Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah WTS dinegara khusunya, merupakan masalah yang menghambat lajunya pemembangunan karna
dapat merugikan keselamatan, ketentraman jasmani, rohani, maupun sosial. Oleh karena itu kehadiranya di
tengah-tangah masyarakat hingga kini banyak mendapat hinaan dan penolakan dari anggota masyarakat.
Banyaknya faktor yang menyebabkan seseorang mejadi WTS, seperti di kemukakan oleh A.S Alam (1984)
bahwa.
a. Berasal dari keluarga miskin yang umumya tinggal di daerah terpencil.
b. Berasal dari keluarga pecah (broken home).
c. Telah dicerai oleh suaminya.
d. Pada umumnya tidak mempunyai keahlian tertentu.
e. Melakukan urbanisasi karena menginginkan perbaikan nasib dikota.
Mengingat permasalahan dan dampaknya tesebut, penulis terterik untuk mengangkat masalah Wanita Tuna
Susila tersebut.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah penelitian yang akan dirumuskan adalah
sebagai berikut :
1) Bagaimana karakteristik WTS
2) Faktor-faktor apakah yang mendorong menjadi WTS.
3) Upaya penanganan yang dapat diberikan terhadap masalah WTS.
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Wanita tuna susila atau yang kebih dikenal dengan sebutan WTS atau pelacur merupakan salah satu
masalah sosial yang keberadaannya sudah sangat lama dan sebagai masalah sosial karena perbuatan ini
dianggap melanggar norma-norma masyarakat maupun agama.
Dampak dari WTS yang sangat besar dari masalah WTS ini maka perlu dilakukan upaya penanggulangan
masalah WTS melalui program kegiatan meliputi : Program pelatihan kerja, bimbingan dan penyuluhan
sosial, konsultasi psikologi dan pendidikan agama dan akhlak.
3.2 Saran
Berdasarkan lingkup masalah dan pelaksanaan program kegiatan agar dapat berhasil dan berdaya guna,
maka perlu adanya beberapa saran yang harus dilakukan, yaitu sebagai berikut :
a) Masyarakat dapat menerima WTS yang ada di lingkungannya yang berusaha meninggalkan profesinya
dan memberikan kesempatan untuk keberfungsian sosialnya.
b) Pemerintah dan istansi terkait serta (tokoh) masyarakat hendaknya dapat membantu secara aktif dalam
upaya penanggulangan masalah WTS, disamping itu juga memberikian bantuan, dorongan baik moril,
materil, maupun spiritual.
c) Melaksanakan program-program.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
LATAR BELAKANG
Lebaran atau hari raya Idul Fitri merupakan hari besar yang dinanti-nantikan oleh umat Islam di dunia,
karena dihari itu adalah hari kemenangan bagi umat Islam setelah sebulan berpuasa di bulan Ramadhan. Di
Indonesia lebaran sudah merupakan suatu kebiasaan atau adat, dimana masyarakatnya sibuk menyiapkan
semuanya, seperti makanan-makanan hari raya misalnya, ketupat, opor ayam, kue-kue kecil dan lain –lain.
Di hari lebaran masyarakat muslim di Indonesia biasanya melakukan mudik, yaitu orang yang bekerja di luar
kota, dan akibat mudik tersebut jalan – jalan di Indonesia macet total. Pada hari lebaran setiap muslim
saling bersilaturahmi dan saling maaf-memaafkan kesalahan masing-masing.
Liburan lebaran juga sering dijadikan moment untuk berkumpul dengan keluarga, saudara-saudara, bahkan
kerabat jauh. Di hari-hari biasa, biasanya setiap orang sibuk dengan aktvitasnya masing-masing, sehingga
jarang berkumpul dengan keluarga atau kerabat, jadi lebaran merupakan hari yang special sekali.
Di hari lebaran biasanya bahan-bahan makanan dan sembako harganya melonjak naik, tetapi karena sudah
menjadi kebiasaan masyarakat tak menghiraukannya lagi, bahkan membelinya lebih banyak dari biasanya.
Melihat kedaan ini, lebaran memang merupakan hari yang special sekali, karena dapat mempengaruhi
tatanan hidup masyarakat, khusunya masyarakat Indonesia dari segi agama, segi sosial, dan budaya, serta
segi ekonomi, maka dari itu saya tertarik ingin mengetahui lebih jauh tentang lebaran di tinjau dari ketiga
segi. Dalam aspek kehidupan masyarakat Indonesia dan apa dampak terhadap lingkungan kehidupan kita
semua, dan akan saya dokumentasikan dalam bentuk makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. TINJAUAN AGAMA
Ditinjau dari segi agama jelas lebaran merupakan hari besar agama Islam, setiap muslim di dunia sangat
menantikan datangnya hari lebaran. Lebaran merupakan hari kemenangan setiap muslim yang telah
melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan (kalender Hijriah). Pada bulan Ramadhan setiap muslim di
dunia wajib melaksanakan ibadah puasa selama sebulan penuh, pada tanggal 1 Syawal barulah umat
merayakan hari kemenangan Idul Fitri yang sering kita sebut dengan lebaran.
