You are on page 1of 38

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Pangan (makanan) adalah bahan-bahan yang dimakan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja dan penggantian sel tubuh yang rusak. Oleh karena itu pangan atau makanan sangat dibutuhkan oleh manusia sebagai sumber zat gizi dan juga sumber energi. Namun pangan juga dapat sebagai sarana penggangu kesehatan bagi manusia karena pangan dapat terkontaminasi oleh cemaran fisik, kimia maupun mikrobia. Hampir semua bahan pangan tercemar oleh berbagai mikroorganisme dari lingkungan sekitarnya. Beberapa jenis mikroba yang terdapat pada bahan pangan adalah Salmonella sp, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, kapang, khamir serta mikroba patogen lainnya. Pencemaran mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi langsung atau tidak langsung dengan sumbersumber pencemaran mikroba, seperti tanah, udara, air, debu, saluran pencernaan dan pernafasan manusia maupun hewan. Hanya sebagian saja dari berbagai sumber pencemar yang berperan sebagai sumber mikroba awal yang selanjutnya akan berkembang biak pada bahan pangan sampai jumlah tertentu. Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk tumbuhnya mikroorganisme yang bersifat patogenik terhadap manusia. Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tipes, kolera, disentri, tbc, poliomilitis dengan mudah disebarkan melalui bahan pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme patogenik seperti salmonella yang akan dibahas pada makalah ini. Telur merupakan salah satu bahan makan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat dunia. Disamping harganya yang murah, telur mengandung zat gizi yang lengkap dan mudah dicerna. Sebagai bahan makanan sumber protein yang banyak dikonsumsi dan dalam pengolahannya yang tidak memperhatikan hiegene dan

sanitasi yang baik maka telur memiliki potensial yang dapat membahayakan kesehatan. Salmonella adalah salah satu bakteri yang seringkali menyebabkan penyakit yang cukup serius apabila mencemari makanan maupun minuman yang dikonsumsi manusia. Salah satu bahan pangan yang dapat tercemar oleh Salmonella adalah telur. Wa Ode Asnah Goniv, Kepala BPOM Manado, mengatakan bahwa kotoran ayam yang melekat pada klit telur bisa menyebabkan tumbuh suburnya bakteri Salmonella sebagai sumber penyakit tifus. Selanjutnya, kepala BPOM itu menjelaskan, pada bagia kulit telur ayam terdapat pori pori sehingga sangat memungkinkan bakteri tersebut dengan mudah meresap dan masuk kedalam telur. Di dalam telur, bakteri Salmonella berkembang pesat. Hanya dalam waktu hitungan 20 menit bakteri tersebut dapat berkembang menjadi 20.000. Jumlah tersebut kemudian berkembang dan berlipat ganda dan akhirnya membahayakan manusia. Untuk dapat mewaspadai mikroorganisme ini oleh karena itu diperlukan adanya identifikasi Salmonella pada makanan salah satunya telur ayam yang sering dikonsumsi manusia.

1.2. Rumusan Masalah 1.2.1. Bagaimana cara pememeriksaan Salmonella pada sampel telur ayam? 1.2.2. Bagaiamana hasil pemeriksaan Salmonella pada sampel telur ayam?

1.3. Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum Mahasiswa diharapakan untuk dapat melakukan pemeriksaan terhadap bakteri Salmonella pada sampel bahan makanan dengan baik dan benar sehingga diketahui keadaan hygienitas bahan makan apakah memenuhi syarat kesehatan atau tidak atau apakah makanan dan minuman tersebut tercemar oleh salmonella atau tidak.

1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mahasiswa dapat mengetahui cara pemeriksaan Salmonella pada sampel telur ayam. 2. Mahasiswa dapat mengetahui hasil pemeriksaan Salmonella pada sampel telur ayam.

1.4. Manfaat Penulisan 1.4.1. Manfaat Praktis Diharapakan pemeriksaan terhadap bakteri Salmonella pada sampel makanan (telur ayam) ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, sehingga mahasiswa dapat mengetahui dan mempraktekkan pemeriksaan Salmonella pada sampel makanan (telur ayam) secara langsung, serta mengetahui hasil pemeriksaan Salmonella pada sampel makanan (telur ayam) tersebut. 1.4.2. Manfaat Teoritis 1. Menambah wawasan serta pengetahuan mahasiswa mngenai pemeriksaan Salmonella pada sampel bahan makanan (telur ayam). 2. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian atau pemeriksaan yang selanjutnya.

BAB II DASAR TEORI 2.1. Telur Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling bergizi dan dapat disiapkan dalam berbagai bentuk olahan. Telur dikatakan pula sebagai bahan pangan yang sempurna. Karena telur mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh suatu makhluk hidup seperti protein, lemak, vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup. Disamping itu protein telur merupakan protein yang bermutu tinggi dan memiliki susunan asam amino essensial yang lengkap. Sehingga protein telur sering dijadikan patokan dalam menentukan mutu protein dari berbagai bahan pangan lainnya (Anonim,2010). Telur ayam mengandung 11% kulit, 31% kuning telur dan 55% putih telur. Isi telur tanpa kulit terbagi atas 65% putih dan 35% kuning telur. Yolk atau kuning telur mengandung 50% padatan yang terdiri dari 1/3 bagian protein dan 2/3 bagian lemak. Yolk bila disentrifuse akan terpisah menjadi 3 fraksi, yaitu livetin, komponen glanular, dan lipovitelenin. Lipovitelin dan lipovitelenin adalah campuran komplek lipoprotein yang apabila lipidanya diekstrak dengan 80% alkohol akan meninggalkan phosphoprotein, vitelin dan vitelenin (Anonim,2010). Putih telur cair mengandung 12% protein. Ada 4 lapisan putih telur, yaitu bagian luar cairan (lapisan tipis), bagian viscous cairan (lapisan tebal), bagian dalam cairan (lapisan tipis), dan bagian lapisan kecil padat mengelilingi membran vitelin kuning telur disebut chalaza untuk mempertahankan posisi yolk (Anonim,2010). Disamping nilai gizinya yang tinggi dan sifat-sifat fungsionalnya yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan dalam pengolahan pangan, telur merupakan bahan pangan yang mudah atau cepat rusak sehingga tidak tahan lama disimpan tanpa perlakuan apa-apa. Umumnya telur yang masih segar yaitu yang baru keluar dari ayam adalah steril, akan tetapi segera setelah itu kulit telur dapat terkontaminasi oleh kotoran ayam (fecal matter), air cucian (bila telur itu dicuci), penanganan dan mugkin dari bahan pengepak (Anonim,2010).

