You are on page 1of 19

MAKALAH ILMU SOSIAL TENTANG WANITA TUNA SUSILA (WTS)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Masalah wanita Tuna susila ( WTS ) merupakan masalah sosial karena perbuatan tersebut menyimpang
dari norma-norma atau nilai-nilai masyarakat. Banyak istilah yang digunakan bentuk menyebut WTS ini
seperti pelacur, balon, sundel dan kupu-kupu malam.
Keberadaan masalah WTS ini telah ada sejak jaman dahulu kala hingga sekarang, namun belum ada yang
mengetahuisecara pasti kapan muculnya WTS itu. Konon masalah WTS lahir bersamaan dengan adanya
norma perkawinan. Adapun kegiatan WTS adalah melakukan hubungan hubungan seksual dengan laki-laki
diluar perkawinan dan berganti-ganti pasangan, serta untuk melakukanya menerima ibalan uang atau
bentuk material yang lain: Adapun pengertian WTS menurut Soedjono D. (1977) adalah sebagai berikut :
“ Wanita Tuna Susila atau wanita pelacur adalah wanita yang mejual tubuhnya untuk memuaskan seksual
laki – laki siapapun yang menginginkanya, dimana wanita tersebut menerima sejumlah uang atau barang
( umumnya dengan uang dari laki-laki pemakaianya ). ( hal 16 ).

Masalah WTS dinegara khusunya, merupakan masalah yang menghambat lajunya pemembangunan karna
dapat merugikan keselamatan, ketentraman jasmani, rohani, maupun sosial. Oleh karena itu kehadiranya di
tengah-tangah masyarakat hingga kini banyak mendapat hinaan dan penolakan dari anggota masyarakat.
Banyaknya faktor yang menyebabkan seseorang mejadi WTS, seperti di kemukakan oleh A.S Alam (1984)
bahwa.
a. Berasal dari keluarga miskin yang umumya tinggal di daerah terpencil.
b. Berasal dari keluarga pecah (broken home).
c. Telah dicerai oleh suaminya.
d. Pada umumnya tidak mempunyai keahlian tertentu.
e. Melakukan urbanisasi karena menginginkan perbaikan nasib dikota.
Mengingat permasalahan dan dampaknya tesebut, penulis terterik untuk mengangkat masalah Wanita Tuna
Susila tersebut.

1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah penelitian yang akan dirumuskan adalah
sebagai berikut :
1) Bagaimana karakteristik WTS
2) Faktor-faktor apakah yang mendorong menjadi WTS.
3) Upaya penanganan yang dapat diberikan terhadap masalah WTS.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui latar belakang masalah dan akibat –akibat yang ditimbulkannya.
2. Mengetahui potensi dan sumber yang ada untuk dimanfaatkan dalam upaya penanggulangan masalah
WTS.
3. Untuk memberikan pemikiran dalam penanganan masalah WTS melalui pembuatan program.

1.4 Metode Penelitian


Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode argumentatif yaitu suatu pendapat / gagasan
seperti mempelajari buku-buku, tulisan, media cetak dan lain-lain.

1.5 Kegunaan Penelitian


Adapun kegunaan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Diharapkan mempunyai kegunaan untuk memberikan sumbangan pengembangan konsep-konsep
tentang penanggulangan WTS.
2. Dapat memberikan sumbangan positif bagi upaya penanggulangan masalah WTS.

1.6 Sistematika Penelitian


Penelitian ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan yang membuat latar belakang masalah, permasalahan, tujuan pemelitian, metode
penelitian, kegunaan penelitian, sisematika penelitian.
BAB II : Pembahasan
BAB III : Penutup yang memuat kesimpulan dan saran.
BAB IV : Daftar Pustaka

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Masalah


Masalah WTS selalu ada pada setiap Negara maupun daerah dan merupakan masalah sosial yang sulit
untuk dipecahkan. Adanya WTS ditengah masyarakat ini dianggap sebagai permasalahan sosial dan sangat
mengganggu masyarakat disekitarnya. Ini karena perbuatan tersebut dilarang oleh agama maupun norma-
norma masyarakat yang mana perbuatan tersebut adalah dosa besar.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Johan Suban Tukang (1990) bahwa dunia pelacuran adalah tempat
berkembangnya penyakit hubungan kelamin, AIDS, gonohoe, dan sebagainya.
Sementara itu Kartini Kartono dalam bukunya Patologi Sosial (1983) menyebutkan akibat-akibat yang
ditimbulkan dari pelacuran yaitu :
1. Menimbulkan penyakit kulit dan kelamin.
2. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga.
3. Dapat menimbulkan disfungsi sosial.
4. Pelacur dijadikan alat untuk mencari nafkah.

2.2 Penanggulangan Masalah


Perlu adanya pelayanan sosial yang tepat dan menyuluh dengan tujuan menolong individu-individu (WTS)
untuk memulihkan, memelihara dan meningkatkan kefungsian sosial.
1. Jenis Program Pelayanan
Program penanggulangan masalah WTS, meliputi :
a. Program pelatihan kerja sesuai bakat dan minat terdiri dari :
1. Menjahit pakaian
2. Tata boga
3. Kerajinan tangan dan anyaman
b. Konsultasi Psikologis.
c. Pendidikan agama dan akhlak.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Wanita tuna susila atau yang kebih dikenal dengan sebutan WTS atau pelacur merupakan salah satu
masalah sosial yang keberadaannya sudah sangat lama dan sebagai masalah sosial karena perbuatan ini
dianggap melanggar norma-norma masyarakat maupun agama.
Dampak dari WTS yang sangat besar dari masalah WTS ini maka perlu dilakukan upaya penanggulangan
masalah WTS melalui program kegiatan meliputi : Program pelatihan kerja, bimbingan dan penyuluhan
sosial, konsultasi psikologi dan pendidikan agama dan akhlak.

3.2 Saran
Berdasarkan lingkup masalah dan pelaksanaan program kegiatan agar dapat berhasil dan berdaya guna,
maka perlu adanya beberapa saran yang harus dilakukan, yaitu sebagai berikut :
a) Masyarakat dapat menerima WTS yang ada di lingkungannya yang berusaha meninggalkan profesinya
dan memberikan kesempatan untuk keberfungsian sosialnya.
b) Pemerintah dan istansi terkait serta (tokoh) masyarakat hendaknya dapat membantu secara aktif dalam
upaya penanggulangan masalah WTS, disamping itu juga memberikian bantuan, dorongan baik moril,
materil, maupun spiritual.
c) Melaksanakan program-program.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Alam. A.S DR. 1984, Pelacuran dan Pemerasan. Bandung : Alumni


Kartono, Kartini. 1992. Patologi Sosial. Bandung : CV Rajawali
Dirdjosisworo, Soedjono. 1997. Pelacuran Ditinjau dari Segi Hukum dan Kenyataan dalam Masyarakat.
Bandung : PT Karya Nusantara

MAKALAH ILMU SOSIAL TENTANG KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA


DI INDONESIA (LEBARAN/IDUL FITRI)
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Lebaran atau hari raya Idul Fitri merupakan hari besar yang dinanti-nantikan oleh umat Islam di dunia,
karena dihari itu adalah hari kemenangan bagi umat Islam setelah sebulan berpuasa di bulan Ramadhan. Di
Indonesia lebaran sudah merupakan suatu kebiasaan atau adat, dimana masyarakatnya sibuk menyiapkan
semuanya, seperti makanan-makanan hari raya misalnya, ketupat, opor ayam, kue-kue kecil dan lain –lain.
Di hari lebaran masyarakat muslim di Indonesia biasanya melakukan mudik, yaitu orang yang bekerja di luar
kota, dan akibat mudik tersebut jalan – jalan di Indonesia macet total. Pada hari lebaran setiap muslim
saling bersilaturahmi dan saling maaf-memaafkan kesalahan masing-masing.
Liburan lebaran juga sering dijadikan moment untuk berkumpul dengan keluarga, saudara-saudara, bahkan
kerabat jauh. Di hari-hari biasa, biasanya setiap orang sibuk dengan aktvitasnya masing-masing, sehingga
jarang berkumpul dengan keluarga atau kerabat, jadi lebaran merupakan hari yang special sekali.
Di hari lebaran biasanya bahan-bahan makanan dan sembako harganya melonjak naik, tetapi karena sudah
menjadi kebiasaan masyarakat tak menghiraukannya lagi, bahkan membelinya lebih banyak dari biasanya.
Melihat kedaan ini, lebaran memang merupakan hari yang special sekali, karena dapat mempengaruhi
tatanan hidup masyarakat, khusunya masyarakat Indonesia dari segi agama, segi sosial, dan budaya, serta
segi ekonomi, maka dari itu saya tertarik ingin mengetahui lebih jauh tentang lebaran di tinjau dari ketiga
segi. Dalam aspek kehidupan masyarakat Indonesia dan apa dampak terhadap lingkungan kehidupan kita
semua, dan akan saya dokumentasikan dalam bentuk makalah ini.

