You are on page 1of 19

Wrap-up Problem Based Learning

B.2
Skenario 2 Blok Gastrointestinal

Nyeri Perut Kanan Bawah

Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Jakarta

2009

WRAP-UP Problem Based Learning SKENARIO 2 BLOK GASTROINTESTINAL

Nyeri Perut Kanan Bawah


oleh:

B.2
SATRIO BAGOES P. W. SEKRETARIS SULTANAH
KETUA

110.2007.255 110.2007.269

ANGGOTA

M. ABDURRAHMAN NAFILA MAHIDA SUKMONO NURVALINDA AS. PEBRIAN RACHMAN TRI WAHYU TUGAS MAHARDHIKA YUNITA PANGESTUTI

110.2007.181 110.2006.176 110.2007.206 110.2007.210 110.2007.278 110.2007.280 110.2007.303

Skenario 2
NYERI PERUT KANAN BAWAH
Sukrino, 22 tahun, datang berobat ke poliklinik bedah RS YARSI dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari yang lalu. Keluhan juga disertai badan panas, mual, dan muntah. Sebelumnya, 3 hari yang lalu penderita mengeluh nyeri di ulu hati nyerinya turun ke perut kanan bawah dan menetap. Pemeriksaan fisik: Keadaan umum : baik, kesadaran compos mentis. Tanda vital : TD 100/70 mmHg, frekuensi nadi 124 x/menit, suhu 38oC Status lokal region abdomen: - inspeksi : datar - palpasi : ada nyeri tekan perut kanan bawah di titik McBurney - perkusi : timpani - auskultasi : bising usus (+) normal Pemeriksaan penunjang: Hb 13 gr/dL, leukosit 10.500/L Appendikogram: non filling appendix Dari pemeriksaan di atas, dokter mendiagnosis penyakitnya adalah appendisitis akut dan dianjurkan dirawat untuk dioperasi.

Step 1
clarify unfamiliar terms

Appendisitis Non filling appendix Titik McBurney

: radang yang terjadi pada usus buntu. : appendix yang tidak terisi oleh zat kontras pada pemeriksaan foto abdomen. : suatu titik yang melewati garis yang menghubungkan (spina iliaca anterior superior) SIAS dan umbilicus. : pemeriksaan pencitraan untuk appendix.

Appendikogram

Step 2
define problems

1. Apa penyebab terjadinya appendisitis? 2. Kenapa sakit dari ulu hati turun ke perut kanan bawah dan menetap di sana? 3. Kenapa pasien dianjurkan untuk langsung dioperasi? 4. Apa dampaknya bila pasien tidak dioperasi? 5. Apa yang menyebabkan suhu tubuhnya meningkat? 6. Apa kegunaan appendikogram? 7. Mengapa nyeri tekan terdapat pada titik McBurney? 8. Mengapa frekuensi nadinya tidak normal? 9. Apakah makanan dapat mempengaruhi penyakit appendisitis ini? 10. 11. Apakah penyakit ini dapat mengganggu sistem pencernaan? Apa gejala dari appendisitis?

Step 3
brainstorm possible explanations for the problems
1. Obstruksi lumen, adanya bakteri, feses yang tidak bisa keluar dari usus buntu, makanan yang tidak dicerna dengan baik. 2. Terdapat sindrom dispepsia akut, adanya infeksi oleh bakteri. 3. Agar kondisi pasien tidak tambah buruk: infeksi tidak menyebar, obstruksi tidak terjadi. 4. Agar keadaan pasien tidak tambah buruk. 5. Karena adanya infeksi dan inflamasi. 6. Untuk mendukung dan memastikan diagnosis appendisitis. 7. Karena appendix berada pada titik McBurney dan inflamasi sedang terjadi pada appendix tersebut. 8. Karena adanya inflamasi. 9. Ya, jika makanan tidak dicerna dengan baik. 10. Ya, ditandai dengan mual, muntah, dan efek lainnya yang disebabkan oleh appendisitis. 11. Nyeri tekan di titik McBurney, demam, mual, muntah.

Step 4
arrange explanation into a tentative solution or hypothesis
Appendisitis dapar disebabkan oleh adanya bakteri, obstruksi lumen, feses yang tidak bisa keluar dari appendix, atau makanan yang tidak dicerna dengan baik. Appendisitis ini dapat menimbulkan gejala, antara lain nyeri tekan di titik McBurney, mual, muntah, dan demam. Salah satu pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis appendisitis adalah appendikogram. Pasien dianjurkan untuk segera dioperasi agar tidak terjadi komplikasi dan keadaan tidak memburuk.