Untuk menjaga dan mempertahankan kualitas telur, telur hendaknya disimpan pada tempat yang dingin yang jauh dari bau-bauan yang dapat diserap melalui poripori kulit. Telur segar dapat disimpan sampai 2 minggu dalam refrigerator. Untuk hasil yang baik sebelum digunakan keluarkan setengah jam sebelumnya (Anonim,2010).

Kerusakan Telur Telur meskipun masih utuh dapat mengalami kerusakan, baik kerusakan fisik maupun kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Mikroba dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori yang terdapat pada kulit telur, baik melalui air, udara, maupun kotoran ayam. Telur yang telah dipecah akan mengalami kontak langsung dengan lingkungan, sehingga lebih mudah rusak dibandingkan dengan telur yang masih utuh (Anonim,2010). Tanda-tanda kerusakan yang sering terjadi pada telur adalah sebagai berikut: Perubahan fisik, yaitu penurunan berat, pembesaran kantung udara di dalam telur, pengenceran putih dan kuning telur. Timbulnya bau busuk karena pertumbuhan bakteri pembusuk. Timbulnya bintik-bintik berwarna karena pertumbuhan bakteri pembentuk warna, yaitu bintik-bintik hijau, hitam, dan merah. Bulukan, disebabkan oleh pertumbuhan kapang perusak telur. (Anonim,2010). Telur pun dapat mengalami kerusakan karena pembekuan tanda tanda kerusakan pada telur yang dibekukan antara lain : Kulit telur biasanya pecah Struktur putih telur pecah dan berair Konsistensi kuning telur sperti gom Bilamana ditayang dengan lilin bayangan kuning telur sangat gelap isi telur kelihatan lepas di sekitar rongga udara dan sering kali menjadi berbuih jika dikocok dengan keras (Anonim,2010).
5

Kerusakan telur pun dapat diakibatkan oleh mikroba. Mikroba yang seringkali menyebabkan kerusakan pada telur antara lain oleh bakteri(busuk-putih, hitam, campuran dan telur basah), dan cendawan (kulit jamuran dan bercak hitam). Kebusukan oleh bakteri dapat dihindari dengan mencegah adanya air pada permukaan setelah ditelurkan, menjaga agar sarangnya tetap kering, menyimpan segera pada suhu 29oc sampai 31oc menjaga supaya tidak sekali-kali menyimpan telur yang dicuci dan pasteurisasi telur dengan perlakuan pemanasan (Anonim,2010). Salah satu mikroba yang sering mengkontaminasi telur adalah Salmonella. Kontaminasi Salmonella di dalam telur, terutama oleh S. pullorum, dapat dimulai dari ovari, dimana bakteri ini masuk ke dlam ovum atau kuning telur pada waktu ovulasi. Kontaminasi Salmonella yang lebih sering terjadi pada telur adalah dengan cara penetrasi dari kotoran unggas melalui kulit telur sewaktu ditelurkan dari induknya. Jika telur kemudian tidak disimpan pada suhu rendah, bakteri ini dapat tumbuh dan berkembang biak di dalam membran kulit, dan akan mengkontaminasi isi telur sewaktu telur dipecahkan untuk diolah. Endotoksin yang merupakan bagian lipopolisakarida yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut diduga merupakan penyebab dari timbulnya gejala demam pada penderita salmonellosis dan demam tifus. Beberapa galur Salmonella juga dapat menimbulkan gejala yang menyerupai gejala intoksikasi yang ditimbulkan oleh enterotoksin (Anonim,2010). Pencucian telur dengan air yang terutama ditujukan untuk menghilangkan tanah dan kotoran, sebailiknya dapat merangsang terjadinya kontaminasi Salmonella. Tetapi pencucian telur dengan menggunakan air hangat pada suhu kira-kira 77oC selama 3 menit dapat mengurangi jumlah Salmonella (Anonim,2010).

2.2. Salmonella sp Salmonella merupakan suatu genus bakteri enterobakteria gram-negatif berbentuk tongkat yang menyebabkan tifus, paratifus, dan penyakit

foodborne.Spesies-spesies Salmonella dapat bergerak bebas dan menghasilkan hydrogen sulfida. Salmonelladinamai dari Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika, walaupun sebenarnya, rekannya Theobald Smith (yang terkenal akan

hasilnya pada anafilaksis) yang pertama kali menemukan bacterium tahun 1885 pada tubuh babi. A. Morfologi dan Fisiologi Salmonella sp Berdasarkan taksonominya, Salmonella sp. dapat digolongkan sebagai berikut : Kingdom : Bacteria Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Proteobacteria : Gamma Proteobacteria : Enterobacteriales : Enterobacteriaceae : Salmonella : Salmonella sp.

Gambar 1 Koloni Salmonella sp.

Gambar 2 Salmonella sp. Pembesaran 100x

Salmonella sp. merupakan bakteri Gram negatif yang tidak berspora dan berbentuk batang dimana mempunyai hubungan yang sangat erat dengan sifat morfologi dan fisiologi dari jenis yang lain dalam famili Enterobacteriaceae. Berukuran 1 3,5 um x 0,5 0,8 um. Besar koloni rata rata 2 4 mm, mempunyai flagel peritrikh. ( Staf pengajar FKUI, 1993, h.168). Salmonella sp. bersifat motil; menghasilkan asam dan gas dari glukosa, maltosa, mannitol, dan sorbitol; tidak dapat

