You are on page 1of 11

Laporan Kuliah Lapangan:

Infrastruktur Drainase
Studi Kasus Kota Surakarta, Jawa Tengah
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Perencanaan Pembangunan Infrastruktur

Disusun oleh: Dieny Nurhanifah Syafrina 11/320071/TK/38967

Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Gadjah Mada 2013

Pendahuluan
Jaringan drainase merupakan salah satu infrastruktur pembentuk sistem kota yang penting untuk diperhatikan disamping keberadaan infrastruktur-infrastruktur lainnya seperti jaringan air bersih, jaringan sanitasi, jaringan persampahan, dan jaringan transportasi. Drainase kota perlu diperhatikan karena menyangkut keberlangsungan kehidupan orang banyak, dalam hal ini masyarakat kota. Bahkan dalam pemilihan lokasi perkotaan, sebaiknya memilih lahan dengan karakteristik tertentu seperti salah satunya mempertimbangkan kelerengan antara 8-15% (landai). Hal ini menunjukkan pentingnya memperhatikan aspek drainase dimana air bersifat mengalir dari permukaan yang tinggi ke permukaan yang lebih rendah, sehingga pemilihan lahan perkotaan sebaiknya tidak berada di kelerengan yang tergolong datar. Pada kesempatan kali ini, Studi Kasus yang diambil adalah Kota Surakarta, Jawa Tengah. Kota Surakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang sudah memiliki sistem infrastruktur kota yang tergolong cukup baik. Secara umum Kota Surakarta merupakan dataran rendah dan berada antara pertemuan kali/sungai-sungai Pepe, Jenes dengan Bengawan Solo, yang mempunyai ketinggian 92 dari permukaan air laut. Kota Surakarta merupakan titik terendah di antara dua gunung, yaitu Gunung Merapi dan Gunung Lawu, sehingga berpotensi menerima kiriman banjir dari daerah-daerah yang lebih tinggi di sekitarnya. Maka, sudah semestinya Kota Surakarta memiliki sistem drainase kota yang baik untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya banjir. Secara geografis wilayah Kota Surakarta berada antara 1104515- 1104535 BT dan 7360075600LS dengan luas wilayah 44,04 Km dengan batas-batas sebagai berikut: Batas Utara Batas Selatan Batas Timur Batas Barat : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar : Kabupaten Sukoharjo : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar

Kota Surakarta terdiri dari 5 kecamatan seluas keseluruhan 44,04 km 2 dengan jumlah penduduk sesuai sensus tahun 2000 sejumlah 490.214 jiwa dan kepadatan penduduk rata-rata 13.354/km2. Penggunaan lahan perumahan/permukiman 65 % dari total lahan Kota Surakarta.

