You are on page 1of 8

PENGEMBANGAN MEDIA VIDEO PEMBELAJARAN PERTEMPURAN DI SURABAYA UNTUK SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1 KALITIDUBOJONEGORO

Tenny Widya, Universitas Negeri Malang E-mail : kristiana.tenny@yahoo.com

ABSTRAK : Tujuan pengembangan ini untuk memproduksi media video pembelajaran yang memenuhi kriteria sebagai media pembelajaran yang diterapkan pada mata pelajaran IPS Sejarah materi pertempuran di Surabaya untuk siswa kelas IX SMP Negeri 1 Kalitidu. Pengembangan media video menggunakan model prosedural yang merupakan model yang bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan dalam pengembangan media video pembelajaran ini yaitu data kuantitatif dan kualitatif. Hasil pengembangan adalah terciptanya sebuah produk berupa media video pembelajaran berdurasi 30 menit dan berisi tentang materi Pertempuran di Surabaya. Media video pembelajaran telah diuji cobakan kepada ahli media, ahli materi, uji coba kelompok kecil dan uji coba lapangan dengan hasil yang menyatakan media telah valid dan layak digunakan dalam pembelajaran. Selain itu, media juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kata Kunci : Media Video Pembelajaran, Pertempuran di Surabaya, Hasil Belajar.

Dalam Sadiman, dkk. (2010:6-7), Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara itu Briggs (1970) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Media pembelajaran dapat digolongkan menjadi beberapa jenis. Schramm dari Jerman (dalam Niken dan Dany, 2010:90) menggolongkan media berdasarkan kompleks suara, yaitu: media kompleks (film, televisi, video/VCD) dan media sederhana (slide, audio, transparansi, teks). Selain itu media juga digolongkan berdasarkan jangkauannya, yaitu media masal (liputannya luas dan serentak / radio, televisi), media kelompok (liputannya seluas ruangan / kaset audio, video, OHP, slide dan lain-lain) dan media individual (untuk perorangan / buku teks, telepon, CAI).

SMP Negeri 1 Kalitidu yang berada di daerah Kabupaten Bojonegoro, menerapkan kebijakan penghilangan mata pelajaran non UAN pada kelas IX semester II sehingga mata pelajaran non UAN yang seharusnya diterima siswa selama semester I dan semester II diberikan secara penuh pada semester I. Kebijakan tersebut juga berlaku pada mata pelajaran IPS Sejarah. Hal ini menyebabkan guru harus menyampaikan materi yang banyak dalam waktu yang terbatas. Keterbatasan waktu yang dimiliki oleh guru mata pelajaran IPS Sejarah menjadikan guru tidak menyampaikan semua materi secara mendalam sehingga hal ini berdampak pada pemahaman materi siswa yang cenderung kurang. Kurangnya pemahaman materi kemudian berdampak pada hasil belajar siswa yang cenderung di bawah kriteria ketuntasan minimal. Diantara banyaknya materi yang diajarkan, maka materi bab usaha perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia merupakan materi yang memiliki nilai jauh di bawah kriteria, yakni 45,5. Rendahnya nilai pada materi tersebut dikarenakan penyampaian materi pelajaran oleh guru dalam bentuk ceramah yang cenderung sekilas menjadikan siswa kurang memahami materi dikarenakan kurang konkritnya pemahaman siswa terhadap isi materi. Siswa dalam pembelajaran baiknya di arahkan dalam pembelajaran yang berbasis pengalaman langsung. Mengingat keterbatasan biaya maupun waktu yang dimiliki siswa kelas IX, maka siswa tidaklah perlu dibawa ke situs bersejarah untuk menerima pengalaman belajar secara langsung. Disini sebaiknya dikembangkan media pembelajaran yang dapat membantu mengatasi permasalahan tersebut. Melihat dari keterbatasan tersebut, maka media pembelajaran yang cocok untuk dikembangkan yaitu media video. Menurut Pribadi (2004:52), kelebihan media video salah satunya yakni mampu memperlihatkan objek dan peristiwa dengan tingkat akurasi dan realisme yang tinggi. Disamping itu, media video memiliki kemampuan untuk memperluas wawasan pengetahuan siswa dengan menampilkan informasi, pengetahuan baru dan pengalaman belajar yang sulit diperoleh secara langsung oleh siswa. Media ini juga mampu merangsang minat belajar melalui penyajian gambar dan informasi yang menarik.

