You are on page 1of 9

Definisi Sebagian besar kasus vertigo tidak diketahui kausanya sehingga terapi lebih banyak bersifat simtomatik dan

rehabilitatif Pusing (dizziness) adalah keluhan subjektif yang paling sering ditemui. Banyak sekali ditemukan penyakit yang memberi gejala pusing. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menelusuri dengan rinci, pusing seperti apa yang dimaksud oleh pasien. Vertigo, misalnya. Sesuai asal katanya dari bahasa Latin vertere yang berarti memutar, maka pusing pada vertigo lebih mengarah pada sensasi atau ilusi dari suatu gerakan berputar. Entah, orang itu merasa ruangan di sekitarnya berputar atau dirinya yang memutari ruangan tersebut. Tak jarang pula, vertigo disertai rasa mual, muntah, atau keringat dingin. Penyakit ini tak kalah pamor dibandingkan penyakit neurologi lainnya. Hal itu dibuktikan dengan keberhasilannya menduduki peringkat ketiga sebagai keluhan terbanyak setelah nyeri kepala (migrain) dan low back pain. Menurut dr Abdulbar Hamid, SpS dalam presentasinya di The 3rd Updates in Neuroemergencies Maret 2006, vertigo menjadi momok pada 50% orang tua berusia sekitar 70 tahun di Amerika karena mereka takut terjatuh akibat serangan vertigonya. Mengenal Sistem Keseimbangan Asal terjadinya vertigo dikarenakan adanya gangguan pada sistem keseimbangan tubuh. Bisa berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolik, toksik, vaskular, atau autoimun. Sistem keseimbangan tubuh kita dibagi menjadi 2 yaitu sistem vestibular (pusat dan perifer) serta non vestibular (visual [retina, otot bola mata], dan somatokinetik [kulit, sendi, otot]). Sistem vestibular sentral terletak pada batang otak, serebelum dan serebrum. Sebaliknya, sistem vestibular perifer meliputi labirin dan saraf vestibular. Labirin tersusun dari 3 kanalis semisirkularis dan otolit (sakulus dan utrikulus) yang berperan sebagai reseptor sensori keseimbangan, serta koklea sebagai reseptor sensori pendengaran. Sementara itu, krista pada kanalis semisirkularis mengatur akselerasi angular, seperti gerakan berputar, sedangkan makula pada otolit mengatur akselerasi linear. Segala input yang diterima oleh sistem vestibular akan diolah. Kemudian, diteruskan ke sistem visual dan somatokinetik untuk merespon informasi tersebut. Gejala yang timbul akibat gangguan pada komponen sistem keseimbangan tubuh itu berbeda-beda. [Tabel 1 dan 2] Tabel 1. Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non Vestibular Gejala Sifat vertigo Serangan Vertigo Vestibular rasa berputar episodik Vertigo Non Vestibular melayang, hilang keseimbangan

Mual/muntah Gangguan pendengaran Gerakan pencetus Situasi pencetus

+ +/gerakan kepala -

kontinu gerakan obyek visual keramaian, lalu lintas

Tabel 2. Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral Gejala Bangkitan vertigo Derajat vertigo Pengaruh gerakan kepala Gejala otonom (mual, muntah, keringat) Gangguan pendengaran (tinitus, tuli) Vertigo Vestibular Perifer lebih mendadak berat ++ ++ + Vertigo Vestibular Sentral lebih lambat ringan +/+ +

Klasifikasi Berdasarkan awitan serangan, vertigo dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu paroksismal, kronik, dan akut. Serangan pada vertigo paroksismal terjadi mendadak, berlangsung beberapa menit atau hari, lalu menghilang sempurna. Suatu saat serangan itu dapat muncul lagi. Namun diantara serangan, pasien sama sekali tidak merasakan gejala. Lain halnya dengan vertigo kronis. Dikatakan kronis karena serangannya menetap lama dan intensitasnya konstan. Pada vertigo akut, serangannya mendadak, intensitasnya perlahan berkurang namun pasien tidak pernah mengalami periode bebas sempurna dari keluhan. Demikian papar Abdulbar. [Tabel 3] Jenis Vertigo Berdasarkan Awitan Serangan Vertigo paroksismal Disertai Keluhan Telinga Tidak Disertai Keluhan Telinga Timbul Karena Perubahan Posisi

