You are on page 1of 10

Implementasi Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Pancasila adalah ideologi dasar bangsa Indonesia. Pancasila sendiri berasal dari kata panca yang artinya lima dan sila yang artinya peraturan/asas jadi pancasila artinya lima asas yang proses terbentuknya 5 sila telah melalui banyak perdebatan. Pancasila dibuat untuk ditaati oleh seluruh rakyat Indonesia karena pancasila adalah dasar negara yang menjadi pedomn hidup bagi seluruh rakyat Indonesia jadi 5 sila tersebut harus diamalkan dalam kehidupan sehari hari. Beberapa contoh penerapan pancasila yaitu: a. Sila ketuhanan yang maha esa Sila ini tercermin dari bebasnya rakyat Indonesia dalam hal memeluk agama dan telah dibuat pasal dalam hal kebebasan memeluk agama yaitu pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: 1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa 2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu. Ini berarti tiap warga negara Indonesia telah mendapat kebebasan untuk memeluk agama sebebas bebasnya asal tidak menyimpang dari sila ketuhanan yang maha esa itu sendiri. b. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab Sila ini sangat menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang dilandasi sikap adil dan beradab. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia sila ini tercermin dengan dibuatnya pasal-pasal untuk menjunjung tinggi nilai kemanusiaan di Indonesia. Contoh pasal yang mencerminkan sila kedua yaitu pasal 28i yang berisi: a) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. b) Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. c) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. d) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. e) Untuk menegakan dan melindungi hak assi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan.

Pasal dibuat agar kemanusiaan di Indonesia dijunjung tinggi dan pemberian hukuman bagi yang melanggar sila tersebut.

c. Sila persatuan Indonesia Yaitu sila yang dibuat agar seluruh rakyat Indonesia adalah suatu kesatuan dan bukan merupakan bangsa yang terpecah belah. Tentu saja persatuan rakyat Indonesia yang bersifat positif yang harus dijunjung tinggi. Beberapa kejadian yang mencerminkan persatuan Indonesia ialah penggalangan dana bagi bencana alam di Indonesia. Saat tejadi letusan gunung merapi misalnya, banyak sekali penggalangan bermunculan untuk meringankan beban korban bencana merapi tersebut ini menunjukan rakyat Indonesia saling bersatu untuk saling membantu,contoh lainya yaitu program koin cinta bilqis, suatu persatuan penggalangan dana untuk menyelamatkan Bilqis Anindya Passa, bayi usia 17 bulan ini mengidap penyakit dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak berkembang secara normal (Atresia Bilier). Untuk menyembuhkannya harus dilakukan operasi transplantasi hati yang membutuhkan dana sekitar Rp 1 miliar. d. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan Pada dasarnya negara Indonesia adalah negara hukum yang menganut sistem dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat dalam sistem pemerintahan presidensial. Ini berarti negara Indonesia dipimpin oleh seorang presiden. Pemilihan seorang presiden dipilih langsung oleh seluruh rakyat Indonesia melalui pemilu. Ini bukti pencerminan dari sila keempat yaitu suatu negara dengan yang dipimpin oleh suatu kepala negara yang dipilih agar mendapat pemimpin yang bijaksana yang dapat memimpin Indonesia. e. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Sila ini menunjukan agar keadilan harus dijunjung tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Dalam masyarakat sila ini dapat tercermin dengan dibuatnya peraturan peraturan atau norma norma di masyarakat agar tercipta keadilan di masyarakat dan ditetapkannya hukuman bagi pelanggaran sebuah keadilan karena pada dasarnya Indonesia adalah negara hukum jadi segala pelanggaran bagi seluruh isi pancasila akan mendapatkan sanksi hukum yang berlaku di Indonesia.

a.

