You are on page 1of 50

BISING DI TEMPAT KERJA Seorang pasien, Tn.

A, umur 40 tahun, datang ke klinik perusahaan tempat anda bekerja dengan keluhan baru dapt mendengar pembicaraan orang dengan suara keras sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengeluh sejak 1 tahun terakhir, telinga sering berdengung terutama telinga kanan, kesukaran mendengar pembicaraan dengan suara biasa. Pasien bekerja di perusahaan peleburan baja, sejak 15 tahun yang lalu, sebelumnya pasien bekerja sebagai tukang las selama 5 tahun. Pasien bekerja jarang menggunakan alat pelindung telingadengan alasan kurang nyaman karena suhu yang panas di tempatnya bekerja, getaran dari mesin yang harus diporasikannya. Pasien bekerja selama 8 jam sehari, dengan 1 jam istirahat selama 5 hari kerja. Selama 14 tahumm pasien bekerja shift (gilir). Pasien tinggal di lingkungan paddap penduduk, dengan jarak 3 km dari tempatnya bekerja. Pasien menggunakan motor untuk bekerja. Dari hasil catatan perusahaan, kebisingan di bagian processing tempat pasien bekerja, tingkat kebisingan 88 dB. Data hasil audiometric tidak didapatkan. Riwayat kesehatan: pasien berobat dengan common cold atau myalgia. Sebagai dokter perusahaan, apa yang harus anda lakukan?

STEP 1 STEP 2 1. Apa saja faktor yang mempengaruhi Penyakit Akibat Kerja? 2. Bagaimana hubungan penyakit dan pekerjaan? 3. Bagaimana cara mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja? 4. Apa peran dan fungsi dokter perusahaan? 5. Bagaimana waktu kerja yang baik berdasarkan skenario? 6. Apa saja peran K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)? 7. Apa manfaat penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) dan bagaimana cara pencegahan Penyakit Akibat Kerja? STEP 3 1. Faktor yang mempengaruhi Penyakit Akibat Kerja Penyebab penyakit akibat kerja antara lain: a. Gol. Fisik Kebisingan Getaran Non Mengion Pencahayaan (Illuminasi) Suhu: Tekanan udara: tinggi (caisson disease) Getaran

b. Golongan kimia Korosi Iritasi. Reaksi Alergi. Asfiksiasi Kanker Efek Reproduksi

Racun Sistemik. Debu

c. Golongan biologis Infeksi Organisme viable dan racun biogenic. Alergi Biogenik

d. Golongan fisiologis (ergonomi) Pembebanan Kerja Fisik. Konstruksi mesin/tata letak/tata ruang Sikap badan, dll

e. Golongan mental psikologis Monotoni Hubungan kerja, organisasi. Stress Gangguan emosional Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain Di negara maju, golongan fisik, kimia dan biologi sudah dapat teratasi. Golongan fisiologis dan mental psikologis yang belum dapat teratasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan antara lain: a. Intensitas kebisingan b. Frekwensi kebisingan c. Lamanya waktu pemaparan bising d. Kerentanan individu e. Jenis kelamin f. Usia g. Kelainan di telinga tengah

2. Hubungan penyakit dan pekerjaan WHO menggolongkan Penyakit Akibat Kerja menjadi: a. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis. b. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma bronkhogenik. c. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya bronkhitis khronis. d. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma. Pada simposium internasional penyakit akibat hubungan kerja yang diselenggaran oleh ILO dan Linz, Austria, dihasilkan definisi sebagai berikut: a. Penyakit akibat kerja / occupational disease b. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan / work related disease c. Penyakit yang mengenai populasi pekerja / disease affecting working population Secara konseptual, hubungan antara penyakit akibat kerja, penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dasn bukan penyakit akibat kerja dapat dilihat padsa gambar berikut. PAK PENYAKIT BERHUBUNGAN DENGAN KERRJA NON PAK Dalam ensiklopedi ILO edisi ke-3 (tahun 1983) definisi penyakit akibat kerja, sebagai penyakit akibat kerja Occupational disease. Sehingga akhirnya pada tahun 1987, suatu komite pakar kesehatan dari WHO dan ILO, menawarkan gagasan bahwa istilah penyakit akibat kerja dan hubungan kerja dapat digunakan bukan saja oleh penyakit yang sudah diakui, tetapi juga gangguan kerja dimana ruang lingkungan kerja dan proses kerja merupakan salah satu faktor penyebab/resiko lainnya. Gagasan tersebut kemudian diadopsi oleh WHO dan ILO padda tahun 1989. Ada dua elemen pokok dalam mengidentifikasi penyakit akibat kerja a. Adanya hubungan antar pajanan yang spesifik dengan penyakit

b. Adanya fakta bahwa frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerrja lebih tinggi dari pada masyarakat umum Selain itu, penyakit-penyakit tersebut dapat dicegah dengan melakukan tindakan-tindakan prefentif di tempat kerja. Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Bahwa suatu kasus dinyatakan kasus kecelakaan kerja apabila terdapat unsur ruda paksa yaitu cedera pada tubuh manusia akibat suatu peristiwa atau kejadian (seperti terjatuh, terpukul, tertabrak dan lain-lain) dengan kriteria sebagai berikut: a. Kecelakaan terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya melalui jalan yang biasa dilalui atau wajar dilalui. b. Pengertian kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja mempunyai arti yang luas, sehingga sulit untuk diberikan batasan secara konkrit. Kondisi lain yang dapat dikategorikan sebagai kecelakaan kerja yaitu: a. Pada hari kerja: b. Di luar waktu/jam kerja: c. Kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan pergi dan pulang dari Base Camp atau anjungan yang berada di tempat kerja menuju ke tempat tinggalnya untuk menjalani istirahat (dibuktikan dengan keterangan perusahaan dan jadwal kerja). d. Kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan pergi dan pulang melalui jalan yang biasa dilalui atau wajar bagi tenaga kerja yang setiap akhir pekan kembali ke rumah tempat tinggal yang sebenarnya (untuk tenaga kerja yang sehari-hari bertempat tinggal di rumah kost/mess/asrama dll) Meninggal Dunia Meninggal mendadak di tempat kerja pada hakekatnya bukan kecelakaan kerja, namun karena kejadiannya sedang bekerja di tempat kerja, maka pemerintah memberikan

suatu kebijakan perluasan perlindungan sehingga meninggal mendadak di tempat kerja dianggap sebagai kecelakaan kerja. Kepada yang bersangkutan diberikan jaminan kecelakaan kerja sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2012 tentang perubahan Kedelapan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Kecacatan Pengertian cacat adalah keadaan hilang atau berkurangnya fungsi anggota badan yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan hilang atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan. Dalam menyatakan cacat total, dokter yang merawat atau dokter penasehat harus melakukan pemeriksaan fisik kepada tenaga kerja yang bersangkutan agar pertimbangan medis dapat diberikan secara akurat dan obyektif. 3. Cara mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi tujuh langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman, yaitu: a. Tentukan Diagnosis klinisnya b. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini c. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut d. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut. e. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi f. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit g. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya

Diagnosa atau identifikasi suatu penyakit akibat hubungan kerja yang terjadi pada suatu populasi pekerja dapat dilakukan dengan menggunakan dua pemdekatan, yaitu perndekatan epidemiologis dan pendekatan klinis a. Pendekatan epidemiologis b. Pendekatan klinis 4. Peran dan fungsi dokter perusahaan Tugas Dokter Perusahaan Secara umum, tugas seorang dokter perusahaan dapat dibagi dalam empat ruang lingkup: medis, teknis lingkungan kerja, teknis administratif, dan lingkungan sosial. a. Medis Program kesehatan di tempat kerja Jalin hubungan dengan tenaga kerja

b. Teknis Lingkungan Kerja Pengukuran Kebersihan dan Sanitasi. Penyesuaian kemampuan fisik dan pekerjaan.

c. Teknis Administratif Pencatatan dan pelaporan medis ke instansi, Administrasi rutin bidang kesehatan, dan Perencanaan usaha pengembangan hiperkes di perusahaan.