Di hari lebaran setia muslim melakukan ibadah shalat Idul Fitri di pagi hari, dan setelah itu mereka
berkumpul dengan keluarga masing – masing dan biasa sungkem kepada orang yang lebih tua, lalu kepada
semua kerabat-kerabat dekat, setelah itu saling bersilaturahmi ke rumah-rumah tetangga dekat dan
tetangga jauh, kadang-kadang kepada orang yang bertemu diperjalanan.
Lebaran merupakan hari yang spesial dimana setiap muslim kembali ke fitrahnya, seolah-olah seperti bayi
yang baru lahir ke dunia, dan pada malam lebaran setiap muslim wajib membayar zakat paling lambat
sebelum shalat Idul Fitri selesai. Zakat berfungsi untuk mensucikan harta dan hati kita, lalu zakat yang
diberikan kepada orang-orang yang tidak mampu atau fakir miskin.
Hari lebaran memang hari yang sangat spesial karena di hari itu. Kita dapat menyambung tali silaturahmi
yang mungkin ada yang sudah terputus sekian bulan lamanya. Di dalam Al-Qur'an juga kita diperintahkan
supaya kita harus tetap mempererat tali silaturahmi dengan sesama muslim
Lebaran dan agama sangatlah erat kaitannya, bahkan tidak bisa dipisah-pisahkan satu sama lainnya.
Lebaran merupakan hari yang istimewa yang diberikan oleh Allah SWT bagi muslim di dunia untuk dapat
merenungkan tetang kesalahan-kesalahan yang telah diperbuatnya.
Setiap muslim memang wajib mengerjakan ibadah puasa di bulan Ramadhan karena hal itu sangat berguna
bagi kita semua. Supaya kita dapat menahan segala hawa nafsu yang ada dalam pikiran kita dan lebih
meningkatkan lagi ibadah kita terhadap Allah SWT, untuk mendapatkan ampunan, serta hidayah dari Allah
SWT
Di hari lebaran setiap muslim dapat merenungkan segala kesalahan – kesalahan atau dosa-dosa yang
diperbuatnya dan bisa menjadikan dirinya lebih baik di hari –hari kemarin dan di hari yang akan datang bisa
mendapatkan hidup yang benar-benar baik.
C. TINJAUAN EKONOMI
Ternyata benar bahwa lebaran sangatlah besar pengaruhya terhadap tatanan kehidupan kita, setelah
mengkaji dari dua segi yaitu agama dan sosial budaya, sekarang kita akan mengkaji dari segi ekonomi yang
menurut saya sangatlah berkaitan dengan dua segi yang telah kita bahas.
Jelas sekali lebaran memang sangat mempengaruhi segi ekonomi, terutama ekonomi negara kita lebaran
tidak lepas dari bahan-bahan pokok seperti makanan-makanan, pakaian-pakain baru, yang jelas-jelas
berhubungan erat dengan ekonomi.
Bisanya di bulan Ramadhan sampai lebaran harga-harga bahan pokok melonjak naik, harga BBM bisanya
juga naik, minyak tanah, LPG, dll, Ikut naik. Tapi masyarakat tetap membeli yang harus mereka beli,
walaupun harga-harga sangat mahal. Hal ini diakibatkan karena kebutuhan-kebutuhan meningkat di hari
lebaran ini.
Memang setiap orang tidak mampu membeli kebutuhan – kebutuhan lebaran tetapi mereka tetap
menyambut lebaran dengan suka cita walaupun dengan alakadarnya.
Hal ini jelas sekali sangatlah penting dalam lebaran, walaupun hal itu tidak diwajibkan. Dalam segi ekonomi
kita membahas hanya seperti ini, karena semuanya sudah kita bahas dalam dua segi sebelumnya yaitu segi
agama dan segi sosial budaya. Telah kita ketahui benar bahwa lebaran dalam segi agama, sosial budaya
dan segi ekonomi saling berkaitan satu sama lainnya. Sehingga tidak perlu di jelaskan lagi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Lebaran memang adalah hari besar umat Islam di dunia. Setiap muslim sangatlah menanti-nantikannya,
karena di hari itu kita dapat meleburkan kesalahan-kesalahan yang sudah kita buat.