Nilai-nilai Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila telah diterima sebagai kesepakatan bangsa bersama tiga pilar yang lain yaitu UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila secara de yure telah disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai dasar negara, ideologi dan falsafah bangsa. Rumusan Pancasila sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV terdiri dari lima sila, azas atau prinsip yaitu : 1) Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3) Persatuan Indonesia; 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan berlandaskan agama, budaya, mata pencaharian dan lingkungan yang heterogen, seluruh elemen masyarakat dapat menemukan kesamaan sebagai manusia Indonesia. Persenyawaan tersebut pada perkembangannya berhasil menemukan nilai-nilai dasar manusiawi yang secara konkrit digunakan untuk mengatur kehidupan bersama dalam wadah negara, yang berwujud Pancasila. Rumusan Pancasila secara material memuat nilai-nilai dasar manusiawi, sedangkan sebagai dasar negara, Pancasila memiliki ciri khas yang hanya diperuntukkan bagi bangsa Indonesia. Atas dasar itu, keberadaan Pancasila yang pada hakekatnya adalah nilai (value) yang berharga, yang memuat nilai-nilai dasar manusiawi dan nilai-nilai kodrati yang melekat pada setiap individu manusia diterima oleh bangsa Indonesia (Paulus Wahana, 2001: 73). Mencermati nilai-nilai dasar yang melekat dalam kehidupan manusia, Notonagoro yang membahas Pancasila secara ilmiah populer, menjelaskan bahwa sesuai sifatnya manusia memiliki sifat individual dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Dengan memaknai nilai-nilai dasar manusiawi tersebut, wajar bahwa nilai-nilai Pancasila dapat diterima oleh seluruh bangsa Indonesia sebagai bangsa yang memiliki landasan hubungan antara manusia dengan Tuhan Penciptanya, dengan sesamanya dan dengan lingkungan alamnya (Notonagoro, 1987: 12-23). Sebagai nilai-nilai dasar manusiawi, Pancasila dalam implementasinya dapat dijabarkan kedalam nilai-nilai yang lebih khusus, lebih terperinci dan lebih operasional, sehingga dapat ditemukan dan dikembangkan dalam berbagai aspek kehidupan. Sehubungan dengan hal itu, perlu dipahami bahwa nilai-nilai Pancasila sebenarnya memiliki sifat sebagai realitas yang abstrak, umum, universal, tetap tidak berubah, normatif dan berguna sebagai pendorong tindakan manusia (Paulus Wahana, Loc. Cit : 29-33). Kelima sila, azas atau prinsip Pancasila dapat dikristalisasikan kedalam lima dasar yaitu nilai keTuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. hidup, yang berasal dan berakar dari bangsa Indonesia. Pancasila merupakan jalinan nilai-nilai dasar dan merupakan kristalisasi dari nilai-nilai budaya, nilai-nilai asli yang

Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara setelah ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam perkembangannya dikuatkan kembali melalui Ketetapan MPR RI No. XVIII/MPR/1998. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa dapat dipandang dari tiga aspek yaitu filosofis, yuridis dan politik. Berdasarkan aspek filosofis, Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional berisi nilai dan gagasan atau ide dasar. Sebagai dasar negara, nilai-nilai Pancasila menjadi pijakan normatif dan orientasi dalam memecahkan masalah kebangsaan dan kenegaraan, sehingga isi gagasan mengenai Pancasila dapat dijadikan jawaban tentang persoalan kebangsaan, kemanusiaan, demokrasi, kesejahteraan dan Ketuhanan. Lima prinsip dasar ini dipahami tetap relevan sebagai acuan normatif dan orientasi ketika bangsa dan negara Indonesia menghadapi persoalan serupa, meskipun dalam konteks zaman yang berbeda. Sebagai ideologi nasional, nilai-nilai dasar Pancasila menjadi cita-cita masyarakat Indonesia, sekaligus menunjukkan karakter dan jati diri bangsa. Selama ini jati diri bangsa Indonesia diterima sebagai bangsa yang religius, bersatu, demokratis, adil, beradab dan manusiawi. Adapun wujud dari jati diri bangsa ditunjukkan dengan kesepakatan untuk menggunakan prinsip kemanusiaan, keadilan, kerakyatan dan prinsip Ketuhanan dalam menyelesaikan masalah kebangsaan (Tilaar, 2007: 32). Ditinjau dari aspek yuridis, Pancasila sebagai dasar negara menjadi cita hukum (rechtside), yang berarti harus dijadikan dasar dan tujuan hukum di Indonesia (Abdulkadir Besar, 2005 : 102). Cita hukum ini merupakan suatu apriori yang bersifat normatif sekaligus konstitutif, yang merupakan syarat transendental yang mendasari tiap hukum positif yang bermartabat. Artinya tanpa cita hukum, tidak akan ada hukum yang memiliki watak normatif. Adapun jalinan nilai-nilai dasar Pancasila dijabarkan dalam hukum dasar yaitu UUD 1945, dan dalam bentuk pasal-pasal yang mencakup berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Aturan-aturan dasar dalam UUD 1945 selanjutnya dijabarkan lagi dalam Undang-Undang dan Peraturan di bawahnya. Ditinjau dari aspek sosial politik, Pancasila sebagai ideologi mengandung nlai-nilai yang baik, adil, benar, luhur dan bermanfaat sehingga diterima oleh masyarakat. Berdasarkan pengalaman empiris, masyarakat selama ini menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai nilai bersama, sehingga Pancasila menjadi ideologi nasional bangsa Indonesia. Pada posisisinya sebagai ideologi nasional, nilai-nilai Pancasila difungsikan sebagai nilai bersama dan nilai pemersatu. Nilai bersama dan nilai pemersatu ini sejalan dengan fungsi ideologi di masyarakat, yaitu (1) sebagai tujuan atau cita-cita bersama yang hendak dicapai oleh masyarakat, dan (2) sebagai pemersatu masyarakat dalam menyelesaikan masalah yang terjadi dengan cara musyawarah untuk mufakat. Fungsi ideologi tersebut dalam keberadaannya selaras dengan

tujuan hidup bermasyarakat yaitu untuk mencapai terwujudnya nilai-nilai dalam ideologi bangsa. 1) Implementasi Pancasila.

Berdasarkan pengalaman sejarah dapat diketahui bahwa upaya implementasi Pancasila telah dilakukan sejak masa Pemerintahan Presiden Soekarno, yang dibagi menjadi tiga yaitu (a) tahap perjuangan 1945-1949, (b) pemerintahan RIS, dan (c) tahap setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Secara de yureupaya untuk mengimplementasikan Pancasila tersurat dalam UU No. 4 Tahun 1959 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah, pasal 3 dan pasal 4 yang dengan tegas menyatakan bidang pendidikan dan pengajaran adalah untuk mewujudkan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.[1] Namun secara de facto indoktrinasi Pancasila secara terencana dan sistematis belum dapat direalisasikan karena hambatan politik, ekonomi dan keamanan (http://inprogres. wordpress.com/2009/10/26/implementasi-pancasila). Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, implementasi Pancasila gencar dilaksanakan dengan Penataran P4 dengan tujuan agar setiap warga negara dapat memahami hak dan kewajibannya sehingga mampu bersikap dan berperilaku dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara institusional kebijakan tersebut juga ditempuh melalui jalur pendidikan, baik tingkat dasar, menengah hingga Perguruan Tinggi, dengan kurikulum yang berisi materi untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam hidup bernegara berdasarkan Pancasila. Selanjutnya paradigma yang diangkat adalah menciptakan stabilitas politik yang dinamis, namun paradigma dan kebijakan yang digulirkan ternyata tidak sesuai dengan jiwa Pancasila. Bahkan Pancasila ditafsirkan dalam hubungan dengan kepentingan kekuasaan pemerintah yang sentralistik dan otoritarian. Akhirnya periode ini tidak mencapai hasil yang optimal karena metode dan materi tidak tepat, dan pendidik serta penatar kurang profesional. Pada pasca reformasi, pemahaman dan pengamalan Pancasila mengalami berbagai hambatan yang berat dan sulit diprediksi, yang bermuara pada ancaman disintegrasi bangsa serta penurunan kualitas kehidupan dan martabat bangsa. Perkembangan yang sangat memprihatinkan itu terutama disebabkan oleh dinamika politik yang menyalahgunakan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa dengan mengingkari nilai-nilai luhur untuk tujuan kekuasaan. Perilaku politik para pemegang kekuasaan yang mengingkari Pancasila tersebut akhirnya berpengaruh pada rentannya elemen bangsa dibawahnya untuk melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen (Kristiadi, 2011: 529).

