You are on page 1of 14

I.

PENDAHULUAN Gawat janin merupakan suatau kondisi yang serius dan membutuhkan perhatian yang lebih intensif. Istilah gawat janin masih terlalu luas dan samar untuk di interprestasikan dengan berbagai situasi klinik, Ketidak jelasan dari diagnosis ini didasarkan atas interpretasi dari pola denyut jantung janin yang telah memberikan deskripsi seperti Reassuring dan non reassuring. Reassuring adalah keadaan gawat janin dimana janin dapat kembali normal sementara non reassuring adalah suatu keadaan dimana keadaan janin tetap meragukan1-3. Gawat janin mengimplikasikan adanya ketidaksesuaian metabolik, dapat berupa hipoksia atau asidosis yang akan berakibat kerusakan pada organ vital baik sementara ataupun permanen bahkan kematian. Gawat janin dapat bersifat akut ataupun kronis. Tetapi sayangnya tanda-tanda yang dapat dideteteksi dari janin tidak mengindikasikan seberapa besar kerusakan yang terjadi pada janin pada saat itu. Kemampuan monitoring dari seseorang akan dapat mendeteksi seberapa besar derajat kerusakan pada saat itu. Yang kemudian akan dibutuhkan dalam penatalaksanaan terhadap gawat janin tersebut., untuk mencegah kerusakan permanen dari janin terutama pada susunan saraf pusat.4 Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan karena partus lama,infus oksitosin,perdarahan,infeksi, insufisiensi plasenta, ibu diabetes, kehamilan pre dan post term atau prolapsus tali pusat. Berdasarkan lama terjadinya gawat janin dibagi menjadi dua yaitu gawat janin kronis dan gawat janin akut. A. Gawat janin kronis. Gawat janin kronis mengimplikasikan suatu keadaan dalam jangka waktu yang cukup panjang yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin.

Penurunan perfusi plasenta merefleksikan keadaan yang berhubungan dengan ibu seperti kelainan vaskuler berupa preeklampsia,eklampsia kelainan hipertensi atau diabetes dengan komplikasi vaskular pelvis, inadekuat sistem sirkulasi seperti kelainan jantung, atau inadekuat oksigenasi dalam darah seperti empisema atau berada di tempat yang tinggi dari permukaan bumi. Gawat janin kronis berhubungan dengan abnormalitas plasenta yang meliputi penuaan plasenta prematur dan diabetes mellitus. Diagnosis awal dari gawat janin kronis ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan tinggi uterus, pada setiap kunjungan antenatal. Juga dengan melakukan pengukuran pertumbuhan janin dan dibandingkan dengan pengukuran tulang, thorak, serta plasenta melalui USG untuk melihat apakah ada pertumbuhan janin yang terhambat.2,4 B. Gawat janin akut Akselerasi sementara dari denyut jantung janin, dalam hubungannya dengan kontraksi uterus, mengindikasikan adanya oklusi ringan dari tali pusat (hanya vena) atau hiperkapnia dan hipoksia ringan dari janin, selama variasi denyut jantung janin masih dalam batas normal. Sementara variasi dari deselerasi denyut jantung janin dihubungkan dengan kompresi tali pusat yang berat. Gerakan janin akan berkurang dan pH darah kulit kepala janin akan berkurang. Jika hal ini berlangsung lebih dari 30 menit atau jika derajat deselerasi tidak berubah walaupun telah ditatalaksanai,maka terjadilah gawat janin. Seiring dengan hal tersebut pH dari darah kulit kepala janin bernilai 7,2 atau kurang dan mekonium akan muncul. Gawat janin akut dapat diakibatkan seperti beberapa hal berikut ini. 2 1. Penyakit yang berasal dari ibu a. Hipertensi dalam Kehamilan b. Persalinan prematur c. Isoimunisasi d. Amniosintesis

