You are on page 1of 11

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Indonesia merupakan Negara potensial untuk pengembangan tanaman sagu. Selama ini sagu banyak di konsumsi masyarakat Indonesia bagaian timur, baik dalam bentuk bubur sagu, sagu lempeng, atau asgu Ambon, sagu ega (pesta sagu yang dibungkus dengan daun sagu) dan sebagainya. Sagu merupakan tanaman asli Indonesia. Sagu (Metroxylon sp.) di duga berasal dari Maluku dan Papua. Di tempat tersebut di jumpai keragaman plasma nutfah sagu yang paling tinggi. Namun hingga saat ini belum ada data yang mengungkapkan sejak kapan awal mula sagu ini dikenal. Sagu merupakan salah satu sumber karbohidrat potensial disamping beras, khususnya bagi masyarakat kawasan timur Indonesia seperti Irian Jaya dan Maluku, yaitu sebagai pangan utama. Potensi sagu sebagai sumber bahan pangan dan bahan industri telah disadari sejak tahun 1970-an, namun sampai sekarang pengembangan tanaman sagu di Indonesia masih jalan di tempat. 1.2 Tujuan penulisan makalah Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain : 1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pengetahuan bahan pangan 2. Mengetahui pohon industri sagu 3. Untuk mengetahui proses pembuatan produk serta aplikasi dari sagu

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengenalan Tanaman Sagu Sagu diduga berasal dari Maluku dan Irian. Hingga saat ini belum ada data yang pasti yang mengungkapkan kapan awal mula sagu ini dikenal. Di wilayah Indonesia Bagian Timur, sagu sejak lama dipergunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian penduduknya, terutama di Maluku dan Irian Jaya. Teknologi eksploitasi, budidaya dan pengolahan sagu yang paling maju saat ini adalah di Malaysia. Klasifikasi tanaman sagu berdasarkan database tanaman dari pelayanan konservasi sumber daya alam (USDA, 2005) menyebutkan bahwa sagu termasuk dalam Famili (Arecaceae-Palm), Genus (Metroxylon) dan Spesies (Metroxylon sagu Rottb). Beccari (1918) menyatakan genus Metroxylon kelompok Eumetroxylon mempunyai 3 spesies (M.sagu Rottb., M rumphii Mart, dan M. Squarossum Becc.) Klasifikasi Beccari didasarkan pada ukuran dan bentuk buah, oleh sebab itu dianggap sebagai klasifikasi yang belum akurat. Tanaman sagu dengan bahasa latin Metroxylon sagu Rottboell, berarti tanaman yang menyimpan pati pada batangnya (Metro : empulur, xylon : xylem, sagu : pati). Menurut Flach (1995) tanaman sagu merupakan tanaman hapaxanthik (berbunga satu kali dalam satu siklus hidup) dan soboliferous (anakan). Satu siklus hidup tanaman sagu dari biji sampai membentuk biji diperlukan waktu hingga 11 tahun dalam empat periode fase pertumbuhan awal atau gerombol (russet) diperlukan waktu 3.75 tahun, fase pembentukan batang diperlukan waktu 4.5 tahun, fase infoloresensia (pembungaan) diperlukan waktu 1 tahun dan fase pembentukan biji diperlukan waktu selama 1 tahun (Flach, 2005) Sagu termasuk tanaman palem dengan tinggi sedang, setelah berbunga mati. Akar berserabut yang ulet, mempunyai akar nafas. Batang berdiameter hingga 60 cm, dengan tinggi hingga 25 m. Batang merupakan tempat penimbunan utama pati yang dihasilkan melalui proses fotosintesis. Batang terbentuk setelah ada russet berakhir yaitu setelah berumur 45 bulan dan kemudian membesar dan memanjang dalam waktu

54 bulan (Flach, 2005). Batang tanaman sagu memiliki kulit luar yang keras (lapisan epidermal) dan empulur tempat menyimpan pati. Bentuk daun menyirip sederhana, dengan tangkai daun sangat tegar, melebar pada pangkalnya menuju pelepah yang melekat pada batang, pelepah dan tangkai daun berduri tajam. Perbungaan malai di pucuk, bercabang-cabang sehingga menyerupai payung, bunga muncul dari