Adanya kenyataan seperti yang terungkap di atas, maka dikembangkanlah media video pembelajaran dari salah satu sub materi usaha perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pengembangan bertujuan untuk memproduksi media video pembelajaran yang memenuhi kriteria sebagai media pembelajaran yang diterapkan pada mata pelajaran IPS Sejarah materi Pertempuran di Surabaya untuk siswa kelas IX SMP Negeri 1 Kalitidu. METODE Pengembangan media video menggunakan model prosedural yang merupakan model yang bersifat deskriptif, yaitu menggariskan langkah-langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan produk. Berlandasakan pada langkahlangkah dari model prosedural, pengembangan media video dilakukan sehingga terciptalah sebuah produk berupa media video pembelajaran. Media video di dalamnya berisikan materi pertempuran di Surabaya. Isi dari video didapatkan dari video dokumenter tentang pertempuran di Surabaya yang diunduh dalam situs Youtube dan berisi kunjungan peneliti ke Monumen Tugu Pahlawan dan Museum Sepuluh Nopember untuk menunjukkan benda-benda peninggalan dari

pertempuran. Media video dikembangkan dengan menggunakan software bernama Edius 5.0. Hasil dari rekaman Handycam dan Camera Digital di edit dengan software tersebut dengan sedemikian rupa sehingga terciptalah sebuah media video pembelajaran berformat AVI. Video ini dapat diputar dalam DVD Player, laptop ataupun computer sebab video telah dikemas oleh peneliti dalam bentuk kaset DVD. Setelah menjadi sebuah media pembelajaran, video divalidasi oleh ahli media dan ahli materi. Selain ahli media dan ahli materi, media diuji coba pada kelompok kecil berjumlah 15 siswa dan yang terakhir media diuji cobakan pada skala yang lebih besar yaitu uji coba lapangan yang memilih satu kelas, yakni kelas IX-D sejumlah 34 siswa. Data dari ketiga sumber yaitu ahli media, ahli materi dan siswa selanjutnya di analisis untuk memperoleh gambaran tentang hasil dari uji coba.

Data yang digunakan dalam pengembangan ini yaitu data angket dan tes tertulis. Data angket yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data angket untuk mengetahui kevalidan media dengan menggunakan acuan kriteria kevalidan media. Sedangkan data dari tes tulis yaitu berupa pre test dan post test dianalisis menggunakan rumus eksperimen pre test dan post test one group design. Penggunaan rumus ini bertujuan untuk mengukur hasil belajar siswa. HASIL Isi dari media video pembelajaran secara garis besar yakni tentang materi pertempuran di Surabaya yang disajikan atau dijelaskan di tempat-tempat yang terkait dengan materi tersebut. Beberapa tempat yang terkait pertempuran dan selanjutnya dikunjungi oleh peneliti yaitu Monumen Tugu Pahlawan, Museum Sepuluh Nopember, serta Jembatan Merah. Isi video terdiri dari dua hal pokok, yaitu video dokumenter tentang pertempuran di Surabaya yang diunduh dari situs Youtube, kunjungan peneliti ke Monumen Tugu Pahlawan, Museum Sepuluh Nopember, Jembatan Merah dan Hotel Majapahit. Video yang telah jadi divalidasi oleh ahli media, ahli materi dan siswa. Hasil validasi ahli media menyatakan bahwa tingkat kevalidan media sebesar 80% sehingga menurut kriteria kevalidan media, media video dapat dikatakan cukup valid sebagai media pembelajaran. Sedangkan validasi dari ahli materi menyatakan tingkat presentase kevalidan media yaitu sebesar 92,5%. Menurut kriteria kevalidan media, maka media ini dapat dikatakan valid sebagai media pembelajaran. Selanjutnya media divalidasi oleh siswa. Dari hasil validasi siswa uji coba kelompok kecil didapati presentase kevalidan sebesar 94% yang berarti media video dinyatakan valid sebagai media pembelajaran. Sementara itu, hasil uji coba lapangan menyatakan presentase kevalidan media sebesar 85%. Selain mengukur tingkat kevalidan media, juga diukur tingkat hasil belajar siswa. Uji coba kelompok kecil yang dilakukan pada 15 siswa menunjukkan nilai rata-rata pre test siswa pada uji coba kelompok kecil sebelum menggunakan media video adalah sebesar 50,5 , sedangkan nilai rata-rata post test siswa setelah menggunakan media video adalah 79,1. Uji coba dilanjutkan pada uji coba

