You are on page 1of 18

Laporan Analisa Resep

OSTEOARTRITIS Tinjauan Analisa Resep terhadap Pasien Dengan Nyeri Epigastrium Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Mengikuti Ujian Ilmu Farmasi Kedokteran

Oleh

Dyah Paramita I1A002074

Pembimbing Dra. Sulistianingtyas, Apt

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS KEDOKTERAN BAGIAN FARMAKOLOGI/TERAPI BANJARBARU 2007

BAB I PENDAHULUAN

Proses terapi merupakan bagian dalam proses pelayanan medik. Keputusan yang diambil dalam proses pelayanan medis/proses terapi sangat menentukan kualitas pelayanan yang diberikan serta keberhasilan suatu keputusan klinik. Dalam pelayanan kesehatan, intervensi farmakoterapi merupakan komponen yang tak terpisahkan (1,2). Dengan demikian, diperlukan suatu komunikasi yang baik antara dokter dan penyedia farmakon (obat) agar pasien memperoleh pelayanan medik yang baik. Salah satu bentuk alat komunikasi tersebut adalah resep. Definisi resep menurut SK. Mes. Kes. No. 922/Men.Kes/ l.h adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundangan yang berlaku (3). Dalam menulis resep, perlu diperhatikan mengenai cara penulisan resep yang tepat dan kerasionalan pengobatan. Hal ini disebabkan penulisan resep yang rasional merupakan suatu ungkapan pengobatan yang rasional (2). Berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan resep mengharuskan dokter untuk lebih teliti dalam menulis resep. Penulisan resep dan penggunaan obat yang tidak rasional dapat menurunkan mutu pengobatan dan pelayanan kesehatan secara langsung maupun tidak langsung. Berikut akan dibahas analisa

resep kasus osteoartritis pada wanita 50 tahun dengan nyeri tekan epigastrium di RSUD Ulin Banjarmasin. A. Model Resep yang Lengkap Resep harus ditulis dengan lengkap, supaya dapat memenuhi syarat untuk dibuatkan obatnya di Apotek. Resep yang lengkap terdiri atas: (4) 1. Nama dan alamat dokter serta nomor surat izin praktek, dan dapat pula dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek. 2. 3. Nama kota serta tanggal resep itu ditulis oleh dokter. Superscriptio merupakan tanda R/, singkatan dari recipe yang berarti harap diambil 4. Inscriptio merupakan nama setiap jenis atau bahan obat yang diberikan serta jumlahnya a) Jenis/bahan obat dalam resep terdiri atas : Remedium cardinale atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat pokok ini dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari beberapa bahan. Remedium adjuvans, yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok; adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep. Corrigens, hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna atau bau obat (corrigens saporis, coloris dan odoris) Constituens atau vehikulum, seringkali perlu, terutama kalau resep berupa komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya konstituens obat minum air.

b) Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam suatu berat untuk bahan padat (mikrogram, miligram, gram) dan satuan isi untuk cairan (tetes, milimeter, liter). Perlu diingat bahwa dengan menuliskan angka tanpa keterangan lain, yang dimaksud ialah gram 5. Subscriptio merupakan cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki. Misalnya f.l.a. pulv = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai aturan obat berupa puyer. 6. Aturan pemakaian obat oleh penderita umumnya ditulis dengan singkatan bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan signatura, biasanya disingkat S. 7. Nama pasien di belakang kata Pro : merupakan identifikasi pasien, dan sebaiknya dilengkapi dengan alamatnya yang akan memudahkan penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat pada pasien. 8. Tanda tangan atau paraf dari dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menuliskan resep tersebut yang menjadikan resep tersebut otentik. Resep obat suntik dari golongan Narkotika harus dibubuhi tanda tangan lengkap oleh dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menulis resep, dan tidak cukup dengan paraf saja. B. Penyusunan Resep Rasional Dalam lingkup biomedik, terminologi penggunaan obat secara rasional harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu (1,4) :