percabangan berwarna coklat pada waktu masih muda, gelap dan lebih merah pada waktu dewasa; bunga berpasangan tersusun secara spiral, masing-masing pasangan berisi 1 bunga jantan dan 1 bunga hermafrodit, biasanya sebagian besar bunga jantan gugur sebelum mencapai antesis. Buah pelok membulat-merapat turun sampai mengerucut sungsang, tertutup dengan sisik, mengetupat, kuning kehijauan, berubah menjadi bewarna kuning jerami atau sesudah buah jatuh; bagian dalamnya dengan suatu lapisan bunga karang berwarna putih. Biji setengah membulat, selaput biji merah tua. Tanaman Sagu dikenal dengan nama Kirai di Jawa Barat, bulung, kresula, bulu, rembulung, atau resula di Jawa Tengah; lapia atau napia di Ambon; tumba di Gorontalo; Pogalu atau tabaro di Toraja; rambiam atau rabi di kepulauan Aru. Tanaman sagu masuk dalam Ordo Spadicflorae, Famili Palmae. Di kawasan Indo Pasifik terdapat 5 marga (genus) Palmae yang zat tepungnya telah dimanfaatkan, yaitu Metroxylon, Arenga, Corypha, Euqeissona, dan Caryota. Genus yang banyak dikenal adalah Metroxylon dan Arenga, karena kandungan acinya cukup tinggi.

2.2 Manfaat Sagu Adapun beberapa manfaaat sagu antara lain : a) Pelepahnya dipakai sebagai dinding atau pagar rumah. b) Daunnya untuk atap. c) Kulit atau batangnya merupakan kayu bakar yang bagus d) Aci sagu (bubuk yang dihasilkan dengan cara mengekstraksi pati dari umbi atau empulur batang) dapat diolah menjadi berbagai makanan. e) Sebagai makanan ternak. f) Serat sagu dapat dibuat hardboard atau bricket bangunan bila dicampur semen. g) Dapat dijadikan perekat (lem) untuk kayu lapis. h) Apabila rantai glukosa dalam pati dipotong menjadi 3-5 rantai glukosa (modifief starch) dapat dipakai untuk menguatkan daya adhesive dari proses pewarnaan kain pada industri tekstil. i) Dapat diolah menjadi bahan bakar metanol-bensin.

2.3 Penyebaran Tanaman Sagu di wilayah Indonesia Palma sagu ditemukan tersebar luas di Asia tenggara, Melanesia, dan beberapa pulau di Mikronesia dan Polinesia (McClatchey et al, 2005). Selanjutnya diungkapkan bahwa tanaman sagu ditemukan tumbuh secara alami mulai dari sebelah barat Thailand samapai sebelah timur kepulauan Santa Cruz dan dari sebelah utara Mindanao sampai sebelah selatan pulau Timor Indonesia. Berdasarkan data yang ada menunjukkan bahwa sekitar 2.250.000 hektar hutan sagu dan 224.000 hektar kebun sagu terdapat di dunia, diperkirakan seluas 1.250.000 hektar hutan sagu dan 148.000 hektar kebun sagu tersebar di Indonesia dan diperkirakan bahwa di Papua terdapat 1.200.000 hektar hutan sagu dan 14.000 hektar kebun sagu (Flach, 1997) Sedangkan Ngudiwaluyo et al. (1996) dengan mengacu berbagai sumber menyatakan bahwa Indonesia memiliki areal sagu sekitar 1 juta ha, sedangkan Kertopermono (1996), mengacu Bakosurtanal 1996) menyatakan bahwa sagu di Indonesia menyebar seluas sekitar 1,5 juta ha (Tabel 1). Tetapi keduanya sepakat bahwa 90% sebarannya ada di Papua (termasuk Papua Barat). Daerah penyebaran tumbunya tanaman ini sangat luas, mulai dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa Barat dan dan Papua, serta beberapa kepulauan seperti kepulauan Riau, Nias, Mentawai dan Maluku.

Gambar 1. Peta penyebaran tanaman sagu di Indonesia (Matanubun dan Maturbongs, 2005).