memfermentasikan laktosa, sukrosa, atau salisin; tidak membentuk indol, tidak mengkoagulasikan susu, dan tidak mencairkan gelatin. Salmonella sp. bersifat parasit pada manusia dan hewan serta menyebabkan reaksi peradangan pada traktus intestinal (Health Protection Agency 2007). Di dalam suatu pemeriksaan laboratorium, biasanya Salmonella sp. diisolasi pada Mac Conkey agar, XLD agar, XLT agar, DCA agar, atau nz agar. Oleh karena Salmonella sp. menyebabkan peradangan pada usus dan secara normal bakteri ini ditemukan dalam jumlah yang banyak di dalam usus besar yang sehat, maka dibutuhkan suatu media yang selektif dalam pengisolasiannya. Salah satu media selektif yang digunakan untuk mengisolasi Salmonella sp. adalah media selektif cair seperti selenite broth atau Rappaport Vassiliadis soya peptone broth. Media ini digunakan untuk menghambat pertumbuhan Salmonella sp. Pada agar darah, Salmonella sp. membentuk kolonikoloni yang basah dengan diameter 23 mm. Ketika kolonikoloni tersebut tumbuh dalam jangka waktu yang panjang pada kisaran suhu antara 2528oC, beberapa strain menghasilkan suatu biofilm, yang mana merupakan suatu matriks dari karbohidrat kompleks, selulosa, dan protein. Kemampuan untuk menghasilkan biofilm (seperti selimut) merupakan suatu indikator dimorfisma, yang mana suatu genome tunggal mempunyai kemampuan untuk menghasilkan banyak fenotip, di dalam respon terhadap berbagai kondisi lingkungan. Salmonella sp. pada umumnya tidak memfermentasi laktosa, kebanyakan Salmonella sp. menghasilkan hidrogen sulfida, dimana dalam suatu media yang mengandung ammonium sitrat ferric bereaksi membentuk suatu noda hitam dibagian tengah dari suatu kumpulan koloni (Wikipedia 2008). B. Struktur Antigen Salmonella sp. dapat dibagi berdasarkan struktur antigennya. Pembagian pertama oleh antigen O atau antigen somatik kemudian pembagian kedua oleh antigen H atau antigen flagellar. Antigen O atau antigen somatik, terdiri dari badan sel bakteri dan dipersiapkan oleh pemanasan suspensi bakteri selama satu jam pada suhu 80oC 100oC atau oleh ekstraksi dengan alkohol panas. Prosedur ini digunakan untuk

melepaskan antigen H atau antigen flagellar. Variasi antigen O ditandai dengan nomor 2,3,4,6,7,8,9, dan 10. Berdasarkan hubungan yang erat kelompok spesies Salmonella ditandai dengan tipe A,B,C, dan seterusnya. Spesies tunggal boleh memiliki lebih dari satu antigen O dimana spesies tunggal tersebut mempunyai satu kelompok antigen yang mungkin pada umumnya mempunyai banyak anggota dalam kelompoknya (Brenner et al. 2000). Antigen H atau antigen flagellar, terdiri dari sel flagella dan dipersiapkan oleh suspensi pokok bakteri ke formalin yang diduga memperbaiki flagella di luar permukaan bakteri sehingga menutup badan sel dari antigen O. Antigen ini labil terhadap panas. Antigen H dari Salmonella sp. adalah diphasik sehingga antigen H mempunyai lebih dari satu tipe. Antigen H terdiri dari 2 fase yaitu fase spesifik dan fase nonspesifik. Fase spesifik hanya terdiri dari komponenkomponen antigen yang spesifik untuk spesies atau turunan dari organisme tersebut. Antigenantigen ini ditandai dengan a, b, c, dan seterusnya. Fase nonspesifik ditunjukkan dengan bagian antigen dari spesies lain pada tipe kelompok lain. Antigenantigen ini ditandai dengan 1, 2, 3, 4, dan seterusnya (Brenner et al. 2000).

C. Patogenitas Spesies Salmonella sp. dapat menyebabkan penyakit dari gastroenteritis menjadi demam tifoid, dan dapat ditularkan ke saluran pencernaan melalui kontaminasi makanan dan air. Ketika memasuki sel dari induk semang, pada tingkatan intraseluler terjadi peningkatan kalsium bebas seperti halnya penyusunan kembali sel sitoplasma. Salmonella sp. juga mengganggu membran yang akan muncul menjadi suatu bagian penting di dalam proses pemasukan makanan. Pada umumnya infeksi Salmonella sp. (umumnya disebabkan oleh Salmonella enterica serovar Enteritidis) menyebabkan diare, demam, dan kejangkejang pada abdominal. Pada umumnya Salmonellosis dapat memperbanyak diri tanpa pengobatan 57 hari setelah infeksi kecuali jika induk semang mengalami dehidrasi berat atau jika infeksi sudah menyebar. Pengobatan

Salmonellosis

biasanya

dengan

menggunakan

ampicillin,

gentamicin,

trimethoprim/sulfamethoxazole atau ciprofloxacin. Beberapa bakteri sudah menjadi resisten terhadap antibiotik tertentu sebagai hasil dari penggunaan antibiotik untuk meningkatkan nafsu makan hewan. Pada umumnya manusia yang terkena infeksi Salmonella tipe ini (Salmonella enterica serovar Enteritidis) dapat sembuh total, hanya sedikit manusia yang menunjukkan sindrom Reiter pada infeksi Salmonella sp. yang menyebabkan nyeri sendi, mata mengalami iritasi, kesakitan pada saat urinasi. Sindrom ini dapat bertahan selama sebulan, setahun, atau dapat mengarah ke radang sendi kronis (CDC) (Microbe Wiki 2008). a Gastrointeritis atau Keracunan Makanan, ini merupakan infeksi usus, tidak ditemukan toksin, sebelumnya seperti keracunan makanan karena Staphylococcus. Masa inkubasi 12 48 jam. Gejalanya : demam, diare hebat kadang bercampur darah. b Demam Tyfoid atau Demam Enterik, adalah demam akut yang disebabkan oleh salmonella typhosa. Masa inkubasi 1 2 minggu. Gejalanya : demam tinggi, anoreksia, nyeri otot, sakit kepala, batuk, konstipasi, bradikardia relatif, pembesaran hati dan limfa. c Bakterimia Septikemia, ditemukan pada demam tyfoid dan infeksi Salmonella non typhosa lainnya. Gejalanya : panas, bakterimia intermiten.