BAB II
PEMBAHASAN

A. TINJAUAN AGAMA
Ditinjau dari segi agama jelas lebaran merupakan hari besar agama Islam, setiap muslim di dunia sangat
menantikan datangnya hari lebaran. Lebaran merupakan hari kemenangan setiap muslim yang telah
melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan (kalender Hijriah). Pada bulan Ramadhan setiap muslim di
dunia wajib melaksanakan ibadah puasa selama sebulan penuh, pada tanggal 1 Syawal barulah umat
merayakan hari kemenangan Idul Fitri yang sering kita sebut dengan lebaran.
Di hari lebaran setia muslim melakukan ibadah shalat Idul Fitri di pagi hari, dan setelah itu mereka
berkumpul dengan keluarga masing – masing dan biasa sungkem kepada orang yang lebih tua, lalu kepada
semua kerabat-kerabat dekat, setelah itu saling bersilaturahmi ke rumah-rumah tetangga dekat dan
tetangga jauh, kadang-kadang kepada orang yang bertemu diperjalanan.
Lebaran merupakan hari yang spesial dimana setiap muslim kembali ke fitrahnya, seolah-olah seperti bayi
yang baru lahir ke dunia, dan pada malam lebaran setiap muslim wajib membayar zakat paling lambat
sebelum shalat Idul Fitri selesai. Zakat berfungsi untuk mensucikan harta dan hati kita, lalu zakat yang
diberikan kepada orang-orang yang tidak mampu atau fakir miskin.
Hari lebaran memang hari yang sangat spesial karena di hari itu. Kita dapat menyambung tali silaturahmi
yang mungkin ada yang sudah terputus sekian bulan lamanya. Di dalam Al-Qur'an juga kita diperintahkan
supaya kita harus tetap mempererat tali silaturahmi dengan sesama muslim
Lebaran dan agama sangatlah erat kaitannya, bahkan tidak bisa dipisah-pisahkan satu sama lainnya.
Lebaran merupakan hari yang istimewa yang diberikan oleh Allah SWT bagi muslim di dunia untuk dapat
merenungkan tetang kesalahan-kesalahan yang telah diperbuatnya.
Setiap muslim memang wajib mengerjakan ibadah puasa di bulan Ramadhan karena hal itu sangat berguna
bagi kita semua. Supaya kita dapat menahan segala hawa nafsu yang ada dalam pikiran kita dan lebih
meningkatkan lagi ibadah kita terhadap Allah SWT, untuk mendapatkan ampunan, serta hidayah dari Allah
SWT
Di hari lebaran setiap muslim dapat merenungkan segala kesalahan – kesalahan atau dosa-dosa yang
diperbuatnya dan bisa menjadikan dirinya lebih baik di hari –hari kemarin dan di hari yang akan datang bisa
mendapatkan hidup yang benar-benar baik.

B. TINJAUAN SOSIAL DAN BUDAYA


Di Indonesia lebaran sudah menjadi kebiasaan dan sudah menjadi adat istiadat, dimana setiap muslim
biasanya merayakan dengan sangat antusias, di hari lebaran banyak hal-hal yang jarang di lihat di hari-hari
biasa.
Biasanya seminggu sebelum lebaran ruas-ruas jalan di seluruh Indonesia terjebak macet karena dalam
lebaran kita akan mengenal budaya mudik atau pulang kampung yang biasanya mudik orang-orang yang
bekerja di luar kota.
Di hari lebaran kita juga akan melihat beberapa makanan-makanan khas lebaran misalnya; ketupat, lontong
sayur, opor ayam, dll. Bakhan setiap daerah memiliki makanan-makanan khas daerahnya sendiri.
Dari segi sosial lebaran merupakan hari nyang menyatukan setiap orang berbagai kelas sosial, biasanya
merka tidak mengenal siapa mereka, mereka tetap saling memaafkan satu sama lainnya, sehingga
lingkungan menjadi rukun, aman, dan damai. Tapi ada juga yang kadang yang tak memanfaatkan moment
lebaran ini dengan sebaik-baiknya, bisanya mereka mengandalkan imej dan ego mereka sendiri. Sehingga
tetap tidak rukun yang sesanya bahkan keluarga mereka sendiri.
Di bulan Ramadhan dan di hari lebaran bisanya anak-anak suka bermain petasan dan kembang api, di
pasar-pasar / warung banyak sekali orang berjualan petasan dan kembang api. Padahal petasan di larang
oleh pemerintah karena dapat membahayakan keselamatan tapi mungkin karena sudah tradisi, tetap saja
banyak orang yang menjual petasan sembunyi-sembunyi, bahkan ada yang secara terang-terangan.
Selain hal tersebut di atas, yang sudah menjadi budaya di hari lebaran adalah memakai baju baru, bisanya
anak-anak, tetapi orang dewasa pun tidak mau kalah dengan anak-anak, bisanya orang tua selalu
memberikan baju lebaran untuk anak-anak mereka. Katanya sih lebaran tidak meriah tanpa baju lebaran.
Budaya ini seakan – akan tidak bisa lepas dari masyarakat Indonesia bisa dilihat banyak pusat-pusat
pembelanjaan di kunjungi pembeli.
Budaya lainnya yang kita sering jumpai adalah tradisi salam temple, biasanya anak-anak mengharapkan
dari orang tua, saudara-saudaranya yang biasanya sudah bekerja atau biasanya anak yang sudah bekerja
memberikan kepada orang tuanya.
Selain itu juga biasanya stasiun-stasiun televisi selalu menayangkan acara-acara yang berhubungan
dengan bulan Ramadhan dan lebaran. Hal ini sangatlah baik supaya lebaran tetap pada hakikatnya yaitu
hari kemenangan bagi muslim di Indonesia, bahkan di seluruh Indonesia.
Satu hal lagi yang sudah menjadi budaya di hari lebaran yaitu yang berziarah ke kuburan keluarga kita,
banyak sekali masyarakat yang datang untuk mendo’akan arwah-arwah kaluarganya, bahkan sekarang di
Jakarta khusunya banyak sekali jasa-jasa yang mau mendo’akan atau memimpin do’a, biasanya orang-
orang itu dari luar kota yang mengais rejeki yang mendo’akan orang yang meninggal

C. TINJAUAN EKONOMI
Ternyata benar bahwa lebaran sangatlah besar pengaruhya terhadap tatanan kehidupan kita, setelah
mengkaji dari dua segi yaitu agama dan sosial budaya, sekarang kita akan mengkaji dari segi ekonomi yang
menurut saya sangatlah berkaitan dengan dua segi yang telah kita bahas.
Jelas sekali lebaran memang sangat mempengaruhi segi ekonomi, terutama ekonomi negara kita lebaran
tidak lepas dari bahan-bahan pokok seperti makanan-makanan, pakaian-pakain baru, yang jelas-jelas
berhubungan erat dengan ekonomi.
Bisanya di bulan Ramadhan sampai lebaran harga-harga bahan pokok melonjak naik, harga BBM bisanya
juga naik, minyak tanah, LPG, dll, Ikut naik. Tapi masyarakat tetap membeli yang harus mereka beli,
walaupun harga-harga sangat mahal. Hal ini diakibatkan karena kebutuhan-kebutuhan meningkat di hari
lebaran ini.
Memang setiap orang tidak mampu membeli kebutuhan – kebutuhan lebaran tetapi mereka tetap
menyambut lebaran dengan suka cita walaupun dengan alakadarnya.
Hal ini jelas sekali sangatlah penting dalam lebaran, walaupun hal itu tidak diwajibkan. Dalam segi ekonomi
kita membahas hanya seperti ini, karena semuanya sudah kita bahas dalam dua segi sebelumnya yaitu segi
agama dan segi sosial budaya. Telah kita ketahui benar bahwa lebaran dalam segi agama, sosial budaya
dan segi ekonomi saling berkaitan satu sama lainnya. Sehingga tidak perlu di jelaskan lagi.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Lebaran memang adalah hari besar umat Islam di dunia. Setiap muslim sangatlah menanti-nantikannya,
karena di hari itu kita dapat meleburkan kesalahan-kesalahan yang sudah kita buat.
Lebaran juga sangatlah berpengaruh terhadap tatanan kehidupan kita karena saling berkaitan satu sama
lainnya. Dari segi agama, sosial budaya, ekonomi, sangatlah berhubungan sangat erat, bahkan tidak bisa di
pisahkan satu sama lain.
Semakin jelas bahwa lebaran tidak bisa dipisahkan dengan segi apapun karena lebaran adalah hari yang
istimewa yang diberikan oleh Allah SWT kepada tiap muslimnya, jadi kita tidak bisa menyia-nyiakan moment
besar seperti ini, kita harus antusias merayakannya.

