You are on page 1of 110

KOMPETENSI 4

CANDIDIASIS ORAL
A. Definisi Kandidiasis oral merupakan salah satu penyakit pada rongga mulut berupa lesi merah dan lesi putih yang disebabkan oleh jamur jenis Kandida sp, dimana Kandida albikan merupakan jenis jamur yang menjadi penyebab utama. Candida adalah anggota flora normal terutama saluran pencernaan, juga selaput mukosa saluran pernafasan, vagina, uretra, kulit dan dibawah jari-jari kuku tangan dan kaki. Di tempat-tempat ini ragi dapat menjadi dominan dan menyebabkan keadaan-keadaan patologik ketika daya tahan tubuh menurun baik secara lokal maupun sistemik.

B. Etiologi 1. Faktor Lokal a. Perubahan epitel pada barier mukosa oral seperti atrofi, hiperplasi atau displasia b. Kondisi saliva: penurunan kualitas dan kuantitas saliva (misal pada pasien dengan DM, kemoterapi, dan radioterapi), perubahan pH saliva. c. Penurunan sistem fagosit di pertahanan mukosa (misal pada pasien dengan AIDS dan candidiasis mukokutaneus kronik d. Morfogenesis mikroorganisme: bentuk hifa lebih invasif dan patogenik terhadap host. 2. Faktor Sistemik a. Individu yang imunokompromis: DM, HIV, leukemia, limfoma b. Individu dengan gangguan nutrisi: defisiensi besi, defisiensi vitamin 3. Faktor Iatrogenik a. Terapi antibiotik b. Terapi kortikosteroid c. Radioterapi dan kemoterapi

d. Merokok

C. Klasifikasi 1. Bentuk Primer Candidosis Oral a. Candidosis Pseudomembranous akut Candidosis pseudomembranous akut tampak sebagai lesi putih pada mukosa oral yang dapat dihilangkan dengan kerokan halus dan meninggalkan permukaan mukosa yang

eritematous.Pada pemeriksaan histologis tampak sel ragi dan hifa di antara epitel desquamasi.Infeksi jenis ini sering terjadi pada bayi baru lahir yang sistem imunnya masih belum matang.Pada individu yang lebih dewasa, candidosis pseudomembranous akut sering terjadi pada individu dengan gizi kurang, supresi lokal sistem imun (misal pada pemberian steroid inhaler pada pasien asma), atau penyakit dasar lain seperti infeksi HIV dan AIDS. b. Candidosis Eritematous akut Bentuk candidosis eritematous akut ini sering terjadi pada pemberian antibiotik spektrum luas, yang menyebabkan penurunan populasi bakteri dalam mulut sehingga terjadi pertumbuhan berlebihan spesies Candida.Jenis infeksi ini dapat terjadi pada mukosa buccal, namun paling sering timbul sebagai lesi kemerahan di dorsum lidah dan juga palatum.Candidosis eritematous akut adalah satu-satunya bentuk candidosis oral yang menimbulkan nyeri terus-menerus.Resolusi spontan dapat terjadi dengan menghentikan pemberian antibiotik spektrum luas. c. Candidosis Eritematous kronik Candidosis eritematous dapat terjadi secara kronik.Lesi termasuk lesi atrofik yang sering dikaitkan dengan keilitis angular dan denture stomatitis. Candidosis eritematous kronik sering terjadi pada individu dengan HIV positif dan pasien AIDS. d. Candidosis Hiperplastik kronik 3

Candidosis hiperplastik kronik (kadang disebut sebagai candidal leukoplakia) dapat timbul pada semua permukaan mukosa mulut baik sebagai lesi homogen atau lesi putih

noduler.Tidakseperti lesi candidosis pseudomembranous, lesi candidosis hiperplastik kronik tidak dapat dihilangkan dengan kerokan halus.Lesi paling sering muncul bilateral pada regio komisura mukosal buccal dengan prevalensi paling tinggi pada laki-laki setengah baya yang merokok.Hal yang penting diketahui dari bentuk infeksi ini adalah hubungannya dengan perubahan ke arah keganasan.Secara in vitro, sel ragi terbukti dapat N-

menghasilkan

nitrosamin

karsinogenik,

nitrosobenzylmethylamine dari molekul prekursor. 2. Bentuk Sekunder a. Keilitis Angular Keilitis angular adalah kondisi di mana lesi timbul pada sudut mulut dan secara mikrobiologis sampel lesi menunjukkan adanya C.albicans, sering bersama dengan bakteri

S.aureus.Peranan Candida pada bentuk ini masih belum jelas, namun penting diperhatikan bahwa keilitis angular sering terjadi pada pasien dengan candidosis oral di mana jumlah spesies Candida meningkat. b. Median Rhomboid Glossitis Median rhomboid glossitis merupakan kondisi kronik yang muncul sebagai lesi berbentuk kristal di posterior midline dorsum lidah. Didapatkan jumlah spesies Candida yang tinggi dari lesi tersebut.Kondisi ini sering dikaitkan dengan individu yang sering menggunakan steroid inhaler atau individu yang merokok.

D. Gambar

Gambaran klinis bentuk primer candidosis oral: candidosis pseudomembranous akut (kiri atas), candidosis eritematous kronik (kanan atas), candidosis eritematous akut (kiri bawah) dan candidosis hiperplastik kronik (kanan bawah).

E. Diagnosis Diagnosa yang tepat diperoleh dari pemeriksaan yang teliti. Diagnosa candidiasis oral yang dapat dilakukan meliputi anamnesa, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaaan penunjang seperti pemeriksaan sitologi eksfoliatif, metode kultur swab, uji saliva, dan biopsi. Berdasarkan hasil anamnesa dapat diperoleh informasi mengenai keadaan rongga mulut yang dialami pasien.Pasien yang menderita candidiasis oral bisa mempunyai keluhan terhadap keadaan rongga mulutnya, namun ada juga yang tidak menyatakan adanya keluhan pada rongga mulutnya.Keluhan yang bisa terjadi pada candidiasis oral seperti

adanya rasa tidak nyaman, rasa terbakar, rasa sakit, dan pedih pada rongga mulut.Pemeriksaan klinis dilakukan dengan melihat gambaran klinis lesi yang terdapat pada rongga mulut.Gambaran klinis candidiasis oral yang terlihat bisa berbeda-beda sesuai dengan tipe candidiasis yang terjadi pada rongga mulut pasien. Di samping itu, pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan sitologi eksfoliatif, kultur swab, uji saliva, dan biopsi sangat diperlukan dalam mendukung diagnosa candidiasis oral.

F. Terapi Pengobatan farmakologis kandidiasis oral dikelompokkan dalam tiga kelas agen antifungal yaitu: polyenes, azoles, dan echinocandins. Antifungal Polyenes mencakup Amphotericin B dan Nystatin.

Amphotericin B dihasilkan oleh Streptomyces nodosus dan memiliki aktivitas antijamur yang luas. Di samping keuntungannya, antifungal ini dapat menimbulkan efek nefrotoksik. Obat antifungal lain yang sekarang banyak digunakan adalah Nystatin. Azoles dibagi dalam dua kelompok yaitu imidazoles dan triazoles. Azoles akan menghambat ergosterol yang merupakan unsur utama sel membran jamur. Sedangkan, Caspofungin termasuk golongan antifungal echinocandins yang digunakan untuk pengobatan terhadap infeksi jamur Kandida dan spesies aspergillus4. Obat anti jamur dapat diberikan secara topikal maupun sistemik, dengan syarat pemakaiannya harus sesuai dengan tipe kandidiasis yang akan dirawat. Obat - obat anti jamur yang dapat diberikan secara topikal berupa : clotrimazole lozenge, nystatin pastiles, dan nystatin suspensi oral, sedangkan obat anti jamur yang dapat dibenkan secara sistemik yaitu : ketoconazole tablet, itraconazole tablet, fluconazole tablet. Hal yang sangat penting dilakukan oleh pasien adalah menjaga kebersihan rongga mulut, sehingga kandida albikans yang merupakan mikroorganisme komensal dan flora normal di rongga mulut tidak berubah menjadi agen infeksius opportunistik penyebab kandidiasis oral.Pasien juga harus

menghindari faktor - faktor predisposisi yang dapat menimbulkan kandidiasis4.

G. Sumber Pustaka 1. Wyk, C.V., Steenkamp, V. Review: Host factor affecting oral candidiasis. South Afr J Epidemiol Infect 2011;26(1):18-21 2. Scully, C. 2010. Candidiasis, Mucosal.

http://emedicine.medscape.com/article/ 1075227-overview#showall (2 Mei 2013) 3. Williams, D., Lewis, M. Pathogenesis and treatment of oral candidosis. Journal of Oral Microbiology 2011, 3: 5771 4. Andryani, Suli. 2010. Skripsi: Kandidiasis oral pada pasien tuberkulosis pada akibat pemakaian antibiotik dan steroid (laporan kasus. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatra Utara. Medan.

H. Temuan Kasus Candidiasis Oral

Gambar Pasien dengan Candidiasis Oral

1. Status Pasien: Pasien RSDM Nama : Tn AS Usia : 34 tahun

Alamat : Kedung bulus 24/00 Krebet Masaran Sragen Surakarta Jawa Tengah Ruang : Melati 1, 7I No.RM : 01.18.26.58 Diagnosis : Erupsi obat tipe makulopapular

2. Keluhan Utama: timbul bercak kemerahan di kulit 3. Riwayat Penyakit Sekarang: Timbul bercak kemerahan seluruh tubuh kurang lebih 12 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Bercak timbul setelah mengkonsumsi obat deviral dan neviral. Demam (+) sejak 2 hari yang lalu dan sembuh bila minum paracetamol. Mual (-), muntah (-), BAB hitam (-), BAK darah (-). 4. Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat konsultasi VCT (+) Riwayat alergi obat sebelumnya (-) Riwayat atopi (-) Riwayat diabetes mellitus (-) Riwayat hipertensi (-)

5. Pemeriksaan Fisik: Keadaan umum: Compos Mentis Tanda vital: Tekanan darah Denyut nadi Respiratory Rate Suhu Kepala : 100/80 mmHg : 88 x/menit : 22 x/menit : 36,8oC : mesocephal

Mata Hidung Mulut Leher Thorax Paru Jantung bising (-) Abdomen:

: CA -/- SI -/-, RC -/: N c+l (-/-) : oral thrush (+) : KGB tidak membesar, deviasi trakea (-) : retraksi (-) : SDV (+/+), ST (-/-) : Bunyi jantung I dan II intensitas normal reguler

DP//PP, supel, NT (-), H/L tidak teraba

6. Diagnosis: Erupsi obat tipe makulopapular suspek alergi buviral dan meviral 7. Terapi Stop obat yang dicurigai Diet TKTP FEPT Monitor keadaan umum dan vital sign / 12 jam IV NaCl 0.9% Injeksi methyl prednisolone 48mg / 24 jam Pagi : 31.25 mg Sore : 15.75 mg Injeksi ranitidine 30mg/ 2jam Citerizine 10 mg tab 1 0 0 CTM 4 mg tab 0 0 1

MOUTH ULCER
A. Definisi Ulkus ialah defek lokal atau ekskavasasi permukaan jaringan atau organ, yang lebih dalam dari jaringan epitel (Casiglia, 2006). Mouth ulcer adalah luka terbuka di mulut, atau rusaknya selaput lendir atau epitel pada bibir di sekitar mulut. Jenis-jenis mouth ulcer beragam, dengan banyak penyebab termasuk: abrasi fisik, buah asam, infeksi, kondisi medis lainnya, obat-obatan, dan proses kanker dan tidak spesifik. Setelah terbentuk, ulkus dapat dipertahankan oleh peradangan dan / atau infeksi sekunder. Dua jenis yang umum adalah ulkus aphthous ("sariawan") dan cold sores (lepuh demam, herpes mulut). C8old sores di sekitar bibir disebabkan oleh virus.

Gambar 1. Ulkus pada rongga mulut

B. Etiologi Penyebab timbulnya ulkus di mukosa mulut antara lain: 1. Trauma a. Luka fisik ringan Trauma ke mulut merupakan penyebab umum dari pengenalan bakteri. Sebuah tepi tajam gigi, tidak sengaja tergigit (ini dapat sangat umum dengan gigi taring yang tajam, atau gigi bungsu), tajam, kasar, atau terlalu asin makanan, minuman panas, gigi palsu yang kurang pas, kawat gigi gigi atau trauma dari sikat gigi dapat melukai lapisan mukosa mulut mengakibatkan maag. Ulkus ini biasanya sembuh pada

10

kecepatan moderat jika sumber cedera dihapus (misalnya, jika gigi palsu kurang pas dapat dihilangkan atau diganti).

b. Luka kimiawi Bahan kimia seperti aspirin atau alkohol yang kontak dengan mukosa mulut dapat menyebabkan jaringan menjadi nekrotik dan mengelupas sehingga menciptakan permukaan ulserasi. Sodium lauril sulfat (SLS), salah satu bahan utama dalam banyak pasta gigi, telah terlibat dalam peningkatan kejadian ulkus oral.

c. Penghentian merokok Hal ini cukup umum bagi perokok untuk mengalami ulkus dalam waktu seminggu penghentian. Lamanya bervariasi antara individu, dan dapat berkisar dari satu bulan sampai satu tahun. Suplemen nikotin Oral telah menunjukkan beberapa pengurangan terjadinya ulkus.

2. Infeksi a. Viral Virus yang paling umum adalah Herpes simplex virus yang menyebabkan ulserasi herpetiform berulang yang biasanya didahului oleh beberapa vesikel yang pecah. Varicella Zoster (cacar air, herpes zoster), Coxsackie A virus dan presentasi subtipe terkait, adalah beberapa virus lainnya yang dapat menyebabkan proses ulserasi oral. HIV menciptakan imunodefisiensi yang memungkinkan infeksi oportunistik atau neoplasma berkembang.

b. Bakterial Bakteri yang menyebabkan ulserasi dapat disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis (TBC) dan Treponema pallidum (sifilis).

11

c. Fungal Coccidioides immitis (demam lembah), Cryptococcus neoformans (kriptokokosis), Blastomyces dermatitidis ("Amerika Utara

Blastomycosis") adalah beberapa proses jamur yang menyebabkan ulkus oral.

d. Protozoa Entamoeba histolytica, protozoa parasit, kadang-kadang dikenal menyebabkan ulkus mulut melalui pembentukan kista

3. Sistem imun Banyak peneliti melihat penyebab ulkus aphthous sebagai produk akhir yang umum dari banyak proses penyakit yang berbeda, masing-masing yang dimediasi oleh sistem kekebalan tubuh. Ulkus aphthous diperkirakan terbentuk ketika tubuh berespon dari serangan bahan kimia yang tidak diketahui.

a. Imunodefisiensi. Episode Ulangi ulkus mulut bisa menjadi indikasi immunodeficiency, menandakan rendahnya tingkat immunoglobulin dalam selaput lendir mulut. Kemoterapi, HIV, dan mononukleosis semua penyebab imunodefisiensi dengan ulkus oral yang menjadi manifestasi umum.

b. Autoimun Autoimunitas juga merupakan penyebab ulkus oral. Pemfigoid selaput lendir, reaksi autoimun terhadap membran basal epitel, menyebabkan deskuamasi / ulserasi dari mukosa mulut.

c. Alergi Kontak dengan alergen seperti amalgam dapat menyebabkan ulserasi mukosa.

12

d. Dietary Kekurangan Vitamin C dapat menyebabkan scurvy yang mengganggu penyembuhan luka, yang dapat berkontribusi untuk pembentukan ulkus [3] Demikian pula kekurangan zat besi, vitamin B12, seng [13] telah dikaitkan dengan ulserasi oral.