Step 5
define learning objectives

Memahami dan menjelaskan anatomi appendix 1.1 Menjelaskan anatomi makroskopik appendix 1.2 Menjelaskan anatomi mikroskopik appendix Memahami dan menjelaskan fisiologi appendix Memahami dan menjelaskan appendisitis 3.1 Menjelaskan definisi dan etiologi 3.2 Menjelaskan patologi 3.3 Menjelaskan manifestasi klinis Memahami dan menjelaskan diagnosis 4.1 Menjelaskan pemeriksaan fisik 4.2 Menjelaskan pemeriksaan penunjang 4.3 Menjelaskan diagnosis banding Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan appendisitis 5.1 Menjelaskan terapi 5.2 Menjelaskan prognosis

2 3

Step 6
gathering information and individual study

10

Step 7
1. ANATOMI MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK APPENDIX 1.1 ANATOMI MAKROSKOPIK APPENDIX Appendix vermiformis merupakan organ sempit, berbentuk tabung yang mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid. Panjang appendix vermiformis bervariasi, antara 8-13 cm. Dasarnya melekat pada permukaan posteromedial caecum, sekitar 2,5 cm di bawah junctura ileocaecalis. Bagian appendix vermiformis lainnya bebas. Appendix vermiformis diliputi seluruhnya oleh peritoneum, yang melekat pada lapisan bawah mesenterium intestinum tenue melalui mesenteriumnya sendiri yang pendek, mesoappendix. Mesoappendix berisi arteria, vena appendicularis, dan saraf-saraf. Appendix vermiformis terletak di regio iliaca dextra dan pangkal diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah garis yang menghubungkan spina iliaca anterior superior dan umbilicus (titik McBurney). Di dalam abdomen, dasar appendix vermiformis mudah ditemukan dengan mencari taeniae coli caecum dan mengikutinya sampai dasar appendix vermiformis, tempat taeniae coli

bersatu membentuk tunica muscularis longitudinal yang lengkap.

Gambar 1-1. Anatomi makroskopis ileum pars terminalis, caecum, appendix vermiformis

Posisi ujung appendix vermiformis yang umum Ujung appendix vermiformis mudah bergerak dan mungkin ditemukan pada tempat-tempat berikut ini:
11

tergantung ke bawah ke dalam pelvis berhadapan dengan dinding pelvis dextra; melengkung di belakang caecum; menonjol ke atas sepanjang pinggir lateral caecum; dan di depan atau di belakang pars terminalis ileum. Dua posisi pertama merupakan posisi yang sering ditemukan. Tipe appendix vermiformis Pada orang mati, appendix vermiformis dapat ditemukan dalam beberapa tipe, antara lain: - Post caecalis (di belakang caecum) : 65% - Descending (tipe pelvic, terletak di bawah ileum) : 31% - Subcaecalis (di bawah caecum) : 2,6% - Ante ilei (di depan ileum) : 1,0% - Post ilei (di belakang ileum) : 0,4% Pada orang hidup dapat ditemukan semua tipe karena caecum selalu berkontraksi sehingga ujung appendix vermiformis berubah-ubah, sedangkan pada orang mati tetap. Appendix vermiformis pada orang hidup dapat ditemukan dua tipe, antara lain: - Mobile type, bisa berubah-ubah dan dapat ditemukan pada semua tipe. - Fixed type, tetap dapat ditemukan bila ujung appendix pada peritoneum dan tipe retrocaecal. Vaskularisasi appendix vermiformis Arteria appendicularis merupakan cabang arteria caecalis posterior. Arteria ini berjalan menuju ujung appendix vermiformis di dalam mesoappendix. Vena appendicularis mengalirkan darahnya ke vena caecalis posterior. Persarafan appendix vermiformis Saraf-saraf berasal dari cabang-cabang saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari plexus mesentericus superior. Serabut saraf aferen yang menghantarkan rasa nyeri visceral dari appendix vermiformis berjalan bersama saraf simpatis dan masuk ke medulla spinalis setinggi vertebra thoracica X.

1.2 ANATOMI MIKROSKOPIK APPENDIX Appendix merupakan diverticulum kecil langsing dan buntu yang berasal dari caecum. Dalam potongan melintang, lumennya sempit dan biasanya dengan batas yang tidak teratur, sering mengandung debris sel dan dapat menyumbat seluruh lumen appendix. Epitel permukaan terutama tersusun oleh sel silindris dengan striated border, dan sel gobletnya sedikit. Di dalam kriptus, terdapat sedikit sel Paneth, dan banyak sel enteroendokrin. Muscularis mucosa biasanya tidak sempurna. Submukosa tebal dan mengandung pembuluh darah dan saraf, dan muscularisnya tipis tetapi masih memperlihatkan kedua lapisan. Tunica serosa identik dengan yang meliputi usus lainnya.
12

Appendix seringkali menjadi tempat peradangan akut dan kronik, sehingga sukar mendapatkan appendix yang normal. Biasanya terdapat eosinofil dan neutrofil dalam lamina propria dan submucosa. Dalam jumlah banyak, eosinofil dan neutrofil berturut-turut menunjukkan adanya infeksi menahun dan infeksi akut.

Gambar 1-2. Anatomi mikroskopis appendix vermiformis, potongan melintang

2. FISIOLOGI APPENDIX Appendix menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir ini normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di muara appendix nampaknya berperan pada patogenesis appendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT ( gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna (termasuk
13

appendix) ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan appendix tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limf di sini kecil sekali daripada jumlahnya di seluruh saluran cerna dan di seluruh tubuh.

