang dikontrol untuk mengatur kecepatan ekskresi K+ dan mempertahankan konsentrasi K+ plasma yang diinginkan. Sekresi Anion dan Kation Organik Tubulus proksimal mengandung dua jenis pembawa sekretorik yang terpisah, satu untuk sekresi anion organic dan suatu system terpisah untuk sekresi kation organic. System system ini memiliki beberapa fungsi penting. Pertama, sengan menambahkan lebih banyak ion organic tertentu ke cairan tubulus yang sudah mengandung bahan yang bersangkutan melalui proses filtrasi, jalur sekretorik organic ini mempermudah ekresi bahan bahan tersebut. Yang termasuk dalam ion ion
Page 27

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

organic tersebut misalnya golongan prostaglandin,, yang setelah melaksanakan tugasnya harus segera dibuang dari darah agar aktivitas biologisnya tidak berkepanjangan. Kedua, pada beberapa keadaan penting , ion organic secara ekstensif tetapi tidak ireversibel terikat ke protein plasma. Karena melekat di protein plasma, ion ion organic tersebut tidak dapat difiltrasi melalui urin. Walaupun ion organic tertentu sebagian besar terikat ke protein plasma, sejumlah kecil dari ion tersebutselalu berada dalam bentuk bebas atau tidak terikat dalam plasma. Pengeluaran ion organic bebas melalui sekresi ini menyebabkan terlepasnya sebagian ion yang semula terikat, yang kemudian dapat dengan bebas disekresikan. 4. EKSKRESI URIN4 Rata rata satu milliliter urin diekskresikan per menit. Biasanya dari 125 ml plasma yang difiltrasi per menit, 124 ml/menit direabsorpsi, sehingga jumlah akhir urin yang terbentuk rata rata adalah 1 ml/menit. Dengan demikian, urin yang diekskresikan per hari adalah 1,5 liter dari 180 liter yang difiltrasi. Urin mengandung berbagai produk sisa dengan konsentrasi tinggi ditambah sejumlah bahan dengan jumlah bervariasi yang diatur oleh ginjal, dan kelebihannya akan dikeluarkan melalui urin. Bahan bahan yang bermanfaat ditahan melalui proses reabsorpsi sehingga tidak muncul di urin. Perubahan yang relative kecil jumlah filtrate yang direabsorpsi dapat menyebabkan perubahan besar volume urin yang terbentuk. Sebagai contoh, penurunan kecepatan reabsorpsi yang kurang dari 1% dari kecepatan reabsorpsi rata rata, dari 124 ml menjadi 123 ml/menit, meningkatkan ekskresi urin sebesar 100%, dari 1-2 ml/menit. MEKANISME COUNTERCURRENT
5

Mekanisme pemekatan urin bergantung pada adanya peningkatan osmolalitas sepanjang piramis medulla. Peningkatan osmolalitas ini dimungkinkan oleh kerja ansa Henle sebagai countercurrent multiplier dan dipertahankan oleh kerja vasa recta sebagai countercurrent exchanger. System countercurrent ialah system dengan aliran masuk berjalan sejajar, berlawanan arah, dan berdekatan dengan alira keluar untuk jarak tertentu. Hal ini terjadi baik pada ansa Henle maupun pada vasa recta di medulla ginjal.

Page 28

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

Kerja tiap ansa Henle sebagai countercurrent multiplier bergantung pada transport aktif Na+ dan Cl- keluar dari lumen pars ascendens bagian yang tebal, permeabilitas yang tinggi terhadap air di pars descendens bagian yang tipis, dan aliran masuk dari tubulus proksimal dengan aliran keluar ke tubulus distal. Andaikan suatu keadaan awal dengan osmolalitas 300 mosm/kg H2O di sepanjang pars descendens dan ascendens serta interstisium medulla. Misalkan pompa di pars ascendens bagian yang tebal dapat memompakan 100 mosm/kg Na+ dan Cl- dari cairan tubulus ke interstisium akan terjadi peningkatan osmolalitas interstisium menjadi 400 mosm/kg H2O. air akan tertarik keluar dari pars descendens bagian yang tipis, dan cairan tubulus akan mencapai keseimbangan dengan interstisium. Namun, cairan, dengan 300 mosm/kg H+2+O terus masuk ke bagian ini dari tubulus proksimal, sehingga perbedaan yang menyebabkan dipompanya Na+ dan Cl- berkurang lebih banyak yang masuk ke dalam interstisium. Sementara itu, cairan hipotonik tadi akan mengalir ke dalam tubulus distal, dan cairan tubulus yang isotonic (selanjutnya juga yang hipertonik) akan mengalir masuk ke dalam pars ascendens bagian yang tebal. Proses ini berulang ulang, dan sebagai hasil akhir, timbul perbedaan osmolalitas dari atas sampai bawah ansa Henle. Pada nefron juxtamedularis yang memiliki ansa Henle dan pars ascendens bagian tipis lebih panjang, perbedaan osmotic akan tersebar pada jarak yang lebih panjangdan tingkat osmolalitas di ujung ansa Henle lebih besar. Hal ini disebabkan oleh pars ascendens bagian tipis relative tidak permeable untuk air tetapi permeable untuk Na+ dan Cl-. Oleh karena itu, akan terjadi perpindahan Na+ dan Cl- akibat perbedaan konsentrasinya ke interstisium, dan terjadi countercurrent multiplication pasif tambahan yang akan lebih meningkatkan perbedaan osmolalitas. Ansa Henle yang lebih panjang ini akan menyebabkan tingkat perbedaan osmolalitas yang lebih besar di ujung piramis. Tingkat perbedaan osmotic di piramis medulla tidak dapat dipertahankan bila Na+ dan ureum di ruang interstisium diangkut oleh aliran darah. Zat zat terlarut ini akan tertinggal di piramis tertama karena kerja vasa recta sebagai countercurrent exchanger. Zat terlarut akan berdifusi keluar pembuluh pembuluh darah yang mengalirkan darah ke atas korteks untuk kemudian masuk ke dalam pembuluh pembuluh yang ke bawah menuju piramis. Sebaliknya, air akan berdifusi keluar pembuluh yang ke bawah (vasa
Page 29