C. Klasifikasi 1. Ulkus Akibat Reaksi Obat (Stomatitis Medikamentosa) Berbagai macam obat dapat menyebabkan timbulnya ulkus di mukosa mulut. Perlu ditanyakan kepada pasien apakah pasien menkonsumsi obatobatan yang dapat menjadi penyebab ulkus tersebut 2. Aphtha Aphtha merupakan ulkus kecil berbentuk oval atau bulat, yang dilapisi eksudat abu-abu dan dikelilingi halo berwarna merah, yang merupakan karakteristik dari stomatitis aftosa rekuren. Minor aphtha (Mikuliczs aphtha) Durasi 7 hingga 10 hari Cenderung tidak terlihat pada gingiva, palatum, atau dorsum lidah Ulkus multipel dengan jumlah 2 hingga 10 buah dalam satu episode Major aphtha (Suttons ulcers) Dapat berlangsung selama berbulan-bulan Ulkus multipel dengan jumlah kurang dari 6 buah Paling sering ditemukan pada palatum, tenggorokan, dorsum lidah, dan bibir 3. Ulkus herpetiformis Diawali dengan aphtha multipel dengan ukuran pin point yang nantinya membesar dengan bentuk irregular, Terutama terdapat pada lidah bagian ventral dan terdapat manifestasi ekstraoral 4. Sindroma Behets Dengan adanya riwayat ulkus berulang 5. Eritema Multiformis 13

Riwayat ulkus berulang pada bibir yang diawali dengan makula eritematosa berisi cairan yang saat pecah bentuknya ireguler, meluas, dan nyeri dengan adanya cairan eksudat serosanguinosa yang nantinya menjadi krusta 6. Ulkus Tunggal dan Multipel Beberapa faktor yang dapat membantu tegaknya diagnosis penyakit dengan manifestasi ulkus adalah jumlah ulkus, bentuk, ukuran, tempat, dasar, batas, dan ada atau tidaknya nyeri. Sebuah ulkus tunggal, terutama jika bertahan selama tiga minggu atau lebih biasanya merupakan indikasi kronis dan sering ditemui pada penyakit ganas atau infeksi serius (misalnya tuberkulosis atau infeksi jamur). Klasifikasi lesi ulkus secara umum di mukosa mulut: 1. Lesi Multipel Akut a. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis b. Eritema Multiformis c. Stomatitis Alergika d. Stomatitis Viral Akut e. Ulkus oral karena kemoterapi kanker 2. Ulkus Oral Rekuren a. Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS) b. Sindrom Behcets c. Infeksi virus herpes simpleks rekuren

3. Lesi Multipel Kronik a. Pemphigus Vulgaris b. Pemphigus Vegetan c. Pemphigoid Bulosa d. Pemphigoid Sikatrik e. Lichen Planus Bulosa Erosif 4. Ulkus Tunggal a. Histoplamosis b. Blastomikosis

14

c. Mucormikosis d. Infeksi virus herpes simplex kronis Gambar

Stomatitis medikamentosa

Aphta minor

Aphta mayor

Ulkus herpetiformis

sindrom behcets

eritema multiformis

D. Terapi Terapi pada ulkus diberikan sesuai dengan penyebabnya. Penatalaksanaan lesi oral spesifik seperi lesi ulkus/ apthae pada penderita lupus eritematosus memerlukan kombinasi terapi kortikosteroid sistemik dengan dengan antimetabolit seperti azathioprine (Imuran) atau mycophenolate mofetil

(CellCept) dengan cyclophosphamide. Sebagai terapi tambahan dapat diberikan Colchidne 0,6 mg dua kali sehari, Dapsone 100-150 mg/hari, atau thalidomide 100-200 mg/hari. Sedangkan untuk lesi seperti lichen planus pada diskoid lupus eritematosus dapat diterapi dengan kombinasi obat topikal dan sistemik. Terapi topikal mengandung kortikosteroid seperti clebetasol gel (diaplikasikan 4-5 kali sehari), dengan atau tanpa topikal tacrolimus ointment (2-3 kali sehari). Thalidomide 100-200 mg sehari, dengan atau tanpa hydroxychloroquine (Plaquenil) 200 mg dua kali sehari sangat efektif. Pemberian terapi sistemik imunosupresif seperti azathioprine, mycophenolate

15

mofetil atau leflunomide (Arava) biasa diberikan pada kasus yang lebih berat meskipun jarang terjadi. Penatalaksanaan lesi oral non spesifik seperti lesi herpes simplex labialis adalah dengan mengurangi paparan obat kortikosteroid sistemik dan menggantinya dengan corticosteroid-sparing drugs seperti azathioprine, mycophenolate mofetil dan cyclophosphamide yang diberikan sejak awal1.

E. Daftar Pustaka 1. J.M. Casiglia, G.W. Mirowski, C.L. Nebesio. 2006. "Aphthous stomatitis". Emedecine. 2. Van Voorhees, BW .2007. Mouth Ulcers - Treatment". MedlinePlus. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001448.htm# Treatment. (2 Mei 2013).

F. Temuan Kasus Mouth Ulcer

Gambar Pasien dengan Mouth Ulcer

1.

Status Pasien: Pasien RSDM Nama : Tn AS

Usia : 34 tahun

16

Alamat

: Kedung bulus

24/00 Krebet Masaran Sragen

Surakarta Jawa Tengah Ruang No.RM : Melati 1, 7I : 01.18.26.58

Diagnosis : Erupsi obat tipe makulopapular

2. Keluhan Utama: timbul bercak kemerahan di kulit 3. Riwayat Penyakit Sekarang: Timbul bercak kemerahan seluruh tubuh kurang lebih 12 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Bercak timbul setelah mengkonsumsi obat deviral dan neviral. Demam (+) sejak 2 hari yang lalu dan sembuh bila minum paracetamol. Mual (-), muntah (-), BAB hitam (-), BAK darah (-). 4. Riwayat Penyakit Dahulu: 5. Riwayat konsultasi VCT (+) Riwayat alergi obat sebelumnya (-) Riwayat atopi (-) Riwayat diabetes mellitus (-) Riwayat hipertensi (-)

Pemeriksaan Fisik: Keadaan umum: Compos Mentis Tanda vital: o Tekanan darah : 100/80 mmHg o o o Denyut nadi : 88 x/menit : 22 x/menit

Respiratory Rate Suhu : 36,8oC

Kepala: mesocephal Mata : CA -/- SI -/-, RC -/Hidung : N c+l (-/-) Mulut: oral thrush (+) Leher: KGB tidak membesar, deviasi trakea (-)

17

6.

Thorax: retraksi (-) Paru: SDV (+/+), ST (-/-) Jantung: Bunyi jantung I dan II intensitas normal

reguler bising (-) Abdomen: DP//PP, supel, NT (-), H/L tidak teraba

Diagnosis: Erupsi obat tipe makulopapular.

18

KOMPETENSI 3

19

GLOSSITIS
A. Definisi Glositis merupakan suatu peradangan pada lidah. Glossitis dapat terjadi akut atau kronis. Penyakit ini juga merupakan kondisi murni dari lidah itu sendiri atau merupakan cerminan dari penyakit tubuh yang penampakannya ada pada lidah. Glossitis biasanya merupakan respon yang baik terhadap

pengobatan jika penyebab peradangan akan dihapus. Gangguan tersebut mungkin tidak nyeri, atau dapat menyebabkan ketidaknyamanan lidah dan mulut.Dalam beberapa kasus, glossitis dapat mengakibatkan

pembengkakan parah pada lidah yang dapat menghalangi jalan napas, sehingga dapat terjadi perhatian segera. kegawatdaruratan medis yang membutuhkan

B. Etiologi Penyebab glossitis bermacam-macam, bisa lokal dan sistemik. Penyebab glossitis dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Penyebab Lokal a. bakteri dan infeksi virus, b. trauma atau iritasi mekanis dari sesuatu yang terbakar, gigi atau peralatan gigi c. iritasi lokal seperti dari tembakau, alkohol dan makanan yang pedas ataupun makan yang berbumbu, d. alergi dari pasta gigi dan obat kumur. 2. Penyebab Sistemik a. kelainan nutrisi, penyakit kulit dan infeksi sistemik,

20

b. keadaan kekurangan gizi (malnutrisi) yaitu kurangnya asupan vitamin B, c. penyakit kulit seperti oral lichen planus, erythema multiforme, aphthous ulcers, and pemphigus vulgaris, d. infeksi seperti syphilis and human immunodeficiency virus (HIV).

C. Gambar

D. Diagnosis Gejala dan tanda dari glossitis bervariasi oleh karena penyebab yang bervariasi pula dari kelainan ini, tanda dasar kelainan ini adalah bahwa lidah menjadi berubah warnanya dan terasa nyeri.Warna yang dihasilkan bervariasi dari gelap merah sampai dengan merah terang. Lidah yang terkena mungkin akan terasa nyeri dan menyebabkan sulitnya untuk mengunyah, menelan atau untuk bercakap cakap. Lidah yang mempunyai kelainan ini permukaannya akan terlihat halus. Terdapat beberapa ulserasi atau borok yang terlihat pada lidah ini. Pemeriksaan oleh dokter gigi atau penyedia layanan kesehatan menunjukkan lidah bengkak (atau patch pembengkakan). Para nodul pada permukaan lidah (papila) mungkin tidak ada. Tes darah bisa

mengkonfirmasi sistemik penyebab gangguan tersebut.

21

E. Terapi Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi peradangan.

Perawatan biasanya tidak memerlukan rawat inap kecuali lidah bengkak sangat parah. Baik kebersihan mulut perlu, termasuk menyikat gigi

menyeluruh setidaknya dua kali sehari, dan flossing sedikitnya setiap hari. Kortikosteroid seperti prednison dapat diberikan untuk mengurangi peradangan glossitis. Untuk kasus ringan, aplikasi topikal (seperti berkumur prednison yang tidak ditelan) mungkin disarankan untuk menghindari efek samping dari kortikosteroid ditelan atau disuntikkan. Antibiotik, obat antijamur, atau antimikroba lainnya mungkin diresepkan jika penyebab glossitis adalah infeksi. Anemia dan kekurangan gizi harus diperlakukan, sering dengan perubahan pola makan atau suplemen lainnya. Hindari iritasi (seperti makanan panas atau pedas, alkohol, dan tembakau) untuk meminimalkan ketidaknyamanan.

F. Sumber Pustaka 1. Zieve D., Juhn G., Eltz D.R. 2009. Glossitis.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001053.htm. (2 Mei 2013)

22

KOMPETENSI 2

23

MICROGNATHIA DAN MACROGNATHIA


MICROGNATHIA A. Definisi1 Micrognathia merupakan istilah untuk menyebut rahang yang lebih kecil dari ukuran normal. Dalam kasus ini baik maksila maupun mandibula dapat terkena. Biasanya ditemukan bersamaan dengan microglossi (lidah kecil). Jika micrognathia, microglossi dan celah pada pallatum molle terjadi bersamaan disebut Sindroma Pierre Robin. Secara garis besar, micrognathia dibagi menjadi: (1) Apparent micrognathia; (2) True micrognathia. B. Etiologi1 Secara garis besar, etiologi micrognathia dibagi menjadi: 1. Kongenital: biasanya etiologi tidak diketahui secara pasti, namun diduga ada hubungannya dengan kelainan kromosom, obat teratogenik dan sindrom genetik lain. 2. Didapat: tipe micrognathia dapatan biasanya terjadi pada trauma post natal dan sebagai akibat dari gangguan area TM.Joint (Ankylosis) C. Klasifikasi1 Micronagthia dibagi menjadi 2, yaitu : 1. Micronagthia sejati (true micrognathia), adalah keadaan di mana rahang cukup kecil yang terjadi akibat hipoplasia rahang. 2. Micronagthia palsu (apparent micrognathia), adalah keadaan jika terlihat salah satu posisi rahang terletak lebih ke posterior atau hubungan abnormal maksila dan mandibula.

24

D. Gambar

E. Diagnosa Biasanya penderita micrognatia mengalami masalah dengan estetika, oklusi, pernapasan, dan pemberian makan pada bayi.

F. Terapi Terapi yang direkomendasikan yakni operasi orthognathic untuk memperluas maksila dan mandibula.

G. Sumber Pustaka 1. Patel, A. 2009. The Developmental Disturbences of Jaws.

http://www.scribd.com/doc/44674594/The-DevelopmentalDisturbences-of-Jaws (2 Mei 2013)

MACROGNATHIA A. Definisi1 Istilah macrognathia mengarah pada kondisi di mana ukuran rahang lebih dari normal. Macrognathia juga disebut dengan megagnitia. Macrognathia mengalami gambaran klinis yaitu dagu berkembang lebih

25

besar. Sebagian besar macrognatia tidak menyebabkan terjadinya maloklusi. B. Etiologi1 Macrognatia disebabkan oleh gigantisme pituitari, Pagets disease pada tulang, akromegali dan pada beberapa bentuk displasia fibrosa. C. Gambaran Klinis1 Sering tampak mandibula lebih menonjol keluar karena adanya perbedaan ukuran maksila dan mandibula. Mandibula sering lebih besar dari normal sehingga juga menambah panjang dari mandibula. Ukuran ramus mandibula juga lebih besar dari normal. D. Gambar

E. Diagnosis Biasanya penderita micrognatia mengalami masalah dengan estetika, oklusi, pernapasan, dan pemberian makan pada bayi F. Terapi Terapi yang direkomendasikan yakni operasi orthognathic untuk mengecilkan maksila dan mandibula. G. Sumber Pustaka 1. Patel, A. 2009. The Developmental Disturbences of Jaws.

http://www.scribd.com/doc/44674594/The-DevelopmentalDisturbences-of-Jaws (2 Mei 2013)

26

LABIAL DAN PALATAL CLEFT


A. Definisi1 Bibir sumbing (labial cleft) adalah kelainan berupa celah pada bibir atas yang didapatkan seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada bagian langit-langit rongga mulut (palate), maka kelainan ini disebut cleft palate. Pada cleft palate, celah akan menghubungkan langit-langit rongga mulut dengan rongga hidung. Sekitar 98,8% dari facial cleft didominasi oleh labial cleft dengan atau tanpa palatecleft, bilateral maupun unilateral. Sekitar 50-70% kasus labial dan palatal cleft berdiri sendiri tanpa ada sindrom penyerta.

Gambar 1. Labial dan palatal cleft dibandingkan dengan kondisi normal. B. Klasifikasi 1. Celah bibir (Labiochisis)

27

a. Celah bibir satu sisi 1.) Celah bibir satu sisi tidak lengkap 2.) Celah bibir satu sisi lengkap b. Celah bibir dua sisi 1.) Celah bibir dua sisi tidak lengkap 2.) Celah bibir dua sisi lengkap 2. Celah langit-langit (palatochisis) a. Celah langit-langit tidak lengkap b. Celah langit-langit lengkap

Palatochisis 3. Labio-palatoschisis a.Unilateral b. Bilateral c. Campuran

28

Labiopalatal Cleft C. Etiologi Etiologinya dibagi mejadi 2 kelompok besar : 1. Herediter akibat mutasi gen atau kelainan kromosom 2. Faktor lingkungan seperti usia ibu lebih dari 30 tahun, agen teratogenik (misal steroid dan antikonvulsan) , nutrisi, infeksi virus (misal rubella), radiasi, stres emosional, daya pembentukan embrio menurun, dan trauma selama trimester pertama kehamilan. D. Patogenesis Proses terbentuknya kelainan ini sudah dimulai sejak mingguminggu awal kehamilan ibu. Saat usia kehamilan ibu mencapai 6 minggu, bibir atas dan langit-langit rongga mulut bayi dalam kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan yang berada di kedua sisi dari lidah dan akan bersatu di tengah-tengah. Bila jaringan-jaringan ini gagal bersatu, maka akan terbentuk celah pada bibir atas langit-langit rongga mulut. Sebenarnya penyebab mengapa jaringan-jaringan tersebut tidak menyatu dengan baik belum diketahui dengan pasti. Tapi faktor penyebab yang diperkirakan adalah kombinasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Resiko terkena akan semakin tinggi pada anak-anak yang memiliki saudara kandung atau orang tua yang juga menderita kelainan ini, dan dapat diturunkan baik lewat ayah maupun ibu. Cleft lip dan cleft palate juga dapat merupakan bagian dari sindroma penyakit tertentu. Kekuranganasam folat juga dapat memicu terjadinya kelainan ini.

