You are on page 1of 6

Hipertensi 1.

Definisi Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya mmHg. Istilah tradisional tentang hipertensi ringan dan sedang gagal menjelaskan pengaruh utama tekanan darah tinggi pada penyakit kardiovaskuler. Sehingga The Joint National Committee on Detection, Evalution, and Treatment of High Blood Pressure membuat suatu klasifikasi baru (Sylvia, 2006).

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Kategori Normal Normal Tinggi Hipertensi Tingkat 1 (ringan) Tingkat 2 (sedang) Tingkat 3 (berat) 140-159 160-179 180 (Sumber Sylvia, 2006) 2. Epidemiologi Hipertensi mengenai seluruh bangsa di dunia dengan insidensi yang bervariasi. Akhir-akhir ini insidensi dan prevalensi meningkat dengan makin bertambahnya usia harapan hidup. Di Amerika Serikat dikatakan bahwa pada populasi kulit putih usia 5069 tahun prevalensinya sekitar 35% yang meningkat menjadi 50% pada usia diatas 69 tahun. Penelitian pada 300.000 populasi berusia 65-115 tahun (rata-rata 82,7 tahun) yang dirawat di institusi lanjut usia didapatkan prevalensi hipertensi pada saat mulai dirawat sebesar 32%. Dari penderita ini 70% diberikan obat anti hipertensi dan sudah mengalami komplikasi akibat penyakitnya, diantaranya, penyakit jantung koroner (26%), penyakit jantung kongestif (22%) dan penyakit serebrovaskuler (29%) (Darmojo, 2009). 90-99 100-109 110 Sistolik (mmHg) <130 130-139 Diastolik (mmHg) <85 85-89

3. Jenis-jenis Hipertensi pada Lanjut Usia Berdasarkan klasifikasi dari JNC-VI maka hipertensi pada lanjut usia dapat dibedakan (Darmojo, 2009): a. Hipertensi sistolik saja (Isolated Systolic Hypertension), terdapat pada 6-12% penderita diatas usia 60 tahun, terutama pada wanita. Insidensi meningkat dengan bertambahnya umur. b. Hipertensi diastolik (Diastolic Hypertension), terdapat antara 12-14% penderita diatas usia 60 tahun, terutama pada pria. Insidensi menurun dengan bertambahnya umur. c. Hipertensi sistolik-diastolik: terdapat pada 6-8% penderita >60 tahun, lebih banyak pada wanita. Meningkat dengan

bertambahnya umur. 4. Faktor Resiko 1. Kepekaan tubuh terhadap garam (NaCI) Sekitar 60% pengidap hipertensi esensial sensitif terhadap asupan garam. Hal ini terjadi karena jumlah garam yang meningkat dalam darah akan menyebabkan pengeluaran air dari sel ke darah (efek tekanan osmotis) untuk menyeimbangkan kadar garam antara sel dan aliran darah sehingga tekanan darah meningkat. Pengaruh kelebihan garam ditentukan oleh jumlah kelebihan garam dalam makanan dan status fungsi ginjal (Agoes, 2010). Jika garam dan air meningkat disekitar sel, kelebihan tersebut akan ditarik ke darah untuk selanjutnya difiltrasi oleh ginjal. Ginjal membuang kelebihan garam dan air dari darah, dan dikeluarkan melalui urine. Jika ginjal bermasalah, cairan akan menumpuk di sekitar sel dan plasma. Karena jantung merupakan pompa yang mendorong darah ke seluruh tubuh, kelebihan

volume plasma menyebabkan jantung bekerja ekstra dan tekanan darah akan meningkat karena terdapat tambahan tekanan pada dinding pembuluh. Akhirnya, kerja jantung dapat melemah atau gagal karena kelelahan (Agoes, 2010).

2. Genetik Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling kompleks dengan pola pewarisan berdasar genetik mencapai 30%. Dalam hal ini, peningkatan tekanan darah merupakan ekspresi fenotipe. Lebih dari 50 gen yang berkaitan dengan hipertensi telah diteliti dan jumlah tersebut masih terus bertambah (Agoes, 2010). Hipertensi dapat disebabkan oleh mutasi gen tunggal yang diperoleh sesuai hukum Mendel. Di Amerika Serikat, warga keturunan kulit hitam (Afrika) lebih banyak mengidap hipertensi sistolik. Di Indonesia dengan berbagai suku, angka kejadian hipertensi lebih rendah pada individu keturunan Jawa ketimbang pada individu keturunan Sunda dan Minang (Agoes, 2010). 3. Umur Akibat pertambahan umur dan proses penuaan, serabut kolagen di pembuluh darah dan dinding arteriol bertambah sehingga dinding pembuluh tersebut mengeras. Dengan

berkurangnya elastisitas ini, daerah yang dipengaruhi tekanan sistolik akan menyempit sehingga tekanan darah rata-rata meningkat (Agoes, 2010). 4. Kegemukan dan obesitas Orang gemuk (pertambahan berat badan karena