D. Pengobatan Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan antibiotik Khloramfenikol. Obat ini memberikan efek klinis paling baik dibandingkan obat lain. Tapi Khloramfenikol memiliki efek toksik pada sumsun tulang. Dengan obat lain seperti : ampisilin, amoksisilin, dan Trimetropin sulfametoksasole dapat digunakan untuk pengobatan demam tifoid dimana strain kuman penyebab telah resisten terhadap khloramfenikol. Pencegahan terhadap infeksi Salmonella dilakukan dengan imunisasi vaksin monovalen kuman Salmonella typhosa. Vaksin akan merangsang

pembentukan serum antibodi terhadap antigen Vi, O, dan H. antigen H memberikan

10

proteksi terhadap Salmonella typhosa, tetapi tidak demikian halnya antibodi Vi dan O. pencegahan juga bisa dilakukan dengan perlakuan terhadap daging yang baik dan, memberi pengetahuan tentang bahayanya kuman Salmonella.

2.3.

Metode Analisa Salmonella sp. Metode analisa merupakan proses pembuktian atau konfirmasi pengujian secara

obyektif di laboratorium yang telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Dalam pengujian mutu suatu bahan pangan diperlukan berbagai uji yang mencakup uji fisik, uji kimia, uji mikrobiologi, dan uji organoleptik.Uji mikrobiologi merupakan salah satu uji yang penting, karena selain dapat menduga daya tahan simpan suatu makanan, juga dapat digunakan sebagai indikator sanitasi makanan atau indikator keamanan makanan.Pengujian mikrobiologi diantaranya meliputi uji kuantitatif untuk menentukan mutu dan daya tahan suatu makanan, dan uji kualitatifbakteri patogen untuk menentukan tingkat keamanannya, serta uji bakteri indikator untuk mengetahui tingkat sanitasi makanan tersebut (Fardiaz, 1993). Dalam hal ini. metode analisa yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya bakteri Salmonella metode yang digunakan yakni metode analisa secara kualitatif yakni bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya suatu bakteri salmonella dalam suatu makanan.

A. Metode Analisa Kualitatif Pada pengujian identifikasi bakteri Salmonella metode yang digunakan adalah metode analisa secara kualitatif.Pada metode analisa kualitatif ini memiliki tahapan tahapan tertentu dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya suatu mikroorganisme dalam makanan (Sugianto, 2012).

11

Tujuan dari pengidentifikasian dalam uji suatu bakteri (Salmonella) pada metode ini adalah untuk mengetahui mutu ataupun kualitas dari suatu produk berdasarkan kemasan atau sifat mikrobiologinya. Pengujian mikrobiologi pada sampel makanan akan selalu mengacu kepada persyaratan makanan yang sudah ditetapkan. Sebagai contoh sampel pada makanan yakni Parameter uji mikrobiologi padamayonnaise yang dipersyaratkan sesuai Standar Nasional Indonesia dalam pengujian Salmonella (Sugianto, 2012). Prinsip pengujian deteksi Salmonella menurut Metode Analisis Mikrobiologi (MA PPOM 74/MIK/06) yaitu ada empat tahap untuk mendeteksi adanya Salmonella: 1. Pra. Pengkayaan dalam media cair non selektif yang diinkubasi pada 371 C selama 18+2jam. 2. Pengkayaan dalam media cair selektif yang diinkubasi pada 41,5 + 1 C selama 24 3 jam dalam RVS cair dan 371 C selama 243 jam MKTTn cair. 3. Inokulasi & identifikasi dalam 2 media padat selektif, media selektif pertama diinkubasi pada 371 C selama 243 jam dan dengan media yang digunakan. 4. Konfirmasi terhadap identitas Salmonella dengan uji biokimia dan serologi. (BPOM. 2008) Pada pengujan deteksi Salmonella diguanakan Buffered Peptone Water (BPW) sebagai media cair non selektif, Muller Kaufimann Tetrathionate Novobiocin Broth (MKTTn) dan Rappaport Vassiliadis Medium + Soya (RVS) sebagai media cair selektif, Bismuth Green Agar (BGA) dan Xylose Lysine Deoxycholate (XLD) media padat selektif untuk mengisolasi Salmonella (Sugianto, 2012).

12

B. Uji Salmonella Uji Salmonella digunakan untuk menetapkan adanya Salmonella dalam makanan.Salmonella merupakan bakteri gram-negatif berbentuk tongkat yang menyebabkan tifus, paratifus, dan penyakit foodborne. Salmonella terdiri dari sekitar 2500 serotipe yang kesemuanya diketahui bersifat pathogen baik pada manusia atau hewan (Sugianto, 2012). Bakteri ini bukan indikator sanitasi, melainkan bakteri indikator keamanan pangan. Artinya, karena semua serotipe Salmonella yang diketahui di dunia ini bersifat patogen maka adanya bakteri ini dalam makanan dianggap membahayakan kesehatan.Oleh karena itu berbagai standar makanan siap santap mensyaratkan tidak ada Salmonella dalam 25 gram sampel makanan (Sugianto, 2012).

13

Salmonella adalah bakteri yang termasuk mikroorganisme yang amat kecil dan tidak terlihat mata. Selain itu bakteri ini tidak meninggalkan bau maupun rasa apapun pada makanan. Kecuali jika bahan makanan (daging ayam) mengandung Salmonella dalam jumlah besar, barulah terjadi perubahan warna dan bau (merah muda pucat sampai kehijauan, berbau busuk). Biasanya bakteri dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium (Sugianto, 2012). Salmonella bisa terdapat di udara, air, tanah, sisa kotoran manusia maupun hewan atau makanan hewan.Yang sangat sering sekali terjadi adalah keracunan Salmonella dari makanan yang mengandung telur mentah (tidak diolah), seperti mayonaise, es krim dan pudding. Makanan yang mudah rusak seperti dagingmentah (terutama daging cincang), daging unggas, ikan, telur, makanan yang mengadung telur mentah (creme, salat, mayonaise, es krim, pudding, dll) harus segera mungkin didinginkan atau dibekukan dalam lemari es. Untuk mendeteksi keberadaan Salmonella dalam makanan dilakukan dalam 4 tahap yaitu pra-pengkayaan non selektif, pengkayaan selektif, inokulasi dan identifikasi, dan konfirmasi terhadap identitas Salmonella yang diuji (Sugianto, 2012). Pada pengujian salmonella ini dibuat kontrol positif yaitu sampel yang telah diberi biakan kultur salmonella sebagai pembanding. Dari pengkayaan selektif, biakan dari MKTTn dan RVS diinokulasikanpada media BGA dan XLD untuk tahap inokulasi dan identifikasi. Pada tahap ini hanya biakan dari BGA yang berasal dari MKTTn yang menunjukkan pertumbuhan koloni.Sedangkan pada media XLD tidak ada pertumbuhan koloni. Adapun uji laboratorium pada Salmonella sp. yang dilakukan pada beberapa media antara lain: EMB Agar : koloni tidak berwarna, sedang, keping, smooth, bulat MCA : NLF, koloni tidak berwarna, jernih keping, sedang, bulat, smooth Endo agar: koloni tidak berwarna/merah muda, kecil-sedang, keping, smooth

14

HEA :koloni kecil sedang, berwarna hijau biru, dengan atau tanpa warna hitam di tengah, bulat, smooth SSA : koloni tidak berwarna, kecil-kecil, keping, smooth, bulat.