Makalah Korupsi di Indonesia March 8th, 2009

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Peraturan perundang-undangan (legislation) merupakan wujud dari politik hukum institusi
Negara dirancang dan disahkan sebagai undang-undang pemberantasan tindak pidana
korupsi. Secara parsial, dapat disimpulkan pemerintah dan bangsa Indonesia serius melawan
dan memberantas tindak pidana korupsi di negeri ini. Tebang pilih. Begitu kira-kira pendapat
beberapa praktisi dan pengamat hukum terhadap gerak pemerintah dalam menangani kasus
korupsi akhir-akhir ini.
Gaung pemberantasan korupsi seakan menjadi senjata ampuh untuk dibubuhkan dalam teks
pidato para pejabat Negara, bicara seolah ia bersih, anti korupsi. Masyarakat melalui LSM dan
Ormas pun tidak mau kalah, mengambil manfaat dari kampanye anti korupsi di Indonesia.
Pembahasan mengenai strategi pemberantasan korupsi dilakakukan dibanyak ruang seminar,
booming anti korupsi, begitulah tepatnya. Meanstream perlawanan terhadap korupsi juga
dijewantahkan melalui pembentukan lembaga Adhoc, Komisi Anti Korupsi (KPK).
Celah kelemahan hukum selalu menjadi senjata ampuh para pelaku korupsi untuk menghindar
dari tuntutan hukum. Kasus Korupsi mantan Presiden Soeharto, contoh kasus yang paling
anyar yang tak kunjung memperoleh titik penyelesaian. Perspektif politik selalu mendominasi
kasus-kasus hukum di negeri sahabat Republik BBM ini. Padahal penyelesaiaan kasus-kasus
korupsi besar seperti kasus korupsi Soeharto dan kroninya, dana BLBI dan kasus-kasus
korupsi besar lainnya akan mampu menstimulus program pembangunan ekonomi di
Indonesia.
B. PERMASALAHAN
Bagaimana korupsi mempengaruhi pembangunan ekonomi di Indonesia?
Strategi apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir praktek korupsi tersebut?
Bagaimana multiplier effect bagi efesiensi dan efektifitas pembangunan ekonomi di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Tindak Pidana Korupsi
Jeremy Pope dalam bukunya Confronting Coruption: The Element of National Integrity System,
menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatinan
semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, diktator
–yang meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam sistem
sosial-politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah praktek korupsinya,
apabila kehidupan sosial-politiknya tolerasi bahkan memberikan ruang terhadap praktek
korupsi tumbuh subur. Korupsi juga tindakan pelanggaran hak asasi manusia, lanjut Pope.
Menurut Dieter Frish, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan
tindakan memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan
menurunkan standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena
alasan keterlibatan modal besar, bukan pada urgensi kepentingan publik. Korupsi selalu
menyebabkan situasi sosial-ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidakpastian ini tidak
menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan peluang bisnis yang sehat. Selalu terjadi
asimetris informasi dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Sektor swasta sering melihat ini
sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit diprediksi
berapa Return of Investment (ROI) yang dapat diperoleh karena biaya yang harus dikeluarkan
akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi. Akhiar Salmi dalam makalahnya menjelaskan
bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang
sogok dan sebagainya.
Dalam makalahnya, Salmi juga menjelaskan makna korupsi menurut Hendry Campbell Black
yang menjelaskan bahwa korupsi “ An act done with an intent to give some advantage
inconsistent with official duty and the right of others. The act of an official or fiduciary person
who unlawfully and wrongfully uses his station or character to procure some benefit for
himself or for another person, contrary to duty and the right of others.” Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi
sebagaimana maksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang tindak pidana korupsi. Jadi perundang-undangan Republik Indonesia mendefenisikan
korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto, Penggiat ekonomi Pancasila, dalam
artikelnya menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan
keadilan adalah korupsi, yang kini kita lunakkan menjadi “KKN”. Perubahan nama dari korupsi
menjadi KKN ini barangkali beralasan karena praktek korupsi memang terkait koneksi dan
nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik karena
KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingkan
dengan penggunaan kata korupsi secara gamblang dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan
nepotisme.

B. Korupsi dan Politik Hukum Ekonomi


Korupsi merupakan permasalah mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dan
geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh
media massa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan dan
pengembangan model-model korupsi. Retorika anti korupsi tidak cukup ampuh untuk
memberhentikan praktek tercela ini. Peraturan perundang-undang yang merupakan bagian
dari politik hukum yang dibuat oleh pemerintah, menjadi meaning less, apabila tidak dibarengi
dengan kesungguhan untuk manifestasi dari peraturan perundang-undangan yang ada. Politik
hukum tidak cukup, apabila tidak ada recovery terhadap para eksekutor atau para pelaku
hukum. Konstelasi seperti ini mempertegas alasan dari politik hukum yang dirancang oleh
pemerintah tidak lebih hanya sekedar memenuhi meanstream yang sedang terjadi.
Dimensi politik hukum yang merupakan “kebijakan pemberlakuan” atau “enactment policy”,
merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominan di Negara berkembang, dimana
peraturan perundang-undangan kerap dijadikan instrumen politik oleh pemerintah, penguasa
tepatnya, untuk hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-undangan
dengan dimensi seperti ini dominan terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu bagi
masuknya praktek korupsi melalui kelemahan perundang-undangan. Lihat saja Undang-
undang bidang ekonomi hasil analisis Hikmahanto Juwana, seperti Undang-undang Perseroan
Terbatas, Undang-undang Pasar Modal, Undang-undang Hak Tanggungan, UU Dokumen
Perusahaan, UU Kepailitan, UU Perbankan, UU Persaingan Usaha, UU Perlindungan Konsumen,
UU Jasa Konstruksi, UU Bank Indonesia, UU Lalu Lintas Devisa, UU Arbitrase, UU
Telekomunikasi, UU Fidusia, UU Rahasia Dagang, UU Desain Industri dan banyak UU bidang
ekonomi lainnya. Hampir semua peraturan perundang-undangan tersebut memiliki dimensi
kebijakan politik hukum “ kebijakan pemberlakuan”, dan memberikan ruang terhadap
terjadinya praktek korupsi.
Fakta yang terjadi menunjukkan bahwa Negara-negara industri tidak dapat lagi menggurui
Negara-negara berkembang soal praktik korupsi, karena melalui korupsilah sistem ekonomi-
sosial rusak, baik Negara maju dan berkembang. Bahkan dalam bukunya “The Confesion of
Economic Hit Man” John Perkin mempertegas peran besar Negara adidaya seperti Amerika
Serikat melalui lembaga donor seperti IMF, Bank Dunia dan perusahaan Multinasional menjerat
Negara berkembang seperti Indonesia dalam kubangan korupsi yang merajalela dan
terperangkap dalam hutang luar negeri yang luar biasa besar, seluruhnya dikorup oleh
penguasa Indonesia saat itu. Hal ini dilakukan dalam melakukan hegemoni terhadap
pembangunan ekonomi di Indonesia, dan berhasil. Demokratisasi dan Metamorfosis Korupsi
Pergeseran sistem, melalui tumbangnya kekuasaan icon orde baru, Soeharto. Membawa
berkah bagi tumbuhnya kehidupan demokratisasi di Indonesia. Reformasi, begitu banyak
orang menyebut perubahan tersebut. Namun sayang reformasi harus dibayar mahal oleh
Indonesia melalui rontoknya fondasi ekonomi yang memang “Buble Gum” yang setiap saat
siap meledak itu. Kemunafikan (Hipocrasy) menjadi senjata ampuh untuk membodohi rakyat.
Namun, apa mau dinyana rakyat tak pernah sadar, dan terbuai oleh lantunan lembut lagu dan
kata tertata rapi dari hipocrasi yang lahir dari mulut para pelanjut cita-cita dan karakter orde
baru. Dulu korupsi tersentralisasi di pusat kekuasaan, seiring otonomi atau desentralisasi
daerah yang diikuti oleh desentralisasi pengelolaan keuangan daerah, korupsi mengalami
pemerataan dan pertumbuhan yang signifikan. Pergeseran sistem yang penulis jelaskan,
diamini oleh Susan Rose-Ackerman, yang melihat kasus di Italy, Rose menjelaskan
demokratisasi dan pasar bebas bukan satu-satunya alat penangkal korupsi, pergeseran
pemerintah otoriter ke pemerintahan demokratis tidak serta merta mampu menggusur tradisi
suap-menyuap. Korupsi ada di semua sistem sosial –feodalisme, kapitalisme, komunisme dan
sosialisme. Dibutuhkan Law effort sebagai mekanisme solusi sosial untuk menyelesaikan
konflik kepentingan, penumpuk kekayaan pribadi, dan resiko suap-menyuap. Harus ada
tekanan hukum yang menyakitkan bagi koruptor. Korupsi di Indonesia telah membawa
disharmonisasi politik-ekonomi-sosial, grafik pertumbuhan jumlah rakyat miskin terus naik
karena korupsi.
Dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, praktek korupsi makin mudah ditemukan dipelbagai
bidang kehidupan. Pertama, karena melemahnya nilai-nilai sosial, kepentingan pribadi menjadi
pilihan lebih utama dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara
individual menjadi etika pribadi yang melandasi perilaku sosial sebagian besar orang. Kedua,
tidak ada transparansi dan tanggung gugat sistem integritas public. Biro pelayanan publik
justru digunakan oleh pejabat publik untuk mengejar ambisi politik pribadi, semata-mata demi
promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan publik,
bukan prioritas dan orientasi yang utama. Dan dua alasan ini menyeruak di Indonesia,
pelayanan publik tidak pernah termaksimalisasikan karena praktik korupsi dan demokratisasi
justru memfasilitasi korupsi. Korupsi dan Ketidakpastian Pembangunan Ekonomi Pada paragraf
awal penulis jelaskan bahwa korupsi selalu mengakibatkan situasi pembangunan ekonomi
tidak pasti. Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan bisnis
yang sehat. Sektor swasta sulit memprediksi peluang bisnis dalam perekonomian, dan untuk
memperoleh keuntungan maka mereka mau tidak mau terlibat dalam konspirasi besar korupsi
tersebut. High cost economy harus dihadapi oleh para pebisnis, sehingga para investor enggan
masuk menanamkan modalnya disektor riil di Indonesia, kalaupun investor tertarik mereka
prepare menanamkan modalnya di sektor financial di pasar uang.
Salah satu elemen penting untuk merangsang pembangunan sektor swasta adalah
meningkatkan arus investasi asing (foreign direct investment). Dalam konteks ini korupsi
sering menjadi beban pajak tambahan atas sektor swasta. Investor asing sering memberikan
respon negatif terhadap hali ini(high cost economy). Indonesia dapat mencapai tingkat
investasi asing yang optimal, jika Indonesia terlebih dahulu meminimalisir high cost economy
yang disebabkan oleh korupsi. Praktek korupsi sering dimaknai secara positif, ketika perilaku
ini menjadi alat efektif untuk meredakan ketegangan dan kebekuan birokrasi untuk menembus
administrasi pemerintah dan saluran politik yang tertutup. Ketegangan politik antara politisi
dan birokrat biasanya efektif diredakan melalui praktek korupsi yang memenuhi kepentingan
pribadi masing-masing. Pararel dengan pendapat Mubaryanto, yang mengatakan “Ada yang
pernah menyamakan penyakit ekonomi inflasi dan korupsi. Inflasi, yang telah menjadi
hiperinflasi tahun 1966, berhasil diatasi para teknokrat kita. Sayangnya sekarang tidak ada
tanda-tanda kita mampu dan mau mengatasi masalah korupsi, meskipun korupsi sudah
benar-benar merebak secara mengerikan. Rupanya masalah inflasi lebih bersifat teknis
sehingga ilmu ekonomi sebagai monodisiplin relatif mudah mengatasinya. Sebaliknya korupsi
merupakan masalah sosial-budaya dan politik, sehingga ilmu ekonomi sendirian tidak mampu
mengatasinya. Lebih parah lagi ilmu ekonomi malah cenderung tidak berani melawan korupsi
karena dianggap “tidak terlalu mengganggu pembangunan”. Juga inflasi dianggap dapat “lebih
menggairahkan” pembangunan, dapat “memperluas pasar” bagi barang-barang mewah, yang
diproduksi. “Dunia usaha memang nampak lebih bergairah jika ada korupsi”! Apapun
alasannya, korupsi cenderung menciptakan inefisiensi dan pemborosan sektor ekonomi selalu
terjadi. Output yang dihasilkan tidak sebanding dengan nilai yang dikeluarkan, ancaman inflasi
selalu menyertai pembangunan ekonomi. GDP turun drastis, nilai mata uang terus tergerus.
Akibat efek multiplier dari korupsi tersebut. Mubaryanto menjelaskan, Kunci dari pemecahan
masalah korupsi adalah keberpihakan pemerintah pada keadilan. Korupsi harus dianggap
menghambat pewujudan keadilan sosial, pembangunan sosial, dan pembangunan moral. Jika
sekarang korupsi telah menghinggapi anggota-anggota legislatif di pusat dan di daerah,
bahayanya harus dianggap jauh lebih parah karena mereka (anggota DPR/DPRD) adalah wakil
rakyat. Jika wakil-wakil rakyat sudah “berjamaah” dalam berkorupsi maka tindakan ini jelas
tidak mewakili aspirasi rakyat, Jika sejak krisis multidimensi yang berawal dari krismon
1997/1998 ada anjuran serius agar pemerintah berpihak pada ekonomi rakyat (dan tidak lagi
pada konglomerat), dalam bentuk program-program pemberdayaan ekonomi rakyat, maka ini
berarti harus ada keadilan politik.
Keadilan ekonomi dan keadilan sosial sejauh ini tidak terwujud di Indonesia karena tidak
dikembangkannya keadilan politik. Keadilan politik adalah “aturan main” berpolitik yang adil,
atau menghasilkan keadilan bagi seluruh warga negara. Kita menghimbau para filosof dan
ilmuwan-ilmuwan sosial, untuk bekerja keras dan berpikir secara empirik-induktif, yaitu selalu
menggunakan data-data empirik dalam berargumentasi, tidak hanya berpikir secara teoritis
saja, lebih-lebih dengan selalu mengacu pada teori-teori Barat. Dengan berpikir empirik
kesimpulan-kesimpulan pemikiran yang dihasilkan akan langsung bermanfaat bagi masyarakat
dan para pengambil kebijakan masa sekarang. Misalnya, adilkah orang-orang kaya kita hidup
mewah ketika pada saat yang sama masih sangat banyak warga bangsa yang harus mengemis
sekedar untuk makan. Negara kaya atau miskin sama saja, apabila tidak ada itikad baik untuk
memberantas praktek korup maka akan selalu mendestruksi perekonomian dalam jangka
pendek maupun panjang. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa skandal ekonomi dan
korupsi sering terjadi dibanyak Negara kaya dan makmur dan juga terjadi dari kebejatan
moral para cleptocrasy di Negara-negara miskin dan berkembang seperti Indonesia.
Pembangunan ekonomi sering dijadikan alasan untuk menggadaikan sumber daya alam
kepada perusahaan multinasional dan Negara adi daya yang didalamnya telah terkemas
praktik korupsi untuk menumpuk pundit-pundi harta bagi kepentingan politik dan pribadi
maupun kelompoknya.