Lebaran juga sangatlah berpengaruh terhadap tatanan kehidupan kita karena saling berkaitan satu sama
lainnya. Dari segi agama, sosial budaya, ekonomi, sangatlah berhubungan sangat erat, bahkan tidak bisa di
pisahkan satu sama lain.
Semakin jelas bahwa lebaran tidak bisa dipisahkan dengan segi apapun karena lebaran adalah hari yang
istimewa yang diberikan oleh Allah SWT kepada tiap muslimnya, jadi kita tidak bisa menyia-nyiakan moment
besar seperti ini, kita harus antusias merayakannya.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Peraturan perundang-undangan (legislation) merupakan wujud dari politik hukum institusi
Negara dirancang dan disahkan sebagai undang-undang pemberantasan tindak pidana
korupsi. Secara parsial, dapat disimpulkan pemerintah dan bangsa Indonesia serius melawan
dan memberantas tindak pidana korupsi di negeri ini. Tebang pilih. Begitu kira-kira pendapat
beberapa praktisi dan pengamat hukum terhadap gerak pemerintah dalam menangani kasus
korupsi akhir-akhir ini.
Gaung pemberantasan korupsi seakan menjadi senjata ampuh untuk dibubuhkan dalam teks
pidato para pejabat Negara, bicara seolah ia bersih, anti korupsi. Masyarakat melalui LSM dan
Ormas pun tidak mau kalah, mengambil manfaat dari kampanye anti korupsi di Indonesia.
Pembahasan mengenai strategi pemberantasan korupsi dilakakukan dibanyak ruang seminar,
booming anti korupsi, begitulah tepatnya. Meanstream perlawanan terhadap korupsi juga
dijewantahkan melalui pembentukan lembaga Adhoc, Komisi Anti Korupsi (KPK).
Celah kelemahan hukum selalu menjadi senjata ampuh para pelaku korupsi untuk menghindar
dari tuntutan hukum. Kasus Korupsi mantan Presiden Soeharto, contoh kasus yang paling
anyar yang tak kunjung memperoleh titik penyelesaian. Perspektif politik selalu mendominasi
kasus-kasus hukum di negeri sahabat Republik BBM ini. Padahal penyelesaiaan kasus-kasus
korupsi besar seperti kasus korupsi Soeharto dan kroninya, dana BLBI dan kasus-kasus
korupsi besar lainnya akan mampu menstimulus program pembangunan ekonomi di
Indonesia.
B. PERMASALAHAN
Bagaimana korupsi mempengaruhi pembangunan ekonomi di Indonesia?
Strategi apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir praktek korupsi tersebut?
Bagaimana multiplier effect bagi efesiensi dan efektifitas pembangunan ekonomi di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Tindak Pidana Korupsi
Jeremy Pope dalam bukunya Confronting Coruption: The Element of National Integrity System,
menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatinan
semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, diktator
–yang meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam sistem
sosial-politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah praktek korupsinya,
apabila kehidupan sosial-politiknya tolerasi bahkan memberikan ruang terhadap praktek
korupsi tumbuh subur. Korupsi juga tindakan pelanggaran hak asasi manusia, lanjut Pope.
Menurut Dieter Frish, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan
tindakan memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan
menurunkan standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena
alasan keterlibatan modal besar, bukan pada urgensi kepentingan publik. Korupsi selalu
menyebabkan situasi sosial-ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidakpastian ini tidak
menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan peluang bisnis yang sehat. Selalu terjadi
asimetris informasi dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Sektor swasta sering melihat ini
sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit diprediksi
berapa Return of Investment (ROI) yang dapat diperoleh karena biaya yang harus dikeluarkan
akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi. Akhiar Salmi dalam makalahnya menjelaskan
bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang
sogok dan sebagainya.
Dalam makalahnya, Salmi juga menjelaskan makna korupsi menurut Hendry Campbell Black
yang menjelaskan bahwa korupsi “ An act done with an intent to give some advantage
inconsistent with official duty and the right of others. The act of an official or fiduciary person
who unlawfully and wrongfully uses his station or character to procure some benefit for
himself or for another person, contrary to duty and the right of others.” Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi
sebagaimana maksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang tindak pidana korupsi. Jadi perundang-undangan Republik Indonesia mendefenisikan
korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto, Penggiat ekonomi Pancasila, dalam
artikelnya menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan
keadilan adalah korupsi, yang kini kita lunakkan menjadi “KKN”. Perubahan nama dari korupsi
menjadi KKN ini barangkali beralasan karena praktek korupsi memang terkait koneksi dan
nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik karena
KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingkan
dengan penggunaan kata korupsi secara gamblang dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan
nepotisme.