Selanjutnya koloni dari biakan dilakukan uji identifikasi yaitu uji biokimia dan uji serologi. Uji biokimia yang dilakukan antar lain sebgai berikut : 1. Uji TSIA Pada uji TSIA warna media slant berubah menjadi merah karena bakteri bersifat basa ini menandakan bahwa bakteri ini tidak memfermentasi laktosa dan sukrosa. Pada media daerah butt media berubah berwarna kuning ini menandakan bakteri memfermentasi glukosa. Pembentukan gas positif ini hasil dari fermentasi H2dan CO2 dapat dilihat dari pecahnya dan terangkatnya agar.Pembentukan H2S positif ditandai dengan adanya endapan berwarna hitam. TSIA agar mengadung laktosa dan sukrosa dalam konsentrasi 1%, glukosa 0,1% dan phenol red sebagai indikator yang menyebabkan perubahan warna dari merah orange menjadi kuning dalam suasana asam. TSIA juga mengandung natrium trisulfat, yaitu suatu substrat untuk penghasil H2S, ferro sulfat menghasilkan FeS (precipitat), bewarna hitam untuk membedakan bakteri H2S dengan bakteri-bakteri lainnya (Sugianto, 2012).

15

2.

Uji urease Uji urease digunakan untuk mengetahui kemampuan mikroba menghidrolisis

urea menjadi amonia. Enzim urease akan menguraikan urea menjadi amonia. Uji urease menunjukkan hasil positif jika terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah keunguan.Hasil uji urease negatif jika tidak terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah keunguan (Sugianto, 2012). 3. Uji Dekarboksilasi Lysin Uji Dekarboksilasi Lysin menggunakan media Xylose-Lysine- Desoxycholate Agar medium digunakan untuk isolasi Salmonella dan memilah organisme lain dengan cara memfermentasi xylose, dekarboksilasi lysine dan produksi H2S. Fermentasi xylose sangat lazim bagi kebanyakan organisme enterik kecuali, Shigella, Providencia,Edwardsiella. Pada media ini, Salmonella akan membentuk koloni merah dengan inti hitam, sedang Pseudomonas dapat tumbuh dengan warna merah dan Eschericia berwarna kuning. Mikroba lain yang dapat tumbuh pada media ini antara lain Arizona, Proteus, Aerobacter, Klebsiella, Citrobacter. Begitu banyak mikroba yang dapat tumbuh, sehingga media ini kurang dapat memilah Salmonella pada tahap awal. Lebih baik digunakan untuk tahap konfirmasi kontaminan Salmonella (Sugianto, 2012). 4. Uji -galaktosidase Uji -galaktosidase digunakan utuk identifikasi beberapa jenis bakteri seperti Salmonella. Enzim -galaktosidase merupakan enzim yang dapat mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Beberapa mikroorganisme seperti E. coli, dapat menggunakan laktosa sebagai sumber karbon.Selain laktosa, substrat alamiah dari enzim, adalah bahan yang sangat penting, ONPG (o-nitro-phenyl--Dgalactopyranoside), dapat digunakan pula.-galaktosidase dapat mengkatalisis ONPG menjadi galaktosa dan o-nitrofenol. ONPG tidak berwarna tetapi setelah hidrolisis menjadi o-nitrofenol, akan timbul warna kuning pada larutan yang alkali. beberapa jenis bakteri yang mampu melakukan fermentasi terhadap karbohidrat Streptococcus,

16

Lactobacillus, Zygomonas, Saccharomycetes, Escherichia, Enterobacter, Salmonella (Sugianto, 2012). 5. Uji Indol Uji Indol bertujuan untuk menentukan kemampuan bakteri dalam memecah asam amino triptofan. Media ini biasanya digunakan dalam indetifikasi yang cepat. Hasil uji indol yang diperoleh negatif karena tidak terbentuk lapisan (cincin) berwarna merah muda pada permukaan biakan, artinya bakteri ini tidak membentuk indol dari tryptopan sebagai sumber karbon, yang dapat diketahui dengan menambahkan larutan kovacs. Asam amino triptofan merupakan komponen asam amino yang lazim terdapat pada protein, sehingga asam amino ini dengan mudah dapat digunakan oleh mikroorganisme akibat penguraian protein (Sugianto, 2012). 6. Uji Serologi Uji serologi tidak terjadi aglutinasi pada penambahan antisera polivalen O, H, dan Vi.

C. Pemeriksaan Mikroskopis 1. Pemeriksaan Langsung Pemeriksaan langsung digunakan untuk mengamati pergerakan, dan pembelahan secara biner, mengamati bentuk dan ukuran sel yang alami, yang pada saat mengalami fiksasi panas serta selama proses pewarnaan mengakibatkan beberapa perubahan. Cara yang paling baik adalah dengan membuat sediaan tetesan gantung. 2. Pewarnaan Teknik pewarnaan dikelompokkan menjadi beberapa tipe, berdasarkan respon sel bakteri terhadap zat pewarna dan sistem pewarnaan yang digunakan. a. Untuk pemisahan kelompok bakteri digunakan pewarnaan Gram, dan pewarnaan acidfast/tahan asam untuk Mycobacterium.