lapangan dengan siswa sebanyak 34 siswa. Pada uji coba lapangan ini terdapat peningkatan nilai dari hasil pre test sebelum menggunakan media video pembelajaran yaitu dari nilai dengan rata-rata 50,2 menjadi nilai dengan rata-rata 76,5 setelah menggunakan media video pembelajaran. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan media video pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penggunaan media video pembelajaran menurut uji coba tersebut menyatakan bahwa dengan digunakannya media video, hasil belajar siswa meningkat. Peningkatan hasil belajar ini dikarenakan diterapkannya pembelajaran berbasis multimedia yaitu media video. Siswa dengan melihat video, maka dalam belajar siswa menggunakan dua indra sekaligus yaitu indra penglihatan dan indra pendengaran. Selama ini siswa hanya menggunakan indra pendengarannya saat proses belajar mengajar di kelas yakni mendengarkan ceramah guru, namun dengan adanya video yang menampil gambar bergerak menjadikan siswa lebih tertarik dan dapat menyerap materi yang disampaikan. Hal tersebut sesuai seperti penjelasan Dale di atas bahwa pengalaman belajar seseorang, 75% diperoleh melalui indera lihat (mata) dan 13% melalui indera dengar (telinga). Adanya pengalaman belajar tersebut menjadikan siswa dapat dengan mudah menyerap materi dan menyimpannya pada otak yang selanjutnya apabila diberikan tes tertulis maka siswa dapat mengerjakan tes lebih baik dikarenakan hasil pemahaman terhadap materi lebih konkrit. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa media video pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kesimpulan tersebut sesuai dengan pendapat Kemp dan Dayton (dalam Latuheru,1988:21-23) yang mengatakan bahwa dengan digunakannya media dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. PEMBAHASAN Ditinjau dari kriteria Suryabarata (2005:79), media video yang telah divalidasi oleh ahli media, ahli materi maupun siswa/siswa dinyatakan bahwa media tersebut layak digunakan dalam pembelajaran. Validasi dari ahli media menunjukkan prosentase sebesar 80% (cukup valid), sementara hasil validasi dari ahli materi menunjukkan 92,5% (valid). Hasil tak jauh berbeda juga ditunjukkan