2. Kelainan yang berhubungan dengan uterus a. Persalinan terhenti b. Hipertonus uterus atau polisistole c. Penggunanan relaksasi uterus d. Pemberian oksitosin 3. Plasenta dan tali Pusat a. Abruptio Plasenta b. Plasenta Previa c. Perdarahan Trimester III yang tidakdapat dijelaskan d. Prolaps tali pusat e. Vasa previa 4. Janin a. Abnormalitas Denyut jantung janin b. Mekonium yang tebal pada cairan amnion II. PATOFISIOLOGI Kontrol fisiologi dari denyut jantung janin meliputi suatu keaneka ragaman dari mekanisme interkoneksi yang tergantung dari aliran darah oksigenasi. Lebih lanjut aktivitas dari mekanisme kontrol fisiologi ini mempengaruhi kondisi oksigenasi janin, seperti terjadinya suatu insufisiensi plasenta yang kronis, dimana janin yang dihubungkan dengan tali pusat akan mengalami resiko kekurangan oksigen, yang akan membutuhkan suatu mekanisme alami dari janin untuk bertahan, dan lebih lanjut pada saat persalinan akan menambah keasaman darah.1-6 Dahulu diperkirakan bahwa janin mempunyai tegangan oksigen yang lebih rendah karena ia hidup dalam lingkungan hipoksia dan asidosis kronis. Tetapi pemikiran itu tidak benar karena bila tidak ada tekanan, janin hidup dalam lingkungan yang sesuai dan dalam kenyataanya konsumsi oksigen per gram berat badan sama dengan orang dewasa. Meskipun tekanan oksigen parsial rendah, penyaluran oksigen pada jaringan tetap memadai.

Afinitas terhadap oksigen, kadar hemoglobin dan kapasitas angkut oksigen pada janin lebih besar dari orang dewasa. Demikian juga halnya dengan curah jantung dan kecepatan arus darah lebih besar daripada orang dewasa. Dengan demikian penyaluran oksigen melalui plasenta kepada janin dan jaringan perifer dapat terselenggara dengan baik. Sebagai hasil metabolisme oksigen akan berbentuk asam piruvat, CO2 dan air di ekskresikan melalui plasenta. Bila plasenta mengalami penurunan fungsi akibat dari perfusi ruang intervili yang berkurang, maka penyaluran oksigen dan ekskresi CO2 akan terganggu yang berakibat penurunan PH atau timbulnya asidosis. Hipoksia yang berlangsung lama menyebabkan janin harus mengolah glukosa menjadi energi melalui reaksi anaerobik yang tidak efisien, bahkan menimbulkan asam organik yang menambah asidosis metabolik. Pada umumnya asidosis janin disebabkan oleh gangguan arus darah uterus atau arus darah tali pusat.1,6-7 Bradikardia janin tidak harus berarti merupakan indikasi kerusakan jaringan akibat hipoksia, karena janin mempunyai kemampuan redistribusi darah bila terjadi hipoksia, sehingga jaringan vital akan menerima penyaluran darah yang lebih banyak dibandingkan jaringan perifer. Bradikardi mungkin merupakan mekanisme perlindungan agar jantung bekerja lebih efisien sebagai akibat dari hipoksia. III. DIAGNOSIS Ada berbagai cara untuk mendiagnosis adanya gawat janin antara lain : A. Pemantauan Denyut Jantung Janin Kebanyakan dari diagnosis gawat janin yang dilakukan didasarkan atas pola denyut jantung janin, tetapi diagnosa berdasarkan pola denyut jantung janin ini masih menjadi kontroversi, karena hal itu lebih merefleksikan suatu keadaan keadaan patologis1-4. fisiologi dari janin daripada suatu

