You are on page 1of 12

SPONDILITIS TB PENDAHULUAN Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang

bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosa. Spondilitis tuberkulosa dikenal juga sebagai penyakit Pott, paraplegi Pott. Nama Pott itu merupakan penghargaan bagi Pervical Pott seorang ahli bedah berkebangsaan Inggris yang pada tahun 1879 menulis dengan tepat tentang penyakit tersebut. Penyakit ini merupakan penyebab paraplegia terbanyak setelah trauma, dan banyak dijumpai di Negara berkembang. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8-L3 dan paling jarang pada vertebra C12.(1,2,3,4) INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua. Meskipun perbandingan antara pria dan wanita hampir sama, namun biasanya pria lebih sering terkena dibanding wanita yaitu 1,5:2,1. Di Ujung Pandang spondilitis tuberkulosa ditemukan sebanyak 70% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Umumnya penyakit ini menyerang orang-orang yang berada dalam keadaan sosial ekonomi rendah.(1,3,4,5,6,7) ETIOLOGI Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun.(1,8) PATOFISIOLOGI Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus respiratorius. Pada saat terjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang buruk maka dapat terjadi basilemia. Penyebaran terjadi secara hematogen. Basil TB dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal dan tulang. Enam hingga 8 minggu kemudian, respons imunologik timbul dan fokus tadi dapat mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin sembuh sempurna. Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering menyerang korpus vertebra. Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise, discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus menghancurkan vertebra di dekatnya.(1,2,3,4,9) Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah.(1,2,3,5) Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral

di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus, atau kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea.(1,2,3,5) Menurut Gilroy dan Meyer (1979), abses tuberkulosis biasanya terdapat pada daerah vertebra torakalis atas dan tengah, tetapi menurut Bedbrook (1981) paling sering pada vertebra torakalis 12 dan bila dipisahkan antara yang menderita paraplegia dan nonparaplegia maka paraplegia biasanya pada vertebra torakalis10 sedang yang non paraplegia pada vertebra lumbalis. Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut : arteri induk yang mempengaruhi medulla spinalis segmen torakal paling sering terdapat pada vertebra torakal 8-lumbal 1 sisi kiri. Trombosis arteri yang vital ini akan menyebabkan paraplegia. Faktor lain yang perlu diperhitungkan adalah diameter relatif antara medulla spinalis dengan kanalis vertebralisnya. Intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi vertebra torakalis 10, sedang kanalis vertebralis di daerah tersebut relative kecil. Pada vertebra lumbalis 1, kanalis vertebralisnya jelas lebih besar oleh karena itu lebih memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari bagian anterior. Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa paraplegia lebih sering terjadi pada lesi setinggi vertebra torakal 10.(1,2,5) Kerusakan medulla spinalis akibat penyakit Pott terjadi melalui kombinasi 4 faktor yaitu :(2) 1. Penekanan oleh abses dingin 2. Iskemia akibat penekanan pada arteri spinalis 3. Terjadinya endarteritis tuberkulosa setinggi blokade spinalnya 4. Penyempitan kanalis spinalis akibat angulasi korpus vertebra yang rusak Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu :(1) 1. Stadium implantasi. Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anakanak umumnya pada daerah sentral vertebra. 2. Stadium destruksi awal Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada discus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu. 3. Stadium destruksi lanjut Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus. 4. Stadium gangguan neurologis Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari

seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu : Derajat I : kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris. Derajat II : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya. Derajat III : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia. Derajat IV : terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra. 5. Stadium deformitas residual Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan. GAMBARAN KLINIS Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.(1,5) Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut,kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas, klonus,, hiper-refleksia dan refleks Babinski bilateral. Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus,termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di atas.(2,3,6,7,10) Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofaring.(1) Harus diingat pada mulanya penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama gangguan motorik. Gangguan sensorik pada stadium awal jarang dijumpai kecuali bila bagian posterior tulang juga terlibat.(2) DIAGNOSIS Klinis