17

b. Untuk melihat struktur digunakan pewarnaan flagel, pewarnaan kapsul, pewarnaan spora, dan pewarnaan nukleus. Pewarnaan Neisser atau Albert digunakan untuk melihat granula metakromatik (volutin bodies) pada Corynebacterium diphtheriae. Untuk semua prosedur pewarnaan mikrobiologis dibutuhkan

pembuatan apusan lebih dahulu sebelum melaksanakan beberapa teknik pewarnaan yang spesifik. Caranya tidak sulit tetapi membutuhkan kehatihatian dalam pembuatannya. Tahap-tahap yang harus dilakukan secara hatihati, adalah sebagai berikut : 1. Menyiapkan kaca objek: menghapus lemak atau minyak untuk

membersihkan kaca dengan menggunakan air hangat atau serbuk penggosok, selanjutnya dengan suatu campuran air dan alkohol (alkohol 95%), kemudian kaca dikeringkan dan disimpan di atas lap laboratorium sampai siap untuk digunakan. 2. Pembuatan apusan: menghindari apusan yang tebal dan rapat adalah penting secara mutlak. Suatu apusan yang baik merupakan selapis tipis. Apusan dapat dibuat dari kultur kaldu atau medium kultur padat dengan berbagai cara 3. Dari kultur kaldu, pengambilan satu atau dua loop kultur sel dapat langsung dipindahkan ke kaca objek dengan loop inokulasi steril dan sebarkan secara merata kira-kira sebesar uang logam. 4. Dari medium padat: mikroorganisme yang diambil dari medium padat menghasilkan pertumbuhan yang tebal dan rapat, tidak dapat langsung dipindahkan ke atas kaca objek. (Kusnadi,dkk. Tt) Pemindahan sel dari kultur dilakukan dengan menggunakan jarum inokulasi steril. Hanya ujung jarum yang menyentuh kultur, untuk mencegah pemindahan sel terlalu banyak. Pengenceran dilakukan dengan memutar ujung jarum di atas tetesan air, sampai kelihatan semitransparan. Sebelum

18

proses selanjutnya , apusan dibiarkan kering. Jangan ditiup, biarkan kering di udara. Fiksasi panas: tanpa difiksasi, apusan bakteri akan tercuci selama memasuki prosedur pewarnaan. Fiksasi panas dibutuhkan selama protein bakteri mengalami koagulasi dan melekat di atas permukaan kaca objek. Fiksasi panas dilakukan dengan melalukan secara cepat apusan kering, sebanyak dua atau tiga kali di atas lidah api bunsen.

Gambar 3: Teknik dasar pewarnaan sel bakteri untuk pengamatan mikroskopik (Kusnadi,dkk.Tt)

19

BAB III METODE

3.1 Waktu dan Tempat 3.1.1 Waktu Praktikum I Hari/tanggal Jam Kegiatan : Senin, 5 November 2012 : 09.00-12.20 WITA. : Pembuatan media SCB, SSA, MCA, TSI, SIM, dan Simon Citrate Agar Praktikum II Hari/tanggal Jam Kegiatan : Senin, 12 November 2012 : 09.00-12.20 WITA. : Penanaman sampel (telur ayam yang busuk) ke dalam media peyubur SCB (Selenite Cystine Broth) Praktikum III Hari/tanggal Jam Kegiatan : Selasa, 13 November 2012 : 13.30-14.30 WITA. : Penanaman sampel dari media penyubur SCB ke media selektif-differensial MCA (Mac Conkey Agar) dan media selektif SSA (Salmonella Shigella Agar) dengan metode gores Praktikum IV Hari/tanggal Jam Kegiatan : Rabu, 14 November 2012 : 14.30-16.00 WITA. : Pengamatan pertumbuhan koloni pada media MCA dan SSA serta inokulasi koloni bakteri dari media MCA dan SSA ke media uji biokimia TSI (Triple

20

Sugar Iron), SIM (Sulfit Indol Motility), dan Simon Citrate Agar serta media uji gula gula (Glukosa, Laktosa dan Manitol)

Praktikum V Hari/tanggal Jam Kegiatan : Senin, 19 November 2012 : 09.00-12.20 WITA. : Pengamatan hasil dari media uji biokimia (TSI, SIM dan Simon Citrate Agar) serta media gula gula (glukosa, laktosa, dan manitol) dan pembuatan cat gram dari koloni bakteri pada media TSI dan Simon Citrate Agar dan pengamatan gram preparat yang telah dibuat.

3.1.2 Tempat Praktikum bakteriologi dilaksanankan di laboratorium bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat a. Pembuatan Media SCB, SSA, MCA, TSI, SIM, dan Simon Citrate Agar Neraca analitik Spatel Gelas beaker Gelas ukur Erlenmeyer Batang Pengaduk Kompor Listrik Tabung reaksi Plate Autoclave Pipet Ukur Api bunsen

21

b. Pemeriksaan Salmonella Api bunsen Gelas beaker Rak tabung reaksi Inkubator Ose Bulat dan Ose jarum Object glass Pipet tetes Rak pewarnaan Botol semprot Mikroskop binokuler

3.2.2 Sampel Sampel yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan Salmonella adalah sampel telur ayam yang telah busuk.

3.2.3 Bahan a. Pembuatan Media SCB, SSA, MCA, TSI, SIM, dan Simon Citrate Agar Aquadest Aquadest steril pH stick indikator SCB, SSA, MCA, TSI, SIM, Simon Citrate Agar Powder b. Pemeriksaan Bakteriologi Salmonella Selenite Cystine Broth (SCB) Salmonella Shigella Agar (SSA) Mac Conkey Agar (MCA) Triple Sugar Iron (TSI) Sulfate Indol Motility (SIM) Simon Citrate Agar Physiologis Zoic (PZ) Aquadest Media gula gula (glukosa, laktosa, dan manitol)
22

Sampel telur ayam yang telah busuk Cat Gram c. Cat Gram A (Carbol Gentian Violet) d. Cat Gram B (Lugol / Iodin) e. Cat Gram C ( Asam Alkohol) f. Cat Gram D ( Carbol Fucsin / Safranin) ss

23

3.3 Cara Kerja

Media Penyubur

SCB SSA MCA TSI

Pembuatan media

Media Selektif dan selektif differensial

Media Uji Biokimia Langkah Kerja Penanaman Sampel pada media SCB

SIM

Simon Citrate

Penanaman sampel dari media SCB ke media SSA dan MCA


Inokulasi koloni bakteri dari media SSA dan MCA ke media uji biokimia (TSI, SIM, dan Simon Citrate) dan media gula gula (Glukosa, Laktosa, dan Manitol) Pembuatan gram preparat dari koloni bakteri pada media TSI dan Simon Citrate dan pengamatan gram preparat