National Institute of Child Health and Human Development fetal monitoring workshop (1997) telah memberikan suatu Konsensus tentang pola denyut jantung janin.1 1. Normal apabila denyut jantung janin berkisar antara 110-160 x.menit dengan variasi 6-25 x/menit, dimana didapatkan suatu kondisi akselerasi tanpa deselarasi. 2. Intermediet 3. Abnormal, apabila ada tanda-tanda perlambatan atau deselerasi dengan kemampuan nol atau bradikardi kemampuan nol Sementara dalam buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal memberikan penilaian terhadap denyut jantung janin sebagai berikut : 1. Denyut jantung janin normal dapat melambat sewaktu his, dan segera kembali normal setelah relaksasi. 2. Denyut jantung lambat yaitu kurang dari 100 kali per menit saat tidak ada his, menunjukan adanya gawat janin. 3. Denyut jantung cepat yaitu lebih dari 180 kali per menit yang disertai takikardi ibu bias karena ibu demam, efek obat, hipertensi atau amnionitis. Jika denyut jantung ibu normal, denyut jantung janin cepat sebaiknya dianggap sebagai tanda gawat janin.8 B. Pemeriksaan PH Darah Kulit Kepala Janin. Pemeriksaan PH darah janin telah dibuktikan mempunyai hubungan erat dengan tingkat asidosis janin.1-3,7,9-11-12 Indikasi pemeriksaan darah janin adalah : 1. Deselerasi lambat berulang 2. Deselerasi variable memanjang 3. Mekonium pada presentasi kepala 4. Hipertensi pada ibu 5. Osilasi dengan variabilitas yang menyempit. substansial dengan

Sejak pertama pertama kali diperkenalkan oleh Saling pada tahun 1967 pengambilan sampel darah telah menjadi keputusan akhir dalam mendiagnosa adanya gawat janin. Darah diambil dari bagian terbawah janin seperti kepala atau bokong selama proses persalinan. Darah diambil melalui insisi dengan kedalaman 2mm Pengambilan darah janin harus dilakukan di luar his dan sebaiknya ibu dalam posisi tidur miring daerah diambil sebanyak 0,25 ml kemudian dilakukan pemeriksaan pH,Pco2,Po2. nilai pH sendiri tidak akan memperlihatkan perbedaan antara respirasi dan asidosis metabolik. Penatalaksanaan dari penyebab asidosis secara teoritis berbeda,dimana pada keadaan asidosis metabolik membutuhkan terminasi segera, sementara keadaan asidosis respiratotrik dapat merespon resusitasi standar. Jika deselerasi tidak memberikan respon yang cepat pada gawat janin, maka segera dilakukan pemeriksaan sampel darah janin. Beard dan kawan kawan mendapatkan dalam penelitiannya ada hubungan yang erat antara pH darah kulit kepala janin intra partum dengan apgar skor 2 menit pada neonatus.11 Seperti yang diperlihatkan pada tabel 2.

Tabel 2. korelasi anatara pH darah kulit kepala dengan pola deselerasi. Dikutip dari Ramon M.11 Sementara Winkyosastro menetapkan Interprestasi pada hasil pemeriksaan darah janin adalah sebagai berikut.6 pH 7,25 normal

pH 7,25-7,10 tersangka asidodis dan dilakukan pemeriksaan ulang 10 menit kemudian pH < 7,10 Asidosis dan janin harus dilahirkan segera

Pemeriksaan darah janin dan pemantauan denyut jantung janin saling menunjang dan telah dibuktikan mempunyai korelasi yang erat. Pemeriksaan darah janin terutama berguna untuk menera atau memastikan keadaan janin bila terdapat gambaran denyut jantung janin yang abnormal. Meskipun demikian perlu diingat bahwa hasil pemeriksaan darah janin itu sesaat dan mungkin perlu diulangi. Zallar dan Quiland merekomendasikan suatu protokol yaitu : jika pH besar dari 7,25 maka persalinan di observasi. Jika pH antaraa 7,20 7,25 Pengukuran pH harus diulangi dalam 30 menit, Jika pH kurang dari 7,20 maka sampel darah kulit kepala yang lain harus segera diambil dan ibu harus diterminasi segera. 1-3 Sirkulasi janin mungkin berubah dengan penyaluran darah yang lebih baik ke organ vital yaitu otak dan jantung dalam keadaan asidosis. Pada umumnya hipoksia dan asidosis atau infeksi intrapartum dapat menyebabkan takikardi dari fetus Adanya mekonium pada cairan amnion lebih sering terlihat saat gawat janin mencapai maturitas dan bukan merupakan tanda-tanda gawat janin. Sedikit mekonium tanpa disertai dengan kelainan denyut jantung janin merupakan suatu peringatan untuk pengawasan lebih lanjut. Mekonium kental merupakan tanda pengeluaran mekonium pada cairan amnion yang berkurang dan merupakan indikasi perlunya persalinan yang cepat dan penanganan mekonium pada saluran nafas atas neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium, sementara pada presentasi bokong mekonium dikeluarkan pada saat persalinan akibat kompresi abdomen janin pada persalinan. Hal ini bukan merupakan kegawatan kecuali jika terjadi pada awal persalinan.6,8 IV. PENATALAKSANAAN Meskipun gawat janin memerlukan tindakan segera untuk melahirkan bayi tetapi seringkali cukup waktu untuk bertindak memberikan terapi yang