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

recta pars descendens) dan memasuki vasa recta pars ascendens. Oleh karena itu, zat zat terlarut cenderung mengalami resirkulasi di medulla dan air cenderung mengambil jalan pintas dan tidak melalui medulla, dengan demikian keadaan hipertonisitas medulla dapat dipertahankan. Air yang direabsorpsi dari duktus koligentes di daerah piramis juga akan diangkut oleh vasa recta dan masuk ke sirkulasi umum. Proses countercurrent exchange ini berlangsung secara pasif,; proses ini bergantung pada pergerakan air dan tidak dapat mempertahankan tingkat perbedaan osmotic yang tinggi di piramis bila proses countercurrent multiplication di ansa Henle tidak berlangsung. DAUR ULANG UREA4 Tidak seperti tubulus proksimal, bagiandistal tubulus pengumpul bersifat impermeable terhadap urea. Akibatnya, urea secara progresif lebih pekat di segmen ini karena H2O direabsorpsi oleh keberadaan vasopressin, tetapi urea tidak mampu keluar dari lumen mengikuti penurunan gradien konsentrasinya. Pada saat cairan mencapai bagian akhir tubulus pengumpul, konsentrasi urea sudah lebih besar daripada konsentrasinya di cairan interstisium di sekitarnys dan cairan tubulus di dasar lengkung Henle. Perbedaan konsentrasi ini mendorong difusi urea keluar dari bagian akhir tubulus pengumpul, yang permeable terhadap urea, ke dalam cairan interstisium dan bagian dasar lengkung pangjang yang permeable terhadap urea. Vasopressin meningkatkan permeabilitas bagian akhir tubulus pengumpul terhadap urea dan H2O. Secara sekilas hal ini tampaknya kurang produktif. Mengapa urea, yang merupakan suatu zat sisa, harus direabsorpsi tepat di akhir tubulus sebelum cairan tubulus mengalir ke pelvis ginjal untuk dieliminasi? Reabsorpsi urea ini bermanfaat karena dua alasan : 1) urea yang direabsorpsi berperan menyebabkan hipertonisistas medulla, dan 2) daur ulang urea menciptakan mekanisme untuk memekatkan urea di cairan yang diekskresikan sementara mengehmat pengeluaran H2O. Ketika urea berdifusi keluar dari bagian akhir tubulus pengumpul, konsentrasi urea di cairan interstisium medulla bagian dalam dan di dasar lengkung panjang meningkat sampai seimbang dengan konsentrasi urea yang tinggi di bagian akhir tubulus pengumpul. Konsentrasi urea di cairan interstisium medulla bagian dalam yang tinggi
Page 30