BAB III
KESIMPULAN
Merangkai kata untuk perubahan memang mudah. Namun, melaksanakan rangkaian kata
dalam bentuk gerakan terkadang teramat sulit. Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian untuk
mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang menjadi penghambat utama lambatnya
pembangunan ekonomi nan paripurna di Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama menjadi
wabah yang tidak pernah kunjung selesai, karena pembunuhan terhadap wabah tersebut tidak
pernah tepat sasaran ibarat “ yang sakit kepala, kok yang diobati tangan “. Pemberantasan
korupsi seakan hanya menjadi komoditas politik, bahan retorika ampuh menarik simpati. Oleh
sebab itu dibutuhkan kecerdasan masyarakat sipil untuk mengawasi dan membuat keputusan
politik mencegah makin mewabahnya penyakit kotor korupsi di Indonesia. Tidak mudah
memang.
DAFTAR PUSTAKA
Bahan Bacaan Akhiar Salmi, Paper 2006, “Memahami UU tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi”, MPKP, FE,UI.
Gramedia Hikmahanto Juwana, Paper 2006, “ Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di Indonesia”,
MPKP, FE.UI.
Mubaryanto, Artikel, “ Keberpihakan dan Keadilan”, Jurnal Ekonomi Rakyat, UGM, 2004 Jeremy
Pope,” Confronting Corruption: The Element of National Integrity System”, Transparency
International, 2000.
Hidup berkeluarga adalah dambaan bagi setiap orang. Dengan berkeluarga setiap orang pasti
merasa bahwa hidupnya akan menjadi lebih sempurna, apalagi mempunyai keluarga yang
bahagia dan harmonis. Namun terkadang hal iti hanya impian belaka. Seperti saat ini masih
banyak konflik internal yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Sampai saat ini ,
kekerasan dalam rumah tangga masih menjadi momok yang menakutkan. Kekerasan dalam
rumah tangga dapat terjadi karena adanya masalah-masalah dalam kelurga tersebut misalnya
dari segi faktor ekonomi.
Kekerasan dalam rumah tangga seringkali terjadi dalam kalangan orang yang status sosialnya
rendah. Hal tersebut terjadi dikarenakan berbagai faktor seperti ekonomi. Faktor ekonomi ini
adalah faktor penunjang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Misalnya kita ambil
contoh seorang istri yang meminta uang belanja pada suaminya yang tidak bekerja,
sedangkan istri tersebut sangat membutuhkan uang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Sebagai seorang kepala keluarga hal ini adalah beban yang harus ditanggung, sedangkan dia
hanya seorang pengangguran yang tidak berpenghasilan. Sehingga memungkinkan seseorang
suami tersebut melakukan tindak kekerasan terhadap anak dan istri bahkan sampai
membunuhnya karena merasa dituntut untuk mencukupi kebutuhan, padahal ia hanya
seorang penganguran. Sebenarnya tindakan yang dilakukan seorang istri itu benar, karena
sebagai seorang suami harus mampu memenuhi segala kebutuhan rumah tangganya.
Seharusnya hal ini tidak harus terjadi jika suami tersebut mampu mengendalikan emosinya.
Sebagai suami, dia harus menyadari bahwa sebagai kepala keluarga, dia harus mampu
memberikan hak istri. Dan sebagai istrinya pula, seharusnya harus bisa lebih mengerti akan
keadaan suaminya. Jika memang sang istri bisa membantu sang suami untuk mencari nafkah
alangkah baiknya jika hal itu dilakukan.
Ideologi dan kultur itu juga muncul karena transformasi pengetahuan yang diperoleh dari
masa lalu. Zaman dulu, anak diwajibkan tunduk pada orangtua, tidak boleh mendebat barang
sepatah kata pun.Kemudian, ketika ada informasi baru, misalnya dari televisi atau dari
kampus, tentang pola budaya yang lain, misalnya yang menegaskan bahwa setiap orang
punya hak yang sama, masyarakat kita sulit menerima.Jadi, persoalan kultur semacam itu ada
di benak manusia dan direfleksikan dalam bentuk perilaku. Akibatnya, bisa kita lihat. Istri
sedikit saja mendebat suami, mendapat aniaya. Anak berani tidak menurut, kena pukul.
3. Kekerasan
Kekerasan adalah setiap perbuatan penyalahgunaan kekuatan fisik dengan atau
tanpa menggunakan sarana secara melawan hukum dan menimbulkan bahaya bagi badan,
nyawa, dan kemerdekaan orang, termasuk menjadikan orang pingsan atau tidak
berdaya.
4. Diskriminasi/subordinasi
Diskriminasi adalah memberikan perlakuan yang berbeda terhadap dua hal yang sama.
Subordinasi adalah suatu kesimpulan yang terburu-buru dan perlu dikaji secara seksama.