menolong bayi yang dalam keadaan gawat tersebut agar terhindar dari pengaruh yang lebih buruk. Tindakan tersebut ialah resusitasi intrauterus Penatalaksanaan dari gawat janin intrapartum menurut American College of obstetricians and Gynecologist (ACOG) dan menjadi acuan di Indonesia adalah : A. Reposisi dari ibu Perubahan posisi ibu dapat mengurangkan tekanan pada tali pusat. Seperti dari terlentang ke kiri atau ke kanan, peninggian tungkai, atau posisi knee-chest. Fungsi uterus mungkin juga akan bertambah ke dalam posisi lateral, akibat dari peningkatan aliran darah uterus. Lagipula proses persalinan akan bertambah baik dengan posisi ini. Memutuskan stimulasi uterus dan koreksi terhadap hiperstimulasi uterus Satu hal yang sering mengakibatkan deselarasi lambat dari denyut jantung janin adalah penggunaan oksitosin. Penurunan kontraksi uterus dapat meningkatkan perfusi uteroplasenta, kontraksi yang terlalu kuat atau sering akan memperburuk sirkulasi utero plasenta.1-3,9 B. C. Pemeriksaan per vaginam, untuk melihat apakah ada prolaps tali pusat Koreksi hipotensi maternal yang berhubungan dengan Regional analgesi Hipotensi dapat disebabkan oleh epidural anastesi atau posisi supine yang mengurangi pengembalian darah dari vena cava inferior menuju jantung. Penurunan aliran darah dari hipotensi ini dapat menyebabkan gawat janin. Perubahan posisi ini biasanya juga akan mengkoreksi sindroma hipotensif supine. Jika hal ini gagal maka tekanan manual pada uterus mungkin dibutuhkan. Tambahan lainnya dengan mengangkat tungkai, pemberian cairan intravena secara cepat.1,11 Hal-hal itu akan membantu mengembalikan tekanan arteri ibu hamil dan akan meningkatkan aliran darah dalam ruang intervili D. Monitoring Denyut jantung janin

E.

Pemberian oksigen terhadap ibu Pemberian oksigen terhadap ibu dalam konsentrasi tinggi yaitu sebanyak 4-6 l/menit, akan meningkatkan gradiasi PO2 fetal maternal dan juga akan meningkatkan transfer oksigen, fawole dan kawan-kawan pada penelitiannya tentang pemberian oksigen sebagai penatalaksanaan untuk gawat janin mendapatkan dengan pemberian oksigen sebanyak 6-7 l/menit dapat memperbaiki pH janin.1-5,13

F.

Keseimbangan asam basa. Walaupun koreksi keseimbangan asam basa telah dilakukan dengan pemberian sodium bikarbonat pada ibu selama kehamilan, perpindahan fixed alkali relatif lambat, sehingga penatalaksanaan ini kurang berguna bila diberikan pada ibu yang janinnya mengalami hipoksia dan asidosis. Jika keadaan asidosis ini cukup berat, janin harus dilahirkan untuk penatalaksanaan primer. Meskipun demikian jika asidosis maternal yang menjadi penyebab asidosis pada janin, Pemberian bikarbonat pada ibu akan sangat bermanfaat baik untuk si ibu ataupun janinnya. Pemberian Hipertonik glukosa (biasanya 50 g intra vena) dapat diberikan pada kondisi ibu yang kehilangan asidosis atau hipoglikemia, walaupun mungkin hanya berupa hubungan tidak langsung antara kadar glukosa darah janin dan deficit basanya.1-3,10

G.