E. Diagnosa Tanda yang paling jelas adalah adanya celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut. Bayi dengan cleft lip dapat mengalami kesulitan saat menghisap ASI karena sulitnya melakukan gerakan menghisap. Kesulitan ini dapat diatasi dengan penggunaan botol khusus yang direkomendasikan oleh dokter gigi spesialis gigi anak dan dokter spesialis anak, tentunya disesuaikan dengan tingkat keparahan, kasus cleft

29

palate juga dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Besarnya cleft bukan indikator seberapa serius gangguan dalam berbicara, bahkan cleft yang kecil pun dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Anak dapat memperbaiki kesulitannya dalam berbicara setelah menjalani terapi bicara, walaupun kadang tindakan operasi tetap diperlukan untuk memperbaiki fungsi langit-langit rongga mulut. Anak dengan cleft kadang memiliki gangguan dalam pendengaran. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan adanya infeksi yang mengenai tuba Eustachii (saluran yang menghubungkan telinga dengan rongga mulut). Semua telinga anak normal memproduksi cairan telinga yang kental dan lengket. Cairan ini dapat menumpuk di belakang gendang telinga. Adanya cleft dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya cairan telinga ini, sehingga menyebabkan gangguan atau bahkan kehilangan pendengaran sementara. Biasanya cleft palate dapat mempengaruhi pertumbuhan rahang anak dan proses tumbuh kembang dari gigi-geliginya. Susunan gigi-geligi dapat menjadi berjejal karena kurang berkembangnya rahang.

F. Terapi Perawatan dapat dilakukan sejak bayi lahir oleh tim dokter khusus yang mencakup dokter gigi spesialis bedah mulut, dokter spesialis bedah plastik, ahli terapi bicara, audiologist (ahli pendengaran), dokter spesialis anak, dokter gigi spesialis gigi anak. Operasi untuk menutup celah di bibir sudah dapat dilakukan pada saat bayi berusia tiga bulan dan memiliki berat badan yang cukup. Sedangkan operasi untuk menutup celah pada langitlangit rongga mulut dapat dilakukan pada usia kira-kira enam bulan. Kedua operasi tersebut dilakukan dengan bius total. Saat anak bertambah dewasa, operasi-operasi lain mungkin diperlukan untuk memperbaiki penampilan dari bibir dan hidung serta fungsi dari langit-langit rongga mulut. Jika ada celah pada gusi, biasanya dapat dilakukan bone graft (implant tulang). Untuk memperbaiki kesulitan dalam berbicara, anak nantinya dapat menjalani terapi bicara dengan ahli

30

terapi bicara. Dokter gigi spesialis anak dan orthodontis dapat memberikan perawatan yang berkaitan dengan perawatan gigi-geligi anak dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan agar tidak timbul kelainankelainanlain pada rongga mulut. Berikut adalah tahap-tahap terapi yang bisa dilakukan untuk kasus labial palate cleft: 1. Chieloraphy/ labioplasti 2. Palatoraphy 3. Speech Theraphy 4. Pharyngoplasty 5. Perawatan Orthodontis 6. Alveolar Bone Graft 7. Le Fort I Osteotomy : 3 bulan : 10-12 bulan : 4 tahun : 5-6 tahun : 8-9 tahun : 9-10 tahun :17-18 tahun

G. Pencegahan Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain : 1. Konsultasi dengan ahli genetik 2. Menjaga kesehatan selama kehamilan dengan menghindari rokok dan alkohol, mengkonsumsi asam folat 400 mikrogram perhari,

menghindari konsumsi obat-obatan yang mengganggu kehamilan (misalnya obat kanker, obat epilepsy, dan steroid). H. Daftar Pustaka Naidich, T., Blaser, S., Bauer, B., Armstrong, D., McLone, D., Zimmerman, R. 2003. Section I: Sinonasal Cavities. Mosby Anatomy Book. Mosby Inc.

I. Temuan Kasus Labial and Palate Cleft

31

Gambar Pasien dengan Labial and Palate Cleft

1. Status Pasien: Pasien RSDM Nama Alamat Ruang No.RM Diagnosis : Bayi Ny. TM : Joyotakan 01/06 Serengan Surakarta Jawa Tengah : HCU Neonatus : 01.19.21.30 : Labiognatopalatoschisis

2. Keluhan Utama: celah di bibir dan langit-langit 3. Riwayat Penyakit Sekarang: Sekitar 10 jam SMRS pasien lahir dengan G2P1A0, langsung menangis, BBL: 3200 gram, gerak aktif, panas (-), dirujuk ke RSDM karena ada celah di bibir & mulut 4. Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat kehamilan ibu sehat, UK 9 bulan 5. Pemeriksaan Fisik: Keadaan umum: Baik, menangis kuat Tanda vital: o Denyut nadi o o o : 150 x/menit

Respiratory Rate : 56 x/menit Suhu SaO2 : 37,1oC : 99%

32

GDS

: 70 mg

Kepala: mesocephal Mata : CA -/- SI +/+, RC +/+ Hidung : N c+l (-/-) Mulut: celah bibir (+), celah langit (+), sianosis (-0 Leher: KGB tidak membesar Thorax: retraksi (-) Paru: Jantung: SDV (+/+), ST (-/-) Bunyi jantung I dan II intensitas normal reguler bising (-)

Abdomen: DP//PP, supel, NT (-), H/L tidak teraba

6. Diagnosis: Labiognatopalatoschisis Neonatus perempuan, BBLC, CB, SMK, spontan, PL 7. Usulan pengobatan rawat inap: - Rawat HCU Neonatus - O2 ruangan 2lpm - ASI/ASB on demand via OGT

33

LEUKOPLAKIA

A. Definisi Leukoplakia adalah lesi putih keratosis berupa bercak atau plak pada mukosa mulut yang tidak dapat diangkat dari mukosa mulut secara usapan atau kikisan.

B. Etiologi dan Patogenesis Etiologi dari leukoplakia digolongkan menjadi 2, yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. 1. Faktor lokal terdiri dari tembakau, alkohol, iritasi mekanis dan kemis, reaksi elektrogalvanik dan kandidiasis. Penggunaan rokok merupakan faktor risiko utama penyebab leukoplakia, karena unsur resin dan tar di dalamnya mudah mengiritasi mukosa. 2. Faktor sistemik terdiri dari defisiensi vitamin A, vitamin B kompleks, sifilis tertier dan anemia siderofenik. Keadaan ini disertai dengan glossitis atrofik sehingga pasien-pasien ini mudah sekali terkena leukoplakia dan karsinoma mulut. Perubahan patologis mukosa mulut menjadi Leukoplakia terdiri dari dua tahap.Yaitu tahap praLeukoplakia dan tahap Leukoplakia.Pada tahap praLeukoplakia mulai terbentuk warna plak abu-abu tipis, bening, translusen, permukaannya halus dengan konsistensi lunak dan datar. Tahap Leukoplakia ditandai dengan pelebaran lesi ke arah lateral dan membentuk keratin yang tebal sehingga warna menjadi lebih putih, berfisura dan permukaan kasar sehingga mudah membedakannya dengan mukosa sekitarnya.

C. Klasifikasi Burket (1994), berdasarkan bentuk klinisnya, menggolongkan leukoplakia dalam 3 jenis:

34

1. Homogenous leukoplakia (leukoplakia kompleks) Suatu lesi setempat atau bercak putih yang luas, memperlihatkan suatu pola yang relatif konsisten, permukaan lesi berombak-ombak dengan pola garis-garis halus, keriput atau papilomatous. 2. Nodular leukoplakia (bintik-bintik) Suatu lesi campuran merah dan putih, dimana nodul-nodul keratotik yang kecil tersebar pada bercak-bercak atrofik (eritroplakik) dari mukosa.Dua pertiga dari kasus menunjukkan tanda-tanda displasia epitel atau karsinoma pada pemeriksaan histopatologik. 3. Verrucous leukoplakia Lesi putih di mulut, dimana permukaannya terpecah oleh banyak tonjolan seperti papila yang berkeratinisasi tebal, serta menghasilkan suatu lesi pada dorsum lidah. D. Gambar

35

E. Diagnosis Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis lengkap, pemeriksaan klinis rutin yang teliti (bentuk morfologi lesi, warna, predileksi tempat dan perubahan-perubahan serta perbedaan-perbedaan dengan jaringan sekitar) dan yang terakhir dengan pemeriksaan biopsi. 1. Anamnesis Dalam melakukan anamnesis perlu diketahui usia, jenis kelamin, pekerjaan, kesehatan umum, kebiasaan sehari-hari misalnya merokok, minum alkohol, mengunyah sirih dan menyuntil tembakau. Dahulu, penderita leukoplakia didominasi oleh usia lanjut akibat penurunan daya tahan tubuh. Namun sekarang lebih didominasi oleh usia muda akibat konsumsi rokok. Frekuensi penderita pria dan wanita adalah seimbang karena sudah banyak wanita yang merokok. 2. Gambaran Klinis Pada keadaan awal, lesi tidak terasa pada perabaan, agak bening dan putih keruh.Selanjutnya plak meninggi dengan tipe yang berkembang tidak teratur.Lesi berwarna putih kabur. Kemudian lesi menjadi tebal, berwarna putih, menunjukkan anya pengerasan, membentuk fisurafisura dan terakhir adalah pembentukan ulser.Gambaran klinis leukoplakia bentuk homogen (kecuali yang didasar muluy) cenderung mempunyai risiko displasia rendah, namun nodular, speckled dan erosiva mempunyai risiko tinggi, khususnya jika mempunyai displasia berat. Bentuk-bentuk lesi leukoplakia yang kemudian berubah menjadi ganas adalah bentuk verukosa dan bentuk nodular. 3. Pemeriksaan histopatologi Pemeriksaan morfologi sel atau jaringan pada sediaan mikroskop dengan pewarnaan rutin Hematoksilin-Eosin (HE). 4. Pemeriksaan sitologik eksfoliatif Digunakan untuk menegakkan diagnosa keganasan.Pemeriksaan sitologik eksfoliatif memiliki kelebihan yaitu dapat mendeteksi keadaan keganasan sedini mungkin dan merupakan kontrol pada false

36

negatif biopsi serta menghindari biopsi yang tidak perlu. Faktor yang mempengaruhi ketepatan pemeriksaan adalah lokasi dan jenis lesi, ketebalan lapisan keratin atau keadaan hiperkeratotik akan

menyebabkan sel-sel yang mengalami diskeratosis sulit untuk ikut teridentifikasi karena tersembunyi.

F. Terapi Pencegahan leukoplakia adalah dengan menghindari faktor predisposisi seperti rokok dan alkohol, menghindari iritasi kronik seperti akibat paparan kontinu bagian tajam dari gigi. Biopsi dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Pemberian beta karoten dapat memperlambat perkembangan penyakit.

G. Daftar Pustaka 1. Rangkuti N.H. 2007. Pebedaan Leukoplakia dan Hairy Leukoplakia di Rongga Mulut. Medan, Universitas Sumatera Utara. Skripsi. 2. Patterson Dental Supply. 2004. Leukoplakia.

http://www.breadentistry.com/files/pdf/OPG_leuk.pdf. (2 Mei 2013).

37

H. Temuan Kasus Leukoplakia

Gambar Pasien dengan Leukoplakia

1. Status Pasien: Pasien RSDM Nama : Ny W Usia : 52 tahun

Ruang : Mawar 3, 7C No.RM Diagnosis : 01.19.14.63 : Ca cerviks stadium III

2. Keluhan Utama: Nyeri daerah perut bawah 3. Riwayat Penyakit Sekarang: Seorang wanita P3 A0, datang rujukan RSUD Sadiman magetan denan keterangan ca cerviks. Pasien mengelu nyeri daerah perut bawah yang merambat dari daerah kewanitaan. Keluhan dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluh adanya penurunan BB dalam 3 bulan terakhir. Keluhan susah BAB dan BAK disangkal. Keluhan BAB berdarah disangkal. Keluhan adanya pembesaran perut disangkal. 4. Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat alergi obat sebelumnya (-)

38

Riwayat atopi (-) Riwayat diabetes mellitus (-) Riwayat hipertensi (-) Riwayat asma (-) Riwayat jantung (-)

5. Pemeriksaan Fisik: Keadaan umum: Compos Mentis Tanda vital: o Tekanan darah o Denyut nadi o Respiratory Rate o Suhu Kepala: mesocephal Mata : CA -/- SI -/-, RC -/Hidung : N c+l (-/-) Leher: KGB supraclavicular membesar RVT : terinfiltrasi masa luar 1/3 proks. Portio berubah menjadi masa luar endofilik, keras diameter 5 cm. Corpus uteri sebesar telur bebek CFS 50% USG : VU terisi cukup, uterus membesar 10 x8 x 6 cm Lab : hipoalbumin, hiponatremi Terapi : injeksi dexametason, paracetamol, kemoterapi : 110/70 mmHg : 80 x/menit : 20 x/menit : 36,5oC

39

KOMPETENSI 1

40

ANODONTIA
A. Definisi1,3 Anodontia merupakan kelainan yang secara umum digambarkan dengan keadaan di mana semua gigi tidak terbentuk atau tumbuh sama sekali, dan sangat jarang terjadi dalam bentuk kelainan tunggal tanpa abnormalitas lain.

Gambar 1. Hipodontia, Oligodontia, dan Anodontia

Kondisi ini dapat melibatkan gigi sulung dan gigi permanen, namun kebanyakan kasus hanya terjadi pada gigi permanen. Fenomena ini sering dikaitkan dengan sindroma non-progresif kulit dan saraf yang disebut ectodermal dysplasia. Anodontia, khususnya, sering menjadi bagian dari gejala sindroma tersebut dan jarang terjadi sebagai satu kondisi tunggal.

B. Etiologi Secara umum, baik complete maupun partial anodontia, secara garis besar disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor lingkungan dan genetik. Kegagalan proliferasi sel basal gigi dari lamina dental dapat disebabkan oleh infeksi (misal: rubella, osteomielitis), trauma, obat-obatan (misal: thalidomide), kemoterapi atau radioterapi. Mutasi beberapa gen, diketahui menyebabkan tidak tumbuhnya gigi permanen. Agenesis gigi kemungkinan disebabkan oleh defek beberapa gen, yang secara sendirisendiri atau bersamaan menyebabkan munculnya gejala2. 41

C. Klasifikasi 1. Hipodontia adalah keadaan dimana pada rahang tidak tumbuh 1-6 gigi. 2. Oligodontia adalah keadaan dimana lebih dari 6 gigi tidak tumbuh. 3. Anodontia adalah keadaan dimana semua gigi tidak tumbuh, dan lebih sering mengenai gigi-gigi tetap dibandingkan gigi-gigi sulung. Anodontia diklasifikasikan lagi menjadi : a. Anodontia total adalah keadaan dimana pada rahang tidak ada lagi gigi susu maupun gigi tetap. b. Anodontia parsial adalah keadaan dimana pada rahang terdapat satu atau lebih gigi yang tidak tumbuh dan lebih sering terjadi pada gigi permanen daripada gigi susu. c. D. Gambar

Anodontia

Hipodontia bilateral

Oligodontia

Radiografik panoramic anodontia

42

E. Diagnosis Diagnosa anodontia biasanya membutuhkan pemeriksaan

radiografik untuk memastikan memang semua benih gigi benar-benar tidak terbentuk. F. Terapi1 Terapi yang diberikan oleh dokter gigi adalah pembuatan dan pemasangan gigi prostetik

G. Daftar Pustaka 1. Institute of Dental and Craniofacial Research. 2011. Anodontia. http://children.webmd.com/anodontia (2 Mei 2012) 2. Wu, C.C., Wong, R.W., Hagg, U. A review of hypodontia: the possible etiologies and orthodontic, surgical and restorative treatment options conventional and futuristic. Hong Kong Dent J. Vol 4 No 2 December 2007 3. Ohno, K., Ohmori, I. Anodontia with hypohidrotic ectodermal dysplasia in a young female: a case report. Pediatric Dentistry 22:1, 2000

43

IMPACTED TEETH

A. Definisi1,2 Pengertian impacted teeth atau gigi impaksi telah banyak didefinisikan oleh para ahli. Menurut Grace, gigi impaksi adalah gigi yang mempunyai waktu erupsi yang terlambat dan tidak menunjukkan tandatanda untuk erupsi secara klinis dan radiografis. Menurut Londhe, gigi impaksi adalah keadaan dimana terhambatnya erupsi gigi yang disebabkan karena terhambatnya jalan erupsi gigi atau posisi ektopik dari gigi tersebut. B. Etiologi5 Gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Berger, penyebab gigi terpendam antara lain sebagai berikut.
1. Kausa Lokal

a. Posisi gigi yang abnormal b. Tekanan dari gigi tetangga pada gigi tersebut c. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut d. Kekurangan tempat untuk gigi tersebut bererupsi e. Persistensi gigi desidui (tidak mau tanggal) f. Pencabutan prematur pada gigi g. Inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa disekitar gigi h. Penyakit yang menimbulkan nekrosis tulang karena inflamasi atau abses i. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-anak.
2. Kausa Usia

a. Kausa Prenatal, yaitu keturunan dan miscegenation. b. Kausa Postnatal, yaitu ricketsia, anemi, syphilis congenital, TBC, gangguan kelenjar endokrin, dan malnutrisi.