d. Tugas Sosial Yang berhak melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja adalah dokter yang ditunjuk oleh pimpinan tempat perusahaan / kerja dan yang disetujui oleh Departemen Tenaga Kerja. Pelaksanaan pengawasan kesehatan kerja ditujukan kepada : a. Tempat Kerja, yaitu : Kebersihan dan perawatannya Kondisi lingkungan kerja

b. Proses kerja yaitu perlu diteliti bagaimana proses kerjanya dimulai dari gudang bahan baku, persiapan pengolahan pengepakan sampai pendistribusian. c. Tenaga Kerja / Pekerja, yaitu yang perlu diperhatikan : Alat pelindung diri Sikap kerjanya Jenis kelamin Usia Baban kerja Gizi tenaga kerja

d. Pelayanan kesehatan kerja e. Fasilitas kesehatan 5. Waktu kerja yang baik berdasarkan skenario Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan telah direkomendasikan menurut ACGIH dan ISO (International Standart Organization) sebesar 85 dB (A) sedangkan menurut OSHA (Occupational Safety and Health Assosiation) sebesar 90 dB(A) untuk waktu kerja 8 jam sehari dan 40 jam seminggu Ketentuan NAB kebisingan di Indonesia diatur dalam KepMenaker No.Kep.51/Men/1999 tentang NAB Faktor Fisik di tempat kerja yang menetapkan NAB 85 dB(A) untuk waktu kerja 8 jam sehari atau 40 jam seminggu, dapat dilihat dari tabel dibawah ini: Waktu pemajanan per Intensitas kebisingan hari 8 4 2 1 30 15 7.5 3.75 1.88 0.94 dB(A) 85 88 91 94 97 100 103 106 109 112

Jam

Menit

28.12

Detik

115

Menurut Sumamur Intensitas dan jam kerja yang diperbolehkan adalah : Intensitas Kebisingan Waktu pemaparan dB(A) 85 87 90 92 95 97 100 105 110 8 6 4 3 2 1.5 1 0,5 0,25

Rumus yang digunakan adalah:

Waktu = L = desibel

Jadi pada skenario didapatkan =

= = 240 menit = 4 jam Jadi, sebaiknya waktu bekerja pada intensitas 88 dB adalah 4 jam, bukan 8 jam.

6. Peran K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun social sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal. Tujuan kesehatan kerja adalah : a. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun social. b. Mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh konisi lingkungan kerja. c. Menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan tenaga kerja. d. Meningkatkan produktivitas pekerja. Ruang Lingkup Keselamatan Kerja Keselamatan kerja termasuk dalam perlindungan teknis, yaitu perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan

yang dikerjakan. Keselamatan kerja tidak hanya memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi juga kepada pengusaha dan pemerintah : a. Bagi pekerja/buruh, b. Bagi pengusaha c. Bagi pemerintah (dan masyarakat) Pasal 3 Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menentukan bahwa syarat-syarat keselamatan kerja yang harus diperhatikan oleh pengusaha akan diatur lebih lanjut. Namun, peraturan perundangan yang dimaksudkan sampai sekarang belum ada. Peraturan perundangan warisan Hindia Belanda masih dapat dijadikan pedoman syarat-syarat keselamatan kerja, yaitu : a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran c. Mencegah atau mengurangi bahaya peledakan. d. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai e. Mencegah agar jangan sampai terkena aliran listrik yang berbahaya. Peraturan Menteri Perburuhan pada pasal 2 menetapkan bahwa setiap bangunan perusahaan harus memenuhi syarat-syarat untuk : a. Menghindarkan kemungkinan bahaya kebakaran dan kecelakaan. b. Menghindarkan kemungkinan bahaya keracunan, penularan penyakit atau timbulnya penyakit kerja. c. Memajukan kebersihan dan ketertiban. d. Terdapat penerangan yang cukup dan memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan. e. Mendapat suhu yang layak dan peredaran udara yang cukup. f. Menghindarkan gangguan debu, gas, uap dan bauan yang tidak menyenangkan. Rangkaian kejadian dan factor penyebab kecelakaan dikeal dengan teori domino, yaitu : a. Kelemahan pengawasan oleh manajemen (lack of control management). b. Sebab dasar.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang bertindak Kurang aman dalam melakukan pekerjaan, antara lain : a. Tenaga kerja tidak tahu tentang : Bahaya bahaya di tempat kerjanya Prosedur Kerja Aman Peraturan K3 Instruksi Kerja dll.

b. Kurang terampil ( unskill ) dalam : Mengoperasikan Mesin Bubut. Mengemudikan Kenderaan. Mengoperasikan Fire Truck. Memakai alat alat kerja ( Tool ) dll.

c. Kekacauan sistem manajemen K3 Menempatkan tenaga kerja tidak sesuai dengan keahliannya. Penegakan Peraturan yang lemah. Paradigma dan Komitmen K3 yang tidak mendukung. Tanggungjawab K3 tidak jelas. Anggaran Tdk Mendukung. Tidak Ada audit K3 dll.

d. Sebab yang merupakan gejala (sympton). 7. Manfaat penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) dan cara pencegahan Penyakit Akibat Kerja Pencegahan Gangguan Kesehatan dan Daya Kerja Perlindungan kesehatan kerja meliputi pengaturan tentang pencegahan gangguan-gangguan kesehatan dan daya kerja. Cara-cara mencegah gangguan tersebut adalah : a. Substitusi, b. Ventilasi umum c. Ventilasi keluar setempat (local exhausters. d. Pakaian pelindung,

e. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja f. Pemeriksaan kesehatan berkala g. Penerangan sebelum kerja h. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kepada pekerja secara kontiniu Menurut International LabourOrganization (ILO) ada beberapa cara atau langkah yang perlu diambil untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja, yaitu melalui a. Peraturan perundang-undangan. b. Inspeksi. c. Riset, d. Training (latihan). e. Persuasi f. Asuransi g. Penerapan K3 di tempat kerja Langkah-langkah penyusunan tanggap darurat : a. Mitigation (Mitigasi ) b. Preparedness (Kesiapsiagaan c. Response (Kesigapan) d. Recovery (Pemulihan)

STEP 4 8. Faktor yang mempengaruhi Penyakit Akibat Kerja Penyebab penyakit akibat kerja antara lain: e. Gol. Fisik Kebisingan Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi. Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama pajanan. Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja. Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis. Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim . Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll. Getaran Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten. Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan powered tool berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai Raynauds phenomenon atau vibration-induced white fingers(VWF). Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang. Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws. Non Mengion Radiasi non mengion antara lain : radiasi ultraviolet, visible radiation, inframerah, laser, medan elektromagnetik (microwave dan frekuensi radio). Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak. Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit. Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.

Contoh : o Radiasi ultraviolet : pengelasan. o Radiasi Inframerah : furnacesn/ tungku pembakaran o Laser : komunikasi, pembedahan . Pencahayaan (Illuminasi) Tujuan pencahayaan : o Memberi kenyamanan dan efisiensi dalam melaksanakan pekerjaan o Memberi lingkungan kerja yang aman Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan. Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja. Gangguannya antara lain silau, asthenopia, myopia. Suhu: Panas: heat stroke, heat cramps. Dingin: frostbite Tekanan udara: tinggi (caisson disease) Getaran

f. Golongan kimia Korosi Iritasi Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh: Pernapasan (inhalation), Kulit (skin absorption), Tertelan (ingestion). Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya. Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena. Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor. Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alatalat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema ( bengkak ). Contoh : o Kulit : asam, basa,pelarut, minyak .

o Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine, bromine, ozone. Reaksi Alergi. Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau organ pernapasan. Contoh : o Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel, epoxy hardeners, turpentine. o Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel. Asfiksiasi Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang ada, misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari 19,5% volume udara. Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah atau mencegah oksigenasi normal pada kulit. Contoh : o Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium o Asfiksian kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide, hidrogen sulphide Kanker Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah terbukti pada manusia. Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker pada hewan . Contoh: o Terbukti karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia); vinylchloride ( liver angiosarcoma); 2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih ); asbestos (kanker paru-paru , mesothelioma); o Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon tetrachloride, dichromates, beryllium Efek Reproduksi Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari seorang manusia. Perkembangan bahan-bahan racun adalah factor yang dapat

memberikan pengaruh negatif pada keturunan orang yang terpapar, sebagai contoh aborsi spontan. Contoh : o Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene glycol, mercury. Organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead, thalidomide, pelarut. Racun Sistemik. Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem tubuh. Contoh : o Otak : pelarut, lead,mercury, manganese o Sistem syaraf peripheral : n-hexane,lead,arsenic,carbon disulphide o Sistem pembentukan darah : benzene,ethylene glycol ethers o Ginjal : cadmium,lead,mercury,chlorinated hydrocarbons o Paru-paru : silica,asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis ) Debu: silikosis, pneumoconosis, asbestosis Uap: metal fume fever, dermatitis Gas: H2S, CO Larutan: dermatitis Awan/kabut: insektisida, racun jamur g. Golongan biologis Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein dari binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang terdegradasi. Bahaya biologi dapat dibagi menjadi dua yaitu yang menyebabkan infeksi dan non-infeksi. Bahaya dari yang bersifat non infeksi dapat dibagi lagi menjadi organisme viable, racun biogenik dan alergi biogenik. Infeksi Penyakit akibat kerja karena infeksi relatif tidak umum dijumpai. Pekerja yang potensial mengalaminya a.l.: pekerja di rumah sakit, laboratorium, jurumasak,