Pemberian tokolitik Pemberian tokolitik terhadap ibu melalui pemberian 0,25 mg terbutalin sulfat secara intravena atau subkutan telah terbukti memberikan relaksasi terhadap uterus. Relaksasi uterus diduga dapat meningkatkan aliran darah plasenta dan oksigenasi janin. Manuver ini dapat dilakukan sebagai salah satu penatalaksanaan gawat janin, hal ini dapat dijelaskan dimana inhibisi kontraksi uterus dapat meningkatkan oksigenasi bagi janin. Cook dan spinatoo (1994) telah melakukan percobaan dengan terbutalin sebagai tokolitik untuk resusitasi gawat janin pada 368 kehamilan selama lebih sepuluh tahun. Dimana

10

didapatkan peningkatan PH darah kulit kepala . Mercier dan kawan kawan juga melaporkan hal yang sama tetapi dengan menggunakan 60-180 mg nitogliserin intra vena sebagai tokolitik. Sementara itu Kulier R dan kawan kawan mendapatkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara betamimetik dengan magnesium sulfat sebagai tokolitik, tetapi pemakaian keduanya terbukti menurunkan kejadian gawat janin. 1,14 Pada keadaan-keadaan yang tidak memungkinkan, seperti pada maka

keadaan dimana gawat janin telah berlangsung lebih 30 menit ataupun pada keadaan dimana penatalaksanaan konservatif tidak berhasil, persalinan segera harus dilakukan. Sementara itu Ramon Martin (1997) dalam penelitiannya mencoba memberikan suatu tata cara dalam penatalaksanaan gawat janin. Langkah awal dalam penatalaksanaan gawat janin adalah mengenal dan mendeskripsikan pola denyut jantung janin. Penyebabnya harus dapat diidentifikasi, dan penyebab itu harus cepat dikoreksi sesegera mungkin. Seperti yang diperlihatkan dalam tabel 3.11

Tabel 3. Penatalaksanaan sesuai dengan pola denyut jantung janin dikutip dari Ramon Martin.11

11

Jika pola dari denyut jantung janin tidak memperlihatkan pola seperti diatas, maka diperlukan suatu pengukuran yang lebih akurat yaitu pH darah kulit kepala janin atau dilahirkan dengan segera Pengulangan variabel deselerasi menandakan adanya kompresi tali pusat, terutama jika adanya oligohidroamnion atau setelah dilakukan amniotomi. Dalam situasi ini pemberian infus amnion secara transervikal dapat mengurangi deselerasi. Infus amnion dilakukan dengan cara pemberian bolus 250-500 ml cairan normal salin pada suhu kamar yang diinfuskan melalui kateter intra uterin standar. Yang kemudian diikuti dengan infus pemeliharaan sebesar 3 ml/menit. Akan tetapi pemberian infus amnion ini tidak dapat diberikan jika ada deselerasi lambat, pH kulit kepala janin kecil dari 7,2, solusio plasenta, plasenta previa, insisi vertical uterus sebelumnya atau kelainan uterus yang telah diketahui.1,5,15 Pemberian cairan intra vaskuler untuk ibu, dihubungkan dengan peningkatan aliran darah uteroplasenta yang pada akhirnya akan memperbaiki oksigenasi dan penurunan keasaman dari darah janin. Tujuan utama dari pemberian cairan adalah mencapai volume yang proposional, tonisitas dan keseimbangan garam baik diintraseluler ataupun ekstra seluler. Dengan pemberian cairan intraseluler diharapkan dapat melebarkan volume plasma.15 Dengan menelusuri penyebab dari gawat janin tersebut, penatalaksanaan dari gawat janin sebaiknya ditatalaksanai sesuai penyebabnya, American College of obstetricians and Gynecologist (ACOG) telah memberikan suatu bagan yang dapat dijadikan patokan dalam penatalaksanaan gawat janin.16

12

Gambar 1. Alogaritma diagnosis dan penatalaksanaan gawat janin. Dikutip dari Elizabeth H.15