1. Tepat Obat Obat dikatakan tepat dilihat dari rasio antara manfaat dan resiko, rasio antara manfaat dan harga dan rasio terapi 2. Tepat Dosis Faktor yang mempengaruhi dosis yaitu : umur, ras, keadaan umum, berat badan dan jenis kelamin 3. Tepat Bentuk Sediaan Menentukan bentuk sediaan berdasarkan efek terapi maksimal, efek samping minimal, aman dan cocok, mudah, praktis dan harga murah. 4. Tepat Cara dan Waktu Berhubungan dengan daya kerja obat, bioavailabilitas, pola makan, pola tidur dan pola defekasi. 5. Tepat Keadaan Penderita Pemberian obat berbeda sesuai keadaan penderita apakah bayi, anak-anak, geriatri, ibu hamil, obesitas, malnutrisi dan gangguan fungsi organ tubuh.

BAB II ANALISA RESEP

2.1. Resep Resep Asli

Keterangan Resep Klinik Tanggal Nama Pasien Jenis Kelamin Umur No. RMK Alamat Pekerjaan Keluhan Utama Diagnosa 2.2. Analisa Resep 2.2.1. Penulisan resep Pada resep ini ukuran kertas yang digunakan lebarnya 12 cm dan panjangnya 19 cm. Ukuran kertas resep yang ideal adalah lebar 10-12 cm dan panjang 15-18 cm (4). Berdasarkan ketentuan tersebut, ukuran kertas yang digunakan pada resep ini, lebarnya sudah ideal tapi masih terlalu panjang, yaitu kelebihan 1 cm. Penulisan pada resep ini bisa dibaca. Pada penulisan resep yang benar tulisan harus dapat dibaca dengan jelas agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian obat. : Poli Penyakit Dalam : 20 Agustus 2007 : Ny. Bainah : Perempuan : 50 tahun : 71 29 21 : Pemurus Dalam RT.08 Kec. Kayu Bawang Kab. Banjar : Ibu Rumah Tangga : Badan terasa sakit-sakit dan nyeri sampai kepinggang : Osteoartritis

2.2.2. Kelengkapan Resep 1. Pada resep ini identitas dokter berupa nama, unit di Rumah Sakit dan paraf dokter penulis resep sudah dicantumkan. Tetapi pencantuman identitas pasien kurang lengkap. Identitas pasien hanya nama tanpa umur dan alamat pasien. Nomor RMK pasien sudah tercantum. 2. Nama kota serta tanggal resep sudah ditulis oleh dokter. 3. Tanda R/ juga sudah tercantum pada resep ini (superscriptio). Tanda R/ yang singkatan dari recipe ada yang ditulis kurang jelas. 4. Inscriptio a) Jenis/bahan obat dalam resep ini terdiri dari : Remedium digunakan adalah meloxicam. Remedium Adjuvans atau obat tambahan yang digunakan dalam resep ini adalah ranitidin dan ulsidex. Tidak terdapat sediaan berupa Corrigens dan Constituens atau vehikulum. b) Resep ini, pada obat pokok tercantum berat tablet tetapi pada obat tambahan tidak dicantumkan satuan berat sediaan obat. c) Pada resep ini obat antiinflamasi dan obat simptomatis dipisah. 5. Pada resep ini tanda signatura telah dicantumkan, namun ada tanda signatura yang ditulis dengan huruf yang tidak jelas. Pada resep ini tidak dicantumkan waktu pemberian, misalnya : a.c atau p.c, yang dicantumkan hanya frekuensi pemberian. Cardinale atau obat pokok yang

6. Nama pasien sudah dicantumkan pada bagian bawah kertas resep namun umur dan alamat tidak dicantumkan. Seharusnya identitas pasien ditulis lengkap sehingga mudah menelusuri bila terjadi sesuatu dengan obat pada pasien. 7. Paraf dari dokter yang menuliskan resep ada. 2.2.3. Keabsahan Resep Kertas resep yang digunakan di sini adalah resep dokter rumah sakit. Untuk sahnya suatu resep harus tercantum hal-hal sebagai berikut : Nama dan tanda tangan dokter penulis resep sudah tercantum, begitu juga bagian/unit pelayanan Rumah Sakit tersebut. Karena resep berasal dari Rumah Sakit, maka harus mencantumkan nama, alamat, bagian/unit pelayanan Rumah sakit tersebut. Dari penjelasan di atas maka resep ini bisa dikatakan sah. Nama penderita sudah ditulis tapi tidak disertai dengan umur, berat badan dan alamat. 2.2.4. Dosis Obat, Frekuensi, Lama dan Waktu Pemberian Pada resep ini, obat yang digunakan adalah ranitidin, ulsidex, dan meloxicam. Penggunaan obat-obat tersebut akan dibahas dibawah ini. 1. Ranitidin Ranitidin merupakan obat yang bekerja dengan menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung, sehingga pada pemberian ranitidin sekresi cairan lambung

