You are on page 1of 35

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bola Soba atau Soraja (Rumah Raja Bugis) adalah rumah tinggal Panglima Perang Kerajaan Bone di masa pemerintahan Raja Bone XXXII tahun 1895-1905, iaitu "Andi Abdul Hamid Baso Pagilingi Petta Ponggawae" salah seorang putra Raja Bone XXXI (Lapawawoi Karaeng Sigeri). Namun setelah kerajaan Bone di bawah kekuasaan Belanda, rumah ini dijadikan sebagai penginapan para tetamu dari kalangan penguasa ketika itu, sehingga seterusnya menjadi lazim dengan sebutan Bola Soba. Lokasi Bola Soba ini, terletak di pusat kota Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Memasuki bagian dalam bangunan, tak ada benda-benda monumental yang bisa menjelaskan secara historis bangunan tersebut. Hanya beberapa perlengkapan kesenian, seperti kostum tari dan gong. Ya, saban hari bangunan Bola Soba ini memang menjadi tempat latihan salah satu sanggar kesenian yang ada di kota ini. Selain itu, di bagian lain ruangan terdapat bangkai meriam tua, potret Arung Pallakka, silsilah raja-raja Bone, serta beberapa benda-benda tertentu yang sengaja disimpan pengunjung sebagai bentuk melepas nazar. Penasaran, penulis berusaha mengorek lebih jauh mengenai bangunan peninggalan sejarah ini. Untungnya, rasa penasaran itu terjawab melalui penuturan Abidin (54 tahun), Koordinator Wilayah (Koorwil) Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Bone.

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 1

Bola Soba dibangun pada masa pemerintahan Raja Bone ke-30, La Pawawoi Karaeng Sigeri sekitar tahun 1890. Awalnya, diperuntukkan sebagai kediaman raja pada waktu itu, tutur Abidin, kepada penulis seraya memperlihatkan buku tentang sejarah Bola Soba terbitan tahun 1984 yang disusun Drs Abdul Muttalib M. Selanjutnya, ditempati oleh putra La Pawawoi, Baso Pagilingi Abdul Hamid yang kemudian diangkat menjadi Petta Ponggawae (Panglima perang) Kerajaan Bone. Saat ditempati oleh Petta Ponggawae, maka singkap rumah (timpalaja) diubah menjadi empat singkap setelah sebelumnya lima singkap. Sebab, imbuh Abidin, dalam tata kehidupan masyarakat Bugis, lima singkap timpalaja dalam bangunan rumah diperuntukkan bagi rumah raja dan timpalaja dengan empat singkap untuk putra raja. Seiring dengan ekspansi Belanda yang bermaksud menguasai Nusantara, termasuk Kerajaan Bone pada masa itu, maka Saoraja Petta Ponggawae ini pun jatuh ke tangan Belanda dan dijadikan sebagai markas tentara. Tahun 1912, difungsikan sebagai mes atau penginapan untuk menjamu tamu Belanda. Selanjutnya, Bola Soba juga pernah difungsikan sebagai istana sementara Raja Bone pada masa pemerintahan Raja Bone ke-31, La Mappanyukki padatahun 1931, menjadi markas Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS), menjadi asrama TNI pada tahun 1957 hingga kemudian dijadikan sebagai bangunan peninggalan purbakala.

B. RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang di atas, didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana filosofi rumah tradisional Bone (bola soba)? 2. Bagaimana struktur dan konstruksi rumah tradisional Bone (bola soba)? 3. Material apa saja yang dipakai pada rumah tradisional Bone (bola soba)? 4. Bagaimana bentuk rumah tradisional Bone (bola soba)? 5. Apa keunggulan dan kekurangan dari rumah tradisional Bone (bola soba) dibandingkan dengan rumah adat yang lain?

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 2

C. URGENSI PENELITIAN Dari rumusan masalah di atas, didapatkan urgensi penelitian sebagai berikut: 1. Mengetahui filosofi dari bentuk rumah tradisional Bone 2. Mengetahui material-material yang digunakan pada rumah tradisional Bone 3. Mengetahui keunggulan dan kekurangan rumah tradisional Bone. 4. Mengetahui struktur dan konstruksi rumah tradisional Bone

D. TUJUAN DAN MANFAAT Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui struktur, konstruksi dan bentuk Rumah Tradisional Bone Bola Soba. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Menambah pengetahuan dalam bidang Arsitektur Tradisional khususnya Tradisional Bone pada bangunan Rumah Adat Bola Soba. 2. Sebagai bahan perbandingan antara rumah tradisioanal Bone dan rumah tradisional lainnya.