44

c. Kelainan

Pertumbuhan,

yaitu

Cleido

cranial

dysostosis,

oxycephali, progeria, achondroplasia, celah langit-langit. C. Klasifikasi3 Ada berbagai macam klasifikasi impaksi gigi. Menurut George Winter, gigi impaksi digolongkan berdasarkan posisi gigi molar ketiga terhadap gigi molar kedua. Berikut adalah gambaran impaksi gigi menurut klasifikasi George Winter.

Vertical Impaction

Soft Tissue Impaction

Bony Vertical Impaction

Distal Impaction

Mesial Impaction

Horizontal Impaction

Klasifikasi impaksi gigi menurut George Winter Sumber: The American Dental Association, 2004).

45

Klasifikasi impaksi gigi menurut Pell dan Gregory Sumber: The American Dental Association, 2004

46

D. GAMBAR

Radiografik panoramik impaksi gigi

E. Diagnosis Anamnesis dilanjutkan dengan pemeriksaan ekstra oral dan pemeriksaan intra oral. Pada pemeriksaan ekstra oral, yang perlu diperhatikan adalah adanya pembengkakan, adanya pembesaran limfonodi (KGB) dan adanya parastesi. Pada pemeriksaan intra oral, yang menjadi perhatian adalah keadaan gigi erupsi atau tidak, adanya karies, perikoronitis, adanya parastesi, adanya abses gingival, posisi gigi tetangga, hubungan dengan gigi tetangga, ruang antara gigi dengan ramus (pada molar tiga mandibula). Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan adalah pemeriksaan radiografik. Jenis radiografi yang dapat digunakan, antara lain periapikal, tTomografi panoramic, dan parallax film.

47

F. Terapi

Tabel Kriteria Perawatan Gigi Impaksi Pencabutan gigi yang impaksi dengan pembedahan disebut odontektomi.

48

G. Daftar Pustaka 1. Universitas Sumatra Utara. 2011. Bab 2: Kaninus Impaksi. http://repository.usu.ac.id (2 Mei 2013) 2. SOP Odontektomi. 2011. Prosedur Standar Odontektomi Gigi Impaksi. http://image.dentistalit.multiply.multiplycontent.com (2 Mei 2013) 3. Paul, T. 2009. Management of Impacted Teeth. (2

http://faculty.ksu.edu.sa/Falamri/Presentations/Impacted-teeth.pdf Mei 2013)

4. Obiechina, A.E., Arotiba, J.T., Fasola, A.O. Third Molar Impaction: Evaluation of the symptoms and pattern of impaction of mandibular third molar teeth in nigerians. Odonto Stomatologie Tropicale 2001 No 93
5. Abdullah,

W.A.

Presentation

Slide:

Impacted

Teeth.

http://www.scribd.com/doc/14186403/Impacted-Teeth (2 Mei 2013)

49

MALOCCLUSSION

A. Definisi1,2 Oklusi adalah kontaknya permukaan oklusal gigi geligi di rahang atas dengan permukaan oklusal gigi geligi oklusal di rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang bawah menutup. Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara dental system, skeletal system, dan muscular system. Malocclussion (maloklusi) adalah bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk normal. Maloklusi juga berarti kelainan ketika gigi-geligi atas dan bawah saling bertemu ketika menggigit atau mengunyah. B. Etiologi2 Etiologi maloklusi dibagi atas dua golongan yaitu faktor luar atau faktor umum dan faktor dalam atau faktor lokal. Hal yang termasuk faktor luar yaitu herediter, kelainan kongenital, perkembangan atau pertumbuhan yang salah pada masa prenatal dan posnatal, malnutrisi, kebiasaan jelek, sikap tubuh, trauma, dan penyakit-penyakit dan keadaan metabolik yang menyebabkan adanya predisposisi ke arah maloklusi seperti

ketidakseimbangan kelenjar endokrin, gangguan metabolis, penyakitpenyakit infeksi. Hal yang termasuk faktor dalam adalah anomali jumlah gigi seperti adanya gigi berlebihan (dens supernumeralis) atau tidak adanya gigi (anodontis), anomali ukuran gigi, anomali bentuk gigi, frenulum labii yang abnormal, kehilangan dini gigi desidui, persistensi gigi desidui, jalan erupsi abnormal, ankylosis dan karies gigi. C. Klasifikasi2 Maloklusi digolongkan dalam 3 jenis, yaitu:

50

1. Maloklusi tipe dental, terjadi jika perkembangan rahang atas dan rahang bawah terhadap tulang kepala normal, tapi gigi-giginya mengalami penyimpangan. 2. Maloklusi tipe skeletal, terjadi karena hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap tulang kepala tidak harmonis, karena ada gangguan pertumbuhan dan perkembangan rahang. 3. Maloklusi fungsional, terjadi karena adanya kelainan otot-otot, sehingga timbul gangguan saat dipakai untuk mengunyah Edward Angle mengklasifikasikan maloklusi ke dalam 3 kelas, antara lain: 1. Kelas I: Neutroklusi Tonjolan mesiobukal molar 1 atas beroklusi dengan cekung bukal molar 1 bawah, tetapi gigi-gigi lain terdapat masalah, seperti jarak gigi satu dengan yang lain terlalu jarang, berjejalan, dan lain-lain. 2. Kelas II: Distoklusi Gigi molar pertama rahang bawah terletak relative lebih ke distal dari posisi molar pertama rahang atas. Dibagi dalam 2 divisi, yaitu:

3. Kelas III: Mesioklusi Mesioklusi terjadi bila gigi depan bawah lebih menonjol keluar dibanding gigi depan atas. Dalam kasus ini pasien sering memiliki rahang / mandibula yang besar dan maksila yang lebih kecil.

51

Klasifikasi malocclusion: (A) Normal occlusion; (B) Class I malocclusion; (C) Class II malocclusion; (D) Class III malocclusion D. Gambar

Maloklusi

E. Diagnosis Tanda yang dapat ditemukan pada pasien maloklusi yaitu: kelengkungan gigi yang abnormal, tampilan wajah yang terlihat ganjil, kesulitan atau merasa tidak nyaman ketika menggigit dan mengunyah makanan, susah berbicara/ pengucapan yang ganjil, dan bernafas lewat mulut karena bibir yang sulit menutup.

52

F. Terapi Alat cekat gigi, lazim disebut kawat gigi, dapat digunakan untuk mengoreksi posisi gigi. Jangka waktu penggunaan alat cekat bervariasi, dari 6 bulan sampai 2 tahun, tergantung pada keparahan kasus. Pembedahan dilakukan pada kasus yang jarang, terutama untuk memperbaiki posisi rahang, proses ini disebut bedah orthognatik. Pada saat menggunakan alat cekat, penting untuk menjaga kebersihan gigi dan rongga mulut setiap hari serta kontrol rutin ke dokter gigi. Plak dapat terakumulasi pada alat cekat sehingga meninggalkan tanda permanen di gigi dan pada akhirnya menyebabkan kerusakan gigi bila tidak ditangani. Setelah posisi gigi terkoreksi, alat cekat digantikan retainer untuk mempertahankan posisi gigi yang baru. Komplikasi yang dapat timbul dari penggunaan alat cekat adalah kerusakan gigi, ketidaknyamanan saat perawatan, iritasi mulut dan gusi karena alat cekat, dan susah menelan atau berbicara selama penggunaan alat cekat.
Band: cincin logam kecil yang

ditempatkan di gigi untuk mencengkeram kawat gigi. Buccal tube: logam kecil yang dilas pada facies bucal molar. Buccal tube terdiri kawat melengkung (archwires), lip

bumper, facebows, dan alat-alat lain untuk menggerakkan gigi. Bracket: dibuat dari logam atau porselen yang ditempelkan pada gigi untuk

mengencangkan kawat gigi (arch wires). Ligating module: karet plastik kecil berbentuk lingkaran untuk mencengkeram kawat di braket gigi.

53

Niti spring: kumparan pegas nitinol digunakan untuk mengoreksi masalah tulang rahang pasien (untuk menambah panjang rahang pasien yang masih berusia muda). Arch Wire: kawat logam yang menempel pada braket untuk menggerakkan gigi (Jenny, 2011).

G. Sumber Pustaka 1. Susanto C. 2010. Need dan Demand serta Akibat dari Maloklusi pada Siswi SMU Negeri 1 Binjai. Medan, Universitas Sumatera Utara. Skripsi. 2. Gallois R. 2006. Classification of Malocclusion.http://www.columbia.edu/itc/hs/dental/D5300/Classifica tion%20of%20Malocclusion%20GALLOIS%2006%20final_BW.pdf. (2 Mei 2012).

54

DEBRIS

A. Definisi Debris merupakan materi lunak yang terdapat pada gigi yang terdiri dari biofilm, materi alba, dan sisa makanan. Debris dibedakan menjadi food retention (sisa makanan yang mudah dibersihkan dengan air liu, pergerakan otot-otot mulut, berkumur, atau dengan menyikat gigi) dan food impaction (makanan yang terselip dan tertekan di antara gigi dan gusu, biasanya hanya dapat dibersihkan dengan dental floss / benang gigi atau tusuk gigi).

B. Gambar

Debris C. Diagnosis Pemeriksaan debris menggunakan Debris Index yaitu skor dari endapan lunak yang terjadi karena ada sisa makanan yang melekat pada

55

gigi penentu. Gigi penentu tersebut adalah: pada rahang atas terdiri dari gigi 6 kanan kiri permukaan bukal dan gigi 1 kanan permukaan lingual, sedangkan pada rahang bawah terdiri dari gigi 6 kanan kiri permukaan lingual dan gigi 1 kiri permukaan labial. Kriteria perhitungan Debris Index ini sebagai berikut : 1. Nilai 0, jika tidak ada debris pada sonde setelah digoreskan ke permukaan sepertiga cervical. 2. Nilai 1, jika terdapat debris pada sepertiga permukaan gigi. 3. Nilai 2, jika terdapat debris lebih dari sepertiga tetapi tidak lebih dari dua pertiga permukaan gigi. 4. Nilai 3, jika terdapat debris di lebih dari dua pertiga permukaan gigi.

D. Terapi Penatalaksaan dan pencegahan debris yakni menjaga kebersihan gigi. Ada berbagai alat untuk membersihkan gigi. Alat yang utama yaitu sikat gigi. Hampir setiap orang tentunya sudah mengetahui mengenai sikat gigi, baik bentuk maupun ukurannya. Selain sikat gigi sebenarnya masih terdapat beberapa alat yang dapat dipakai untuk membersihkan bagianbagian tertentu dari gigi, sehingga dapat tercapai kebersihan gigi yang optimal pada gigi khususnya serta kebersihan mulut pada umumnya. Alat bantu pembersih gigi selain sikat gigi adalah benang gigi (dental floss). Dental floss merupakan benang yang terbuat dari silk atau nilon dan dipergunakan untuk membersihkan bagian gigi yang terletak di bawah kontak dua gigi. Seseorang yang akan mempergunakan benang gigi harus diberi instruksi dulu mengenai cara penggunaannya, agar tidak melukai gusi. Ada 2 macam benang gigi yaitu yang menggunakan tangkai sebagai pemegang dan yang tanpa tangkai pemegang. Berikut adalah teknik

penggunaan benang gigi : jika benang giginya dengan tangkai pemegang maka tangkainya dipegang lalu benang giginya dimasukkan perlahanlahan di antara 2 gigi sampai ke bawah titik kontak, kemudian digerakkan ke depan dan ke belakang setelah itu benang giginya dikeluarkan. Jika 56

benang giginya tanpa tangkai pemegang, maka benang gigi diambil lebih kurang 25 cm lalu ditekan pada ibu jari dan telunjuk jari kanan untuk membersihkan gigi-gigi atas di kuadran kiri. Sedangkan untuk gigi-gigi atas di kuadran kanan, jari-jari yang dipergunakan merupakan kebalikan dari yang kiri. Untuk gigi-gigi bawah, baik kuadran kanan maupun kiri, tekanan benang gigi terletak pada petunjuk jari kanan dan kiri. Kemudian benang gigi dimasukkan perlahan-lahan di antara 2 gigi dan untuk selanjutnya sama dengan yang mempergunakan tangkai pemegang. Penggunaan benang gigi, apalagi yang tanpa tangkai pemegang, memang agak sulit. Diperlukan latihan yang terus-menerus untuk membiasakan dalam penggunaannya.

E. Sumber Pustaka 1. Purba, TR. 2011. Perilaku kebersihan gigi dan perbedaan status oral higiene murid kelas V SD di daerah rural Kecamatan Pantai Cermin dan daerah urban Kecamatan Medan Barat. Medan : USU.

57

CALCULUS

A. Definisi1 Calculus (karang gigi) adalah lapisan kerak berwarna kuning yang menempel pada gigi dan terasa kasar, yang dapat menyebabkan masalah pada gigi. Lapisan kerak yang terbentuk adalah hasil mineralisasi plak gigi dan, melekat erat mengelilingi mahkota dan akar gigi. B. Etiologi dan Patogenesis2 Bakteri aktif penyebab karang gigi yaitu streptococcus dan anaerob yang mengubah glukosa dan karbohidrat pada makanan menjadi asam. Kombinasi bakteri, asam, sisa makanan dan air liur dalam mulut membentuk suatu subtansi berwarna kekuningan yang melekat pada permukaan gigi yang disebut plak. Karang gigi (kalkulus) adalah plak yang telah mengalami pengerasan, kalsifikasi atau remineralisasi. Diketahui ada dua macam kalkulus menurut letaknya terhadap gingival margin yaitu kalkulus supragingival dan kalkulus subgingival. Kalkulus supragingival terbentuk di atas gusi, atau pada sulcus, yaitu saluran antara gusi dan gigi. Warna kalkulus supraginggival putih kekuning-kuningan dan distribusinya dipengaruhi oleh muara duktus saliva mayor. Ketika terjadi plak supragingival, maka bakteri yang terkandung di dalamnya hampir semuanya merupakan bakteri aerobik, atau bakteri yang dapat hidup di lingkungan penuh oksigen. Kalkulus subgingival, terutama terdiri dari bakteri anaerobik, yaitu bakteri yang tidak dapat hidup pada lingkungan yang mengandung oksigen karena terletak di bawah margin ginggiva. Bakteri anaerobic inilah yang berbahaya bagi gusi dan jaringan yang menempel pada gigi, yang menimbulkan periodontitis. Pada umumnya, orang yang mengalami periodontitis memiliki deposit kalkulus subgingival

58

C. Gambar

D. Diagnosis Calculus dihitung menggunakan Calculus Index Simplified (CI-S). Gigi yang diperiksa sama dengan pemeriksaan debris. Kriteria perhitungan sebagai berikut: 1. Nilai 0, jika tidak terdapat calculus 2. Nilai 1, jika terdapat calculus supraginggiva pada 1/3 permukaan gigi. 3. Nilai 2, jika terdapat calculus supraginggiva lebih dari 1/3 tetapi tidak lebih dari dua pertiga permukaan gigi atau terdapat titik calculus subginggiva pada cervical gigi. 4. Nilai 3, jika terdapat calculus supraginggiva lebih dari dua pertiga permukaan gigi atau terdapat calculus subginggiva disepanjang cervical gigi.