dihambat. Ranitidin dapat mengurangi volume dan kadar ion hidrogen cairan lambung (5). Ranitidin tersedia dalam bentuk tablet 150 mg dan larutan suntik 25 mg/ml, dengan dosis 50 mg IM atau IV tiap 6-8 jam. Dosis ranitidin yang dianjurkan adalah dua kali 150 mg/hari. Pada resep tersebut, pemberian ranitidin sudah sesuai dengan dosis yang dianjurkan yaitu 2 tablet sehari. Pemberian ranitidin sebaiknya sebelum makan karena kadar ranitidin dalam plasma akan meningkat setelah 1-3 jam setelah pemberian (5). 2. Ulsidex Ulsidex berisi sukralfat yang digunakan untuk terapi tukak lambung dan duodenum. Kerja obat ini melindungi mukosa dari serangan pepsin asam. Senyawa ini merupakan komplek alumunium hidroksida dan sukrosa sulfat dengan sifat antasida minimal. Dosis yang dianjurkan adalah 2 gr 2 kali sehari yang diberikan pagi dan sebelum tidur malam atau 1 gr 4 kali sehari 1 jam sebelum makan dan sebelum tidur. Obat ini diberikan selama 4 6 minggu (6). Dosis yang diberikan pada resep tersebut kurang sesuai. Pada resep tersebut, berat sediaan obat tidak dicantumkan sehingga menimbulkan kerancuan. Hal ini disebabkan sedian ulsidex terdiri atas dua jenis yaitu tablet 500 mg/tablet dan 1000mg/tablet forte (7). Selain dosis, frekuensi pemberian juga tidak sesuai. Pada resep, tertulis frekuensi pemberian 3 kali sehari yang seharusnya 2 kali atau 4 kali sehari.

3.

Meloxicam Meloxicam merupakan obat antiinflamasi non steroid golongan oksikam.

Obat ini dinamakan penghambat COX-2 selektif (8). Umumnya, obat ini digunakan untuk pengobatan jangka pendek osteoartritis. Dosis meloxicam untuk osteoartritis adalah 7,5 mg sehari bersama makan, jika perlu naikkan hingga maksimum 15 mg sehari (6). Pada resep ini, dosis yang digunakan adalah dosis maksimal yaitu 2 kali 7,5 mg sehari. Waktu pemberian obat pada resep ini tidak dicantumkan. Penulisan meloxicam seharusnya pada urutan pertama karena meloxicam merupakan obat yang sesuai dengan keluhan utama pasien. 2.2.5. Bentuk Sediaan Obat Bentuk sediaan yang diberikan dalam bentuk tablet yang merupakan sediaan padat. Pemberian sediaan ini dipilih karena disesuaikan dengan pasien dewasa dan diketahui tidak mengalami kesulitan dalam menelan sediaan padat. 2.2.6. Interaksi Obat Obat yang diberikan pada kasus ini yaitu antihistamin penghambat reseptor H2, antiulkus, dan antiinflamasi non steroid. Kombinasi obat ini tidak mengalami interaksi yang kontradiktif. Akan tetapi, pemberian ranitidin dapat mengurangi bioavaibilitas ulsidex. Oleh sebab itu, pemberian ranitidin dan ulsidex harus diberi jarak waktu kurang lebih 1 jam. 2.2.7. Efek Samping Obat Efek samping obat yang ditimbulkan antara lain:

1. Ranitidin menyebabkan nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam kulit, pruritus, kehilangan libido, dan impoten (5). 2. Ulsidex dapat menyebabkan konstipasi, diare, mual, gangguan pencernaan, gangguan lambung, mulut kering, ruam, gatal-gatal, nyeri punggung, pusing, sakit kepala, vertigo, dan mengantuk (6). 3. Meloxicam menyebabkan gangguan saluran cerna, yang tersering adalah tukak lambung (9). 2.2.8. Analisa Diagnosa Dari data yang diperoleh dari status pasien, tidak diketahui anamnesa dan pemeriksaan fisik secara pasti. Namun, diketahui pasien terdiagnosis sebagai pasien osteoartritis. Diduga pasien adalah pasien yang baru pertama kali datang ke poliklinik tersebut. Pemberian ranitidin dan ulsidex bertujuan untuk mengurangi nyeri epigastrium yang diderita pasien. Kedua obat ini mempunyai cara kerja yang saling mendukung. Ranitidin berfungsi untuk menghambat sekresi asam lambung dan ulsidex berfungsi untuk melindungi mukosa lambung dari pepsin. Dengan demikian, nyeri yang diderita pasien dapat berkurang. Selain itu, kedua obat ini juga dapat mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh meloxicam. Meloxicam merupakan OAINS yang selektif terhadap COX-2 (8). Pemberian meloxicam bertujuan untuk mengurangi nyeri yang dikeluhkan pasien. Akan tetapi, meloxicam juga mempunyai efek samping yang cukup besar apalagi pada pasien pada kasus tersebut yang tergolong lansia. Pemberian OAINS untuk

pasien usia lanjut sebaiknya hati-hati. Adapun anjuran penggunaan OAINS sebagai berikut (6): untuk osteoartritis, lesi jaringan lunak, dan nyeri punggung pertama dicoba usaha penurunan berat badan, suhu tubuh, olah raga, dan penggunaan tongkat berjalan. untuk osteoartritis, lesi jaringan lunak, nyeri punggung, dan artritis rematoid hindari pembeian OAINS kecuali bila parasetamol tunggal atau kombinasi dengan analgetika opiod gagal mengatasi nyeri yang memadai apabila sediaan parasetamol gagal mengatasi nyeri dengan memadai, tambahakan OAINS dengan dosis amat rendah terhadap sediaan parasetamol (mulai dengan ibuprofen) jika OAINS dianggap perlu,pantau pasien terhadap perdarahan saluran cerna 4 minggu dan untuk waktu yang sama pada kasus peralihan OAINS jangan memberikan dua OAINS pada saat yang bersamaan. Dosis meloxicam yang digunakan pada resep ini adalah dosis maksimal yaitu 15 mg/hari (6). Penggunaan dosis ini diduga disebabkan pasien pernah mengobati penyakitnya sendiri. Pada umumnya, penderita osteoartritis telah mencoba mengatasi sendiri penyakitnya dan menempuh berbagai upaya untuk mengurangi atau menghilangkan gejala sakit. Berbagai cara yang ditempuh antara lain dengan mengkonsumsi obat bebas yang dipromosikan dapat mengurangi rasa sakit (10). Pemberian obat pada osteoartritis dapat menyebabkan masking effect yaitu penderita akan merasa enak dan cenderung menggunakan sendinya secara

berlebihan. Penggunaan sendi yang berlebihan akan mempercepat keausan rawan sendi sehingga penyakitnya akan bertambah berat. Oleh sebab itu, penderita harus diingatkan untuk tetap melakukan proteksi sendi walaupun nyeri sudah berkurang (11). Suplemen untuk menguatkan tulang, misalnya kondroitin dan glukosamin, tidak diberikan pada kasus ini. Hal ini disebabkan berdasarkan hasil penelitian pemberian glukosamin dan kondroitin pada pasien osteoartritis tidak berbeda dengan pasien yang tidak diberi kondroitin dan glukosamin (12). Akan tetapi, untuk memperlambat perjalanan penyakit diperlukan terapi non-farmakologi, antara lain penurunan berat badan, olah raga, dan diet makanan.