E. SISTEMATIKA PENELITIAN 1. Sistematika Penelitian BAB I : PENDAHULUAN Berisikan tentang Latar Belakang, Urgensi Penelitian, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat, dan Metode dan Sistematika. BAB II BAB III BAB IV BAB V : STUDI PUSTAKA : SISTEMATIKA PENELITIAN : HASIL DAN PEMBAHASAN : PENUTUP Berisikan kesimpulan dari penelitian, dan saran

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 3

BAB II STUDI PUSTAKA ARSITEKTUR TRADISIONAL RUMAH BUGIS BONE

A. TINJAUAN UMUM

Kabupaten Bone merupakan salah satu wilayah di sulawesi selatan yang asli penduduknya adalah suku bangsa bugis. Pada masa sebelum kemerdekaan, wilayah ini merupakan pusat pemerintahan kerajaan bone, yang dahulunya adalah salah satu dari tiga kerajaan besar yang menguasai wilayah sulawesi selatan dan sekitarnya. Tiga kerajaan tersebut adalah kerajaan Bone, Gowa, dan Luwu yang memegang puncak kekuasaaan di daerah masing masing. Kerajaan bone membentuk persekutuan tiga kerajaan yaitu Bone, Wajo,dan Soppeng, sekaligus memimpin persekutuan itu yang dikenal dengan istilah Tellu Poccoe (tiga puncak).Sebagai salah satu wilayah yang didiami oleh suku bangsa bugis, maka kabupaten bone memiliki corak arsitektur tradisional yang tidak jauh beda dengan corak arsitektur tradisional bugis pada umumnya. Hal ini disebabkan karena suku bugis memiliki latarbelakang dan pandangan hidup yang sama, meskipun tempat mereka berbeda beda. Namun demikian arsitektur tradisional bugis bone memiliki ciri khas tersendiri yang di pengaruhi oleh kondisi sosial budayanya. Kondisi sosial budaya yang ada dikabupaten bone didasari oleh kedudukan bone pada zaman dahulu sebagai suatu kerajaan besar yang merupakan puncak pimpinan kerajaan kerajaan kecil di sekitarnya yang berada dalam kekuasaanya. Hal ini berprngaruh pada pembagian strata sosial yang berkembang dalam kehidupan masyarakat bone. Tidak seperti didaerah lain yang stratifikasi sosial masyarakatnya hanya terbagi atas tingkatan, maka dibone stratifikasi sosial masyarakatnya terbagi atas lima tingkatan. Kelima tingkatan strata sosial itu adalah : 1. Anak Arung Matowa 2. Anak Arung 3. Anak Rajeng 4. To Maradeka 5. Ata
Page 4

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

LOKASI TEMPAT SAORAJA, KABUPATEN BONE

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 5

Rumah bugis memiliki keunikan sendiri dibanding dengan rumah panggung dari suku yang lain (sumatera dan Kalimantan). Bentuknya biasanya memanjang kebelakang dengan tambahan disamping bangunan utama dan bagian depan (orang bugis menyebutnya lego-lego) Mengapa orang bugis suka memiliki rumah yang memiliki kolong? Konon orang bugis,jauh sebelum islam masuk ke tanah bugis (tana ogi), orang bugis memiliki kepercayaan bahwa alam semesta ini terdiri atas 3 bagian, bagian atas(botting langi), bagian tengah (alang tengnga) dan bagian bawah (paratiwi). Mungkin itula hyang mengilhami orang bugis (terutama yang tinggal dikampung, seperti diriku) lebih suka dengan arsitektur rumah yang tinggi. Mengapa saya suka? Karena saya orang bugis hehehe. . .sebenarnya bukan karena itu, tetapi lebih kepada faktor keamanan dan kenyamanan. Aman, karena ular tidak dapat naik keatas. Nyaman, karena angina bertiup sepoi sepoi, meskipun udara panas. Yang lebih menarik sebenarnya dari rumah bugis ini adalah bahwa rumah bugis ini dapat berdiri bahkan tanpa perlu satu paku pun. Semuanya murni menggunakan kayu. Dan uniknya lagi adalah rumah ini dapat diangkat/dipindahkan.

B. PROSES PENDIRIAN RUMAH TRADISIONAL

Seperti hal dengan arsitektur tradisional di indonesia pada umumnya, arsitektur rumah tradional bugis di kabupaten bone juga banyak didasari oleh falsafah dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat,utamanya dalam proses pendiriannya, mulai dari lokasi, penentuan orientasi bangunan, penentuan saat saat membangun, bahan bahan yang digunakan, saat menghuni bahkan upacara ritualnya merupakan kegiatan kegiatan yang didasarkan pada kepercayaan yang dianut masyarakatnya. Didalam kebudayaan tradisional, setiap anggota masyarakat mengetahui bahwa untuk membangun rumah, langgar, lumbung dll diperlukan suatu proses dan proses tersebut merupakn suatu yang lazim dilaksanakan bahkan dianggap suatu keharusan.

