You are on page 1of 5

1.

Pengertian Taksonomi, Sistematik, dan Klasifikasi


Taksonomi adalah ilmu yang mempelajari identifikasi, tata nama, dan klasifikasi, yang
biasanya terbatas pada objek biologi, bila terbatas pada tumbuhan sering disebut sistematik
tumbuhan. Unsur utama yang menjadi lingkupnya taksonomi tumbuhan adalah pengenalan
yang didalamnya tercakup pemberian nama dan penggolongan. Sistematik diberi batasan
sebagai ilmu yang secara ilmiah mempelajari tentang macam-macam dan keanekaragaman
organisme serta hubungan kekerabatan di antara mereka. Dengan batasan demikian, beberapa
ahli menganggap bahwa sistematik mempunyai cakupan yang lebih luas daripada taksonomi.
Klasifikasi adalah penyusunan tumbuhan secara teratur ke dalam suatu sistem hierarki.
Sistem penyusunan ini berasal dari kumpulan informasi tumbuhan secara individual, dengan
hasil akhir yang menggambarkan hubungan kekerabatan. Klasifikasi yang bertujuan untuk
menyederhanakan objek studi pada hakekatnya adalah mencari keseragaman dalam
keanekaragaman. Betapapun besarnya keanekaragaman yang diperlihatkan oleh suatu
populasi pastilah kita menemukan kesamaan ciri atau sifat-sifat tertentu diantara warga
populasi itu.
Identifikasi penunjukan, penentuan, dan pemastian nama yang benar dan penempatannya di
dalam sistem klasifikasi. Oleh karena di dunia ini tidak ada dua benda hidup yang identik
atau persis sama dalam arti hakiki, maka istilah determinasi dianggap lebih tepat daripada
identifikasi. Kunci adalah suatu proses yang digunakan untuk identifikasi tumbuhan yang
belum diketahui namanya. Skema proses ini disebut kunci taksonomi.
Kunci identifikasi merupakan daya penganalisis yang berisi ciri-ciri khas takson tumbuhan
yang dicakupnya, dan ciri-ciri tadi disusun sedemikian rupa sehingga selangkah demi
selangkah pemakai kunci dipaksa memilih satu dari beberapa sifat yang bertentangan, begitu
seterusnya sehingga akhirnya diperoleh suatu jawaban berupa identitas tumbuhan yang
diinginkan. Tatanama (nomenklatur) adalah penerapan tekhnik penamaan tumbuhan sesuai
dengan peraturan-peraturan yang tertera dalam Kode Internasional Tatanama Tumbuhan
(KITT).

1. Hubungan Taksonomi dengan Ilmu Pengetahuan Lainnya


Ilmu taksonomi mempunyai beberapa tugas yaitu:
1. Menyediakan jalan untuk memungkinkan orang untuk mengadakan pengenaian,
penentuan atau pendeterminasian semua jenis tumbuhan yang ada didunia ini. Untuk
itu para ahli sistematik telah menciptakan sistem tatanama ilmiah yang universal,
menyusun kunci determinasi, menghimpun koleksi spesimen acuan dan lain-lain.

2. Pengumpulan semua data yang lengkap untuk dipertalakan secara teratur sehingga
memungkinkan orang menarik keuntungan dari pengetahuan yang ada dengan cepat.
3. Menciptakan terciptanya sistem klasifikasi yang tersusun sedemikian rupa dan
mencerminkan dekatnya hubungan kekerabatan alamiah diantara tumbuhan, yang
sekaligus harus pula dapat mengungkapkan jalannya evolusi tumbuhan.
4. Dari segala pengetahuan yang sudah tercapai ini dilakukan pengkajian analisis dan
disintesiskan kembali untuk memperoleh pengertian dasar ilmiah dari
keanekaragaman dan hubungan kekerabatan tumbuhan dan untuk mengetahui
bagaimana mekanisme pendekatannya.
Mata rantai hubungan ilmu-ilmu lain dengan taksonomi tidaklah hanya masalah nama,
peraturan pemberian nama yang benar secara internasional dan penggolongan saja, melainkan
juga menentukan hubungan kekerabatan antar tumbuahan. Sehingga, ini penting untuk ilmuilmu terapan, seperti pertanian, kehutanan, farmasi, dan ilmu lainnya. Penggolongan
tumbuhan harus dilengkapi dengan suatu dasar yang mantap dari ilmu-ilmu yang termasuk
biologi, misalnya morfologi, anatomi, sitologi, embriologi, fisiologi, fitokimia, genetika,
ekologi, fitogeografi, dan lain-lainnya.
Taksonomi merupakan dasar dari ilmu-ilmu lain, tetapi perkembangan taksonomi juga
tergantung pula dari perkembangan ilmu-ilmu tadi. Klasifikasi yang baik dapat merupakan
pedoman pencarian problem-problem penalitian biologi, serta bidang-bidang ilmu lainnya.
Oleh karena itu para ahli taksonomi mempunyai tanggung jawab berat dalam membuat sistem
klasifikasi yang dapat menjadi pedoman secara umum bagi ilmu lainnya.