Pemeriksaan Salmonella

1. Penanaman Sampel pada media SCB

Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan di atas meja kerja

Tabung rekasi digoyang goyang kan untuk menghomogenkan sampel telur dengan media SCB

Tabung reaksi dari media SCB diberi label identitas sampel yang ditanam tersebut

api bunsen dinyalakan

Kuning telur ditanam pada media SCB dengan cara dituang kurang lebih 5 mL di dekat api bunsen

media SCB diinkubasi pada inkubator pada suhu 370C selama 1 X 24 jam

sampel telur ayam di masukkan ke dalam beaker glass dan dipilih kuning telurnya saja

kuning telur ayam diaduk aduk agar tidak menggumpal

2. Penanaman sampel pada media SSA dan MCA

Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan di atas meja kerja

media SCB yang telah diinkubasi di keluarkan dari inkubator

Api bunsen dinyalakan

diambil satu ose sampel pada media SCB dengan cara mengaduk - adukan ose bulat di dalam media SCB

Ose yang akan digunakan dipijarkan di api bunsen dan didinginkan sesaat.

Tabung reaksi dari media SCB di kocok hingga homogen agar tidak terdapat endapan

Sampel kemudian digores pada media SSA dan MCA dengan pengggoresan 4 kuadran

Plate dari media SSA dan MCA di beri label identitas sampel yang diinokulasikan

Media SSA dan MCA diinkubasi pada inkubator pada suhu 370C selama 1 X 24 jam

3. Uji Biokimia dan Uji Gula Gula

Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan di atas meja kerja

media SSA dan MCA yang telah diinkubasi di keluarkan dari inkubator

Diamati pertumbuhan koloni bakteri pada media SSA dan MCA

Diambil single koloni dari bakteri yang tumbuh pada media SSA dan MCA yang dicurigai sebagai koloni bakteri Salmonella

Ose yang akan digunakan dipijarkan di api bunsen dan didinginkan sesaat.

Api bunsen dinyalakan

Sampel kemudian diinokulasikan pada media uji biokimia dan uji gula gula

tabung rekasidari media uji biokimia dan media uji gula - gula di beri label identitas koloniyang diinokulasikan

Media uji biokimia dan uji gula gula diinkubasi pada inkubator pada suhu 370C selama 1 X 24 jam

4. Pengecatan Gram

Kaca objek diberi label nama

Kaca objek difiksasi dengan api bunsen

Kaca objek ditetesi dengan PZ

Ose difiksasi dengan api bunsen dengan kemiringan 450

Diambil satu ose koloni bakteri dari media TSI atau Simon Citrate Agar

Koloni bakteri dihomogenkan dengan aquadest pada kaca objek

Sediaan dibiarkan kering di udara dalam posisi miring

Sediaan yang telah kering di fiksasi kembali dengan api bunsen

Sediaan diwarnai dengan cat gram I (Gentian Violet) selama 1 menit

Sediaan dibilas dengan aquadest

Sediaan diwarnai dengan cat gram II (Lugol / Iodin) selama 1 menit

Sediaan dibilas dengan aquadest

Sediaan diwarnai dengan cat gram III (Aseton Alkohol) selama 30 detik

Sediaan dibilas dengan aquadest

Sediaan diwarnai dengan cat gram IV (Safranin / fuchsin) selama 1 menit

Sediaan dibilas dengan aquadest

Sediaan dikeringkan di udara dalam posisi miring

Sediaan siap digunakan untuk pembacaan dengan mikroskop

5. Pengamatan gram preparat

Disiapkan mikroskop binokuler

Mikroskop dhidupkan dengan menekan tombol power ON

Slide diltakkan pada meja mekanis

Mikroskop disetting dengan perbesaran lensa obyektif 10x

Ditambahkan setetes oil imersi pada kaca objek

Preparat diamati dengan perbesaran lensa objektif 100x

Diidentifikasi karakteristik dari bakteri yang ditemukan pada lapang pandang

Ditarik kesimpulan mengenai karakteristik dari bakteri yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan Table. Hasil Pengamatan pada beberapa uji Salmonella sp No 1 Tahap Uji selective di Terjadi kekeruhan pada media yang bercampur kuning telur Hasil Gambar

enrichment media Cistein (SCB)

Selenite Broth

inokulasi

pada

media Selektif 2.1 2.2 MCA SSA Koloni I : bulat, kecil, mengkilat, tepi rata dan berwarna bening Koloni II : Bulat, sedang, rata dan mengkilat, berwarna

merah muda 3 3.1 Uji Biokimia : TSI Agar a. Slant b. Butt K A A K Koloni I Koloni II

3.2

SIM a. Gas b. H2S c. Motility + +

3.3

SCA
Tidak ada pertumbuh an bakteri Tidak ada pertumbuha n bakteri

Uji Gula-gula : a. Glukosa b. Laktosa c. Monitol + (gas +) + (gas +) -

Preparat gram a. Media TSI Agar


Gram (-) batang (+) Gram (-) batang (+)

b. Media SSA

Gram (-) batang (+)

Gram (-) batang (+)

4.2 Pembahasan 4.2.1 Pememeriksaan Salmonella pada Sampel Bahan makanan ( telur ayam) Salmonella adalah penyebab utama dari penyakit yang disebarkan melalui makanan (foodborne diseases). Pada umumnya, serotipe Salmonella menyebabkan penyakit pada organ pencernaan. Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut salmonellosis. Ciri-ciri orang yang mengalami salmonellosis adalah diare, keram perut, dan demam dalam waktu 8-72 jam setelah memakan makanan yang terkontaminasi oleh Salmonella. Gejala lainnya adalah demam, sakit kepala, mual dan muntah-muntah. Bakteri ini bukan indikator sanitasi, melainkan bakteri indikator keamanan pangan . Artinya, karena semua serotipe Salmonella yang diketahui di dunia ini bersifat patogen maka adanya bakteri ini dalam makanan dianggap membahayakan kesehatan. Oleh karena itu berbagai standar makanan siap santap mensyaratkan tidak ada Salmonella dalam 25 gram sampel makanan. Salmonella bisa terdapat di udara, air, tanah, sisa kotoran manusia maupun hewan atau makanan hewan. Salmonella sering ditemukan pada telur mentah sehingga sangat sering sekali terjadi adalah keracunan Salmonella dari makanan yang mengandung telur mentah (tidak diolah), seperti mayonaise, es krim dan pudding. Untuk mendeteksi keberadaan Salmonella dalam makanan dilakukan dalam 4 tahap yaitu pra-pengkayaan non selektif, pengkayaan selektif, inokulasi dan identifikasi, dan konfirmasi terhadap identitas Salmonella yang diuji. Dalam praktikum ini pemeriksaan Salmonella pada sampel telur hanya dilakukan tiga tahan saja, antara lain : a. Tahap selective enrichment di media Selenite Cistein Broth (SCB) yang diinkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam b. Tahap inokulasi pada media Selektif Mac Conkey Agar (MCA) dan Salmonela Sigella Agar (SSA)