C. Korupsi dan Desentralisasi


Desentralisasi atau otonomi daerah merupakan perubahan paling mencolok setelah reformasi
digulirkan. Desentralisasi di Indonesia oleh banyak pengamat ekonomi merupakan kasus
pelaksanaan desentralisasi terbesar di dunia, sehingga pelaksanaan desentralisasi di Indonesia
menjadi kasus menarik bagi studi banyak ekonom dan pengamat politik di dunia. Kompleksitas
permasalahan muncul kepermukaan, yang paling mencolok adalah terkuangnya sebagian
kasus-kasus korupsi para birokrat daerah dan anggota legislatif daerah. Hal ini merupakan
fakta bahwa praktek korupsi telah mengakar dalam kehidupan sosial-politik-ekonomi di
Indonesia. Pemerintah daerah menjadi salah satu motor pendobrak pembangunan ekonomi.
Namun, juga sering membuat makin parahnya high cost economy di Indonesia, karena
munculnya pungutan-pungutan yang lahir melalui Perda (peraturan daerah) yang dibuat dalam
rangka meningkatkan PAD (pendapatan daerah) yang membuka ruang-ruang korupsi baru di
daerah. Mereka tidak sadar, karena praktek itulah, investor menahan diri untuk masuk ke
daerahnya dan memilih daerah yang memiliki potensi biaya rendah dengan sedikit praktek
korup. Akibat itu semua, kemiskinan meningkat karena lapangan pekerjaan menyempit dan
pembangunan ekonomi di daerah terhambat. Boro-boro memacu PAD. Terdapat beberapa
bobot yang menentukan daya saing investasi daerah. Pertama, faktor kelembagaan. Kedua,
faktor infrastruktur. Ketiga, faktor sosial – politik. Keempat, faktor ekonomi daerah. Kelima,
faktor ketenagakerjaan. Hasil penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah
(KPPOD) menjelaskan pada tahun 2002 faktor kelembagaan, dalam hal ini pemerintah daerah
sebagi faktor penghambat terbesar bagi investasi hal ini berarti birokrasi menjadi faktor
penghambat utama bagi investasi yang menyebabkan munculnya high cost economy yang
berarti praktek korupsi melalui pungutan-pungutan liar dan dana pelicin marak pada awal
pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah tersebut. Dan jelas ini menghambat
tumbuhnya kesempatan kerja dan pengurangan kemiskinan di daerah karena korupsi di
birokrasi daerah. Namun, pada tahun 2005 faktor penghambat utama tersebut berubah.
Kondisi sosial-politik dominan menjadi hambatan bagi tumbuhnya investasi di daerah.
Pada tahun 2005 banyak daerah melakukan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara
langsung yang menyebabkan instabilisasi politik di daerah yang membuat enggan para
investor untuk menanamkan modalnya di daerah. Dalam situasi politik seperti ini, investor
lokal memilih menanamkan modalnya pada ekspektasi politik dengan membantu pendanaan
kampanye calon-calon kepala daerah tertentu, dengan harapan akan memperoleh
kemenangan dan memperoleh proyek pembangunan di daerah sebagai imbalannya. Kondisi
seperti ini tidak akan menstimulus pembangunan ekonomi, justru hanya akan memperbesar
pengeluaran pemerintah (government expenditure) karena para investor hanya mengerjakan
proyek-proyek pemerintah tanpa menciptakan output baru diluar pengeluaran pemerintah
(biaya aparatur negara). Bahkan akan berdampak pada investasi diluar pengeluaran
pemerintah, karena untuk meningkatkan PAD-nya mau tidak mau pemerintah daerah harus
menggenjot pendapatan dari pajak dan retrebusi melalui berbagai Perda (peraturan daerah)
yang menciptakan ruang bagi praktek korupsi. Titik tolak pemerintah daerah untuk
memperoleh PAD yang tinggi inilah yang menjadi penyebab munculnya high cost economy
yang melahirkan korupsi tersebut karena didukung oleh birokrasi yang njelimet.
Seharusnya titik tolak pemerintah daerah adalah pembangunan ekonomi daerah dengan
menarik investasi sebesar-besarnya dengan merampingkan birokrasi dan memperpendek jalur
serta jangka waktu pengurusan dokumen usaha, serta membersihkan birokrasi dari praktek
korupsi. Peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah), pengurangan jumlah pengangguran dan
kemiskinan pasti mengikuti.

