You are on page 1of 81

SKRIPSI

PENGUJIAN TOKSISITAS AKUT EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) SECARA IN VIVO

Oleh HAYUNING PAMBAYU RETNOMURTI F24103028

2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SKRIPSI

PENGUJIAN TOKSISITAS AKUT EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) SECARA IN VIVO

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh: HAYUNING PAMBAYU RETNOMURTI F24103028

2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Hayuning Pambayu Retnomurti. F24103028. Pengujian Toksisitas Akut Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) Secara In Vivo. Di bawah bimbingan: Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. RINGKASAN Salah satu tanaman yang memiliki efek farmakologi dan terkenal saat ini adalah buah merah. Buah merah yang sebelumnya hanya dibiarkan tumbuh liar dan digunakan sebagai sumber pangan, ternyata menyimpan potensi obat yang luar biasa, karena adanya kandungan senyawa aktif berupa karotenoid, tokoferol, dan senyawa aktif lainnya yang dapat digunakan sebagai obat. Senyawa aktif tersebut berperan sebagai antioksidan yang mampu menetralisir zat-zat radikal bebas dalam tubuh yang merupakan sumber pemicu timbulnya berbagai penyakit. Semua yang dikonsumsi manusia, baik bahan pangan nabati maupun hewani selain mengandung zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh, terkadang juga dapat menimbulkan gejala sakit hingga kematian yang disebabkan adanya kandungan zat kimia yang bersifat racun dalam bahan pangan tersebut. Hal ini mendorong perlu dilakukannya uji toksisitas untuk menentukan efek biologis negatif akibat pemberian suatu zat. Penelitian ini bertujuan menguji toksisitas akut ekstrak buah merah secara in vivo sehingga dapat diketahui batas dosis yang aman dalam penggunaannya. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah ekstrak buah merah yang berupa fraksi minyak dan fraksi air hasil dari metode ekstraksi sentrifugal yang diperoleh dari Papua. Kedua sampel tersebut diuji toksisitas akutnya terhadap mencit secara in vivo. Dalam pengujian toksisitas akut ekstrak buah merah, mencit diberi fraksi minyak dan fraksi air buah merah dengan dosis 5-137200 mg/kgBB. Pengamatan dilakukan selama 96 jam. Hal-hal yang diamati meliputi jumlah kematian, berat badan, tingkah laku dan gejala toksik, serta penampakan organ secara makroskopis. Berdasarkan ekstraksi buah merah dengan metode sentrifugal, diperoleh rendemen fraksi minyak sebesar 15 % dan fraksi air 53 %. Nilai rendemen fraksi air dihitung dari jumlah pasta sisa. Berdasarkan hasil pengujian toksisitas akut, tidak ditemukan adanya kematian mencit pada setiap tingkatan dosis (5-137200 mg/kgBB) untuk kedua fraksi. Dari hasil tersebut, diperoleh nilai LD50 untuk fraksi minyak dan fraksi air buah merah sebesar 137200 mg/kgBB. Berdasarkan klasifikasi toksisitas relatif (Lu, 1995), nilai toksisitas tersebut termasuk ke dalam kelompok praktis tidak toksik. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap berat badan, tingkah laku dan gejala toksik tidak ditemukan adanya suatu efek toksik untuk kedua fraksi. Perubahan yang terjadi hanya menunjukkan suatu proses adaptasi terhadap stres setelah mengalami perlakuan. Berdasarkan pengamatan terhadap organ secara makroskopik untuk perlakuan kedua fraksi, ditemukan adanya perubahan warna organ terutama hati, ginjal, dan limpa yaitu menjadi semakin merah pekat dan terdapat beberapa yang kehitaman terutama dengan semakin meningkatnya dosis yang diberikan. Hal ini disebabkan adanya pengaruh kandungan senyawa aktif dan komponen zat gizi di dalam kedua fraksi terhadap fungsi dan kerja organ.

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGUJIAN TOKSISITAS AKUT EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) SECARA IN VIVO

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh HAYUNING PAMBAYU RETNOMURTI F24103028 Dilahirkan pada tanggal 24 September 1985 Di Bogor, Jawa Barat Tanggal Lulus: 24 Januari 2008 Menyetujui, Bogor, Februari 2008

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi Dosen Pembimbing Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen ITP

RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Hayuning Pambayu

Retnomurti dan dilahirkan di Bogor, pada tanggal 24 September 1985. Penulis adalah putri dari pasangan Sardino Tejosudiro dan Rita Endang. Pendidikan dasarnya diselesaikan di SDN Pengadilan 4 Bogor, sampai dengan tahun 1997, SLTP Negeri 1 Bogor, hingga tahun 2000, dan di SMU Negeri 1 Bogor sampai dengan tahun 2003. Setamat dari SMU, penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Saringan Masuk IPB). Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai kegiatan baik di dalam maupun di luar kampus. Penulis pernah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan (HIMITEPA), anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lises Gentra Kaheman, serta menjadi panitia dalam acara-acara kemahasiswaan, seperti Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan (LCTIP) tingkat nasional, Konferensi Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia (HMPPI), BAUR, Suksesi HIMITEPA, Ki Sunda Midang, dan Dies Natalis IPB. Penulis juga pernah menjadi staf pengajar pada Bimbingan Belajar AMPUH pada tahun 2005. Penulis melakukan tugas akhir penelitian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Hasil penelitian tersebut telah disusun dalam bentuk skripsi yang berjudul Pengujian Toksisitas Akut Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) Secara In Vivo di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi.

KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli hingga November 2007 di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan serta Laboratorium Hewan Percobaan Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan tugas akhir khususnya dalam hal analisis fisikokimia, dilakukan atas kerjasama penulis dengan Andini Julia Selly (F24103067) dan Eka Kurnia Sari (F24103116). Selama penelitian dan penyusunan skripsi, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi selaku dosen pembimbing atas arahan, masukan, dan kesabarannya dalam membimbing penulis selama kuliah hingga penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi atas kesediaannya sebagai dosen penguji serta saran yang telah diberikan demi perbaikan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MSi atas kesediaannya sebagai dosen penguji serta saran yang telah diberikan demi perbaikan skripsi ini. 4. Bapak, ibu, serta adikku Bowo atas perhatian, motivasi, doa, serta curahan kasih sayang yang tidak henti-hentinya. 5. Rekan-rekan penelitianku satu bimbingan (Andini Julia Selly dan Eka Kurnia Sari) atas bantuan, semangat, kerjasama, dan kebersamaannya dalam perjuangan kita yang penuh warna. 6. Tim Manajemen Hibah Bersaing XIV Dirjen Dikti atas bantuannya dalam pengadaan dana selama penelitian. 7. Bapak I Made Budi atas bantuannya dalam penyediaan ekstrak buah merah untuk penelitian.

8. Mbak Santi, Supri, dan Kak Jimmy atas bantuan dan masukan yang diberikan kepada penulis selama penelitian. 9. Bu Sri, Pak Karya, dan Pak Ucup atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian di Lab Tikus. 10. Pak Wahid, Pak Sobirin, Pak Koko, Bu Rubiyah, Pak Rojak, dan seluruh teknisi yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, atas bantuan yang diberikan selama penelitian. 11. Seluruh dosen Departemen ITP yang banyak memberikan ilmu dan nasehat berharga kepada penulis selama berkuliah dan staf departemen yang telah banyak membantu penulis. 12. Sahabat-sahabatku (Teteh, Dhani, Gilang) atas bantuan, dorongan, doa, dan persahabatan yang terjalin selama ini. 13. Teman-teman penelitian (Mbak Asih, Primus, Ade, Tuti, Jeng-jeng, Ina, Fena, Martin, Kanin, Nunu, Vina, Dion, Fitri, Hanifah, Aan, Marto, Oboth, Tilo, Bebe, Mitoel, Chusni, Eneng, April 41, Shinta 41, Erma 41, Kak Hadie 38, Kak Steisi 39) atas bantuan yang diberikan selama penelitian. 14. Teman-teman seperjuangan ITP 40 yang tak terlupakan. 15. Teman-teman di Zulfa (Herher, Mbak Dias, Dewi, De Anis, Ibokh, Tria, Hatur, De Ajeng, Siska, Erly, Bulan, Irma, De Ela, Nani) atas bantuan, motivasi, kebersamaan, dan keceriaan yang dibagi selama ini. 16. Sepupu-sepupuku (Mas Budi, Mbak Ika, Mas Johan, dan De Angga) atas perhatian, semangat, dan doa yang diberikan kepada penulis. 17. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Februari 2008 Penyusun

DAFTAR ISI Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. I. PENDAHULUAN..................................................................................... A. LATAR BELAKANG ........................................................................ 1 B. TUJUAN ............................................................................................. II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... A. BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) .................................... 1. Minyak dan Lemak ....................................................................... 2. Karotenoid ..................................................................................... 3. Tokoferol ...................................................................................... B. TOKSIKOLOGI .................................................................................. 1. Definisi Toksikologi ..................................................................... 2. Paparan Umum Toksikologi ......................................................... 3. Pengujian Toksikologi .................................................................. C. PENGUJIAN IN VIVO ........................................................................ 1. Biologi Mencit ............................................................................. D. METABOLISME ................................................................................ 1. Peranan Organ-organ dalam Metabolisme Lemak ........................ a. Lambung ................................................................................. b. Usus ......................................................................................... c. Hati .......................................................................................... III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ A. BAHAN DAN ALAT ......................................................................... 1. Bahan ............................................................................................ 2. Alat ................................................................................................

i iii vv ivi vii 1 1 22 33 33 77 11 12 14 14 14 15 20 22 23 24 24 24 25 27 27 27 27

B. METODE PENELITIAN .................................................................... 1. Ekstraksi Buah Merah (Metode Sentrifugal) ................................ 2. Pengujian Toksisitas Akut Ekstrak Buah Merah ......................... a. Persiapan Hewan Percobaan (Persiapan Ransum dan Masa Adaptasi) ................................................................................. b. Tahap Perlakuan (Pemberian Ekstrak Buah Merah) ............... c. Masa Pengamatan ................................................................... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... A. PENGARUH PROSES EKSTRAKSI TERHADAP RENDEMEN EKSTRAK BUAH MERAH .............................................................. C. TOKSISITAS AKUT EKSTRAK BUAH MERAH .......................... 1. Penentuan Derajat Toksisitas Ekstrak Buah Merah ...................... 2. Pengaruh Ekstrak Buah Merah Terhadap Berat Badan Mencit .... 3. Efek Toksik Ekstrak Buah Merah ................................................. a. Ginjal ....................................................................................... b. Hati .......................................................................................... c. Jantung .................................................................................... d. Lambung ................................................................................. e. Limpa ...................................................................................... f.. Paru-paru ................................................................................. g. Usus ......................................................................................... 4. Pengaruh Sifat Kimia Ekstrak Buah Merah Terhadap Toksisitas Akut ............................................................................................... V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... A. KESIMPULAN ................................................................................... B. SARAN ............................................................................................... DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... LAMPIRAN ..................................................................................................

27 27 29 29 30 31 34 34 36 36 38 41 45 46 47 48 49 49 50 51 56 56 56 58 64

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Kandungan senyawa aktif dalam sari buah merah ..................... Komposisi zat gizi buah merah per 100 gram bagian yang dapat dimakan ............................................................................ Kriteria derajat toksisitas ............................................................ Komposisi pakan hewan percobaan menurut AIN ..................... Rendemen ekstrak buah merah .................................................. Jumlah kematian mencit perlakuan fraksi air dan minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB selama masa pengamatan ...... Hasil pengamatan tingkah laku dan gejala toksik pada mencit setelah pemberian fraksi air dan minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB .................................................................... Hasil pengamatan efek toksik terhadap organ mencit setelah pemberian fraksi air buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB ...... Hasil pengamatan efek toksik terhadap organ mencit setelah pemberian fraksi minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB 6 7 17 30 36 38

41 43 44 51

Tabel 8. Tabel 9.

Tabel 10. Sifat kimia ekstrak buah merah ..................................................

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Tanaman buah merah .............................................................. Daun dan akar tanaman buah merah ....................................... Buah merah kultivar merah panjang ....................................... Tahapan inisiasi dan propagasi pada reaksi oksidasi minyak ..................................................................................... Tahapan pertama reaksi dekomposisi peroksida ..................... Reaksi hidrolisis trigliserida oleh air ....................................... Tahapan proses ekstraksi buah merah (Metode Sentrifugal) ... Kondisi kandang mencit yang digunakan dalam pengujian .... Pencekokan ekstrak buah merah secara oral ........................... 44 34 35 10 10 10 28 30 31 32 33 34 35

Gambar 10. Teknik dislokasi leher .............................................................. Gambar 11. Tahapan pengujian toksisitas akut ekstrak buah merah .......... Gambar 12. Fraksi minyak (a) dan fraksi air (b) buah merah ..................... Gambar 13. Tahapan proses ekstraksi buah merah (Metode Modifikasi 2) Gambar 14. Perubahan rata-rata berat badan mencit setelah pemberian fraksi air buah merah dengan dosis 5-137200 mg/kgBB selama 96 jam .......................................................................... Gambar 15. Perubahan rata-rata berat badan mencit setelah pemberian fraksi minyak buah merah dengan dosis 5-137200 mg/kgBB selama 96 jam .......................................................................... Gambar 16. Visualisasi organ hasil pembedahan mencit perlakuan fraksi air buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB ............................... Gambar 17. Visualisasi organ hasil pembedahan mencit perlakuan fraksi minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB .......................

39

39 43 44

DAFTAR LAMPIRAN Halaman

Lampiran 1.

Hasil penimbangan berat badan mencit perlakuan fraksi air dan minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB selama masa adaptasi .............................................................. Hasil penimbangan berat badan mencit perlakuan fraksi air dan minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB selama masa pengamatan ........................................................ Hasil analisis sidik ragam pengaruh dosis terhadap perubahan berat badan mencit perlakuan fraksi air buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB.............................................. Hasil analisis sidik ragam pengaruh dosis terhadap perubahan berat badan mencit perlakuan fraksi minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB.............................................. Hasil analisis beda duncan pengaruh dosis terhadap perubahan berat badan mencit untuk perlakuan fraksi air buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB................................ Hasil analisis beda duncan pengaruh dosis terhadap perubahan berat badan mencit untuk perlakuan fraksi minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB ........................

64

Lampiran 2.

65

Lampiran 3.

66

Lampiran 4.

66

Lampiran 5.

67

Lampiran 6.

67

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara subtropis yang kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk di dalamnya adalah tanaman yang dapat digunakan untuk pengobatan. Kecenderungan masyarakat modern menggunakan obat alamiah untuk keperluan medikasi saat ini, mendorong semakin intensifnya penelitianpenelitian yang ditujukan untuk eksplorasi dan pemanfaatan tanaman-tanaman yang diyakini mempunyai khasiat penyembuhan. Salah satu tanaman yang memiliki efek farmakologi dan terkenal saat ini adalah buah merah. Buah merah yang sudah dikenal baik oleh masyarakat Papua sering dikonsumsi sebagai bahan makanan untuk menambah stamina dan tenaga. Selain itu, buah merah ini juga digunakan dalam upacara-upacara adat. Hasil olahan dari buah merah yang sangat dikenal adalah dalam bentuk minyak buah merah. Buah merah yang sebelumnya hanya dibiarkan tumbuh liar dan hanya sebagai sumber pangan, ternyata menyimpan potensi obat yang luar biasa, karena adanya kandungan senyawa aktif berupa karotenoid, tokoferol, dan senyawa aktif lainnya yang dapat digunakan sebagai obat. Senyawa aktif tersebut berperan sebagai antioksidan yang mampu menetralisir senyawa radikal bebas dalam tubuh yang merupakan sumber pemicu timbulnya berbagai penyakit. Konsumsi bahan pangan merupakan salah satu kebutuhan utama manusia dalam upaya mempertahankan dan menjalankan kehidupan. Semua yang dikonsumsi manusia, baik yang berasal dari bahan pangan nabati maupun hewani, mengandung aneka ragam zat yang bermanfaat dan sangat diperlukan tubuh untuk menjalankan aktivitas. Tetapi zat-zat tersebut terkadang dapat menimbulkan keadaan yang tidak diinginkan, seperti gejala sakit hingga kematian (Donatus, 2001). Hal ini disebabkan adanya kandungan zat kimia yang bersifat racun dalam bahan pangan tersebut. Semua bahan kimia akan beracun bila tidak diberikan secara proporsional. Hal tersebut menyebabkan perlu dilakukannya uji toksisitas untuk menentukan efek biologis negatif akibat dari pemberian suatu zat. Salah satu uji toksisitas adalah uji toksisitas akut untuk menentukan Dosis Lethal (LD50), dimana LD50

didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu zat yang secara statistik diharapkan akan membunuh 50 % hewan percobaan. Dengan adanya uji tersebut diharapkan dapat diperoleh batas aman pengkonsumsian suatu bahan agar tidak terjadi efek toksik.

B. TUJUAN Tujuan penelitian ini adalah menguji toksisitas akut ekstrak buah merah secara in vivo sehingga dapat diketahui batas dosis yang aman dalam penggunaannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) Tanaman buah merah merupakan tanaman endemik Papua yang banyak tumbuh liar di hutan-hutan. Pada habitat aslinya, tanaman buah merah tumbuh baik di dataran rendah (40 m dpl) sampai dataran tinggi (2000 m dpl). Tanaman buah merah tumbuh secara kompetitif di lingkungan dengan kondisi tanah lembab dengan pH netral, suhu 23-33oC, dan kelembaban udara antara 73-98 % (Budi et al., 2005). Buah merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi Kelas Sub-kelas Ordo Famili Genus Spesies : Spermatophytae : Angiospermae : Monocotyledonae : Pandanales : Pandanaceae : Pandanus : Pandanus conoideus Lam.