Penyakit ini berkembang lambat, tanda dan gejalanya dapat berupa :(1,2,4) Nyeri punggung yang terlokalisir Bengkak pada daerah paravertebral Tanda dan gejala sistemik dari TB Tanda defisit neurologis, terutama paraplegia Pemeriksaan Laboratorium:(1,2,4,5,6,11) Peningkatan LED dan mungkin disertai leukositosis Uji Mantoux positif Pada pewarnaan Tahan Asam dan pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikobakterium Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel Pungsi lumbal., harus dilakukan dengan hati-hati ,karena jarum dapat menembus masuk abses dingin yang merambat ke daerah lumbal. Akan didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah, test Queckenstedt menunjukkan adanya blokade sehingga menimbulkan sindrom Froin yaitu kadar protein likuor serebrospinalis amat tinggi hingga likuor dapat secara spontan membeku. Pemeriksaan Radiologis:(1,2,3,4,5,7,11,12) Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru. Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebra, disertai penyempitan discus intervertebralis yang berada di antara korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral. Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal berbentuk sarang burung (birds net), di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses terlihat berbentuk fusiform. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis. Pemeriksaan CT scan - CT scan dapat memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi irreguler, skelerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi tulang. - Mendeteksi lebih awal serta lebih efektif umtuk menegaskan bentuk dan kalsifikasi dari abses jaringan lunak. Terlihat destruksi litik pada vertebra (panah hitam) dengan abses soft-tissue (panah putih) Pemeriksaan MRI - Mengevaluasi infeksi diskus intervertebra dan osteomielitis tulang belakang. - Menunjukkan adanya penekanan saraf. PENATALAKSANAAN Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.(1) Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut :(2) 1. Pemberian obat antituberkulosis 2. Dekompresi medulla spinalis 3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi 4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft) Pengobatan terdiri atas :(1) 1. Terapi konservatif berupa: a. Tirah baring (bed rest) b. Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra c. Memperbaiki keadaan umum penderita

d. Pengobatan antituberkulosa Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah : - Kategori 1 Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap ; Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1.500 mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali). Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 4 bulan (54 kali). - Kategori 2 Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu : Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali). Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali). Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra. 2. Terapi operatif Indikasi operasi yaitu: Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft. Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis. Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis. Abses Dingin (Cold Abses) Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu: a. Debrideman fokal b. Kosto-transveresektomi c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan. Paraplegia Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu: a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata b. Laminektomi c. Kosto-transveresektomi d. Operasi radikal e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang Operasi kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,. Kifosis mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding dari penyakit ini antara lain :(3) 1. Tumor medulla spinalis 2. Fraktur kompresi traumatik 3. Pyogenic osteitis PROGNOSIS Diagnosis sedini mungkin, dan dengan pengobatan yang tepat, prognosisnya baik meskipun tanpa tindakan operatif. Penyakit dapat kambuh jika pengobatan tidak teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa saat, yang dapat menyebabkan terjadinya resistensi terhadap pengobatan.(7) DAFTAR PUSTAKA 1. Rasjad C. Spondilitis Tuberkulosa dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Ed.II. Makassar: Bintang Lamumpatue. 2003. p. 144-149 2. Harsono. Spondilitis Tuberkulosa dalam Kapita Selekta Neurologi. Ed. II. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 2003. p. 195-197 3. Anonim. Spondylitis Tuberkulosa. [Online]. 2007 Sept 13 [cited 2008 Feb 27];[3 screens]. Available from: URL:http:// www.medlinux.blogspot.com 4. Anonim. Introduction. [Online]. 2007 Sept 26 [cited 2008 Feb 27];[3 screens]. Available from: URL:http://www.bsac.org.uk 5. Hidalgo, JA. Pott Disease. [Online]. 2005 Aug 25 [cited 2008 Feb 27];[17 screens]. Available from: URL:http:www.eMedicine.com/med/topic 6. Anonim. Penyakit paget pada tulang. [Online]. 2006 Oct [cited 2008 Feb 27];[2 screens]. Available from: URL:http://www.patient.co.uk/showdoc/40001278/ 7. Anonim. Pagets disease of bone. [Online]. 2005 Oct [cited 2008 Feb 27];[4 screens]. Available from: URL:http:// www.thamburaj.com 8. Tamburaf, V. Spinal Tuberculosis. [Online]. 2006 Oct [cited 2008 Des 27];[4 screens]. Available from: URL:http://www.infeksi.com 9. Harisinghani, MG. Tuberculosis from Head to Toe. [Online]. 1999 Feb 19 [cited 2008 Des 27];[4 screens]. Available from: URL:http://www.nejm.com 10. Yanardag, H. Pott Disease. [Online]. 1999 Feb 19 [cited 2008 Des 27];[5 screens]. Available from: URL:http://www.ispub.com 11. Sinan, T. Spinal tuberculosis: CT and MRI features. [Online]. 1999 Feb 19 [cited 2008 Des 27];[5 screens]. Available from: URL:http://www.kfshrc.edu.sa 12. Danchaivijitr, N. Diagnostic Accuracy of MR Imaging in Tuberculous Spondylitis. [Online]. 2007 Feb 19 [cited 2008 Des 27];[5 screens]. Available from: URL:http://www.medassocthai.org/journal