Daerah penghasil sagu utama ialah Irian Jaya, Maluku (terutama Seram dan Halmahera), Sulawesi, Kalimantan (terutama Kalimantan Barat) dan Sumatera (terutama Riau). Hutan sagu alam yang luas terdapat di sepanjang dataran rendah pantai dan muara sungai Irian Jaya, Seram, Halmahera dan Riau. Di daerah lain hutan sagu yang ada sekarang kebanyakan merupakan kebun sagu yang meliar menjadi hutan karena tidak ada pemeliharaan (Heyne,1950). Di Jawa sagu tidak terdapat umum dan ditemukan secara terbatas di Banten dan di beberapa tempat sepanjang pantai utara Jawa Tengah. (Notohadiprawiro dan Louhenapessy, 2006). Tabel 1. Distribusi Utama Sagu di Indonesia Daerah Papua Barat termasuk Luas (ribu Ha) Catatan Papua 1.406 Sorong (499.642 ha), Merauke (342.273 ha), (termasuk Mamberamo (21.537 ha), Bintuni (86.237 ha), Papua Barat) Fakfak (389.840 ha), Sarmi, Waropen, Biak (21.537 ha), Jayapura (36.670 ha), Salawati (6.137 ha). Seram (19.494 ha), Halmahera (9.610 ha), Bacan (2.235 ha), Buru (848 ha), Kep. Aru (9.762 ha). Sulawesi Utara (23.400 ha), Sulawesi Selatan (8.159), Sulawesi Tengah dan Tenggara (13.981 ha). Sumatera Kalimantan Jawa Barat Total 32 3 0.3 1.529 Terutama Riau Pesisir Kalimantan bagian Barat hingga Tenggara. Laporan BPPT (1980).

Maluku

42

Sulawesi

46

Sumber: Bakosurtanal (1996) dalam Kertopermono (1996)

2.4 Pohon industri sagu


Obat tradisional

atap

daun

dinding

Tumang/tempat sagu

kerajinan

kertas Sagu Partikel board Kulit batang lantai Bahan bakar Salad dressing roti makanan mie

Batang sagu

Bahan kimia bioetanol biofuel siklodekstrin farmasi Sirup glukosa Pati sagu

bioplastik

lem

plywood

Tekstil

Asam sitrat

Asam laktat

Gambar 2. Pohon industri Sagu

2.5 Produk Olahan Sagu Sagu merupakan makanan pokok bagi masyarakat di Maluku dan Papua yang tinggal di pesisir. Sagu dimakan dalam bentuk papeda, semacam bubur, atau dalam bentuk-bentuk yang lain. Sagu sendiri dijual sebagai tepung curah maupun yang dipadatkan dan dikemas dengan daun pisang. Selain itu, saat ini sagu juga diolah menjadi mi dan mutiara. a. Sirup Glukosa Sirup Glukosa adalah produk yang berbentuk cairan kental dan jernih dengan kadar glukosa tinggi yang umumnya diperoleh dari proses enzimatik pati. Keuntungan sirup glukosa dalam pengolahan terutama pada penggunaanya dalam permen yang adaptasi viskositas, kecemerlangan warna menjadi lebih baik, memperbaiki ketahanan (keawetan) produk akhir diantaranya tahan disimpan lebih lama, kesegaran lebih terjamin dan mencegah kristalisasi gula. Penggunaan campuran Sirup Glukosa yang optimum akan menghasilkan kekenyalan, kekerasan dan rasa manis yang disukai, namun pada jumlah Sirup Glukosa yang tetap peningkatan sukrosa dapat menyebabkan permen menjadi keras. Di bawah ini adalah contoh dari sirup glukosa.

Gambar 3. Sirup glukosa b. Pembuatan Sirup Glukosa Pati sagu ditimbang sebanyak 300 g, lalu ditambahkan air sebanyak 1000 ml untuk membentuk suspensi pati 30%. Suspensi pati ini memiliki pH awal 4,0-4,2. Suspensi pati kemudian diatur pH-nya antara 5,2-5,6 dengan cara menambahkan NaOH. Suspensi yang telah diatur pH-nya selanjutnya ditambahkan enzim -amilase sebanyak 0,1 ml, sesuai dosis yang direkomendasikan oleh produsen (Novozymes A/S Denmark) yaitu 0,25-0,65 kg per ton pati. Suspensi kemudian di likuifikasi, yaitu memanaskan suspensi pada suhu 95C-105C selama 120 menit. Selama proses ini dilakukan pengadukan yaitu dengan menggunakan magnetic stirer. Larutan dekstrin yang dihasilkan kemudian didiamkan sampai suhunya turun menjadi 60C. pH larutan tersebut setelah likuifikasi berkisar antara 5,0-6,0. Larutan deksrin selanjutnya diatur pH-nya antara 4,0-4,5 untuk kondisi optimum enzim amiloglukosidase yaitu dengan menambahkan HCl. Larutan dekstrin ditambahkan enzim amiloglukosidase sebanyak 0,2 ml, sesuai dosis yang direkomendasikan oleh produsen (Genencor International)