Tanaman buah merah termasuk terna berbentuk semak, perdu, atau pohon. Daun tunggal berbentuk lanset sungsang, berwarna hijau tua dan letaknya berseling. Ujung daun runcing dan pangkal daun memeluk batang. Batang tanaman bercabang banyak, tegak, bergetah, dan berwarna cokelat berbercak putih. Tinggi tanaman ini mencapai 16 m dengan tinggi batang bebas cabang 5-8 m di atas permukaan tanah (Budi et al., 2005). Tanaman buah merah dapat dilihat pada Gambar 1. Akar tanaman berfungsi sebagai penyokong tegaknya tanaman dan tergolong akar serabut dengan tipe perakaran dangkal. Akar tanaman cenderung masuk hingga kedalaman tanah sekitar 94 cm. Akar-akar tunjang (prop-root) muncul dari bagian batang dekat permukaan tanah. Akar tersebut berfungsi sebagai penguat batang. Diameter akar terbesar berkisar 6.6-8 cm, sedangkan terkecil sekitar 1.5-2.8 cm (Budi et al., 2005).

Gambar 1. Tanaman buah merah Buahnya panjang dan memiliki bentuk silindris, menyerupai cempedak, agak panjang, ujung tumpul, dan pangkal menggantung. Buah tersusun dari ribuan biji yang berbaris rapi membentuk kulit buah. Biji kecil memanjang 9-13 mm dengan bagian atas meruncing. Biji berwarna hitam kecokelatan dibungkus daging tipis berupa lemak. Daging buah berwarna kuning, cokelat, atau merah, tergantung dari jenisnya. Perkembangbiakan buah merah melalui pertunasan dan biji yaitu tanaman buah merah yang tumbuh dan berbuah akan mengeluarkan tunas-tunas di sekitar tanaman induk.

Gambar 2. Daun dan akar tanaman buah merah

Beberapa sentral tanaman buah merah yang terkenal di daerah Papua antara lain Puncak Jaya, Timika, Tolikara, Sarmi, Manokwari, Jayawijaya, dan Yahukimo. Menurut Budi dan Paimin (2004), buah merah juga dapat ditemukan tumbuh di bagian utara Maluku yang menyebar di daerah pantai hingga daerah pegunungan. Beberapa ciri morfologi yang mantap dalam populasi Pandanus conoideus Lam. yang dapat dipakai untuk membedakan kultivarnya adalah: warna buah, ukuran buah, bentuk buah, bagian atas buah, dan bentuk tempurung atau endokarp (Sadsoeitoeboen, 1999). Diperkirakan lebih dari 30 jenis atau kultivar buah merah yang tersebar di dunia, termasuk di Papua. Namun, secara garis besar diketahui ada empat kultivar yang banyak dikembangkan karena memiliki nilai ekonomis, yakni kultivar merah panjang, merah pendek, cokelat, dan kuning (Budi et al., 2005).

Gambar 3. Buah merah kultivar merah panjang Kultivar merah panjang memiliki buah berbentuk silindris, ujung tumpul, dan pangkal menjantung. Panjang buah sekitar 96-102 cm dengan diameter 15-20 cm. Bobotnya mencapai 7-8 kg. Warna buah merah bata saat muda dan merah terang setelah matang. Buah dibungkus daun pelindung berbentuk lancip dengan duri pada tulang utama sepanjang 8/10 bagian dari ujung.

Kultivar merah pendek memiliki buah berbentuk silindris, ujung melancip, dan pangkal menjantung. Panjang buah mencapai 55 cm dengan diameter 10-15 cm. Bobot buah 2-3 kg. Warna buah merah kotor saat muda dan merah terang saat matang. Buah terbungkus daun pelindung meruncing dengan duri sepanjang 1/2 bagian tulang utama. Buah dari jenis merah cokelat berbentuk silindris, ujung tumpul, dan pangkal menjantung. Panjang buah 27-33 cm, diameter 6.9-12 cm, dan bobot 2-3 kg. Buah berwarna merah kecokelatan, tertutup daun pelindung meruncing, dengan duri sepanjang 2/3 dari tulang utama. Kultivar kuning berbentuk silindris, ujung tumpul dengan pangkal menjantung. Panjang buah 35-42 cm dan berdiameter 11-12 cm. Daun pelindung buah melancip. Tulang utama berduri sepanjang 1/3 bagian dari pangkalnya. Buah muda hijau dengan bobot 2-3 kg. Menurut Budi et al. (2005), buah merah ini mengandung senyawa aktif dan komposisi gizi lengkap yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Kandungan senyawa aktif dalam sari buah merah dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan komposisi zat gizi buah merah dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Kandungan senyawa aktif dalam sari buah merah (Budi et al., 2005) Senyawa aktif Total karotenoid Total tokoferol -karoten -tokoferol Asam oleat Asam linoleat Asam linolenat Dekanoat Kandungan 12000 ppm 11000 ppm 700 ppm 500 ppm 58 % 8.8 % 7.8 % 2.0 %

Secara tradisional, buah merah telah dikonsumsi masyarakat Papua secara turun temurun sebagai campuran bahan pangan. Buah merah biasanya diolah secara tradisional untuk mendapatkan minyak dan saus (Sadsoeitoeboen, 1999). Buah merah juga digunakan dalam acara adat seperti perkawinan karena merupakan lambang persahabatan. Bagi masyarakat Papua, buah ini juga dikenal

sebagai obat cacing, penyakit kulit, menghambat kebutaan, dan meningkatkan stamina. Tabel 2. Komposisi zat gizi buah merah per 100 gram bagian yang dapat dimakan (Sherly, 1998) Zat gizi Energi Protein Lemak Karbohidrat Total serat Kalsium Fosfor Besi Vitamin B1 Vitamin C Niasin Air 1. Minyak dan Lemak Hasil ekstraksi buah merah umumnya berupa minyak. Hal ini disebabkan buah merah mempunyai kadar lemak yang cukup tinggi. Minyak atau lemak adalah trigliserida atau triasilgliserol (Fessenden dan Fessenden, 1992). Pada umumnya untuk pengertian sehari-hari lemak merupakan bahan padat pada suhu kamar, sedangkan minyak berbentuk cair pada suhu kamar, tetapi keduanya terdiri dari molekul-molekul trigliserida (Winarno, 1997). Selanjutnya Winarno (1997) juga menyatakan bahwa lemak merupakan bahan padat pada suhu kamar. Hal ini dapat disebabkan kandungan asam lemak jenuh yang tinggi di dalam lemak. Secara kimia, asam lemak jenuh dalam konsentrasi tinggi tidak mengandung ikatan rangkap sehingga mempunyai titik lebur yang tinggi. Lain halnya dengan minyak yang mempunyai titik lebur yang rendah dan tetap berbentuk cair pada suhu ruang karena kandungan asam lemak jenuh yang rendah dan tingginya kandungan asam lemak tidak jenuh yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap diantara atom-atom karbonnya. Sebagian besar trigliserida pada hewan berupa lemak, sedangkan trigliserida dalam tanaman cenderung berupa minyak. Contoh lemak hewani antara lain Kandungan 394 kalori 3.3 gram 28.1 gram 31.9 gram 20.9 gram 544 mg 30 mg 205 mg 0.96 mg 15.7 mg 1.8 mg 34.9 gram

lemak babi dan lemak sapi, sedangkan contoh minyak nabati antara lain minyak jagung dan minyak bunga matahari (Fessenden dan Fessenden, 1992). Ketaren (1986) menyatakan molekul lemak disintesis melalui proses kondensasi dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Molekul gliserol dan asam lemak tersebut dibentuk dari hasil oksidasi karbohidrat selama proses metabolisme berlangsung. Proses pembentukan lemak dalam tanaman dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pembentukan gliserol, pembentukan molekul asam lemak, dan kondensasi asam lemak dengan gliserol membentuk lemak (Winarno, 1997). Pada sintesis gliserol, fruktosa difosfat diuraikan oleh suatu enzim menjadi dihidroksi aseton kemudian direduksi menjadi -gliserofosfat. Gugus fosfat dihilangkan melalui proses fosforilasi sehingga akan terbentuk molekul gliserol. Fungsi utama lemak dalam tubuh adalah sebagai sumber energi. Lemak yang dikonsumsi juga berfungsi sebagai sumber asam-asam lemak esensial (linoleat, linolenat) dan sebagai pelarut atau sumber vitamin A, D, E, dan K. Lemak merupakan sumber energi tersimpan yang utama sebab dapat dimetabolisme dengan cepat oleh banyak sekali jaringan. Konsumsi lemak tidak bertujuan menggantikan lemak tubuh karena karbohidrat dan protein dapat dengan mudah diubah menjadi lemak. Secara kuantitatif lemak berguna sebagai pensuplai energi tetapi untuk tujuan ini tidak selalu lemak yang digunakan. Energi dapat diperoleh dari materi yang lain sehingga dalam hal ini tidak bersifat esensial (Muchtadi, 1989). Asam lemak dalam tubuh dapat dikelompokkan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh terdiri dari poly unsaturated fatty acid (PUFA) dan mono unsaturated fatty acid (MUFA). PUFA terdiri dari omega-6 dan omega-3 yang berturut-turut disintesa dari asam linoleat dan asam linolenat. Sementara omega-9 (oleat) termasuk ke dalam kelompok MUFA. Fungsi utama PUFA sebagai komponen struktural dan fungsional dari membran sel, berperan pada proses inflamasi dan pengaturan fungsi sel serta sistem pertahanan tubuh (Calder et al., 2002). Buah merah mengandung asam lemak dalam jumlah tinggi. Dari 28 % lemak yang terkandung di dalam buah merah, 85 % diantaranya adalah asam

lemak tidak jenuh. Kandungan omega-3 dan omega-9 dalam dosis tinggi pada buah merah dapat memperlancar proses metabolisme dalam tubuh sebab kedua senyawa tersebut mudah dicerna dan diserap (Budi et al., 2005). Asam lemak esensial juga penting untuk berbagai proses fisiologis, termasuk mempertahankan keutuhan membran sel dan struktur sel serta mensintesa senyawa biologis (misalnya prostaglandin dan leukotrien), terbukti berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan, serta mencegah beberapa penyakit degeneratif. Proses pengolahan minyak dan lemak yang dilakukan tergantung dari hasil akhir yang dikehendaki. Ekstraksi adalah cara untuk mendapatkan minyak atau lemak (Ketaren, 1986), sedangkan menurut Winarno (1997) lemak dan minyak dapat diekstraksi dari jaringan hewan atau tanaman dengan tiga cara yaitu rendering, pengepresan (pressing), atau ekstraksi dengan menggunakan pelarut. Perubahan-perubahan kimia atau penguraian lemak dan minyak dapat mempengaruhi bau dan rasa makanan, baik yang menguntungkan maupun yang tidak. Pada umumnya penguraian lemak dan minyak menghasilkan zat-zat yang tidak dapat dimakan. Kerusakan lemak dan minyak dapat menurunkan nilai gizi serta dapat menyebabkan penyimpangan rasa dan bau pada lemak yang bersangkutan (Winarno, 1997). Kerusakan minyak dapat terjadi akibat reaksi oksidasi dan hidrolisis. Kerusakan minyak atau lemak yang paling utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik. Ketengikan terjadi karena adanya reaksi autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh yang terdapat di dalam lemak itu sendiri. Reaksi oksidasi ini dapat berlangsung dengan adanya kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Reaksi autooksidasi dimulai dengan terbentuknya peroksida yang kemudian membentuk radikal bebas dan reaksi ini dipercepat dengan adanya cahaya, panas, peroksida, dan logam-logam katalis seperti Cu, Fe, Co, dan Mn. Reaksi oksidasi pada minyak dapat dilihat pada Gambar 4. Dekomposisi peroksida juga terjadi pada minyak yang telah mengalami proses pemanasan. Proses ini terjadi melalui beberapa tahapan. Tahap pertama, yaitu terputusnya ikatan oksigen-oksigen pada gugus peroksida yang akan menghasilkan senyawa alkoksi radikal dan hidroksi radikal seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5.

1. Reaksi inisiasi RH (asam lemak bebas) 2. Reaksi propagasi R + O2 ROO + RH ROO ROOH + R R (radikal bebas)

Gambar 4. Tahapan inisiasi dan propagasi pada reaksi oksidasi minyak Reaksi hidrolisis dapat terjadi dengan adanya aktivitas air di dalam minyak atau lemak. Minyak yang diekstrak dengan menggunakan air dan suhu tinggi dapat menyebabkan proses hidrolisis. Minyak atau lemak yang mengalami reaksi hidrolisis akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis yang dapat menyebabkan kerusakan minyak atau lemak dipercepat dengan adanya basa, asam, dan enzim, seperti enzim lipase. Hidrolisis minyak terjadi dengan adanya katalis enzim pada ikatan ester trigliserida sehingga menghasilkan asam lemak bebas seperti yang terdapat pada Gambar 6. Peningkatan asam lemak bebas juga dapat terjadi selama penyimpanan dan pengolahan minyak atau lemak.

R1-CH-R2 O OH (peroksida)

R1-CH-R2 + O

OH

(alkoksi radikal) (hidroksi radikal)

Gambar 5. Tahapan pertama reaksi dekomposisi peroksida


Enzim Trigliserida + H2O Digliserida + Monogliserida + ALB + Gliserol Panas

Gambar 6. Reaksi hidrolisis trigliserida oleh air

2. Karotenoid Salah satu kandungan senyawa aktif buah merah yang diunggulkan adalah karotenoid yang dapat berpotensi sebagai antioksidan dan merupakan pigmen warna pada buah merah. Karotenoid adalah pigmen alami berupa zat warna kuning sampai merah yang mempunyai struktur alifatik atau alisiklik yang tersusun oleh delapan unit isoprena dan empat gugus metil serta selalu terdapat ikatan ganda terkonjugasi diantara gugus metil tersebut. Karotenoid dapat dibagi atas dua golongan berdasarkan fungsinya yaitu yang bersifat nutrisi aktif seperti -karoten dan non nutrisi aktif seperti fucoxanthin, neoxanthin, dan violaxanthin. Berdasarkan unsur penyusunnya, karotenoid terdiri dari dua golongan yaitu karoten dan xantofil. Karotenoid tersusun oleh unsur-unsur C dan H terdiri dari -, -, dan -karoten serta likopen. Sedangkan xantofil tersusun oleh unsur-unsur C, H, dan O. -karoten mempunyai aktivitas provitamin A karena adanya cincin -ionon yang tidak terhidroksilasi (Olson, 1991). Bila teroksidasi, aktivitas karoten akan menurun karena terjadinya perubahan isomer dari bentuk trans menjadi cis (Jensen et al., 1992). Faktor utama yang mempengaruhi karoten selama pengolahan pangan dan penyimpanan adalah oksidasi oleh oksigen udara dan perubahan struktur oleh panas. Karotenoid memiliki ikatan ganda sehingga sensitif terhadap oksidasi. Oksidasi karoten dipercepat dengan adanya cahaya, logam, panas, peroksida, dan bahan pengoksida lainnya. Panas akan mendekomposisi karoten dan mengakibatkan perubahan stereoisomer. -karoten mempunyai beberapa aktivitas biologis yang bermanfaat bagi tubuh antara lain untuk menanggulangi kebutaan karena xeropthalmia, meningkatkan imun tubuh, membantu diferensiasi sel-sel epitel, pertumbuhan, reproduksi, dan sebagai antioksidan untuk mencegah timbulnya penyakit kanker, mencegah proses penuaan dini serta mengurangi terjadinya penyakit degeneratif. Dalam penelitian selama 20 tahun dengan memberikan 300 mg -karoten per hari terhadap manusia diperoleh bahwa -karoten tidak bersifat toksik, hanya saja menimbulkan efek samping seperti penampakan pigmen kuning atau jingga pada kulit (Krinsky, 1988).