I. PENDAHULUAN Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa 1,9 milyar manusia, sepertiganya penduduk dunia ini, telah terinfeksi kuman Micobacterium tuberculosis. Angka infeksi tertinggi di Asia Tenggara, Cina, India, Afrika, dan Amerika Latin. Tuberkulosis terutama menonjol di populasi yang mengalami stres, nutrisi jelek, penuh sesak, perwatan kesehatan yang tidak cukup, dan perpindahan tempat. Pada orang dewasa, dua pertiga kasus terjadi pada orang laki-laki, tetapi ada sedikit dominasi tuberkulosis pada wanita di masa anak. Frekuensi tuberkulosis terjadi pada orang tua populasi kulit putih di Amerika Serikat. Sebaliknya, pada populasi kulit berwarna tuberkulosis paling sering pada orang dewasa muda dan anak-anak umur kurang dari lima tahun. Kisaran umur 5-14 tahun sering disebut umur kesayangan karena pada semua populasi manusia kelompok ini mempunyai frekuensi penyakit tuberkulosis yang terendah. Di Amerika Serikat, seperlima dari kasus baru tuberkulosis dihubungkan dengan penyakit ekstrapulmoner. Tuberkulosis telah dilaporkan terdapat pada seluruh tulang di tubuh. Di Amerika, penyakit ini melibatkan tulang vertebra pada 50 % pasien (vertebra torakal pada 50 %, vertebra servikal 25 %, dan vertebra lumbal 25 %), pelvis pada 12 % pasien, panggul dan paha pada 10 %, lutut dan tungkai bawah 10 %, tulang iga 7 %, pergelangan kaki 2 %, siku 2 %, dan tempat lain 3 %. Tuberkulosis ekstrapulmoner lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa yaitu sekitar sepertiga dari anak-anak dengan tuberkulosis punya manifestasi ekstrapulmoner. Spinal tuberkulosis telah dikenal sejak zaman kuno di Egyp & Peru dan penyakit ini merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia yang pernah ditemukan. Percival Pott mempresentasikan tentang spinal tuberkulosis pada tahun 1779. dan sejak adanya obat antituberkulosis dan meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, spinal tuberkulosis menjadi jarang dijumpai. Spinal tuberkulosis dapat menyebabkan morbiditas yang serius, termasuk defisit neurologis yang permanen deformitas berat. Pengobatan medis atau kombinasi medis dan pembedahan dapat mengontrol penyakit ini pada banyak pasien.

II. DEFINISI Spondilitis Tuberkulosa ialah suatu bentuk infeksi tuberkulosis ekstrapulmoner yang mengenai tulang belakang (vertebra). Infeksi mulai dari korpus vertebra, menjalar ke diskus intervertebralis dan kemudian mencapai alat-alat dan jaringan di dekatnya.