D. Memberantas Korupsi demi Pembangunan Ekonomi


Selain menghambat pertumbuhan ekonomi, korupsi juga menghambat pengembangan sistem
pemerintahan demokratis. Korupsi memupuk tradisi perbuatan yang menguntungkan diri
sendiri atau kelompok, yang mengesampingkan kepentingan publik. Dengan begitu korupsi
menutup rapat-rapat kesempatan rakyat lemah untuk menikmati pembangunan ekonomi, dan
kualitas hidup yang lebih baik. Pendekatan yang paling ampuh dalam melawan korupsi di
Indonesia. Pertama, mulai dari meningkatkan standar tata pemerintahan – melalui konstruksi
integritas nasional. Tata pemerintahan modern mengedepankan sistem tanggung gugat,
dalam tatanan seperti ini harus muncul pers yang bebas dengan batas-batas undang-undang
yang juga harus mendukung terciptanya tata pemerintah dan masyarakat yang bebas dari
korupsi. Demikian pula dengan pengadilan. Pengadilan yang merupakan bagian dari tata
pemerintahan, yudikatif, tidak lagi menjadi hamba penguasa. Namun, memiliki ruang
kebebasan menegakkan kedaulatan hukum dan peraturan. Dengan demikian akan terbentuk
lingkaran kebaikan yang memungkin seluruh pihak untuk melakukan pengawasan, dan pihak
lain diawasi. Namun, konsep ini penulis akui sangat mudah dituliskan atau dikatakan daripada
dilaksanakan. Setidaknya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk membangun pilar-pilar
bangunan integritas nasional yang melakukan tugas-tugasnya secara efektif, dan berhasil
menjadikan tindakan korupsi sebagai perilaku yang beresiko sangat tinggi dengan hasil yang
sedikit.
Konstruksi integritas nasional, ibarat Masjidil Aqsha yang suci yang ditopang oleh pilar-pilar
peradilan, parlemen, kantor auditor-negara dan swasta, ombudsman, media yang bebas dan
masyarakat sipil yang anti korupsi. Diatas bangunan nan suci itu ada pembangunan ekonomi
demi mutu kehidupan yang lebih baik, tatanan hukum yang ideal, kesadaran publik dan nilai-
nilai moral yang kokoh memayungi integritas nasional dari rongrongan korupsi yang
menghambat pembangunan yang paripurna. Kedua, hal yang paling sulit dan fundamental dari
semua perlawanan terhadap korupsi adalah bagaimana membangun kemauan politik (political
will). Kemauan politik yang dimaksud bukan hanya sekedar kemauan para politisi dan orang-
orang yang berkecimpung dalam ranah politik. Namun, ada yang lebih penting sekedar itu
semua. Yakni, kemauan politik yang termanifestasikan dalam bentuk keberanian yang
didukung oleh kecerdasan sosial masyarakat sipil atau warga Negara dari berbagai elemen dan
strata sosial. Sehingga jabatan politik tidak lagi digunakan secara mudah untuk memperkaya
diri, namun sebagai tangggung jawab untuk mengelola dan bertanggung jawab untuk
merumuskan gerakan mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik. Biasanya
resiko politik merupakan hambatan utama dalam melawan gerusan korupsi terhadap
pembangunan ekonomi nasional. Oleh sebab itu, mengapa kesadaran masyarakat sipil
penting?.
Dalam tatanan pemerintahan yang demokratis, para politisi dan pejabat Negara tergantung
dengan suara masyarakat sipil. Artinya kecerdasan sosial-politik dari masyarakat sipil-lah yang
memaksa para politisi dan pejabat Negara untuk menahan diri dari praktek korupsi.
Masyarakat sipil yang cerdas secara sosial-politik akan memilih pimpinan (politisi) dan pejabat
Negara yang memiliki integritas diri yang mampu menahan diri dari korupsi dan merancang
kebijakan kearah pembangunan ekonomi yang lebih baik. Melalui masyarakat sipil yang cerdas
secara sosial-politik pula pilar-pilar peradilan dan media massa dapat diawasi sehingga
membentuk integritas nasional yang alergi korupsi. Ketika Konstruksi Integritas Nasional
berdiri kokoh dengan payung kecerdasan sosial-politik masyarakat sipil, maka pembangunan
ekonomi dapat distimulus dengan efektif. Masyarakat sipil akan mendorong pemerintah untuk
memberikan pelayanan publik yang memadai.masyarakat sipil pula yang memberi ruang dan
menciptakan ruang pembangunan ekonomi yang potensial. Masyarakat melalui para investor
akan memutuskan melakukan investasi yang sebesar-besarnya karena hambatan
ketidakpastian telah hilang oleh bangunan integritas nasional yang kokoh. Jumlah output
barang dan jasa terus meningkat karena kondusifnya iklim investasi di Indonesia, karena
kerikil-kerikil kelembagaan birokrasi yang njelimet dan korup telah diminimalisir, kondisi politik
stabil dan terkendali oleh tingginya tingkat kecerdasan sosial-politik masyarakat sipil.
Para investor mampu membuat prediksi ekonomi dengan ekspektasi keuntungan tinggi.
Sehingga dengan begitu pembangunan ekonomi akan memberikan dampak langsung pada
pengurangan jumlah pengangguran dan masyarakat miskin, peningkatan PAD (Pendapatan
Asli Daerah) masing-masing daerah, peningkatan GDP dan pemerintah akan mampu
membangun sisten jaminan sosial warganya melalui peningkatan kualitas pendidikan dan
layanan kesehatan yang memberikan dampak langsung pada peningkatan kecerdasan
masyarakat sipil.

BAB III
KESIMPULAN
Merangkai kata untuk perubahan memang mudah. Namun, melaksanakan rangkaian kata
dalam bentuk gerakan terkadang teramat sulit. Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian untuk
mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang menjadi penghambat utama lambatnya
pembangunan ekonomi nan paripurna di Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama menjadi
wabah yang tidak pernah kunjung selesai, karena pembunuhan terhadap wabah tersebut tidak
pernah tepat sasaran ibarat “ yang sakit kepala, kok yang diobati tangan “. Pemberantasan
korupsi seakan hanya menjadi komoditas politik, bahan retorika ampuh menarik simpati. Oleh
sebab itu dibutuhkan kecerdasan masyarakat sipil untuk mengawasi dan membuat keputusan
politik mencegah makin mewabahnya penyakit kotor korupsi di Indonesia. Tidak mudah
memang.

DAFTAR PUSTAKA
Bahan Bacaan Akhiar Salmi, Paper 2006, “Memahami UU tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi”, MPKP, FE,UI.

Harian Kompas, 13 juni 2006,

Gramedia Hikmahanto Juwana, Paper 2006, “ Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di Indonesia”,
MPKP, FE.UI.

Mubaryanto, Artikel, “ Keberpihakan dan Keadilan”, Jurnal Ekonomi Rakyat, UGM, 2004 Jeremy
Pope,” Confronting Corruption: The Element of National Integrity System”, Transparency
International, 2000.

Robert A Simanjutak,” Implementasi Desentralisasi Fiskal:Problema, Prospek, dan Kebijakan”,


LPEM UI, 2003
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan


Pusat dan Daerah.

Tindak Kekerasan Dalam Keluarga June 4th, 2008

Hidup berkeluarga adalah dambaan bagi setiap orang. Dengan berkeluarga setiap orang pasti
merasa bahwa hidupnya akan menjadi lebih sempurna, apalagi mempunyai keluarga yang
bahagia dan harmonis. Namun terkadang hal iti hanya impian belaka. Seperti saat ini masih
banyak konflik internal yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Sampai saat ini ,
kekerasan dalam rumah tangga masih menjadi momok yang menakutkan. Kekerasan dalam
rumah tangga dapat terjadi karena adanya masalah-masalah dalam kelurga tersebut misalnya
dari segi faktor ekonomi.

Kekerasan dalam rumah tangga seringkali terjadi dalam kalangan orang yang status sosialnya
rendah. Hal tersebut terjadi dikarenakan berbagai faktor seperti ekonomi. Faktor ekonomi ini
adalah faktor penunjang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Misalnya kita ambil
contoh seorang istri yang meminta uang belanja pada suaminya yang tidak bekerja,
sedangkan istri tersebut sangat membutuhkan uang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Sebagai seorang kepala keluarga hal ini adalah beban yang harus ditanggung, sedangkan dia
hanya seorang pengangguran yang tidak berpenghasilan. Sehingga memungkinkan seseorang
suami tersebut melakukan tindak kekerasan terhadap anak dan istri bahkan sampai
membunuhnya karena merasa dituntut untuk mencukupi kebutuhan, padahal ia hanya
seorang penganguran. Sebenarnya tindakan yang dilakukan seorang istri itu benar, karena
sebagai seorang suami harus mampu memenuhi segala kebutuhan rumah tangganya.

Seharusnya hal ini tidak harus terjadi jika suami tersebut mampu mengendalikan emosinya.
Sebagai suami, dia harus menyadari bahwa sebagai kepala keluarga, dia harus mampu
memberikan hak istri. Dan sebagai istrinya pula, seharusnya harus bisa lebih mengerti akan
keadaan suaminya. Jika memang sang istri bisa membantu sang suami untuk mencari nafkah
alangkah baiknya jika hal itu dilakukan.