Derajat Calculus

Menghitung Calculus Indeks (CI-S) CI S = Jumlah nilai calculus/ Jumlahgigi yang diperiksa Kriteria CI adalah sebagai berikut : 59

0,0-0,6 0,7-1,8 1,9-3,0

= Baik = Sedang = Buruk Calculus Indeks Simplified (CI-S) dihitung bersama dengan Debris

Indeks Simplified (DI-S) untuk menentukan kebersihan mulut seseorang atau biasa disebut Oral Hygiene Simplified (OHI-S) dari Greene dan Vermillion. OHI-S = DI-S + CI-S Tingkat kebersihan mulut secara klinis pada OHI-S dapat dikategorikan sebagai berikut : 0,0-1,2 1,3 -3,0 3,1-6,0 = Baik = Sedang = Buruk

E. Terapi Untuk menghilangkan dental plak dan kalkulus perlu dilakukan scaling atau root planing, yang merupakan terapi periodontal konvensional atau non-surgikal. Terapi ini selain mencegah inflamsi juga membantu periodontium bebas dari penyakit. Prosedur scaling menghilangkan plak, kalkulus, dan noda dari permukaan gigi maupun akarnya. Prosedur lain adalah root planing, terapi khusus yang menghilangkan cementum dan permukaan dentin yang ditumbuhi kalkulus, mikroorganisme, serta racunracunnya. Scalling dan root planning digolongkan sebagai deep cleaning, dan dilakukan dengan peralatan khusus seperti alat ultrasonik, seperti periodontal scaler dan kuret. Setelah dilakukan proses scaling dan planing dapat diberikan antibiotik atau penggunaan obat kumur untuk mengontrol terjadinya infeksi dan mendorong perbaikan pada gigi. Antibiotik atau obat kumur juga dapat direkomendasikan untuk mengontrol pertumbuhan bakteri yang dapat menyebabkan periodontitis.

60

F. Sumber Pustaka
1. Lelyati S. 1996. Kalkulus Hubungannya dengan Penyakit Periodontal dan Penanganannya. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08Kalkulus HubungannyadenganPenyakitPeriodontal113.pdf (2 Mei 2013). 2. Susanto A.J. 2009. Penyakit Periodontal (Periodontal Disease).

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/ae42e86e5d487ac19eb4c2 58acfc6ef7f0e6f9ca.pdf. (2 Mei 2013).

61

PLAQUE

A. Definisi1 Plak gigi adalah deposit lunak terakumulasi pada gigi. Plak gigi terdiri dari biofilm bakteri (> 1010 bakteri/mg), sel epitel, leukosit, makrofag, matriks ekstraseluler yang terbentuk dari produk bakteri dan saliva, serta komponen anorganik seperti kalsium dan fosfor yang terdapat pada saliva. Plak yang mengalami kalsifikasi akan membentuk kalkulus. Plak yang tidak dibersihkan dapat menyebabkan cavitas (caries) atau gangguan periodontal seperti ginggivitis dan periodontitis. B. Etiologi1 Plaque merupakan kumpulan dari koloni bakteri dan

mikroorganisme lainnya yang bercampur dengan produk-produknya, selsel mati dan sisa makanan. Metabolisme anaerob menghasilkan asam yang menyebabkan : 1. Demineralisasi permukaan gigi 2. Iritasi gusi di sekitar gigi ginggivitis (merah, bengkak, gusi berdarah) 3. Plaque gigi dapat termineralisasi dan membentuk calculus. Proses pembentukan plak dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu pembentukan pelikel, kolonisasi awal pada permukaan gigi serta kolonisasi sekunder dan pematangan plak. Kolonisasi awal pada pemukaan gigi di permukaan enamel dalam 3-4 jam didominasi oleh mikroorganisme fakultatif gram positif, seperti Streptokokus sanguins, Streptokokus mutans, Streptokokus mitis, Streptokokus salivarius,

Actinomyces viscosus dan Actinomyces naeslundii.Pengkoloni awal tersebut melekat ke pelikel dengan bantuan adhesion, yaitu : molekul spesifik yang berada pada permukaan bakteri.

62

Pada tahap kolonisasi sekunder dan pematangan plak, plak akan meningkat jumlahnya setelah kolonisasi awal permukaan gigi melalui dua mekanisme terpisah, yaitu multiplikasi dari bakteri yang telah melekat pada permukaan gigi dan multiplikasi serta perlekatan lanjut bakteri yang ada dengan bakteri baru.

C. Gambar

63

D. Diagnosis Alat bantu untuk mencatat distribusi plak gigi pada permukaan gigi dinamakan indeks plak. Salah satu indeks plak gigi adalah indeks plak Loe and Silness yang dimodifikasi. Pemeriksaan dilakukan dengan

menggunakan kaca mulut dan sonde halfmoon, dengan cara menggoreskan sonde halfmoon pada permukaan gigi. Penilaian indeks plak setiap area diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai dari keempat permukaan setiap gigi. Jumlah nilai indeks plak setiap area dibagi empat, maka diperoleh indeks plak untuk gigi. Sedangkan nilai indeks plak setiap orang diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai indeks plak setiap gigi kemudian dibagi dengan banyaknya gigi yang diperiksa. Skor plak gigi (Loe and Silness, 1964): 0 1 : : tidak ada plak plak tidak terlihat mata (terdapat selapis plak pada daerah ginggiva yang dapat diketahui dengan cara menggoreskannya dengan sonde atau disclosing sollution). 2 : penimbunan plak dalam jumlah sedang yang dapat terlihat dengan jelas. 3 : penimbunan plak dalam jumlah besar yang mengisi daerah antara permukaan gigi dan tepi ginggiva. Kategori skor plak Loe and Silness: 0 0,1 - 0,9 1,0 - 1,9 2,0 - 3,0 : sangat baik : baik : sedang : buruk

E. Terapi Cara yang paling umum dan murah adalah sikat gigi dengan pasta gigi yang mengandung flouride, minimal 2 kali dalam sehari. Cara lain

64

untuk menghindari plaque adalah dengan mengatur pola makan misalnya dengan mengurangi konsumsi makanan seperti roti dan coklat. F. Daftar Pustaka 1. Rifki A. 2010. Perbedaan Efektifitas Menyikat Gigi dengan Metode Roll dan Horizontal Pada Anak Usia 8 dan 10 Tahun di Medan. Medan, Universitas Sumatera Utara. Skripsi.

65

DENTAL DECAY

A. Definisi Karies gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam microbial dari substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas. Dengan perkataan lain, dimana prosesnya terjadi terus berjalan ke bagian yang lebih dalam dari gigi sehingga membentuk lubang yang tidak dapat diperbaiki kembali oleh tubuh melalui proses penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang disebabkan oleh adanya interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan gigi dan waktu (Susanto, 2009). B. Etiologi Karies gigi disebabkan oleh 4 faktor atau komponen yang saling berinteraksi yaitu:
1. Komponen dari gigi dan air ludah (saliva) yang meliputi : komposisi

gigi, morphologi gigi, posisi gigi, pH saliva, kuantitas saliva, kekentalan saliva.
2. Komponen mikroorganisme yang ada dalam mulut yang mampu

menghasilkan Laktobasilus.

asam

melalui

peragian

yaitu

Streptococcus,

3. Komponen makanan, yang sangat berperan adalah makanan yang

mengandung karbohidrat misalnya sukrosa dan glukosa yang dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam.
4. Komponen waktu. Kemampuan saliva untuk meremineralisasi selama

proses karies, menandakan bahwa roses tersebut terdiri atas periode

66

perusakan dan perbaikan yang silih berganti, sehingga bila saliva berada dalam lingkungan gigi, maka karies tidak akan menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam hitungan bulan.

C. Patogenesis Enamel adalah jaringan keras yang kaya akan mineral. Karies dapat terjadi pada enamel melalui proses kimiawi yaitu lingkungan asam yang diproduksi oleh bakteri. Gula akan dicerna oleh bakteri dan energy yang dihasilkan akan dipakai bakteri untuk memproduksi asam laktat. Asam laktat akan menyebabkan demineralisasi kristal hidroksiapatit pembentuk enamel. Karies enamel yang tidak ditangani dapat berkembang menjadi karies dentin.

67

D. Klasifikasi Karies gigi bisa diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan kedalamannya. 1. Karies berdasarkan lokasi permukaan kunyah dapat dibagi : a. Karies oklusal b. Karies labial c. Karies bukal d. Karies palatal/lingual e. Karies aproksimal f. Karies kombinasi (Mengenai semua permukaan) 2. Pembagian lain dari karies berdasarkan lokasi: a. Karies yang ditemukan di permukaan halus Ada tiga macam karies permukaan halus: 1. Karies proksimal adalah tipe yang paling sulit dideteksi; tidak dapat dideteksi secara visual atau manual dengan sebuah explorer gigi; memerlukan pemeriksaan radiografi.
(titik hitam pada batas gigimenunjukkan sebuah karies proksimal)

2. Karies akar adalah tipe karies yang sering terjadi; terbentuk ketika permukaan akar telah terbuka karena resesi gusi. Bila gusi sehat, karies ini tidak akan berkembang karena tidak dapat

68

terpapar oleh plak bakteri. Permukaan akar lebih rentan terkena proses demineralisasi daripada enamel atau email karena sementumnya demineralisasi pada pH 6.7, di mana lebih tinggi dari enamel. Gigi geraham atas adalah lokasi tersering dari karies akar. b. Karies celah atau fisura. 3. Karies berdasarkan kedalamannya a. Karies superficial, karies yang hanya mengenai email. Biasanya pasien belum mengeluh rasa sakit.

b. Karies media, mengenai email dan telah mencapai setengah dentin. Keadaan ini menyebabkan reaksi hiperemi pada pulpa.

c. Karies profunda, mengenai lebih dari setengah dentin dan bahkan menembus pulpa.

E. Gambar

69

F. Diagnosis 1. Karies dini/karies email tanpa cavitas yaitu karies yang pertama terlihat secara klinis, berupa bercak putih setempat pada email. Anamnesis Pemeriksaan Objektif Intra oral Terapi : terdapat bintik putih pada gigi : ekstra oral tidak ada kelainan : kavitas (-) , lesi putih (+) : pembersihan gigi, diulas dengan flour edukasi pasien/ Dental Health Education 2. Karies dini/karies email dengan kavitas yaitu karies yang terjadi pada email sebagai lanjutan dari karies dini. Anamnesa Pemeriksaan objektif Intra oral Terapi : gigi terasa ngilu : ekstra oral tidak ada kelainan : kavitas (+) baru mengenai email : dengan penambalan

3. Karies dengan dentin terbuka/dentin hipersensitif yaitu peningkatan sensitive akibat terbukanya dentin.

70

Anamnesa

: kadang-kadang terasa ngilu saat makan, minum air dingin. Rasa ngilu hilang setelah rangsangan dihilangkan. Tidak ada rasa sakit spontan

Pemeriksaan objektif

: ekstra oral tidak ada kelainan, intra oral kavitas mengenai email

Terapi I. Terapi

: dengan penambalan

Penataksanaan karies gigi ditentukan oleh stadium saat karies terdeteksi: 1. Penambalan (filling) dilakukan untuk mencegah progresi karies lebih lanjut. Penambalan biasa yang dilakukan pada karies yang ditemukan pada saat iritasi atau hiperemia pulpa. 2. Perawatan saluran akar (PSA) atau root canal treatment dilakukan bila sudah terjadi pulpitis atau karies sudah mencapai pulpa. Setelah dilakukan PSA, dibuat restorasi. 3. Ektraksi gigi merupakan pilihan terakhir dalam penatalaksanaan karies gigi, ekstraksi yang telah diekstraksi perlu diganti dengan pemasangan gigi palsu (denture), implant atau jembatan (brigde). Pencegahan karies gigi: 1. Menjaga kebersihan mulut (oral hygiene) dengan baik dengan a. menggosok gigi dengan benar dan teratur b. flossing c. obat kumur (mouthwash) d. memeriksakan gigi 2 kali setahun 2. Diet rendah karbohidrat 3. Fluoride melalui pasta gigi, mouthwash, suplemen, air minum, gel fluoride. 4. Penggunaan pit and fissure sealant (dental sealant).

J. Sumber Pustaka 1. Kidd, Edwina A.M. 1992. Dasar-Dasar Karies. Jakarta : EGC.

71

PULPITIS

A. Definisi Pulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi yang menimbulkan rasa nyeri. Pulpa adalah bagian gigi paling dalam, yang mengandung saraf dan pembuluh darah. 1 B. Klasifikasi 1. Pulpitis Reversibel Definisi pulpitis reversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa ringan sampai sedang yang disebabkan oleh adanya jejas, tetapi pulpa masih mampu kembali pada keadaan tidak terinflamasi setelah jejas dihilangkan. Rasa sakit biasanya sebentar, yang dapat dihasilkan oleh karena jejas termal pada pulpa yang sedang mengalami inflamasi reversibel, tetapi rasa sakit ini akan hilang segera setelah jejas dihilangkan. Pulpitis reversibel yang

72

disebabkan oleh jejas ringan contohnya erosi servikal atau atrisi oklusal, fraktur email. 2 2. Pulpitis Ireversibel Definisi pulpitis irreversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa yang persisten, dapat simtomatik atau asimtomatik yang disebabkan oleh suatu stimulus/jejas, dimana pertahanan pulpa tidak dapat menanggulangi inflamasi yang terjadi dan pulpa tidak dapat kembali ke kondisi semula atau normal 2. C. Gambar

D. Etiologi Penyebab pulpitis dapat diuraikan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kerusakan gigi yang telah menembus melalui enamel dan dentin gigi Trauma gigi Iritasi termal akibat prosedur atau tindakan pada gigi Penumpatan carries gigi Infeksi bakteri yang telah mengenai ruang pulpa Infeksi dari abses gigi

E. Diagnosis dan Terapi 1. Pulpitis reversibel/hiperemi pulpitis/pulpitis awal yaitu peradangan pulpa awal sampai sedang akibat rangsangan. Anamnesa: a. Biasanya nyeri bila minum panas, dingin, asam dan asin

b. Nyeri tajam singkat tidak spontan, tidak terus menerus

73

c. Rasa nyeri lama hilangnya setelah rangsangan dihilangkan Pemeriksaan Objektif: a. Ekstra oral : Tidak ada pembengkakan. b. Intra oral : perkusi tidak sakit, karies mengenai dentin /karies profunda, pulpa belum terbuka, sondase (+), Chlor etil (+). Terapi: dengan penambalan /pulp cafing dengan penambalan Ca(OH) 1 minggu untuk membentuk sekunder dentin.

2. Pulpitis irreversibel yaitu radang pulpa ringan yang baru dapat juga yang sudah berlangsung lama. Pulpitis irreversibel terbagi : a. Pulpitis irreversibel akut yaitu peradangan pulpa lama atau baru ditandai dengan rasa nyeri akut yang hebat. Anamnesa 1) Nyeri tajam spontan yang berlangsung terus-menerus menjalar kebelakang telinga, penderita tidak dapat menunjukkan gigi yang sakit Pemeriksaan Objektif a) Ekstra oral : tidak ada kelainan. b) Intra oral : kavitas terlihat dalam dan tertutup sisa makanan, pulpa terbuka bisa juga tidak, sondase (+), chlor ethil (+); perkusi bisa (+) bisa (-) Terapi 1) Menghilangkan rasa sakit 2) Dengan perawatan saluran akar

b. Pulpitis

irreversibel

kronis

yaitu

peradangan

pulpa

yang

berlangsung lama. Anamnesa ; 1) Gigi sebelumnya pernah sakit. 2) Rasa sakit dapat hilang timbul secara spontan.