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

berperan menimbulkan gradien osmotic aktif di medulla bagian dalam menarik H2O keluar dari pars descendens lengkung Henle ketika bagian tersebut masuk ke bagian dalam medulla. Pengeluaran H2O secara osmotis dari pars descendens meningkatkan knsentrasi NaCl di dalam cairan tubulus di segmen ini. Pada saat cairan kaya Na Cl ini mengalir melintasi bagian tipis pars ascendens yang permeable terhadap Na Cl tetapi impermeable terhadap H2O, NaCl secara pasif berdifusi mengikuti penurunan gradien konsentrasinya keluatr menuju cairan interstisium ketika tubulus berjalan melintasi daerah sekitar yang osmolaritasnya menurun secara progresif. Dengan demikian, NaCl memang keluar di sepanjang pars ascendens, teatapi di bagian tipis pars ascendens zat ini keluar secara pasif mengikuti penurunan gradien konsentrasi yang akhirnya tercipta oleh daur ulang urea sementara di bagian tebal zat ini dikeluarkan secara aktif menentukan gradien osmotic vertical di medulla bagian luar. Sementara itu, walaupun terdapat gradien konsentrasi urea yang mengarah ke luar, zat ini yang masuk ke bagian dasar lengkung dengan konsentrasi tinggi tidak dapat keluar sewaktu cairan mengalir melalui pars ascendens dan tubulus distal karena kedua segmen ini impermeable terhadap urea. Dengan demikian, cairan yang mengandung urea dengan konsentrasi tinggi mengalir melewati daerah daerah di sekitarnya, yakni medulla bagian luar dan korteks, yang konsentrasi ureanya lebih rendah tanpa kehilangan urea. Cairan dengan konsentrasi urea yang tinggi ini kemudian masuk ke bagian awal tubulus pengumpul tempat terjadinya reabsorpsi H2O yang semakin meningkatkan konsentrasi urea dalam cairan tubulus. Akibatnya, ketika cairan ini mengalir ke bagian akhir tubulus pengumpul, lebih banyak urea yang berdifusi keluar karena konsentrasi urea dalam tubulus kembali lebih tinggi daripada cairan interstisium di sekitarnya. Dengan cara ini, siklus kembali berulang saat terjadi sekresi vasopressin sebagai resppons terhadap deficit H2O. Proses daur ulang ini secara progresif meningkatkan konsentrasi urea di cairan interstisium medulla dan di dalam cairan tubulus yang harus di ekskresikan sebagai urin. Perhatikan bahwa proses daur ulang urea ini pada dasarnya tidak mengubah jumlah total urea yang diekskresikan, tetapi emnyebabkan peningkatan konsentrasi urea dalam urin. Semakin besar konsentrasi urea, semakin kecil volume H2O yang harus menyertai zat sisa ini dalam urin. Mekanisme ini membantu menghemat H2O tubuh pada saat terjadi deficit H2O.
Page 31

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

B. URETER1,2,3 Ureter dibagi menjadi pars abdominalis, pelvik dan intra vesikalis.1 Panjang ureter sekitar 20-30 cm dan berjalan dari hilus ginjal menuju kantung kemih.1 Dindingnya berotot dan dilapisi epitel transisional.3 Epitel transisional dengan sel-sel membulat pada kantung yang menyusut, sedangkan sel-sel gepeng pada kantung yang melebar.3 Lamina propria terdiri dari jaringan ikat dan pembuluh-pembuluh.3 Otot polos: longitudinal (dalam), sirkular (tengah), longitudinal (luar).3

Perjalanan ureter dari pelvis renalis di hilus adalah sebagai berikut :1,2 Berjalan sepanjang bagian medial m. Psoas major di bagian belakang, namun melekat ke peritoneum Kemudian menyilang bifurcatio iliaka komunis di anterior sendi sakro-iliaka dan berjalan sepanjang dinding lateral pelvis menuju spina isciadika Pada spina isciadika, ureter berjalan ke depan dan medial untuk memasuki kandung kemih dalam posisi miring. Ureter pars intravesikalis memiliki panjang sekitar 2 cm dan perjalannya sepanjang dinding kandung kemih menghasilkan efek mirip sfingter. Pada pria ureter menyilang superfisial di dekat ujungnya di sebelah fans deferens. Pada wanita ureter lewat diatas forniks lateral vagina namun dibawah ligamentum kardinale dan pembuluh darah uterina. Ureter merupakan struktur abdominal sekaligus pelvis, sehingga pasokan darahnya didapatkan dari banyak sumber :1 Ureter bagian atas : menerima cabang langsung dari aorta, a. Renalis, dan a. Gonadal.1 Ureter bagian bawah : menerima cabang iliaka interna dan a. Vesikalis inferior.1
Page 32

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

C. VESIKA URINARIA1,2,3
Vesika Urinaria
Peritoneum

Vesica Urinaria

Right ureter

Transitional epithelium

Muscle
Ureteric orifice

Trigone
Urethra Internal urethral sphincter

Pada orang dewasa kandung kemih merupakan organ pelvis. Letaknya dibelakang pubis dan di bagian superior dilapisi peritoneum. Fungsinya sebagai penampung urin dan kapasitasnya sekitar 500 ml. Struktur kandung kemih berbentuk piramid. Dan dari situ terdapat suatu korda fibrosa, yaitu urakus, yang berjalan ke atas menuju umbilikus menjadi ligamentum umbilikale media. Basis kandung kemih bebentuk segitiga. Pada pria, vesikula seminalis terletak dipermukaan
Vesika Urinaria: epitel transitional
Kosong Penuh

posterior luar kandung kemih dan dipisahkan oleh vas deferens. Sedangkan pada wanita, diantara kandung kemih rectum ada vagina. Leher kandung kemih menyatu dengan prostat pada pria sedangkan pada wanita langsung melekat menebal pada fascia pelvis.Fascia pelvis

membentuk (pria) dan

ligamentum ligamentum

puboprostatikum

pubovesicale (wanita) untuk menahan leher kandung kemih pada tempatnya. Membrana mukosa kandung kemih membentuk lipatan bila kandung kemih kosong kecuali membrana
Page 33