Akibatnya Pancasila mulai ditinggalkan, tidak lagi difungsikan sebagai wacana, baik dalam forum diskusi, sarasehan, seminar maupun dalam program-program pemerintah. Bahkan di lingkungan perguruan tinggi tidak lagi diajarkan materi Pancasila. Selanjutnya tantangan lain yang dihadapi adalah munculnya ego kedaerahan dan primordialisme sempit. Fenomena ini mengindikasikan bahwa Pancasila seolaholah tidak lagi memiliki kekuatan untuk dijadikan paradigma dan batas pembenaran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam perkembangannya, gerakan reformasi yang sebenarnya amat diperlukan, tampak tergulung oleh derasnya arus eforia kebebasan. Sehingga sebagian masyarakat seperti lepas kendali dan tergelincir ke dalam perilaku yang anarkis, timbul berbagai konflik sosial yang tidak kunjung teratasi, dan bahkan di berbagai daerah timbul gerakan yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan NKRI. Bangsa Indonesia sampai saat ini terus dilanda krisis multidimensional di segenap aspek kehidupan, sehingga terjadi krisis moral yang mengarah pada demoralisasi. Mencermati pengalaman sejarah perjuangan bangsa tersebut dan dalam kaitan dengan perspektif ilmu, khususnya teori fungsionalisme struktural, maka Indonesia sebagai suatu negara yang majemuk sangat membutuhkan nilai bersama yang dapat dijadikan sebagai nilai pengikat integrasi (integrative value), titik temu (common denominator), jati diri bangsa (national identity) dan sekaligus nilai yang baik dan mampu diwujudkan (ideal value). Nilai bersama ini diharapkan dapat diterima, dimengerti, dan dihayati. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, nilai-nilai tersebut dapat diimplementasikan oleh setiap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sehingga dapat berperan untuk membangun stabilitas dan komunitas politik, sehingga perlu diinternalisasikan agar dapat dihayati melalui pendidikan kewarganegaraan (civic education). Implementasi Pancasila melalui pendidikan kewarganegaraan diperlukan bagi pembangunan manusia seutuhnya kedepan karena Pancasila mengandung nilai-nilai penting tentang dasar negara, ideologi dan falsafah hidup bangsa. 2) Sosialisasi Nilai-nilai Pancasila.

Ditinjau dari segi filsafat, sila-sila dari Pancasila harus dipahami dalam satu kesatuan yang utuh, sebagai satu kesatuan sistematis, yang tidak dapat diubah-ubah urutan dan tempatnya yang tersusun secara hirarkhis, karena memahami dan memberi arti

setiap sila secara terpisah akan menimbulkan pengertian yang salah tentang Pancasila sebagai satu kesatuan. Pada tataran normatif di dalam Pancasila terkandung prinsip yang sangat penting bagi usaha menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu persatuan dalam keanekaragaman yang dijiwai oleh azas Ketuhanan. Mempedomani prinsip tersebut dalam membangun relasi sosial dalam kehidupan masyarakat perlu didasari atas sikap loyalitas terhadap keberagaman daerah, suku, agama, budaya, ideologi yang diterima sebagai kenyataan sosial untuk dikembangkan menjadi jaringan kerjasama dengan dilandasi hubungan spiritual antara manusia sebagai mahluk Tuhan, dan dalam hubungan dengan sesama serta alam sekitarnya secara harmonis. Prinsip tersebut selayaknya diwujudkan menjadi sikap dan tindakan yang mengedapankan iman dan taqwa, segi kemanusiaan dalam bentuk gotong-royong, pemerataan dan keadilan sosial untuk mengatasi kesenjangan ekonomi dan kemiskinan akibat krisis yang berkepanjangan. Mengenai konsep Pancasila, perlu dipahami bersama bahwa secara normatif tidak berubah, namun dalam kaitan dengan kepentingan politik dan kekuasaan cenderung mengalami dinamika yang multi kompleks. Adapun tantangan sosialisasi Pancasila dalam menyiasati perkembangan situasi kedepan adalah pengaruh globalisasi yang melanda seluruh aspek kehidupan dan praktek pasar bebas, eksploitasi SKA yang membabi buta dan ancaman fundamentalisme agama. Atas dasar itu dibutuhkan upaya konstruktif dengan berlandaskan pada interpretasi dan sosialisasi Pancasila dengan memberdayakan SDM yang cerdas dan memiliki komitmen yang kuat terhadap Pancasila, dengan memperhatikan perspektif sejarah, hidup tertib dan teratur sesuai peraturan, menanamkan sikap tenggang rasa, toleransi dan bertanggungjawab, mendahulukan kepentingan kesejahteraan dan keamanan, mengembangkan jaringan kerjasama dengan melibatkan institusi dan berbagai kalangan dan menghargai nilai serta norma sosial dalam kehidupan masyarakat. 3) Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila.