Penyebab Tindak Kekerasan Dalam Keluarga


Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga itu terjadi karena banyak faktor., faktor
terpenting adalah soal ideologi dan culture (budaya-Red), di mana perempuan cenderung
dipersepsi sebagai orang nomor dua dan bisa diperlakukan dengan cara apa sajaAtau,
misalnya, dalam kasus kekerasan terhadap anak, selalu muncul pemahaman bahwa anak
dianggap lebih rendah, tidak pernah dianggap sebagai mitra sehingga dalam kondisi apa pun
anak harus menuruti apa pun kehendak orangtua.

Ideologi dan kultur itu juga muncul karena transformasi pengetahuan yang diperoleh dari
masa lalu. Zaman dulu, anak diwajibkan tunduk pada orangtua, tidak boleh mendebat barang
sepatah kata pun.Kemudian, ketika ada informasi baru, misalnya dari televisi atau dari
kampus, tentang pola budaya yang lain, misalnya yang menegaskan bahwa setiap orang
punya hak yang sama, masyarakat kita sulit menerima.Jadi, persoalan kultur semacam itu ada
di benak manusia dan direfleksikan dalam bentuk perilaku. Akibatnya, bisa kita lihat. Istri
sedikit saja mendebat suami, mendapat aniaya. Anak berani tidak menurut, kena pukul.

Faktor ketidakadilan gender yang lainnya yaitu :


1. Marginalisasi
Marginalisasi adalah proses peminggiran perempuan dalam semua sektor kehidupan, terutama
yang berkaitan dengan pengelolaan sumber-sumber kehidupan (ekonomi dabn sumberdaya
alam). Marginalisasi pada umumnya dilakukan dengan berbagai cara, terutama menggunakan
institusi sosial, hukum, kebudayaan, agama, ilmu pengetahuan, teknologi dan kekuasaan
politik
2. Stereo Type
Stereo Type adalah usaha untuk melanggengkan atau mengabadikan sebuah image yang tidak
selamanya akan baik

3. Kekerasan
Kekerasan adalah setiap perbuatan penyalahgunaan kekuatan fisik dengan atau
tanpa menggunakan sarana secara melawan hukum dan menimbulkan bahaya bagi badan,
nyawa, dan kemerdekaan orang, termasuk menjadikan orang pingsan atau tidak
berdaya.

4. Diskriminasi/subordinasi
Diskriminasi adalah memberikan perlakuan yang berbeda terhadap dua hal yang sama.
Subordinasi adalah suatu kesimpulan yang terburu-buru dan perlu dikaji secara seksama.

5. Beban Gender
Beban Gender adalah perbedaan peran dan nilai budaya yang melekat pada jenis kelamin.

Rumitnya Masalah Banjir di Jakarta

Ditulis oleh wahyuancol di/pada Februari4, 2007

Banjir dapat dipastikan terjadi setiap tahun di Jakarta pada bulan Januari-Febuari.
Meskipun demikian, persoalan itu sangat rumit untuk diselesaikan. Mengapa?
Persoalannya ternyata tidak hanya berkaitan dengan kondisi alam, tetapi juga
menyangkut hubungan antar daerah yang makin diperumit oleh otonomi daerah. Sikap
masyarakat pun ternyata juga menjadi masalah tersendiri.

Banjir benar-benar telah melanda Jakarta. Bila kemaren Jum’at 2 Febuari 2007 Jakarta
dinyatakan Siaga III, maka pada hari Sabtu 3 Febuari 2007 telah dinyatakan Siaga I
dalam menghadapi masalah banjir. Banjir kali ini mengingatkan kita pada banjir pada
tahun 2002 yang lalu. Siklus banjir lima tahunan telah datang.Dengan banjir ini,
berbagai upaya mengatasi masalah banjir yang telah dilakukan dalam kurun waktu 5
tahun (2002 - 2007) seakan tidak ada artinya. Berbagai pernyataan yang muncul
sebelumnya tentang kesiapan menghadapi banjir, telah terbukti hanya isapan jempol
belaka.

Persoalan banjir di Jakarta tidak mungkin diselesaikan oleh Jakarta sendiri. Sama-sama
kita ketahui bahwa air yang datang melanda Jakarta datang dari Bogor. Kenyataan ini
adalah hal yang tidak mungkin di nafikan. Setiap musim hujan tiba, volume air yang
datang dari Bogor tidak sanggup ditampung oleh sistem aliran sungai yang melintas di
Jakarta. Keadaan ini terekspresikan dengan hadirnya Banjir. Berbagai ide untuk
menyelesaikan masalah banjir di jakarta ini sebenarnya telah dikemukakan. Perlunya
upaya yang terpadu untuk mengatasi masalah banjir di Jakarta juga telah diungkapkan
sejak lama oleh para ahli. Tetapi semua usulan yang diajukan itu kandas.
Mengapa???

Mari kita simak artikel di bawah ini yang saya kutip dari Kompas Cyber Media, Sabtu, 3
Febuari 2007.
******************

Banjir Jakarta Perlu Solusi Terintegrasi


(Pembuka artikel dihilangkan)
Pada tahun 2001, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) merilis foto
satelit mengenai perubahan penggunaan lahan di Bogor, terutama di daerah tangkapan air
(catchment area) hulu Sungai Ciliwung, dari kawasan hijau yang diisi vegetasi menjadi
kawasan terbangun. Setahun kemudian, banjir besar melanda Jakarta dan sekitarnya. Data
LAPAN, kawasan terbangun di daerah itu, yang pada 1992 hanya 101.363 hektar, pada
2006 naik dua kali lipat menjadi 225.171 hektar. Sedangkan kawasan tidak terbangun
yang semula 665.035 hektar menyusut menjadi 541.227 hektar. Menurut Bambang S
Tedjasukmana, Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN, di Bogor, permukiman
meluas di sepanjang daerah tangkapan air Sungai Ciliwung. Limpahan penduduk dan
aktivitas dari Jakarta menyebabkan perumahan, kawasan jasa dan perdagangan, serta
industri terus menyebar ke Citeureup, sampai ke Depok. Di hulu, air hujan yang
seharusnya terserap ke tanah justru mengalir ke sungai. Tidak ada lagi pepohonan yang
menyimpan air di dalam tanah. Tidak ada lagi tanah yang terbuka untuk menyimpan air.
Kawasan yang semula diperuntukkan untuk kawasan hijau telah berganti fungsi karena
tuntutan perkembangan ekonomi kota. Fungsi konservasi lingkungan tidak lagi
diperhatikan.

Di hilir, daerah aliran sungai yang masuk ke Jakarta pun dipadati oleh rumah-rumah
penduduk dan bangunan lainnya. Bahkan, beberapa bagian badan sungai menyempit
karena banyaknya rumah yang didirikan di atas sungai. Pengamatan Kompas, Sungai
Ciliwung yang dulu lebarnya mencapai 40 meter, kini menyempit antara 13 meter sampai
20 meter. Kedalaman sungai di beberapa lokasi juga tinggal dua meter. Dengan kondisi
itu, hujan dengan intensitas sedang di kawasan hulu atau bahkan hujan di dalam Kota
Jakarta pun akan membuat Sungai Ciliwung langsung meluap. Banjir pun tidak
terhindarkan di Jakarta.

Langkah terintegrasi

Menurut peneliti hidrologi dan rekayasa lingkungan Universitas Indonesia, Firdaus Ali,
masalah banjir yang kompleks dari hulu sampai hilir membutuhkan penanganan yang
terintegrasi, dari hulu sampai hilir juga.
“Menangani banjir di hilir tanpa memperbaiki kawasan hulu akan menjadi pekerjaan sia-
sia karena limpahan air banjir dari hulu akan selalu lebih besar dari daya tampung
sungai,” ujarnya.
Pada kondisi normal, kata Firdaus, debit air yang masuk Sungai Ciliwung sampai di Pintu
Air Manggarai mencapai 28 meter kubik per detik. Sedangkan pada saat hujan lebat dan
banjir, debit air melonjak sampai 200 meter kubik per detik. Fluktuasi debit air yang
sangat tajam itu menandakan rendahnya daya serap air di hulu dan kecilnya daya
tampung di hilir. Menanggapi kondisi itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta
Wisnu Subagyo Yusuf mengemukakan, perbaikan kawasan hulu dengan reboisasi atau
pembatasan pengalihan penggunaan lahan sulit dilakukan.

Otonomi daerah membuat pemerintah kabupaten dan kota di kawasan hulu lebih memilih
peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dari pemberian izin untuk perumahan atau
kawasan komersial. Oleh karena itu, ujar Wisnu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI
Jakarta mengajukan dua usul pencegahan banjir di hulu. Kedua usulan itu adalah sudetan
Sungai Ciliwung yang dihubungkan ke Sungai Cisadane dan membangun bendungan
Ciawi di hulu Sungai Ciliwung. Kedua usulan itu bertujuan untuk mengatur debit air
yang akan masuk ke hilir Sungai Ciliwung. Sudetan Sungai Ciliwung ke Sungai Cisadane
dimaksudkan untuk mengalihkan debit air banjir Ciliwung ke sungai yang mengalir ke
Tangerang itu. Daerah resapan air Cisadane yang relatif masih hijau dan badan sungai
yang belum menyempit dinilai sanggup menampung limpahan air banjir dari Sungai
Ciliwung.