74

3) Nyeri tajam menyengat, bila ada rangsangan seperti; panas, dingin, asam, manis. 4) Penderita masih bisa menunjukkan gigi yang sakit. Pemeriksaan Objektif a) Ekstra oral ; tidak ada pembengkakan. b) Intra oral ; karies profunda, bisa mencapai pulpa bisa tidak, sondase (+), perkusi (-).

3. Nekrosis pulpa adalah matinya pulpa, dapat sebagian atau seluruhnya, tergantung pada seluruh atau sebagian yang terlibat. Anamnesa: 1) Nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri tapi pernah nyeri spontan. 2) Bau mulut, gigi berubah warna. 3) Lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks dari salah satu atau beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi. Pemeriksaan Objective: 4) Gigi berubah warna, menjadi abu-abu kehitam-hitaman 5) Sondase (-), Perkusi (-), dan Palpasi (-) 6) Terdapat lubang gigi yang dalam Terapi : perawatan saluran akar dan restorasi. Bila apkes gigi lebar/ terbuka dilakukan perawatan apeksifikasi. Setelah preparasi selesai, saluran akar diisi dengan Ca(OH)2 sampai 1-2 mm dari ujung akar dan ditumpat tetap. Evaluasi secara berkala 3-6 bulan sampai terjadi penutupan apeks (dengan menggunakan

pemeriksaan radiografik).

F. Sumber Pustaka 1. Kidd, Edwina A.M. 1992. Dasar-Dasar Karies. Jakarta : EGC.

75

2.

Medicastore,

2010.

Pulpitis

(radang

pulpa

gigi).

http://medicastore.com/penyakit/141/Pulpitis_radang_pulpa_gigi.html
. (2 Mei 2013)

PERIODONTITIS A. Definisi1 Periodontitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan penyangga gigi (jaringan periodontium). Jaringan penyangga gigi adalah gusi, tulang yang membentuk kantong tempat gigi berada, dan ligamen periodontal (selapis tipis jaringan ikat yang memegang gigi dalam kantongnya dan juga berfungsi sebagai media peredam antara gigi dan tulang). 1. B. Gambar

76

C. Etiologi1 Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak. Plak adalah lapisan tipisbiofilm yang mengandung bakteri, produk bakteri, dan sisa makanan. Lapisan ini melekat pada permukaan gigi dan berwarna putih atau putih kekuningan. Plak yang menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah plak yang berada tepat di atas garis gusi. Bakteri dan produknya dapat menyebar ke bawah gusi sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah periodontitis. D. Patogenesis Plak yang melekat pada permukaan gigi menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah plak yang berada tepat di atas garis gusi. Bakteri dan produknya dapat menyebar ke bawah gusi sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah periodontitis.

Periodontitis dimulai dengan gingivitis. Gingivitis yang tidak dirawat akan menyebabkan kerusakan tulang pendukung gigi atau disebut periodontitis. Sejalan dengan waktu, bakteri dalam plak gigi akan

77

menyebar dan berkembang kemudian toksin yang dihasilkan bakteri akan mengiritasi gingiva sehingga merusak jaringan pendukungnya. Gingiva menjadi tidak melekat lagi pada gigi dan membentuk saku (poket periodontal) yang akanbertambah dalam sehingga makin banyak tulang dan jaringan pendukung yang rusak.

E. Diagnosis Pasien bisa saja datang tidak dengan keluhan sakit gigi atau gejala lainnya, namun melalui anamnesis dan pemeriksaan gigi, tanda-tanda periodontitis yang perlu diperhatikan adalah: 1. gusi berdarah saat menggosok gigi, 2. gusi berwarna merah, bengkak dan lunak, 3. terlihat adanya bagian gusi yang turun dan menjauhi gigi, 4. terdapat nanah diantara gigi dan gusi, 5. gigi goyang. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan periodontal probing, yaitu teknik yang digunakan untuk mengukur kedalaman poket periodontal (kantong yang terbentuk di antara gusi dan gigi). Kedalaman poket ini dapat menjadi salah satu petunjuk seberapa jauh kerusakan yang terjadi. Sebagai tambahan, pemeriksaan radiografik (x-rays) juga perlu dilakukan untuk melihat tingkat keparahan kerusakan tulang.

F. Terapi Perawatan periodontitis dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu: Fase I: fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah periodontal atau melakukan perawatan restoratif dan prostetik. Fase II : fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomikal seperti poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni

78

oklusi yang berkembang sebagai suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal. Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada penyakit periodontal.

G. Pencegahan Pencegahan penyakit periodontal antara lain dengan cara : 1. Menyikat gigi setelah makan dengan pasta gigi yang mengandung fluoride. 2. Membersihkan sela-sela antara gigi dengan dental floss, dental floss ini gunanya untuk mengangkat sisa makanan yang terdapat di leher gigi dan di bawah gusi. 3. Saat ini sudah banyak di produksi "dental water jet" yang terbukti lebih efektif menghilangkan perdarahan gusi di bandingkan dental floss. 4. Makanan bergizi yang seimbang. 5. Mengunjungi dokter gigi secara teratur untuk dilakukan pemeriksaan rutin dan cleaning.

H. Daftar Pustaka a. Adulgopar. 2009. Anodontia.

http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/anodontia.pdf b. Orstavik D., Ford T.P. 2007. Apical Periodontitis: Microbial Infection and Host Responses.

http://www.blackwellpublishing.com/content/BPL_Images/Content _store/Sample_chapter/9781405149761/9781405149761_4_001.pd f. (2 Mei 2013).

79

GINGIVITIS

A. Definisi Gingivitis merupakan peradangan pada gusi (gingiva) yang terjadi pada jaringan epitel mukosa di sekitar cervical gigi dan prosesus alveolar dentin. Termasuk penyakit paling umum yang sering ditemukan pada jaringan mulut.

B. Gambar

80

Gingiva sehat

Gingivitis

Derajat gingivitis

C. Etiologi dan Patogenesis Gingivitis dapat disebabkan beberapa hal, diantaranya kebersihan mulut yang buruk dan penumpukan karang gigi (kalkulus/tartar).Sisa-sisa makanan yang tidak dibersihkan secara seksama menjadi tempat pertumbuhan bakteri. Dengan meningkatnya kandungan mineral dari air liur, plak akan mengeras menjadi karang gigi (kalkulus). Karang gigi dapat terletak di leher gigi dan terlihat oleh mata sebagai garis kekuningan atau kecoklatan yang keras dan tidak dapat dihilangkan hanya dengan menyikat gigi. Kalkulus juga dapat terbentuk di bagian dalam gusi (saku gusi/poket).Kalkulus adalah tempat pertumbuhan yang baik bagi bakteri, dan dapat menyebabkan radang gusi sehingga gusi mudah berdarah.

81

Ada beberapa keadaan yang dapat menimbulkan peradangan pada ginggiva, antara lain kehamilan, diabetes mellitus, penggunaan obat seperti kortikosteroid dan siklosporin, leukemia dan merokok.

D. Diagnosis Karakteristik gingiva yang sehat adalah warnanya merah muda, bagian tepi gingiva tipis dan tidak bengkak, permukaan gingiva tidak rata tapi stippled, sulkus gingiva tidak dalam (<2mm, jika lebih disebut poket), tidak ada eksudat, tidak mudah berdarah, konsistensi kenyal. Sedangkan pada gingivitis warnanya merah atau merah keunguan, bagian tepinya bengkak, ada eksudat, mudah berdarah saat sikat gigi, gusi bengkak, konsistensinya empuk/ lunak dan kadang nyeri, nafas bau serta tampak timbunan plak pada gigi.

E. Terapi Kondisi yang menyebabkan dan memperburuk gingivitis harus diatasi. Plak dibersihkan dan kebersihan mulut diperbaiki. Pasien diedukasi untuk melakukan sikat gigi minimal dua kali sehari, pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur. Selain itu, flossing dilakukan sekali dalam sehari untuk membersihkan plak dan sisa makanan di celah gigi. Bila terdapat kalkulus, dapat dilakukan pembersihan / skeling. Antibiotik diberikan bila ada indikasi. Penyakit sistemik yang mendasari gingivitis juga harus diatasi. Penanganan gingivitis yang sama berlaku pada ibu hamil. Pada pasien leukemia, perdarahan gusi dapat dikurangi dengan menggunakan bantalan busa sebagai ganti sikat gigi.

F. Sumber Pustaka 1. 2. Salmiah Siti. 2009. Ginggivitis pada Anak. Sumatera Utara: USU Penyakit Periodontal. 2011. ocw.usu.ac.id/course/.../kgm-

427_slide_penyakit_periodontal.pdf (2 Mei 2013).

82

PENYAKIT PERIODONTAL, INFAR MIOKARD DAN SERANGAN JANTUNG

Penyakit kardiovaskular seperti atherosclerosis dan infark miokard terjadi karena hasil interaksi komplek genetic dan lingkungan, faktor genetik meliputi umur, metabolism lemak, obesitas, hipertensi, diabetes, peningkatan level fibrinogen dan antigen platelet spesifik polymorphis Zwb (P1A2). Faktor

83

lingkungan meliputi status sosial ekonomi, olah raga, stress, diet, NSAID, merokok, dan infeksi kronik. faktor klasik dari penyakit kardiovaskular seperti hipertensi, hiperkolesterol dan merokok hanya sampai 2/3 sebagai penyebab penyakit kardiovaskular.1 Beberapa faktor lain yang mungkin, diantaranya terkait dengan infeksi dan inflamasi kronik yang berakibat pada penyakit kardiovaskular. Secara nyata penyakit periodontal merupakan predisposisi dari penyakit KV, dengan terdapatnya jumlah besar dari spesies bakteri gram(-), peningkatan sitokin proinflamasi, peningkatan fibrinogen perifer dan jumlah sel darah putih.1 Terdapat beberapa mekanisme dimana penyakit periodontal dapat memicu terjadinya penyakit KV baik efek secara langsung atau tidak langsung dari bakteri oral. Pertama, bakteri oral seperti Streptococcus sanguis dan Porphyromonas gingivalis menginduksi agregasi platelet, yang akan menjadi pembentukan thrombus. Organisme ini memiliki collagen-like molecule, the platelet aggregation-associated protein pada permukaannya. Ketika S. sanguis di injeksi IV ke tubuh kelinci, serangan jantung sering terjadi, hal tersebut di mungkinkan, karena terdapat antibodi reaktif organisme periodontal di otot jantung dan memicu aktivasi komplemen serta sel T yang sensitive.1 Lebih lanjut, satu atau lebih patogen periodontal telah ditemukan pada 42 % atherom dengan riwayat penyakit periodontal yang berat. Pada suatu penelitian Deshpande et al. menunjukan bahwa P. gingivalis secara aktif menempel dan menginvasi sel endothelial jantung janin sapi, efisiensi dari invasi 0,1. 0,2 dan 0,3 % dapat ditemukan juga pada sel endotel aorta, sel endotel vena umbilical manusia dan sel endotel jantung janin sapi. Potempa et al meneliti bahwa enzim proteolitik dengan nama gingipains R yang dikeluarkan dalam jumlah besar oleh P. gingivalis, dimana setelah memasuki sirkulasi gingipains dapat mengaktivasi factor X, prothrombin, dan protein C, yang akan membentuk trombin, yang dapat mengubah fibrinogen menjadi fibrin dan pembentukan bekuan di intravascular.1 Faktor kedua pada proses ini selain factor agregasi yang menunjukan respon dari host yaitu peningkatan mediator pro inflamasi seperti PGE2, TNF- , dan IL-1 . Mediator yang terkait berbeda antarindividual dalam hal sel T

84

repertoire dan kapasitas sekresi sel monosit. pada orang tersebut lebih banyak mensekresi mediator inflamsi lebih banyak dari orang normal. pasien dengan penyakit periodontal misalnya onset cepat periodontitis dan periodontitis refractor menunjukan adanya fenotipe monosit hiperinflamasi.1 Mekanisme ketiga yaitu hubungan antara bakeri, produk inflamasi periodontitis dan penyakit KV, Lipopolisakarida (LPS) yang berasal dari organisme masuk kedalam serum yang mengakibatkan bakteriemia dengan efek secara langsung pada sel endotel yang mengakibatkan atherosclerosis. LPS juga dapat mengurangi pemasukan sel2 inflamasi ke pembuluh darah, dan memicu proliferasi otot polos vascular, degenerasi lipid vascular, koagulasi intravaskular, dan gangguan fungsi platelet, hal tersebut terjadi karena beberapa mediator PGs, ILs, and TNF- pada sel endotel dan otot polos pembuluh darah.1 Infark miokard, keadaan di mana otot-otot jantung mengalami kekurangan suplai oksigen, sebagai kelanjutannya dapat bermanifestasi menjadi serangan jantung jika tidak ditangani dengan segera.

Daftar Pustaka Wijaya, Triadi M, et al. 2009. Fokal Infeksi (Kaitan Fokal Infeksi Dengan Infeksi Fokal Multi Organ). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

PENYAKIT PERIODONTAL DAN STROKE

Proses inflamasi sudah menjadi bagian integral dari patofisiologi aterosklerosis dan meliputi proses awal hingga berkembang dan akhirnya sampai pada fase akhir berupa jaringan infark. Pada endotelium normal tidak didapatkan adanya penempelan lekosit. Pada kerusakan awal endotelium, sel-sel endotelium memperlihatkan adanya adhesi molekul yang menyebabkan lekosit dapat

85

menempel. Adhesi molekul tersebut dinamakan vasculer cell adhesion molecules (VCAM) dan interceluler adhesion moleculer (ICAM). Selectin dan integrin juga membantu penempelan lekosit. Jika penempelan lekosit tersebut semakin banyak, maka terjadi akumulasi ateroma berupa lipid dan menyebabkan produksi beberapa mediator kimiawi dan faktor pertumbuhan yang kemudian menyebabkan stimulasi pelepasan monosit dan makrofag. Mediator kimiawi tersebut juga migrasi sel-sel smooth muscle. Selsel otot tersebut akan merespon terjadinya stimuli inflamasi dengan mensekresi enzim spesifik yaitu metaloproteinase yang dapat memecah kapsul fibrous bersama-sama dengan plak kolesterol, dan menyebabkan pecahnya plak. Pecahnya plak tersebut akan meningkatkan faktor resiko infark miokardial dan stroke. Selama dua terakhir ini, hal tersebut menarik perhatian untuk dilakukakan penelitian tentang peranan infeksi kronis sebagai faktor resiko aterosklerosis. Terdapat hubungan antara inflamasi kronik dengan aterosklerosis, yaitu dengan didapatkan agen pro-inflamasi lain yang berhubungan dengan respon imun hiperaktif10 atau suatu reaksi autoimun terhadap mikroba atau stimulasi metabolik. Kondisi hiperinflamasi mempunyai ciri berupa peningkatan

konsentrasi CRP. Patogenesis penyakit jaringan periodontal diduga disebabkan oleh akumulasi plak gigi (berupa bakteri pada ginggiva) yang mengakibatkan infeksi pada mukosa dan peradangan. Penyakit jaringan periodontal lebih sering ditemukan pada perokok, obesitas, dan diabetes serta diperkirakan kurang lebih 75% dari populasi orang dewasa di Amerika Serikat dengan kira-kira 20%-30% merupakan kondisi parah. Pada dekade terakhir ini banyak bukti yang menunjukkan terdapat hubungan antara penyakit periodontal dengan aterosklerosis. Beberapa hipotesis yang menghubungkan penyakit jaringan periodontal dengan aterosklerosis adalah: 1. Jalur Langsung Mikroorganisme yang hidup di rongga mulut dan produk yang dilepaskan dapat menyebar secara sistemik melalui sistem sirkulasi. Suatu penelitian pada endaterektomi karotis didapatkan adanya bakteri patogen periodontal pada plak

86

arterial. Pada penyebaran secara sistemik, bakteri rongga mulut mempunyai pengaruh langsung yaitu sebagai mediator terjadinya penyakit vaskuler, misalnya hiperkoagulasi, perkembangan aterosklerotik atau keduanya. 2. Jalur tidak langsung Pada aterosklerosis didapatkan adanya komponen inflamasi yang kuat dan bukti epidemiologi menyebutkan bahwa terdapat peningkatan level inflamasi sistemik sebagai petunjuk terjadinya penyakit vaskuler. Pada penderita penyakit jaringan periodontal didapatkan adanya peningkatan marker inflamasi sistemik, misalnya C-reactive protein11 dan dilaporkan bahwa pemberian terapi terhadap penyakit jaringan periodontal dapat menurunkan inflamasi sistemik. Pada penderita inflamasi akut ginggiva, suatu tindakan yang rupanya tidak membahayakan, misalnya menggosok gigi atau mengunyah, ternyata bakteri jaringan periodontal beserta endotoksinnya dapat masuk kedalam sirkulasi sistemik. Bakteri patogen pada jaringan periodontal ternyata dapat terdeteksi pada plak karotis dan berperan terhadap aterogenesis, yaitu dengan cara merusak endotelium dan menstimulasi proses inflamasi pada arteri-arteri besar.

