You are on page 1of 4

Dakon Permainan Tradisional yang Terlupakan

3 Votes

Waktu kecil saya sering bermain seperti loncatan dengan gelang karet, dakon, main kelereng, gobak sodor, sondah, malingan, dan lain-lain. Mainan ini sangat mengasikkan. Pada waktu jaman saya kecil dulu permainan tersebut sangat populer. Setelah pulang sekolah atau di hari libur pasti bermain. Tapi sayang jaman sekarang sudah sulit dijumpai permainan tersebut. Anak-anak jaman sekarang lebih suka main game di HP atau play station. Game online di internet seperti dan angry bird jadi permainan favorit mereka. Tak jarang karena seringnya main game anak-anak jaman sekarang kurang bersosialisai baik dengan masyarakat maupun temannya sendiri. Tak jarang dengan teman sekelas maupun tetangganya saja tidak saling mengenal.

Permainan malingan

Permainan loncatan dengan karet gelang Berbeda dengan permainan tradisional, dari permainan ini anak dapat saling mengenal satu sama lain. Anak baru yang belum saling kenal dapat cepat akrab dan saling bersendau-gurau karena permainan tradisional ini. Karena sebenarnya permainan tradisional dapat membentuk karakter pribadi anak. Anak yang semula pendiam dan jarang bergaul dapat menjadi periang dan aktif dengan permainan tradisional ini. Setiap daerah di Indonesia mempunyai permainan tradisional sendiri-sendiri. Tak tahu pasti kapan diciptakan dan siapa penciptanya. Permainan tradisional ada sejak nenek moyang. Kakek atau nenek yang kita tanya pasti mengatakan kalau permainan tradisional katanya dari kakek dan nenek mereka.Kita sebagai bangsa harus melestarikannya. Jangan sampai karena jaman sudah modern permainan tradisional terlupakan. Jangan sampai anak dan cucu kita

hanya dapat melihat gambar atau mendengar cerita dari permainan tradisional tersebut. Sangat ironi jika hal ini terjadi, karena bermunculannya game-game baru. Adalah dari sekelompok mahasiswa Fakultas psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) yang berusaha melestarikan permainan tradisional ini. Komunitas Permainan Tradisional Anak Bawang dari fakultas ini sering mengadakan pentas permainan tradisional di Solo Car Free Day (SCFD) di jalan Slamet Riyadi kota Solo. Menurut salah satu mahasiswa yaitu Suprapto menjelaskan kalau permainan tradisional ini tidak dikenalkan lagi maka anak anak-anak tidak mengenalnya lagi, mereka lebih asik dengan game yang ada di HP maupun tablet. Melestarikan permainan tradisional supaya anak-anak kenal lagi paparnya kepada saya. Salah satu permainan tradisional yang akan saya paparkan di sini adalah dakon. Dakon sebagai salah satu permainan tradisional anak yang berasal dari Jawa Tengah merupakan permainan yang dapat merangsang kreativitas anak mmelalui pengembangan kognitif, sosial, dan psikomotorik. Permainan ini juga dikenal dengan sebutan congklak, dentuman, lamban, mokaotan, maggaleceng, anggalacang, dan nogarata. Permainan yang terdiri dari alat berupa tempat dakon dan biji dakon ini dapat dimainkan oleh 2 orang atau 2 kelompok dengan menggunakan peraturan yang telah disepakati bersama. Biji dakon dapat berupa biji dari sawo yang lebih dikenal kecik atau kerikil. Dakon melatih anak melakukan strategi permainan agar dapat mengumpulkan biji dakon sebanyak mungkin. Cara bermain dakon sebagai berikut. Pada awalnya setiap lubang diisi dengan 7 buah biji. Dua orang pemain berhadapan, salah seorang yang memulai dapat memilih lubang yang akan diambil dan meletakkan satu ke lubang di sebelah kanan dan seterusnya. Bila biji habis di lubang kecil yang berisi biji lainnya, dia dapat mengambil biji-biji tersebut dan melanjutkan mengisi, bila habis di lubang besar miliknya maka dia dapat melanjutkan dengan memilih lubang kecil di sisinya. Bila habis di lubang di sisinya maka dia berhenti dan mengambil seluruh biji di sisi yang berhadapan. Tetapi bila berhenti di lubang kosong di sisi lawan maka dia berhenti dan tidak mendapatkan apa-apa. Pemenangnya adalah yang mendapatkan biji terbanyak di lubang besarnya. Selain dakon, pada kesempatan ini saya juga dikenalkan perpaduan antara permainan modern yang dibuat tradisional. Adalah permainan Word Puzzle, permainan pengenalan huruf Jawa ke anak-anak SD dengan permainan ini. Menurut spanduk yang saya baca bahwa Word Puzzle ini sebagai teknik belajar alternatif penulisan aksara Jawa bagi siswa SD dan sebagai salah satu upaya pelestarian budaya Jawa. Latar belakang dari Word Puzzle adalah berdasarkan kajian pustaka bahasa, dari 726 bahasa daerah yang ada di Indonesia kini hanya tinggal 13 bahasa yang jumlah penuturnya di atas satu juta orang, itu pun sebagian generasi tua, yaitu bahasa Jawa, Batak, Sunda, Bali, Bugis, Madura, Minang, Rejang Lebong, Lampung, Makassar, Banjar, Bima, dan Sasak. Diperlukan adanya inovasi pelestarian bahasa daerah untuk generasi muda. Salah satu caranya adalah dengan memberikan teknik pengenalan aksara Jawa melalui Word Puzzle. Saya juga diperlihatkan permainan egrang, permainan berjalan dari bambu. Beberapa pengunjung stan ini yang mencoba banyak yang gagal, karena permainan ini sulit jika belum bisa mengatur keseimbangan badan. Tetapi, seorang anak yang baru mencoba langsung dapat memakai egrang ini, bahkan bisa berjalan dengan cepat. Selain egrang dari bambu saya juga mencoba egrang dari batok kelapa. Kalau egrang yang ini lebih mudah untuk dipraktikkan. Selain dua egrang tadi juga dikenalkan permainan loncatan dari gelang karet yang dianyam sehingga menjadi sebuah tali yang elastis.

Wah, ternyata permainan tradisional seru banget, selain mengasah kemampuan berbahasa, mengasah otak, juga dapat berolah raga. Selain itu dapat menambah wawasan kita karena dapat berkumpul saling bertukar pikiran.

You might also like