Penyakit Meniere, tumor fossa cranii posterior, transient ischemic attack

TIA arteri vertebrobasilaris, epilepsi, vertigo akibat lesi lambung

Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV)

(TIA) arteri vertebralis Vertigo kronis Otitis media kronis, meningitis tuberkulosa, tumor serebelo-pontine, lesi labirin akibat zat ototoksik Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirinitis akuta, perdarahan labirin Kontusio serebri, Hipotensi ortostatik, sindroma paska vertigo servikalis komosio, multiple sklerosis, intoksikasi obat-obatan

Vertigo akut

Neuronitis vestibularis, ensefalitis vestibularis, multipel sklerosis

Pemeriksaan Fisis dan Neurologis Pemeriksaan fisis dasar dan neurologis sangat penting untuk membantu menegakkan diagnosis vertigo. Pemeriksaan fisis dasar yang terutama adalah menilai perbedaan besar tekanan darah pada perubahan posisi. Secara garis besar, pemeriksaan neurologis dilakukan untuk menilai fungsi vestibular, saraf kranial, dan motorik-sensorik. Sistem vestibular dapat dinilai dengan tes Romberg, tandem gait test, uji jalan di tempat (fukuda test) atau berdiri dengan satu atau dua kaki. Uji-uji ini biasanya berguna untuk menilai stabilitas postural jika mata ditutup atau dibuka. Sensitivitas uji-uji ini dapat ditingkatkan dengan teknik-teknik tertentu seperti melakukan tes Romberg dengan berdiri di alas foam yang liat. Pemeriksaan saraf kranial I dapat dibantu dengan funduskopi untuk melihat ada tidaknya papiledema atau atrofi optik. Saraf kranial III, IV dan VI ditujukan untuk menilai pergerakan bola mata. Saraf kranial V untuk refleks kornea dan VII untuk pergerakan wajah. Fungsi serebelum tidak boleh luput dari pemeriksaan. Untuk menguji fungsi serebelum dapat dilakukan past pointing dan diadokokinesia. Pergerakan (range of motion) leher perlu diperhatikan untuk menilai rigiditas atau spasme dari otot leher. Pemeriksaan telinga ditekankan pada pencarian adanya proses infeksi atau inflamasi pada telinga luar atau tengah. Sementara itu, uji pendengaran diperiksa dengan garputala dan tes berbisik. Pemeriksaan selanjutnya adalah menilai pergerakan mata seperti adakah nistagmus spontan atau gaze-evoked nystagmus dan atau pergerakan abnormal bola mata. Penting untuk membedakan apakah nistagmus yang terjadi perifer atau sentral. Nistagmus sentral biasanya hanya vertikal atau horizontal saja dan dapat terlihat dengan fiksasi visual. Nistagmus perifer dapat berputar atau rotasional dan dapat terlihat dengan memindahkan fiksasi visual. Timbulnya nistagmus dan gejala lain setelah pergerakan kepala yang cepat, menandakan