Laporan Kuliah Lapangan: Infrastruktur Drainase Kota Surakarta

Peta Kota Surakarta, Jawa Tengah Sumber: Materi dari Pemkot Surakarta

Peta Daerah tangkapan Air Kota Surakarta Sumber: Materi dari Pemkot Surakarta

Laporan Kuliah Lapangan: Infrastruktur Drainase Kota Surakarta

Sistem Drainase Perkotaan


Menurut SK Menteri Pekerjaan Umum Nomor 233 Tahun 1987, drainase kota adalah jaringan pembuangan air yang berfungsi mengeringkan bagian-bagian wilayah administrasi kota dan daerah urban dari genangan air, baik dari hujan lokal maupun luapan sungai yang melintas di dalam kota. Menurut Panduan dan Petunjuk Praktis Pengelolaan Drainase Perkotaan, drainase perkotaan berfungsi sebagai berikut: a. Mengeringkan bagian wilayah kota dari genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif, b. Secepatnya mengalirkan air permukaan ke badan air penerima terdekat, c. Mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan akuatik, dan d. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah (konservasi air). Masih mengacu pada sumber yang sama, sistem penyediaan drainase terdiri dari empat macam, yaitu Sistem Drainase Utama, Sistem Drainase Lokal, Sistem Drainase Terpisah, dan Sistem Drainase Gabungan. Sistem Drainase Utama yaitu sistem drainase perkotaan yang melayani kepentingan sebagian besar masyarakat kota. Sistem Drainase Lokal yaitu sistem drainase perkotaan yang melayani kepentingan sebagian kecil masyarakat kota. Sistem Drainase Terpisah yaitu sistem drainase yang mempunyai jaringan saluran pembuangan terpisah untuk air permukaan atau air limpasan. Sistem Drainase Gabungan yaitu sistem drainase dengan saluran pembuangan yang sama dengan saluran air genangan atau limpasan yang telah diolah. Sedangkan berdasarkan fisiknya, sistem drainase terdiri atas Sistem Saluran Primer, Sistem Saluran Sekunder, dan Sistem Saluran Tersier, yang masing-masing memiliki standar ukuran yang berbeda. Sistem Saluran Primer yaitu saluran utama yang menerima masukan aliran dari saluran sekunder. Dimensi saluran ini relatif besar. Sistem Saluran Sekunder yaitu saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air dari saluran tersier dan limpasan air dari permukaan sekitarnya, dan meneruskan air ke saluran primer. Dimensi saluran tergantung pada debit yang dialirkan. Sistem Saluran Tersier yaitu saluran drainase yang menerima air dari saluran drainase lokal. Sistem jaringan drainase perkotaan pada umumnya dibagi atas dua bagian, yaitu: 1. Sistem Drainase Mayor Siste Drainase Mayor adalah sistem saluran yang menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan . Sistem saluran ini menampung aliran dalam skala besar dan cakupan yang luas seperti drainase primer dan sungai-sungai. 2. Sistem Drainase Mikro Sistem Drainase Mikro adalah sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan air hujan yang daya tampung debit airnya tidak terlalu besar, seperti saluran di sepanjang sisi jalan dan gorong-gorong.

Laporan Kuliah Lapangan: Infrastruktur Drainase Kota Surakarta

Jenis sistem drainase menurut sejarah terbentuknya dibedakan menjadi dua, yaitu Drainase Alamiah dan Drainase Buatan. Drainase Alamiah adalah drainase yang terbentuk secara alamiah, bisa memanfaatkan kontur maupun memanfaatkan sungai-sungai yang melintas tengah kota. Drainase Buatan adalah drainase saluran yang mengalirkan air permukaan baik berupa genangan akibat air hujan maupun air buangan dari rumah tangga. Menurut letak salurannya, drainase dibedakan menjadi dua jenis, yaitu Drainase Permukaaan Tanah dan Drainase Bawah Tanah. Menurut kontruksinya, drainase dibedakan menjadi dua, yaitu Saluran Drainase Tertutup dan Saluran Drainase Terbuka. Saluran Terbuka adalah saluran yang atasnya terbuka, umumnya berupa saluran di sisi kanan-kiri jalan yang menampung air hujan dan membuangnya ke badan air. Saluran Tertutup adalah saluran yang bagian atasnya tertutup baik oleh jalan maupun bangunan, umumnya berada pada daerah yang lahannya terbatas dan padat. Sedangkan menurut fungsinya, drainase juga dibedakan menjadi dua, yaitu Single Purpose yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air bungan saja, dan Multy Purpose, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa air buangan baik secara bercampur maupun secara bergantian.

Sistem Kelembagaan
Salah satu aspek pengelolaan Sistem Drainase Kota adalah aspek kelembagaan. Stakeholder yang memegang wewenang sebagai penyedia, pelaksana operasional, dan penanggung pembiayaan infrastruktur drainase Kota Surakarta saat ini adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam hal ini Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Dinas Pekerjaan Umum bekerjasama dengan Ditjen Cipta Karya dan Ditjen Sumber Daya Air. Departemen tersebut bertanggungjawab dalam hal teknis seperti aspek pembinaan dan perintisan bangunan. Sedangkan pemerintah daerah bertanggungjawab dalam manajemen dan operasional, pengembangan program drainase, dan penyuluhan kepada masyarakat. Pendekatan kelembagaan juga diperlukan untuk menggambarkan peran dan koordinasi antar instansi, seperti instansi pengelola di tingkat kecamatan dan kelurahan, instansi sektoral, lembaga non pemda, dan masyarakat. Salah satu bentuk koordianasi antar lembaga dapat terlihat sebagai berikut. Instansi tingkat kecamatan dan kelurahan berperan dalam inventaris data, terutama mengenai lokasi banjir dan genangan, kondisi eksisting saluran drainase, dan juga kebutuhannya. Peranan instansi sektoral adalah melakukan identifikasi dan analisis berdasar inventaris data dari instansi tingkat kecamatan dan kelurahan kemudian melakukan kerjasama dengan instansi terkait di tingkat kecamatan dan kelurahan. Sedangkan Peran serta masyarakat terutama dalam partisipasi dalam menjaga kebersihan saluran drainase.

