You are on page 1of 4

Regina Clarissa (088114029) Efrida L.

Sari Tambunan (088114033) Theresia Wijayanti (088114034) Anastasia Mardila (088114039) Elya Findawati (088114053) Kelas : A

Cara merusak system emulsi yang tipe surfaktannya adalah sbb: 1. Non ionik Cara merusak system emulsi yang mengandung surfaktan nonionik cukup dengan cara fisika karena ikatan antara surfaktan dengan fase air dan fase minyak adalah ikatan Van der Waals dan ikatan hydrogen yang merupakan ikatan yang lemah. Cara fisika yang dapat dilakukan adalah : a. Penambahan salah satu fase secara berlebih Salah satu fase ditambahkan ke dalam sistem emulsi secara berlebihan, misalkan dilakukan penambahan fase air secara berlebihan. Oleh karena ikatan fase air dengan surfaktan lemah maka dengan adanya penambahan air berlebih maka air yang ditambahkan itu akan menarik fase air sehingga ikatan antara surfaktan dan fase air menjadi putus. Oleh karena itu dua fase tersebut tidak lagi menyatu melainkan terpisah dan sistem emulsi menjadi rusak. Begitu pla sebaliknya untuk penambahan minyak yang berlebihan. b. Pemanasan Adanya pemanasan dapat memutuskan ikatan Van der Waals dan ikatan hidorgen antara surfaktan dengan fase minyak dan fase air. Selain itu, adanya pemanasan membuat energi kinetik meningkat sehingga droplet-droplet yang terdapat di dalam sitem emulsi tersebut semakin mobile. Pergerakan droplet yang semakin meningkat akan membuat frekuensi tumbukan antar droplet semakin besar sehingga terjadi koalesen (penggabungan droplet ) dan lama kelamaan bisa menjadi cracking yaitu teripisah menjadi dua fase yang tidak saling campur (sistem emulsi rusak).

OH

interaksi hidrogen
OH HO OH

2.

Amfoter Cara merusak emulsi yang menggunakan surfaktan amfoter adalah dengan penambahan garam ke dalam sistem emulsi. Garam memiliki muatan positif (+) dan negative (-) sehingga ketika ditambahkan ke dalam sistem emulsi yang menggunakan surfaktan amfoter akan mengganggu ikatan surfaktan dengan fase air dan fase minyak. Muatan negatif (-) dari garam akan menarik muatan positif (+) dari surfaktan dan muatan negatif (-) dari garam akan menarik muatan positif (+) dari surfaktan. Hal ini menyebabkan surfaktan menjadi beriktan dengan garam nya dan iktan antara surfaktan dengan fase air dan fase minyak menjadi lepas. Dalam hal ini, surfaktan kehilangan fungsinya untuk menyatukan fase minyak dan fase air sehingga emulsi akan pecah karena terpisahnya dua fase tersebut.

3.

Anionik Emulsi yang menggunakn surfaktan anionik dapat dipecah dengan menambahkan asam kuat ke dalam system emulsi. Hal ini disebabkan karena H+ dari asam kuat mampu menganggu ikatan antara surfaktan dengan fase air. Muatan negatif pada surfaktan akan menarik H+ sehingga ikatan antara surfaktan dan fase air menjadi berkurang. Fase air yang tidak lagi berikatan dengan surfaktan akan memisah dengan fase minyak sehingga emulsi menjadi rusak. Contohnya adalah emulsi dengan surfaktan Na-lauril sulfat apabila ditambahkan asam kuat menajdi asam laurel sulfat dan garam Na. asam laurel sulfat akan berada dalam fase minyak sedangkan garam Na aka berada dalam fase air. Fase air dan fase minyak akan memisah karena surfaktan tidak lagi mengikat air sehingga emulsi menjadi pecah.
O C O O

Na+

4.

Kationik Emulsi yang menggunakan surfaktan kationik dapat dipecah dengan penambahan basa kuat. OH- dari basa kuat akan menarik muatan positif dari surfaktan sehingga interaksi antara surfaktan dengan fase minyak akan terputus. Hal ini menyebabkan fase minyak akan memisah dengan fase air sehingga emulsi menjadi pecah atau rusak. Contoh surfaktan kationik alkildimetilamin oksida

CH3 R
N+ CH3 O

Contoh surfaktan yang digunakan dalam sabun: 1. Surfaktan yang digunakan dalam sabun wajah: Cocoamidopropil betaine (surfaktan amfoter) Surfaktan yang digunakan dalam sabun badan: Cteylpiridinium chloride (surfaktan amfoter)

Di dalam kulit terdapat asam-asam amino. Asam-asam amino ini bersifat amfoter (memiliki muatan positif dan muatan negatif), sehingga akan berinteraksi antar asam amino. Interaksi antar asam amino ini akan membentuk suatu jembatan garam dengan struktur yang rapat, sehingga akan menjaga kekencangan kulit. Maka dari itu, surfaktan yang digunakan dalam sabun adalah surfaktan amfoter dan bukan surfaktan yang bermuatan (anionik maupun kationik) karena surfaktan yang bermuatan dapat mengiritasi kulit dan mengganggu kesetimbangan jembatan garam yang terbentuk antar asam amino di kulit. Jika di dalam sabun digunakan surfaktan yang bermuatan, misal surfaktan anionik, maka surfaktan anionik tersebut dapat berinteraksi dengan muatan positif dari asam amino, sehingga dapat mengganggu kesetimbangan dari jembatan garam tersebut dan dapat mengurangi kekencangan kulit. Maka dari itu di dalam sabun digunakan surfaktan yang amfoter agar dapat menjaga kesetimbangan jembatan garam (kesetimbangan jumlah muatan) di kulit.

2.

Surfaktan yang digunakan dalam shampoo: Lauryl ether sulfate (surfaktan anionik) Surfaktan yang digunakan dalam detergent: Alkyl benzene sulfate (surfaktan anionik)

Di dalam shampoo dan detergent mengandung surfaktan yang bersifat anionik. Hal ini disebabkan karena jumlah lemak yang harus dibersihkan di kulit kepala (untuk shampoo) dan di pakaian (untuk detergent) cukup banyak. Penggunaan surfaktan anionik di dalam shampoo dan detergent ini bertujuan agar gugus non polar dari surfaktan dapat berikatan dengan seluruh fase lemak yang ada di kulit kepala dan di pakaian, sedangkan gugus anioniknya (gugus yang sifatnya lebih polar) nantinya akan berikatan dengan fase airnya. Jadi, saat ada air atau saat air diguyurkan (di rambut atau di pakaian yang sedang dicuci), maka gugusan polar dari surfaktan tersebut akan berikatan dengan airnya (ikut terbawa dengan guyuran air), sehingga lemak-lemak yang tadi telah diikat oleh gugus non polar dari surfaktan juga dapat terbawa air dan meninggalkan kulit kepala atau pakaian yang sedang dicuci. Jadi, kulit kepala dan pakaian jadi lebih bersih dan terbebas dari lemak.

You might also like