Hasil penelitian Alam et al. (1990) menunjukkan bahwa minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh cenderung menurunkan efisiensi penyerapan dan konversi -karoten menjadi vitamin A dibanding minyak yang mengandung asam lemak jenuh. Disamping itu, komposisi enzim-enzim pankreas dalam dinding usus dan kesempurnaan sel-sel mukosa ikut berpengaruh. Keberadaan vitamin E dalam tubuh juga meningkatkan jumlah -karoten yang ditransformasikan menjadi vitamin A, dimana vitamin E ini berperan untuk menggantikan fungsi -karoten sebagai antioksidan dari asam lemak tidak jenuh rantai panjang. Efisiensi penyerapan vitamin A biasanya 80-90 % yang sedikit berkurang pada dosis tinggi. Tetapi efisiensi penyerapan -karoten lebih rendah (40-60 %) dan turun secara cepat dengan makin tingginya dosis. Karoten akan lebih efisien digunakan oleh tubuh dalam jumlah sedikit. Bila karoten terlalu tinggi, efisiensi konversi karoten menjadi vitamin A akan berkurang. Menurut Goodman et al. (1966), persentase -karoten yang dikonversi menjadi vitamin A sekitar 60-70 % dan yang diserap langsung sebagai -karoten sekitar 15-25 % (Blomstrand dan Werner, 1967). Karoten yang berlebihan akan disimpan dalam jaringan lemak dan pada manusia hal ini akan menyebabkan warna kekuningan pada lapisan jaringan lemak (Linder, 1992). Buah merah mengandung karotenoid dalam jumlah yang tinggi. Dengan tingginya kandungan senyawa tersebut, maka ekstrak buah merah dapat bermanfaat sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas di dalam tubuh. Karotenoid dan -karoten dalam konsentrasi tinggi dapat bermanfaaat dalam pembentukan jaringan tubuh, membantu dalam pembentukan tulang dan gigi, meningkatkan daya tahan tubuh, dan membentuk jaringan mata (Calder et al., 2002). 3. Tokoferol Tokoferol tersusun dari cincin aromatik tersubstitusi oleh metil dan rantai panjang isoprenoid sebagai rantai samping (Lehninger, 1990). Terdapat empat jenis tokoferol yaitu: -, -, -, dan -tokoferol. Jenis tokoferol ini ditentukan oleh jumlah dan letak metil yang tersubstitusi pada cincin aromatik. Menurut Lehninger (1990), aktivitas biologi terbesar dari keempat jenis tokoferol ini

berdasar urutannya dari aktivitas terbesar adalah: -, -, -, dan terendah adalah -tokoferol. Adanya ikatan tidak jenuh pada struktur tokoferol, menyebabkan senyawa tersebut mudah teroksidasi. Oksidasi vitamin E dipercepat dengan adanya cahaya, panas, kondisi alkali, dan adanya mineral kelumit seperti besi (Fe3+) dan tembaga (Cu2+). Kehadiran asam askorbat akan mencegah efek katalitik dari ion ferri dan cupro terhadap reaksi oksidasi vitamin E. Menurut Lehninger (1990), tokoferol ditemukan pada minyak sayuran dan terutama berlimpah jumlahnya pada kecambah. Hasil observasi dari Booth dan Bradford (1963) dalam Draper (1970) menunjukkan bahwa kandungan vitamin E yang tinggi dijumpai pada jaringan-jaringan berwarna hijau gelap, daun-daun hijau, dan buah-buahan berwarna. Dari beberapa kandungan senyawa aktif di dalam buah merah, tokoferol merupakan senyawa yang terkandung dalam jumlah yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak buah merah sangat berpotensi sebagai sumber antioksidan yang dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh, menahan radikal bebas, dan mencegah penyakit degeneratif. Selain tokoferol, buah merah juga mengandung -tokoferol dalam jumlah yang tinggi. Senyawa ini dapat berfungsi memperlambat proses penuaan, mencegah kanker, dan meningkatkan kesuburan. Fungsinya sebagai antioksidan dapat melindungi vitamin A dari oksidasi di dalam usus sehingga dapat meningkatkan proses penyerapan vitamin A (Guthrie, 1975). Menurut Linder (1992), manfaat lain dari vitamin E sebagai antioksidan adalah mencegah cederanya dinding-dinding sel seperti kerapuhan sel-sel darah merah pada manusia sehingga mencegah terjadinya hemolisis. Vitamin E juga terlibat dalam beberapa proses sintesis seperti pemasangan pirimidin ke asam nukleat, pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang, serta sintesis koenzim-A yang penting dalam proses pernafasan (Winarno, 1992). Vitamin E juga berperan untuk mencegah terjadinya oksidasi lipida dari asam-asam lemak tidak jenuh dalam sel-sel tubuh (Bieri, 1987). Dalam istilah lain, vitamin E disebut juga sebagai pembersih radikal bebas. Diantara semua vitamin larut lemak, vitamin E adalah vitamin yang paling sedikit menimbulkan efek racun bila dikonsumsi dalam jumlah yang tinggi

(Guthrie, 1975). Vitamin E tidak larut dalam air, larut dalam lemak, alkohol, serta pelarut organik, dan minyak nabati (Desai dan Machlin, 1985 dalam Ball, 1988). B. TOKSIKOLOGI 1. Definisi Toksikologi Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari efek kuantitatif zat kimia atas jaringan biologi (Loomis, 1978). Secara sederhana dan ringkas, Lu (1995) mendefinisikan toksikologi sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efek toksik berbagai bahan terhadap makhluk hidup dan sistem biologik lainnya. Menurut Hodgson dan Levi (2000) toksikologi didefinisikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan erat dengan senyawa racun dimana racun yang dimaksud adalah senyawa-senyawa yang menimbulkan efek merugikan tubuh bila dikonsumsi baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Senada dengan Hodgson dan Levi, Donatus (2001) mendefinisikan toksikologi sebagai ilmu yang mempelajari pengaruh kuantitatif zat kimia atas sistem-sistem biologi dengan pusat perhatiannya terletak pada aksi berbahaya zat kimia tersebut. 2. Paparan Umum Toksikologi Peristiwa timbulnya pengaruh berbahaya atau efek toksik racun terhadap makhluk hidup terjadi melalui beberapa proses. Menurut Donatus (2001), pertama kali makhluk hidup mengalami paparan dengan toksikan. Berikutnya, setelah mengalami absorpsi dari tempat paparannya maka toksikan atau metabolitnya akan terdistribusi ke tempat aksi (sel sasaran atau reseptor) tertentu yang ada di dalam diri makhluk hidup. Di tempat aksi ini kemudian terjadi interaksi antara toksikan atau metabolitnya dengan komponen penyusun sel sasaran atau reseptor sehingga timbul pengaruh berbahaya atau efek toksik dengan wujud serta sifat tertentu. Ada dua kemungkinan toksikan masuk ke dalam tubuh, yakni secara intravaskuler dan ekstravaskuler. Lebih lanjut Donatus (2001) mengemukakan bahwa masuknya toksikan secara intravaskuler meliputi intravena, intrakardial, dan intraarteri dimana toksikan langsung masuk ke dalam sirkulasi darah, sedangkan masuknya toksikan secara ekstravaskuler meliputi peroral,

intramuskular, intraperitonial, subkutan, dan inhalasi dimana toksikan tidak langsung masuk ke dalam sirkulasi darah. Toksikan yang masuk secara ekstravaskuler selanjutnya akan masuk ke dalam sirkulasi darah setelah melalui tahap absorpsi terlebih dahulu. Setelah toksikan berada dalam sirkulasi darah maka toksikan akan mengalami distribusi ke tempat aksi (sel sasaran atau reseptor). Tubuh makhluk hidup memiliki sistem pertahanan terhadap zat-zat asing atau xenobiotik yang masuk ke dalam tubuhnya. Secara alami, tubuh makhluk hidup akan menolak dan mengekskresikan toksikan atau metabolitnya yang masuk di dalam tubuhnya. Namun bila kapasitas toksikan melebihi sistem pertahanan tubuh maka toksikan yang berlebih tersebut selanjutnya akan bereaksi dengan sel sasaran atau reseptor dimana reaksi antara toksikan atau metabolitnya dengan sel sasaran atau reseptor dapat bersifat dapat balik (reversible) maupun tidak balik (irreversible). Hal tersebut berakibat timbulnya efek toksik yang tidak diinginkan (Donatus, 2001). 3. Pengujian Toksikologi Menurut Nicholson (1974), racun adalah suatu zat yang masuk ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ sampai dengan kematian. Timbulnya efek racun atau toksik di dalam suatu organisme yang disebabkan oleh suatu zat tergantung pada banyaknya zat itu di suatu tempat yang rentan di dalam tubuh. Pada dasarnya semua obat dapat bersifat toksik, tergantung besarnya dosis yang diberikan. Efek toksik biasanya tercapai bila suatu rangsangan mencapai suatu nilai tertentu sehingga timbul mekanisme biologis yang nyata. Besar rangsangan sebanding dengan besar konsentrasi agen pada receptor site. Interaksi racun dan sel tubuh dapat bersifat timbal balik (reversible) atau tak terbalikkan (irreversible) (Donatus, 2001). Toksisitas merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari farmakologi yang merupakan efek biologis negatif akibat dari pemberian suatu zat. Toksisitas suatu bahan dapat didefinisikan sebagai kapasitas bahan untuk mencederai suatu organisme hidup. Pengetahuan mengenai bahan kimia dikumpulkan dengan

mempelajari efek-efek dari pemaparan bahan kimia terhadap hewan percobaan, pemaparan bahan kimia terhadap organisme tingkat rendah seperti bakteri dan kultur sel-sel dari mamalia di laboratorium, dan pemaparan bahan kimia terhadap manusia. Untuk menilai bahaya keracunan atau resiko toksisitas, sangat penting untuk mengetahui perbandingan jumlah organisme terhadap jumlah zat yang mengenai tubuh organisme tersebut maupun perbandingan dalam arti luas terhadap jumlah zat yang terdapat di dalam lingkungan tersebut (Koeman, 1987). Derajat keracunan suatu obat merupakan kelanjutan dari efek farmakodinamik atau karena efek terapinya. Uji toksisitas diperlukan untuk penelitian obat baru selain uji farmakokinetik dan uji farmakodinamik. Uji farmakokinetik dilakukan melalui penelitian kondisi obat di dalam tubuh, menyangkut absorbsi, distribusi, redistribusi, biotransformasi, dan ekskresi obat. Sedangkan uji farmakodinamik dilakukan untuk mengetahui efek biokimia, fisiologi obat, serta mekanisme kerja obat. Uji toksisitas suatu senyawa dibagi menjadi dua golongan yaitu uji toksisitas umum dan uji toksisitas khusus. Uji toksisitas umum meliputi berbagai pengujian yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan efek umum suatu senyawa pada hewan uji. Pengujian toksisitas umum meliputi: pengujian toksisitas akut, sub-akut, dan kronik. Pengujian toksisitas khusus meliputi uji potensiasi, uji kekarsinogenikan, uji kemutagenikan, uji keteratogenikan, uji reproduksi, kulit dan mata, serta perilaku (Loomis, 1978). 1) Uji toksisitas akut Uji toksisitas akut merupakan uji untuk menentukan Dosis Lethal (LD50), dimana LD50 didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu zat yang secara statistik diharapkan akan membunuh 50 % hewan percobaan. Uji toksisitas akut ini dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji sebanyak satu kali selama masa pengujian dan diamati dalam jangka waktu minimal 24 jam atau lebih (7-14 hari). Uji toksisitas akut dirancang untuk menentukan efek toksik suatu senyawa yang akan terjadi dalam waktu yang singkat setelah pemejanan atau pemberiannya dengan takaran tertentu. Takaran dosis yang dianjurkan paling

tidak empat peringkat dosis, berkisar dari dosis terendah yang tidak atau hampir tidak mematikan seluruh hewan uji sampai dengan dosis tertinggi yang dapat mematikan seluruh atau hampir seluruh hewan uji. Biasanya pengamatan dilakukan selama 24 jam, kecuali pada kasus tertentu selama 7-14 hari. Pengamatan tersebut meliputi: gejala-gejala klinis seperti nafsu makan, bobot badan, keadaan mata dan bulu, tingkah laku, jumlah hewan yang mati, serta histopatologi organ (Loomis, 1978). Menurut Laurence dan Bennet (1995), dari uji toksisitas akut dapat diperoleh gambaran kerugian yang terjadi akibat peningkatan dosis tunggal dan bagaimana kematian dapat terjadi. Uji toksisitas akut dapat memberikan gambaran tentang gejala-gejala ketoksikan terhadap fungsi penting seperti gerak, tingkah laku, dan pernafasan yang dapat menyebabkan kematian. LD50 dapat dihubungkan dengan Efektif Dosis 50 (ED50) yaitu dosis yang secara terapeutik efektif terhadap 50 % dari sekelompok hewan percobaan. Hubungan tersebut dapat berupa perbandingan antara LD50 dengan ED50 dan disebut Indeks Terapeutik (IT), yaitu perbandingan antara dosis obat yang memberikan efek terapi yang samar dengan dosis obat yang menyebabkan efek toksik yang nyata. Makin besar indeks terapeutik suatu obat makin aman obat tersebut. Keracunan akut dihasilkan dari jumlah racun yang relatif besar memasuki tubuh dihitung dengan periode menit, jam, atau beberapa hari. Evaluasi tidak hanya mengenai LD50, tetapi juga terhadap kelainan tingkah laku, stimulasi, aktivitas motorik, dan pernapasan mencit atau hewan percobaan lainnya untuk mendapatkan gambaran tentang sebab kematian (Darmansjah, 1995). Tingkat keracunan senyawa kimia atau obat berdasarkan nilai LD50 dan klasifikasi toksisitas akut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kriteria derajat toksisitas (Lu, 1995) Kategori Supertoksik Amat sangat toksik Sangat toksik Toksik sedang Toksik ringan Praktis tidak toksik LD50 (mg/kgBB) 5 atau kurang 5 - 50 50 500 500 5000 5000 15000 > 15000

Faktor-faktor yang berpengaruh pada LD50 sangat bervariasi antara jenis yang satu dengan jenis yang lain dan antara individu satu dengan individu yang lain dalam satu jenis. Beberapa faktor tersebut antara lain: a. Spesies, Strain dan Keragaman Individu Setiap spesies dan strain yang berbeda memiliki sistem metabolisme dan detoksikasi yang berbeda. Setiap spesies mempunyai perbedaan kemampuan bioaktivasi dan toksikasi suatu zat (Siswandono dan Bambang, 1995). Semakin tinggi tingkat keragaman suatu spesies dapat menyebabkan perbedaan nilai LD50. Variasi strain hewan percobaan menunjukkan perbedaan yang nyata dalam pengujian LD50 (Lazarovici dan Haya, 2002). b. Perbedaan Jenis Kelamin Perbedaan jenis kelamin mempengaruhi toksisitas akut yang disebabkan oleh pengaruh langsung dari kelenjar endokrin. Hewan betina mempunyai sistem hormonal yang berbeda dengan hewan jantan sehingga menyebabkan perbedaan kepekaan terhadap suatu toksikan (Lazarovici dan Haya, 2002). Hewan jantan dan betina yang sama dari strain dan spesies yang sama biasanya bereaksi terhadap toksikan dengan cara yang sama, tetapi ada perbedaan kuantitatif yang menonjol dalam kerentanan terutama pada tikus (Lu 1995). c. Umur Hewan-hewan yang lebih muda memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap obat karena enzim untuk biotransformasi masih kurang dan fungsi ginjal belum sempurna (Ganong, 2003). Perbedaan aktivitas biotransformasi akibat suatu zat menyebabkan perbedaan reaksi dalam metabolisme (Mutschler, 1991). Sedangkan pada hewan tua kepekaan individu meningkat karena fungsi biotransformasi dan ekskresi sudah menurun. d. Berat Badan Penentuan dosis dalam pengujian toksisitas akut dapat didasarkan pada berat badan. Pada spesies yang sama, berat badan yang berbeda dapat

memberikan nilai LD50 yang berbeda pula. Semakin besar berat badan maka jumlah dosis yang diberikan semakin besar (Mutschler, 1991). e. Cara Pemberian Lethal dosis dipengaruhi pula oleh cara pemberian. Pemberian obat melalui suatu cara yang berbeda pada spesies yang sama akan memberikan hasil yang berbeda. Menurut Siswandono dan Bambang (1995), pemberian obat peroral tidak langsung didistribusikan ke seluruh tubuh. Pemberian obat atau toksikan peroral didistribusikan ke seluruh tubuh setelah terjadi penyerapan di saluran cerna sehingga mempengaruhi kecepatan metabolisme suatu zat di dalam tubuh (Mutschler, 1991). f. Faktor Lingkungan Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi toksisitas akut antara lain temperatur, kelembaban, iklim, perbedaan siang dan malam. Perbedaan temperatur suatu tempat akan mempengaruhi keadaan fisiologis suatu hewan. g. Kesehatan hewan Status hewan dapat memberikan respon yang berbeda terhadap suatu toksikan. Kesehatan hewan sangat dipengaruhi oleh kondisi hewan dan lingkungan. Hewan yang tidak sehat dapat memberikan nilai LD50 yang berbeda dibandingkan dengan nilai LD50 yang didapatkan dari hewan sehat (Siswandono dan Bambang, 1995). h. Diet Komposisi makanan hewan percobaan dapat mempengaruhi nilai LD50. Komposisi makanan akan mempengaruhi status kesehatan hewan percobaan. Defisiensi zat makanan tertentu dapat mempengaruhi nilai LD50 (Balls et al., 1991). 2) Uji toksisitas sub-akut Uji toksisitas sub-akut dilakukan dengan memberikan bahan berulangulang, biasanya setiap hari atau lima kali seminggu, selama jangka waktu 10 % dari masa hidup hewan. Uji ini bertujuan memperoleh informasi mengenai efek berbahaya yang mungkin terjadi pada penggunaan obat secara berulang dalam jangka waktu tertentu.

3) Uji toksisitas kronik Pada dasarnya, uji toksisitas kronik sama dengan uji toksisitas sub-akut. Perbedaannya hanya terletak pada lamanya pemberian dosis dan masa pengamatannya. Uji toksisitas kronik dilakukan dengan memberikan zat kimia berulang-ulang selama masa hidup atau sebagian besar masa hidup hewan.