yaitu 0,40-0,80 kg per ton pati. Kemudian dilakukan proses sakarifikasi yaitu dengan cara menjaga suhunya tetap 60C selama 24 jam yang dilakukan dengan mengunakanwater bath shaker. Larutan sirup glukosa yang dihasilkan pada proses sakarifikasi selanjutnya ditambahkan karbon aktif sebanyak 2% berat kering pati untuk dilakukan proses purifikasi yaitu dengan cara memanaskan larutan sirup ini pada suhu 80C selama 10 menit. Setelah dilakukan pemurnian menggunakan karbon aktif, larutan sirup glukosa disaring menggunakan penyaringan vakum, kemudian dilakukan uji kadar gula pereduksi dengan metode Luff-Schoorl. Setelah itu dilakukan pemekatan menggunakan vacuum rotary evaporator pada tekanan udara vakum 31 kPa, dimana lama pemekatannya berbeda-beda bergantung kepada kadar padatan sirup yang tercapai sesuai SNI 01-2978-1992 yaitu 70Brix. 2.6 Aplikasi Sagu saat ini Di wilayah Indonesia bagian timur, sagu sejak lama digunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian penduduknya, terutama di Maluku dan Papua. Sampai sekarang pemanfaatan sagu di Indonesia masih dalam bentuk pangan tradisional, misalnya dikonsumsi sebagai makanan pokok dalam bentuk papeda. Selain itu juga digunakan sebagai campuran produk mie, soun, roti, bakso dan dalam pembuatan kuekue tepung sagu, misalnya akusa, bagea atau aneka kue sagu, di samping itu juga sebagai bahan baku untuk pembuatan sirup dengan fruktosa tinggi dan etanol. Pemanfaatan sagu untuk produksi pangan dan non pangan tercantum pada tabel 4. Daun dari pohon sagu digunakan sebagai atap rumah, pelepah untuk dinding rumah, dan ampasnya dapat dimanfaatkan sebagai pulp untuk pembuatan kertas atau pakan ternak (Haryanto dan Pangloli 1992; Batseba et al. 2000). Serat sagu dapat dibuat hardboard atau bricket bangunan bila dicampur semen, dapat pula digunakan sebagai perekat atau lem kayu lapis. Tabel 2. Potensi Pemanfaatan Industri Pati Sagu Industri Non pangan Pemanfaatan Lem, baterai, keramik, kosmetik, insulasi cat, plywood, tekstil, Asam sitrat, ethanol, lisine, asam laktat (plastik organik),

Farmasi, aseton, larutan injeksi dekstrose, penisilin, antibiotika dan lain-lain Pangan Roti, permen, dairy, dessert, mi, salad

dressing, pemanis
Sumber : NTFP, 2003

Sagu adalah salah satu Indonesia memiliki hamparan

sumber karbohidrat

yang cukup potensial.

hutan

sagu seluas lebih 1 juta hektar. Indonesia

termasuk satu dari 2 negara yang memiliki areal sagu terbesar di dunia selain Papua Nugini. Areal sagu seluas ini belum di eksploitasi secara maksimal sebagai penghasil tepung sagu untuk bahan kebutuhan lokal (pangan) maupun untuk komoditi ekspor.

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan Sagu merupakan tanaman asli Indonesia. Sagu (Metroxylon sp.) di duga berasal dari Maluku dan Papua. Di tempat tersebut di jumpai keragaman plasma nutfah sagu yang paling tinggi. Namun hingga saat ini belum ada data yang mengungkapkan sejak kapan awal mula sagu ini dikenal. Sagu merupakan salah satu sumber karbohidrat potensial disamping beras, khususnya bagi masyarakat kawasan timur Indonesia seperti Irian Jaya dan Maluku, yaitu sebagai pangan utama Sagu adalah salah satu sumber karbohidrat yang cukup potensial, maka dari itu masyarakat Indonesia di belahan timur sebagian mengonsumsi sagu sebagai makanan pokoknya. Selain untuk bahan pangan, sagu juga ternyata dapat di manfaatkan selain bahan untuk non pangan. Diantaranya sebagai bahan baku ataupun bahan tambahan dalam pembuatan lem, baterai, keramik, kosmetik, insulasi cat, plywood, tekstil, Asam sitrat, ethanol, lisine, asam laktat (plastik organik), Farmasi, aseton, larutan injeksi dekstrose, penisilin, antibiotika dan lain-lain

10

DAFTAR PUSTAKA

http://lordbroken.wordpress.com/2010/04/ http://41332068.blog.friendster.com/2007/04/tinjauan-pustaka/ http://anggibitho-ilmupangan.blogspot.com/2010/03/pembuatan-sirup-glukosa-dari pati-ubi.html http://tiandesant.wordpress.com/2011/05/07/proses-pengolahan-sirup-glukosa/

11

You might also like