13

Tindakan definitif pada gawat janin dapat dilakukan secara per vaginam atau perabdominam, tergantung pada syarat saat itu. Bila akan dilakukan ekstraksi forsep maka ada keuntungan dalam hal waktu yang lebih singkat. Tindakan perabdominam harus dilaksanakan dalam waktu sesingkat mungkin terutama yang telah terbukti mengalami asidosis V. RINGKASAN. Gawat janin merupakan salah satu keadaan obstetrik yang membutuhkan perhatian. Dimana tujuan dari penanganan obstetrik adalah untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu serta penurunan angka kematian dan kesakitan janin. Secara umum gawat janin dapat berlangsung kronis dan akut. Oleh karena itu perlu diketahui penyebabnya sehingga dapat didiagnosis dan ditatalaksanai sesuai penyebabnya. Diagnosis dari gawat janin dapat berupa monitoring denyut jantung janin ataupun dengan pemeriksaan pH darah kulit kepala janin. Penatalaksanaan dari gawat janin disesuaikan dengan penyebab, adalah : 1. reposisi penderita, 2. Pemutusan stimulasi uterus 3. Pemeriksaan vagina 4. Koreksi hipotensi ibu 5. Monitoring denyut jantung janin 6. Pemberian oksigen 7. pemberian tokolitik VI. RUJUKAN
1. 2. 3. Cunningham GS, Gant FN, LevvenoKJ, Gillstrap CL, Hauth JC. Williams obstetrics. 21 st ed. New york : McGraw-Hill, 2001;331-360 Robert JS,Theodore B. Methods of assessment for pregnancy risk. In: De cherney AH, Pernoll ML. Current obstetrics & gynecology diagnosis & treatment 8 th ed. Connecticut : Prentice-Hall International, 1994;275-307 Steer PJ,Danielian PJ. Fetal Distress in labor In: James DK,Steer PJ,Weiner CP..High Risk Pregnancy 4th ed. Philadelpia 1996;1077-1100

14

4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

Eduardo AH,Martin L. Complications of Labor and delivery.In: De cherney AH, Pernoll ML. Current obstetrics & gynecology diagnosis & treatment 8 th ed. Connecticut : Prentice-Hall International, 1994;506-519 Rossemary R,Gabbe S,Roy HP. Intrapartum fetal evaluation. In: Gabbe S,Niebly JR, Simpson Jr. Obstetrics Normal and Problem pregnangies. 3 th ed. New york : Churchill livingstone inc, 1996; 397-424 Winkjosastro GH. Gawat janin. dalam:Winkjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Ilmu bedah kebidanan edisi pertama. Jakarta : Yayasan bina pustaka sarwono prawihardjo, 1989;52-61 Enkin M, Kierse M, Nellsson J. A guide to effective care in pregnancy and childbirth.ed 3th.Oxford : Oxford university press, 2000;133-140 Winkjosastro GH,Affandi B, Waspodo D. Gawat janin dalam persalinan dalam Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal ed 1. Jakarta : Yayasan bina Pustaka Sarwono Prawihardjo, 2002;M79-M81 Reece AE. The fetus as the final arbiter of intrauterine stress/distress. Clinical Obstetrics and gynecology. 1986;29;23-26 Campbell AW, Vintzelus AM. Intra uterine versus extra uterine resuscitation of fetus/neonatus. Clinical Obstetrics and gynecology. 1986;29;33-42 Ramon M. Prepartum and intrapartum monitoring. Am J Obstet Gynecol 2000;183:1049 1058. Cussick W,Smulian J. Intrapartum use of fetal heart rate monitoring. Clinics in perinatology. 1994;22;875-894 Fawole B,Hofmeyr GJ. Maternal oxygen administration for fetal distress In: The Cochrane Library, Issue 2, 2004.;192-202 Kulier R, Hofmeyr GJ. Tocolytics for suspected intrapartum fetal distress). In: The Cochrane Library, Issue 2, 2004;140-156 Elizabeth H. Common Peripartum Emergencies. Journal American Academy Fam.1998;2;1-14 Mabie WC. Basic hemodynamic monitoring for obstetrics care provider. In: Foley. Obstetrics intensive care. Philadelpia : WB Saunders Company, 1997;1-18

You might also like