C. PENGUJIAN IN VIVO Pengujian secara in vivo adalah pengujian yang dilakukan dengan menggunakan hewan percobaan untuk mengetahui metabolisme suatu senyawa di dalam tubuh. Hewan percobaan yang digunakan pada percobaan secara in vivo harus dari jenis mamalia, karena hasilnya dapat diterapkan pada manusia. Ciri-ciri hewan mamalia adalah hewan yang menyusui anaknya, berambut, berdarah panas, mempunyai empat ruang jantung, dan melahirkan anak. Beberapa hewan mamalia yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan misalnya mencit, tikus, marmut, kelinci, babi, hamster, monyet, dan anjing. Lima macam basic stock tikus putih (Albino rat) antara lain Long Evans, Osborne, Sherman, Sparague Dawley, dan Wistar. Albino rat sangat baik digunakan sebagai hewan percobaan karena nokturnal (aktif pada malam hari, tidur di siang hari), tidak mempunyai kantung empedu, tidak muntah, dan tidak berhenti tumbuh meskipun setelah 100 hari pertumbuhan berkurang. Sedangkan mencit dipilih sebagai hewan percobaan karena mudah diperoleh, murah, mudah dalam penanganan, serta memiliki sistem biologi dan metabolisme yang hampir serupa dengan manusia. Hewan yang digunakan harus benar-benar bebas dari mikroba (germ-free), bebas dari semua mikroba patogen (pathogen-free), bebas dari mikroba patogen tertentu (specific pathogen-free), dan tidak diperlakukan khusus terhadap mikroorganisme lingkungannya. Hewan percobaan sering disebut juga sebagai hewan laboratorium, yaitu semua jenis hewan dengan persyaratan tertentu untuk dipergunakan sebagai salah satu sarana dalam berbagai kegiatan penelitian biologi dan kedokteran. Hewan percobaan adalah yang sengaja dipelihara dan diternakan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dan skala penelitian serta pengamatan laboratorium (Malole dan Pramono,

1989). Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis atau keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomi, mudah tidaknya diperoleh, dan mampu memberikan reaksi biologis. Kebutuhan gizi hewan selama percobaan harus dipenuhi antara lain kebutuhan karbohidrat, lemak atau minyak, protein, vitamin, mineral, dan air. Pemberian makanan dan minuman dilakukan secara berlebih (ad libitum). Malole dan Pramono (1989) menyatakan bahwa hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian harus diberi makanan yang berkualitas baik untuk menjamin tingkat pertumbuhan dan pembiakan yang normal dan membantu menjaga keseimbangan gizi hewan percobaan. Kekurangan nilai gizi dapat menyebabkan tubuh bersisik, pertumbuhan terhambat, dan kematian. Oleh karena itu, pemberian ransum yang memenuhi standar harus diberikan kepada hewan percobaan setiap hari. Wadah ransum dan botol minum juga diusahakan tetap bersih agar tidak mempengaruhi jumlah makan dan minum hewan percobaan. Kondisi kandang dan ruangan yang digunakan juga mempengaruhi kondisi hewan percobaan selain makanan dan minuman. Suhu, kelembaban, cahaya, dan kebisingan harus sesuai dengan kebutuhan hidup hewan uji (Siregar et al., 1991). Hewan percobaan membutuhkan masa adaptasi terhadap lingkungan percobaan selama 4-5 hari. Di bidang toksikologi, penggunaan hewan percobaan dilakukan untuk menguji keamanan atau efek samping dari suatu bahan kimia atau alami yang sering dibubuhkan pada bahan makanan hewan serta manusia dengan tujuan memberi warna yang menarik, aroma, obat, pencegahan penyakit, dan pengawet. Karena tujuan akhir dari pengujian toksikologi ini adalah untuk keselamatan manusia maka hewan percobaan yang digunakan adalah hewan-hewan yang mempunyai sifat-sifat respon biologis dan adaptasi mendekati manusia (Malole dan Pramono, 1989). Penelitian dalam bidang toksikologi dan farmakologi memerlukan serangkaian percobaan untuk mengetahui tingkat toksisitas dan keamanan obat. Penggunaan berbagai tingkat dosis obat terhadap hewan percobaan dilakukan untuk mendapatkan dosis terbesar yang tidak memberikan efek merugikan atau

dosis yang sangat besar yang dapat menimbulkan efek toksik yang jelas (Darmansjah, 1995). Respon berbagai hewan percobaan terhadap uji toksisitas dapat berbeda. Kepekaan terhadap zat toksik antara individu sejenis maupun berbeda jenis dapat sangat bervariasi. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologis, variasi dalam sifat keturunan, umur, dan kondisi tubuh individu dalam satu jenis (Koeman, 1987). 1. Biologi Mencit Mencit (Mus musculus) merupakan salah satu hewan percobaan yang sering digunakan dalam penelitian. Hewan ini dinilai cukup efisien dan ekonomis karena mudah dipelihara, tidak memerlukan tempat yang luas, waktu kebuntingan yang singkat dan banyak memilki anak perkelahiran. Mencit mempunyai sifat-sifat produksi dan reproduksi yang mirip dengan mamalia besar serta memiliki siklus estrus yang pendek (Malole dan Pramono, 1989). Menurut Siregar et al. (1991) hewan pengerat merupakan jenis hewan yang paling banyak digunakan pada sebagian besar uji toksisitas. Mencit dan tikus putih memiliki banyak data toksikologi, sehingga mempermudah membandingkan toksisitas zat-zat kimia (Lu, 1995). Sistem taksonomi mencit adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Sub filum Kelas Ordo Genus Spesies : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mamalia : Rodentia : Mus : Mus musculus

Mencit memiliki beberapa data biologis, diantaranya: Lama hidup Lama produksi ekonomis Lama bunting Kawin sesudah beranak Umur disapih : 1-2 tahun : 9 bulan : 19-21 hari : 1-24 jam : 21 hari

Umur dewasa Umur dikawinkan Siklus kelamin Perkawinan Berat dewasa Uterus

: 35 hari : 8 minggu : poliestrus : pada waktu estrus : 20-40 gram (jantan) 18-35 gram (betina) : dua kornua, bermuara sebelum serviks

D. METABOLISME Metabolisme adalah pertukaran zat yang meliputi pembentukan dan penguraian zat organik dalam tubuh. Proses penguraian senyawa kompleks menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana disebut dengan istilah katabolisme. Anabolisme digunakan untuk proses metabolisme dimana senyawa kompleks disintesis dari bahan-bahan yang lebih sederhana (Manalu, 1999). Menurut Hawab (2002), dengan adanya dua bentuk aktivitas metabolisme yaitu katabolisme dan anabolisme yang masing-masing melepaskan dan membutuhkan sejumlah energi bebas, dimana di satu pihak ada kelebihan energi, dan di pihak lain ada kekurangan energi maka pada proses metabolisme ini terdapat proses take and give untuk mencapai proses keseimbangan internal. Sebagai hasil dari berbagai proses metabolisme akan dihasilkan energi yang nantinya akan tersedia untuk digunakan dalam kerja mekanis dan untuk kerja kimia seperti sintesis karbohidrat, protein, dan lemak (Manalu, 1999). Metabolit adalah substansi yang dihasilkan oleh metabolisme atau proses metabolik. Sebagian besar energi biologis untuk menjalankan reaksi biosintesis berasal dari reaksi oksidasi metabolit-metabolit dengan oksigen sebagai pengikat elektron dalam reaksi tersebut (Mathews et al., 2000). Enzim merupakan pengatur dan pengkoordinir reaksi-reaksi metabolisme (Hawab, 2002). Jumlah enzim dalam sebuah sel dapat berubah karena tanggapan terhadap adanya perubahan kebutuhan metabolit (Mathews et al., 2000).

1. Peranan Organ-organ dalam Metabolisme Lemak a)Lambung Proses pertama yang terjadi di dalam lambung setelah makanan dicerna adalah pembentukan emulsi minyak di dalam air, yang dihasilkan oleh pergerakan mekanis lambung. Pencernaan lemak di dalam lambung sangat terbatas. Adanya aksi proteolitik memungkinkan lipid dilepaskan dari makanan, sedangkan aksi pengadukan lambung sangat membantu dalam pembentukan emulsi. Lambung memproduksi lipase yang berbeda dengan lipase pankreas. Lipase lambung aktif pada pH 3-4, serta lebih mudah melepaskan asam lemak rantai sedang daripada rantai panjang (Muchtadi et al., 1989). b) Usus Pada saat lemak memasuki usus halus, hormon kolesistokinin memberi isyarat kepada kantung empedu untuk mengeluarkan cairan empedu yang berperan sebagai bahan pengemulsi. Cairan empedu terdapat sebagai asam empedu dan garam empedu. Asam empedu dapat menarik molekul lemak yang telah dipecah menjadi bagian-bagian kecil ke dalam cairan tubuh. Lemak dalam bentuk emulsi ini akan dicerna oleh enzim lipase yang berasal dari dinding usus halus dan pankreas (Almatsier, 2002). Hampir setengah dari trigliserida yang berasal dari makanan dihidrolisis secara sempurna oleh enzim ini menjadi asam lemak dan gliserol. Selebihnya dipecah menjadi digliserida, monogliserida, dan asam lemak. Menurut Almatsier (2002), terdapat dua kemungkinan bila empedu masuk ke dalam usus halus. Pertama, bahan empedu berfungsi sebagai pengemulsi lemak sehingga diabsorpsi kembali oleh dinding usus dan diedarkan kembali. Kedua, bahan empedu dalam usus halus diserap oleh serat makanan tertentu (pektin dan gum yang larut air) dan dikeluarkan tubuh dengan feses. Fosfolipid dicerna oleh enzim fosfolipase yang dikeluarkan oleh pankreas. Hasil pencernaannya adalah dua asam lemak dan lisofosfogliserida. Ester kolesterol dihidrolisis oleh enzim kolesterol esterase yang dikeluarkan oleh pankreas.

Absorpsi lipida terutama terjadi di dalam jejunum. Hasil pencernaan lipida diabsorpsi ke dalam membran mukosa usus halus dengan cara difusi pasif. Trigliserida dan lipida besar lainnya yang terbentuk dalam usus halus dikemas untuk diabsorpsi secara aktif dan ditransportasi oleh darah. Bahanbahan ini bergabung dengan protein-protein khusus dan membentuk alat angkut lipida yang dinamakan lipoprotein. Tubuh membentuk empat jenis lipoprotein, yaitu kilomikron, Low Density Lipoprotein/LDL, Very Low Density Lipoprotein/VLDL dan High Density Lipoprotein/HDL (Almatsier, 2002). Kilomikron pada dasarnya mengemulsi lemak sebelum masuk ke dalam aliran darah. Proses ini menyerupai kegiatan lesitin dan asam lemak dalam usus halus dalam upaya mengemulsi lemak makanan selama pencernaan. Dalam aliran darah trigliserida yang ada pada kilomikron dipecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas oleh enzim lipoprotein lipase yang berada pada sel-sel endotel. Sebagian asam lemak yang terbentuk di dalam tubuh diabsorpsi oleh selsel otot, lemak dan sel-sel lain. Asam lemak ini dapat langsung digunakan sebagai zat energi atau diubah kembali menjadi trigliserida. Sedikit lemak dan kolesterol yang terkurung dalam serat makanan akan dikeluarkan melalui feses (Almatsier, 2002). c) Hati Sebagian besar trigliserida yang telah dipisahkan dari kilomikron, yaitu berupa kolesterol dan protein, akan dibawa ke hati dan mengalami metabolisme. Hati merupakan alat memproduksi lipida utama di dalam tubuh. Sel-sel lemak tidak membuat lemak, tetapi hanya menyimpan lemak. Di dalam hati, lipida dipersiapkan menjadi lipoprotein sehingga dapat diangkut melalui aliran darah. Lipoprotein yang dibentuk dalam hati ini adalah VLDL, yaitu lipoprotein dengan densitas sangat rendah yang terutama terdiri atas trigliserida. Bila VLDL meninggalkan hati, lipoprotein lipase kembali bekerja dengan memecah trigliserida yang ada pada VLDL. VLDL kemudian mengikat kolesterol yang ada pada lipoprotein lain dalam sirkulasi darah.

Dengan berkurangnya trigliserida, VLDL bertambah berat dan menjadi LDL, yaitu lipoprotein dengan densitas rendah. Reseptor LDL yang ada di dalam hati akan mengeluarkan LDL dari sirkulasi. Pembentukan LDL oleh reseptor ini penting dalam pengontrolan kolesterol darah. Bila sel-sel lemak membebaskan gliserol dan asam lemak, kemungkinan kolesterol dan fosfolipida akan dikembalikan pula ke dalam aliran darah. Hati dan usus halus akan memproduksi HDL (lipoprotein dengan densitas tinggi) yang masuk ke dalam aliran darah. HDL mengambil kolesterol dan fosfolipida yang ada di dalam aliran darah. HDL menyerahkan kolesterol ke lipoprotein lain untuk diangkut kembali ke hati guna diedarkan kembali atau dikeluarkan dari tubuh (Almatsier, 2002). Disamping melewati siklus antara hati dan sel-sel tubuh lain, lipoprotein dan kolesterol dapat diubah oleh hati menjadi bahan empedu dan disimpan dalam kantung empedu. Hati berfungsi sebagai pengatur lemak secara normal bukan sebagai akumulator. Hati menjaga kandungan lemaknya relatif seragam sebesar 3-8 %, walaupun sejumlah besar lemak ditimbun di jaringan lemak. Sumber cadangan utama lemak ada di lapisan subkutan yang biasanya adalah yang terbesar, tapi cadangan penting lainnya ada di jaringan ikat intermuskular, omentum, mesenteries, dan jaringan ikat yang melapisi organ-organ seperti jantung dan ginjal (Mitchel, 1956).

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT


1. Bahan Bahan baku yang digunakan adalah buah merah varietas merah panjang yang diperoleh dari Drs. I Made Budi dalam bentuk fraksi minyak dan fraksi air hasil metode ekstraksi sentrifugal (Gambar 7). Kedua fraksi tersebut dikemas dalam botol plastik berwarna gelap (tidak transparan). Sedangkan bahan-bahan yang diperlukan dalam analisis toksisitas akut adalah mencit jantan, sekam, dan ransum standar.

2. Alat Peralatan yang digunakan terdiri dari sentrifugator, lemari pendingin, neraca analitik, peralatan gelas, kandang non metabolik, sonde, ram kawat, peralatan bedah, masker, dan sarung tangan.

B. METODE PENELITIAN Sebelum dilakukan pengujian toksisitas akut, terlebih dahulu dilakukan ekstraksi buah merah dengan metode sentrifugal dan penentuan sifat fisiko-kimia ekstrak buah merah. Proses ekstraksi buah merah untuk mendapatkan fraksi minyak dan fraksi air dilakukan di Papua oleh Drs. I Made Budi. Adapun data sifat kimia yang tercantum dalam skripsi ini merupakan hasil kerjasama dengan Andini Julia Selly (F24103067) dan Eka Kurnia Sari (F24103116) yang dituliskan dalam skripsi Selly (2008). 1. Ekstraksi Buah Merah (Metode Sentrifugal) Buah merah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk fraksi air dan fraksi minyak. Kedua fraksi tersebut diperoleh dari proses ekstraksi metode sentrifugal. Tahapan proses ekstraksi buah merah dapat dilihat pada Gambar 7.