adanya input vestibular yang asimetris, biasanya sekunder akibat neuronitis vestibular yang tidak terkompensasi atau penyakit Meniere. Uji fungsi motorik juga harus dilakukan antara lain dengan cara pasien menekuk lengannya di depan dada lalu pemeriksa menariknya dan tahan hingga hitungan ke sepuluh lalu pemeriksa melepasnya dengan tiba-tiba dan lihat apakah pasien dapat menahan lengannya atau tidak. Pasien dengan gangguan perifer dan sentral tidak dapat menghentikan lengannya dengan cepat. Tetapi uji ini kualitatif dan tergantung pada subjektifitas pemeriksa, kondisi muskuloskeletal pasien dan kerjasama pasien itu sendiri. Pemeriksaan khusus neuro-otologi yang umum dilakukan adalah uji Dix-Hallpike dan electronystagmography (ENG). Uji ENG terdiri dari gerak sakadik, nistagmus posisional, nistagmus akibat gerakan kepala, positioning nystagmus, dan uji kalori. Pada dasarnya pemeriksaan penunjang tidak menjadi hal mutlak pada vertigo. Namun pada beberapa kasus memang diperlukan. Pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap dapat memberitahu ada tidaknya proses infeksi. Profil lipid dan hemostasis dapat membantu kita untuk menduga iskemia. Foto rontgen, CT-scan, atau MRI dapat digunakan untuk mendeteksi kehadiran neoplasma/tumor. Arteriografi untuk menilai sirkulasi vertebrobasilar. Penatalaksanaan Tatalaksana vertigo terbagi menjadi 3 bagian utama yaitu kausal, simtomatik dan rehabilitatif. Sebagian besar kasus vertigo tidak diketahui kausanya sehingga terapi lebih banyak bersifat simtomatik dan rehabilitatif. Terapi simtomatik bertujuan meminimalkan 2 gejala utama yaitu rasa berputar dan gejala otonom. Untuk mencapai tujuan itu digunakanlah vestibular suppresant dan antiemetik. Beberapa obat yang tergolong vestibular suppresant adalah antikolinergik, antihistamin, benzodiazepin, calcium channel blocker, fenotiazin, dan histaminik. [Tabel 4] Antikolinergik bekerja dengan cara mempengaruhi reseptor muskarinik. Antikolinergik yang dipilih harus mampu menembus sawar darah otak (sentral). Idealnya, antikolinergik harus bersifat spesifik terhadap reseptor vestibular agar efek sampingnya tidak terlalu berat. Sayangnya, belum ada. Benzodiazepin termasuk modulator GABA yang bekerja secara sentral untuk mensupresi repson dari vestibular. Pada dosis kecil, obat ini bermanfaat dalam pengobatan vertigo. Efek samping yang dapat segera timbul adalah terganggunya memori, mengurangi keseimbangan, dan merusak keseimbangan dari kerja vestibular. Antiemetik digunakan untuk mengontrol rasa mual. Bentuk yang dipilih tergantung keadaan pasien. Oral untuk rasa mual ringan, supositoria untuk muntah hebat atau atoni lambung, dan suntikan intravena pada kasus gawat darurat. Contoh antiemetik adalah metoklorpramid 10 mg oral atau IM dan ondansetron 4-8 mg oral.

Terapi rehabilitasi bertujuan untuk membangkitkan dan meningkatkan kompensasi sentral dan habituasi pada pasien dengan gangguan vestibular. Mekanisme kerja terapi ini adalah substitusi sentral oleh sistem visual dan somatosensorik untuk fungsi vestibular yang terganggu, mengaktifkan kendali tonus inti vestibular oleh serebelum, sistem visual dan somatosensorik, serta menimbulkan habituasi, yaitu berkurangnya respon terhadap stimulasi sensorik yang diberikan berulang-ulang. Tabel 4. Terapi Obat Antivertigo Golongan Dosis oral Antiemetik Sedasi Mukosa Kering ++ + +++ +++ + + + + + Ekstrapiramidal

Flunarisin Sinarizin Prometasin Difenhidrinat Skopolamin Atropin Amfetamin Efedrin Proklorperasin Klorpromasin Diazepam Haloperidol Betahistin Carvedilol Karbamazepin Dilantin

15-10 mg 325 mg 325-50 mg 350 mg 30,6 mg 30,4 mg 35-10 mg 325 mg 33 mg 325 mg 32-5 mg 30,5-2 mg 38 mg Sedang diteliti 3200 mg 3100 mg

+ + + + + + + + +++ ++ + ++ + -

+ + ++ + + + +++ +++ +++ + + -

+ + + ++ +++ ++ + -

BPPV Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) merupakan jenis vertigo vestibular perifer yang paling sering ditemui, kira-kira 107 kasus per 100.000 penduduk, dan lebih

banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Jarang ditemukan pada orang berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki riwayat cedera kepala. Dari namanya, jelas bahwa vertigo ini diakibatkan perubahan posisi kepala seperti saat berguling di tempat tidur, membungkuk, atau menengadah ke atas. Mekanisme pasti terjadinya BPPV masih samar. Tapi penyebabnya sudah diketahui pasti yaitu debris yang terdapat pada kanalis semisirkularis biasanya pada kanalis posterior. Debris berupa kristal kalsium karbonat itu dalam keadaan normal tidak ada. Diduga debris itu menyebabkan perubahan tekanan endolimfe dan defleksi kupula sehingga timbul gejala vertigo. Salah satu cara yang sangat mudah dikerjakan untuk mendiagnosis BPPV adalah uji Dix-Hallpike, yaitu dengan menggerakkan kepala pasien dengan cepat ke kanan, kiri dan kembali ke tengah. Uji itu dapat membedakan lesi perifer atau sentral. Pada lesi perifer, dalam hal ini positif BPPV, didapatkan vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 210 detik, menghilang dalam waktu kurang dari 1 menit, berkurang dan menghilang bila uji diulang beberapa kali (fatigue). Berbeda dengan lesi sentral, periode laten tidak ditemukan, vertigo dan nistagmus berlangsung lebih dari 1 menit, dan bila diulang gejala tetap ada (non fatigue). Obat tidak diberikan secara rutin pada BPPV. Malah cenderung dihindari karena penggunaan obat vestibular suppresant yang berkepanjangan hingga lebih dari 2 minggu dapat mengganggu mekanisme adaptasi susunan saraf pusat terhadap abnormalitas vestibular perifer yang sudah terjadi. Selain itu, efek samping yang timbul berupa ngantuk, letargi, dan perburukan keseimbangan. Tanpa obat bukan berarti tidak ada terapi untuk mengurangi gejala vertigo pada BPPV. Adalah manuver Epley yang disinyalir merupakan terapi yang aman dan efektif. Manuver ini bertujuan untuk mengembalikan debris dari kanalis semisirkularis posterior ke vestibular labirin. Angka keberhasilan manuver Epley dapat mencapai 100% bila dilatih secara berkesinambungan. Bahkan, uji Dix-Hallpike yang semula positif menjadi negatif. Angka rekurensi ditemukan 15% dalam 1 tahun. Meski dibilang aman, tetap saja ada keadaan tertentu yang menjadi kontraindikasi melaksanakan manuver ini yaitu stenosis karotid berat, unstable angina, dan gangguan leher seperti spondilosis servikal dengan mielopati atau reumatoid artritis berat. Setelah melakukan manuver Epley, pasien disarankan untuk tetap tegak lurus selama 24 jam untuk mencegah kemungkinan debris kembali lagi ke kanal semisirkularis posterior. Bila pasien tidak ada perbaikan dengan manuver Epley dan medikamentosa, pembedahan dipertimbangkan. Penyakit Meniere Contoh lain dari vertigo vestibular tipe perifer adalah penyakit Meniere (Meniere disease) atau hidrops endolimfatik. Penyakit ini lebih memilih orang kulit putih. Di Inggris, prevalensinya sebesar 1 per 1000 penduduk. Laki-laki atau perempuan mempunyai risiko yang sama. Bisa terjadi pada anak-anak namun paling sering antara usia 20-50 tahun.

Pada penyakit ini terjadi gangguan filtrasi endolimfatik dan ekskresi pada telinga dalam, menyebabkan peregangan pada kompartemen endolimfatik. Penyebabnya multifaktor. Dari kelainan anatomi, genetik (autosom dominan), virus, autoimun, vaskular, metabolik, hingga gangguan psikologis. Gejala penyakit Meniere lebih berat daripada BPPV. Selain vertigo, biasanya pasien juga mengalami keluhan di telinga berupa tinitus, tuli sensorineural terhadap frekuensi rendah, dan sensasi rasa penuh di telinga. Ada 3 tingkat derajat keparahan penyakit Meniere.

Derajat I : gejala awal berupa vertigo yang disertai mual dan muntah. Gangguan vagal seperti pucat dan berkeringat dapat terjadi. Sebelum gejala vertigo menyerang, pasien dapat merasakan sensasi di telinga yang berlangsung selama 20 menit hingga beberapa jam. Diantara serangan, pasien sama sekali normal. Derajat II : gangguan pendengaran semakin menjadi-jadi dan berfluktuasi. Muncul gejala tuli sensorineural terhadap frekuensi rendah. Derajat III : gangguan pendengaran tidak lagi berfluktuasi namun progresif memburuk. Kali ini mengenai kedua telinga sehingga pasien seolah mengalami tuli total. Vertigo mulai berkurang atau menghilang.