Daftar Pustaka 1. Irlina, Lulu. 2012. Hubungan Periodontitis Dengan Penderita Stroke di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

FOKAL INFEKSI DAN DIABETES MELITUS Terdapat hubungan antara diabetes melitus dan penyakit periodontal. Salah satu hipotesa menyatakan bahwa respon sitokin yang diperantarai oleh AGE (Advance Glycation End products) dapat diperhebat oleh sintesa dan sekresi sitokin yang diperantarai oleh infeksi periodontal, dan begitu juga

sebaliknya. AGE merupakan senyawa yang berasal dari glukosa, secara kimiawi irreversible, dan terbentuk secara perlahan-lahan, tetapi terus-menerus sejalan dengan peningkatan kadar glukosa darah.

87

Pada penderita diabetes mellitus, dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah dan cairan gingival berarti juga merubah lingkungan mikroflora, menginduksi perubahan bakteri secara kualitatif. Sehingga perubahan tersebut mengarah pada penyakit periodontal yang berat, dan dapat teramati pada penderita diabetes melitus dengan kontrol buruk. Berkaitan dengan jaringan periodontal, hiperglikemia kronik penderita diabetes melitus akan meningkatkan aktivitas kolagenase, dan menurunkan sintesis kolagen. Enzim kolagenase menguraikan kolagen, sehingga ligament periodontal rusak, dan gigi menjadi goyah. Jaringan periodontal akan menjadi kuat kembali apabila diabetes melitus diobati dengan baik. Hubungan antara periodontitis kronis dengan diabetes mellitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2 telah secara khusus diamati pada beberapa penelitian. Dilaporkan bahwa meningkat resikonya menderita periodontitis kronis pada penderita diabetes mellitus tipe 1 sejalan dengan pertambahan usia, dan keparahan periodontitis kronis meningkat sejalan dengan meningkatnya durasi diabetes.

Daftar Pustaka Dallemunthe SH. Hubungan Timbal Balik Antara Periodontitis dengan Diabetes Melitus. Dentika Jent J 2003; 8(2): 120-25

FOKAL INFEKSI DAN LOW PRE-TERM BIRTH WEIGHT

Penyakit jaringan periodontal merupakan faktor risiko terjadinya kelahiran prematur spontan. Ibu yang menderita periodontitis memiliki risiko 7,5 kali lebih besar untuk mengalami kelahiran prematur atau bayi dengan berat lahir rendah. Kelahiran prematur pada ibu dengan gingivitis diakibatkan oleh lipopolisakarida yang dihasilkan bakteri pada fokus infeksi merangsang sekresi prostaglandin sehingga terjadi kontraksi uterus.

88

Daftar Pustaka Wijaya, Triadi M, et al. 2009. Fokal Infeksi (Kaitan Fokal Infeksi Dengan Infeksi Fokal Multi Organ). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

FOKAL INFEKSI DAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN


Infeksi pada saluran pernafasan yang diakibatkan oleh penyebaran fokus infeksi di gigi antara lain sinusitis, tonsillitis, pneumonia, asma bronchial, dan abses paru. Perkembangan penyakit dapat akibat mikroorganisme pada gigi berlubang, akibat menelan mikroorganisme pada ludah dan plak gigi, atau akibat diseminasi melalui aliran darah. Selain itu, dapat juga terjadi infeksi pada paru akibat aspirasi mikroorganisme dari rongga mulut.

89

Pada pneumonia, mikroorganisme dapat menginfeksi saluran respirasi bawah dengan empat rute yang mungkin: 1. aspirasi dari orofaringeal 2. inhalasi dari infektif aerosol 3. penyebaran dari infeksi yang berdekatan 4. Penyebaran secara hematogen dari ekstrapulmonal. Pneumonia bakteri sering diakibatkan oleh akibat aspirasi dari orofaringeal, kegagalan dari host defence mechanisms dan terjadi multiplikasi dari mikroorganisme, patogen yang sering yaitu yang berasal dari permukaan rongga mulut dan mukosa faring, patogen biasanya flora normal yang timbul lebih banyak akibat penggunaan antibiotik. Patogen respiarasi yang potensial (PRPs) misalnya Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, dan

Haemophilus influenzae yang dapat berkolonisasi di orofaring dan teraspirasi ke saluran bawah pernafasan, bakteri lainnya A. actinomycetemcomitans dan anaerob misalnya P. gingivalis dan Fusobacterium species juga dapat mengakibatkan pneumonia.

Daftar Pustaka Wijaya, Triadi M, et al. 2009. Fokal Infeksi (Kaitan Fokal Infeksi Dengan Infeksi Fokal Multi Organ). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

KARIES GIGI DAN OSTEOPOROSIS

Penyakit karies gigi dan osteoporosis memiliki korelasi. Korelasi ini dapat ditemukan dari perjalanan penyakit osteoporosis. Dimana osteoporosis menyerang tulang spongiosa yang juga terdapat pada tulang alveolar yang merupakan bagian dari struktur pendukung gigi. Berkurangnya kadar kalsium yang merupakan bahan mineral utama di tulang menyebabkan berkurangnya komposisi tulang, dimana juga terjadi di tulang alveolar gigi. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya

90

kemampuan tulang alveolar sebagai penyokong gigi dan dapat meningkatkan paparan dentin gigi, terutama bagian servikal gigi, di dalam mulut. Dengan paparan yang lebih dari servikal gigi, memudahkan terjadinya karies pada bagian gigi yang sebelumnya terproteksi. Korelasi lain dari penyakit karies dan osteoporosis terdapat pada kadar kalsium pada tubuh, dimana pada osteoporosis kadar kalsium akan berkurang. Kalsium tidak hanya terletak pada tulang, namun juga pada gigi, sel neuron, dan sel otot, dan kalsium berperan sebagai second messenger (neurotransmitter). Berkurangnya kalsium pada tubuh seperti pada sel neuron, akan mengganggu fungsi sel tersebut, dimana dapat menghentikan hantaran saraf pada sel-sel tujuannya. Dengan kondisi berkurangnya kalsium yang cukup lama, dapat menyebabkan sel-sel kelenjar yang mengekskresikan saliva mengecil. Hal ini disebabkan oleh karena kurangnya rangsangan sel neuron untuk produksi saliva. Berkurangnya saliva di mulut akan meningkatkan resiko karies pada gigi, karena proses remineralisasi bergantung pada peranan saliva di mulut.

Daftar Pustaka Rianto Bobbi, et al. 2012. Korelasi Karies Gigi dan Osteoporosis. Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan.

HUBUNGAN FOKAL INFEKSI DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN

Gastritis, colitis, enteritis, dan apendisitis merupakan penyakit saluran gastrointestinal yang dapat berkembang akibat penjalaran fokus infeksi pada rongga mulut. Salah satu contoh mikroorganisme penyebab adalah Helicobacter pylori, bakteri penyebab gastritis kronik dan ulkus peptikum, yang dapat diisolasi pada saliva dan plak gigi penderita gastritis. Selain itu, Helicobacter pylori dapat

91

diisolasi dari plak gigi pasien dispepsia yang telah menjalani terapi antibiotic sehingga gigi berlubang dapat pula menyebabkan reinfeksi.

Daftar Pustaka Wijaya, Triadi M, et al. 2009. Fokal Infeksi (Kaitan Fokal Infeksi Dengan Infeksi Fokal Multi Organ). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

HUBUNGAN FOKAL INFEKSI DENGAN SISTEM IMUN

Salah satu contoh penyakit yang menunjukkan hubungan fokal infeksi den sistem imun adalah nefropati. Salah satu penyebab nefropati adalah akibat fokal infeksi. Saat bakteri membentu koloni pada rongga gigi, selanjutnya akan dipresentasikan oleh Antigen Presenting Cell (APC). APC kemudian akan mengaktivasi sistem imun humoral. Aktivasi sistem humoral ditandai dengan aktifnya IgA. IgA aktif ini kemudian akan menyebar ke seluruh tubuh. Salah satu reseptor sel yang cocok dengan IgA adalah di nefron. Akibat penyebaran dalam jumlah besar ini, terbentuk kompleks antigen-antibodi (reaksi hipersensitifitas tipe 3). Hal ini pada akhirnya akan berakhir pada destruksi nefron dan nefropati.

FOKAL INFEKSI DAN MASALAH KESEHATAN LAIN

Pada kulit dan jaringan lunak Penyakit kulit yang umum ditemukan sebagai akibat transmisi

mikroorganisme dari gigi adalah penyakit kulit dengan dasar reaksi alergi (urtikaria, ekzema), liken planus, alopesia areata, akne vulgaris, dan eritema multiforme eksudatif. Infeksi kulit yang terjadi akibat fokus infeksi jarang terjadi.

92

Mikroorganisme rongga mulut dapat menyebabkan infeksi pada kulit melalui sensitisasi yang mengakibatkan pelepasan histamin dari mastosit serta pembentukan kompleks imun, sedangkan mekanisme metastasis mikroorganisme langsung jarang terjadi.

Pada mata Infeksi ruang orbital diakibatkan oleh infeksi dento-alveolar. Komplikasi dari kista dentigerous menyebabkan superior orbital fissure syndrome ( edema peri-orbital, proptosis, ekimosis subkonjungtival, ptosis, ophtalmoplegia, dilatasi pupil, keadaan mata yang sensitif terhadap cahaya). Inflamasi mata lainnya dapat menyebabkan uveitis dan endophtalmitis.

Daftar Pustaka Wijaya, Triadi M, et al. 2009. Fokal Infeksi (Kaitan Fokal Infeksi Dengan Infeksi Fokal Multi Organ). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

NONCANCEROUS GROWTH

A. Definisi Ada banyak tipe pertumbuhan non-kanker pada rongga mulut, dan dapat terjadi pada semua orang di semua umur. Pertumbuhan massa dapat berasal dari kista yang berisi cairan, pertumbuhan tulang yang berlebihan, 93

atau jaringan yang fibrosis. Semua itu dapat disebabkan oleh faktor etiologi yang berbeda-beda seperti iritasi, pertumbuhan tulang berlebih, atau infeksi. Beberapa pertumbuhan non-kanker tidak menimbulkan masalah, namun demikian massa rongga mulut di lokasi tertentu dan dengan ukuran yang cukup besar dapat menyebabkan nyeri atau gangguan makan.

B. Macam-macam Noncancerous growth Massa rongga mulut yang biasa terjadi termasuk di dalamnya adalah sariawan. Tipe lain dari massa pada rongga mulut termasuk papiloma, lipoma, dan fibroma. Mukokel, torus palatinus dan kandidiasis yang juga disebut sebagai oral trush, juga merupakan tipe lain dari massa non kanker di rongga mulut.

C. Etiologi Noncancerous growth di rongga mulut dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Misalnya peningkatan pertumbuhan C.albicans yang menyebabkan candidiasis oral, menyebabkan suatu growth yang disebut trush. Sariawan sering disebabkan oleh trauma di area mulut. Fibroma dan mukokel sering disebabkan bibir atau bukal yang tidak sengaja tergigit. Jenis lain seperti torus palatinus tidak diketahui penyebabnya.

D. Gambar

94

Papiloma

Epulis fibromatosa

Torus palatinus

E. Daftar Pustaka 1. De Pietro, M.A. 2010. A Non-Cancerous Growth in the

Mouth.www.livestrong.com/article/273295-a-non-cancerous-growthin-the-mouth (2 Mei 2013)

95

ORAL SQUAMOUS CELL CARCINOMA

A. Definisi1

96

Oral squamous cell carcinoma atau karsinoma sel skuamosa merupakan kanker ganas pada rongga mulut yang paling sering terjadi, yakni sekitar 97%, disusul dengan adenokarsinoma (2-3%) dan melanoma maligna (1%). Karsinoma sel skuamosa pada pria didapat kira-kira 4% dan 2% pada wanita. Namun dewasa ini terdapat pergeseran bermakna dari rasio tersebut di mana angka kejadian karsinoma sel skuamosa pada pria dan wanita menjadi 3:1 oleh karena kemungkinan peningkatan pria yang merokok. Data insidensi keseluruhan meliputi kira-kira 2% dari kanker yang menyebabkan kematian pada pria dan 1% pada wanita, dengan jumlah kematian tiap tahun mencapai 9500 orang.

B. Etiologi Faktor etiologi yang dapat memicu berkembangnya kanker mulut antara lain sebagai berikut: 1. Tembakau Dari semua faktor etiologi penyebab kanker rongga mulut, tembakau merupakan faktor yang paling erat kaitannya dengan kejadian kanker ini, baik untuk merokok atau dikunyah.Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa resiko terkena kanker rongga mulut untuk seorang yang merokok satu bungkus sehari kira-kira 4 kali dari yang tidak merokok. Tembakau mengandung zat-zat karsinogenik seperti nikotin, yang salah satunya merupakan zat adiktif paling kuat di samping polisiklik aromatik hidrokarbon, nitrosodietanolamin, nitrosoprolin dan polonium. 2. Alkohol Identifikasi alkohol saja sebagai faktor karsinogenik tunggal sangat sulit dibuktikan karena kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol keduanya ada pada sebagian besar penderita kanker rongga mulut.Alkohol dan tembakau memberikan efek sinergis

97

yang menyebabkan perubahan displastik pada mukosa.Orang yang merokok dan minum alkohol dalam jumlah yang berlebihan mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena kanker mulut daripada orang yang meminum alkohol saja atau yang mengkonsumsi tembakau saja. Daerah mukosa yang paling sering terkena oleh alkohol mempunyai resiko paling tinggi untuk berkembangnya kanker.Alkohol dapat mempengaruhi keutuhan sistem kekebalan pasien yang memungkinkan kanker tumbuh dan berkembang. 3. Faktor pendukung lain Faktor pendukung lain yang dimaksudkan di sini antara lain adalah faktor penyakit kronis, faktor gigi dan mulut, defisiensi nutrisi, jamur, virus, dan faktor lingkungan. a. Penyakit kronis Penyakit kronis dapat menjadi faktor predisposisi bagi timbulnya keganasan. Penyakit tersebut antara lain sifilis dan liken planus. Ditemukan bukti bahwa 20-30% dari semua pasien lakilaki dengan kanker mulut di Amerika Serikat adalah penderita sifilis kronis. Liken planus dapat dianggap sebagai penyebab terjadinya kanker rongga mulut, walaupun penyebab langsung dan hubungan yang jelas belum diketahui. Banyak kasus yang menunjukkan bahwa penderita kanker rongga mulut mempunyai riwayat liken planus. b. Faktor gigi dan mulut Tingkat oral higiene yang rendah, restorasi yang tidak tepat, tepi gigi geligi yang tajam, gesekan gigi tiruan yang longgar, bersama faktor-faktor lain diperkirakan sebagai salah satu faktor penyebab berkembangnya keganasan dalam rongga mulut. Jika etiologi kanker dimulai oleh sebab lain, faktor-faktor ini dapat memperhebat proses yang sudah terjadi. c. Defisiensi nutrisi

98

Beberapa

defisiensi

zat

makanan

seperti

defisiensi

riboflavin dan anemia defisiensi besi telah dihubungkan dengan kejadian karsinoma rongga mulut.Defisiensi mukosa riboflavin

menyebabkan

perubahan

displastik

oral.Sebagian

dijelaskan hubungannya dengan alkohol yang menyebabkan defisiensi riboflavin dan kanker rongga mulut. Anemia defisiensi besi dengan sindroma Plummer-Vinson, yang paling sering diamati pada wanita, juga dapat menyebabkan displasia mukosa oral dan faring. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan insidensi kanker mulut dan orofaring pada kelompok ini meningkat. d. Jamur Organisme oportunistik ini dalam rongga mulut

mempengaruhi patogenesis dari kanker mulut.Penelitian telah membuktikan bahwa terdapat metaplasia sel skuamosa dan kecenderungan proliferatif epitel dari embrio anak ayam yang terinfeksi oleh C.albicans. e. Virus Virus dipercaya dapat menginduksi kanker dengan

mengubah struktur DNA dan kromosom yang diinfeksi.Virus Herpes simplex tipe 1 (HSV-1) dan Human Immunodeficiency Virus (HIV) memgang peranan dalam patogenesis karsinoma sel skuamosa. f. Faktor lingkungan Faktor lingkungan seperti sengatan sinar matahari,

karsinogen alami, ataupun polusi pabrik mempengaruhi insiden kanker mulut dan menyebabkan adanya variasi dalam distribusi kanker di dalam rongga mulut.

