You are on page 1of 11

BAB I - PENDAHULUAN

Sistem adalah Suatu kebulatan atau keseluruhan yang komplek atau teroganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang komplek atau utuh. Sistem juga dapat diartikan sebagai kerjasama suatu kelompok yang saling berkaitan secara utuh, apabila suatu bagian terganggu maka bagian yang lain akan merasakan kendalanya. Namun, apabila terjadi kerjasama maka akan tercipta hubungan yang sinergis yang kuat. Pemerintah Indonesia adalah suatu contoh sistem, anak cabangnya adalah sistem peerintah daerah, kemudian seterusnya sampai sistem pemerintahan desa dan kelurahan. Politik dalam bahasa arabnya disebut sitasyah yang kemudian diterjemahkan menjadi siasat, atau dalam bahasa inggrisnya politics. Asal mula kata politik itu sendiri berasal dari kata polis yang berarti negara kota, dengan politik berarti ada hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul aturan, kewenangan dan akhirnya kekuasaan. Tetapi politik juga dapat dikatakan sebagai kebijaksanaan, kekuatan, dan kekuasaan pemerintah. Politik adalah siatu disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dan dapat dikatakan sebagai seni, disebut sebagai seni karena banyak beberapa para politikus yang tanpa pendidikan ilmu politik tetapi mampu berkiat memiliki bakat yang dibawa sejak lahir dari naluri sanubarinya sehingga dengan kharismatik menjalankan roda politik pemerintahan. Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. Sistem politik adalah berbagai macam kegiatan dan proses dari struktur dan fungsi yang bekerja dalam suatu unit atau kesatuan (masyarakat/negara). Ada beberapa definisi mengenai sistem politik, diantaranya : Menurut Rober A. Dahl, Sistem politik adalah pola yang tetap dari hubungan hubungan antara manusia yang melibatkan sampai dengan tingkat tertentu, control, pengaruh, kekuasaan, ataupun wewenang. Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara. Dapat disimpulkan bahwa sistem politik adalah mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik dalam hubungan satu sama lain yang menunjukan suatu proses yang langsung memandang dimensi waktu (melampaui masa kini dan masa yang akan datang).

BAB II ISI
SISTEM POLITIK INDONESIA
(sumber : http://saiyanadia.wordpress.com/2010/11/20/pengertian-sistem-politik-indonesia)

Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya. Sistem politik Indonesia dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa dan mencapai tujuan nasional maka harus sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Dalam menyelenggarkan politik negara, yaitu keseluruhan penyelenggaraan politik dengan memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan aparatur negara serta segenap daya dan dana demi tercapainya tujuan nasional dan terlaksananya tugas negara sebagaimana yang ditetapkan dalam UUD 1945. Sebagai suatu sistem, sistem politik terdiri atas berbagai sub sistem antara lain sistem kepartaian, sistem pemilihan umum, sistem budaya politik dan sistem peradaban politik lainnya. Dalam eksistensinya sistem politik akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan tugas dan fungsi pemerintahan serta perubahan dan perkembangan yang ada dalam faktor lingkungan. Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi negara ( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum. Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa, Kelompok kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah merupakan infrastruktur politik, melalui badanbadan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakat diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat. Di Indonesia, sistem politik yang dianut adalah sistem politik demokrasi pancasila yakni sistem politik yang didasarkan pada nilai-nilai luhur, prinsip, prosedur dan kelembagaan yang demokratis. Adapun prinsip-prinsip sistem politik demokrasi di Indonesia antara lain: pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif berada pada badan yang berbeda Negara berdasarkan atas hukum Pemerintah berdasarkan konstitusi jaminan terhadap kebebasan individu dalam batas-batas tertentu pemerintahan mayoritas pemilu yang bebas parpol lebih dari satu dan mampu melaksanakan fungsinya