5. Beban Gender
Beban Gender adalah perbedaan peran dan nilai budaya yang melekat pada jenis kelamin.
Banjir dapat dipastikan terjadi setiap tahun di Jakarta pada bulan Januari-Febuari.
Meskipun demikian, persoalan itu sangat rumit untuk diselesaikan. Mengapa?
Persoalannya ternyata tidak hanya berkaitan dengan kondisi alam, tetapi juga
menyangkut hubungan antar daerah yang makin diperumit oleh otonomi daerah. Sikap
masyarakat pun ternyata juga menjadi masalah tersendiri.
Banjir benar-benar telah melanda Jakarta. Bila kemaren Jum’at 2 Febuari 2007 Jakarta
dinyatakan Siaga III, maka pada hari Sabtu 3 Febuari 2007 telah dinyatakan Siaga I
dalam menghadapi masalah banjir. Banjir kali ini mengingatkan kita pada banjir pada
tahun 2002 yang lalu. Siklus banjir lima tahunan telah datang.Dengan banjir ini,
berbagai upaya mengatasi masalah banjir yang telah dilakukan dalam kurun waktu 5
tahun (2002 - 2007) seakan tidak ada artinya. Berbagai pernyataan yang muncul
sebelumnya tentang kesiapan menghadapi banjir, telah terbukti hanya isapan jempol
belaka.
Persoalan banjir di Jakarta tidak mungkin diselesaikan oleh Jakarta sendiri. Sama-sama
kita ketahui bahwa air yang datang melanda Jakarta datang dari Bogor. Kenyataan ini
adalah hal yang tidak mungkin di nafikan. Setiap musim hujan tiba, volume air yang
datang dari Bogor tidak sanggup ditampung oleh sistem aliran sungai yang melintas di
Jakarta. Keadaan ini terekspresikan dengan hadirnya Banjir. Berbagai ide untuk
menyelesaikan masalah banjir di jakarta ini sebenarnya telah dikemukakan. Perlunya
upaya yang terpadu untuk mengatasi masalah banjir di Jakarta juga telah diungkapkan
sejak lama oleh para ahli. Tetapi semua usulan yang diajukan itu kandas.
Mengapa???
Mari kita simak artikel di bawah ini yang saya kutip dari Kompas Cyber Media, Sabtu, 3
Febuari 2007.
******************
Di hilir, daerah aliran sungai yang masuk ke Jakarta pun dipadati oleh rumah-rumah
penduduk dan bangunan lainnya. Bahkan, beberapa bagian badan sungai menyempit
karena banyaknya rumah yang didirikan di atas sungai. Pengamatan Kompas, Sungai
Ciliwung yang dulu lebarnya mencapai 40 meter, kini menyempit antara 13 meter sampai
20 meter. Kedalaman sungai di beberapa lokasi juga tinggal dua meter. Dengan kondisi
itu, hujan dengan intensitas sedang di kawasan hulu atau bahkan hujan di dalam Kota
Jakarta pun akan membuat Sungai Ciliwung langsung meluap. Banjir pun tidak
terhindarkan di Jakarta.
Langkah terintegrasi
Menurut peneliti hidrologi dan rekayasa lingkungan Universitas Indonesia, Firdaus Ali,
masalah banjir yang kompleks dari hulu sampai hilir membutuhkan penanganan yang
terintegrasi, dari hulu sampai hilir juga.
“Menangani banjir di hilir tanpa memperbaiki kawasan hulu akan menjadi pekerjaan sia-
sia karena limpahan air banjir dari hulu akan selalu lebih besar dari daya tampung
sungai,” ujarnya.
Pada kondisi normal, kata Firdaus, debit air yang masuk Sungai Ciliwung sampai di Pintu
Air Manggarai mencapai 28 meter kubik per detik. Sedangkan pada saat hujan lebat dan
banjir, debit air melonjak sampai 200 meter kubik per detik. Fluktuasi debit air yang
sangat tajam itu menandakan rendahnya daya serap air di hulu dan kecilnya daya
tampung di hilir. Menanggapi kondisi itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta
Wisnu Subagyo Yusuf mengemukakan, perbaikan kawasan hulu dengan reboisasi atau
pembatasan pengalihan penggunaan lahan sulit dilakukan.