penjaga binatang, dokter hewan dll. Contoh : Hepatitis B, tuberculosis, anthrax, brucella, tetanus, salmonella, chlamydia, psittaci Organisme viable dan racun biogenic. Organisme viable termasukdi dalamnya jamur, spora dan mycotoxins; Racun biogenik termasuk endotoxins, aflatoxin dan bakteri. Perkembangan produk bakterial dan jamur dipengaruhi oleh suhu, kelembapan dan media dimana mereka tumbuh. Pekerja yang beresiko: pekerja pada silo bahan pangan, pekerja pada sewage & sludge treatment, dll. Contoh : Byssinosis, grain fever,Legionnaires disease Alergi Biogenik Termasuk didalamnya adalah: jamur, animal-derived protein, enzim. Bahan alergen dari pertanian berasal dari protein pada kulit binatang, rambut dari bulu dan protein dari urine dan feaces binatang. Bahan-bahan alergen pada industri berasal dari proses fermentasi, pembuatan obat, bakery, kertas, proses pengolahan kayu , juga dijumpai di bioteknologi ( enzim, vaksin dan kultur jaringan). Pada orang yang sensitif, pemajanan alergen dapat menimbulkan gejala alergi seperti rinitis, conjunctivitis atau asma. Contoh : Occupational asthma : wool, bulu, butir gandum, tepung bawang dsb. h. Golongan fisiologis (ergonomi) Pembebanan Kerja Fisik. Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan derajat kesehatan. Pembebanan tidak melebihi 30 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari. Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut harus disesuaikan. Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja. Konstruksi mesin/tata letak/tata ruang Sikap badan, dll

e. Golongan mental psikologis Monotoni Hubungan kerja, organisasi. Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan stress. Gangguan emosional yang di timbulkan: cemas, gelisah, gangguan kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika. Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain: jantung koroner, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit seperti eksim, dll. Di negara maju, golongan fisik, kimia dan biologi sudah dapat teratasi. Golongan fisiologis dan mental psikologis yang belum dapat teratasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan antara lain: h. Intensitas kebisingan i. Frekwensi kebisingan j. Lamanya waktu pemaparan bising k. Kerentanan individu l. Jenis kelamin m. Usia n. Kelainan di telinga tengah 9. Hubungan penyakit dan pekerjaan WHO menggolongkan Penyakit Akibat Kerja menjadi: e. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis. f. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma bronkhogenik. g. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya bronkhitis khronis.

h. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma. Pada simposium internasional penyakit akibat hubungan kerja yang diselenggaran oleh ILO dan Linz, Austria, dihasilkan definisi sebagai berikut: d. Penyakit akibat kerja / occupational disease Adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja yang dalam Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 disebut Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja. Sebagai bahan pertimbangan dalam menganalisis dan menetapkan apakah PAK (Occupational Disease) atau penyakit akibat hubungan kerja (Work Related Disease) diperlukan data pendukung antara lain: Data hasil pemeriksaan kesehatan awal (sebelum tenaga kerja di pekerjakan di perusahaan yang bersangkutan); Data hasil pemeriksaan kesehatan berkala (pemeriksaan yang di lakukan secara periodik selama tenaga kerja bekerja di perusahaan yang bersangkutan); Data hasil pemeriksaan khusus (pemeriksaan dokter yang merawat tenaga kerja tentang riwayat penyakit yang di deritanya); Data hasil pengujian lingkungan kerja oleh Pusat Keselamatan dan Kesehatan Kerja beserta balai-balainya, atau lembaga-lembaga lain yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Data hasil pemeriksaan kesehatan tenaga kerja secara umum di bagian tersebut; Riwayat pekerjaan tenaga kerja; Riwayat kesehatan tenaga kerja; Data medis/rekam medis tenaga kerja; Analisis hasil pemeriksaan lapangan oleh Pengawas Ketenagakerjaan; dan/atau Pertimbangan medis dokter penasehat.

e. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan / work related disease Adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dmana faktor pada pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor resiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi yang kompleks. Pengertian laiinya yaitu penyakit yang dicetuskan atau diperberat oleh pekerjaan atau lingkungan kerja tidak termasuk PAK, namun yang bersangkutan memperoleh Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Contoh: penyakit asma yang diakibatkan keturunan, penyakit hernia yang ada faktor bawaan f. Penyakit yang mengenai populasi pekerja / disease affecting working population Penyakit ini terjadi pada populasi kerja tanpa adanya agen penyebab di tempat kerja, namun dapat dipercepat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan Secara konseptual, hubungan antara penyakit akibat kerja, penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dasn bukan penyakit akibat kerja dapat dilihat padsa gambar berikut. PAK PENYAKIT BERHUBUNGAN DENGAN KERRJA NON PAK Dalam ensiklopedi ILO edisi ke-3 (tahun 1983) definisi penyakit akibat kerja, sebagai penyakit akibat kerja Occupational disease. Sehingga akhirnya pada tahun 1987, suatu komite pakar kesehatan dari WHO dan ILO, menawarkan gagasan bahwa istilah penyakit akibat kerja dan hubungan kerja dapat digunakan bukan saja oleh penyakit yang sudah diakui, tetapi juga gangguan kerja dimana ruang lingkungan kerja dan proses kerja merupakan salah satu faktor penyebab/resiko lainnya. Gagasan tersebut kemudian diadopsi oleh WHO dan ILO padda tahun 1989. Ada dua elemen pokok dalam mengidentifikasi penyakit akibat kerja c. Adanya hubungan antar pajanan yang spesifik dengan penyakit d. Adanya fakta bahwa frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerrja lebih tinggi dari pada masyarakat umum

Selain itu, penyakit-penyakit tersebut dapat dicegah dengan melakukan tindakan-tindakan prefentif di tempat kerja. Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Bahwa suatu kasus dinyatakan kasus kecelakaan kerja apabila terdapat unsur ruda paksa yaitu cedera pada tubuh manusia akibat suatu peristiwa atau kejadian (seperti terjatuh, terpukul, tertabrak dan lain-lain) dengan kriteria sebagai berikut: e. Kecelakaan terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya melalui jalan yang biasa dilalui atau wajar dilalui. Pengertian kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja adalah sejak tenaga kerja tersebut keluar dari halaman rumah dan berada di jalan umum. Sehingga untuk pembuktiannya harus dilengkapi dengan surat keterangan dari pihak kepolisian atau 2 (dua) orang saksi yang mengetahui kejadian. f. Pengertian kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja mempunyai arti yang luas, sehingga sulit untuk diberikan batasan secara konkrit. Namun demikian sebagai pedoman dalam menentukan apakah suatu kecelakaan termasuk kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja dapat dilihat dari: Kecelakaan terjadi di tempat kerja; Adanya perintah kerja dari atasan/pemberi kerja/pengusaha untuk melakukan pekerjaan; Melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan kepentingan perusahaan; dan/atau Melakukan hal-hal lain yang sangat penting dan mendesak dalam jam kerja atas izin atau sepengetahuan perusahaan. Kondisi lain yang dapat dikategorikan sebagai kecelakaan kerja yaitu: b. Pada hari kerja:

Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan perjalanan dinas sepanjang kegiatan yang dilakukan ada kaitannya dengan pekerjaan dan/atau dinas untuk kepentingan perusahaan yang dibuktikan dengan surat perintah tugas.

Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan kerja lembur yang harus dibuktikan dengan surat perintah lembur.

b. Di luar waktu/jam kerja: Kecelakaan yang terjadi pada waktu melaksanakan aktivitas lain yang berkaitan dengan kepentingan perusahaan dan harus dibuktikan dengan surat tugas dari perusahaan. Contoh: melaksanakan kegiatan olahraga untuk menghadapi pertandingan 17 Agustus, pelatihan/diklat, darmawisata dan outbond yang dilaksanakan perusahaan sebagai kegiatan yang telah diagendakan oleh perusahaan. Kecelakaan yang terjadi pada waktu yang bersangkutan sedang menjalankan cuti mendapat panggilan atau tugas dari perusahaan, maka perlindungannya adalah dalam perjalanan pergi dan pulang untuk memenuhi panggilan tersebut. g. Kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan pergi dan pulang dari Base Camp atau anjungan yang berada di tempat kerja menuju ke tempat tinggalnya untuk menjalani istirahat (dibuktikan dengan keterangan perusahaan dan jadwal kerja). h. Kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan pergi dan pulang melalui jalan yang biasa dilalui atau wajar bagi tenaga kerja yang setiap akhir pekan kembali ke rumah tempat tinggal yang sebenarnya (untuk tenaga kerja yang sehari-hari bertempat tinggal di rumah kost/mess/asrama dll) Meninggal Dunia Meninggal mendadak di tempat kerja pada hakekatnya bukan kecelakaan kerja, namun karena kejadiannya sedang bekerja di tempat kerja, maka pemerintah memberikan suatu kebijakan perluasan perlindungan sehingga meninggal mendadak di tempat kerja dianggap sebagai kecelakaan kerja. Kepada yang bersangkutan diberikan jaminan kecelakaan kerja sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 sebagaimana

telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2012 tentang perubahan Kedelapan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Untuk memperoleh jaminan kecelakaan kerja akibat meninggal mendadak di tempat kerja harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. tenaga kerja pada saat bekerja di tempat kerja tiba-tiba meninggal dunia tanpa melihat penyebab dari penyakit yang dideritanya. b. tenaga kerja pada saat bekerja di tempat kerja mendapat serangan penyakit kemudian langsung dibawa ke dokter/unit pelayanan kesehatan/rumah sakit dan tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) jam kemudian meninggal dunia. Kecacatan Pengertian cacat adalah keadaan hilang atau berkurangnya fungsi anggota badan yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan hilang atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan. Kecacatan dapat dibagi dalam 3 jenis: a. cacat sebagian untuk selamanya adalah cacat yang mengakibatkan hilangnya sebagian atau beberapa bagian dari anggota tubuh. b. cacat kekurangan fungsi adalah cacat yang mengakibatkan berkurangnya fungsi sebagian atau beberapa bagian dari anggota tubuh untuk selama-lamanya. c. cacat total untuk selamanya adalah keadaan tenaga kerja tidak mampu bekerja sama sekali untuk selama-lamanya. Dalam menyatakan cacat total, dokter yang merawat atau dokter penasehat harus melakukan pemeriksaan fisik kepada tenaga kerja yang bersangkutan agar pertimbangan medis dapat diberikan secara akurat dan obyektif. 10. Cara mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan

menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi tujuh langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman, yaitu: h. Tentukan Diagnosis klinisnya Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak. Didalam menegakkan diagnosis NIHL (Noice Induced Hearing Loss), ahli THT harus melakukan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan audiologik.18 Dari anamnesis didapati riwayat penah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya lebih dari 5 tahun. Sedangkan pada pemeriksaan otoskopik tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan tes penala didapatkan hasil Rinne positip, Weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Kesan jenis ketuliannya adalah tuli sensorineural yang biasanya mengenai kedua telinga. Ketulian timbul secara bertahap dalam jangka waktu bertahun-tahun, yang biasanya terjadi dalam 8 10 tahun pertama paparan. Pemeriksaan audiometric nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekwensi tinggi (umumnya 3000 6000 Hz) dan pada frekwensi 4000 Hz sering terdapat takik (notc) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini. Sedangkan pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI (Short Increment Sensitivity Index), ABLB (Alternate Binaural Loudness Balance) dan Speech Audiometry menunjukkan adanya fenomena rekrutmen (recruitment) yang khas untuk tuli saraf koklea.10 Untuk menegakkan diagnosis klinik dari ketulian yang disebabkan oleh bising dan hubungannya dengan pekerja, maka seorang dokter harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut : Riwayat timbulnya ketulian dan progresifitasnya. Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan dan lamanya bekerja. Riwayat penggunaan proteksi pendengaran. Meneliti bising di tempat kerja, untuk menentukan intensitas dan durasi bising yang menyebabkan ketulian.

Hasil pemeriksaan audiometri sebelum kerja dan berkala selama kerja. Pentingnya mengetahui tingkat pendengaran awal para pekerja dengan melakukan pemeriksaan audiometri sebelum bekerja adalah bila audiogram menunjukkan ketulian, maka dapat diperkirakan berkurangnya pendengaran tersebut akibat kebisingan di tempat kerja.

Identifikasi penyebab untuk menyingkirkan penyebab ketulian non industrial seperti riwayat penggunaan obat-obat ototoksik atau riwayat penyakit sebelumnya.

Metodologi baku diagnosa penyakit akibat kerja atau pun gangguan kesehatan akibat kerja mencakup hal-hal berikut: Anamnesis tentang riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan Dimaksudkan untuk mengetahui kemungkinan salah satu faktor di tempat kerja, pada pekerjaan dan atau lingkungan kerja menjadi penyebab penyakit akibat kerja. Riwayat penyakit meliputi antara lain awal-mula timbul gejala atau tanda sakit, gejala atau tanda sakit pada tingkat dini penyakit, perkembangan penyakit, dan terutama penting hubungan antara gejala serta tanda sakit dengan pekerjaan dan atau lingkungan kerja. Riwayat pekerjaan harus ditanyakan kepada penderita dengan seteliti telitinya dari permulaan sekali sampai dengan waktu terakhir bekerja. Jangan sekali-kali hanya mencurahkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan waktu sekarang, namun harus dikumpulkan informasi tentang pekerjaan sebelumnya, sebab selalu mungkin bahwa penyakit akibat kerja yang diderita waktu ini penyebabnya adalah pekerjaan atau lingkungan kerja dari pekerjaan terdahulu. Hal ini lebih penting lagi jika tenaga kerja gemar pindah kerja dari satu ke pekerjaan lainnya. Buatlah tabel yang secara kronologis memuat waktu, perusahaan tempat bekerja, jenis pekerjaan, aktivitas pekerjaan, faktor dalam pekerjaan atau lingkungan kerja yang mungkin menyebabkan penyakit akibat kerja. Penggunaan kuestioner yang direncanakan dengan tepat sangat membantu. Perhatian juga diberikan kepada hubungan antara bekerja dan tidak bekerja dengan gejala dan tanda penyakit. Pada umumnya gejala dan tanda penyakit akibat kerja berkurang, bahkan kadang-kadang hilang sama sekali, apabila penderita tidak

masuk bekerja; gejala dan tanda itu timbul lagi atau menjadi lebih berat, apabila tenaga kerja kembali bekerja. Fenomin seperti itu sangat jelas misalnya pada penyakit dermatosis akibat kerja atau pada penyakit bissinosis atau asma bronkhiale akibat kerja atau lainnya. Informasi dan data hasil pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan sebelum penempatan kerja, pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus sangat penting artinya bagi keperluan menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja. Akan lebih mudah lagi menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja, jika tersedia data kualitatif dan kuantitatif faktor-faktor dalam pekerjaan dan lingkungan kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja. Data tentang identifikasi, pengukuran, evaluasi dan upaya pengendalian tentang faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja sangat besar manfaatnya. Pemeriksaan klinis Dimaksudkan untuk menemukan gejala dan tanda yang sesuai untuk suatu sindrom, yang sering-sering khas untuk suatu penyakit akibat kerja. Sebagai misal, pada keracunan kronis timah hitam (Pb; timbal) terdapat gejala dan tanda penyakit seperti garis timah hitam di gusi, anemia, kolik usus, wrist drop (kelumpuhan saraf lengan nervus ulnaris dan atau nervus radialis), dllnya. Atau gejala dan tanda cepat terganggu emosi, hipersalivasi dan tremor pada keracunan oleh merkuri (air raksa atau Hg). Atau keracunan metanol yang menyebabkan kebutaan selain gejala-gejala umum akibat keracunan kelompok senyawa organis. Pemeriksaan laboratories Dimaksudkan untuk mencocokkan benar tidaknya penyebab penyakit akibat kerja yang bersangkutan atau produk mertabolisme dari padanya ada dalam tubuh tenaga kerja yang menderita penyakit tersebut. Guna menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja, biasanya tidak cukup sekadar pembuk-tian secara kualitatif yaitu tentang adanya faktor penyebab penyakit, melainkan harus ditunjukkan juga banyaknya atau pembuktian secara kuantitatif. Sebagai ilustrasi, adanya timah hitam dalam darah tenaga kerja tidak cukup menunjukkan yang bersangkutan keracunan timah hitam; namun kadar timah hitam darah yang tinggi misalnya di atas 0,8 mg per 100 cc darah lengkap merupakan