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

yang melapisi basis (disebut trigonum) yang tetap halus. Angulus superior trigonum menandai pintu untuk orifisium ureter. Angulus inferior dari trigonum ini berbatasan dengan meatus uretra interna. Lapisan otot kandung kemih terdiri dari tiga lapisan otot polos membentuk trabekula yang disebut detrusor. Detrusor menebal di leher kandung kemih dan membentuk sfingter vesika.Pasokan darah yang masuk ke kandung kemih adalah aa. Vesikalis superior dan inferior (cabang dari a. Iliaka interna). V. Vesikalis menyatu disekeliling kandung kemih membentuk pleksus yang mengalirkan darah ke v. Iliaka interna. Persyarafan kandung kemih yaitu saraf motoris menuju m. Detrusor berasal dari serabut parasimpatis eferen dari S2-4. serabut dari sumber yang sama membawa serabut inhibitor ke sfingter interna sehingga miksi menjadi terkoordinasi. Sebaliknya serabut eferen simpatis menghambat detrusor dan menstimulasi sfingter. D. URETRA1,2,3 Uretra merupakan organ yang berfungsi menyelurkan urine ke bagian luar. Fungsi uretra pada wanita berbeda dengan yang terdapat pada laki-laki. Pada laki-laki, uretra digunakan sebagai tempat pengaliran urine dan sistem reproduksi, berukuran panjang 13,716,2 cm, dan terdiri dari tiga bagian: yaitu prostat, selaput (membran) dan bagian yang berongga (ruang). Pada wanita panjang 3,7-6,2 cm dan hanya berfungsi sebagai tempat penyaluran urine kebagian luar tubuh. Saluran berkemih dilapisi oleh membran mukosa, dimulai dari meatus uretra hingga ginjal. Meskipun mikroorganisme sercara normal tidak ada yang bisa melewati uretra bagian bawah, membran mukosa ini pada keadaan patologis yang terus menerus akan menjadikannya media yang baik untuk pertumbuhan beberapa patogen. E. PROSTATA1,10 Prostata merupakan organ kelenjar fibromuskular yang mengelilingi uretra pars prostatika. Prostata mempunyai panjang urang lebih 1 inci (3 cm) dan terletak di antara colum vesicae di atas dan diafragma urogenitale bawah.
Page 34

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

Prostata dikkelilingi oleh kapsula fibrosa. Di luar capsula terdapat selubung fibrosa, yang merupakan bagian lapisan visceral fascia pelvis. Prostata yang berbentuk kerucut mempunyai basis prostatae yang terletak di superior dan berhadapan dengan collum vesicae; dan apex prostatae yang terletak di inferior dan berhadapan dengan diafragma urogenitale. Kedua ductus ejaculatorius menembus bagian atas facies posterior prostatae untuk bermuara ke uretra pars prostatica pada pinggir lateral utriculus prostaticus. Kelenjar prostata yang jumlahnya banyak tertanam di dalam campuran otot polos dan jaringan otot polos dan jaringan kat, dan ductusnya bermuara ke uretra pars prostatica. Prostata secara tidak sempurna terbagi menjadi lima lobus. Lobus anterior terletak di depan uretra dan tidak mempunyai jaringan kelenjar. Lobus medius atau medianus adalah kelenjar berbentuk baji yang terletak diantara uretra dan ductus ejaculatorius. Permukaan atas lobus medius berhubungan dengan trigonum vesicae, bagian ini mengandung benyak kelenjar. Lobus posterior terletak di belakang uretra dan di bawah ductus ejaculatorius, juga mengandung kelenjar. Lobi protatae dexter dan sinister terletak di samping uretra dan dipisahkan satu dengan yang lain oleh alur vertikal dangkal yang terdapat pada fascies posterior prostate. Lobi laterales mengandung banyak kelenjar. Fungsi prostata adalah menghasilkan cairan tipis seperti susu yang mengandung asamm sitrat dan fosfatase asam. Cairan ini ditambahkan ke semen pada waktu ejakulasi. Bila otot polos pada capsula dan stroma berkontraksi, sekret yang berasal dari banyak kelenjar diperas masuk ke uretra pars prostatica. Sekret prostata bersifat alkalis dan membantu menetralkan suasana asam di vagina. Prostata diperdarahi oleh cabang arteria vesiacalis inferior dan arteria rectalis media. Sedangkan, pembuluh baliknya oleh plexus venosus prostaticus. Persarafannya oleh plexus hipogastricus inferior dan saraf simpatis merangsang otot polos prostata saat ejakulasi.