Perwujudan Pancasila yang mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari adalah bentuk rumusan Pancasila. Secara otentik rumusan Pancasila terdapat di dalam Pembukaan UUD 1945, yang telah disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Selain diwujudkan dalam bentuk rumusan, Pancasila juga diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku sehari-hari baik dalam kaitan dengan kegiatan sosial, budaya, ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan tersedianya peranti lunak berupa

pedoman untuk mengatur, mengarahkan, proses dan cara pelaksanaan organisasi (Moedjanto, 1989: 82-86). Sebagai sistem nilai, Pancasila merupakan cita-cita luhur yang digali, ditemukan dan dirumuskan oleh para pendiri bangsa, yang menjadi motivasi bagi sikap, pemikiran, perkataan dan perilaku bangsa dalam mencapai tujuan hidupnya dan mendukung terwujudnya nilai-nilai Pancasila. Secara formal nilai-nilai Pancasila harus diterima, didukung dan dihargai oleh bangsa Indonesia, karena merupakan cita-cita hukum dan cita-cita moral seluruh bangsa Indonesia (Paulus Wahana, Op.cit., 75-76). Disadari bahwa rumusan Pancasila terlihat abstrak dan umum, sehingga perlu penjabaran lebih lanjut, yang dilengkapi dengan pedoman bagi terwujudnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Adapun tata urutan peraturan perundangan di Indonesia diawali dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, yang merupakan cita-cita hukum, dijabarkan kedalam pasal-pasal UUD 1945 sebagai norma hukum tertinggi, yang menjadi sumber hukum bagi peratutan perundangan yang lebih rendah. Proses selanjutnya diharapkan norma-norma hukum dapat mewujudkan nilai-nilai Pancasila secara operasional dan nyata dalam rangka mewujudkan kesejahteraan bangsa dan keamanan negara. 4) Implementasi Nilai-nilai Pancasila sebagai Ideologi Nasional.

Pada konteks hubungan antara manusia, bangsa dan negara, ideologi berarti sebagai suatu sistem cita-cita dan keyakinan yang mencakup nilai-nilai dasar, yang dijadikan landasan bagi masyarakat dalam berbagai aspek kehidupannya. Pancasila yang memuat nilai-nilai dasar serta cita-cita luhur bangsa memotivasi bangsa Indonesia untuk mewujudkan tujuan nasional. Sejak awal pembentukan, ideologi Pancasila merupakan ideologi dari, oleh dan untuk bangsa Indonesia. Pancasila yang merupakan falsafah dan pandangan hidup bangsa secara operasional dijadikan ideologi bangsa Indonesia. Pancasila merupakan konsensus politik yang menjanjikan suatu komitmen untuk bersatu dalam sikap dan pandangan guna mewujudkan tujuan nasional (Paulus Wahana, Op.cit. 91-92). Nilai-nilai yang telah disepakati bersama tersebut mewajibkan bangsa Indonesia dengan segala daya dan upaya untuk mewujudkan sesuai dengan situasi dan kondisi nyata serta menghindari pemikiran dan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar. Selanjutnya sebagai ideologi terbuka, Pancasila memiliki keterbukaan, keluwesan yang harus diterima dan dilaksanakan oleh seluruh golongan yang ada di Indonesia.