indikasi sangat kuat bahwa tenaga kerja dimaksud menderita keracunan timah hitam. Selain kadarnya dalam darah, kadar faktor kimiawi dalam urin atau bahan lainnya dapat membantu dalam upaya menegakkan suatu diagnosa penyakit akibat kerja. Pemeriksaan rontgen (sinar tembus) Sering sangat membantu dalam menegak-kan diagnosa penyakit akibat kerja, terutama untuk penyakit yang disebabkan penim-bunan debu dalam paru dan reaksi jaringan paru terhadapnya yaitu yang dikenal dengan nama pnemokoniosis. Hasil pemeriksaan sinar tembus baru ada maknanya jika dinilai dengan riwayat penyakit dan pekerjaan serta hasil pemeriksaan lainnya dan juga data lingkungan kerja. Pemeriksaan penunjang lainnya sesuai dengan kema-juan teknik-teknologi kedokteran/kesehatan lain dapat sangat berguna bagi upaya menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja sesuai dengan kebutuhan dan kepen-tingan. Pemeriksaan tempat dan ruang kerja Dimaksudkan untuk memastikan adanya dan mengukur kadar faktor penyebab penyakit di tempat atau ruang kerja. Hasil pengukuran kuantitatif di tempat atau ruang kerja sangat perlu untuk melakukan penilaian dan mengambil kesimpulan, apakah kadar zat sebagai penyebab penyakit akibat kerja cukup dosisnya atau tidak untuk menyebabkan sakit. Sebagai misal, kandungan udara 0,05 mg timah hitam per meter kubik udara ruang kerja tidaklah menyebabkan keracunan Pb, kecuali jika terdapat absorpsi timah hitam dari sumber lain atau jam kerja per hari dan minggunya sangat jauh melebihi batas waktu 8 (delapan) jam sehari dan 40 jam seminggunya. Kelima unsur dari metoda diagnosa tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak terpisahkan dengan muaranya kepada kesimpulan profesional medis yaitu diagnosa penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja. Pada akhirnya keputusan tentang diagnosa penyakit akibat kerja berada di tangan dokter apakah Dokter Pemeriksa ataukah Dokter Penasehat yang dengan segala latar ilmu pengetahuan dan kompetensi medisnya serta juga etika profesi yang dimilikinya; Dokter Pemeriksa dan Dokter Penasehat memiliki kewenangan legal, profesional dan sosio-kultural untuk menetapkan diagnosa penyakit akibat kerja serta memikul tanggung jawab penuh atas keputusan penetapannya. Dengan melaksanakan kelima unsur metoda diagnosa atau menelaah laporan pelaksanaan

kelima unsur tersebut dan hasilnya, maka diagnosa penyakit akibat kerja pasti dapat ditegakkan dengan baik. Metoda diagnosa penyakit akibat kerja bukan masalah yang rumit lebih-lebih lagi bukan metoda yang tidak dapat dilaksanakan. Metoda dimaksud tidak menuntut prosedur teknis-teknologis yang mahal biayanya sehingga tidak mungkin diterapkan. Acapkali suatu penyakit akibat kerja sangat mudah diperkirakan sekalipun segenap unsur belum selesai dilakukan. Dari riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan saja sungguh sangat banyak informasi yang membawa dokter ke arah suatu diagnosa penyakit akibat kerja. Dengan menemukan simptom/sindrom dan tanda penyakit, diagnosa sudah mulai terarah kepada suatu atau beberapa penyakit spesifik yang penyebabnya adalah pekerjaan atau lingkungan kerja. Data lingkungan akan sangat memperkuat keputusan dokter dalam menetapkan diagnosa penyakit akibat kerja. Suatu hal yang sangat mengganggu adalah pendapat bahwa diagnosa penyakit akibat kerja tidak dapat ditegakkan jika tidak ada data awal pemeriksaan kesehatan yaitu pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja. Hal ini tidak benar dan pandangan seperti itu harus segera dihilangkan. Penyakit akibat kerja pasti dapat dibuat diagnosanya tanpa adanya data awal kesehatan tenaga kerja yang bersangkutan, asalkan kelima unsur metoda diagnosa penyakit akibat kerja dilaksanakan dengan memadai. Jika riwayat penyakit dan pekerjaan, temuan pemeriksaan kesehatan, hasil pemeriksaan penunjang, data dan informasi pekerjaan dan tempat kerja dengan jelas mengarah ke suatu penyakit akibat kerja, maka dokter pada tempatnya menetapkan diagnosa penyakit akibat kerja. Sekali lagi tidaklah benar apabila diagnosa penyakit akibat kerja hanya dapat dibuat apabila data awal kesehatan tersedia. i. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini Evaluasi lingkungan dilakukan kepada factor-faktor fisik, kimia, dan lain-lain. Semua factor ini harus dievaluasi dalam higene perusahaan. Evaluasi factor faktor penyebab sakit yang bersifat bahan-bahan kimia dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : Subyektif oleh indera manusia, indera manusia kadang-kadang dapat dipakai untuk evaluasi kadar bahan-bahan di lingkungan kerja. Pada jenis zat-zat tertentu manusia

dapat mencium, melihat dan merasa kadar zat menurut pengalaman. Dalam beberapa hal, apabila indera manusia telah dapat mengenal adanya suatu zat diudara yang masih ajuh dari nilai ambang batas maka indera manusia digunakan untuk pencegahan agar manusia terhindar dari factor-faktor kimia dalam lingkungan kerja. Dengan menggunakan hewan-hewan, hewan-hewan yang sering digunakan untik menilai bahan-bahan kimia di udara adalah burung kenari, tikus, kelinci, kera dan lain-lain. Dengan memakai alat-alat detector, indicator dan detector yang biasanya khusus untuk gas dan uap. Indicator-indikator yang sederhana didasarkan atas perubahan warna sebagai akibat reaksi kimia. Detector adalah alat khusus yang dibuat untuk menentukan bahan-bahan di udara secara kwalitatif maupun kwantitatif. Pengambilan sample dan pemeriksaan laboratorium, dilakukan dengan 4 cara. Pertama absorbsi kepada bahan padat. Kedua dengan melalui udara pada cairan yang mampu mengikat bahan-bahan itu di udara. Ketiga kondensasi yaitu dengan menurunkan suhu udara yang mengandung uap, sehingga uapnya mengebun. Keempat dengan membakar bahan-bahan di udara pada kawat pijar dengan katalisator tertentu, yang hasilnya ditampung oleh air atau larutan Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup: Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara khronologis Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan Bahan yang diproduksi Materi (bahan baku) yang digunakan Jumlah pajanannya Pemakaian alat perlindungan diri (masker) Pola waktu terjadinya gejala

Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa) Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya)

j. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung. Perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya). k. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja. l. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitive terhadap pajanan yang dialami. m. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.

n. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit . Diagnosa atau identifikasi suatu penyakit akibat hubungan kerja yang terjadi pada suatu populasi pekerja dapat dilakukan dengan menggunakan dua pemdekatan, yaitu perndekatan epidemiologis dan pendekatan klinis c. Pendekatan epidemiologis Pendekatan ini terutama digunakan apabila ditemukan adanya gangguan kesehatan atau keluhan pada sekelompok pekerja. Pendekatan ini pelu untuk mengidentifikasi adanya hubungan kausal antar suatu pajanan dengen penyakit. Sebagai hasil dari penelitian epidemiologis, makin banyakk berhasil diidentifikasi pajanan yang dapat menyebabkan penyakit. Identifikasi tersebut mempertimbangkan: Kekuatan asosiasi Konsistensi Spesifitas Adanya hubungan waktu dengan kejadian penyakit Hubungan dosis Penjelasan patofisiologis