Page 35

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

Pembesaran

jinak

prostata sering ditemukan pada laki laki berusia ebih 50 tahun. Penyeabnya ketidak

mungkin

karena

seimbangan hormon.

pengendalian medius

Lobus

kelenjar membesar ke atas dan merusak spincter

vesicae yang terletak pada collum vesicae. Urin yang bocor ke uretra pars prostatica menyebabkan refleks miksi yang terus menerus. Pembesaran lobus medius dan lateral glandulua menimbulkan pemanjangan, kompresi lateral, dan distorsi uretra sehingga pasien mengalami kesulitann berkemih dan pancarannya lemah. Penyulit yang sering terjadi adalah tekanan balik pada ureter dan kedua ginjal. Pembesaran uvula vesicae (akibat pembesaran lobus medius) mengakibatkan terbentuknya kantung timbunan urin di belakang ostium uretra internum di dalam vesica urinaria. Urin yang tertimbun menjadi terinfeksi, dan vesica urinaria yang meradang (sistitis) menambah keluhan pasien. Pada semua operasi prostata, ahli bedah sebaiknya memperhatikan plexus venosus prostaticus. Venae mempunyai dinding yang tipis, tidak berkatup, dan dialirkan melalui beberapa saluran yang besar langsung ke vena illiaca interna. Kerusakan pada vena ini dapat mengakibatkan pendarahan hebat. PROSES BERKEMIH (MIKTURISI)4 Setelah dibentuk oleh ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung kemih (buli buli). Aliran urin di ureter tidak semata - mata bergantung pada gaya tarik bumi. Kontraksi peristaltik otot polos di dalam dinding uretra juga mendorong urin bergerak maju dari ginjal ke kandung kemih. Ureter menmbus dinding kandung kemih secara oblik, melalui dinding kandung kemih beberapa sentimeter sebelum bermuara di rongga kandung kemih. Susunan anatomis seperti ini mencegah aliran balik urin dari kandung kemih ke ginjal apabila terjadi peningkatan tekanan di kandung kemih. Ketika kandung kemih terisi, ujung ureter yang
Page 36

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

terdapat di dalam dinding kandung kemih terteka dan menutup. Namun, urin masih tetap dapat masuk ke kandung kemih, karena kontraksi ureter menghasilkan tekanan yang cukup besar untuk mengatasi resistensi dan mendorong urin melewati muara saluran tertutup itu. Dinding kandung kemih terdiri dari otot polos yang dilapisi oleh epitel jenis khusus. Dahulu diperkirakan bahwa kandung kemih adalah suatu kantung inert. Namun, baik epitel maupun otot polos berpartisipasi aktif dalam kemampuan kandung kemih mengakomodasi fluktuasi volume urin yang besar. Baru baru ini para peneliti mempelajari bahwa lapisan epitel mampu meningkatkan atau mengurangi luas permukaan melalui proses teratur daur ulang membran saat kandung kemih terisi kosong atau penuh berganti ganti. Untuk meningkatkan luas permukaan sel sel epitel ketika kandung kemih terisi, vesikel vesikel sitoplasma disisipkan ke dalam membran permukaan melalui proses eksositosis; vesikel vesikle tersebut ditarik kembali melalui proses endositosis untuk memperkecil luas permukaan saat isi kandung kemih keluar. Sebagaimana sifat otot polos, otot polos kandung kemih dapat sangat meregang tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan dinding kandung kemih. Selain itu, dinding kandung kemih yang berlipat lipat menjadi rata sewaktu kandung kemih terisi untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih. Karena urin secara terus menerus dientuk oleh ginjal, kandung kemih harus memiliki kapasitas penyimpanan yang cukup, sehingga urin tidak perlu terus menerus dikeluarkan. Otot polos kandung kemih mendapat banyak persarafaan serat parasimpatis, yang apabila dirangsang akan menyebabkan kontraksi kandung kemih. Apabila saluran keluar melalui uretra terbuka, kontraksi kandung kemih menyebabkan pengosongan urin dari kandung kemih. Walaupn demikian, pintu keluar kandung kemih dijaga oleh dua sfingter, sfingter uretra interna dan sfingter uretra eksterna. Sfingter adalah cincin otot yang bila berkontraksi, menutup aliran yang melewati lubang yang bersangkutan. Sfingter uretra interna yang terdiri dari otot polos dan dengan demikian berada di bawah kontrol involunter sebenarnya bukan suatu otot terpisah, tetapi merupakan bagian terakhir dari kandung kemih. Meskipun bukan merupakan sfingter sejati, otot ini melakukan fungsi yang sama dengan sfingter. Sewaktu kandung kemih melemas, susunan anatomis sfingter uretra interna menutupi pintu keluar kandung kemih.