Obat-obatan seperti proklorperasin, sinnarizin, prometasin, dan diazepam berguna untuk menekan gejala. Akan tetapi, pemakaian proklorperasin jangka panjang tidak dianjurkan karena menimbulkan efek samping ekstrapiramidal dan terkadang efek sedasinya kurang dapat ditoleransi, khususnya kaum lansia. Intervensi lain berupa diet rendah garam (<1-2 gram per hari) dan diuretik seperti furosemid, amilorid, dan hidroklorotiazid. Namun, kurang efektif menghilangkan gejala tuli dan tinitus. Terapi ablasi sel rambut vestibular dengan injeksi intratimpani gentamisin juga efektif. Keuntungan injeksi intratimpani daripada sistemik adalah mencegah efek toksik berupa toksisitas koklea, ataxia, dan oscillopsia. Pada kasus jarang dimana penyakit sudah kebal dengan terapi obat, diet dan diuretik, pasien terpaksa harus memilih intervensi bedah, misalnya endolimfatik shunt atau kokleosakulotomi. Vertigo sentral (central vertigo) melibatkan proses penyakit yang memengaruhi batang otak (brain stem) atau cerebellum. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan vertigo sentral antara lain: Acoustic schwannomas atau meningiomas Cerebellar pontine angle tumors Cerebellar infarction Cerebellar hemorrhage Vertebrobasilar insufficiency

Vertigo sentral adalah vertigo yang disebabkan oleh penyakit yang berasal dari system saraf pusat (SSP). Pada praktek klinis, penyakit ini sering disertai dengan lesi pada nervus kranialis XIII.seseorang dengan vertigo akan mengalami perasaan seperti halusinasi gerakan disekelingnya. Vertigo sentral mungkin disebabkan oleh perdarahan hemoragik atau iskemik pada cerebellum, vestibular nuclei, dan hubungannya ke batang otak. Penyebab yang lain termasuk tumor SSP, infeksi, trauma dan multiple sclerosis. Vertigo yang disebabkan neuroma akustik juga termasuk kategori vertigo sentral yang lebih luas. Sebuah neuroma akustik terbentuk di dalam nervus kranialis ke 8 biasanya di dalam aliran kanal auditory internal sebelum ekspansi ke fossa posterior dengan efek sekunder pada batang otak dan nervus cranialis yang lain. Patofisiologi

Batang otak, serebellum, dan labirin perifer semuanya disuplai oleh aliran darah dari system arterial vertebrobasillar. Dengan demikian vertigo sentral dan perifer oleh karena iskemik akan tampak saling tumpang tindih. Sistem Arteri Vertebrobasilar Arteri basilar terbentuk dari 2 arteri vertebral di dalam kranial pada level medulla. Arteri ini memiliki 3 cabang yang menyuplai serebellum. Arteri serebellar inferior posterior merupakan percabnagan dari arteri vertebral sedangkan arteri serebellar anterior inferior dan arteri serebellar superior berasal dari arteri basilar. Ketiga arteri serebellar memiliki cabang untuk mensuplai jaringan batang otak. Arteri labirin pada setiap cabang dari arteri basilar dan menyuplai labirin dan struktur yang berkaitan lewat kanal auditori internal Oklusi arteri dan infark iskemik. Oklusi arteri dan infark iskemik dapat terjadi akibat cardioembolism yakni emboli dari palk dari arteri vertebral atau thrombosis arteri local. Satu atau kedua arteri vertebral, arteri basilar, ataupun cabang terkecilnya dapat terjadi oklusi. Meskipun terjadi oklusi komplit dari arteri yang besar tidak akan menyebabkan kematian karena adanya aliran anastomosis retrograde lewat Siklus Willisi dan arteri komunikan posterior. Iskemik vertebrobasillar mungkin muncul seperti migraine atau Transient ischemic attacks (TIA). Saat aliran darah lebih sedikit daripada infark serebellum, serebellar hemorrhage spomntan menjadi hal yang penting untuk mempertahankan hidup akibat vertigo yang terkait dengan penyakit vascular dan antikoagulasi. Multiple sclerosis Multipel sklerosis merupakan penyakit demielinisasi pada system saraf pusat (SSP). Gejala dan tanda neurologisnya bisanya bervariasi. Neuroma Akustik Neuroma akustik adalah tumor sel Schwann yang biasanya berasal dari divisi vestibular pada nervus kranialis ke 8 di proksimal kanal auditori internal.Biasanya pembentukannya unilateral. Pembentukan bilaterali terjadi pada anak muda meskupun jarang yang kaitannya dengan neurofibromatosis tipe 2. Jika tidak tertangani, neuroma akustik akan ekspansi ke sudut cerebellopontis dan menkan nervus facialis dan nervus kranialis yang lain.jika sarafsaraf ini terkompresi, maka akan menimbulkan gejala ataxia, gangguan berjalan, spastisitas, dan kelemahan otot.

You might also like