Buah merah matang Pembelahan dan pengeluaran empulur

Daging buah

Pemotongan Pencucian dengan air bersih Pengukusan pada suhu 75oC selama 30 menit

Pengepresan dengan hydraulic pressure 1010 psi

Pasta

Ampas (biji dan serat)

Pengendapan (sentrifugasi 15 menit, 888 x g)

Minyak

Pasta (air dan endapan)

Pemvakuman(30 menit, 50oC)

Pengendapan (sentrifugasi 15 menit, 888 x g)

Penyaringan

Fraksi air

Endapan

Fraksi minyak

murni

Analisis sifat fisiko-kimia dan toksisitas akut

Gambar 7. Tahapan proses ekstraksi buah merah (Metode Sentrifugal)

Buah merah varietas merah panjang matang dibelah menjadi dua, kemudian dikeluarkan bagian empulurnya (bagian kayu di bagian tengah buah). Daging buah dipotong-potong dan dicuci dengan air bersih. kemudian dikukus (75oC; 30 menit). Daging buah yang telah dikukus selanjutnya dipres dengan tekanan 1010 psi sehingga diperoleh minyak yang masih tercampur air dan pasta. Campuran tersebut disentrifus dengan kecepatan 888 x g selama 15 menit sehingga fase minyak terpisah. Fase minyak yang diperoleh kemudian divakum (30 menit, 50oC) untuk menghilangkan air dari minyak sehingga komponen aktif ekstrak buah merah tidak banyak mengalami kerusakan. Selanjutnya dilakukan proses filtrasi untuk mengikat pasta granula amilum di dalam minyak sehingga diperoleh fraksi minyak murni. Pasta yang diperoleh dari proses pemisahan dengan minyak, disentrifugasi kembali sehingga diperoleh fraksi air yang akan dianalisis. 2. Pengujian Toksisitas Akut Ekstrak Buah Merah (EPA, 1998) Prinsip pengujian toksisitas akut adalah pemberian bahan uji pada beberapa kelompok hewan uji sebanyak satu kali selama masa pengujian dengan berbagai tingkatan dosis. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap adanya efek toksik dan kematian. Hewan yang mati selama pengujian dan yang hidup sampai akhir masa pengujian dibedah untuk dilakukan evaluasi. a. Persiapan Hewan Percobaan (Persiapan Ransum dan Masa Adaptasi) Pengujian toksisitas akut ekstrak buah merah secara in vivo menggunakan mencit sebagai hewan percobaan. Mencit yang digunakan adalah mencit jantan berumur 6 minggu dengan bobot tubuh rata-rata 20 g. Hewan percobaan diberi ekstrak buah merah yaitu fraksi minyak dan fraksi air hasil metode sentrifugal. Mencit diadaptasikan selama satu minggu. Selama masa adaptasi, mencit diberi ransum dan minuman secara ad libitum. Formulasi makanan mencit yang diberikan adalah berdasarkan AIN (American Institute of Nutrition) (Reeves et al., 1993) seperti yang tersaji pada Tabel 4. Pada pengujian toksisitas akut, disiapkan 6 kelompok mencit (berdasarkan dosis yang diberikan), dimana tiap-tiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Kandang yang digunakan adalah kandang non metabolik dan

dibersihkan setiap 2-3 hari sekali serta sekam diganti untuk menjaga kelembaban lingkungan. Kondisi kandang yang digunakan dalam pengujian dapat dilihat pada Gambar 8. Tabel 4. Komposisi pakan hewan percobaan menurut AIN Komposisi Minyak kedelai (Happy Salad Oil) Kasein CMC (Carboxy Methyl Cellulose) Campuran mineral Campuran vitamin (Sakatonik ABC) Tepung maizena Tepung gula Jumlah (g bahan/kg diet) 70 200 50 35 10 535 100

Gambar 8. Kondisi kandang mencit yang digunakan dalam pengujian b. Tahap Perlakuan (Pemberian Ekstrak Buah Merah) Pada setiap kelompok diberikan ekstrak buah merah secara oral (pencekokan menggunakan sonde) dengan beberapa tingkatan dosis, yaitu 0 (sebagai kontrol), 5, 50, 500, 5000, dan 50000 mg/kg BB. Penentuan dosis ini mengacu pada kriteria derajat toksisitas (Lu, 1995) yang dapat dilihat pada Tabel 3. Karena pada keenam tingkatan dosis tersebut belum ditemukan efek toksik dan nilai LD50 belum dapat ditentukan, maka dilakukan pengujian kembali. Pada pengujian selanjutnya digunakan empat peringkat dosis dengan perkalian 1.4 dimulai dari dosis terendah (50000 mg/kgBB) sampai dengan dosis tertinggi (137200 mg/kgBB) yang merupakan dosis maksimal yang secara teknis dapat diberikan kepada mencit. Menurut Siregar et al. (1991) dosis uji yang ditetapkan dibagi menjadi beberapa tingkat dosis dengan faktor

perkalian tetap 1.2 sampai 1.6. Volume maksimum pemberian bahan uji (cairan) untuk mencit secara oral adalah sekitar 3 ml (Puryanti, 2006). Teknik pencekokan secara oral dapat dilihat pada Gambar 9. Semua mencit yang digunakan dalam pengujian dipuasakan selama 24 jam (hanya diberi minum) sebelum diberi perlakuan agar sampel (bahan yang diujikan) dapat terabsorpsi lebih sempurna di dalam pencernaan sehingga pemberian sampel lebih efektif, serta mencegah timbulnya efek-efek tertentu, seperti muntah pada saat pemberian zat. Setelah dipuasakan 24 jam, mencit diberi perlakuan pencekokan sampel yaitu fraksi minyak dan fraksi air buah merah dengan berbagai tingkatan dosis. Pemberian ransum kembali dilakukan 4 jam setelah pemberian sampel. Pengujian toksisitas akut ini dilakukan sebanyak dua kali ulangan.

Gambar 9. Pencekokan ekstrak buah merah secara oral c. Masa Pengamatan Pengamatan dilakukan selama 96 jam. Jumlah kematian diamati dan dicatat pada jam ke-0, ke-1, ke-2, ke-3, ke-24, ke-48, ke-72, dan ke-96 setelah pemberian dosis. Hal ini berdasarkan pada standar Environmental Protection Agency (EPA, 1998) yang menyatakan bahwa LD50 digunakan untuk mengetahui kematian 50 % hewan percobaan dalam 24-96 jam. Data jumlah hewan yang mati pada setiap kelompok peringkat dosis dipergunakan untuk memperhitungkan nilai LD50 menggunakan salah satu metode statistika yang sesuai, salah satunya adalah metode Thomson dan Weil (1952), dengan rumus: Log LD50 = Log D + d (f + 1)

Untuk kisaran LD50 digunakan rumus : Log LD50 2 d . f Keterangan: D = dosis terkecil yang digunakan d = logaritma kelipatan dosis f = suatu faktor pada tabel ( n = jumlah hewan percobaan per kelompok, k = jumlah kelompok hewan percobaan 1) f = suatu nilai pada tabel yang tergantung pada nilai n dan k Pada setiap kematian yang terjadi selama masa pengamatan dan pada akhir pengujian dilakukan pembedahan untuk pengamatan organ secara makroskopik. Sebelum dilakukan pembedahan, mencit dibunuh dengan cara dislokasi leher, yaitu perusakan hubungan antara tulang leher dan kepala yang menyebabkan tulang leher terpisah dari kepala dan merusak jaringan syaraf pengatur kesadaran (Malole dan Pramono, 1989). Teknik dislokasi leher dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Teknik dislokasi leher Selain kematian, dilakukan pula pengamatan terhadap berat badan, tingkah laku dan gejala toksik, serta penemuan makropatologi. Pengamatan berat badan dilakukan dengan melakukan penimbangan 2 hari sekali selama masa adaptasi dan setiap hari selama masa pengamatan. Tingkah laku dan gejala toksik diamati pada jam-jam pengamatan, yang meliputi cara berjalan dan perubahan warna feses. Pengamatan organ dilakukan secara makroskopis, sehingga yang diamati hanya sebatas warna dan penampilan organ. Organ yang diamati meliputi: lambung, hati, limpa, ginjal, jantung, paru-paru, dan usus. Tahapan pengujian toksisitas akut ekstrak buah merah dapat dilihat pada Gambar 11.

Mencit (6 minggu, 20 gram)

Pengelompokkan (@ 5 ekor)

Proses adaptasi selama 1 minggu (pemberian ransum dan minum secara ad libitum)

Dipuasakan selama 24 jam

Pemberian fraksi air dan minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB

Pengamatan selama 96 jam (Hal yang diamati: jumlah kematian, berat badan, tingkah laku dan gejala toksik, serta pengamatan organ secara makroskopik)

Penentuan derajat toksisitas

Gambar 11. Tahapan pengujian toksisitas akut ekstrak buah merah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENGARUH PROSES EKSTRAKSI EKSTRAK BUAH MERAH

TERHADAP

RENDEMEN

Ekstrak buah merah berupa fraksi minyak dan fraksi air yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil ekstraksi yang diperoleh dari Papua. Fraksi minyak dan fraksi air buah merah dapat dilihat pada Gambar 12. Kedua ekstrak tersebut diperoleh dari satu rangkaian metode ekstraksi sentrifugal menggunakan pengepresan mekanis, seperti yang telah tercantum dalam bab sebelumnya (Gambar 7).

(a)

(b)

Gambar 12. Fraksi minyak (a) dan fraksi air (b) buah merah Metode ekstraksi sentrifugal yang digunakan untuk mengekstrak buah merah memiliki beberapa persamaan tahap dengan metode ekstraksi buah merah yang dilakukan oleh Susanti (2006), yaitu pengukusan, pengepresan, sentrifugasi, dan penguapan. Metode ekstraksi modifikasi 2 tersebut dapat dilihat pada Gambar 13. Tujuan ekonomis dari setiap proses ekstraksi minyak adalah untuk memperoleh nilai rendemen yang setinggi-tingginya. Rendemen merupakan salah satu parameter untuk mengetahui seberapa besar produk yang dihasilkan dari suatu proses, yang dinyatakan dengan perbandingan antara jumlah produk yang dihasilkan dengan jumlah bahan yang digunakan. Hasil rendemen dari proses ekstraksi metode sentrifugal dapat dilihat pada Tabel 5. Menurut Budi et al. (2005), rendemen fraksi minyak buah merah yang dihasilkan adalah sebesar 15 % dari buah merah utuh, sedangkan dari 3 liter pasta

diperoleh 1.6 liter atau sekitar 53 % fraksi air. Rendemen fraksi minyak pada metode sentrifugal lebih rendah jika dibandingkan dengan metode ekstraksi modifikasi 2 yang menghasilkan rendemen minyak buah merah sebesar 18 %. Perbedaan rendemen minyak yang dihasilkan dari kedua metode tersebut disebabkan adanya perbedaan dalam tahapan dan parameter proses ekstraksi.

Buah merah segar Pembelahan dan pembuangan empulur Penimbangan (1 kg daging buah) Pengukusan (100oC, 15 menit) Penambahan air (2 L, 80 oC) Pemisahan biji dan daging buah

Pasta Pengepresan (P 4000 4500 psi) Pengendapan (sentrifugasi 1998 x g, 10 menit)

Biji

Ampas Minyak kasar Minyak (ekstrak buah merah)

Penguapan vakum (50 oC, 15 menit)

Gambar 13. Tahapan proses ekstraksi buah merah (Metode Modifikasi 2)

Tabel 5. Rendemen ekstrak buah merah Fraksi Minyak Air dihitung dari pasta sisa sumber: Susanti (2006) Rendemen (%) Metode sentrifugal Metode modifikasi 2b 15 18 53a -

a b

Tahapan penambahan air pada metode modifikasi 2 dapat mempercepat penetrasi panas dalam bahan, yang berasal dari uap air panas. Hal ini mengakibatkan penggumpalan protein bahan lebih sempurna dan minyak lebih mudah keluar sehingga rendemen pengepresan menjadi lebih tinggi. Sedangkan pada proses ekstraksi metode sentrifugal tidak digunakan pelarut. Menurut Thieme (1968), ekstraksi dengan pelarut lebih cocok untuk bahan yang rendah kandungan minyaknya. Rendemen juga dipengaruhi oleh suhu pemanasan dan besarnya tekanan pengepresan. Suhu pengukusan dan tekanan pengepresan pada metode modifikasi 2 lebih tinggi dibandingkan pada metode sentrifugal. Dalam proses ekstraksi minyak biji jarak, semakin tinggi suhu pemanasan menyebabkan bahan menjadi semakin lunak dan protein dalam bahan semakin mudah terkoagulasi sehingga menghasilkan rendemen yang semakin meningkat (Liestiyani, 2000). Rendemen yang dihasilkan juga akan semakin tinggi seiring dengan semakin besarnya tekanan pengepresan hingga mencapai tekanan optimum. Semakin besar tekanan yang digunakan, menyebabkan daya tekan alat terhadap biji semakin besar sehingga jaringan bahan semakin mudah rusak dan minyak dalam biji semakin mudah keluar (Liestiyani, 2000). B. TOKSISITAS AKUT EKSTRAK BUAH MERAH 1. Penentuan Derajat Toksisitas Ekstrak Buah Merah Hasil pengamatan secara periodik dari jam ke-1 sampai dengan jam ke-96, tidak ditemukan adanya mencit yang mati pada setiap peringkat dosis untuk kedua fraksi yang diujikan. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui derajat toksisitas untuk fraksi minyak buah merah dan fraksi air buah merah menurut klasifikasi toksisitas relatif (Lu, 1995) adalah praktis tidak toksik dengan nilai LD50 di atas

15000 mg/kgBB sebab tidak ditemukan adanya kematian pada tingkat dosis 5 mg/kgBB hingga 50000 mg/kgBB. Karena nilai LD50 belum dapat ditentukan, maka pengujian dilanjutkan kembali menggunakan dosis yang lebih tinggi dengan batasan dosis tertinggi adalah dosis yang secara teknis masih dapat diberikan pada hewan uji. Hasil pengamatan secara periodik dari jam ke-1 sampai dengan jam ke-96, tidak ditemukan adanya mencit yang mati pada dosis 50000 sampai dengan 137200 mg/kgBB untuk kedua fraksi yang diujikan. Data jumlah kematian mencit untuk perlakuan fraksi air dan minyak buah merah dosis 5 sampai dengan 137200 mg/kgBB selama pengamatan dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan hasil pada Tabel 6, dapat dianggap bahwa dosis 137200 mg/kgBB sebagai nilai LD50 untuk fraksi air dan fraksi minyak buah merah. Donatus dan Nurlaila (1986) menyatakan bahwa bila tidak dijumpai adanya hewan yang mati pada setiap kelompok peringkat dosis, maka dosis tertinggi yang secara teknis dapat diberikan pada hewan uji, dianggap sebagai nilai LD50nya. Nilai LD50 bukan suatu tetapan biologi yang mutlak, melainkan hanya merupakan salah satu petunjuk toksisitas akut (Siregar et al., 1991). Bila toksisitas akutnya rendah LD50 tidak perlu ditentukan secara tepat dan suatu angka perkiraan sudah dapat memberi manfaat (Lu, 1995). Informasi bahwa dosis yang cukup besar saja menyebabkan hanya sedikit kematian, mungkin cukup (EPA, 1988). Menurut Lu (1995), apabila sejumlah zat diberikan kepada hewan dengan dosis tinggi dan tidak ada hewan yang mati, dianggap bahwa semua toksisitas akut yang berbahaya dapat diabaikan. Hasil pengujian toksisitas akut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti spesies, keragaman individu, jenis kelamin, umur, berat badan, cara pemberian, kesehatan hewan, dan lingkungan (Balls et al., 1991). Faktor-faktor tersebut dianggap seragam sehingga respon yang dihasilkan hanya dipengaruhi perlakuan. Ketidaktoksikan ekstrak buah merah juga telah dibuktikan oleh penelitian Sukirno (2007). Penelitian tersebut dilakukan secara in vitro menggunakan sel limfosit manusia. Berdasarkan penelitian tersebut, diperoleh hasil bahwa penambahan ekstrak air, ekstrak metanol, ekstrak n-heksan, dan minyak buah merah relatif tidak menyebabkan toksisitas terhadap sel limfosit manusia.

Tabel 6. Jumlah kematian mencit perlakuan fraksi air dan minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB selama masa pengamatan Sampel Dosis (mg/kg BB) 5 50 500 5000 50000 70000 98000 137200 5 50 500 5000 50000 70000 98000 137200 Jumlah mencit yang mati pada jam ke0 1 2 3 24 48 72 96 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Fraksi air

Fraksi minyak

2. Pengaruh Ekstrak Buah Merah Terhadap Berat Badan Mencit Selain jumlah kematian, dilakukan pula pengamatan terhadap berat badan mencit untuk mengetahui perubahan berat badan mencit yang merupakan salah satu parameter dari efek toksik. Menurut Lu (1995), berkurangnya pertambahan berat badan merupakan indeks efek toksik yang sederhana namun sensitif. Penimbangan berat badan dilakukan 2 hari sekali selama masa adaptasi dan setiap hari selama masa pengamatan. Hasil penimbangan rata-rata berat badan mencit selama masa adaptasi dan pengamatan pada perlakuan fraksi air dan minyak dosis 5-137200 mg/kgBB dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Perubahan rata-rata berat badan untuk perlakuan fraksi air dan minyak dosis 5-137200 mg/kgBB dapat dilihat pada Gambar 14 dan 15. Berdasarkan data tersebut terlihat adanya peningkatan rata-rata berat badan mencit selama masa adaptasi dengan kisaran 1-3 gram per hari. Selain peningkatan berat badan, terjadi pula peningkatan dalam konsumsi makanan. Hal ini terlihat dari berkurangnya sisa ransum yang diberikan setiap harinya. Konsumsi ransum mulai stabil pada hari ke-3, yang ditandai dengan habisnya ransum yang diberikan. Adanya peningkatan berat badan dan konsumsi makanan

selama masa adaptasi tersebut menandakan bahwa mencit-mencit yang digunakan telah mampu beradaptasi dengan ransum standar yang diberikan sehingga cukup mampu pula untuk diberi perlakuan.