peningkatan volume otot, tulang, lemak, dan air), dan pengidap obesitas (pertambahan berat badan karena pertambahan lemak), dapat mengalami prahipertensi. Anak-anak yang menjadi gemuk sebelum berumur 18 tahun memiliki kecenderungan untuk mengalami prahipertensi (Agoes, 2010). 5. Penatalaksanaan Penanganan hipertensi pada umumnya dimaksudkan untuk mencapai tekanan darah dalam batas-batas normal atau 130/80 mmHg. Pada pengidap diabetes atau penyakit ginjal menahun,

besar tekanan darah yang dianjurkan sebaiknya berada di bawah 130/80 mmHg (Agoes, 2010). Cara penatalaksanaan dibedakan atas cara

nonmedikamentosa, terapi dengan agen antihipertensi dan terapi dengan cara lain (Agoes, 2010). a. Nonmedikamentosa: Perubahan Gaya Hidup Olahraga. Penurunan berat badan dan olahraga aerobik yang teratur dapat mencegah terjadinya hipertensi ringan dan sedang. Olahraga yang teratur akan memperbaiki aliran darah dan membantu mengurangi frekuensi denyut jantung dan tekannn darah. Upnya ini sangar efektif dalam menurunkan tekanan darah walaupun terapi dengan obat-obatan masih diperlukan bagi pasien dengan hipertensi derajat sedang atau berat untuk menurunkan tekanan darahnya sampai ke tingkat yang aman (Agoes, 2010). Restriksi natrium. Pembatasan natrium (garam dapur) terbukti efektif menurunkan tekanan darah pada 60% pasien. Banyak orang menggunakan garam pengganti untuk

mengurangi asupan garam dapur (Agoes, 2010). Pendekatan diet. Hal ini dilakukan dengan pendekatan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension), yaitu mengonsumsi makanan yang kaya akan buah, rendah lemak atau bebas lemak hewani. Pola diet ini cukup efektif menangani hipertensi berdasarkan riser NIH (National Institute of Health) di Amerika Serikat (Agoes, 2010). Penghentian konsumsi alkohol dan rokok. Penghentian konsumsi rokok dan alkohol terbukti dapat menurunkan tekanan darah. Meskipun mekanismenya tidak diketahui, tekanan darah dapat meningkat (terutama sistolik) setelah mengonsumsi rokok dan alkohol. Menghentikan penggunaan rokok pada pengidap hipertensi penting untuk mengurangi risiko beberapa penyakit yang dapat dipicu oleh hipertensi,

seperti stroke dan serangan jantung. Konsumsi kopi juga meningkatkan tekanan darah untuk sementara, tetapi tidak menyebabkan hipertensi kronis (Agoes, 2010). Menghindari stres. Terapi relaksasi seperti meditasi, menghindari stres lingkungan, menghindari bunyi yang terlalu keras dan cahaya berintensitas terang merupakan cara tambahan untuk menurunkan tekanan darah. Metode

"Jacobson's Progressive Muscle Relaxation''dan "biofeedback" juga digunakan, terutama alat untuk mengatur pernapasan. Efektivitas terapi ini tentu sangat bergantung pada sikap dan kepatuhan pasien (Agoes, 2010). b. Medikamentosa Terdapat beberapa golongan antihipertensi yang dengan berbagai cara berfungsi sebagai penurun tekanan darah. Penurunan tekanan darah sebesar 5-6 mmHg dapat

menurunkan risiko stroke sebesar 40%, PJK sebesar 15-20% dan juga mengurangi kemungkinan terjadinya demensia, gagal jantung, dan angka kematian akibat penyakit kardiovaskular (Agoes, 2010). Tujuan penatalaksanaan adalah mencapai tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg dan lebih rendah lagi pada pengidap diabetes atau penyakit ginjal. Setiap tambahan obat dapat menurunkan tekanan darah sistol sebesar 5-10 mmHg sehingga lebih dari satu obat diperluknn untuk mencapai kontrol tekanan darah yang adekuat. Inhibitor enzim pengonversi-angiotensin (ACE inhibitor) atau antagonis reseptor-II angiotensin menunjukkan keunggulan dari agen antihipertensi lain-nya (Agoes, 2010). 6. Prognosis Secara keseluruhan, hipertensi tidak dapat disembuhkan. Namun dengan penatalaksanaan yang tepat, hipertensi dapat dikontrol. Terapi dengan kombinasi modifikasi gaya hidup dan

obat antihipertensi biasanya dapat menjaga tekanan darah dalam kisaran yang tidak akan merusak jantung atau organ lain. Kunci dalam menghindari komplikasi serius hipertensi adalah mendeteksi dan menanganinya sebelum kerusakan terjadi (Agoes, 2010).

Darmojo R Boedhi, Martono H Hadi. 2009. Geriatri: Ilmu Kesehatan Usia Lanjut Edisi Ke-4. FKUI. Jakarta Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses Penyakit Edisi 6. EGC. Jakarta Agoes Azwar, Agoes Achdiat, Agoes Arizal. 2011. Penyakit di Usia Tua. EGC. Jakarta

You might also like