Walaupun Spondilitis Tuberkulosa dapat berkembang di tiap korpus vertebra, namun menurut statistik lokalisasi di vertebra torakal adalah paling umum (35 %). Lokalisasi di tingkat lumbal terdapat pada 31 % penderita. Dan di tingkat torakolumbal (T12- L1) adalah sebesar 23 %.

III. PATOGENESIS Spondilitis tuberkulosa merupakan kelanjutan dari penyebaran kuman tuberkulosa yang sudah bermukim di tubuh, misalnya di paru atau kelenjar getah bening. Penyebaran itu berlangsung melalui aliran darah arteri vertebralis. Kuman tuberkulosa pertama bersarang di korpus vertebra. Sarang itu terletak dekat lapisan epifisial atas atau bawah. Erosi yang terjadi akibat perkembangan sarang tuberkulosa itu merusak korpus vertebra dan menjebolkan diskus intervertebralis ke dalam kanalis vertebralis. Konsekuensinya ialah deformitas tulang belakang setempat sehingga timbul gibusdan timbulnya penekanan pada medula spinalis akibat proses tuberkulosa itu berada di salah satu korpus vertebra. Bila ligamentum longitudenal posterior saja yang terkena maka proses itu dapat berkembang di bagian itu saja tanpa merusak tulang belakang. Dalam hal itu foto rontgen memperlihatkan tulang belakang yang normal, tapi pasien bisa berada dalam keadaan paraplegi akibat penekanan terhadap medula spinalis. Gibus tidak selamanya disertai penjebolan diskus intervertebralis, sehingga tidak timbul kompresi medula spinalis. Gibus itu disebut gibus yang terkompensasi. Bila yang rusak hanya sebuah korpus vertebra saja, lengkungan yang terjadi runcing bentuknya. Gibus yang runcing ini disebut gibus angularis. Bila yang mengalami kerusakan lebih dari satu vertebra, gibus yang terjadi berbentuk seperti busur dan dinamakan gibus arkuatus. Sebagai proses kelanjutan dapat berkembang abses yang pada mulanya merupakan tempat hancurnya jaringan yang terkena proses tuberkulosa. Semain hancur maka terjadilah abses yang pada permulaan menjebol ke anterior dan ke samping korpus vertebra. Kemudian dapat terjadi perluasan ke bawah atau menjebol ke posterior di sela subdural. Penjebolan ke belakang di sela subdural inilah yang mengakibatkan paraplegi. Abses paravertebral itu bisa menurun dan tiba di tepat origo otot psoas, lalu berkembang di dalam sarung otot tersebut dan akhirnya tiba di bawah ligamentum Poupart. Pada tempat ini ia dapat salah didiagnosa sebagai hernia. Ia pun dapat menurun sampai ke pelvis dan menjebol di daerah gluteus dan menurun ke bagian lateral paha. Di sini ia dapat salah didiagnosa sebagai lipoma.

IV. MANIFESTASI KLINIS Tuberkulosis pada tulang belakang tidak tampak pada tahun pertama kehidupan. Mulai timbul setelah anak belajar berjalan dan melompat. Kemudian terjadi pada semua umur. Keluhan yang paling dini berupa rasa pegal di punggung yang belum jelas lokalisasinya. Kemudian terasa nyeri sejenak kalau badan digerakkan atau tergerak, yang tidak lama berikutnya akan jelas lokalisasinya karena nyerinya lebih mudah timbul dan lebih keras intensitasnya. Pada tahap yang agak lanjut nyeri di punggung itu ditambah dengan nyeri interkostal yang bersifat radikular. Nyeri itu terasa bertolak dari ruas tulang belakang dan menjalar sejajar dengan iga ke dada dan berhenti tepat di garis tengah dada. Untuk mengurangi keadaan ini anak menarik punggungnya kuat-kuat. Anak menghindari penekukan tubuh waktu mengambil sesuatu di lantai. Jika terpaksa dia hanya menekukkan lututnya untuk menjaga punggungnya tetap lurus. Rasa nyeri akan membaik bila dia beristirahat.