Sistem Operasional
Sistem operasional infrastruktur drainase di Kota Surakarta berkonsep mengalirkan air permukaan secepat mungkin ke badan air, dalam hal ini ke Sungai Bengawan Solo, kemudian diteruskan menuju laut. Teknik penanganan drainase Kota Surakarta adalah dengan melakukan sistem buka tutup pintu air menyesuaikan dengan kebutuhan untuk mengurangi genangan air di dalam kota.

Laporan Kuliah Lapangan: Infrastruktur Drainase Kota Surakarta

Teknologi drainase Kota Surakarta meliputi Pintu Air (flood gate) di 30 lokasi, Pompa Air Pengendali Banjir(pumping plant), Stasiun Pompa Air di 6 lokasi, dan Tanggul Penangkis Banjir (flood dike) sebanyak 7 unit. Pintu Air merupakan utilitas pelengkap dari saluran atau bangunan persilangan dan kolam retensi. Pintu Air umumnya dipasang pada inlet siphon, inlet dan outlet kolam retensi, dan di ujung saluran yang berhubungan dengan badan air. Pompa Air dipakai untuk memindahkan air pada saluran atau kolam retensi ke badan air yang tidak mungkin mengalir secara gravitasi. Pompa Air terdiri dari rumah pompa, genset beserta rumahnya, dan perlengkapan lainnya. Bangunan Persilangan untuk saluran drainase perkotaan terdiri dari gorong-gorong dan siphon. Fasilitas yang harus ada pada bangunan persilangan antara lain adalah saringan sampah di mulut saluran sebelah hulu siphon, pintu air di inlet, saluran penenang hulu (outlet) yang berfungsi menenangkan aliran agar sedimen mengendap di tempat tersebut. Kolam Penenang Hilir sebagai peredam energi kecepatan yang keluar dari dalam gorong-gorong, dan Papan Duga Air (staf gauge) berfungsi untuk mengetahui naik turunnya permukaan air. FLOOD DIKE Tanggul penangkis banjir Bengawan Solo lama, 6,5 km Kali anyar, 3,5 km Bengawan Solo baru, 9 km Kali Pepe Hulu dan Kali Sumber, 2,5 km Kali Wingko, 1,65 Tirtonadi (RUBBER DAM) Kleco

DAM Bendung

FLOOD GATE & PUMPING PLANT Pintu air dan pompa

Sumber Balaikambang 1 unit Tirtonadi 4 unit, kompresor 1 unit Sumber Tapen 3 unit, pompa 2 unit (rusak) Kleco 4 unit Tipes 2 unit, pompa 1 unit (500lt/dt) Makam Bergolo 2 unit Viaduck, Gilingan 4 unit, pompa 2 unit (2x500lt/dt)

Demangan 10 unit, pompa 6 unit (12.300 lt/dt) Putat Kp Sewu 3 unit Plalan Joyotakan 3 unit Gandekan Tengen 2 unit, pompa 1 unit (2x100lt/dt) Kaliwingko 6 unit, pompa 5 unit (5x100lt/dt) Sepanjang tanggul baru Bengawan Solo 15 unit Sepanjang tanggul Kali Anyar, Kali Sumber dan Kali Pepe Hulu 40 unit