Sebagai suatu sistem, prinsip-prinsip ini saling berhubungan satu sama lain. Sistem politik demokrasi akan rusak jika salah satu komponen tidak berjalan atau ditiadakan. Contohnya, suatu negara sulit disebut demokrasi apabila hanya ada satu partai politik. Dengan satu partai, rakyat tidak 2

ada pilihan lain sehingga tidak ada pengakuan akan kebebasan rakyat dalam berserikat, berkumpul dan mengemukakan pilihannya secara bebas. Dengan demikian berjalannya satu prinsip demokrasi akan berpengaruh pada prinsip lainnya. Kenyataan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, tidak perlu diragukan lagi kebenarannya. Tetapi fakta bahwa banyak masyarakat yang justru merasa tertindas oleh pemerintahannya sendiri. Masalah ketidakadilan pemerintah menjadi persoalan yang memicu disintegrasi bangsa karenanya sistem politik Indonesia diharapkan merupakan penjabaran nilai-nilai luhur pancasila dalam keseluruhan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan, dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

SISTEM POLITIK DI INDONESIA

Sistem politik Indonesia berdasar pada ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945. sistem politik Indonesia mengalami banyak perubahan setelah ada amandemen terhadap UUD 1945. amandemen terakhir atas UUD 1945 dilakukan pada tahun 2002. Perbandingan sistem politik Indonesiasebelum amandemen dan sesudah amandemenUUD 1945 adalah sebagai berikut : 1. Sistem Politik Indonesia Sebelum Amandemen UUD 1945 Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Hal itu berarti bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan sepenuhnya dijalankan oleh MPR, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensiil artinya presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. UUD 1945 adalah konstitusi negara Indonesia yang mengatur kedudukan dan tanggung jawab penyelenggaraan negara, kewenangan, tugas, dan hubungan antara lembaga-lembaga negara. UUD 1945 juga mengatur hak dan kewajiban warga negara. Lembaga legislatif terdiri atas MPR yang merupakan lembaga tertinggi negara dan DPR. Lembaga eksekutif terdiri atas presiden dan menjalankan tugasnya yang dibantu oleh seorang wakil presiden serta kabinet. Lembaga yudikatif menjalankan kekuasaan kehakiman yang dilakukan oleh MA sebagai lembaga kehakiman tertinggibersama badan-badan kehakiman lain yang berada dibawahnya.

2. Sistem Politik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 Pokok-pokok sistem politik di Indonesia setelah amandemen UUD 1945 adalah sebagai berikut : Bentuk negara adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahan adalah republik. NKRI terbagi dalam 33 daerah provinsi dengan menggunakan prinsip desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Dengan demikian, terdapat pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kekuasaan eksekutif berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden beserta wakilnya dipilih dalam satu paket secara langsung oleh rakyat. Presiden tidak bertanggung jawab pada parlemen, dan tidak dapat membubarkan parlemen. Masa jabatan presiden beserta wakilnya adalah 5 tahun dan setelahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. 3

Tidak ada lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara. Yang ada lembaga-lembaga negara seperti MPR, DPR, DPD, BPK, presiden, MK, KY dan MA. DPA ditiadakan yang kemudian dibentuk sebuah dewan pertimbangan yang berada langsung dibawah presiden. Kekuasaan membentuk UU ada ditangan DPR. Selain itu DPR menetapkan anggaran belanja negara dan mengawasi jalannya pemerintahan.DPR tidak dapat dibubarkan oleh presiden beserta kabinetnya, tetapi dapat mengajukan usulan pemberhentian presiden kepada MPR.

(sumber : http://saiyanadia.wordpress.com/2010/11/20/pengertian-sistem-politik-indonesia)

BUDAYA POLITIK INDONESIA Budaya yang berasal dari kata buddhayah yang berarti akal, atau dapat juga didefinisikan secara terpisah yaitu dengan dua buah kata budi dan daya yang apabila digabungkan menghasilkan sintesa arti mendayakan budi, atau menggunakan akal budi tersebut. Bila melihat budaya dalam konteks politik hal ini menyangkut dengan sistem politik yang dianut suatu negara beserta segala unsur (pola bersikap & pola bertingkah laku) yang terdapat didalamnya. Sikap & tingkah laku politik seseorang menjadi suatu obyek penanda gejala-gejala politik yang akan terjadi pada orang tersebut dan orang-orang yang berada di bawah politiknya. Contohnya ialah jikalau seseorang telah terbiasa dengan sikap dan tingkah laku politik yang hanya tahu menerima, menurut atau memberi perintah tanpa mempersoalkan atau memberi kesempatan buat mempertanyakan apa yang terkandung dalan perintah itu. Dapat diperkirakan orang itu akan merasa aneh, canggung atau frustasi bilamana ia berada dalam lingkungan masyarakatnya yang kritis, yang sering, kalaulah tidak selalu, mempertanyakan sesuatu keputusan atau kebijaksanaan politik. Kebudayaan politik Indonesia pada dasarnya bersumber pada pola sikap dan tingkah laku politik yang majemuk. Idealisme diakui memanglah penting. Tetapi bersikap berlebihan atas idealisme itu akan menciptakan suatu ideologi yang sempit yang biasanya akan menciptakan suatu sikap dan tingkahlaku politik yang egois dan mau menang sendiri. Demokrasi biasanya mampu menjadi jalan penengah bagi atas polemik ini.
(sumber : http://rezkarezka.wordpress.com/2012/06/19/budaya-politik-negara-maju-singapura-budaya-politik-indonesia)