Page 37

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

Lebih jauh ke bawah, uretra dikelilingi oleh satu lapisan otot rangka, sfingter uretra eksterna. Sfingter in diperkuat oleh seluruh diafragma pelvis, suatu lembaran otot rangka yang mementuk dasar panggul dan membantu menunjang organ organ panggul. Neuron neuron motorik yang mempersarafi sfingter eksternal dan diafragma pelvis secara terus menerus melepaskan potensial aksi dengan kecepatan sedang kecuali bila mengalami inhibisi, sehingga otot otot ini mengalami kontraksi tonik untuk mencegah keluarnya urin melalui uretra. Dalam keadaan normal, sewaktu kandung kemih melemas dan terisi, sfingter uretra interna dan eksterna tertutup untuk mencegah urin keluar. Selain itu, karena merupakan otot rangka, sfingter eksterna dan diafragma pelvis berada di bawah kontrol kesadaran. Mikturisi atau berkemih, yaitu proses pengosongan kandung kemih, diatur oleh dua mekanisme, refleks berkemih dan kontrol volunter. Refleks berkemih dicetuskan apaila reseptor reseptor regang di dalam kandung kemih terangsang. Kandung kemih pada orang dewasa dapat menampung sampai 250 atau 400 ml urin sebelum tegangan dindingnya mulai meningkat untuk mengaktifkan reseptor regang. Semakin besar peregangan melebihi ambang ini, semakin besar tingkat pengaktifan reseptor. Serat sarat aferen dari reseptor regang membawa impuls ke korda spinalis dan akhirnya, melalui antarneuron, merangsang saraf parasimpatis yang berjalan ke kandung kemih dan menghambat neuron motorik yang mempersarafi sfingter eksterna. Stimulasi

parasimpatis pada kandung kemih menyebabkan organ ini berkontraksi secara mekanis menarik sfingter interna terbuka. Secara simultan,sfingter dihambat. Sekarang kedua sfingter terbuka dan urin terdorong keluar melalui uretra akibat gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi kandung kemih. Refleks berkemih ini, yang seluruhnya merupakan refleks spinal, mengatur pengosongan kandung kemih pada bayi. Segera setelah kandung kemih terisi dalam jumlah yang cukup untuk memicu refleks tersebut, bayi secara otomatis mengompol. Pengisian kandung kemih, selain memicu refleks berkemih, juga menyebabkan timbulnya keibginan sadar untuk berkemih. Persepsi kandung kemih yang penuh muncul sebelum sfingter eksterna secara refleks melemas, sehingga hal itu memberi peringatan bahwa proses berkemih akan segera dimulai. Akibatnya, kontrol volunter terhadap
Page 38

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

berkemih, yang dipelajari selama toilet training pada masa kanak kanak dini, dapat mengalahkan refleks berkemih, sehingga pengosongan kandung kemih dapat terjadi sesuai keinginan orang yang bersangkutan dan bukan pada saat pengisian kandung kemih pertama kali mencapai titik yang menyebabkan pengaktifan reseptor regang. Apabila saat berkemih tidak tepat sementara refleks berkemih sudah dimulai, pengosongan kandung kemih dapat secara sengaja dicegah dengan mengencangkan sfingter eksterna dan diafragma pelvis. Impuls sekretorik volunter yang berasal dari korteks serebrum mengalahkan masukan inhibitorik refleks dari reseptor regang ke neuron neuron motorik yang terlibat (keseimbangan relatif EPSP dan IPSP), sehingga otot otot ini tetap berkontraksi dan urin tidak dikeluarkan.

FAKTOR FAKTOR PEMBENTUKAN URIN5 Hormon anti diuretik (ADH) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior akan mempengaruhi penyerapan air pada bagian tubulus distal karma meningkatkan permeabilitias sel terhadap air. Jika hormon ADH rendah maka penyerapan air berkurang sehingga urin menjadi banyak dan encer. Sebaliknya, jika hormon ADH banyak, penyerapan air banyak sehingga urin sedikit dan pekat. Kehilangan kemampuan mensekresi ADH menyebabkan penyakti diabetes insipidus. Penderitanya akan menghasilkan urin yang sangat encer. Volume urin dapat meningkat (poliuria) atau menurun (oliguria). Selain ADH, banyak sedikitnya urin dipengaruhi pula oleh faktor-faktor berikut : a. Jumlah air yang diminum (pemasukan cairan) Akibat banyaknya air yang diminum, akan menurunkan konsentrasi protein yang dapat menyebabkan tekanan koloid protein menurun sehingga tekanan filtrasi kurang efektif. Hasilnya, urin yang diproduksi banyak.

Page 39

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

b. Saraf Rangsangan pada saraf ginjal akan menyebabkan penyempitan duktus aferen sehingga aliran darah ke glomerulus berkurang. Akibatnya, filtrasi kurang efektif karena tekanan darah menurun. c. Banyak sedikitnya hormon insulin Apabila hormon insulin kurang (penderita diabetes melitus), kadar gula dalam darah akan dikeluarkan lewat tubulus distal. Kelebihan kadar gula dalam tubulus distal mengganggu proses penyerapan air, sehingga orang akan sering mengeluarkan urin. d. Pengeluaran keringat : pengeluaran keringat berlebih menghasilkan urin yang sedikit dan pekat. e. Aktivitas fisik : aktivitas fisik yang berat menyebabkan tubuh mengeluarkan banyak cairan, seperti keringat, atau bahkan dehidrasi sehingga tubuh mengeluarkan sedikit urin. f. Suhu : dapat dipengaruhi oleh suhu tubuh maupun lingkungan. Apa bila suhu lingkungan dingin akan mengebabkan produksi urin meningkat, sebaliknya apabila suhu tubuh meningkat menurunkan jumlah produksi urin.