Otonomi daerah membuat pemerintah kabupaten dan kota di kawasan hulu lebih memilih
peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dari pemberian izin untuk perumahan atau
kawasan komersial. Oleh karena itu, ujar Wisnu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI
Jakarta mengajukan dua usul pencegahan banjir di hulu. Kedua usulan itu adalah sudetan
Sungai Ciliwung yang dihubungkan ke Sungai Cisadane dan membangun bendungan
Ciawi di hulu Sungai Ciliwung. Kedua usulan itu bertujuan untuk mengatur debit air
yang akan masuk ke hilir Sungai Ciliwung. Sudetan Sungai Ciliwung ke Sungai Cisadane
dimaksudkan untuk mengalihkan debit air banjir Ciliwung ke sungai yang mengalir ke
Tangerang itu. Daerah resapan air Cisadane yang relatif masih hijau dan badan sungai
yang belum menyempit dinilai sanggup menampung limpahan air banjir dari Sungai
Ciliwung.
Sayangnya, proyek yang rencananya akan didanai oleh Jepang itu ditolak oleh para
pemuka masyarakat dan Pemerintah Kota Tangerang. Tanpa dilimpahi air dari Ciliwung,
Sungai Cisadane pun sering menimbulkan banjir di Tangerang.
Mengingat otonomi daerah, Pemprov Jakarta tidak dapat memaksakan kehendaknya dan
rencana itu batal. Rencana membangun bendungan Ciawi juga gagal. Pemprov DKI
Jakarta yang bersedia membayar Rp 200 miliar untuk pembebasan lahan seluas 200
hektar justru tidak dapat menggunakan dananya. Dana APBD tidak dapat digunakan
untuk pembangunan di luar wilayah administrasi, kecuali diberikan dalam bentuk hibah
ke Pemerintah Kabupaten Bogor. Namun, karena tidak ada jaminan dari Pemerintah
Kabupaten Bogor untuk menggunakan dana hibah guna membangun bendungan Ciawi,
rencana itu akhirnya tidak pernah terwujud.
Di sisi hilir, kata Wisnu, Jakarta sangat mengandalkan Banjir Kanal Timur. Saluran yang
saat ini sedang dalam masa pembebasan lahan diprediksikan dapat menampung limpahan
air dari lima sungai utama di Jakarta dan melindungi kawasan seluas 270 kilometer
persegi. Banjir Kanal Timur akan melengkapi Banjir Kanal Barat untuk menampung air
dari 40 persen wilayah Jakarta yang lebih rendah dari permukaan laut. Air itu akan
dialirkan dengan cepat ke laut dengan menggunakan sistem polder dan pompa.
Solusi
Saat ini, kata Firdaus, Indonesia menghadapi perubahan iklim akibat pemanasan global.
Perubahan iklim tersebut menyebabkan musim hujan lebih pendek, tetapi curah hujan
lebih tinggi.Jika air tersebut tidak disimpan dalam penampungan yang besar, Jakarta akan
terancam kekeringan dan banjir dalam waktu yang bergantian sepanjang tahun. Bencana
yang akan semakin memiskinkan Indonesia. Biaya pembuatan penampungan air bawah
tanah itu, menurut Firdaus, diperkirakan “hanya” memerlukan Rp 12 triliun. Jumlah
tersebut masih terjangkau oleh APBD DKI Jakarta 2007 yang mencapai Rp 21,5 triliun.
(Emilius Caesar Alexey)
******************
Sekarang, mari kita simak solusi yang diajukan itu. Apakah solusi membuat
penampungan air bawah tanah akan berhasil?
Rasanya perlu kita pelajari lebih jauh kemungkinannya. Masalah yang dihadapi dalam
pembuatan Banjir Kanal Timur mungkin dapat kita cermati.
Selain itu, kurangnya disiplin kita atau ketidak-mampuan kita dalam mengelola sampah
dapat menjadi masalah tersendiri bila penampungan itu nantinya dapat terwujud.
Gejolak betrokan antar etnis, agama juga menyumbang banyaknya penduduk yang
berpindah dari satu daerah ke daerah yang lebih aman dengan bermodalkan
seadanya untuk dapat hidup 1 atau 2 hari saja, setibanya di tempat aman mereka
harus berusaha kecil-kecilan demi untuk memenuhi “kampung tenga�. Kini,
tidak lagi kota yang memiliki predikat kosmopolitan atau metropolitan yang diserbu
para calon pedagang tetapi juga dengan terpaksa kota atau daerah yang memiliki
predikat “aman� adalah salah satu tujuan mereka. Wajar saja saya pikir. Ditinjau
dari jenis usaha yang rata-rata dilakukan oleh kelompok ini maka mereka inilah yang
dinamakan sebagai “pedagang kaki lima�.
Bagaimana sejarahnya kata kaki lima? ada yang memperkirakan bahwa kata kaki
lima ada hubungannya dengan 2 kaki gerobak dorong abang tukang jualan ditambah
dengan 2 kaki abang dan ditambah lagi dengan satu tiang yang dipasangnya pada
saat mangkal.