3. APPENDISITIS 3.1 DEFINISI DAN ETIOLOGI Appendisitis merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen appendix merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus di samping hiperplasia jaringan limf, fekalit (feses yang mengeras), tumor appendix, dan cacing Ascaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga menimbulkan appendisitis ialah erosi mukosa appendix karena parasit seperti Entamoeba histolytica. 3.2 PATOLOGI Patologi appendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding appendix dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup appendix dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat appendix. Di dalamnya terdapat nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, appendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu saat, organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut. 3.3 MANIFESTASI KLINIS Appendisitis akut sering tampil dengan gejala klinis yang didasari oleh radang mendadak appendix (umbai cacing) yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal. Gejala klasik appendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam, nyeri akan pindah ke kanan, ke bawah titik McBurney. Di sini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
14

memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena dapat mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat rangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. Bila letak appendix retrocaecal retroperitoneal, karena ketaknya terlindung oleh caecum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi musculus psoas major yang menegang dari dorsal. Appendix yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga peristalsis meningkat. Pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika appendix tersebut menempel ke vesica urinaria (kandung kemih), dapat menyebabkan peningkatan frekuensi berkemih karena adanya rangsangan pada dindingnya. Pada beberapa keadaan, appendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan dapat menyebabkan komplikasi, misalnya pada orang berusia lanjut yang gejalanya sering samar-samar sehingga lebih dari setengah penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadinya perforasi. Pada kehamilan, keluhan utama appendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan adalah pada kehamilah trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, caecum dan appendix terdorong ke craniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah, tetapi lebih ke regio lumbal kanan.
Tabel 3-1. Gambaran klinis appendisitis akut Tanda awal - nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilicus disertai mual dan anorexia. Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik McBurney - nyeri tekan - nyeri lepas - defans muskuler Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung - nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing) - nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg) - nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti saat bernapas dalam, berjalan, batuk, mengedan.

4. DIAGNOSIS 4.1 PEMERIKSAAN FISIK Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 OC. bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses periapendikuler. Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaca kanan, bisa disertai nyeri lepas. Nyeri tekan perut kanan bawah ini
15

merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut dengan tanda Rovsing. Pada appendisitis retrocaecal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. Tanda pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan pada orang tidak hamil, karena itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari uterus atau appendix. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai dengan pergeseran uterus, terbukti proses bukan berasal dari appendix. Peristalsis usus sering normal; peristalsis dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendix perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada appendisitis pelvica. Pada appendisitis pelvica, tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosisnya adalah nyeri yang terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak appendix. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendix yang meradang menempel di musculus psoas major, tindakan tersebut akan menimbulkan rasa nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah appendix yang meradang kontak dengan musculus obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada appendisitis pelvica.

4.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis appendisitis akut bila diagnosisnya meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi (USG) bisa meningkatkan akurasi diagnosis. Demikian pula laparoskopi pada kasus yang meragukan. Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis appendisitis akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi. 4.3 DIAGNOSIS BANDING Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding. Gastroenteritis mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan. Hiperstalsis sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibanding appendisitis akut. Demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit yang meningkat. Limfadenitis mesenterika biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis yang ditandai dengan nyeri perut (terutama kanan) disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan perut samar (terutama kanan).
16

Kelainan ovulasi folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan rasa nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi dapat mengganggu selama 2 hari. Infeksi panggul salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan appendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Kehamilan hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas dab pada kuldosentesis didapatkan darah. Kista ovum terpuntir timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan abdomen, colok vaginal, atau colok rectal. Tidak ada demam. Pemeriksaan USG dapat menentukan diagnosis. Endometriosis eksterna endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan ke luar. Urolitiasis pielum/ureter kanan riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit ini. Pielonephritis sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri costovertebra di sebelah kanan, dan piuria. Penyakit saluran cerna lainnya penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan di perut, seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pancreatitis, divertikulitis colon, obstruksi usus awal, perforasi colon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel appendix.

5. PENATALAKSANAAN 5.1 TERAPI Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah appendektomi. Appendektomi bisa dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi. Bila appendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Appendektomi direncanakan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya pasien diberi antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang (6-8 minggu kemudian), dilakukan appendektomi. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara
17

konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan untuk dioperasi secepatnya. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan appendektomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keulhan atau gejala apapundan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau absesdapat dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah. Penatalaksanaan pada appendisitis perforata dapat dilakukan dengan perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram negatif dan postif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan. Perlu dilakukan laparatomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat secara mudah, begitu pula pembersihan kantong nanah. Akhir-akhir ini mulai banyak dilaporkan pengelolaan appendisitis perforasi secara laparoskopi appendektomi.

5.2 PROGNOSIS Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendix tidak diangkat.

***

18

Daftar Pustaka
De Jong, Wim. 2006. Ilmu Bedah. Jakarta: EGC Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi, Edisi V. Jakarta: EGC Putz, Reinhard & Reinhard Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2 Edisi 22. Jakarta: EGC Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran . Jakarta: EGC Sofwan, Achmad. 2009. Tractus Digestivus. Jakarta: FKUY

19

You might also like