pada uji coba kelompok kecil, dimana media video dinyatakan valid dengan prosentase sebesar 94% dan pada uji coba lapangan tingkat kevalidan media video pembelajaran mencapai 85%. Produk yang telah jadi ini memuat informasi tentang pertempuran di Surabaya. Hal ini sesuai dengan pengertian dari media yang diungkapkan oleh Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan ( Association of Education and Communication Technology/AECT) di Amerika (dalam Sadiman, 2010:17), yang menyatakan media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Peneliti sepenuhnya tidak sependapat dengan ahli, salah satunya pendapat Sadiman (2010:75) yang menyatakan bahwa video memiliki kekurangan yaitu kurang mampu menampilkan detail dari objek yang disajikan secara sempurna. Hal ini bertentangan dengan media video pembelajaran yang telah dihasilkan oleh peneliti. Media video ini justru mampu menampilkan detail objek secara sempurna, seperti halnya bentuk senjata, tank maupun tempat terjadinya peristiwa. Oleh karena itu, menurut peneliti pendapat Sadiman tersebut tidak sepenuhnya benar. Disamping itu, peneliti sependapat dengan Sadiman terutama dalam poin kelemahan video yang menyatakan bahwa untuk menyajikan video, diperlukan peralatan yang mahal dan kompleks. Media video yang telah diproduksi selain membutuhkan peralatan mahal untuk mengoprasikannya (LCD, laptop/komputer dan DVD Player) juga membutuhkan biaya yang sangat mahal untuk memproduksinya. Sama seperti yang diungkapkan peneliti tentang mahalnya biaya produksi pembuatan video, Pribadi (2004:54) juga menyatakan biaya produksi video yang relatif mahal menjadikan kurangnya minat untuk mengembangkan produksi media video. Padahal, kenyataan yang ada sebenarnya menunjukkan besarnya manfaat media video dapat mengimbangi mahalnya biaya produksi video. Media video dapat digunakan untuk keperluan belajar baik individu maupun kelompok sehingga media video memiliki kemampuan untuk menjangkau jumlah pemirsa yang lebih besar. Media video dapat ditayangkan berulangkali terhadap kelompok pemirsa yang berbeda.

PENUTUP Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian pengembangan ini yaitu produk yang telah jadi berupa media video pembelajaran berdurasi 30 menit yang berisikan materi pertempuran di Surabaya. Isi dari video terdiri dari video dokumenter saat pertempuran terjadi dan video kunjungan peneliti ke Monumen Tugu Pahlawan dan Museum Sepuluh Nopember. Media video telah divalidasi oleh ahli media, ahli materi dan siswa SMP Negeri 1 Kalitidu. Hasil validasi dari ahli media menyatakan video cukup valid dengan tingkat presentase 80%. Sedangkan hasil validasi ahli materi menyatakan video valid dengan tingkat presentase 92,5%. Hasil validasi pada uji coba kelompok kecil menunjukkan presentase 94% sehingga media video dinyatakan valid. Sedangkan hasil validasi pada uji coba lapangan menyatakan video cukup valid dengan angka presentase 85%. Hasil tersebut menyatakan bahwa media video telah valid dan layak digunakan dalam pembelajaran Selain validasi, dilakukan uji coba untuk mengukur hasil belajar siswa. Pada uji coba kelompok kecil didapati adanya kenaikan nilai rata-rata hasil belajar siswa dengan nilai pre test awal sebesar 50,5 yang selanjutnya meningkat setelah dilakukan pembelajaran berbasis media video dan mendapatkan nilai ratarata post test sebesar 79,1. Pada uji coba lapangan didapati meningkatnya nilai rata-rata pre test dari 50,2 menjadi 76,5 (post test). Adanya kenyataan demikian membuktikan bahwa media video pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat ditarik sebuah saran bahwa pengembangan media video pembelajaran diperlukan, mengingat media video pembelajaran dalam kenyataannya dapat membatu proses belajar mengajar dalam penyampaian materi pelajaran sehingga materi dapat tersampaikan lebih konkrit dengan tingkat realisme yang tinggi. Media video yang dapat didengar maupun

dilihat menjadikan siswa lebih mudah merekronstruksi pengalaman belajar. Selain itu, pengembangan media video juga dapat mengatasi masalah pembelajaran yang terhambat karena keterbatasan waktu, biaya dan ruang. Daftar Rujukan

Niken dan Dany. 2010. Pembelajaran Multimedia di Sekolah. Jakarta: Prestasi Pustaka Pribadi, Benny Agus. 2004. Materi pokok Media Teknologi. Jakarta: Universitas Terbuka. Sadiman, dkk. 2010. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Suryabarata. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: PT Grafindo Persada http://www.youtube.com/watch?v=3WCX-ItnjG4&feature=related diakses 5 Agustus 2012 pukul 14.39 http://www.youtube.com/watch?v=3WCX-ItnjG4&feature=related diakses 5 Agustus 2012 pukul 15. 02

You might also like