Kelebihan dan kekurangan Sistem Presidensial Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial: Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen. Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Filipina adalah enam tahun dan Presiden Indonesia adalah lima tahun. Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.

Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial: Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak. Sistem pertanggungjawaban kurang jelas. Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas Pembuatan keputusan memakan waktu yang lama.

Ciri-ciri Sistem Presidensial Sistem pemerintahan presidensiil: Terdapat pemisahan kekuasaan eksekutif dan legislatif. Namun tak ada pemisahan antara jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan. Eksekutif dipegang oleh presiden sebagai kepala pemerintahan yang sekaligus adalah kepala negara. Kekuasaan legislatif berada di Parleman. Eksekutif dan legislatif memiliki kekuasaan terpisah yang seimbang. Sebutan bagi kepala pemerintahan yang sekaligus kepala negara adalah presiden. Karenanya sistem ini disebut presidensiil. Tak ada tumpang-tindih personal antara lembaga eksekutif dan legislatif. Anggota legislatif dipilih langsung lewat pemilihan umum. Pimpinan eksekutif (yakni presiden dan wakil presiden) dipilih langsung melalui pemilihan umum. Jajaran eksekutif lini kedua (yakni para menteri) diangkat oleh presiden. Terdapat mekanisme checks-and-balances antara eksekutif dan legislatif. Legislatif menyusun perundangan, namun memerlukan pelaksanaan oleh eksekutif. Eksekutif bisa mem-veto kebijakan legislatif, atau menolak untuk melaksanakan perundangan, namun legislatif memiliki hak utk meng-impeach eksekutif. Presiden sebagai pimpinan eksekutif memiliki hak untuk mengangkat pejabat negara, namun memerlukan persetujuan legislatif. Legislatif tak bisa memberhentikan presiden, dan presiden tak bisa membubarkan legislatif.