1,5
Perubahan berat badan (gram)

1 jam ke-24 jam ke-48 0


5 50 500 5000 50000 70000 98000 137200

0,5

jam ke-72 jam ke-96

-0,5

-1 Dosis (mg/kgBB)

Gambar 14. Perubahan rata-rata berat badan mencit setelah pemberian fraksi air buah merah dengan dosis 5-137200 mg/kgBB selama 96 jam

2 1
Perubahan berat badan (gram)

0
5 50 500 5000 50000 70000 98000 137200

-1 -2 -3 -4 -5 Dosis (mg/kgBB)

jam ke-24 jam ke-48 jam ke-72 jam ke-96

Gambar 15. Perubahan rata-rata berat badan mencit setelah pemberian fraksi minyak buah merah dengan dosis 5-137200 mg/kgBB selama 96 jam

Setelah dilakukan pemberian dosis ekstrak buah merah, terjadi penurunan berat badan (pada jam pengamatan ke-24) untuk perlakuan kedua fraksi. Pada perlakuan fraksi minyak buah merah terjadi penurunan berat badan yang cukup besar dan meningkat seiring dengan bertambahnya dosis yang diberikan. Penurunan berat badan terjadi akibat adanya penurunan konsumsi makanan setelah diberi ekstrak buah merah. Penurunan konsumsi makanan pada kelompok perlakuan fraksi minyak buah merah lebih besar dibandingkan dengan kelompok perlakuan fraksi air buah merah. Hal ini disebabkan fraksi minyak buah merah mengandung kadar lemak yang jauh lebih tinggi dibandingkan fraksi air buah merah. Menurut Selly (2008), fraksi minyak buah merah mengandung lemak sebesar 92.85 %, sedangkan fraksi air sebesar 0.41 %. Di dalam saluran pencernaan, lemak dan minyak akan lebih lama berada di dalam lambung dibandingkan dengan karbohidrat dan protein, demikian juga proses penyerapan lemak yang lebih lambat dibandingkan unsur lainnya. Oleh karena itu, makanan yang mengandung lemak mampu memberikan rasa kenyang yang lebih lama dibandingkan makanan yang kurang atau tidak mengandung lemak (Anonim, 2007a). Rata-rata berat badan mencit kembali meningkat pada jam pengamatan ke-48 hingga akhir masa pengamatan untuk kedua fraksi. Konsumsi makanan kembali stabil pada jam pengamatan ke-48. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan berat badan yang terjadi mungkin tidak menunjukkan suatu efek toksik tetapi menunjukkan suatu proses adaptasi terhadap stres setelah mengalami perlakuan. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 3 dan 4) untuk fraksi air dan minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB diketahui bahwa tingkatan dosis berpengaruh nyata terhadap perubahan berat badan mencit selama masa pengamatan (p < 0.05). Berdasarkan uji beda duncan (Lampiran 5) diketahui bahwa perlakuan fraksi air buah merah dosis 70000 mg/kgBB berbeda nyata dibandingkan tingkatan dosis lainnya. Hal ini juga dapat dilihat pada Gambar 14, bahwa penurunan berat badan terbesar pada jam ke-24 terjadi pada perlakuan fraksi air dosis 70000 mg/kgBB. Berdasarkan uji beda duncan untuk fraksi minyak (Lampiran 6) diketahui bahwa perlakuan dosis 70000, 98000, dan

137200 mg/kgBB tidak berbeda nyata, namun ketiga dosis tersebut berbeda nyata dibandingkan tingkatan dosis lainnya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 15, bahwa terjadi penurunan berat badan yang cukup besar pada jam pengamatan ke-24 untuk ketiga dosis tersebut. Adanya pengaruh pemberian fraksi buah merah terhadap perubahan berat badan mencit dapat disebabkan oleh senyawa aktif dan zat gizi yang terkandung di dalamnya, antara lain -karoten, lemak dan protein. Adanya interaksi antara protein dan -karoten dimungkinkan dapat meningkatkan berat badan. Hal ini disebabkan adanya -karoten dapat mempercepat pembentukan asam amino yang akan menjadi basis dari tingkat kekebalan tubuh (Budi et al., 2005). Jika daya tahan tubuh meningkat, maka tingkat infeksi akan menurun sehingga kecenderungan terjadinya peningkatan berat badan cukup besar. 3. Efek Toksik Ekstrak Buah Merah Tingkah laku dan gejala toksik setelah perlakuan diamati untuk melihat adanya efek toksik yang terjadi akibat dari pemberian ekstrak buah merah. Hasil pengamatan tingkah laku dan gejala toksik setelah pemberian fraksi air dan minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa pada perlakuan kedua fraksi buah merah tidak ditemukan gejala toksik yang menyerang sistem saraf pusat dan pencernaan, yang ditandai dengan tidak terjadinya tremor dan diare. Hasil pengamatan tingkah laku dan gejala toksik pada mencit setelah pemberian fraksi air dan minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB Fraksi air Fraksi minyak Hasil pengamatan Tidak terlihat gejala toksik yang menyerang saraf pusat (tidak terjadi tremor, jalan normal) Tidak terjadi diare (feses tetap padat) Warna feses hitam (normal) Tidak terlihat gejala toksik yang menyerang saraf pusat (tidak terjadi tremor, jalan normal) Tidak terjadi diare (feses tetap padat) Warna feses merah

Tabel 7.

Sampel

Untuk perlakuan fraksi minyak buah merah terjadi perubahan warna feses menjadi merah. Warna feses yang berubah menjadi merah untuk perlakuan fraksi minyak buah merah disebabkan kandungan tokoferol dan -karoten yang sangat tinggi pada fraksi minyak buah merah. Menurut Selly (2008), kandungan tokoferol dan -karoten fraksi minyak buah merah sebesar 22940.35 dan 636.24 ppm. Tokoferol dan -karoten termasuk ke dalam vitamin yang larut dalam lemak. Menurut Anonim (2007b) vitamin larut lemak terutama akan diekskresikan di dalam feses, sedangkan vitamin larut dalam air juga diekskresikan dalam feses tetapi jalur ekskresinya terutama melalui urin. Menurut Muchtadi et al. (1989), vitamin yang larut dalam lemak diangkut dalam darah oleh lipoprotein atau protein pengikat spesifik, karena tidak dapat langsung larut dalam cairan plasma seperti halnya vitamin yang larut dalam air. Oleh karena itu, vitamin yang larut di dalam lemak tidak diekskresi dalam urin, melainkan terdapat dalam empedu yang akan diekskresi dalam feses. Warna feses dipengaruhi oleh berbagai jenis makanan, kelainan dalam saluran pencernaan, dan obat yang dimakan (Wirawan et al., 1983). Pada akhir pengujian dilakukan pembedahan untuk pengamatan organ secara makroskopik. Pengamatan terhadap organ bertujuan mendapatkan informasi mengenai toksisitas zat uji dalam kaitannya dengan organ sasaran dan efek terhadap organ tersebut. Karena pengamatan dilakukan secara makroskopik, maka hal yang diamati hanya sebatas warna dan penampilan organ yang tampak. Beberapa organ yang diamati antara lain jantung, hati, paru-paru, lambung, usus, ginjal, dan limpa. Adanya perubahan yang terjadi pada penampakan berbagai organ tersebut dapat dikaitkan dengan kandungan senyawa aktif dan zat gizi dalam fraksi minyak dan air buah merah, serta fungsi dan kerja dari organ. Hasil pengamatan efek toksik terhadap organ setelah pemberian fraksi air dan minyak buah merah dapat dilihat pada Tabel 8 dan 9. Visualisasi organ hasil pembedahan mencit perlakuan fraksi air dan minyak buah merah dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17.

Tabel 8. Hasil pengamatan efek toksik terhadap organ mencit setelah pemberian fraksi air buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB Dosis (mg/kgBB) K 5 50 500 5000 50000 70000 98000 137200 mp n n mk mk mk n n n Ginjal (1) m mp mp n mp mp mp mk n Hati (2) m n n mp mp mp mp n n Jantung (3) n n n n n n n n n Lambung (4) mk mk mk mk n n n n n Limpa (5) n n n n n n n n n Paru-paru (6) n n n n n n n n n Usus (7) Keterangan : n : normal mp : merah pekat m : kemerahan mk : merah kehitaman Organ

5 3 6 2 7 4

1 6 3

4 5 2

1 6 3 2 4 7 1 5

Kontrol

5 mg/kgBB

50 mg/kgBB

6 2

4 5

1 3 6 2

1 5 3 6

4 2

1 5

500 mg/kgBB

5000 mg/kgBB

50000 mg/kgBB

1 6 3 2 4 5 7 6 3 2 7 4 1 5 3 6 2

4 1 5 7

70000 mg/kgBB

98000 mg/kgBB

137200 mg/kgBB

Gambar 16. Visualisasi organ hasil pembedahan mencit perlakuan fraksi air buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB

Tabel 9. Hasil pengamatan efek toksik terhadap organ mencit setelah pemberian fraksi minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB Dosis (mg/kgBB) K 5 50 500 5000 50000 70000 98000 137200 m mp mk mk mk mk mk n n Ginjal (1) m mp mk mk mp mp mk n n Hati (2) mk mk mp mp mk n n n n Jantung (3) j j j j j n n n n Lambung (4) m m mk mk mk mp mp mk n Limpa (5) n n n n n n n n n Paru-paru (6) n n n n n n n n n Usus (7) Keterangan : n : normal mp : merah pekat m : kemerahan mk : merah kehitaman j : terdapat lapisan berwarna jingga Organ

5 3 6 2 7 4

1 3

6 2

1 5 7

4 6 2 3

1 5

Kontrol

5 mg/kgBB

50 mg/kgBB

3 6 2

1 6 5 3 7 7 2 5 4 1

3 2 6 4 7

1 5

500 mg/kgBB

5000 mg/kgBB

50000 mg/kgBB

1 4 3 6 2 7 5 1 3 6 7 2 5 4 1 3 2 7 6 4 5

70000 mg/kgBB

98000 mg/kgBB

137200 mg/kgBB

Gambar 17. Visualisasi organ hasil pembedahan mencit perlakuan fraksi minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB

a. Ginjal Berdasarkan pengamatan makroskopis, terjadi perubahan warna pada organ ginjal mencit untuk kedua fraksi, yaitu menjadi merah pekat hingga merah kehitaman, terutama dengan semakin meningkatnya dosis yang diberikan (Tabel 8 dan 9). Adanya perubahan warna pada organ dapat menjadi salah satu parameter terjadinya suatu efek toksik pada organ. Hal ini terkait dengan fungsi ginjal yang strategis yaitu memusnahkan zat toksik tertentu, sehingga menjadikan ginjal sebagai sasaran utama dari efek toksik (Lu, 1995). Ginjal merupakan organ yang berfungsi sebagai organ sistem urinasi untuk mengeluarkan sisa metabolisme dan garam, memusnahkan zat toksik, mengatur cairan garam, menjaga keseimbangan asam-basa, serta mengatur tekanan darah (Dellman dan Brown, 1992). Hasil metabolisme akan dibuang dari tubuh melalui ginjal dalam bentuk urin dan ditampung sementara dalam kandung kemih untuk selanjutnya dibuang melalui uretra. Perubahan warna ginjal mencit yang terjadi pada penelitian juga dipengaruhi oleh kandungan zat gizi yang terdapat pada fraksi minyak dan air buah merah. Tingginya kandungan lemak pada fraksi minyak menyebabkan ginjal menjadi salah satu tempat penyimpanan cadangan lemak. Menurut Mitchel (1956), sumber cadangan lemak utama terdapat pada lapisan subkutan, namun cadangan penting lainnya terdapat pada jaringan ikat yang melapisi organ-organ seperti jantung dan ginjal. Protein dan karbohidrat yang terkandung dalam fraksi buah merah juga berpengaruh terhadap kerja ginjal. Menurut Lu (1995), beberapa zat yang tersaring seperti glukosa dan asam amino yang penting bagi tubuh akan diserap kembali oleh tubulus ginjal. Protein dengan berat molekul rendah dengan mudah diserap kembali oleh tubulus proksimal namun hanya sedikit yang dapat melalui filtrasi glomerulus. Kepekatan warna organ ginjal yang semakin meningkat dengan semakin tingginya dosis fraksi yang diberikan mengindikasikan bahwa kerja ginjal menjadi semakin berat.

b. Hati Berdasarkan hasil pengamatan, terjadi perubahan warna organ hati mencit jika dibandingkan dengan kontrol (Gambar 16 dan 17). Warna organ hati menjadi kemerahan, merah pekat, hingga merah kehitaman dengan semakin meningkatnya dosis yang diberikan untuk kedua fraksi (Tabel 8 dan 9). Hal ini dapat mengindikasikan adanya pengaruh kandungan senyawa dalam fraksi buah merah terhadap organ hati mencit, terkait dengan fungsi dan kerja hati. Hati terlibat dalam metabolisme zat makanan serta sebagian besar obat dan toksikan. Hati sering menjadi organ sasaran disebabkan hati sebagai penerima 80 % suplai darah dari vena porta, sehingga memungkinkan untuk zat-zat toksik yang diserap ditransportasikan oleh vena porta ke hati (Lu, 1995). Fungsi hati yaitu mendetoksifikasi produk buangan metabolisme, merusak sel darah merah tua, sintesis dan sekresi lipoprotein plasma, dan fungsi metabolisme (sintesis glikogen, glukoneogenesis, menyimpan glikogen, beberapa vitamin dan lipid) (Burkitt et al., 1995). Perubahan warna organ hati mencit yang terjadi pada penelitian disebabkan adanya pengaruh dari kandungan zat gizi dan senyawa aktif dalam fraksi buah merah. Fraksi minyak buah merah mengandung lemak, karotenoid, dan tokoferol dalam jumlah yang tinggi. Di dalam sistem metabolisme, lebih dari 60 % lemak chylomicrons (terutama terdiri dari trigilesrida) akan diambil oleh hati. Di dalam hati, trigliserida diresintesa menjadi low-density betalipoprotein dan disekresikan oleh hati ke dalam plasma (Muchtadi, 1989). Semakin tinggi kandungan lemak yang masuk berarti semakin besar penyerapan lemak yang terjadi sehingga kerja hati dalam mensintesis lipoprotein dan mensekresikannya menjadi semakin berat. Pada umumnya vitamin yang larut dalam lemak memerlukan kondisi yang sama dengan kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya penyerapan lemak di dalam tubuh. Setelah diserap oleh usus, vitamin A, D, dan K yang larut di dalam lemak ditranspor dan disimpan dalam hati, sedangkan vitamin E disimpan dalam jaringan adiposa (Muchtadi et al., 1989). Tingginya

kandungan karotenoid dalam fraksi minyak buah merah menyebabkan penyimpanannya di dalam hati juga semakin besar. Protein dan karbohidrat yang terkandung di dalam kedua fraksi juga mempengaruhi kerja dari hati. Metabolisme gula darah sangat dipengaruhi oleh hati sebab hati sebagai penyimpan glikogen yang akan dilepaskan saat tubuh memerlukan energi. Adanya pengaturan mekanisme simpan lepas ini akan mencegah hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah berlebih) dan hipoglikemia (penurunan kadar gula darah). Protein mencapai hati dalam bentuk asam amino. Di dalam hati, asam amino akan diubah atau digunakan sebagai sumber energi, disimpan sebagai cadangan, atau diubah menjadi urea untuk dibuang melalui urin. Organ hati membantu dalam pemecahan amonia menjadi urea untuk selanjutnya dibuang sebab amonia bersifat toksik bagi tubuh. c. Jantung Hasil pengamatan pada organ jantung mencit, ditemukan adanya perubahan warna yaitu menjadi semakin merah pekat pada beberapa tingkatan dosis untuk kedua fraksi (Tabel 8 dan 9). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ektrak buah merah juga berpengaruh terhadap organ jantung. Jantung mudah dirusak oleh berbagai jenis zat kimia karena merupakan salah satu organ sasaran. Zat kimia bekerja secara langsung pada otot jantung atau secara tidak langsung melalui susunan saraf atau pembuluh darah. Otot jantung mengandung sedikit bahan kontraktil dengan lebih banyak mengandung bahan mitokondria. Mitokondria berperan penting dalam kontraktilitas jantung sehingga menjadi organ sasaran kardiotoksisitas. Suatu toksikan dapat mempengaruhi salah satu dari pembuluh darah dan akibat yang ditimbulkan tergantung dari seberapa penting organ yang disuplai darah oleh pembuluh darah yang terkena (Lu, 1995). Kandungan lemak yang tinggi pada fraksi minyak buah merah dapat berpengaruh pada kerja jantung. Menurut Lu (1995), beberapa senyawa organik yang larut lipid dapat menekan kontraktilitas jantung. Selain itu, tingginya kandungan lemak yang masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan akumulasi butiran lipid pada otot jantung. Semakin tingginya dosis fraksi

minyak yang diberikan, maka semakin meningkat pula kadar lemak yang masuk ke dalam tubuh mencit, yang dapat berakibat semakin beratnya kerja dari organ jantung. d. Lambung Hasil pengamatan pada organ lambung menunjukkan tidak terjadi perubahan untuk perlakuan fraksi air buah merah (relatif normal). Namun untuk perlakuan fraksi minyak buah merah ditemukan perubahan mulai dari pemberian dosis 5000 mg/kgBB, yaitu terdapat lapisan yang berwarna jingga, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 17. Adanya lapisan jingga ini disebabkan fraksi minyak buah merah yang diberikan belum tercerna secara sempurna karena kandungan lemak yang sangat tinggi pada fraksi minyak mengakibatkan penyerapan menjadi lambat. Menurut Swenson (1984), lambung berfungsi sebagai tempat pencampuran dan penyimpanan makanan, serta tempat awal proses pencernaan protein dan lemak. Fungsi utama lambung adalah tempat penyimpanan makanan untuk dilanjutkan menuju duodenum. Lambung mengosongkan semua isinya menuju ke duodenum dalam 2-6 jam setelah makanan tersebut dicerna di dalam lambung. Makanan yang banyak mengandung karbohidrat menghabiskan waktu yang paling sedikit di dalam lambung atau lebih cepat dikosongkan menuju duodenum. Makanan yang mengandung protein lebih lambat, dan pengosongan yang paling lambat terjadi pada makanan yang mengandung lemak dalam jumlah besar. Pada dasarnya, pengosongan lambung dipermudah oleh gelombang peristaltik pada antrum lambung, dan dihambat oleh resistensi pilorus terhadap jalan makanan. Bila makanan berlemak, khususnya asam-asam lemak terdapat dalam chyme yang masuk ke dalam duodenum, maka akan menekan aktivitas pompa pilorus yang pada akhirnya akan menghambat pengosongan lambung. Hal ini berakibat pada pencernaan lemak yang lambat sebelum akhirnya masuk ke dalam usus.