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 6

Dalam masyarakat tradisional bone, orang orang masih menganggap bahwa upacara ritual sebelum memasuki rumah masih perlu dilaksanakan, meskipun kegiatan kegiatan sebelumnya tidak lagi dilaksanakan. Berikut ini akan diuraikan tentang proses pembentukan rumah tradisional bone, mulai dari persiapan, teknik dan cara pembuatan serta tenaga pelaksananya yang selanjutnya di upacarakan sebagai kegiatan yang terakhir.

C. PERSIAPAN

1. Musyawarah Setiap akan membangun rumah tradisional bagi suku bugis, slalu dimulai dengan pertemuan /musyawarah untuk membicarakan hal-hal yang perlu dipersiapakan dan dikerjakan, baik individu maupun kelompak. Untuk bangunan berupa tempat tinggal, peserta pertemuan hanya dihadiri oleh anggota keluarga dan dipimpin oleh anggota keluarga yang tertua dan paling tahu tentang adat istiadat dan tata cara , khususnya falsafah dalam pendirian sebuah rumah. Untuk membangun rumah tinggal, yang pertama dibicarakan adalah status sosial dari orang yang mendirikan rumah. Dari status sosial orang inilah dapat diketahui tipe dan bentukrumah yang akan dibangun. Kalo yang bersangkutan berstatus bangsawan maka ia berhak menempati rumah tipe saoraja, tapi klo ia hanya orang biasa maka ia hanya berhak menempati rumah biasa. Oleh karena itulah, musyawarah seperti ini harus dihadiri oleh pandrita bola (ahli rumah), karena ialah yang lebih mengetahui hal hal yang menyangkut falsafah tersebut. Bila rumah yang akan dibangun adalah rumah saoraja, maka penanggung jawab keuangan dan pekerjaan sampai selesai ialah raja atau bangsawan sendiri dibantu pemuka pemuka masyarakat. Sedangkan penaggung jawab teknis pembuatan ialah pandre bola (tukang rumah) yang ditunjuk oleh pemuka adat di kampung itu. Disamping penentuan biaya dan tukang yang akan membangun, maka dalam musyawarah itu ditentukan pula waktu yang baik untuk memulai pekerjaan.
Page 7

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Dikalangan suku bugis menganut keyakinan bahwa ada waktu yang baik dan tidak baik untuk mmulai suatu pekerjaan, khususnya membangun rumah. 2. Penentuan Lokasi Dalam penentuan lokasi bangunan rumah, pertama tama yang harus diperhatikan adalah topografi tanahnya. Tanah yang paling baik dan dianggap membawa keberuntungan adalah tanah yang sedikit agak miring, maksudnya tinggi di baian depan dan rendah di bagian belakang. Menurut kepercayaan bila tanah tinggi dibagian depan maka rezeki pemilik rumah kelak akan banyak, tetapi bila sebaliknya bila rendah bagian belakang maka rezekinya akan tumpah, yang di sebut ta tiling Sedangkan maksud lain dari topografi tanah tersebut adalah untuk melihat apakah air bisa mengalir bila terjadi hujan serta didalam tanah tidak terdapat sarang anai. Seorang Panrita bola juga melihat apakah lokasi itu tempat tinggal atau tempat jalannya makhluk gaib, karena menurut kepercayaan, makgluk gaib itu dapat membawa malapetaka dan akan marah bila jlannya ditempati manusia. Oleh karena itu perlu dipanggil sandro (dukun) untuk meminta izin kepada makhluk gaib untuk menempati lokasi tersebut, kemudian setelah syarat itu terpenuhi, maka harus diuji lagi apakah tanah tersebut cocok dengan orang yang merencanakan mendirikan rumah diatasnya atau tidak. Cara mengetahui cocok atau tidak ialah denagan meletakkan sebuah bila( buah maja) yang berisi air pada tempat tiang posi bola. Sebelum itu, panrita bola bermalam semalam suntuk di tempat tersebut untuk menentukan letak posi bola yang baik sekaligus mencegah datangnya makhluk gaib untuk menganggu Selanjutnya, setelah air dalam bila yang diletakkan di tempat posi bola, maka air itu dibiarkan selama satu malam, kalau air dalam bila bertambah, maka itu pertanda cocok. Sebaliknya klo air dildalm bila tidak bertambah maka tidak cocok. Setelah pengujian ternyata lokasi itu baik, maka barulah ditentukan arah orientasi rumah. Dikalangan suku bugis, boleh memilih salah satu arah mata angin, tapi sebenarmya yang penting bukanlah orientasi rumah melainkan arah tangga rumah tersebut.
Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 8

3. Pemilihan bahan Pengadaaan bahan ini disesuaikan dengan waktu waktu tertentu menurut pengetahuan mereka secara tradisional. Untuk itu mereka berpendapat bahwa waktu yang sebaik baiknya untuk menebang kayu atau bambu dan menyambit rumput untuk peralatan bahan bangunan rumah agar tahan lama yaitu pada waktu embun yang melekat pada daun daun itu sudah habis menguap(kering). Dalam bahasa bugisnya yaitu maruttu namo namoe. Karena pada keadaan itulah bahan bahan tersebut dalam kondisi siap pakai. Jenis bahan banguna tradisional yang banyak digunakan adalah Aju Betti, Aju Ipi, Aju Amara, Aju Cenrana, Aju Tippulu, Aju duriang, Aju Panasa, Aju seppu(kayu besi), batang lontar,batang kelapa, batang enau, batang pinang, daun ilalang dan ijuk