1. Sistem Klasifikasi dalam Sejarah Perkembangan Taksonomi Tumbuhan


Pebedaan dasar yang digunakan dalam mengadakan klasifikasi tumbuhan memberikan hasil
klasifikasi yang berbeda-beda sehingga dari masa ke masa melahirkan sistem klasifikasi yang
berlainan juga. Menurut sejarahnya sistem klasifikasi tumbuhan dibedakan menjadi:
1. Sistem klasifikasi buatan
Klasifikasi yang didasarkan pada satu atau dua ciri morfologi yang mudah dilihat yang tujuan
utamanya adalah untuk mempermudah pengenalan tumbuhan. Terdiri dari 2 periode yaitu:
1. Periode sistem Habitus
Dalam periode ini sistem klasifikasinya didasarkan pada habitus, yaitu kesan keseluruhan
yang nampak dari suatu tumbuhan. Berlangsung dari 300 SM hingga pertengahan abad ke-18,
dengan pelopornya adalah Theopratus (370-385 SM). Menurut sistem ini tumbuhan

digolongkan menjadi pohon, perdu, semak, dan herba. Para ahli filsafat dan penggemar alam
pada periode ini adalah Albertus Magnus(1193-1280), Otto Brunfels(1464-1534), Jerome
Bock (1489-1554), Andrea Caesalpinus (1519-1602), Jean Bauhin(1541-1631), Josseph
Pitton De Turnefort (1656-1708), John Ray (1628-1705), dan lain-lainnya mengajukan
gagasan-gagasan baru tentang dasar-dasar klasifikasi tumbuhan.
1. Periode sistem Numerik
Sistem klasifikasinya didasarkan pada jumlah-jumlah dan susunan alat kelamin tumbuhan.
Disebut juga sistem seksual, penciptannya adalah Carolus Linnaeus (1707-1778). Linnaeus
membagi tumbuhan menjadi 24 kelas antara lain monoandria (golongan tumbuhan dengan
satu benang sari), diandria (golongan tumbuhan dengan dua benang sari), dan seterusnya.
Tokoh-tokoh lain yang dikenal dalam periode ini adalah Peter Kalm (1716-1779), Fredrick
Hasselquist (1723-1752), dan Peter Thunderg (1743-1828).
1. Sistem Klasifikasi Alam
Klasifikasi yang didasarkan pada hubungan kekerabatan yang ditunnjukkan oleh banyaknya
persamaan bentuk yang terlihat sehingga dapat disusun takson-takson yang bersifat alami.
Sistem ini dikatakan alami karena dianggap mencerminkan keadaan sebenarnya seperti
terdapat di alam. Kesadaran mengenai adanya hubungan kekerabatan disebabkan oleh
bertambahnya ilmu pengetahuan tentang fungsi dan morfologi dari organ tumbuhan serta
kemajuan ilmu pengetahuan optik, sehingga pengamatannya lebih seksama dibandingkan
periode sebelumnya. Tokoh-tokoh terkemuka pada periode ini antara lain adalah Lamarck
(1744-1829), Michel Adenson (1727-1826), dan Antonie Laurent de Jussieu (1748-1836)
yang membagi tumbuhan menjadi Acotyledonae, monocotyledonae, dan dicotyledonae.
Sistem de Jussie ini kemudian disempurnakan oleh tokoh-tokoh lain seperti Augustine
Pyrame de Candole (1778-1884), Sir Joseph Dalton Hooker (1817-19) dan George Bentham
(1800-1884).
1. Sistem Klasifikasi Filogenetik
Klasifikasi yang didasarkan pada jauh dekatnya hubungan kekerabatan antara takson satu
dengan takson lainnya. Sistem klasifikasinya didasarkan pada filogeni takson-takson dengan
mengikutsertakan teori evolusi. Takson-takson yang dibentuk ditempatkan dengan urutanurutan , yang diberi segi filogeni mempunyai tingkatan yang lebih rendah (primitif) sampai
ke tingkatan yang tinggi (maju). Periode ini bertahan dari pertengahan abad 9 hingga
sekarang, merupakan salah satu akibat logis timbulnya teori evolusi yang dipelopori oleh
Jean Baptise Lamarck (1744-1824), disusul oleh Charles Darwin dengan karyanya On the
Origin Of Species by Means of Natural Selection (1859). Tokoh-tokoh yang terkemuka pada
periode ini antara lain August Wilhem Eichler (1839-1887), ia membagi tumbuhan menjadi
Cyptogameae (thalophyta, bryophyta, pteridophyta) dan Phanerogamae (spermatophyta).
Masing-masing golongan masih dibagi lagi menjadi takson-takson yang lebih rendah. Sistem
ini kemudian disempurnakan lagi oleh tokoh-tokoh lain seperti Adolph Engler (1844-1930),