Sayangnya, proyek yang rencananya akan didanai oleh Jepang itu ditolak oleh para
pemuka masyarakat dan Pemerintah Kota Tangerang. Tanpa dilimpahi air dari Ciliwung,
Sungai Cisadane pun sering menimbulkan banjir di Tangerang.

Mengingat otonomi daerah, Pemprov Jakarta tidak dapat memaksakan kehendaknya dan
rencana itu batal. Rencana membangun bendungan Ciawi juga gagal. Pemprov DKI
Jakarta yang bersedia membayar Rp 200 miliar untuk pembebasan lahan seluas 200
hektar justru tidak dapat menggunakan dananya. Dana APBD tidak dapat digunakan
untuk pembangunan di luar wilayah administrasi, kecuali diberikan dalam bentuk hibah
ke Pemerintah Kabupaten Bogor. Namun, karena tidak ada jaminan dari Pemerintah
Kabupaten Bogor untuk menggunakan dana hibah guna membangun bendungan Ciawi,
rencana itu akhirnya tidak pernah terwujud.

Di sisi hilir, kata Wisnu, Jakarta sangat mengandalkan Banjir Kanal Timur. Saluran yang
saat ini sedang dalam masa pembebasan lahan diprediksikan dapat menampung limpahan
air dari lima sungai utama di Jakarta dan melindungi kawasan seluas 270 kilometer
persegi. Banjir Kanal Timur akan melengkapi Banjir Kanal Barat untuk menampung air
dari 40 persen wilayah Jakarta yang lebih rendah dari permukaan laut. Air itu akan
dialirkan dengan cepat ke laut dengan menggunakan sistem polder dan pompa.

Solusi

Direktur Tata Ruang dan Perumahan Bappenas Salysra Widya mengutarakan,


permasalahan egoisme wilayah dalam menyusun langkah mengatasi banjir dapat
dijembatani oleh pemerintah pusat. Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang dapat duduk
bersama dengan pemerintah pusat untuk merealisasikan ide rekayasa sungai dan
pembatasan peralihan penggunaan lahan di kawasan daerah resapan air. Namun, Pemprov
DKI Jakarta perlu memberikan kompensasi tertentu kepada pemerintah-pemerintah
daerah yang bersangkutan agar mereka tetap dapat memperoleh PAD jika menjalankan
rencana itu. Dengan demikian, semua daerah saling diuntungkan meskipun Jakarta harus
mengeluarkan dana besar untuk itu.

Solusi di hulu harus berkesinambungan, antara pembatasan penggunaan lahan, reboisasi


intensif, dan pembangunan bendungan. Jika hanya satu langkah yang dilaksanakan,
langkah lain akan menjadi kurang efektif. Di hilir, selain pembuatan Banjir Kanal Timur,
Firdaus mengusulkan pembuatan penampungan air bawah tanah dalam skala besar atau
deep tunnel reservoir. Penampungan air bawah tanah, seperti yang diterapkan Chicago
(Amerika Serikat) dan Singapura mampu menampung sekitar 200 juta meter kubik air
dan dapat bertahan 125 tahun. Ide penampungan air bawah tanah adalah menampung
semua limpahan air banjir dan limbah cair dari sanitasi lingkungan ke dalam bendungan
bawah tanah. Air tampungan itu dapat diolah dan digunakan sebagai cadangan air baku
bagi Jakarta.

Saat ini, kata Firdaus, Indonesia menghadapi perubahan iklim akibat pemanasan global.
Perubahan iklim tersebut menyebabkan musim hujan lebih pendek, tetapi curah hujan
lebih tinggi.Jika air tersebut tidak disimpan dalam penampungan yang besar, Jakarta akan
terancam kekeringan dan banjir dalam waktu yang bergantian sepanjang tahun. Bencana
yang akan semakin memiskinkan Indonesia. Biaya pembuatan penampungan air bawah
tanah itu, menurut Firdaus, diperkirakan “hanya” memerlukan Rp 12 triliun. Jumlah
tersebut masih terjangkau oleh APBD DKI Jakarta 2007 yang mencapai Rp 21,5 triliun.
(Emilius Caesar Alexey)

******************

Sekarang, mari kita simak solusi yang diajukan itu. Apakah solusi membuat
penampungan air bawah tanah akan berhasil?

Rasanya perlu kita pelajari lebih jauh kemungkinannya. Masalah yang dihadapi dalam
pembuatan Banjir Kanal Timur mungkin dapat kita cermati.

Selain itu, kurangnya disiplin kita atau ketidak-mampuan kita dalam mengelola sampah
dapat menjadi masalah tersendiri bila penampungan itu nantinya dapat terwujud.

PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DAN POTENSINYA


MEMPERCANTIK
Pedagang Kaki Lima (PKL) selalu saja menjadi masalah bagi kota-kota yang sedang
berkembang apalagi bagi kota-kota besar yang sudah mempunyai predikat
metropolitan. Kuatnya maknet bisnis kota-kota besar ini mampu memindahkan
penduduk dari desa berurbanisasi ke kota dalam rangka beralih profesi dari petani
menjadi pedagang kecil-kecilan. Ditambah lagi dengan berbagai krisis yang
menimpah seluruh lapisan masyarakat di negara RI, sehingga menciptakan
penganggur-penganggur secara cepat dan dalam jumlah yang besar. Kondisi ini
memaksa mereka untuk menentukan pilihan “malu bekerja� atau “tidak
makan�.

Gejolak betrokan antar etnis, agama juga menyumbang banyaknya penduduk yang
berpindah dari satu daerah ke daerah yang lebih aman dengan bermodalkan
seadanya untuk dapat hidup 1 atau 2 hari saja, setibanya di tempat aman mereka
harus berusaha kecil-kecilan demi untuk memenuhi “kampung tenga�. Kini,
tidak lagi kota yang memiliki predikat kosmopolitan atau metropolitan yang diserbu
para calon pedagang tetapi juga dengan terpaksa kota atau daerah yang memiliki
predikat “aman� adalah salah satu tujuan mereka. Wajar saja saya pikir. Ditinjau
dari jenis usaha yang rata-rata dilakukan oleh kelompok ini maka mereka inilah yang
dinamakan sebagai “pedagang kaki lima�.

Bagaimana sejarahnya kata kaki lima? ada yang memperkirakan bahwa kata kaki
lima ada hubungannya dengan 2 kaki gerobak dorong abang tukang jualan ditambah
dengan 2 kaki abang dan ditambah lagi dengan satu tiang yang dipasangnya pada
saat mangkal.

Tapi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta, istilah
kaki lima adalah lantai yang diberi atap sebagai penghubung rumah dengan rumah,
arti yang kedua adalah lantai (tangga) di muka pintu atau di tepi jalan. Arti yang
kedua ini lebih cenderung diperuntukkan bagi bagian depan bangunan rumah toko,
dimana di jaman silam telah terjadi kesepakatan antar perencana kota bahwa bagian
depan (serambi) dari toko lebarnya harus sekitar lima kaki dan diwajibkan dijadikan
suatu jalur dimana pejalan kaki dapat melintas. Namun ruang selebar kira-kira lima
kaki itu tidak lagi berfungsi sebagai jalur lintas bagi pejalan kaki, melainkan telah
berubah fungsi menjadi area tempat jualan barang-barang pedagang kecil, maka dari
situlah istilah pedagang kaki lima dimasyarakatkan. Terlepas yang mana arti yang
paling benar, kedua-duanya adalah masalah yang dimaksud dan sedang dihadapi
kota-kota di Indonesia saa ini.

Kota Manado tak luput dari permasalahan ini, terlihat semakin subur saja pedagang
kaki lima mangkal di kota ini. Mereka ada dimana-mana, di simpul-simpul kegiatan
kota Manado. Berbagai produk ditawarkan pedagang-pedagang ini baik berbentuk
barang maupun jasa dengan bermodalkan keuletan dan harga yang sangat
terjangkau bagi masyarakat kebanyakan di kota ini. Kenyataan yang ada (yang tidak
diinginkan), kondisi ini mengakibatkan ketidakteraturannya posisi mereka dalam
rangka menyambut pengunjung, sehingga kesemrawut, kemacetan lalulintas orang
maupun kendaraan tak bisa lagi dihindari lagi. Dampak inipun serentak
menumbuhkan titik-titik yang menganggu estetika wajah kota Manado.

Pedagang kaki lima (PKL) kebanyakan bermodal kecil yang menjalankan profesi ini
hanya untuk memenuhi tuntutan biaya hidup yang makin tinggi. Kebanyakan pula
dari mereka tidak mempunyai keahlian. Mereka hanya punya semangat untuk
bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat saja.

Semakin berkurangnya lahan pertanian, telah memaksa sebagian besar masyarakat


desa di Indonesia berpindah ke kota untuk menekuni usaha PKL ini. Seharusnya sisi
ini yang mesti dipertimbangkan dalam membuat kebijakan dalam penataan pusat
bisnis suatu kota, dimana tidak saja pedagang skala besar yang dipertimbangkan
untuk ditata atau disiapkan lahan matang yang siap bangun, walaupun mungkin
mereka baru mau diundang untuk berjualan di kota ini, yang selanjutnya
mengakibatkan pemaksaan diri menambah lahan dan merusak alam untuk dijadikan
lahan/tempat untuk berjualan bagi “calon pedagang skala besar�, sedangkan
pedagang skala kecil diusahakan dan cenderung dipaksakan ditempatkan di lahan yang tidak
direncanakan yang bakal menjadi anggota kontributor pengrusakan Teluk Manado.