Ket. Gambar kayu ulin

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 9

Ket. Gambar kayu cendana

Ket. Gambar kayu jati

Ket. Gambar kayu amara

Ada beberapa bahan kayu yang tidak boleh dijadikan bahan bangunan yaitu: Kayu yang pernah kena sambaran petir. Kayu yang bergesek ujung atau dahannya dengan dahan dari pohon lain pada waktu masih hidup. Kayu yang pada waktu ditebang lalu tumbang menindih makhluk lain terlebih lagi manusia. Kayu yang pada waktu hidupnya dibelit oleh tumbuhan lain. Kayu yang dilubangi oleh kumbang sementara di hutanria tumbuh.

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 10

4. Teknik dan cara pembuatannya Seperti halnya rumah tradisional bugis yang lain, maka rumah tradisional bone juga merupakan rumah panggung(menggunakan tiang penyanggah). Jadi tidak memerlukan pondasi. Tetapi umumnya rumah tradisional itu tiangnya didirikan di atas batu penyanggah yang terbuat dari semen (pallangga alliri= penyangga tiang). Pembuatan tiang Pembuatan tiang (Alliri) ini dimulai dengan membuat posi bola yaitu tiang yang merupakan soko guru dari rumah itu. Tiang ini terletak pada baris kedua dari depan dan baris kedua dari samping kanan. Setelah tiang pusat selesai dibuat, maka dimulailah mengerjakan tiang kedua yaitu tiang pakka, pakka artinya bercabang, maksudnya ialah tiang tiang yang menghimpun dua arateng dan sekaligus menjadi tempat sandaran tangga depan. Setelah kedua tiang tersebut dilicinkan, mulailah di kerjakan tiang tiang lainnya, bila seluruh tiang telah dilicinkan dan dibentuk, maka mulailah mengerjakan Parewa Mallepang yaitu bagian konstrukdi rumah yang pipih termasuk juga bagian yang berupa balok balok kecil. Parrewa mallepang ini terdiri dari : Arateng (balok pipih panjang yang mengikat tiang pada bahagian tengahnya berderet ke belakang) dan panjangnya sama dengan badan rumah.

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 11

Bare yaitu balok pipih panjang yang mengikat ujung ujung tiang sebelah atas sejajar dengan arateng.

Pattolo riawa yaitu balok pipih yang mengikat deretan tiang dari kanan ke kiri pada bahagian tengah

Pattolo riase yaitu balok pipih panjang yang mengikat ujung tiang sebelah atas sejajar dengan pattolo riawa

Aju lekke yaitu balok panjang yang menjadi tulang punggung dari rumah dan tempatnya paling atas serta berfungsi sebagai tempat melekatnya kerangka atap

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 12

Pattuppu yaitu balok yang mengikat balok barakapu kanan dan kiri

Tunebba yaitu balok kecil kecil yang merupakan dasar dari lantai rakkeang dan Aju te yaitu balok kecil yang menjadi dasar melekatnya kaso tempat mengikat atap.

Pengukuran Bangunan Setelah selesai maka tibalah saatnya Majukke/masukke yang artinya mengukur. Yang diukur adalah panjang dan lebar rumah serta luas lubang lubang pada tiang. Pada waktu melubangi tiang, bila ada pasu(bekas cabang pohon) yang kena lubang, maka pasu tersaebut harus di hilangkan semuanya karena menurut kepercayaan mereka, itu akan menyebabkan tukang sakit mata. Untuk mengukur lubang tiang agar sesuai dengan besar arateng, bare atau pattolo yang akan dimasukkan kedalamnya dipakai pajukke/ pasukke yang terbuat dari bambu, daun lontar atau daun kelapa.dasar ukuran diambil dari ukuran arateng atau pattolo yang telah selesai dibuat. Sedangkan untuk mengukur panjang, lebar, dan tinggi rumah yang diambil dari rappa(depa), jakka(jengkal) dari empunya rumah.