PEMERIKSAAN Laboratorium9
Pengambilan sampel air seni : 1. Urin sewaktu Untuk berbagai pemeriksaan digunakan urin sewaktu, yakni urin dikeluarkan pada waktu yang tidak ditentukan secara khusus. Pemeriksaan ini baik untuk pemeriksaan rutin tanpa keluhan khusus. 2. Urin pagi Maksudnya, urin yang pertama-tama dikeluarkan di pagi hari setelah bangun tidur. Urin ini lebih
Page 40

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

pekat daripada urin yang dikeluarkan di siang hari. Pemeriksaan urin pagi baik untuk sedimen, berat jenis, protein, juga tes kehamilan. Sebaliknya, urin pagi tidak baik untuk pemeriksaan penyaring karena adanya glukosuria.

3. Urin postprandial Maksudnya, urin yang pertama kali dikeluarkan 1,5 - 3 jam sehabis makan. Sampel ini berguna untuk pemeriksaan glukosuria.

4. Urin 24 jam Sampel ini digunakan untuk mengetahui keandalan angka analisis. Untuk mengumpulkan urin 24 jam diperlukan botol besar, bervolume 1,5 liter atau lebih yang ditutup dengan baik. Botol harus bersih dan memerlukan zat pengawet.

Cara mengumpulkan urin ini dikenal juga sebagai timed specimen, yakni urin siang 12 jam, dan urin malam 12 jam. Urin siang 12 jam dikumpulkan dari pukul 07.00 sampai 19.00. Sementara urin malam 12 jam, dikumpulkan dari pukul 19.00 sampai pukul 7.00 keesokan harinya. Adakalanya urin 24 jam ditampung terpisah-pisah dalam beberapa botol dengan maksud tertentu. Contohnya, pada penderita diabetes melitus untuk melihat banyaknya glukosa dari santapan satu hingga santapan berikutnya.

5. Urin 3 gelas dan 2 gelas pada laki-laki Urin jenis ini digunakan untuk pemeriksaan urologis. Selain itu, juga untuk mendapatkan gambaran tentang letak radang atau lesi lain, yang mengakibatkan adanya nanah atau darah dalam air kencing pria.

a. PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK.9 Yang diperiksa adalah volume. warna, kejernihan, berat jenis, bau dan pH urin. Pengukuran volume urin berguna untuk menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif atau semi kuantitatif suatu zat dalam urin, dan untuk menentukan kelainan dalam keseimbangan cairan badan. Pengukuran

Page 41

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

volume urin yang dikerjakan bersama dengan berat jenis urin bermanfaat untuk menentukan gangguan faal ginjal. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi volume urin seperti umur, berat badan, jenis kelamin, makanan dan minuman, suhu badan, iklim dan aktivitas orang yang bersangkutan. Rata-rata didaerah tropik volume urin dalam 24 jam antara 800--1300 ml untuk orang dewasa. Bila didapatkan volume urin selama 24 jam.

Umumnya warna urin ditentukan oleh besarnya diuresis (peningkatan pembentukan kencing). Makin besar diuresis, makin muda warna urin. Warna normal urin berkisar antara kuning muda hingga kuning tua. Warna itu disebabkan oleh beberapa zat, terutama urochrom dan urobilin. Jika contoh urin bukan dalam gradasi kuning, bisa disebut abnormal, sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut. Meski demikian, warna abnormal juga belum tentu karena penyakit berat. Bisa saja disebabkan hasil metabolisme abnormal yang berasal dari suatu jenis makanan atau obat-obatan.

1. Kuning Zat warna normal dalam jumlah besar: urobilin, urochrom. Zat warna abnormal: bilirubin. Pengaruh obat-obat: santonin, riboflavin, atau pengaruh permen. Indikasi penyakit: tidak ada (normal).

2. Hijau Zat warna normal dalam jumlah besar: indikan (indoxilsulfat). Pengaruh obat-obat: methyleneblue, evan's blue. Indikasi penyakit: obstruksi (penyumbatan usus kecil).

3. Merah Zat warna normal dalam jumlah besar: uroerythrin. Zat warna abnormal: hemoglobin, porfirin, porfobilin. Pengaruh obat-obat: santonin, amidopyrin, congored, atau juga zat warna makanan.
Page 42

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

Indikasi penyakit: glomerulonevitis nefitit akut (penyakit ginjal), kanker kandung kencing.

4. Cokelat Zat warna normal dalam jumlah besar: urobilin. Zat warna abnormal: bilirubin, hematin, porfobilin. Indikasi penyakit: hepatitis.