Laporan Kuliah Lapangan: Infrastruktur Drainase Kota Surakarta

Kedung Lumbu 2 unit, pompa 2 unit (500lt/dt) Kali Buntung 2 unit, pompa 1 unit

Sistem Pengelolaan
Komponen Sistem Pengelolaan Drainase terdiri dari empat komponen yaitu Sarana Jaringan Drainase, Bangunan pengendali Aliran, Sistem Pemompaan (jika permukaan air di hilir lebih tinggi dari aliran saluran drainase), Operasi dan Pemeliharaan, dan Jasa Studi dan Desain, serta Pembebasan Lahan. Sarana Jaringan Drainase membutuhkan sarana dan prasarana berupa bentaran kali/saluran, penyaring sampah, gorong-gorong, bangunan terjun, dan out fall. Sarana dan Prasarana untuk Bangunan Pengendali Aliran adalah Pintu Air, Tanggul Banjir, Saluran Pembagi, dan Pengukur Ketinggian Air. Sarana dan Prasarana untuk Sistem Pemompan adalah rumah pompa, poulder, depont bengkel, dan rumah genset. Sarana dan Prasarana untuk Operasional dan Pemeliharaan adalah kendaraan/truk, dan alat-alat berat. Sedangkan Sarana dan Prasarana untuk Jasa Studi adalah Manajemen proyek dan konsultasi teknik. Sistem Pengelolaaan drainase terdiri dari Sistem Jaringan Drainase dan Sistem Saluran Drainase. Sistem jaringan drainase menurut Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 1 Tahun 2012 dalam Pasal 26 huruf a, meliputi: (1) Sistem drainase perkotaan yang terdiri dari jaringan sungai atau kali dan saluran primer penuntasan permukiman berfungsi untuk mengalirkan limpasan air hujan; (2) jaringan sungai atau kali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Sungai Bengawan Solo, Kali Jenes, Kali Anyar, Kali Gajah Putih, Kali Pepe Hulu, Kali Pepe Hilir, Kali Wingko, Kali Brojo, Kali Boro, Kali Pelem Wulung, dan Kali Tanggul; dan (3) pengaturan mengenai jaringan saluran primer penuntasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan melalui Peraturan Walikota.

Laporan Kuliah Lapangan: Infrastruktur Drainase Kota Surakarta

Sistem jaringan drainase Kota Surakarta dapat dilihat pada skema berikut.

Keterangan:

Nomor angka adalah ruas saluran drainase kota Lingkaran merah menunjukkan pintu air.

Sistem saluran drainase di Kota Surakarta terdiri dari 2 jenis, yaitu Drainase Alamiah dan Drainase Buatan. Drainase Alamiah pada umumnya merupakan sungai-sungai yang melintas di tengah kota seperti Kali Sumber, Kali Pepe, dan Kali Anyar, yang berfungsi sebagai penampung pengaliran drainase kota dan air hujan yang diteruskan ke laut melalui Sungai Bengawan Solo. Sedangkan Drainase Buatan mengalirkan air permukaan baik berupa genangan akibat air hujan maupun air buangan dari rumah tangga. Sistem saluran drainase Kota Surakarta termasuk Saluran Gabungan karena masih bercampur dengan saluran sanitasi buangan dari rumah tangga. Sehingga menurut fungsinya, saluran drainase Kota Surakarta termasuk saluran Multy Purpose karena juga mengalirkan air buangan dari rumah tangga secara bersamaan (tercampur). Saluran drainase Kota Surakarta termasuk Saluran Terbuka yang terletak di permukaan tanah, dan ada juga yang termasuk Saluran Tertutup yang terletak di bawah tanah. Saluran Terbuka adalah saluran yang atasnya terbuka, dapat berupa saluran di sisi kanan-kiri jalan dan juga berupa sungai-sungai yang melewati tengah kota, sehingga saluran drainase Kota Surakarta termasuk saluran terbuka karena mengalirkan aliran hujan melalui sungai-sungai kecil yang melewati kota dan membuangnya ke badan air, yaitu Sungai Bogowonto. Sedangkan saluran tertutup di Kota Surakarta umumnya berada di bawah jalan karena jaringannya mengikuti jaringan jalan.