e. Limpa Berdasarkan pengamatan makroskopis, terjadi perubahan warna pada organ limpa mencit untuk kedua fraksi, yaitu menjadi merah pekat hingga merah kehitaman, terutama dengan semakin meningkatnya dosis yang diberikan (Tabel 8 dan 9). Hal ini menandakan bahwa fraksi air dan minyak buah merah yang diberikan berpengaruh terhadap organ limpa mencit. Sistem jaringan limfoid dapat diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok, yaitu organ limfoid primer dan limfoid sekunder (Tizard, 1988). Organ limfoid sekunder merupakan organ yang responsif terhadap stimulasi antigenik dan tempat terjadinya interaksi antara limfosit agen dan pengontrolnya. Jaringan limfoid limpa berperan penting dalam menahan agen yang berhasil mencapai sirkulasi darah untuk menahan invasi toksikan sebelum menyebar lebih luas (Tizard, 1988). Limpa berperan dalam sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi dan membuang bahan-bahan yang tidak diperlukan dari dalam darah. Perubahan ukuran, warna, dan konsistensi limpa biasanya disebabkan oleh respon terhadap benda asing yang dapat menimbulkan proses-proses aktif. Infeksi pada tubuh akan merangsang sel-sel limfosit dalam organ limfoid untuk memproduksi antibodi. Adanya perubahan warna organ limpa mencit pada penelitian mengindikasikan bahwa terjadi respon terhadap kandungan senyawa dalam fraksi buah merah. Semakin tinggi dosis yang diberikan berarti semakin besar pula kadar senyawa aktif yang masuk ke dalam tubuh. Senyawa aktif tersebut dimungkinkan dapat bersifat toksik jika dikonsumsi berlebihan. Hal ini menunjukkan semakin berat pula kerja limpa yang terkait dengan fungsinya dalam menahan invasi toksikan sebelum menyebar lebih luas. f. Paru-paru Organ paru-paru pada umumnya tidak mengalami perubahan (normal) untuk perlakuan kedua fraksi pada tiap tingkatan dosis. Hal ini menunjukan bahwa pemberian fraksi buah merah tidak berpengaruh terhadap organ paruparu. Menurut Lu (1995), paru-paru merupakan tempat utama penyerapan toksikan yang berupa uap atau gas, namun paru-paru memiliki mekanisme

untuk mengeluarkan toksikan yang telah diserap melalui jalur lain. Tidak adanya pengaruh terhadap organ paru-paru disebabkan bentuk bahan yang diujikan bukan berupa gas atau uap, melainkan cairan, serta jalur pemberiannya secara oral sehingga sistem distribusi dan absorpsi zat mengikuti sistem saluran pencernaan dan bukan saluran pernapasan. g. Usus Hasil pengamatan pada organ usus mencit, tidak ditemukan adanya perubahan (relatif normal) untuk kedua fraksi pada tiap tingkatan dosis. Hal ini menandakan bahwa pemberian fraksi buah merah tidak terlalu berpengaruh terhadap organ usus. Usus merupakan salah satu organ penting dalam saluran pencernaan. Di dalam usus, makanan dicerna dengan bantuan enzim dan bakteri pencernaan. Selanjutnya bahan-bahan yang tidak tercerna akan di buang ke dalam usus besar yang merupakan bagian akhir dari saluran pencernaan. Usus besar mempunyai fungsi antara lain: tempat mengumpulkan sisa makanan yang kemudian akan dibuang melalui anus, tempat mengabsorbsi air dan beberapa mineral, dan tempat pertumbuhan bakteri, dimana bakteri dalam usus besar ini dapat membentuk beberapa jenis vitamin yaitu vitamin B dan K yang kemudian diabsorbsi oleh tubuh. Ketidakseimbangan fungsi usus dapat mengakibatkan penumpukan racun (toksin) yang melalui sistem peredaran darah dan limfatik akan tersebar ke seluruh tubuh serta menimbulkan berbagai macam penyakit (Sumampouw, 2003). Pemberian fraksi buah merah ternyata tidak terlalu berpengaruh pada organ usus mencit sebab tidak ditemukan perubahan selama waktu pengamatan. Tidak berpengaruhnya fraksi buah merah terhadap organ usus juga ditandai dengan tidak terjadinya efek toksik seperti diare setelah perlakuan (Tabel 7). Organ usus tidak mengalami perubahan dapat disebabkan senyawa-senyawa yang kemungkinan bersifat toksik di dalam buah merah telah mengalami detoksikasi di dalam hati sebelum dicerna di dalam usus. Frankel (1985) menyatakan bahwa fungsi hati yang utama adalah detoksikasi, dimana sebagian zat-zat toksik yang masuk ke hati akan diubah menjadi zat-zat yang tidak toksik. Menurut Aqila (2007), hati merupakan

gerbang masuknya toksikan yang terkandung dalam makanan setelah melalui kerongkongan. Jika hati gagal memusnahkan toksikan dalam makanan, maka toksikan tersebut akan masuk ke dalam saluran pencernaan. 4. Pengaruh Sifat Kimia Ekstrak Buah Merah Terhadap Toksisitas Akut Kandungan senyawa aktif dan zat gizi di dalam fraksi minyak dan fraksi air buah merah berpengaruh terhadap berbagai parameter pengujian toksisitas akut yang meliputi jumlah kematian, berat badan, gejala toksik dan tingkah laku, serta penampakan organ seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya (sub bab 1, 2, dan 3). Sifat kimia ekstrak buah merah yang diperoleh dari penelitian Selly (2008) dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Sifat kimia ekstrak buah merah (Selly, 2008) Sifat kimia Total karoten (ppm) -karoten (ppm) Total tokoferol (ppm) -tokoferol (ppm) Total fenol (ppm) Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar lemak (%) Kadar protein (%) Kadar karbohidrat (%) Fraksi minyak 4505.43 636.24 22940.35 481.48 0.86 0.03 92.85 0.08 6.18 Fraksi air 1.11 0.93 1836.03 1.10 210.44 98.92 0.13 0.41 0.46 0.08

Berdasarkan analisis kimia (Tabel 10), ekstrak buah merah terutama fraksi minyak, mengandung beberapa senyawa aktif dalam jumlah yang cukup tinggi. Beberapa senyawa aktif tersebut diantaranya -karoten dan tokoferol (vitamin E) yang berfungsi sebagai antioksidan. Selain itu, fraksi minyak mempunyai komponen zat gizi utama berupa lemak karena kandungannya yang sangat tinggi sebesar 92.85 % (Selly, 2008). Menurut Budi et al. (2005), minyak buah merah didominasi oleh 85 % lemak tidak jenuh, dengan asam lemak terbanyak adalah asam oleat. Tingginya kandungan lemak dalam fraksi minyak buah merah mendukung penyerapan tokoferol dan karoten di dalam usus, sebab kedua vitamin tersebut larut dalam lemak. Menurut Almatsier (2002), absorpsi tokoferol dibantu

oleh trigliserida rantai sedang dan dihambat oleh asam lemak rantai panjang tidak jenuh ganda. Selain memiliki banyak manfaat bagi tubuh, senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak buah merah juga dapat berpotensi toksik jika dikonsumsi secara berlebihan. Menurut Dewoto dan Wardhini (1995), pemberian vitamin secara berlebihan dapat bersifat toksik pada individu yang mengkonsumsi. Bahan aktif yang terdapat di dalam ekstrak buah merah seperti karotenoid dan tokoferol dalam dosis tinggi mungkin bersifat toksik bagi mencit sehingga mengganggu fungsi hati sebagai organ detoksifikasi maupun sebagai tempat metabolisme zat-zat yang dibawa oleh darah (Roza, 2006). Menurut Subroto (2006), tingginya kandungan -karoten dan -tokoferol dalam buah merah, jika dikonsumsi berlebihan dapat merusak kerja hati, terutama pada saat hati sedang terinfeksi virus. Hal ini disebabkan kedua senyawa tersebut diproses di dalam hati. Jika dosisnya terlalu tinggi dan hati sedang terinfeksi virus, maka kerja hati menjadi terlalu berat. Selain itu, setelah diserap oleh usus, vitamin larut lemak akan disimpan di dalam hati. Jika vitamin larut lemak dikonsumsi dalam jumlah yang tinggi, maka penyimpanannya di hati juga semakin besar. Hal ini juga terkait dengan efek toksik terhadap organ, seperti yang telah dijelaskan pada sub bab 3. Adanya pengaruh antara tingginya kandungan senyawa aktif (tokoferol dan karoten) dalam fraksi minyak terhadap fungsi dan kerja hati dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 17, dimana terjadi perubahan warna pada organ hati menjadi semakin merah pekat dengan semakin meningkatnya dosis yang diberikan. Tingginya kandungan lemak, juga dapat mengakibatkan gangguan hati yang berupa perlemakan hati. Perlemakan atau degenerasi lemak merupakan pengumpulan lemak di dalam sel parenkim akibat gangguan metabolisme sel. Lu (1995) menyatakan bahwa hati dapat dikategorikan mengalami perlemakan bila mengandung berat lipid lebih dari 5 %. Menurut Anonim (2007c), vitamin E adalah vitamin yang paling aman dikonsumsi dibandingkan vitamin larut lemak lainnya, karena sekitar 60-70 % vitamin E yang dikonsumsi akan dibuang dari tubuh. Namun demikian, kelebihan vitamin E dapat mengganggu proses pembekuan darah. Sebab dosis yang tinggi

dapat meningkatkan efek obat antikoagulan yang digunakan untuk mencegah penggumpalan darah (Almatsier, 2002). Vitamin E juga dapat terakumulasi dalam jaringan tubuh yang mengandung lemak seperti organ hati dan berpotensi meracuninya (Anonim, 2007d). Selain itu, bila mengkonsumsi vitamin E lebih dari 600 mg sehari (60-75 kali kecukupan) akan mengakibatkan adanya gangguan pada saluran cerna. Maryam (2003) menyatakan bahwa konsumsi -karoten dosis tinggi tidak menyebabkan toksisitas. Konsumsi -karoten dosis tinggi dapat menyebabkan peningkatan -karoten dalam plasma, walaupun respon tersebut berbeda untuk tiap individu. Tingkat plasma karotenoid yang tinggi hanya sedikit atau sama sekali tidak mempengaruhi tingkat vitamin A plasma (Brody, 1994). Menurut (Almatsier, 2002), karoten tidak menimbulkan gejala kelebihan, karena absorpsi karoten menurun bila dikonsumsi dalam jumlah tinggi. Namun demikian, kelebihan karotenoid dapat menyebabkan hiperkarotenosis, yang ditandai dengan perubahan warna kulit menjadi kuning atau jingga pada dahi, telapak tangan dan kaki (Maryam, 2003). Hal ini disebabkan sebagian dari karoten yang diserap tidak diubah menjadi vitamin A, akan tetapi disimpan di dalam lemak. Bila lemak dibawah kulit mengandung banyak karoten, warna kulit terlihat kekuningan (Almatsier, 2002). Fraksi minyak mengandung senyawa aktif seperti tokoferol dan karoten dalam jumlah yang jauh lebih tinggi dibanding fraksi air. Namun, di dalam fraksi air terdapat komponen fenol yang dapat berpotensi sebagai antioksidan. Kandungan fenol dalam fraksi air menurut Selly (2008) adalah sebesar 210.44 ppm yang setara dengan 19 % bk. Menurut Chen dan Han (2000) kandungan fenol pada teh hijau sebesar 54.5-76.55 %. Adanya kandungan fenol dalam fraksi air buah merah, walaupun dalam jumlah yang tidak cukup tinggi, dapat menjadi salah satu indikasi berpotensinya fraksi air buah merah sebagai antioksidan. Hernani (2005) menyatakan bahwa senyawa fito-kimia dan senyawa golongan fenolik mempunyai aktivitas antioksidan yang jauh lebih tinggi dibandingkan vitamin C dan E. Mukhopadhyay (2000) menjelaskan bahwa polifenol memiliki kemampuan berikatan dengan metabolit lain (protein, lemak, dan karbohidrat) membentuk senyawa kompleks yang stabil sehingga

menghambat mutagenesis dan karsinogenesis. Polifenol mempunyai sifat antioksidatif dan antitumor. Hal ini juga dibuktikan oleh penelitian Selly (2008) bahwa fraksi air memiliki aktivitas antiproliferasi terhadap sel kanker HeLa dan K-562 yang lebih tinggi dibandingkan fraksi minyak. Proses penyerapan senyawa fenol berbeda dengan penyerapan karotenoid dan tokoferol. Hal ini disebabkan adanya perbedaan sifat antara keduanya, dimana fenol merupakan senyawa yang larut air. Senyawa yang larut dalam air penyerapannya lebih sederhana seiring dengan penyerapan air dari saluran pencernaan masuk ke dalam aliran darah. Jumlah fenol dalam fraksi air yang tidak terlalu tinggi juga menguntungkan, sebab potensi terjadinya ketoksikan yang disebabkan oleh senyawa fenol menjadi rendah. Fenol bersifat germisidal karena dalam konsentrasi yang tinggi menyebabkan koagulasi dan presipitasi protein (Goodman dan Gilman, 1980). Fenol sangat mudah diserap bahkan melalui kulit sekalipun, masuk ke dalam aliran darah dan dikeluarkan melalui ginjal bersama urin. Secara sistemik dalam dosis yang tinggi, fenol dapat merangsang susunan syaraf pusat dan menyebabkan kelumpuhan karena kejang otot (Goodman dan Gilman, 1980). Selain senyawa aktif, kedua fraksi juga mengandung komponen zat gizi seperti karbohidrat dan protein. Menurut Selly (2008), kandungan karbohidrat dalam fraksi minyak dan air buah merah adalah 6.18 dan 0.08 %. Walaupun dalam jumlah yang cukup rendah, adanya kandungan karbohidrat dapat berpengaruh terhadap fungsi dan kerja organ, seperti organ hati. Di hati, fruktosa dan galaktosa akan diubah menjadi glukosa karena tubuh hanya bisa memanfaatkan energi dari karbohidrat dalam bentuk glukosa. Dari hati ini, glukosa akan dikirim ke seluruh jaringan tubuh menurut kebutuhan. Sebagian glukosa disimpan di otot dan di hati sebagai cadangan yang disebut glikogen. Kapasitas pembentukan glikogen ini terbatas, kelebihan karbohidrat akan diubah menjadi lemak dan ditimbun di dalam jaringan adiposa. Kandungan protein dalam fraksi minyak dan air buah merah menurut Selly (2008) adalah 0.08 dan 0.46 %. Beberapa organ yang dipengaruhi oleh adanya kandungan protein ini antara lain hati dan ginjal. Menurut Almatsier (2002), Sebagian dari amonia yang dibentuk dalam hati merupakan sumber nitrogen untuk

mensintesis asam amino, sedangkan selebihnya harus didetoksikasi. Dalam keadaan normal hati dapat mengubah semua amonia menjadi ureum dan mengeluarkannya ke dalam darah. Ginjal kemudian membersihkan darah dari amonia dan mengeluarkannya dari tubuh melalui urin. Bila konsumsi protein berlebihan akan menyebabkan produksi ureum meningkat. Semua keracunan terjadi akibat reaksi antara zat beracun dengan reseptor dalam tubuh (Katzung, 2002). Pemberian ekstrak buah merah secara oral menyebabkan senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak buah merah diabsorbsi dalam saluran pencernaan. Senyawa aktif tersebut kemudian mengalami proses distribusi dan metabolisme. Produk metabolisme yang bersifat toksik bekerja sebagai inhibitor enzim untuk tahap metabolisme selanjutnya. Reaksi antara senyawa aktif dengan reseptor dalam organ efektor menyebabkan timbulnya gejala keracunan (Donatus, 2001).

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil ekstraksi buah merah menggunakan metode sentrifugal, diperoleh nilai rendemen fraksi minyak sebesar 15 %, dan fraksi air 53 %. Rendemen fraksi air dihitung dari perolehan pasta sisa. Berdasarkan hasil pengujian toksisitas akut, tidak ditemukan adanya kematian mencit pada setiap tingkatan dosis (5-137200 mg/kgBB) untuk kedua fraksi. Dari hasil tersebut, diperoleh nilai LD50 untuk fraksi minyak dan fraksi air buah merah sebesar 137200 mg/kgBB. Berdasarkan klasifikasi toksisitas relatif (Lu, 1995), nilai toksisitas tersebut termasuk ke dalam kelompok praktis tidak toksik. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap berat badan, tingkah laku dan gejala toksik tidak ditemukan adanya suatu efek toksik untuk kedua fraksi. Perubahan yang terjadi hanya menunjukkan suatu proses adaptasi terhadap stres setelah mengalami perlakuan. Berdasarkan analisis sidik ragam untuk fraksi air dan minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB diketahui bahwa tingkatan dosis berpengaruh nyata terhadap perubahan berat badan mencit selama masa pengamatan (p < 0.05). Berdasarkan pengamatan terhadap organ secara makroskopik untuk perlakuan kedua fraksi, ditemukan adanya perubahan warna organ terutama hati, ginjal, dan limpa yaitu menjadi semakin merah pekat dan terdapat beberapa yang kehitaman terutama dengan semakin meningkatnya dosis yang diberikan. Hal ini disebabkan adanya pengaruh kandungan senyawa aktif dan komponen zat gizi di dalam kedua fraksi terhadap fungsi dan kerja organ.