Tapi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta, istilah
kaki lima adalah lantai yang diberi atap sebagai penghubung rumah dengan rumah,
arti yang kedua adalah lantai (tangga) di muka pintu atau di tepi jalan. Arti yang
kedua ini lebih cenderung diperuntukkan bagi bagian depan bangunan rumah toko,
dimana di jaman silam telah terjadi kesepakatan antar perencana kota bahwa bagian
depan (serambi) dari toko lebarnya harus sekitar lima kaki dan diwajibkan dijadikan
suatu jalur dimana pejalan kaki dapat melintas. Namun ruang selebar kira-kira lima
kaki itu tidak lagi berfungsi sebagai jalur lintas bagi pejalan kaki, melainkan telah
berubah fungsi menjadi area tempat jualan barang-barang pedagang kecil, maka dari
situlah istilah pedagang kaki lima dimasyarakatkan. Terlepas yang mana arti yang
paling benar, kedua-duanya adalah masalah yang dimaksud dan sedang dihadapi
kota-kota di Indonesia saa ini.
Kota Manado tak luput dari permasalahan ini, terlihat semakin subur saja pedagang
kaki lima mangkal di kota ini. Mereka ada dimana-mana, di simpul-simpul kegiatan
kota Manado. Berbagai produk ditawarkan pedagang-pedagang ini baik berbentuk
barang maupun jasa dengan bermodalkan keuletan dan harga yang sangat
terjangkau bagi masyarakat kebanyakan di kota ini. Kenyataan yang ada (yang tidak
diinginkan), kondisi ini mengakibatkan ketidakteraturannya posisi mereka dalam
rangka menyambut pengunjung, sehingga kesemrawut, kemacetan lalulintas orang
maupun kendaraan tak bisa lagi dihindari lagi. Dampak inipun serentak
menumbuhkan titik-titik yang menganggu estetika wajah kota Manado.
Pedagang kaki lima (PKL) kebanyakan bermodal kecil yang menjalankan profesi ini
hanya untuk memenuhi tuntutan biaya hidup yang makin tinggi. Kebanyakan pula
dari mereka tidak mempunyai keahlian. Mereka hanya punya semangat untuk
bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat saja.
Kota Manado yang sedang berada pada kondisi berbenah diri atau sedang membuat
suatu “image� bolehlah memikirkan bahwa PKL tidak mesti dimusuhi atau
dimusnahkan total dari pusat bisnis kota Manado, melainkan memasukkan mereka
didalam penataan kota Manado dengan cara menjadikan PKL sebagai pernak-pernik
(elemen) kota.
Penataan kembali pusat perbelanjaan pasar ’45 kota Manado dapat dilakukan
dengan memadukan pedagang di kios-kios permanen (beton) dengan pedagang-
pedagang yang ingin berada dikios temporer. Penataan ini bisa saja dimulai dengan
menentukan zona-zona atau area tempat berjualan di dalam pusat perbelanjaan
’45 berdasarkan suatu analisa kegiatan, besaran dan komposisi ruang.
Selanjutnya menata bentuk bangunan seperti mengganti kios-kios temporer dari PKL
yang lebih terlihat sebagai barang-barang rongsokan menjadi kios-kios yang tertata
apik mulai dari bentuk, warna dan bahan (material) yang kuat dan tahan lama.
sehingga membentuk suatu elemen penghias Bisa juga membedakan produk
jualannya dengan warna kios, sehingga memudahkan konsumen mencari
kebutuhannnya. Cara inipun membantu memperlancar sirkulasi pengunjung sehingga
tidak terjadi kesemrawutan (cross circulation) di dalam bangunan PKL. Juga
dilengkapi dengan sarana-sarana penunjang lainnya, seperti MCK umum yang apik,
yang tidak menganggu kenyamanan pengunjung serta disiapkan tempat-tempat
buang sampah yang serasi dengan model bangunan PKL ini. Bisa juga dipilih model
bangunan dengan sistem “knockdown� (mudah dilepas-lepas) dan dibawa
pulang bersama gerobaknya atau permanen yang tinggal hanyalah tenda tempat
berjualan sementara gerobak dibawa pulang. Jika akan menggunakan sistem
knockdown, tentunya material yang digunakan harus kuat dan tahan lama agar tidak
mudah rusak pada saat dilepas-lepaskan, hanya saja cukup merepotkan. Cara ini bisa
dilakukan jika lahan PKL ini dipakai bersama dengan kegiatan lain. Jika tidak,
barangkali lebih cocok menggunakan model yang permanen, yang tentunya bagunan
“tenda� dan gerobaknya harus memiliki konsistensi warna sehingga tidak
menimbulkan kesan semrawut bagi pemandangan pengunjungnya.