C. Gambar

99

Oral squamous cell carcinoma

D. Diagnosis Pemeriksaan: 1. Pemeriksaan klinis a. Anamnesa b. Pemeriksaan fisik 1) Status general 2) Status lokalis Dengan cara : inspeksi dan palpasi bimanual Kelainan dalam rongga mulut diperiksa dengan cara inspeksi dan palpasi dengan bantuan spatel lidah dan penerangan dengan menggunakan lampu senter atau lampu 100

kepala. Seluruh rongga mulut dilihat mulai dari bibir sampai orofaring posterior. Perabaan lesi rongga mulut dilakukan dengan memasukkan 1-2 jari ke salam rongga mulut. Untuk menentukan dalamnya lesi dilakukan dengan perabaan

bimanuil. Satu- dua jari tangan kanan atau kiri dimasukkan ke dalam rongga mulut dan jari-jari tangan lainnyameraba lesi ari luar mulut. Untuk dapat inspeksi lidah dan orofaring maka ujung lidah yang telah diberi kasa 2x2 inchdipegang dengan tangan kiri pemeriksa dan ditarik keluar rongga mulut dan diarahkan kekanan dan kekiri untuk melihat permukaandorsal, vemtral, dan lateral lidah, dasar mulut, dan orofaring. Inspeksi bisa lebih baik lagi jira menggunakan cermin pemeriksa. Tentukan lokasi tumor primer, bagaimana bentuknya, berapa besar dalam sentimeter, berapa luas infiltrasinya, bagaimana

operabelitasnya.

101

3) Status regional Palpasi apakah terdapat pembesaran kelenjar getah bening leheripsilateral atau contra latera. Bila ada pembesaran tentukan lokasinya, jumlahnya, ukurannya, dan mobilitassnya 2. Pemeriksaan radiografi X-foto polos 3. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium rutin seperti: darah, urine,

SGOT/SGPT, alkali fosfatase, BUN/kreatinin, albumin, globulin, serum elektrolit, faal hemostasis, untuk menilai keadaan umum dan persiapan operasi. 4. Pemeriksaan patologi Semua penderita kanker rongga mulut atau diduga sebagai kanker rongga mulut harus diperiksa patologis dengan teliti.

E. Terapi Penanganan kanker rongga mulut sebaiknya dilakukan secara multidisiplin yang melibatkan beberapa bidang spesialis, yaitu 1. Oncologic surgeon 2. Plastic and reconstructive surgeon 3. Radiation oncologist 4. Medical oncologist 5. Dentist 6. Rehabilitation specialists Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan kanker rongga mulut ialah dengan eradikasi dari tumor, pengembalian fungsi dari rongga mulut serta aspek kosmetik/penampilan penderita.

102

F. Daftar Pustaka 1. Syafriza, D. 2000. Skripsi: Diagnosa dini karsinoma sel skuamosa di rongga mulut. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Medan

103

SIGA ORAL ASSOCIATED LYMPHOID TISSUE

Rongga mulut merupakan pintu masuk utama mikroorganisme, oleh karena itu baanyak faktor yang terlibat dalam organisasi pertahanan terhadap kuman pathogen. Menurunnya fungsi faktor-faktor ini akan menimbulkan masalah karena adanya bakteri oportunistik yang dapat menjadi pathogen dan menimbulkan berbagai kelainan. Faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan menjadi barier anatomi dan fisiologi, seperti epitel, aliran air liur atau anatomi gigi : pertahanan seluler misalnya fagositosis oleh leukosit dan makrofag; dan imunitas humoral melalui antibody di dalam air liur dan celah gusi. Berbagai faktor ini, merupakan fungsi beberapa jaringan di dalam rongga mulut seperti membrane mukosa, jaringan limfoid rongga mulut, kelenjar air liur, dan celah gusi. Mukosa sangat berperan paada kesehatan di dalam rongga mulut kaarena pada keadaan normal, integritasnya berfungsi untuk menahan penetrasi mikroorganisme. Daerah yang agak rawan di dalam rongga mulut pada pertemuan antara gigi dan gusi Adapun beberapa komponen jaringan rongga mulut yang terlibaat, antara lain : Membran mukosa Barier protektif mukosa mulut terlihat berlapis-lapis terdiri atas air liur pada permukaannya, lapisan keratin, lapisan granular, membrane basal, dan komponen seluler serta humoral yang berasal dari pembuluh darah. Komposisi jaringan lunak mulut merupakan mukosa yang terdiri dari skuamosa yang karena bentuknya, berguna sebagai barier mekanik terhadap infeksi. Mekanisme proteksi, tergantung pada deskuamasinya yang konstan sehingga bakteri sulit melekat pada sel-sel epitel dan derajat keratinisasinya yang mengakibatkan epitel mukosa mulut sangaat efisien sebagai barier. Kedua hal ini, haruslah dalam keadaan seimbang. Keratinisasi palatum durum dan gusi sangat baik sedangkan keratinisasi epitel kantong gusi sangat baik, karenanya merupakan barier pertahanan yang agaak lemah. Namun, kontak yang rapat antara epitel kantong gusi dan permukaan gigi dapat menurunkan kemungkinan penetrasi mikroorganisme.

104

Jaringan lunaak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik ekstraoral dan agregasi limfoid intraoral. Suatu jaringan halus kapiler limfatik yang terdapat pada permukaan mukosa lidah, dasar mulut. Palatum, pipi, bibir mirip yang berasal dari gusi dan pilpa gigi. Kapiler-kapiler ini bersatu membentuk pembuluh limfatik besar dan bergabung dengan pembuluh limfatik yang berasal dari bagian di dalam otot lidah dan struktur lainnya. Antigen mikrobial yang dapat menembus epitel masuk ke lamina propria. Akan difagositosis oleh sel-sel Langerhans yang banyak ditemukan pada mukosa mulut. Kelenjar saliva yang mengandung sel plasma dan limfosit, terdiri atas 6 kelenjar saliva utama dan beberapa kelenjar saliva kecil yang tersebar di bawah mukosa mulut. Kelenjar saliva ini memproduksi IgA yang akan disekresikan ke dalam rongga mulut dalam bentuk sIgA. Pada jaringaan gusi ditemukan berbagai komponen selular dan humoral, seperti PMN neutrofil, makrofag, limfosit dan sel plasma yang penting dalam respon imun terhadap plak bacterial. Pada daerah submukosa jugaa tersebar sel limfoid yang akan berproliferasi bila barier pertahanan pertama pada permukaan mukosa dapat ditembus antigen. Saliva Air liur disekresikan oleh kelenjar parotis, submandibularis,

submaksilaris, dan beberapa kelenjar ludaah kecil pada permukaan mukosa. Aliran air liur sangat berperan dalam membersihkan rongga mulut dari mikroorganisme. Dalam hal ini, air liur bertindak sebagai pelumas aksi otot lidah, bibir, dan pipi. Aliran liur aakan mencuci permukaan mukosa mulut sedangkan sirkulasi darah subepitel bertindak sebagai suplemen paada batas jaringan lunak daan keras melalui cairan celah gusi. Air liur akan tetap mengalir meskipun tanpa dirangsang, rata-rata sekitar 19 ml/jam atau sekitar 500 ml/hari. Rata-rata sekresi air liur meningkaat paada saat makan atau rangsangan psikis dan menurun pada waktu tidur. Bila jumlah aliran aair liur menurun, dapat meningkatkan frekuensi karies gigi, parotitis atau peradangan kelenjar parotis. Pada pH air liur yang rendah,

105

mikroorgnisme dapat berkembang dengan baik. Sebaliknya, pada pH tinggi dapat mencegah terjadinya karies tinggi.

Celah gusi Pengetahuan tentang struktur dan fungsi epitel jungsional yang terletak pada celah gusi, berguna untuk memahami hubungan biologic antara komponen vaskuler dan struktur periodontal. Epitel ini mempunyai dua lamina basalis, satu melekat pada jaringan konektif dan yang lainnya pada permukaan gigi. Polipeptida keratin pada epitel junctional berbeda pada keratin epitel sirkular. Perbedaan ini menunjukkan bahwa diantara keduanya fungsinya juga berbeda. Komponen selular dan humoral dari darah akan melewati epitel junctional yang terletak pada celah gusi dalam bentuk cairan celah gusi. Apakah aliran celah gusi ini merupakan proses fisiologik atau merupakan respon terhadap inflamasi, sampai saat ini masih belum ada kesatuan pendapat. Pendapat yang banyak dianut saat ini adalah, pada keadaan normal cairan celah gusi yang mengandung leukosit ini akan melewati epitel junctional menuju ke permukaan gigi. Aliran cairan ini akan meningkat bila terjadi gingivitis atau periodontitis. Selain leukosit cairan celah gusi ini juga mengandung komponen komplemen selular dan humoral yang terlibat dalam respon imun. Sistem Imunitas Rongga Mulut Sistem imunitas rongga mulut dipengaruhi oleh : a. Membran mukosa. Mukosa rongga mulut terdiri atas epitel skuamosa yang berguna sebagai barier mekanik terhadap infeksi. Mekanisme proteksinya tergantung pada deskuamasinya sehingga bakteri sulit melekat pada sel epitel dan derajat keratinisasinya yang sangat efisien menahan penetrasi microbial. b. Nodus Limfatik Jaringan lunak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik ekstra oral dan agregasi limfoid intra oral. Kapiler limfatik yang terdapat pada

106

permukaan mukosa lidah, dasar mulut, palatum, pipi dan bibir, mirip yang berasal dari ginggiva dan pulpa gigi. Kapiler ini bersatu membentuk lmfatik

pembuluh limfatik besar dan bergabung dengan pembuluh

yangberasal dari bagian dalam otot lidah dan struktur lainnya. Di dalam rongga mulut terdapat tonsil palatel. c. Saliva Sakresi saliva merupakan perlindungan alamiah karena fungsinya memelihara jaringan keras dan lunak rongga mulut agar tetap dalam keadaan fisiologis. Saliva yang disekresikan oleh kalenjar parotis, submandibularis dan beberapa kelenjar saliva kecil yang tersebar dibawah mukosa, berperan dalam membersihkan rongga mulut dari debris dan mikroorganisme, selain bertindak sebagai pelumas pada saat mengunyah dan berbicara. d. Celah Ginggiva Epitel jangsional dapat dilewati oleh komponen seluler dan humoral dari daerah dalam bentuk cairan celah ginggiva (CCG). Aliran CCG merupakan proses fisiologik atau meriapakan espon terhadap inflamasi.

107

XEROSTOMIA A. Definisi
2

Xerostomia didefinisikan sebagai keluhan subjektif dari mulut kering yang disebabkan oleh penurunan produksi saliva. Xerostomia adalah kondisi yang berhubungan dengan penurunan penghasilan saliva dan perubahan dalam komposisi saliva seperti saliva menjadi kental. Xerostomia juga berkaitan dengan gangguan mengunyah, gangguan bicara, gangguan pengecapan, halitosis, dan meningkatnya infeksi oral. B. Gambar

C. Etiologi1,2 Xerostomia dapat timbul karena faktor fisiologis maupun faktor patologis. Faktor fisiologis yang menimbulkan xerostomia seperti usia, hormon, dan puasa. Faktor patologis mengurangi produksi saliva karena keadaan tertentu pada pasien, seperti adanya penyakit sistemik, defisiensi gizi, gangguan emosional dan psikologis, gangguan sistem saraf, penggunaan obat-obatan, gangguan kelenjar ludah, penyinaran pada daerah kepala-leher, juga gangguan penggunaan air dan elektrolit. D. Diagnosis Diagnosa dapat ditetapkan dengan menanamnesa pasien, melihat gambaran atau tanda klinis pada daerah rongga mulut pasien, dan hasil pemeriksaan tambahan.

1. Anamnesa

108

Pasien xerostomia sering mengeluhkan adanya rasa tidak enak pada mulut, halitosis (bau mulut), sakit pada lidah, sulit berbicara, sulit untuk memakai gigi tiruan, sulit mengunyah, sulit menelan, dan hilang pengecapan. 2. Gejala dan tanda klinis Produksi saliva yang berkurang dapat menimbulkan gejala-gejala klinis, seperti : kering dan pecah-pecah pada lidah dan bibir, pipi kering, lidah berlapis, gingivitis, candidiasis dan merah pada mukosa bibis, lidah dan pipi, adanya karies rampan. 3. Pemeriksaan tambahan Penting untuk membuktikan secara objektif jumlah saliva yang dihasilkan. Pembuktian ini dapat dilakukan dengan tes Curry. Mulut kering selanjutnya dapat dibedakan apakah sejati atau palsu. Tes Curry tersebut merupakan studi terhadap aliran partis dan dapat menunjukan jumlah produksi saliva yang normal. Ada beberapa alat untuk mengumpulkan saliva dan dapat membantu dalam menegakkan diagnosa terhadap pasien xerostomia, di antaranya : Proflow Sialometri, Salivette, Lashley Cup dan Slurp Collection Cuip. Selain menggunakan alat-alat tersebut, kondisi mulut pasien juga dapat dinilai dengan menggunakan kaca mulut yang ditempelkan ke pipi pasien, jika kaca menempel dapat dipastikan pasien menderita xerostomia. Saliva yang kental yang menempel pada kaca mulut jika ditarik juga menandakan keadaan xerostomia pada pasien. E. Terapi Pada penderita xerostomia dicari penyebab utama terjadi nya xerostomia. Terapi utama adalah dengan mengendalikan faktor penyebab seperti obat-obatan, gangguan sekresi saliva, dan gangguan organ terkait. F. Daftar Pustaka 1. Philip C. Fox. 2008. Xerostomia: Recognition and Management. American Dental Hygienist: pp 1-7.

109

2. Ronald LE. 1996. Review: Xerostomia: A Symptom which acts like a Disease. Age and Ageing 1996, (26):409-412 3. Anggarini V.R. 2010. Hubungan Penggunaan Obat Antidepresan Terhadap Terjadinya Xerostomia pada Pasien Poli Psikiatri RSUD Dr. Ahmad Mochtar Bukittinggi. Medan, Universitas Sumatera Utara. Skripsi. 4. Fox P.C. 2008. Xerostomia: Recognotion and Management. (2 Mei

http://www.adha.org/downloads/Acc0208Supplement.pdf. 2013).

110

You might also like