Laporan Kuliah Lapangan: Infrastruktur Drainase Kota Surakarta

Sistem saluran drainase Kota Surakarta dibagi ke dalam empat daerah pengaliran yaitu Bengawan Solo, Kali Pepe Hilir, Kali Anyar dan Kali Premulung. Daerah pengaliran ini dibagi ke dalam sub-sub daerah pengaliran. Bengawan memiliki sub-Semanggi, sub-Jebres dan sub-Mojosongo. Kali Pepe Hilir memiliki sub-Kali Jenes, sub-Keprabon dan sub-Kepatihan. Kali Anyar memiliki sub-Kali Sumber, sub-Kali Pepe Hulu dan sub-Kali Anyar sendiri. Kali Premulung memiliki sub-Kali Premulung dan sub-Kali Wingko. Di antara daerah pengaliran ini yang memiliki tingkat potensi banjir lokal tertinggi adalah daerah pengaliran Pepe Hilir khususnya sub-Kali Jenes. Perlu perhatian lebih terhadap daerah pengaliran ini. Panjang saluran drainase Kota Surakarta adalah sebagai berikut: drainase primer 35,7 km ; drainase sekunder 67,5 km ; drainase tersier 455,3 km.

Sistem Perencanaan
Tidak terdapat rencana induk pembuatan sistem drainase Kota Surakarta karena pada mulanya jaringan drainase di Kota Surakarta dibangun untuk kepentingan Kraton dan kemudian dikembangkan menjadi sistem drainase kota. Analisa kebutuhan dilakukan berdasar adanya lokasi genangan air di dalam kota, dan kemudian berdasar analisi kebutuhan tersebut diajukan usulan pembangunan drainase primer kota ke Ditjen PU Cipta Karya dan usulan pembangunan talud penahan banjir anak sungai Bengawan Solo ke Ditjen Sumber daya Air. Sedangkan sistem pembiayaannya menggunakan APBD Kota Surakarta.

Sistem dan Kebijakan Pengaturan


Sistem pengaturan pengelolaan drainase berupa kebijakan buka tutup pintu air menyesuaikan dengan kondisi dan dengan melakukan penyedotan air menggunakan pompa air apabila debit air di dalam kota cukup tinggi.

Permasalahan Drainase dan Solusinya


Sejak zaman Kerajaan, penanganan banjir memang menjadi fokus utama. Lokasi pendirian keraton yang sebelumnya disebut Desa Sala memang merupakan daerah rawa yang becek dan tanahnya tidak rata. Maka, untuk menghindari penggenangan yang bersifat lokal dilakukan pengurukan (reklamasi). Pengurukan terbesar yang tercatat yaitu di Baluwarti bagian timur, Kedunglumbu, Kepatihan, Tambak Segaran dan sepanjang Jl Slamet Riyadi. Selain itu juga dilakukan pengurukan sungai tengah kota yang melintas dari Purwosari hingga Sangkrah. Upaya lain yang dilakukan yaitu proyek pemurnian aliran lokal dari aliran kiriman daerah hulu dengan memotong hulu Kali Jenes kemudian dialirkan ke banjir kanal selatan (Kali Tanggul) dan memotong hulu Kali Pepe kemudian dialirkan ke banjir kanal utara (Kali Anyar). Oleh karena itu, aliran Kali Jenes dan Kali Pepe Hilir yang sekarang ini adalah aliran murni akibat hujan yang terjadi di dalam Kota Surakarta, dengan syarat pintu air Tirtonadi ditutup untuk Kali Pepe. Pembangunan sistem drainase tersier dan kuarter awal mulanya dibangun di dalam Keraton yang disebut jagang. Kemudian pembangunan drainase ini merembet ke arah barat dan utara. Perkembangan sistem drainase selanjutnya dibagi ke dalam dua sistem yaitu sistem utara di bawah manajemen