Tanda-tanda pada tingkatan yang berbeda : Pada leher, jika mengenai vertebra servikal penderita tidak suka memutar kepalanya dan duduk dengan meletakkan dagu di tangannya. Dia akan merasa nyeri pada leher atau pundaknya. Jika terjadi abses, pembengkakan dengan fluktuasi yang ringan akan tampak pada sisi yang sama pada leher di belakang otot sternomastoid atau tonjolan pada bagian belakang mulut (faring). Pada punggung bawah sampai iga terakhir (regio toraks). Dengan adanya penyakit pada regio ini, penderita memiliki punggung yang besar. Dalam gerakan memutar dia lebih sering menggerakkan kakinya daripada mengayunkan pinggulnya. Saat memungut sesuatu dari lantai dia menekuk lututnya sementara punggungnya tetap lurus. Kemudian akan terdapat pembengkakan atau lekukan yang nyata pada tulang belakang (gibus) diperlihatkan dengan korpus vertebra yang terlipat. Jika abses ini menjalar menuju dada bagian kanan dan kiri serta akan muncul sebagai pembengkakan yang lunak pada dinding dada (abses dingin yang sama dapat menyebabkan tuberkulosis kelenjar getah bening interkosta). Jika menuju ke punggung dapat menekan serabut saraf spinal yang menyebabkan paralisis. Saat tulang belakang yang terkena lebih rendah dari dada (regio lumbal), di mana juga berada di bawah serabut saraf spinal, pus juga dapat menjalar pada otot sebagaimana pada tingkat yang lebih tinggi. Jika ini terjadi akan tampak sebagai pembengkakan lunak di atas atau di bawah ligamentum pada lipat paha atau di bawahnya tetap pada sisi dalam dari paha (abses psoas). Pada keadaan yang jarang pus dapat berjalan menuju pelvis dan mencapai permukaan belakang sendi

panggul. (Pada negara-negara dengan prevalensi tinggi 1 dari 4 penderita dengan tuberkulosis tulang belakang mempunyai abses yang dapat diraba.) Pada pasien-pasien dengan malnutrisi akan didapatkan demam (kadang-kadang demam tinggi), kehilangan berat badan dan kehilangan nafsu makan. Di beberapa negara Afrika juga didapati pembesaran kelenjar getah bening, tuberkel subkutan, pembesaran hati dan limpa. Pada penyakit-penyakit yang lanjut mungkin tidak hanya terdapat gibus (angulasi dari tulang belakang), juga terdapat kelemahan dari anggota badan bawah dan paralisis (paraplegi) akibat tekanan pada serabut saraf spinal atau pembuluh darah.

V. PEMERIKSAAN A. Pemeriksaan fisis Tujuan pemeriksaan fisis : - Untuk menemukan tanda-tanda spinal tuberkulosis - Untuk melokalisasi lesi yang ada - Untuk menemukan komplikasinya seperti abses dingin atau paraplegi

* Pemeriksaan fisis yang sistematis pada kasus sangkaan spinal tuberkulosis : v Gaya berjalan. Pasien dengan spinal tuberkulosis berjalan dengan langkah-langkah pendek untuk menghindari sentakan pada tulang belakang. v Sikap tubuh dan deformitas. Pasien dengan tuberkulosis servikal memiliki leher yang kaku, pasien dengan tuberkulosis spinal dorsalis, terdapat gibus. v Paravertebral bengkak, kemerahan dapat ditemukan pada abses dingin yang superfisial. Pmeriksaan neurologis perlu dilakukan pada daerah diatas dan di bawah lesi, juga pemeriksaan fungsi motorik, sensorik, dan refleks diperlukan untuk menilai fungsi kemih dan defekasi. Tujuan pemeriksaan neurologis adalah untuk menemukan ada tidaknya kompresi neurologis, tingkat kompresi neurologi, dan tingkat keparahan kompresi neurologis.