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 13

Untuk menentukan lebar rumah yaitu dengan cara mengambil ukuran , 1 depan dari pemilik rumah, kemudian diambil 3 lalu diambil 1/3. Yang 1/3 ini dibagi 8, dan 8 itulah yang dijadikan pajjuke. Menentukan lebar rumah disesuaikan dengan keinginan pemilik rumah. Bila tidak persis sesuai, boleh ditambah atau dikurangi sehingga bisa pas. Sedangkan untuk menentukan panjang rumah di ukur melalui arateng. Tinggi puncak rumah(panjang suduna) menentukan luas ruangan loteng(rakkeang). Untuk menentukan tinggi puncak rumah ini diambil dari seperdua pattolo riase(padongko) ditambah dua jari dari istri yang empunya rumah. Tinggi kolong atau jarak lantai dengan tanah ditentukan dengan mengukur tinggi pemilik rumah sampai batas telinga kemudian disuruh duduk lalu diukur sampai matanya. Hasil pengukuran ini dijumlahkan dan dijadikan ukuran tinggi kolong. Panjang bulena (jarak timpa laja dengan tiang) di tentukan dengan cara membagi empat panjang pattolo riase, lalu yang seperempat itu dibagi lima. Selanjutnya yang sperlima itulah yang dijadikan pajukke. Panjang bulena ini diukur pada bare mulai dari tiang depan atau belakang sampai pada panjang yang diinginkan oleh tuan rumah. Mappatama Arateng (Balok Pipih)

Kegiatan selanjutnya adalah Mappatama Arateng yaitu memasukkan balok pipih panjang kedalam tiang rumah, sehingga tiang tiang ini terikat berderet kebelakang. Ikatan ini disebut siatu/ sitibang yang artinya satu deret/ baris. Diujung atas tiang tiang tersebut dipasang bare. Pemasangan balok pipih ini harus dimulai pada posi bola. Mendirikan rumah harus dimulai pada deretan tiang yang terdapat posi bola, dengan ketentuan suami istri pemilik rumah itu yang memegangnya. Sesudah

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 14

itu menyusul deretan tiang ketiga dari kanan. Kemudian dimasukkan pattolo riase agar tiang tiang itu tidak rebah. Selanjutnya menyusul deretan pertama dari kanan bersamaan dengan deretan ke empat dari kiri, lalu menyusul deretan tiang tiang selanjutnya. Setelah semua deretan tiang itu berdiri, maka dipasanglah barakapu( balok kecil sebagai lantai dasar rakkeang). Keseluruhan rangkaian kegiatan diatas disebut mappatettong bola (mendirikan rumah). Rangka Atap

Selanjutnya adalah kegiatan pemasangan rangka atap dengan urutan urutan sebagai berikut: Cericiring kanan dan kiri yaitu balok pipih yang berfungsi sebagai bagian yang meluruskan ujung atap. Suddu yaitu tiang penyanggah aju lekke. Aju lekke yaitu balok panjang yang merupakan puncak/panggung rumah. Aju te yaitu balok kecil yang merupakan tempat meletakkan kaso Bakkeleng yaitu bagian yang terbuat dari kayu atau bambu yang dibelah dan berfungsi untuk meluruskan atap. Kaso yaitu bagian yang berfungsi sebagai tempat mengikat atap. Mengenakan atap. Atap untuk rumah Saoraja/Salassa terbuat dari ijuk atau nipah, sedangkan atap Bola (rumah biasa) terbuat dari ilalang atau nipah. Sekarang ini sudah banyak digunakan seng, sirap atau genteng.

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 15

Sesudah pemasangan atap, maka selesailah aktifitas pendirian rumah dan dilanjutkan dengan aktifitas untuk melengkapi rumah dengan bagian bagian sebagai berikut: Addeneng (tangga)

Ketentuan mengenai tangga ini adalah: Induk tangga tidak boleh sama panjang. Induk tangga sebelah kiri bila kita naik kerumah harus lebih panjang dari tangga yang terletak di sebelah kanan. Induk tangga saoraja tiga buah, sedangkan bola hanya dua buah. Anak tangga jumlahnya harus ganjil. Anak tangga bola(rumah biasa) jumlahnya 3-9 buah, sedangkan saoraja 11-15 buah.

Renring (dinding)

Menurut letaknya dibedakan atas: Renring pongolo (dinding depan) Renring uluang (dinding yang terdapat di bagian kepala pada waktu tidur di rumah itu atau dinding kanan rumah. Renring rimunri (dinding belakang) Renring tamping (dinding yang terdapat dibagian kaki pada waktu tidur di rumah itu atau dinding kiri rumah)
Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 16

Tange / sumpang (pintu)

Letak pintu tidak boleh sembarangan, harus diusahakan pada bilangan ukuran genap. Bila penempatan pintu ini tidak tepat maka dapat menyebabkan rumah itu mudah dimasuki pencuri/ penjahat.

Tellongeng (jendela)

Letaknya diantara dua buah tiang. Untuk memperindah jendela, maka diberikan hiasan hiasan berupa ukiran dan terali terali dari kayu yang jumlahnya juga harus ganjil.jumlah terali untuk saoraja adalah 7-9 buah, sedangkan untuk bola berjumlah 3-5 buah.

Jongke / dapureng (dapur) Yaitu ruang tambahan yang difungsikan sebagai dapur, juga dijadikan untuk kamar kecil (wc) pada rumah rumah sekarang (dulu tidak ada dikenal adanya wc diatas rumah).