SISTEM POLITIK SINGAPURA Singapura adalah sebuah negara kecil yang lokasinya berdekatan dengan Indonesia . Bentuk pemerintahan Singapura adalah Republik dimana kekuasaan pemerintahan dijalankan kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri. Pemilihan Umum di Singapura dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Letak negara Singapura yangs angta strategis membuat Singapura termasuk salah satu negara termakmur di wilayah Asia. Hal ini juga yang membuat tingkat kesejahteraan masyarakatnya jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan negara- negara tetangga termasuk Indonesia. Singapura menganut sistem pemerintahan parlementer dimana perdana menteri bersama para menteri baik secara bersama - sama ataupun sendiri - sendiri bertanggung jawab kepada parlemen. Selama ini yang terjadi di Singapura, kabinet dibentuk berdasarkan pada kekuatan yang ada di dalam parlemen. Sehingga para anggota kabinet secara keseluruhan mencerminkan kekuatan yang ada di dalam parlemen. Parlemen di Singapura bisa menjatuhkan kabinet setiap saat, demikian juga sebaliknya, atas presiden Singapura juga bisa membubarkan parlemen dan memerintahkan untuk diadakan pemilihan umum. Presiden melakukan itu atas dasar saran dari perdana menteri. Karena kabinet merupakan cerminan dari kekuatan parlemen, maka masa jabatan kabinet tidak bisa ditentukan dengan pasti. Selian itu, kedudukan kepala negara di Singapura tidak dapat diganggu gugat namun kepala negara tetap diminta pertanggungjawabannya atas pelaksanaan jalannya pemerintahan. Selama ini pemerintah Singapura sangat concern terhadap kesejahteraan warganya. Dengan pendapatan perkapita yang tinggi serta sistem pemerintahan yang memihak kepada warga negaranya membuat Singapura menjadi negara favorit tujuan para pekerja urban yang datang dari berbagai penjuru dunia sehingga saat ini penduduk Singapura didominasi oleh kaum pendatang dengan berbagai latar belakang pekerjaan. Apalagi sikap pemerintah Singapura yang tidak sembarangan melakukan kerjasama ekstradisi dengan negara lain membuat negara ini layaknya surga bagi para buron di banyak negara. Membicarakan sistem politik sebuah negara, pasti erat kaitannya dengan sistem pemerintahan. Begitupun dengan sistem politik Singapura. Ketika membicarakan sistem politik negara tertentu, berbagai aroma berbau aturan-aturan pemerintahan pasti mengiringi. Melekat erat bagai dua sisi mata uang. Hal tersebut menjadi wajar mengingat para pelaku pemerintahan adalah mereka yang juga berpolitik. Sistem Politik Singapura pada akhirnya menjadi kendaraan yang digunakan siapapun untuk duduk di bangku pemerintahan. Jadi, sangatlah wajar jika pada akhirnya sistem politik memiliki nama lain sebagai sistem pemerintahan. Sebuah negara bekas jajahan memiliki kecenderungan untuk mengadopsi sistem politik atau sistem pemerintahan yang sama dengan negara yang menjajah. Begitupun dengan sistem politik Singapura. Dalam sistem politik Singapura, perdana menteri adalah pemegang kekuasaan pemerintahan. Sama persis dengan apa yang terjadi pada sistem pemerintahan Inggris. Perdana menteri ini terpilih karena kedudukannya sebagai ketua partai politik yang mempunyai anggota parlemen terbanyak. Sementara posisi presiden, hanyalah simbolis kenegaraan. Dalam hal ini, sistem politik Singapura memiliki perbedaan dengan Inggris. Tentu saja, karena di Inggris, simbol negara dipegang oleh Ratu. Sama dengan peran Ratu di negara Inggris, presiden dalam sistem politik Singapura, secara historis disebut sebagai jabatan seremonial. Sebuah jabatan yang sifatnya mendekati formalitas. Namun, presiden di Singapura bukan lantas tidak memiliki hak. Presiden di Singapura diberi kehormatan sebagai pemegang keputusan kunci di negara ini. Konstitusi dalam sistem politik singapura yang berdasarkan sistem Westminster ini tidak jauh berbeda dengan Inggris karena memang Singapura adalah bekas jajahan Inggris. Sejak merdeka hingga sekarang, parlemen Singapura oleh Partai Aksi Rakyat (PAP).

PAP yang menguasai pemerintahan telah membuat undang-undang yang membatasi berkembangnya partai oposisi yang kuat sehingga lebih terkesan otoriter daripada demokrasi. Oleh karena itu, sistem politik Singapura dianggap menerapkan sebuah sistem bernama demokrasi sosialis. Namun secara fakta, jika dilihat berdasarkan sistem pemerintahannya, sistem politik Singapura bisa juga disebut sebagai sistem republik parlementer dengan sistem pemerintahan yang pastinya bersifat parlementer. Meskipun terkesan otoriter, karena hanya dikuasai satu partai, sistem politik Singapura dan kehidupan berpolitik cenderung aman. Undang-undang tertinggi konstitusi dalam politik Singapura adalah undang-undang tertinggi di Singapura. Dalam hal ini tidak memiliki perbedaan dengan yang ada di Indonesia, segala tindakan kriminal tentu saja di hukum setimpal. Pelanggaran terhadap tata cara berkehidupan sosial yang baik akan mendapatkan dua hukuman sekaligus, resmi dan tak resmi yang datang dari pandangan masyarakat sekitar.
(sumber : http://www.anneahira.com/sistem-politik-singapura.htm)