5. Cokelat tua atau hitam Zat warna normal dalam jumlah besar: indikan. Zat warna abnormal: darah tua, alkapton, melamin. Pengaruh obat-obat: derivat fenol, argyrol. Indikasi penyakit: sindroma nefrotika (penyakit ginjal).

6. Serupa susu Zat warna normal dalam jumlah besar: fosfat, urat. Zat warna abnormal: pus, getah prostat, chylus, zat-zat lemak, bakteri-bakteri, protein yang membeku. Indikasi penyakit: infeksi saluran kencing, kebocoran kelenjar limfa.

b. PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK9 Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu pemeriksaan sedimen urin. Ini panting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih serta berat ringannya penyakit. Urin yang dipakai ialah urin sewaktu yang segar atau urin yang dikumpulkan dengan pengawet formalin. Pemeriksaan sedimen dilakukan dengan memakai lensa objektif kecil (10X) yang dinamakan lapangan penglihatan. kecil atau LPK. Selain itu dipakai lensa objektif besar (40X) yang dinamakan lapangan penglihatan besar atau LPB. Jumlah unsur sedimen bermakna dilaporkan secara semi kuantitatif, yaitu jumlah rata-rata per LPK untuk silinder dan per LPB untuk eritrosit dan leukosit. Unsur sedimen yang kurang bermakna seperti epitel atau kristal cukup dilaporkan dengan +(ada), ++ (banyak) dan +++ (banyak sekali). Lazimnya unsur sedimen dibagi atas dua golongan yaitu unsur organik dan tak organik. Unsur organik berasal dari sesuatu
Page 43

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

organ atau jaringan antara lain epitel, eritrosit, leukosit, silinder, potongan jaringan, sperma, bakteri, parasit dan yang tak organik tidak berasal dari sesuatu organ atau jaringan .seperti urat amorf dan kristal.

c. PEMERIKSAAN KIMIA URIN9 Disamping cara konvensional, pemeriksaan kimia urin dapat dilakukan dengan cara yang lebih sederhana dengan hasil cepat, tepat, specifik dan sensitif yaitu memakai reagens pita. Reagens pita (strip) dari berbagai pabrik telah banyak beredar di Indonsia. Reagens pita ini dapat dipakai untuk pemeriksaan pH, protein, glukosa, keton, bilirubin, darah, urobilinogen dan nitrit. Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang optimum, aktivitas reagens harus dipertahankan, penggunaan haruslah mengikuti petunjuk dengan tepat, baik mengenai cara penyimpanan, pemakaian reagnes pita dan bahan pemeriksaan. Urin dikumpulkan dalam penampung yang bersih dan pemeriksaan sebaiknya segera dilakukan. Bila pemeriksaan harus ditunda selama lebih dari satu jam, sebaiknya urin tersebut disimpan dulu dalam lemari es, dan bila akan dilakukan peme-riksaan, suhu urin disesuaikan dulu dengan suhu kamar.

Radiologi8
a. IVP (Intra Venous Pyelografi)8: fungsi Media kontras intravena Kontra indikasi gagal ginjal (kadar ureum dan kreatinin) Tahapan pemeriksaan dan posisi di sesuaikan keperluan ( Pemeriksaan penting memperlihatkan anatomi dan

standar 5 menit, 15 menit, 25-30 menit, buli-buli penuh dan post voiding)

Page 44

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

b. Tomogragrphy8 : Gunanya untuk menilai kontur kedua ginjal serta ukuran tanpa harus memberikan kontras iv (biasanya pada kasus-kasus ckd, baik dengan batu atau tidak)

c. Rpg ( retrograde pyelography)8 : Berguna untuk melihat traktus urinarius yang tak terlihat pada pemeriksaan ivp, dengan bantuan catheter yang dipasangkan kedalam traktus urinarius. ( kontras dimasukkan melalui kateter yang dikeluarkan di uretra.)

Page 45

[SISTEM URINARIA]

BLOK 10

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke-6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. 2. Faiz Omar, Moffat Havid. At a Glance Anatomi. Penerbit Erlangga. 2006.
3. Carneiro Jos, Carlos Luiz. Histologi Dasar. Penerbit Buku Kedokteran EGC.2005.

4. Sherwood lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2001.
5. Ganong William. Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002.

6. Dacre Jane, Kompleman Peter. Buku Saku Keterampilan Klinis. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 7. Markum MS. Anamnesis dan pemeriksaan Fisis. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2005. 8. Rasad Sjahriar. Radiologi diagnostic. Edisi ke-2. UI. 2005.
9. Sudiono H ,dkk. Patologi Klinik Urinalisis. Edisi 2. UKRIDA. 2008 : Jakarta 10. The International Committee of Medical Journal Editors. Cavity of Pelvic. Edisi Maret 2009. Diunduh dari www.kalbe.com , 4 October 2009.

Page 46

You might also like