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 17

Lego- lego (ruang tambahan di sekitar tangga depan)

Lantai lego lego lebih rendah dari lantai rumah induk. Untuk bola memakai dua tiang, dan untuk saoraja memakai 4-6 tiang. Ruang ini berfungsi sebagai teras dan tempat duduk keluarga untuk menonton bila di halaman depan ada upacara.

5. Tenaga pelaksana Untuk membangun rumah tradisional Bugis dibutuhkan tenaga tenaga ahli yang tahu tentang seluk beluk adat istiadat yang berhubungan dengan rumah. Hal ini dumaksudkan untuk menghindari pelanggaran pelanggaran terhadap adat/ kepercayaan yang akan berakibat malapetaka bagi pemilik rumah. Secara umum tenaga yang terlibat dalam kegiatan pendirian rumah dapat dibedakan atas : Panrita bola (uragi bola) Yaitu orang yang ahli tentang seluk beluk bangunan rumah, mulai dari jumlah bahan dan biaya yang dibutuhkan, simbol simbolnya, jumlah tukang sampai dengan waktu dan tempat yang baik untuk mendirikan rumah tanpa gambar. Seorang panrita dalam suatu kampung/ desa umumnya sekaligus menjadi pemimpin adat dalam masyarakat. Panre bola Yaitu orang yang terampildalam hal teknik dan cara membangun rumah tanpa gambar, yang bekerja setelah mendapat petunjuk dari panrita bola. Jadi peranannya adalah sebagai tukang, karena ilmu yang dimilikinya lebih bersifat teknik. Seorang panre bola diharapkankan pula menjadi panrita bola pada masa yang akan datang. Tenaga pembantu umum , Tenaga ini terjadi dari keluarga dekat dari tuan rumah atau tetangga dekat. Penggunaan tenaga bantuan ini didasari oleh keiklasan dan suka rela, jadi atas dasar gotong royong. Bantu membantu dalam menyelesaikan pekerjaan tanpa harapan balasan apa apa disebut dalam bahasa bugis situru turungi

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 18

6. Upacara upacara dalam proses pendirian rumah Upacara sebelum mendirikan rumah Upacara yang diadakan sebelum mendirikan rumah disebut makkarawa bola, maksudnya mengerjakan /membuat peralatan rumah yang telah direncanakan. Tujuannya adalah memohon doa restu kepada dewata seuwae (Tuhan Yang Maha Esa) agar diberi perlindungan dan keselamatan dalam menyelesaikan pendirian rumah tersebut. Upacara pada waktu sedang mendirikan rumah Upacara ini biasa disebut mappatettong bola atau mendirikan rumah, yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan YME agar rumah itu diberkahi dan dilindungi dari makhluk/roh jahat. Upacara sesudah selesai mendirikan rumah Upacara ini disebut menre bola baru yang artinya menaiki rumah baru. Tujuannya adalah sebagai upacara doa selamat agar rumah baru diberi berkah oleh Tuhan dan dilindungi dari segala bencana, sekaligus sebagai pemberitahuan kepada sanak keluarga dan tetangga sekampung bahwa rumah itu telah selesai dibangun.

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 19

BAB III METODE PENELITIAN TYPOLOGI RUMAH ADAT TRADISIONAL BONE


A. TYPOLOGI SAORAJA PETTA PENGGAWAE (BOLA SOBA) Rumah tradisional kerajaan ini terdapat di jalan biru, dan sekarang ini difungsikan sebagai salah satu objek rekreasi budaya sekaligus sebagai museum khusus. Menurut keterangan Kepala Museum bola soba ini, yaitu Drs. A.Amir Sessu, rumah ini dahulu adalah tempat kediaman Petta Penggawae, seorang bangsawan tinggi kerajaan dan merupakan Panglima Perang Kerajaan Bone. Rumah ini telah mengalami pemugaran/ perbaikan pada tahun 1985 yaitu mengganti bahan bahan dan bagian bagian yang telah rusak, tetapi tetap mengikuti bentuk yang lama.

1. Tinjauan tata ruang Seperti umumnya saoraja lain yang ada di daerah bugis, pada rumah ini dikenal tiga ruangan utama yang disebut latte atau lontang. Ketiga ruangan ini adalah: Lontang risaliweng (ruang depan) Ruangan ini berfungsi sebagai ruang tamu, tempat musyawarah, dan tempat tidur bagi hamba laki laki/ pengawal. Lontang ritengnga (ruang tengah) Ruang ini meliputi 3 deretan tiang kebelakang dan 4 deretan tiang ke samping kanan (termasuk tampingnya). Pada ruangan ini terdapat kamar tidur suami isteri dan anak anak yang belum dewasa. Batas antara lontang risaliweng danlontang ritengnga di sebut renring lawatengnga (dinding tengah) yang tidak boleh dilalui oleh kaum wanita dewasa dan gadis gadis. Lontang rilaleng (ruang dalam) Ruangan ini berfungsi sebagai ruangan tidur bagi gadis gadis dan orang tua, serta hamba wanita/ penagsuh. Selain itu, karena saoraja ini ditempati oleh keturunan raja, maka rumah tersebut selain lebih besar juga diberikan identitas identitas tertentu yang
Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 20