BUDAYA POLITIK SINGAPURA Budaya politik di Singapura telah mengalami berbagai pengaruh dari luar terutama pengaruh ketika dijajah oleh colonial Inggris, sehingga perkembangan sistem politik di Singapura lebih signifikan dan telah mengalami kemajuan daripada Negara lain. Konstitusi Singapura berdasarkan sistem Westminster karana Singapura merupakan bekas jajahan Inggris. Posisi presiden adalah simbolis dan kekuasaan pemerintahan berada di tangan perdana menteri yang merupakan ketua partai politik yang memiliki kedudukan mayoritas di parlemen. Urutan Presiden Singapura adalah: Yusof bin Ishak, Benjamin Henry Sheares, C.V. Devan Nair, Wee Kim Wee, Ong Teng Cheong, dan yang sekarang menjabat adalah S. R. Nathan. Arena politik dikuasai oleh Partai Aksi Rakyat (PAP) yang telah memerintah sejak Singapura merdeka. Pemerintah PAP sering dikatakan memperkenalkan undang-undang yang tidak memberi kesempatan tumbuhnya penumbuhan partai-partai oposisi yang efektif. Cara pemerintahan PAP dikatakan lebih cenderung kepada otoriter daripada demokrasi yang sebenarnya. Namun, cara pemerintahan tersebut berhasil menjadikan Singapura sebuah negara yang maju, bebas daripada korupsi dan memiliki pasar ekonomi yang terbuka. Para ahli politik menganggap Singapura sebuah negara yang berideologi Demokrasi Sosialis. Meskipun begitu Lee Kwan Yew, pendiri dan perancang sistem politik negara Singapura juga telah mengembangkan konsep yang menempatkan nilai budaya sebagai elemen penting dalam sebuah sistem politik. Menurutnya politik berbasis multibudaya tidak akan pas bagi negara dengan masyarakat yang multirasial seperti Singapura. Sebagai konsekuensinya, di Singapura ditetapkan sebuah sistem yang oleh dunia Barat dianggap tidak demokratis. Hal ini menunjukkan bahwa Singapura merupakan anauthoritarian Confucian anomaly among the wealthy countries of the world (Huntington, 1991: 302). Hasil pemikiran para pakar umunya menyimpulkan bahwa budaya memberikan pengaruh tertentu bagaimana demokrasi diadopsi oleh berbagai negara (lihat Alagappa, 1996; Fukuyama, 1996; Lipset, 1996; Huntington, 1996: Inglehart, 2000). Berkembang pemikiran nilai budaya sebagai faktor determinan yang menentukan suksesnya ekonomi negara-negara Asia Timur. Tetapi sejak 7

terjadinya krisis ekonomi, argumentasi mengenai keunggulan nilai budaya Asia (Asian values) seakan menghilang. Amartya Sen (2001: 6) mengritik hipotesis Lee Kwan Yew bahwa negara yang didominasi oleh budaya Confucianism mempunyai peluang pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, hanyalah berbasis pada perhitungan empiris yang sporadik dari informasi yang terbatas dan sangat selektif. Kenyataan memang menunjukan negara-negara di Asia dalam membangun sistem demokrasinya lebih banyak mengedepankan gaya demokrasi ala barat seperti Filipina, Korea,Thailand, Taiwan dan sekarang ini Indonesia. Walaupun demikian nilai budaya masih dianggap sebagai variabel penting dalam pelaksanaan demokrasi. Seperti dinyatakan oleh Inglehart (2000: 96) bahwa dalam jangka panjang, demokrasi tidak hanya didasari pada perubahan institusi atau perilaku elit politik, melainkan keberlangsungannya akan tergantung pada nilai dan kepercayaan dari masyarakat awam di wilayahnya. Dahl (1997: 34) memperkuat gagasan bahwa konsolidasi demokrasi menuntut budaya demokrasi yang kuat yang memberikan kematangan emosional dan dukungan yang rasional untuk menerapkan prosedur-prosedur demokrasi. Ia melandaskan penekanannya pada pentingnya budaya demokrasi pada asumsi bahwa semua sistem politik termasuk sistem demokrasi, cepat atau lambat akan menghadapi krisis, dan budaya demokrasi yang tertanam dengan kuatlah yang akan menolong negara-negara demokrasi melewati krisis tersebut. Implikasinya proses demokratisasi tanpa budaya demokrasi yang mengakar menjadi rentan dan bahkan hancur ketika menghadapi krisis seperti kemerosotan ekonomi, konflik regional atau konflik sosial, atau krisis politik yang disebabkan oleh korupsi atau kepemimpinan yang terpecah. Sejalan dengan pemikiran Dahl, Huntington (ibid: 258) memfokuskan pada isu budaya demokrasi dalam hubungan antara kinerja dan efektifitas pemerintah demokratis baru dan legitimasinya, sebagai bentuk kepercayaan publik dan elit politik terhadap sistem nilai demokrasi. Budaya demokratis harus berarti adanya pemahaman bahwa demokrasi bukanlah panacea. Karena itu, konsolidasi demokrasi terjadi bila masyarakat menyadari bahwa demokrasi merupakan solusi dari masalah tirani tetapi belum tentu untuk masalah lain (ibid: 263). Huntington memperingatkan bahwa tahun-tahun pertama berjalannya masa kekuasaan pemerintahan demokratis yang baru, umumnya akan ditandai dengan bagi-bagi kekuasaan di antara koalisi yang menghasilkan transisi demokrasi tersebut, penurunan efektifitas kepemimpinan dalam pemerintahan yang baru sedangkan dalam pelaksanaan demokrasi itu sendiri belum akan mampu menawarkan solusi mendasar terhadap berbagai permasalahan sosial dan ekonomi di negara yang bersangkutan. Tantangan bagi konsolidasi demokrasi adalah bagaimana menyelesaikan masalahmasalah tersebut dan tidak justru hanyut oleh permasalahan-permasalahan itu.
(sumber : http://rezkarezka.wordpress.com/2012/06/19/budaya-politik-negara-maju-singapura-budaya-politik-indonesia/)