Kesatuan (unity) warna dan bentuk, harmoni, keseimbangan (balance) bentuk adalah
unsur-unsur estetika yang sangat diperlukan di dalam mendisain bangunan-
bangunan PKL serta bangunan-bangunan pertokoan secara mikro dan mendisain
bangunan-bangunan tersebut terhadap lingkungan pusat kota secara makro. Cara ini
diterapkan pula di beberapa simpul kegiatan PKL yang berada di beberapa wilayah
kota Manado. Apabila PKL telah ditata kembali dan dipercantik maka PKL inipun akan
menebarkan kecantikannya di wajah kota Manado secara keseluruhan.
Memang, penataan PKL ini harus diikuti dengan langkah-langkah lainnya, seperti
penataan kembali perparkiran di kawasan pusat kota yang sebagian digunakan oleh
PKL, juga sirkulasi kendaraan bermotor yang memasuki kawasan ini serta
pelaksanaan peraturan yang berdasarkan kesepakatan bersama seperti waktu (jam)
berjualan sehingga tidak ada yang menginap di dalam kios-kios PKL. Untuk itu pula
pemerintah kota kita harus memiliki wibawa, konsistensi, bersih, serta terbuka dalam
memonitor atau mengawasi jalannnya pelaksanaan peraturan. Jika tidak demikian.
maka semua usaha akan menjadi percuma,�lagu lama� tentang masalah Pedagang Kaki
Lima akan selalu terdengar di kota ini.
P O S T E D B Y V E R O N I C A K U M U R U R AT 1 1 : 5 1
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dengan sasaran potensial generasi muda sudah
menjangkau berbagai penjuru daerah dan penyalahgunanya merata di seluruh strata sosial masyarakat. Pada dasarnya
narkotika sangat diperlukan dan mempunyai manfaat di bidang kesehatan dan ilmu pengetahuan, akan tetapi
penggunaan narkotika menjadi berbahaya jika terjadi penyalahgunaan. Oleh karena itu untuk menjamin ketersediaan
narkotika guna kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan di satu sisi, dan di sisi lain untuk mencegah peredaran
gelap narkotika yang selalu menj urus pada terjadinya penyalahgunaan, maka diperlukan pengaturan di bidang
narkotika.
Peraturan perundang-undangan yang mendukung upaya pemberantasan tindak pidana narkotika sangat
diperlukan, apalagi tindak pidana narkotika merupakan salah satu bentuk kejahatan inkonvensional yang dilakukan
secara sistematis, menggunakan modus operandi yang tinggi dan teknologi canggih serta dilakukan secara terorganisir
(or ganizeci crime) dan sudah bersifat transnasional (transnational crime).
Beberapa pokok masalah atau permasalahan yang akan dibahas oleh penulis dalam makalah ini yaitu:
Adapun metode penulisan yang dipergunakan dalam penulisan paper ini adalah: Study kepustakaan atau
library research. Yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari data-data melalui kepustakaan.
BAB II
PEMBAHASAN
Narkotika dalam pengertian opium telah dikenal dan dipergunakan masyarakat Indo nesia khususnya
wargaTionghoa dan sejumlah besar orang Jawa sejak tahun 1617.<!--[if !supportFootnotes]-->[1]<!--[endif]-->
Selanjutnya diketahui bahwa mulai tahun 1960-an terdapat sejumlah kecil kelompok penyalahguna heroin dan kokain.
Pada awal 1970-an mulai muncul penyalahgunaan narkotika dengan cara menyuntik. Orang yang menyuntik disebut
morfinis. Sepanjang tahun 1970-an sampai tahun 1990-an sebagian besar penyalahguna kemungkinan memakai
kombinasi berbagai jenis narkoba (polydrug jser), dan pada tahun 1990-an heroin sangat populer dikalangan
penyalahguna narkotika.
Pada saat ini, ancaman peredaran gelap maupun penyalahgunaan narkotika semakin meluas dan meningkat di
Indonesia. Data dan Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 telah
berhasil disita narkotika seperti ganja dan derivatnya sebanyak 127,7 ton dan 787.259 batang; heroin sebanyak 93,9 kg;
morfin sebanyak 244,7 gram; serta kokain sebanyak 84,7 kg.<!--[if !supportFootnotes]-->[2]<!--[endif]-->
Peraturan perundang-undangan yang mengatur narkotika di Indonesia sebenarnya telah ada sejak berlakunya
Ordonansi Obat Bius (Verdoovende Middelen Ordonnantie, Staatsblad Nomor 278 Jo. 536 Tahun 1927). Ordonansi ini
kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika yang mulai berlaku tanggal 26 Juli
1976. Selanjutnya Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1976 telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang mulai
berlaku tanggal 1 September 1997.