mendukung tingkat status sosial politiknya. Rumah ini memiliki ruangan ruangan lain diluar dari yang disebutkan diatas yaitu: Lego lego yaitu ruangan tambahan disekitar tangga dan menjadi tempat sandaran tangga. Pada ruangan ini terdapat bagian yang ditinggikan sehingga berfungsi sebagai tempat duduk tamu sebelum dipanggil masuk kerumah, tempat isirahat, tempat duduk penjaga(peronda), dan tempat menonton bagi bangsawan dan keluarganya pada waktu acara dihalaman rumah. Lantainya lebih rendah dari ruang induk dan rata dengan tamping. Dapurang atau jongke yaitu ruangan tambahan dibagian belakang yang difungsikan sebagai dapur dan tempat menyimpan peralatan rumah tangga. Selasar penghubung antara rumah induk dengan dapureng. Bagian memanjang pada sisi kanan sepanjang 3 deret ke belakang. Bagian ini tidak berdinding penuh dan sekarang ini difungsikan sebagai gallery/ tempat memasang foto. Pada saoraja ini, lantainya bertingkat 2. Bentuk lantai seperti ini mempunyai kaitan dengan status sosial pemiliknya. Lantai yang tinggi (pada ruangan induk) disebut watampola, sedang yang dibawah (memanjang pada sisi kanan sejajar dengan lego lego) disebut tamping. Bagian ini dimaksudkan untuk menerima tamu yang lebih rendah status sosialnya dari pemilik rumah. Disamping ruangan ruangan pada badan rumah (ale bola), terdapat pula ruangan yang berada di loteng (rakkeang) dan dihubungkan melalui tangga yang terdapat di lontang ritengnga. Ruangan ini difungsikan sebagai tempat menyimpan benda puasaka, sesaji (arajang) bagi makhluk gaib penjaga rumah yang diletakkan pada sisi posi bola, dan tempat menyimpan hasil hasil pertanian. Karena ruangan ini luas dan sepi dibanding ruang tengah, maka dapat pula dimamfaatkan sebagai tempat berhias dan menenun bagi gadis gadis. Sedangkan bagian kolong rumah (awa bola) berfungsi sebagai tempat menyimpan alat alat untuk kegiatan ekonomi mereka. 2. Tinjauan bentuk dan komponen rumah Seperti rumah tradisioanal Bugis lainnya, rumah Saoraja Petta Penggawae (bola soba) ini juga berbentuk rumah panggung. Lantainnya mempunyai jarak tertentu dengan tanah , sedangkan bentuk denah rumah adalah empat perssegi

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 21

panjang dengan ukuran lebih luas dari rumah biasa. Rumah ini mempunyai komponen komponen sebagai berikut: Bahagian atas terdiri dari loteng (rakkeang) dan atap. Atap berbentuk prisma dan memakai tutup bubungan (timpa laja) sebanyak empat susun, yang menandakan bahwa pemilik rumah adalah seorang bangsawan tinggi (keturunan raja). Pada bahagian tengah (ale bola) terdapat ruangan ruangan yang dipergunakn dalam kehidupan sehari hari. Pada dasarnya ruangan ruangan ini berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh dinding dinding. Tiang tiangnya selain berfungsi untuk menyanggah berdirinya rumah, juga sebagai tempat memasang dinding dinding. Rumah Saoraja ini mempunyai tiang sebanyak 58 buah yang terdiri dari 4 tiang yang menyanggah lego lego, 35 tiang yang menyanggah bangunan utama (5 deretan kesamping dan 7 deretan kebelakang), dan 19 tiang yang menyanggah bangunan tambahan. Diantara tiang tiang ini terdapat tiang posi bola yang terletak pada deretan ke empat dari depan dan ketiga dari samping kanan. Pada tiang posi bola ini diletakkan sesajian. Antara ale bola dan awa bola dihubungkan dengan dua buah tangga yaitu tangga depan dan tangga belakang. Tangga depan memiliki ukuran anak tangga lebih besar daripada ukuran anak tangga belakang, dengan jumlah anak tangga sebanyak 13 buah. Ini menandakan status pemiliknya. Tangga depan mengarah pada lebarnya rumah (arah depan) dan terletak pada sisi kanan rumah bila dilihat dari depan. Tangga ini juga mempunyai alas yang disebut sapana dan memakai pegangan yang disebut cocorang (acculuccereng). Bagian bagian ini juga menandakan tingkat derajat yang empunya rumah. Pada dinding (renring) terdapat pintu dan jendela. Pintu depan

menghubungkan lego lego dengan ruangan utama, terletak pada sisi kanan depan rumah. Cara menentukan tempat pintu ini tidak sembarangan, sebab bisa menyebabkan suatu bencana pada rumah itu dan penghuninya. Selain itu, diantara dua buah tiang bahagian depan dan samping terdapat sebuah jendela besar. Dalam bahasa bugis disebut tellongeng. Jendela ini dihiasi dengan ukiran ukiran dan terali terali.