Kekurangan dan kelebihan Sistem Parlementer Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer: Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai. Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan public jelas. Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.

Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer: Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen. Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bias ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar. Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai meyoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat mengusai parlemen. Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.

Ciri-ciri Sistem Parlementer Terdapat pemisahan antara kepala negara dan kepala pemerintahan. Namun tak ada pemisahan antara kekusaan eksekutif dan legislatif. Baik eksekutif maupun legislatif berada di parlemen. Jajaran eksekutif adalah anggota parlemen. Karenanya sistem ini disebut parlementer. Kepala pemerintahan adalah pimpinan kekuatan mayoritas di parlemen. Kepala negara hanya memiliki kekuasaan simbolik di luar eksekutif dan legislatif. Sebutan kepala pemerintahan: perdana menteri atau prime minister. Sebutan kepala negara: presiden, raja, ratu, gubernur jenderal, dll. Terdapat tumpang-tindih personal antara eksekutif dan legislatif. Anggota legislatif dipilih langsung lewat pemilihan umum. Partai dengan kursi mayoritas di parlemen membentuk pemerintahan. Pimpinan partai ini menjadi perdana menteri. Anggota parlemen dari partai mayoritas itu menjadi menteri-menteri. Terdapat mekanisme pemerintah-oposisi dalam legislatif. Partai kekuatan kedua di parlemen membentuk oposisi. Pimpinan partai ini menjadi ketua oposisi, anggota-anggota partai lainnya menjadi anggota kabinet bayangan sehingga disebut pula sebagai menteri-menteri bayangan. Kebijakan pemerintah diperdebatkan di parlemen dengan pihak oposisi sesuai dengan lingkup masing-masing (misal: perdana menteri dengan pimpinan oposisi, menteri keuangan dengan menteri keuangan bayangan). 9

Legislatif dapat membubarkan pemerintahan dengan mosi tidak percaya, dan mendesakkan pemilu untuk memilih anggota parlemen baru.

10

BAB III KESIMPULAN


Setelah penulis mengerjakan makalah ini penulis menyimpulkan sietem politik Indonesia dan sistem politik singapura berbeda, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil sedangkan singapura menganut sistem parlementer, dalam sistem pemerintahannya Indonesia terdiri dari multi partai sehingga terlihat demokratis sedangkan singapura sistem pemerintahannya terdiri dari satu partai sehingga terlihat otoriter. Ideologi indonesia dan ideologi singapura pun berbeda, bila indonesia berdasarkan nilai nilai budaya bangsa yang luhur, yang kita sebut dengan Ideologi Pancasila, sedangkan ideologi Singapura cenderung adaptasi dari sistem kolonial inggris karena singapura bekas jajahan inggris.

11

You might also like