Pancasila sebagai ideologi nasional harus mampu memberikan wawasan, azas dan pedoman normatif bagi seluruh aspek kehidupan, baik ekonomi, politik, sosial dan pertahanan keamanan serta dijabarkan menjadi norma moral dan norma hukum. Sebagai konsekuensi dari fungsi ideologi, diharapkan dapat mewujudkan sistem ekonomi Pancasila, khususnya bidang ketahanan pangan sebagai salah satu pilar utama bagi kelanjutan pembangunan nasional. 5) Implementasi Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Negara.

Berdasarkan rumusan yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, Pancasila memiliki kedudukan sebagai dasar negara karena memuat azas-azas yang dijadikan dasar bagi berdirinya negara Indonesia. Sebagai dasar filsafat negara, rumusan Pancasila merupakan satu kesatuan rumusan yang sistematis, yang sila-silanya tidak boleh bertentangan, melainkan harus saling mendukung satu dengan yang lain. Pancasila harus dipahami secara menyeluruh sebagai satu kesatuan, dan dalam pelaksanaannya tidak tidak boleh hanya menekankan satu sila atau beberapa sila dengan mengabaikan sila lainnya. Pancasila yang memiliki rumusan abstrak, umum, universal justru bertumpu pada realitas yang dapat dipahami bersama oleh seluruh bangsa Indonesia, yang tidak menimbulkan pengertian pro dan kontra. Dengan demikian Pancasila dapat dijadikan sebagai azas persatuan, kesatuan dan kerjasama bagi seluruh bangsa Indonesia. 6) Implementasi Nilai-nilai Pancasila sebagai Falsafah Pandangan Hidup

Bangsa. Apabila dihayati dengn seksama, rumusan Pancasila yang digali oleh para pendiri bangsa merupakan hasil proses pemikiran yang panjang untuk menentukan jatidiri dan falsafah pandangan hidup bangsa Indonesia. Menyikapi dinamika dan tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara yang multi kompleks ini maka agar falsafah pandangan hidup bangsa dapat terwujud, maka nilai-nilai Pancasila harus menjadi dasar dalam menentukan perjalanan hidup dalam mencapai tujuan nasional. sosial. Berdasarkan nilai-nilai Pancasila tersebut bangsa Indonesia akan memandang persoalan-persoalan yang dihadapi dan menentukan arah serta mencari solusinya. Dalam perspektif pembangunan saat ini dan kedepan, pemikiran yang disarankan adalah mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah pandangan hidup Nilai-nilai Pancasila perlu dimaknai dan diimplementasikan secara nyata dalam upaya menyejahterakan kehidupan masyarakat dan mewujudkan keadilan

bangsa dengan kebijakan strategis bidang pangan untuk membangun ketahanan pangan sebagai langkah yang tepat. 7) Akselerasi Sosialisasi Nilai-nilai Pancasila sebagai Ideologi Nasional.

Ideologi Pancasila bukan ideologi yang bersifat totaliter dan bersifat memaksa, seperti Marxisme. Ideologi Pancasila ini selayaknya disosialisasikan secara sederhana, jelas, praktis dan terus menerus, baik dalam pemikiran, perkataan, perilaku dan keteladanan, sehingga mampu menarik dan mengetuk hati setiap rakyat Indonesia. Ideologi Pancasila tetap menghormati hak individu dan martabat manusia. Pada perkembangannya kedepan, ideologi Pancasila tidak melancarkan indoktrinasi, melainkan menggunakan cara persuasif dan dialog, sehingga mampu berperan, membimbing semua warga negara secara bersama dalam menyelenggarakan kehidupan berbangsa dan bernegara secara sadar, iklas dan menaati serta mengamalkan kelima sila dari Pancasila. Ideologi Pancasila memaklumi adanya perubahan nilai sebagai indikator adanya dinamika masyarakat dalam mencapai tujuan nasional (Paulus Wahana,Loc. Cit., 99).

You might also like