Laporan Kuliah Lapangan: Infrastruktur Drainase Kota Surakarta

Mangkunegaran dan sistem selatan di bawah manajemen Kasunanan dengan Jl Slamet Riyadi sebagai batasnya. Pada masa pemerintahan Mangkunagoro VI, sistem drainase utara dibangun secara besarbesaran yang diset untuk banjir dengan periode ulang tinggi, terbukti saluran-salurannya berkapasitas besar. Proyek ini berlangsung hingga masa Mangkunagoro VII. Sedangkan PB X, di sistem selatan, lebih memfokuskan pada permasalahan banjir kiriman daripada banjir lokal. Oleh sebab itu, sistem drainase mikro utara lebih baik daripada sistem drainase selatan. Permasalahan jaringan drainase di Kota Surakarta secara umum berupa kapasitas pelayanan yang masih kurang, misalnya pintu air yang kapasitasnya hanya dapat menampung beban tertentu sehingga perbedaan debit air di dalam kota dan di badan air tidak dapat terlalu besar. Hal itu menyebabkan masih memungkinkan terdapat genangan di beberapa titik di Kota Surakarta. Penyebab banjir di Kota Surakarta secara umum adalah meluapnya saluran drainase kota dan adanya tumpukan sampah di saluran drainase. Metode pengendalian banjir untuk meluapnya saluran drainase kota dengan sistem buka tutup pintu air dan dengan menambah jumlah sarana dan prasarana drainase, dengan mengajukan usulan pembangunan jaringan drainase primer ke Ditjen Cipta Karya dan usulan pembangunan talud penahan banjir anak sungai Bengawan Solo ke Ditjen SDA. Sedangkan penanganan banjir karena adanya tumpukan sampah adalah dengan menjaga kebersihan saluran drainase bersama dengan masyarakat. Penanganan genangan pada daerah yang sudah mempunyai sistem drainase seperti kota Surakarta, adalah dengan melakukan normalisasi, memperbanyak pengalihan saluran, polder station, memperlambat, dan penutupan daerah genangan. Normalisasi dapat dilakukan dengan memperlebar saluran drainase, memperdalam saluran drainase, mempertinggi saluran drainase, atau kombinasi ketiganya. Memperbanyak pengalihan saluran dapat dilakukan dengan menambah saluran drainase dan mengalihkan semua atau sebagian saluran drainase. Pembuatan Polder Station dapat berupa membuat kolam, tanggul keliling, pompa genset, dan/atau bangunan pintu. Memperlambat dapat dilakukan dengan membuat storage penunjang, dan membuat kolam retensi. Sedangkan untuk penanganan genangan pada kawasan yang belum memiliki sistem drainase adalah dengan studi desain sistem drainase dan pembangunan jaringan drainase baru.

Integrasi dengan Infrastruktur Lain


Sistem drainase Kota Surakarta sudah cukup terintegrasi dengan infrastruktur lain, misalnya berupa jaringan drainase yang mengikuti jaringan jalan Kota Surakarta. Selain itu, bentuk integrasi antara sistem drainase dengan sistem sanitasi ditunjukkan dengan masih bercampurnya saluran menjadi satu. Sebenarnya sistem yang ideal adalah sistem yang terpisah antara saluran drainase dan saluran sanitasi, akan tetapi saat ini di Indonesia sistem yang banyak berkembang masih berupa sistem jaringan tercampur.

Penutup
Pada intinya sistem drainase kota perlu mendapat perhatian khusus untuk mencegah dan menangani bencana banjir, baik yang timbul dikarenakan meluapnya sungai yang melewati kota maupun dikarenakan air hujan, karena menyangkut keberlangsungan kehidupan masyarakat kota. Ada berbagai Laporan Kuliah Lapangan: Infrastruktur Drainase Kota Surakarta 9

sistem saluran drainase yang aplikasinya menyesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik wilayah masing-masing. Dengan adanya teknologi drainase seperti pintu air, pompa air, stasiun pompa, dan tanggul, diharapkan bencana banjir yang kerap terjadi di kota yang relatif lebih rendah dari daerah sekitarnya dapat tertangani. Saat ini Kota Surakarta telah memiliki sistem drainase yang relatif cukup baik, namun masih memiliki beberapa permasalahan seperti kapasitas pelayanan yang masih kurang baik secara kualitas maupun kuantitas, dan masih adanya tumpukan sampah di saluran drainase. Dengan adanya koordinasi kelembagaan yang baik, harapannya Surakarta mampu menangani pemasalahan drainase yang ada.

Daftar Pustaka
Profil Kota Surakarta Jawa Tengah Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta Tahun 2011-2031 SK Menteri Pekerjaan Umum No. 233 Tahun 1987 Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Dirjen Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan Dinas Pekerjaan Umum. 2003.Panduan dan Petunjuk Praktis Pengelolaan Drainase Perkotaan. http://psb.lppm.uns.ac.id/tag/banjir/

Laporan Kuliah Lapangan: Infrastruktur Drainase Kota Surakarta

10

You might also like