Kota Manado yang sedang berada pada kondisi berbenah diri atau sedang membuat
suatu “image� bolehlah memikirkan bahwa PKL tidak mesti dimusuhi atau
dimusnahkan total dari pusat bisnis kota Manado, melainkan memasukkan mereka
didalam penataan kota Manado dengan cara menjadikan PKL sebagai pernak-pernik
(elemen) kota.

PKL sangat diperlukan masyarakat “kebanyakan� (masyarakat yang mempunyai


tingkatan ekonomi menengah kebawah) di kota Manado, sehingga PKL tidak mesti
dibuat terpisah sama sekali dengan kios-kios permanen yang sudah ada, tetapi
dibuat berdampingan, dengan demikian akan memberikan kemudahan bagi
pengunjung untuk memilih dan mencari kebutuhannya. Penataan ini sebaiknya
mengarah pada konsep “one stop shopping�, dimana pengunjung mendapatkan
semua kebutuhannya di satu area perbelanjaan baik kebutuhan barang dari PKL
maupun dari pedagang-pedagang kios-kios yang permanen.

Banyak sekali manfaatnya jika menggunakan konsep belanja demikian seperti


menghemat ongkos transportasi, mengurangi kemacetan akibat lalu-lalang
kendaraan serta manusia yang secara langsung telah mengurangi kesemrawutan.

Penataan kembali pusat perbelanjaan pasar ’45 kota Manado dapat dilakukan
dengan memadukan pedagang di kios-kios permanen (beton) dengan pedagang-
pedagang yang ingin berada dikios temporer. Penataan ini bisa saja dimulai dengan
menentukan zona-zona atau area tempat berjualan di dalam pusat perbelanjaan
’45 berdasarkan suatu analisa kegiatan, besaran dan komposisi ruang.
Selanjutnya menata bentuk bangunan seperti mengganti kios-kios temporer dari PKL
yang lebih terlihat sebagai barang-barang rongsokan menjadi kios-kios yang tertata
apik mulai dari bentuk, warna dan bahan (material) yang kuat dan tahan lama.
sehingga membentuk suatu elemen penghias Bisa juga membedakan produk
jualannya dengan warna kios, sehingga memudahkan konsumen mencari
kebutuhannnya. Cara inipun membantu memperlancar sirkulasi pengunjung sehingga
tidak terjadi kesemrawutan (cross circulation) di dalam bangunan PKL. Juga
dilengkapi dengan sarana-sarana penunjang lainnya, seperti MCK umum yang apik,
yang tidak menganggu kenyamanan pengunjung serta disiapkan tempat-tempat
buang sampah yang serasi dengan model bangunan PKL ini. Bisa juga dipilih model
bangunan dengan sistem “knockdown� (mudah dilepas-lepas) dan dibawa
pulang bersama gerobaknya atau permanen yang tinggal hanyalah tenda tempat
berjualan sementara gerobak dibawa pulang. Jika akan menggunakan sistem
knockdown, tentunya material yang digunakan harus kuat dan tahan lama agar tidak
mudah rusak pada saat dilepas-lepaskan, hanya saja cukup merepotkan. Cara ini bisa
dilakukan jika lahan PKL ini dipakai bersama dengan kegiatan lain. Jika tidak,
barangkali lebih cocok menggunakan model yang permanen, yang tentunya bagunan
“tenda� dan gerobaknya harus memiliki konsistensi warna sehingga tidak
menimbulkan kesan semrawut bagi pemandangan pengunjungnya.

Kesatuan (unity) warna dan bentuk, harmoni, keseimbangan (balance) bentuk adalah
unsur-unsur estetika yang sangat diperlukan di dalam mendisain bangunan-
bangunan PKL serta bangunan-bangunan pertokoan secara mikro dan mendisain
bangunan-bangunan tersebut terhadap lingkungan pusat kota secara makro. Cara ini
diterapkan pula di beberapa simpul kegiatan PKL yang berada di beberapa wilayah
kota Manado. Apabila PKL telah ditata kembali dan dipercantik maka PKL inipun akan
menebarkan kecantikannya di wajah kota Manado secara keseluruhan.

Memang, penataan PKL ini harus diikuti dengan langkah-langkah lainnya, seperti
penataan kembali perparkiran di kawasan pusat kota yang sebagian digunakan oleh
PKL, juga sirkulasi kendaraan bermotor yang memasuki kawasan ini serta
pelaksanaan peraturan yang berdasarkan kesepakatan bersama seperti waktu (jam)
berjualan sehingga tidak ada yang menginap di dalam kios-kios PKL. Untuk itu pula
pemerintah kota kita harus memiliki wibawa, konsistensi, bersih, serta terbuka dalam
memonitor atau mengawasi jalannnya pelaksanaan peraturan. Jika tidak demikian.
maka semua usaha akan menjadi percuma,�lagu lama� tentang masalah Pedagang Kaki
Lima akan selalu terdengar di kota ini.

P O S T E D B Y V E R O N I C A K U M U R U R AT 1 1 : 5 1

MAKALAH NARKOBA (HUKUM PIDANA KHUSUS NARKOTIKA)


Diposkan oleh Caray Label: Hukum, makalah, paper

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Saat ini peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dengan sasaran potensial generasi muda sudah
menjangkau berbagai penjuru daerah dan penyalahgunanya merata di seluruh strata sosial masyarakat. Pada dasarnya
narkotika sangat diperlukan dan mempunyai manfaat di bidang kesehatan dan ilmu pengetahuan, akan tetapi
penggunaan narkotika menjadi berbahaya jika terjadi penyalahgunaan. Oleh karena itu untuk menjamin ketersediaan
narkotika guna kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan di satu sisi, dan di sisi lain untuk mencegah peredaran
gelap narkotika yang selalu menj urus pada terjadinya penyalahgunaan, maka diperlukan pengaturan di bidang
narkotika.

Peraturan perundang-undangan yang mendukung upaya pemberantasan tindak pidana narkotika sangat
diperlukan, apalagi tindak pidana narkotika merupakan salah satu bentuk kejahatan inkonvensional yang dilakukan
secara sistematis, menggunakan modus operandi yang tinggi dan teknologi canggih serta dilakukan secara terorganisir
(or ganizeci crime) dan sudah bersifat transnasional (transnational crime).

1.2 Identifikasi Masalah

Beberapa pokok masalah atau permasalahan yang akan dibahas oleh penulis dalam makalah ini yaitu:

<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Bagaimana sejarah peraturan narkotika di Indonesia ?

<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Bagaimana tindak pidana narkotika ?

<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Bagaimana ketentuan penyimpangan dalam Undang-undang narkotika ?


1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan

Adapun maksud dan tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:

<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Untuk mengetahui sejarah peraturan narkotika di Indonesia

<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Untuk mengetahui tindak pidana narkotika

<!--[if !supportLists]-->6. <!--[endif]-->Untuk mengetahui ketentuan penyimpangan dalam Undang-undang narkotika

1.4 Metode Penulisan

Adapun metode penulisan yang dipergunakan dalam penulisan paper ini adalah: Study kepustakaan atau
library research. Yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari data-data melalui kepustakaan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Peraturan Narkotika di Indonesia

Narkotika dalam pengertian opium telah dikenal dan dipergunakan masyarakat Indo nesia khususnya
wargaTionghoa dan sejumlah besar orang Jawa sejak tahun 1617.<!--[if !supportFootnotes]-->[1]<!--[endif]-->
Selanjutnya diketahui bahwa mulai tahun 1960-an terdapat sejumlah kecil kelompok penyalahguna heroin dan kokain.
Pada awal 1970-an mulai muncul penyalahgunaan narkotika dengan cara menyuntik. Orang yang menyuntik disebut
morfinis. Sepanjang tahun 1970-an sampai tahun 1990-an sebagian besar penyalahguna kemungkinan memakai
kombinasi berbagai jenis narkoba (polydrug jser), dan pada tahun 1990-an heroin sangat populer dikalangan
penyalahguna narkotika.

Pada saat ini, ancaman peredaran gelap maupun penyalahgunaan narkotika semakin meluas dan meningkat di
Indonesia. Data dan Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 telah
berhasil disita narkotika seperti ganja dan derivatnya sebanyak 127,7 ton dan 787.259 batang; heroin sebanyak 93,9 kg;
morfin sebanyak 244,7 gram; serta kokain sebanyak 84,7 kg.<!--[if !supportFootnotes]-->[2]<!--[endif]-->

Peraturan perundang-undangan yang mengatur narkotika di Indonesia sebenarnya telah ada sejak berlakunya
Ordonansi Obat Bius (Verdoovende Middelen Ordonnantie, Staatsblad Nomor 278 Jo. 536 Tahun 1927). Ordonansi ini
kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika yang mulai berlaku tanggal 26 Juli
1976. Selanjutnya Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 1976 telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang mulai
berlaku tanggal 1 September 1997.

You might also like