d. Pendekatan klinis

Pendekatan ini perlu dilakukan untuk menentukan apakah seseorang menderita penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaannya atau tidak. 11. Peran dan fungsi dokter perusahaan Dalam dunia Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), dokter perusahaan memiliki peranan penting dalam tim K3 perusahaan. karena K3 sendiri disusun atas dua poin yang saling berkorelasi - Keselamatan Kerja (Safety) dan Kesehatan Kerja (Occupational Health). Bersama dengan ahli di bidang lain (i.e. ahli higiene industri, ahli K3 umum, perawat perusahaan, teknisi keselamatan, manajer) dokter perusahaan menjadi ujung tombak untuk menjaga kondisi kesehatan para pekerja, yang pada akhirnya akan mengoptimalkan kinerja dan produksi suatu perusahaan. Banyak orang mengira, bahkan praktisi kesehatan sekalipun, bahwa seorang dokter perusahaan memiliki tugas dan peranan yang relatif sama dengan dokter klinik pada umumnya. Sederhananya, banyak orang cenderung mengeneralisir bahwa dokter perusahaan adalah dokter yang bekerja di klinik perusahaan. Pemahaman ini tidak sepenuhnya salah, pun juga tidak sepenuhnya tepat. Faktanya itu hanyalah satu bagian dari tugas keseluruhan seorang dokter perusahaan. Karena itu mungkin perlu dipahami perbedaan antara dokter perusahaan dengan dokter klinik perusahaan. Jika ditelusuri lebih lanjut, seorang dokter perusahaan memiliki tugas dan peranan spesifik. Tidak seperti dokter klinik yang aktivitasnya berfokus pada pelayanan kuratif, aktivitas seorang dokter perusahaan lebih menitikberatkan pada usaha kesehatan yang sifatnya promotif, preventif, dan rehabilitatif dengan tenaga kerja sebagai objeknya. Tugas Dokter Perusahaan Secara umum, tugas seorang dokter perusahaan dapat dibagi dalam empat ruang lingkup: medis, teknis lingkungan kerja, teknis administratif, dan lingkungan sosial. e. Medis Program kesehatan di tempat kerja Fungsi dasar seorang dokter sebagai seorang praktisi kesehatan adalah untuk menjalankan program pelayanan kesehatan. Untuk seorang dokter perusahaan, ruang

lingkup kerjanya termasuk pemeriksaan kesehatan, perawatan dan rehabilitasi, serta pencegahan penyakit umum Jalin hubungan dengan tenaga kerja Seorang dokter perusahaan juga dituntut untuk menampung keluhan tenaga kerja saat konsultasi kesehatan dan membantu melakukan koreksi lingkungan apabila diperlukan bersama tim dari disiplin ilmu lain. f. Teknis Lingkungan Kerja Pengukuran Seorang dokter perusahaan juga harus memiliki pengetahuan tentang alat ukur dan standar keadaan lingkungan, termasuk diantaranya keadaan iklim, bising, pencahayaan dan lain-lain. Pengetahuan ini bermanfaat untuk mengetahui pengaruh lingkungan terhadap kesehatan pekerja. Namun, seorang dokter perusahaan juga harus mengetahui batas cakupan disiplin ilmunya dan melakukan konsultasi pada ahli higiene industri untuk melakukan pengukuran pada keadaan yang lebih spesifik. Pengukuran dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.

Gambar Sound Level Meter - alat ukur kebisingan Kebersihan dan Sanitasi.

Seorang dokter perusahaan dituntut untuk mengoptimalkan dan memantau kebersihan serta sanitasi di perusahaan, termasuk di tempat kerja, kantin, WC, dan pembuangan sampah. Selain itu, usaha kebersihan lain yang harus dilakukan termasuk pemberantasan insekta tikus, kampanye kebersihan perorangan (personal hygiene), dan pemantauan sistem pengolahan sisa/sampah industri. Penyesuaian kemampuan fisik dan pekerjaan. Seorang dokter perusahaan harus mampu menilai kemampuan fisik seorang pekerja dan membuat rekomendasi untuk penyesuaian di tempat kerja pekerja tersebut. Ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kelelahan dan mengoptimalkan kinerja. g. Teknis Administratif Seorang dokter perusahaan berkewajiban untuk memenuhi tugas administratif, termasuk diantaranya: Pencatatan dan pelaporan medis ke instansi, Administrasi rutin bidang kesehatan, dan Perencanaan usaha pengembangan hiperkes di perusahaan.

h. Tugas Sosial Selain tugas-tugas diatas, seorang dokter perusahaan juga memiliki peranan sosial sebagai Health Educator atau penyuluh kesehatan. Materi yang harus disampaikan termasuk gaya hidup sehat, gizi, dan mutu makanan. Seorang dokter perusahaan juga harus mampu berfungsi sebagai Health Counsellor (Komunikator) yang menjembatani hubungan antara pekerja dengan pihak manajerial perusahaan dalam bidang kesehatan. Seorang dokter perusahaan juga sering dilibatkan dalam tugas kepanitiaan/tim, seperti P2K3, P3K atau Regu Pemadam Kebakaran. Yang berhak melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja adalah dokter yang ditunjuk oleh pimpinan tempat perusahaan / kerja dan yang disetujui oleh Departemen Tenaga Kerja. Pelaksanaan pengawasan kesehatan kerja ditujukan kepada : f. Tempat Kerja, yaitu : Kebersihan dan perawatannya

Kondisi lingkungan kerja

g. Proses kerja yaitu perlu diteliti bagaimana proses kerjanya dimulai dari gudang bahan baku, persiapan pengolahan pengepakan sampai pendistribusian. h. Tenaga Kerja / Pekerja, yaitu yang perlu diperhatikan : Alat pelindung diri Sikap kerjanya Jenis kelamin Usia Baban kerja Gizi tenaga kerja

i. Pelayanan kesehatan kerja j. Fasilitas kesehatan 12. Waktu kerja yang baik berdasarkan skenario Bising pada umumnya didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki. Suara dikatakan bising bila suara-suara tersebut menimbulkan gangguan terhadap lingkungan seperti gangguan percakapan, gangguan tidur dan lain-lain. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.718/Menkes/Per/XI/1987 : kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak diinginkan sehingga mengganggu dan atau dapat membahayakan kesehatan. Bising ini merupakan kumpulan nada-nada dengan macammacam intensitas yang tidak diinginkan sehingga mengganggu kesehatan orang terutama pendengaran. Sedangkan menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. SE 01/Men/1978, kebisingan di tempat kerja adalah semua bunyi atau suarasuara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat di tempat kerja. Dalam bahasa K3, National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) telah mendefinisikan status suara atau kondisi kerja dimana suara berubah menjadi polutan secara lebih jelas, yaitu : a. suara-suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 104 dBA b. kondisi kerja yang mengakibatkan seorang karyawan harus menghadapi tingkat kebisingan lebih besar dari 85 dBA selama lebih dari 8 jam.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kebisingan antara lain : a. Intensitas, intensitas bunyi yang dapat didengar telinga manusia berbanding langsung dengan logaritma kuadrat tekanan akustik yang dihasilkan getaran dalam rentang yang dapat di dengar. Jadi, tingkat tekanan bunyi di ukur dengan logaritma dalam desible (dB). a. 2. Frekuensi, frekuensi yang dapat didengar oleh telinga manusia terletak antara 1620000 Hertz. Frekuensi bicara terdapat antara 250- 4000 Hertz. b. 3. Durasi, efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan dan berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai telinga dalam. c. 4. Sifat, mengacu pada distribusi energi bunyi terhadap waktu (stabil, berfluktuasi, intermiten). Bising impulsive (satu/lebih lonjakan energi bunyi dengan durasi kurang dari 1 detik) sangat berbahaya. Ditempat kerja disadari atau tidak, cukup banyak fakta yang menunjukkan bahwa perusahaan beserta aktivitas-aktivitasnya ikut menciptakan dan menambah keparahan tingkat kebisingan di tempat kerja, misalnya : a. Mengoperasikan mesin-mesin produksi ribut yang sudah cukup tua b. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang c. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya, misalnya mesin diperbaiki pada saat mesin mengalami kerusakan parah d. Melakukan modifikasi atau perubahan secara parsial pada komponen-komponen mesin tanpa mengindahkan kaidah-kaidah keteknikan yang benar, termasuk menggunakan komponen-komponen mesin tiruan e. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat (terbalik atau tidak rapat/longgar), terutama pada bagian penghubung antara modul mesin (bad connection) f. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya, misalnya penggunaan palu (hammer) alat pemukul sebagai alat pembengkok benda-benda metal atau bantu pembuka baut.