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 22

3. Tinjauan Struktur dan Bahan Bangunan Secara struktural, hubungan elemen antara awa bola, ale bola, dan rakkeang adalah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Pemasangan elemen elemen ini menggunakan pen, alur, tusuk, dan ikat. Tiang tiangnya diperkuat oleh kesatuan balik pipih panjang yang dipasang dari depan ke belakang. Yang dibawah disebut arateng(dasar lantai ale bola). Panjangnya sama dengan panjang/ jumlah deretan dari kanan ke kiri.disamping itu juga diperkuat oleh kesatuan balok panjang pipih yang dipasang dari kanan kekiri sebanyak deretan tiang dari depan ke beakang. Yang diatas di sebut pattolo riase( letaknya dibawah lantai loteng). Dengan ikatan balok panjang ini dari kanan ke kiri dan dari depan dan kebelakang maka tiang tiang itu menjadi kaku. Bahan utama yang digunakan adalah kayu kayu berkualitas baik yang terdapat didaerah ini, seperti: aju ipi(kayu api), aju seppu(kayu besi), aju bitti(kayu bitti),dan aju amara(kayu hitam). Bahan untuk dinding adalah bahan yang dihubungkan satu dengan yang lainnya dengan paku atau menggunakan lajur. Sedangkan bahan untuk atap yang dipergunakan sekarang adalah atap seng, yang dahulunya sebelum dipugar menggunakan atap ijuk. Pada ujung puncak atap bagian depan dan belakang dipasang hiasan (anjong) berbentuk kepala kerbau yang terbuat dari kayu dan tahan air. Anjong ini melambangkan bumi yang subur dan sebagai penolak bala karena selalu dihubungkan dengan bentuk bulan sebagai dunia atas. Binatang kerbau didaerah ini dan daerah daerah bugis lainnya dianggap sebagai bainatang keramat yang melambangkan kekayaan dan status sosial.

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A. DENAH BANGUNAN DAN UKIRAN-UKIRAN BANGUNAN

U
DAPURENG
RUANG MAKAN

SELASAR

RUANG KELUARGA

KORIDOR

KAMAR TIDUR
RUANG TAMU

LEGO LEGO

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 24

DETAIL DINDING DEPAN

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 25

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 26

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 27

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 28

B. TAMPAK BANGUNAN

TAMPAK DEPAN

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 29

TAMPAK BELAKANG

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 30

A. POTONGAN BANGUNAN

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 31

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 32

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 33

BAB V PENUTUP
KESIMPULAN Dari uraian uraian yang telah dibahas sebelumnya terlihat jelas bahwa arsitektur tradisional bugis, khususnya yang terdapat di kabupaten bone kecamatan tanete riattang sangat banyak dilandasi oleh falsafah falsafah yang hidup dan berkembang dalam masyarakat tradisional bugis, yang umumnya bersifat ritual. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa arsitektur tradisional bugis adalah merupakan perwujudan dari nilai nilai dan gagasan yang tidak dapat dipisahkan dari pandangan hidup dan kepercayaan yang dianut olehorang bugis secara turun menurun. Adanya unsur falsafah yang melandasi Arsitektur Tradisional Bugis itulah yang menjadi ciri khas tersendiri, yang membedakannya dengan Arsitektur Tradisional Daerah lain di indonesia, baik dari segi orientasi rumah, letak, bentuk, struktur, tata ruang, ragam hias, maupun upacara upacaranya yang dilakukan oleh mereka dengan tujuan untuk memperkuat atau mengukuhkan nilai nilai dan norma norma yang terkandung dalam arsitektur tradisional bangunan tersebut.

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 34

DAFTAR PUSTAKA

Husrialina, dkk, Arsitektur Tradisional Bugis, Makalah Seminar Arsitektur Tradisional Semester Akhir 1991/1992 https:www.acara-adat-tujuh-bulanan-ala-bugis-bone.com,html http:www. kebudayaan-bone.com,html http:www. Bugis rappang.com,html
http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2012/03/01/mengurai-jejak-sejarah-bola-soba-dibone-443385.html http://ila-galigo.blogspot.com/2010/11/bola-soba-bone-sorajarumah-raja-bugis.html Hasil Survey Lokasi di Watapone, Bone.

Struktur dan Bentuk Bangunan Tradisional Bugis

Page 35

You might also like