2.3. Usulan resep Untuk Kasus Tersebut

PROPINSI PEMERINTAH DAERAH TINGKAT I


KALIMANTAN SELATAN RUMAH SAKIT UMUM ULIN BANJARMASIN Jln. A.yani Km.1 Banjarmasin Nama Dokter : dr. Dyah Paramita Bagian : Poliklinik Penyakit Dalam Pasien : Ny. Bainah TandaTangan Banjamasin, 28 Agustus 2007

R / Meloxicam Tab 7,5mg


S 2. d.d tab I dc

No. X No. X No. XX

R/

Ranitidin Tab 150 mg S 2. d.d tab I ac

R / Ulsidex Tab 1000 mg


S 2. d.d tab II m et n

Nama Umur Alamat

: Ny. Bainah : 50 tahun : Pemurus Dalam RT.08 Kec. Kayu Bawang Kab. Banjar

BAB III KESIMPULAN

Berdasarkan 5 tepat pada resep rasional, maka resep tersebut dapat disimpulkan : 1. Tepat obat Pemberian obat pada resep ini, sudah tergolong tepat obat. Pemberian meloxicam sudah sesuai dengan indikasi dan keluhan pasien. 2. Tepat dosis Pemberian dosis untuk ulsidex yang diberikan pada resep ini dianggap tidak tepat karena tidak sesuai dengan dosis referensi yang pemberian semestinya adalah 2 kali sehari dengan dosis 2 g. Untuk dosis obat lainnya sudah sesuai dengan dosis refrensi 3. Tepat bentuk sediaan Bentuk sediaan yang diberikan sudah tepat. Pasien adalah pasien dewasa sehingga penggunaan obat oral sesuai dan lebih praktis untuk pasien tersebut. 4. Tepat waktu penggunaan obat Pada resep ini tidak dituliskan kapan penggunaan obat secara tepat 5. Tepat penderita Obat yang diberikan sudah sesuai dengan penderita. Penderita diberikan OAINS untuk mengurangi keluhan utamanya. Tetapi, obat ini mempunyai efek samping terhadap gastrointestinal yang cukup besar sedangkan pasien mengalami nyeri epigastrium. Dengan demikian, diberikan juga obat yang dapat mengurangi nyeri epigastrium yakni ranitidin dan ulsidex.

Sedangkan kelengkapan lain yang perlu ditulis adalah : Identitas penderita seperti umur, berat badan dan alamat. Waktu dan jumlah pemberian obat.

DAFTAR PUSTAKA 1. Danu SS. Penggunaan obat secara rasional: upaya untuk mengatasi ketidakrasionalan pemberian obat. Medika 2001;11:737-739 2. Harjono, Farida N. Kajian resep-resep di apotik sebagai sarana meningkatkan penulisan resep yang rasional. Jurnal Kedokt YARSI 1999;7(1):91-104. 3. Lestari, CS. Seni Menulis Resep Teori dan Praktek. PT Pertja. Jakarta, 2001 4. Joenoes, Nanizar Zaman. Ars Prescribendi Penulisan Resep yang Rasional 1. Airlangga University Press. Surabaya, 1995 5. Sjamsudin U, dewanto HR. Autakoid dan Antagonis. Dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 4. FKUI: Jakarta;2003 6. Darmansyah I (Editor). Informasi Obat Nasional Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat jendral Pengawasan Obat dan Makanan.2000 7. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. Informasi Spesialite Obat Indonesia Volume 37. Jakarta: PT.Anem Kosong Anem;2002 8. Tjay TH, rahardja K. Obat-Obat penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya. PT. Elex Media komputindo:Jakarta;2002 9. Wilmana FP. Analgesik-Antipiretik Analgesik Antiinflamasi Nonsteroid dan Obat Pirai. Dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 4. FKUI: Jakarta;2003 10. Girawan D, Abdurachman SA, Djumhana A, Roslia J, Pramudiyo R. Perbandingan gambaran endoskopik mukosa lambung setelah pemberian piroksikam dan meloksikam serta hubungannya dengan keluhan dispepsia pada penderita osteoartritis genu usialanjut. Acta Med Indones-Indones J InternMed 2004;36(4):208-213 11. Isbagio H. Penyakit sendi degeneratif (osteoartritis, osteoartrois). Dalam Penyakit Rematik 1. Jakarta:Yayasan Penerbit FKUI;1992 12. Hunter DJ, Felson DT. Osteoarthritis. BMJ 2006;332;639-642

You might also like