Ditempat kerja, kebisingan diklasifikasikan menjadi dua yaitu: a. Kebisingan Tetap Kebisingan tetap dibagi lagi menjadi: kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise) kebisingan ini berupa nada-nada murni pada frekuensi yang beragam, contoh suara mesin, suara kipas dan sebagainya. Broad Band Noise Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaanya adalah broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan nada murni). b. Kebisingan Tidak Tetap Kebisingan tidak tetap dibagi lagi menjadi: Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise) Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama selang waktu tertentu. Intermitten Noise Sesuai dengan terjemahanya, itermitten noise adalah kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan lalu lintas. Impulsive noise Kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara senjata dan alat-alat sejenisnya. Sedangkan menurut Sumamur, jenis kebisingan dibagi atas : a. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state, wide band noise), misalnya mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar dan lain-lain. b. Kebisingan kontinu dengan sprektum frekuensi yang sempit (steady state, narrow band noise) misalnya gergaji sikuler, katup gas dan lain-lain. c. Kebisingan terputus-putus (intermitten), misalnya lalu lintas, suara kapal terbang dilapangan udara.

d. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise) seperti tembakan bedil atau lain sebagainya. e. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa diperusahaan

Pengaruh kebisingan seperti tidur terganggu, beberapa ketegangan mental yang disebabkan oleh kebisingan, akan menyebabkan bertambah cepatnya denyut nadi serta hipertensi, yang dapat mengarah kepada suatu bahaya lain di mana si penderita tidak dapat mendengar teriakan atau suara peringatan sehingga memungkinkan dapat mengakibatkan kecelakaan. Secara terus-menerus berada ditengah-tengah kebisingan ditempat kerja dan lalu lintas dapat berakibat hilangnya kepekaan mendengar yang mengarah kepada ketulian ( Buchari, 2007). Lebih rinci lagi, menurut Ambar W. Roestam (2004), gangguan akibat kebisingan dapat berupa : a. Gangguan fisiologis Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah ( 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. b. Gangguan psikologis Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, stres, kelelahan, dan lain-lain. c. Gangguan komunikasi

Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini bisa menyebabkan ter-ganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya; gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan tenaga kerja. d. Gangguan keseimbangan Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual. e. Efek pada pendengaran Efek pada pendengaran adalah gangguan paling serius karena dapat menyebabkan ketulian. Ketulian bersifat progresif. Pada awalnya bersifat sementara dan akan segera pulih kembali bila menghindar dari sumber bising, namun bila terus menerus bekerja di tempat bising, daya dengar akan hilang secara menetap dan tidak akan pulih kembali. Tingkat kebisingan dinyatakan dalam desible (dB) yang membandingkan tingkat tekanan suara. Berikut beberapa contoh tingkat suara itu: 60-70 dB untuk pembicaraan biasa, 80-90 dB untuk lalu lintas ramai dan 140-150 dB untuk bunyi mesin jet. Tingkat maksimal yang dapat didengar telinga manusia adalah 130 dB, walaupun dianjurkan sebaiknya manusia jangan sampai dihadapkan pada tingkat suara setinggi itu. Intensitas suara 90-95 dB dapat merusak pendengaran. Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan telah direkomendasikan menurut ACGIH dan ISO (International Standart Organization) sebesar 85 dB (A) sedangkan menurut OSHA (Occupational Safety and Health Assosiation) sebesar 90 dB(A) untuk waktu kerja 8 jam sehari dan 40 jam seminggu Ketentuan NAB kebisingan di Indonesia diatur dalam KepMenaker No.Kep.51/Men/1999 tentang NAB Faktor Fisik di tempat kerja yang menetapkan NAB 85 dB(A) untuk waktu kerja 8 jam sehari atau 40 jam seminggu, dapat dilihat dari tabel dibawah ini:

Waktu pemajanan per Intensitas kebisingan hari 8 4 2 1 30 15 7.5 3.75 1.88 0.94 28.12 dB(A) 85 88 91 94 97 100 103 106 109 112 115

Jam

Menit

Detik

Menurut Sumamur Intensitas dan jam kerja yang diperbolehkan adalah : Intensitas Kebisingan Waktu pemaparan dB(A) 85 87 90 92 95 97 100 105 110 8 6 4 3 2 1.5 1 0,5 0,25

Rumus yang digunakan adalah:

Waktu = L = desibel

Jadi pada skenario didapatkan =

= = 240 menit = 4 jam Jadi, sebaiknya waktu bekerja pada intensitas 88 dB adalah 4 jam, bukan 8 jam.

13. Peran K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun social sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal. Tujuan kesehatan kerja adalah : e. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun social. f. Mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh konisi lingkungan kerja. g. Menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan tenaga kerja. h. Meningkatkan produktivitas pekerja. Ruang Lingkup Keselamatan Kerja Keselamatan kerja termasuk dalam perlindungan teknis, yaitu perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan

yang dikerjakan. Keselamatan kerja tidak hanya memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi juga kepada pengusaha dan pemerintah : a. Bagi pekerja/buruh, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan menimbulkan suasana kerja yang tenteram sehingga pekerja/buruh akan dapat memusatkan perhatiannya pada pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir sewaktu-waktu akan tertimpa kecelakaan kerja. b. Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di perusahaannya akan dpat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan pengusaha harus memberikan jaminan social. c. Bagi pemerintah (dan masyarakat), dengan adanya dan ditaatinya peraturan keselamatan kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi perusahaan baik kualitas maupun kuantitasnya. Untuk mewujudkan perlindungan keselamatan kerja, maka pemerintah telah melakukan upaya pembinaan norma di bidang ketenagakerjaan. Dalam pengertian pembinaan norma ini sudah mencakup pengertian pembentukan, penerapan dan pengawasan norma itu sendiri. Ditinjau dari segi keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja harus diterapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja (perusahaan). Pasal 3 Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menentukan bahwa syarat-syarat keselamatan kerja yang harus diperhatikan oleh pengusaha akan diatur lebih lanjut. Namun, peraturan perundangan yang dimaksudkan sampai sekarang belum ada. Peraturan perundangan warisan Hindia Belanda masih dapat dijadikan pedoman syarat-syarat keselamatan kerja, yaitu : f. Mencegah dan mengurangi kecelakaan Untuk mencegah atau mengurangi kecelakaan ini banyak sekali upaya yang dapat dilakukan oleh pengusaha. Dalam Veiligheidregelement (Peraturan Keamanan Kerja), antara lain dinyatakan bahwa agar peralatan pabrik tidak atau kurang menimbulkan bahaya, maka :

Ban penggerak, rantai, dan tali yang berat harus diberikan alat penadah, jika putus tidak akan menimbulkan bahaya. Mesin-mesin harus terpelihara dengan baik, mesin yang berputar harus diberikan penutup agar jangan saampai beterbangan jika kurang tahan dalam putaran yang keras.

Ban penggerak, rantai, atau tali yang dilepaskan harus tergantung, maka gantungan itu harus dibuat sedemikian rupa agar tidak menyentuh ban penggerak. Harus tersedia alat pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).

g. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, yang dapat dilakukan dengan menyediakan alat-alat pemadam kebakaran, memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri bagi pekerja/buruh jika terjadi kebakaran, dan memberikan alat perlindungan lainnya untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran. h. Mencegah atau mengurangi bahaya peledakan. Peledakan biasanya sering terjadi pada perusahaan-perusahaan yang mengerjakan bahan-bahan yang mudah meledak. Perusahaan-perusahaan yang demikian pada setiap ruangan kerja haruslah disediakan sekurang-kurangnya satu pintu yang cepat terbuka untuk keluar. Bahan-bahan yang akan dikerjakan di ruang kerja tidak boleh melebihi jumlah yang seharusnya dikerjakan. Harus pula dipasang alat-alat kerja yang menjamin pemakaiannya akan aman dari bahaya peledakan. i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai, menyelenggarakan suhu udara yang baik, memelihara ketertiban dan kebersihan, mengamankan dan memelihara bangunan. j. Mencegah agar jangan sampai terkena aliran listrik yang berbahaya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : Bagian alat listrik yang mempunyai tegangan minimal 250 volt haruslah tertutup. Sambungan-sambungan kabel listrik harus diberikan pengaman. Bangunan-bangunan yang diatasnya terbentang kawat listrik harus diperiksa sewaktuwaktu dan jika perlu diberikan pembungkus (isolasi) agar terhindar dari tegangan. Peraturan Menteri Perburuhan pada pasal 2 menetapkan bahwa setiap bangunan perusahaan harus memenuhi syarat-syarat untuk :

g. Menghindarkan kemungkinan bahaya kebakaran dan kecelakaan. h. Menghindarkan kemungkinan bahaya keracunan, penularan penyakit atau timbulnya penyakit kerja. i. Memajukan kebersihan dan ketertiban. j. Terdapat penerangan yang cukup dan memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan. k. Mendapat suhu yang layak dan peredaran udara yang cukup. l. Menghindarkan gangguan debu, gas, uap dan bauan yang tidak menyenangkan. Keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini dapat diartikan : suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur aktivitasnya. Suatu kejadian atau peristiwa tertentu adalah sebab musababnya demikian pula kecelakaan industri/kecelakaan kerja ini. Rangkaian kejadian dan factor penyebab kecelakaan dikeal dengan teori domino, yaitu : c. Kelemahan pengawasan oleh manajemen (lack of control management). Pengawasan ini diartikan sebagai fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian kepemimpinan (pelaksana) dan pengawasan. Partisipasi aktif manajemen sangat menetukan keberhasilan usaha pencegahan kecelakaan seorang pimpinan unit disamping memahami tugas operasional tapi juga harus mampu : memahami program pencegahan kecelakaan memahami standard, mencapai standard membina, mengukur, dan mengevaluasi performance bawahannya. Inilah yang dimaksud dengan control d. Sebab dasar. Penyebab dasar terjadinya kecelakaan adalah unsafe condition dan unsafe action. Pendapat berbagai ahli K3 yang cukup radikal, 2 ( dua ) factor diatas merupakan gejala akibat buruknya penerapan dan kurangnya komitmen manajemen terhadap K3 itu sendiri. Beberapa contoh unsafe condition : Peralatan kerja yang sudah usang ( tidak layak pakai ). Tempat kerja yang acak-acakan Peralatan kerja yang tidak ergonomis.