Richard von Wettstein (1862-1931), Charles E. Bessey (1845-1915), dan Hans Hallier (18681932).
1. Sistem Klasifikasi Kontemporer
Klasifikasi yang didasarkan pada pengkuatitatifan data penelitian taksonomi dan penerapan
matematika dalam pengolahan datanya. Sistem ini lahir akibat kemajuan ilmu pengetahuan
yang pesat dalam abad ke-20. Komputer telah digunakan secara luas dalam pengembangan
metode kuantitatif dalam klasifikasi tumbuhan yang melahirkan bidang baru dalam
taksonomi tumbuhan yaitu taksonomi numerik, taksometri, atau taksonometri. Taksometri
numerik didefinisikan sebagai metode evaluasi kuantitatif mengenai kesamaan atau
kemiripan sifat antar golongan organisme, dan penataan golongan-golongan itu melalui suatu
analisis kelompok ke dalam kategori takson yang lebih tinggi atas dasar kesamaan-kesamaan
tadi. Taksonomi numerik didasarkan atas bukti-bukti fenetik, artinya atas kemiripan yang
diperlihatkan objek studi yang diamati dan dicatat, dan bukan atas dasar kemungkinankemungkinan perkembangan filogenetiknya. Kegiatan-kegiatan dalam taksonomi numerik
bersifat empirik operasional, dan data serta kesimpulannya selalu dapat diuji kembali melalui
observasi dan eksperimen. Langkah-langkah yang biasanya dilakukan dalam melaksanakan
kegiatannya meliputi:
a. pemilihan objek studi, yang dapat berupa individu, galus, varietas, jenis, dan seterusnya.
Yang terpenting adalah setiap unit-unit yang dijadikan objek studi tersebut harus mewakili
golongan organisme yang sedang diteliti.
b. pemilihan ciri-ciri yang akan diberi angka atau skor. Jumlah ciri yang dipilih untuk
pemberian angka harus cukup banyak, sekurang-kurangnya 50 ciri, yang masing-masing
diberi kode dan selanjutnya disusun dalam bentuk tabel atau matriks.
c. pengukuran kemiripan, dengan cara membandingkan tiap ciri pada masing-masing unit
takson. Besarnya kemiripan akan berkisar dari 0 (tidak ada kemiripan) sampai 100 untuk
keadaan persis sama (identik).
d. analisis kelompok. Matriks kemiripan ditata kembali sehingga unit-unit takson yang
memiliki kemiripan bersama yang paling tinggi dapat dikumpulkan menjadi satu. Kelompokkelompok itu disebut fenon, dan dapat ditata secara hierarki dalam suatu diagram yang
disebut dendogram.
e. diskriminasi. Setelah klasifikasi dilakukan kita dapat menelaah kembali ciri-ciri yang
dilibatkan dalam kegiatan ini, untuk menemukan ciri yang paling konstan, dan oleh karena
paling bernilai untuk pembuatan kunci identifikasi dan diagnosis.
Tokoh-tokoh terkemuka pada periode ini antara lain: Harold C.Bold (1909-1987), dan R.
Whittaker (1921-1980), A. Gundersen (1877-1958), dan masih banyak lagi yang diusulkan

seperti: Stebbin (lahir 1909), Armen L. Takhtajan (lahir 1910), Arthur Cronquist (lahir 1919),
Robert F. Thorne (lahir 1920), dan Rolf M.T. Dahlgren (1932-1987).

You might also like