B. SARAN Pengambilan data morfologi secara subjektif perlu diikuti dengan data objektivitas dan histologi sehingga diperoleh data yang lebih lengkap dan akurat, terutama mengenai efek toksik terhadap organ. Perlu dilakukan pengujian toksisitas sub-akut dan kronik untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat akumulasi konsumsi ekstrak buah merah serta uji untuk mengetahui dosis efektif

konsumsi buah merah (ED50). Disamping itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa toksik yang terdapat di dalam ekstrak buah merah dan studi lebih lanjut mengenai proses ekstraksi buah merah sehingga senyawa toksik yang terkandung dalam ekstrak buah merah dapat diminimalisir.

DAFTAR PUSTAKA Alam BS, LR Brown, dan SQ Alam. 1990. Influence of dietary fats and vitamin E on plasma and hepatic vitamin A and -carotene levels in rats fed excess -carotene. J.Nutr and Cancer, 14 (2):111-116. Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Anonim. 2007a. Lemak Tetap Diperlukan Tubuh. http://www.info-sehat.com/ content.php?s_sid=1048. [30 September 2007] ______. 2007b. Vitamin Larut dalam Lemak vs Vitamin Larut dalam Air. http://fapet.ipb.ac.id/ pin/Web/Bab7_2.htm. [30 September 2007] Frequenly Ask Question (Ocean Health). ______. 2007c. http://www.suplemenku.com /faq.php#10 -11-23. [23 Nopember 2007] ______. 2007d. Mekanisme Kerja Beberapa Antioksidan. http://www.info-sehat. com /content.php?ssid=1021. [23 Nopember 2007] Aqila A. 2007. Detoksifikasi. http://abuaqila78.multiply.com/journal/item/6/ DETOKSIFIKASI. [27 Januari 2008] Ball GFM. 1988. Fat Soluble Vitamin Assays in Food Analysis. Elsevier Science Publ. Co. Inc., New York. Balls M, James, dan Jacqueline. 1991. Animals and Alternatives in Toxicology. Great Britain at the University Press, Cambridge. Bieri JG. 1987. Vitamin E. Di dalam R.E.Olson dan H.P.Broquist. Vitamin. PT.Gramedia, Jakarta. Bloomstrand R dan B Werner. 1967. Studies on the intestinal absorption of radioactive -carotene and vitamin A in man. Scand. J.Clin.Lab.Invest., 19:339-345. Brody T. 1994. Nutritional Biochemistry. Academic Press, New York. Budi IM dan FR Paimin. 2004. Buah Merah. Penebar Swadaya, Jakarta. Budi IM, R Hartono, dan I Setyanova. 2005. Tanya Jawab Seputar Buah Merah. Penebar Swadaya, Jakarta. Burkitt HG, Young, dan Heath. 1995. WeatherSanguinis Functional Histology. A Text and Colour Atlas. Penerbit EGC, Jakarta.

Calder PC, Field, dan Gill. 2002. Nutrition and Immune Function. Biddles Ltd., London. Chen J dan C Han. 2000. The Protective Effect of Tea On Cancer: Human Evidence. Di dalam WR Bidlack, ST Omaye, MS Meskin, dan DKW Thopan. Fitochemicals As Bioactive Agent. Technomic Publishing, Landcaster. Darmansjah I. 1995. Toksikologi Dasar dalam Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi Universitas Indonesia, Jakarta. Dellman HD dan Brown. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner (terjemahan). Universitas Indonesia, Jakarta. Dewoto HR dan Wardhini. 1995. Vitamin. Di dalam Sulistia G.G. Farmakologi dan Terapi. Fakultas Kedokteran UI, Jakarta. Donatus IA. 2001. Toksikologi Dasar. Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi. UGM Press, Yogyakarta. Donatus IA dan Nurlaila. 1986. Obat Tradisional dan Fitoterapi Uji Toksikologi. Panitia Lustrum VII dan Reuni Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta. Draper HH. 1970. The Tocopherols. Di dalam R.A.Morton. Fat Soluble Vitamins. Biochemistry Dept., Johnston Laboratories, University of Liverpool. EPA (Environmental Protection Agency). 1988. Revised policy for acute toxicity testing. Probit Analysis. Cambridge University Press. _________________________________. 1998. Health Effect Test Guidelines. OPPTS 870.1100. Acute Toxicity Testing - Acute Oral Toxicity. EPA 712-C-98-190. Fessenden RJ dan JS Fessenden. 1992. Kimia Organik. Airlangga, Jakarta. Frankel M. 1985. Lectures in Internal Medicine. Ilmu Penyakit Dalam. Rumah Sakit PGI Tjikini. Jakarta. Ganong WF. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (terjemahan). Edisi ke-20. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Goodman DS, R Bloomstrand, B Werner, HS Huang, dan T Shiratori. 1966. The intestinal absorption and metabolism of vitamin A and -carotene in man. J.Clin.Invest., 45:1615-1623. Goodman LS dan Gillman. 1980. The Pharmacological Basis of Therapeutic 6th Ed. New York Macmilan Publishing, New York.

Guthrie HA. 1975. Introductory Nutrition. The C.V.Mosby Company, Saint Louis,USA. Hawab M. 2002. Metabolisme : Karbohidrat, Protein, dan Asam Nukleat. Jurusan Kimia Program studi Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB, Bogor. Hernani. 2005. Dapatkah Buah Merah Diganti dengan Tanaman Antioksidan Lain?. Di dalam Majalah Plus. Vol 1 : 40-43. Hodgson E dan PE Levi. 2000. Modern Toxicology. Mc. Graw Hill, Singapore. Jensen NH, AB Nielsen, dan R Wilbrandt. 1992. Chlorophyll a sensitized trans.cis photoisomerization of all-trans--carotene. J.Am.Chem.Soc., 104:61176119. Katzung BG. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik (terjemahan). Salemba Medika, Jakarta. Ketaren S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. Koeman JH. 1987. Pengantar Umum Toksikologi (terjemahan). Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Krinsky NI. 1988. Mechanism of action of biological antioxidans. Society for Experimental Biology and Medicine, Boston. Laurence DR dan PN Bennet. 1995. Clinical Pharmacology. Longman Singapore Publisher (Ptc.) LTD, Singapore. Lazarovici P dan Haya. 2002. Chimeric Toxin: Mechanisms of Action and Therapeutic Applications. Taylor and Francis Group. Lehninger AL. 1990. Dasar-dasar Biokimia Jilid I. Penerbit Erlangga, Jakarta. Liestiyani O. 2000. Pengaruh Suhu Pemanasan Biji Jarak, Waktu, dan Tekanan Pengempaan Dingin terhadap Mutu Minyak Biji Jarak (Ricinus communis L.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme (terjemahan). UI Press, Jakarta. Loomis TA. 1978. Toksikologi Dasar. IKIP Press, Semarang. Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar : Asas, Organ, Sasaran, dan Penilaian Resiko. Edisi ke-2. UI Press, Jakarta.

Malole MBM. dan CSU Pramono. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. PAU-Bioteknologi IPB, Bogor. Manalu W. 1999. Pengantar Ilmu Nutrisi Hewan. Diktat Kuliah Ilmu Nutrisi Pakan Hewan. Bagian Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Bogor. Maryam S. 2003. Defisiensi dan Toksisitas Vitamin A. http://tumoutou.net/ 6_sem2_023/siti_maryam.htm. [23 Nopember 2007] Mathews CK, KE van Holde, dan KG Ahern. 2000. Biochemistry 3rd Edition. Addison Wesley Longman, Inc., San Francisco. Mitchel PH. 1956. A Text Book of General Physiology 5th Edition. Mc Graw Hill Book Company Inc., New York. Muchtadi D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. Muchtadi D, NS Palupi, dan M Astawan. 1989. Metabolismo Zat Gizo. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizo, IPB, Bogor. Mukhopadhyay M. 2000. Natural Extracts Using Super Critical Carbondioxide. CRC Press, New York. Mutschler E. 1991. Dinamika Obat (terjemahan). Edisi ke-5. Penerbit ITB, Bandung. Nicholson JA. 1974. Veterinary Toxicology. Baillere Tindall and Cox Publishers, London. Olson JA. 1991. Vitamin A. Di dalam Handbook of Vitamins. Machlin, L.J. (ed.). Marcel Dekker Inc., New York. Puryanti R. 2006. Report 96-Hours Acute Oral Toxicity Test (LD50). Bogor Lab, Bogor. Reeves PG, FH Nielsen, dan GC Fahey Jr. 1993. AIN-93 Purified Diets for Laboratory Rodents : Final Report of the American Institute of Nutrition Ad Hoc Writing Committee on the Reformulation of the Ain 76-a Rodent Diet. Journal of Nutrition Vol.123 No.11 November 1993, pp. 1939-1951. Roza S. 2006. Pengaruh Pemberian Sari Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) terhadap Mencit yang Dikawinkan:Gambaran Histopatologi Organ Hati. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, IPB, Bogor.

Sadsoeitoeboen MJ. 1999. Pandanaceae : Aspek Botani dan Etnobotani Dalam Kehidupan Suku Arfak di Irian Jaya. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. Selly AJ. 2008. Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia dan Pengujian Antiproliferasi Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) Terhadap Sel Kanker HeLa dan K-562 Secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Sherly. 1998. Ekstraksi Minyak dari Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) dan Komposisi Asam Lemaknya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Siregar CJP, Sri, Sanggariwati, Sukirno, Yuharni, dan Srikandi D. 1991. Prosedur Operasional Baku Uji Toksisitas. Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan. WHO Collaborating Centre For Quality Assurance of Essential Drugs. Dirjen POM, Depkes RI. Siswandono dan Bambang. 1995. Kimia Mediasinal. Airlangga University Press, Surabaya Subroto A. 2006. Pilihan Terbaik Atasi Hepatitis. http://b3d70.wordpress.com/ 2007/03/23/pilihan-terbaik-atasi-hepatitis/. [23 Nopember 2007] Sukirno. 2007. Efek Pemberian Ekstrak Dan Minyak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) Terhadap Toksisitas Dan Proliferasi Sel Limfosit Manusia Secara In Vitro. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, IPB, Bogor. Sumampouw AGO. 2003. Colon Hidroterapi. http://www.medikaholistik.com /2033/2004/11/28/medika.html?xmodule=document_detail&xid=17. [26 Januari 2008] Susanti. 2006. Karakterisasi Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) dan Uji Biologis terhadap Proliferasi Sel Limfosit Mencit. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Swenson MJ. 1984. Secretory Functions of The Gastrointestinal Tract in Dukes Physiology of Domestic Animal. Ed ke-10. Cornell University Press, London. Thieme JG. 1968. Coconut oil processing. Food and Agricultural Organization. Agricultural Development Cultural paper no 89, Rome. Thomson dan Weil CS. 1952. Tables for Convenient Calculation of Median Effective Dose (LD50 or ED50) and Instructions in Their Use. Biometrics 8:249-263.

Tizard IR. 1988. Veterinary Immunology An Introduction 3rd Edition. Universitas Airlangga Press, Surabaya. Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT.Gramedia, Jakarta. ___________. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT.Gramedia, Jakarta. Wirawan R, Immanuel, dan Dharma. 1983. Penilaian Hasil Pemeriksaan Tinja. Cermin Dunia Kedokteran No.30, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.

Lampiran 1. Hasil penimbangan berat badan mencit perlakuan fraksi air dan minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB selama masa adaptasi

Sampel : Fraksi Air Dosis Ulangan keRata-rata berat badan mencit (g) (mg/kgBB) Hari ke-1 Hari ke-3 Hari ke-5 Hari ke-7 1 16.58 18.02 21.44 22.52 5 2 16.21 18.09 21.36 22.43 1 16.02 18.14 20.86 21.88 50 2 15.94 17.62 20.24 21.56 1 15.80 17.72 20.31 21.16 500 2 15.53 16.87 19.87 20.74 1 15.78 17.25 20.04 21.51 5000 2 15.44 16.82 19.88 20.90 1 15.67 17.07 19.94 20.96 50000 2 15.50 16.86 19.76 20.84 1 15.84 17.36 20.04 21.88 70000 2 15.61 17.08 21.19 22.91 1 15.81 17.30 19.34 20.42 98000 2 15.74 17.12 19.16 20.33 1 15.70 17.14 19.22 20.90 137200 2 15.52 17.06 19.14 20.65

Sampel : Fraksi Minyak Dosis Ulangan keRata-rata berat badan mencit (g) (mg/kgBB) Hari ke-1 Hari ke-3 Hari ke-5 Hari ke-7 1 16.57 18.18 20.92 22.06 5 2 16.41 18.06 20.14 21.74 1 16.38 17.87 20.37 21.82 50 2 16.26 17.75 20.15 21.60 1 15.89 17.40 20.04 21.22 500 2 15.61 17.13 19.89 20.01 1 15.66 17.13 19.95 20.13 5000 2 15.45 16.94 19.98 20.03 1 15.53 17.04 19.93 20.96 50000 2 15.39 16.91 19.88 20.81 1 15.86 17.44 19.98 21.50 70000 2 15.70 17.06 19.21 20.97 1 15.05 16.78 19.28 20.84 98000 2 15.21 16.99 19.54 21.11 1 14.97 16.48 18.96 20.20 137200 2 15.03 16.67 19.12 20.04

Lampiran 2. Hasil penimbangan berat badan mencit perlakuan fraksi air dan minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB selama masa pengamatan Sampel : Fraksi Air Dosis Ulangan (mg/kgBB) ke5 50 500 5000 50000 70000 98000 137200 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

Rata-rata berat badan mencit (g) Jam ke- Jam ke- Jam ke- Jam ke- Jam ke0 24 48 72 96 22.52 22.50 23.66 24.79 25.39 22.43 22.16 23.30 24.47 25.16 21.88 21.82 22.92 23.74 24.65 21.56 21.68 22.66 23.57 24.42 21.16 21.12 22.28 23.22 24.16 20.74 20.84 22.01 22.96 23.85 21.51 21.42 22.57 23.39 24.18 20.90 21.03 22.15 23.09 23.87 20.96 20.82 21.99 23.09 23.59 20.84 20.71 21.86 22.87 23.36 21.88 21.70 22.50 23.42 23.72 22.91 21.46 22.37 23.19 23.81 20.42 20.23 21.50 22.89 23.47 20.33 20.14 21.32 22.36 23.29 20.90 20.27 21.16 22.10 22.92 20.65 20.03 20.99 22.06 22.87

Sampel : Fraksi Minyak Dosis Ulangan Rata-rata berat badan mencit (g) (mg/kgBB) keJam ke- Jam ke- Jam ke- Jam ke- Jam ke0 24 48 72 96 1 22.06 21.56 22.46 23.33 24.12 5 2 21.74 21.44 22.39 23.16 23.82 1 21.82 21.04 22.00 22.86 23.50 50 2 21.60 20.89 21.87 22.76 23.45 1 21.22 20.02 20.71 21.35 21.91 500 2 20.01 19.85 20.83 21.47 22.07 1 20.13 18.14 18.90 19.56 20.69 5000 2 20.03 17.98 18.79 19.43 20.55 1 20.96 18.36 19.05 19.61 20.38 50000 2 20.81 18.02 18.70 19.26 20.05 1 21.50 18.89 19.68 20.78 21.50 70000 2 20.97 18.60 19.33 20.43 21.13 1 20.84 16.73 17.72 18.90 19.88 98000 2 21.11 16.81 17.75 18.96 19.65 1 20.20 16.72 17.32 18.00 18.88 137200 2 20.04 16.69 17.27 17.94 18.67

Lampiran 3. Hasil analisis sidik ragam pengaruh dosis terhadap perubahan berat badan mencit perlakuan fraksi air buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB

ANOVA perubahan berat badan (gram) Sum of Squares ,280 ,034 ,314 df 7 8 15 Mean Square ,040 ,004 F 9,548 Sig. ,002

Between Groups Within Groups Total

Lampiran 4. Hasil analisis sidik ragam pengaruh dosis terhadap perubahan berat badan mencit perlakuan fraksi minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB

ANOVA perubahan berat badan (gram) Sum of Squares 1,417 ,201 1,618 df 7 8 15 Mean Square ,202 ,025 F 8,059 Sig. ,004

Between Groups Within Groups Total

Lampiran 5. Hasil analisis beda duncan pengaruh dosis terhadap perubahan berat badan mencit untuk perlakuan fraksi air buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB

perubahan berat badan (gram) Duncan


a

dosis (mg/kgBB) 70000 137200 50000 5 50 5000 98000 500 Sig.

N 2 2 2 2 2 2 2 2

Subset for alpha = .05 1 2 3 ,3425 ,5300 ,6438 ,6438 ,7000 ,7038 ,7050 ,7513 ,7637 1,000 ,117 ,125

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

Lampiran 6. Hasil analisis beda duncan pengaruh dosis terhadap perubahan berat badan mencit untuk perlakuan fraksi minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB

perubahan berat badan (gram) Duncan


a

dosis (mg/kgBB) 137200 98000 70000 50000 5000 500 50 5 Sig.

N 2 2 2 2 2 2 2 2

1 -,3363 -,3025 ,0200

Subset for alpha = .05 2 3

,0200 ,0975 ,1350 ,3438

,0975 ,1350 ,3438 ,4413 ,076

,063

,091

,1350 ,3438 ,4413 ,5175 ,053

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

You might also like