Roda berputar mesin yang tidak dipasang pelindung ( penutup ). Tempat kerja yang terdapat Bahan Kimia Berbahaya yang tidak dilengkapi sarana pengamanan ( labeling, rambu) dll.

Beberapa contoh unsafe action : a. Karyawan bekerja tanpa memakai Alat Pelindung Diri Pekerja yang mengabaikan Peraturan K3. b. Merokok di daerah Larangan merokok. c. Bersendau gurau pada saat bekerja. Dan lain-lain. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang bertindak Kurang aman dalam melakukan pekerjaan, antara lain : e. Tenaga kerja tidak tahu tentang : Bahaya bahaya di tempat kerjanya Prosedur Kerja Aman Peraturan K3 Instruksi Kerja dll.

f. Kurang terampil ( unskill ) dalam : Mengoperasikan Mesin Bubut. Mengemudikan Kenderaan. Mengoperasikan Fire Truck. Memakai alat alat kerja ( Tool ) dll.

g. Kekacauan sistem manajemen K3 Menempatkan tenaga kerja tidak sesuai dengan keahliannya. Penegakan Peraturan yang lemah. Paradigma dan Komitmen K3 yang tidak mendukung. Tanggungjawab K3 tidak jelas. Anggaran Tdk Mendukung. Tidak Ada audit K3 dll.

h. Sebab yang merupakan gejala (sympton). Disebabkan masih adanya substandard practices and conditions yang mengakibatkan terjadinya keselahan. Dalam hal ini kita kenal dengan tindakan tak man dan kondisi tak aman. Factor-faktor ini sebenarnya adalah symptom (gejala) atau pertanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres apakah pada system ataukah pada manajemen. Jika urutan diatas tercipta, maka besar atau kecil akan timbul peristiwa atau kejadian yang tidak diinginkan dan tidak direncanakan yang dapat mengakibatkan kerugian dalam bentuk cidera dan kerusakan akibat kontak dengan sumber energi melebihi nilai ambang batas badan atau struktur. Disamping ada sebabnya maka suatu kejadian juga akan membawa akibat. Akibat dari kecelakaan industri ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : pertama kerugian yang bersifat ekonomis, antara lain kerusakan / kehancuran mesin, peralatan, bahan dan bangunan. Biaya pengobatan dan perawatan korban. Tunjangan kecelakaan. Hilangnya waktu kerja. Menurunnya jumlah maupun mutu produksi. Kedua kerugian yang bersifat non ekonomis. Pada umumnya berupa penderitaan manusia yaitu tenaga kerja yang bersangkutan, baik itu merupakan kematian, luka/cedara berat maupun ringan. 14. Manfaat penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) dan cara pencegahan Penyakit Akibat Kerja Pencegahan Gangguan Kesehatan dan Daya Kerja Perlindungan kesehatan kerja meliputi pengaturan tentang pencegahan gangguan-gangguan kesehatan dan daya kerja. Cara-cara mencegah gangguan tersebut adalah : i. Substitusi, yaitu mengganti bahan yang lebih bahaya dengan bahan yang krang bahaya atau tidak berbahaya sama sekali. j. Ventilasi umum, yaitu mengalirkan udara sebanyak menurut perhitungan kedalam ruang kerja, agar kadar dari bahan-bahan yang berbahaya oleh pemasukan udara ini lebih rendah dari pada kadar yang membahayakan, yaitu kadar Nilai Ambang Batas (NAB). k. Ventilasi keluar setempat (local exhausters), ialah alat menghisap udara di suatu tempat kerja tertentu, agar bahan-bahan yang membahayakan dapat dihisap dan dialirkan keluar. l. Isolasi, mengisolasi operasi atau proses dalam perusahaan yang membahayakan. m. Pakaian pelindung, misalnya masker, kacamata, sarung tangan, sepatu, topi, dan lain-lain.

n. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan kesehatan pada calon pekerja untuk mengetahui keserasian antara pekerja dengan pekerjaan yang akan dijalaninya. o. Pemeriksaan kesehatan berkala, untuk evaluasi apakah penyebab dari gangguan kesehatan yang dialami pekerja. p. Penerangan sebelum kerja, agar pekerja mengetahui dan mentaati peraturan-peraturan, dan pekerja menjadi lebih berhati-hati. q. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kepada pekerja secara kontiniu, maksudnya pekerja tetap waspada dalam menjalankan pekerjaan Menurut International LabourOrganization (ILO) ada beberapa cara atau langkah yang perlu diambil untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja, yaitu melalui h. Peraturan perundang-undangan. Adanya ketentuan dan syarat-syarat K3 yang selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi (up to date). Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sejak tahap rekayasa. Penyelenggaraan pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui pemeriksaanpemeriksaan langsung di tempat kerja. b. Standarisasi. Merupakan suatu ukuran terhadap besaran-besaran nilai. Dengan adanya standard K3 yang maju akan menentukan tingkat kemajuan K3, karena pada dasarnya baik buruknya K3 di tempat kerja diketahui melalui pemenuhan standard K3. i. Inspeksi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka pemeriksaan dan pengujian terhadap tempat kerja, mesin, pesawat, alat dan instalasi, sejauh mana masalah-masalah ini masih memenuhi ketentuan dan persyaratan K3. j. Riset, meliputi : Riset teknik, penelitian terhadap benda dan karakteristik bahan-bahan berbahaya. Mempelajari pengaman mesin, pengujian alat pelindung diri, penyelidikan tentang desain yang cocok untuk instalasi industri. Riset medis, meliputi hal-hal khusus yang berkaitan dengan penyakit akibat kerja dan akibat medis terhadap manusia dari berbagai kecelakaan kerja.

Riset psikologis, penelitian terhadap pola-pola pdikologis yang dapat menjurus kearah kecelakaan kerja. e. Pendidikan. Pemberian pengajaran dan pendidikan cara pencegahan kecelakaan yang terjadi melalui pengamatan terhadap jumlah, jenis

orangnya (korban), jenis kecelakaan, factor penyebab, sehingga dapat ditentukan pola pencegahan kecelakaan yang serupa.

k. Training (latihan). Pemberian instruksi atau petunjuk-petunjuk melalui praktek kepada para pekerja mengenai cara kerja yang aman. l. Persuasi. Menanamkan kesadaran akan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja dalam upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan, sehingga semua ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja dapat diikuti oleh semua tenaga kerja. m. Asuransi. Upaya pemberian insentif dalam bentuk reduksi terhadap premi asuransi kepada perusahaan yang melakukan usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja atau yang berhasil menurunkan tingkat kecelakaan di perusahaannya. n. Penerapan K3 di tempat kerja. Langkah-langkah tersebut haris dapat diaplikasikan di tempat kerja dalam upaya memenuhi syarat-syarat K3 di tempat kerja. Langkah-langkah penyusunan tanggap darurat : e. Mitigation (Mitigasi ) : Kajian awal yang dilakukan untuk mengeliminasi atau menurunkan Derajat Resiko jangka panjang terhadap Manusia atau harta Benda yang diakibatkan oleh Bencana. f. Preparedness (Kesiapsiagaan) : Kegiatan yang dilakukan lebih lanjut berdasarkan Hasil Mitigasi, yang mencakup Pengembangan Kemampuan Personil, Penyiapan Prasarana, Fasilitas dan Sistem bila terjadi keadaan Emergency. g. Response (Kesigapan) : Kemampuan penanggulangan saat terjadi keadaan krisis/bencana yang terencana, cepat, tepat dan selamat (termasuk tanda bahaya, evakuasi, SAR, pemadaman kebakaran. dll). h. Recovery (Pemulihan) : Kegiatan jangka pendek untuk meulihkan kebutuhan pokok minimum kehidupan masrarakat yang terkena bencana, dan jangka panjang mengembalikan kehidupan secara normal.

You might also like