B. Pemeriksaan penunjang v Pemeriksaan laboratorium : o Tuberkulin skin test menunjukkan hasil yang positif pada 84-95% pasien dengan HIV negatif. o Laju endap darah dapat meningkat lebih dari 100 mm/jam o Pemeriksaan mikrobiologi BTA, kultur dan test sensitivitas

v Pemeriksaan radiologi : Foto polos dapat menunjukkan gambaran khas tuberkulosis spinal : o Destruksi lisis dari bagian anterior vertebra o Penyempitan diskus intervertebralis bagian anterior o Korpus vertebra hancur o Tampak sklerosis pada proses lisis yang progresif o Osteoporosis pada lapisan bawah vertebra o Pembesaran bayangan psoas dengan atau tanpa kalsifikasi o Diskus interventrebral menyusup atau hancur

CT-scan dapat memberi gambaran lebih baik dari tulang dengan lesi lisis irreguler, sklerosis, kolaps diskus, dapat memberi gambaran jaringan lunak yang lebih baik, terutama daerah epidural dan paraspinl. Dapat mendeteksi lesi yang dini dan lebih efektif mendefenisikan bentuk dan kalsifikasi dari abses. MRI merupakan kriteria standar untuk mengevaluasi infeksi pada rongga diskus dan osteomielitis dari spinal dan paling efektif untuk menunjukkan perluasan penyakit ini ke jaringan lunak dan penjalaran debris tuberkulosa ke ligamen longitudinal anterior dan posterior. MRI paling efektif untuk melihat kompresi neural. v Biopsi jarum juga membantu kasus yang sulit tetapi memerlukan pengalaman dan ilmu jaringan yang baik.

VI. KOMPLIKASI Komplikasi timbul sebagai manifestasi dari kompresi medula spinalis, yang berupa refleks tendon yang meninggi dan refleks Babinski yang positif, sekalipun penderitanya belum mengeluh bahwa kedua tungkainya agak lemah (paraparese ringan) atau mengeluh bahwa gaya berjalannya kurang mantap.

VII. DIAGNOSA BANDING 1. Traumatik 2. Myeloma 3. Diskus prolaps 4. Ankylosing spondilitis 5. Tumor spinal

VIII. PENATALAKSANAAN Sebelum ditemukannya pengobatan antituberkulosa, spondilitis tuberkulosis diterapi dengan immobilisasi pada tirah baring yang lama. Frekuensi mortalitasnya 20 %, dan kekambuhan 30 %. Gabungan pengobatan dan pembedahan pada pasien sudah dikembangkan. British Medical Research Council menyatakan bahwa spondilitis tuberkulosa harus diterapi dengan regimen pengobatan kombinasi tiga obat anti tuberkulosa selama 6-9 bulan. Pada daerah dengan resisten INH, digunakan regimen empat obat. Regimen tiga obat tersebut adalah INH, Rifampicin dan Pirazinamide. Lamanya pengobatan masih kontroversial. Walaupun penelitian menganjurkan selama 6-9 bulan, tetapi yang masih lazim dipakai sekarang adalah pengobatan selama 9-12 bulan. Jadi lamanya pengobatan bersifat individual dan tergantung kepada penyembuhan dari gejala aktif dan stabilitas gejala klinis dari pasien.

Indikasi pembedahan pada spondilitis tuberkulosis adalah : 1. Adanya defisit neurologis (kemunduran neurologis akut, paraparese, paraplegi) 2. Deformitas spinal yang tidak stabil 3. Tidak respons dengan terapi medis

IX. PROGNOSA Tingkat efektifitas terapi tinggi jika tidak terdapat komplikasi deformitas berat dan defisit neurologis. Paraplegi yang dihasilkan dari kompresi medula spinalis biasanya punya respons yang baik terhadap pengobatan antituberkulosa. Jika terapi medis tidak berhasil, operasi dekompresi akan meningkatkan angka kesembuhan. Paraplegi dapat muncul dan menetap pada kerusakan medula spinalis yang permanen.
DIPOSKAN OLEH DR.INDRA YACOB DI 14:27

You might also like