c. Tahap Konfirmasi dengan uji biokimia dan uji gula-gula d. Pengamatan Gram di Bawah Mikroskop Pada tahap pertama adalah penanaman sampel pada media selective enrichment yaitu media Selenite Cistein Broth. Sampel telur yang digunakan dipisahkan antara putih dengan kuning telurnya, dimana yang akan diinikulasi pada media ini adalah kuning telurnya saja. Kemudian diinkubasi pada incubator pada suhu 37o C selama 24 jam. Penanaman pada media ini bertujuan untuk menumbuhkan dan memperbanyak jumlah bakteri Salmonella sp. serta menghambat pertumbuhan bakteri lainnya. Setelah perbanyakan jumlah bakteri pada media selektif enrichment dilanjutkan dengan inokulasi pada media selektif dan diinkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam. Inokulasi pada media selektif ini berguna untuk menyeleksi dan membedakan Salmonella sp. Media selektif yang digunakan adalah media Salmonella dan Sigella Agar, namun dalam praktikum ini juga dilakukan inokulasi pada media Mac Conkey agar. Baik pada media SSA maupun MCA, bakteri Salmonella sp tidak menfermentasi laktosa sehingga koloni yang akan tumbuh akan berwarna bening atau sama seperti warna media. Hasil yang diperoleh dari penanaman pada media Selektif tersebut, tentu tidak cukup untuk menunjukan adanya bakteri Salmonella sp . Oleh sebab itu diperlukan beberapa uji tambahan lainnya, uji pelengkap yang dilakukan dalam pemeriksaan ini adalah dengan uji biokimia dan uji gula-gula. Pada uji biokima dilakukan dengan menggunakan beberapa media, antara lain TSI, SIM yang digunakan untuk pengamatan gas, H2S, Indole dan motylitynya, dan Media SCA. Sedangkan pada uji gula-gula yang dipakai sebagai media adalah glukosa, fruktosa, dan manitol. Pada uji TSIA warna media slant berubah menjadi merah karena bakteri bersifat basa ini menandakan bahwa bakteri ini tidak memfermentasi laktosa dan sukrosa. Pada media daerah butt media berubah berwarna kuning ini menandakan bakteri memfermentasi glukosa. Pada media SIM Pembentukan gas positif ini hasil dari fermentasi H2 dan CO2 dapat dilihat dari pecahnya dan terangkatnya agar.

Sedangkan motilitynya dilihat dari pergerakan bakteri dalam media, untuk Salmonella, menuntukan motility yang positif dimana beberapa saat setelah inokulasi pada media SIM dapat dilihat pergerakan segera dengan adanya gelembung gas kecilkecl pada media. Pada uji gula-gula Salmonella sp akan mempermentasikan glukosa dan tidak memfermentasikan laktosa dan manitol. Untuk uji pelengkap selanjutnya, adalah dengan membuat preparat gram dan mengamati di bawah mikroskop. Pembuatan preparat ini bertujuan untuk melihan bentuk bakteri secara miktoskopis dengan pewarnaan gram. Secara mikroskopis bakteri Salmonella sp akan menunjukan bentuk batang seperti tongkat dengan warna merah dengan kata lain bakteri Salmonella sp merupakan bakteri gram batang +

4.2.2 Hasil Pemeriksaan Salmonella pada Sampel Bahan Makanan Ayam)

(Telur

Pemeriksaan bakteri Salmonella sp pada sampel bahan makan (Telur Ayam) dilakukan pada Laboratorium Bakteri Poltekkes Denpasar. Proses pemeriksaan ini terdiri dari beberapa tahap yaitu penanaman pada media penyubur, penanaman pada media selektif dan uji pelengkap yang berupa uji biokimia dan uji gula-gula. Berdasarkan table hasil pengamatan dapat dilihat, pada penanaman di media penyubur yaitu media SCB setelah diinkubasi media dengan sampel terjadi kekeruhan, pada media penyubur ini memang tidak dapat langsung

mengindentifikasi bakteri Salmonella sp karena tidak memiliki cirri yang khas, namun dengan adanya kekeruhan tersebut mengindikasikan telah terjadi pertumbuhan bakteri. Pada uji selanjutnya, yaitu penanaman pada media selektif, yang dalam hal ini menggunakan media Salmonella Sigella Agar dan media Mac Conkey Agar. Setelah diinkubasi selama 24 jam dalam suhu 37o C menunjukan adanya pertumbuhan bakteri mada kedua media. Pada praktikum ini yang dapat diamati hanya pada media SSA,

karena pada media MCA terjadi kesalahan yang menyababkan mendia pecah dan tidak dapat diamati. Pada media SSA terdapat dua koloni yang tumbuh, yaitu koloni yang berbentuk bulat, sedang dengan warna bening atau agak keruh dan koloni bulalt, sedang dan bewarna merah muda. Dari kedua koloni tersebut, koloni yang diduga sebagai bakteri Salmonella sp adalah koloni yang berwarna bening atau sedikit keruh, Namun untuk lebih memastikannya. Perlu dilakukan uji pelengkap yaitu uji biokimia dan uji gula-gula. Pada uji biokimia dan gula-gula koloni yang diinokulasi tidak hanya koloni yang diduga Salmonella sp tetapi juga bakteri dari koloni yang satunya. Untuk uji biokimia dilakukan pada media TSI agar, Media SIM dan Media Simmon Citrate Agar. Dari hasil uji biokimia pada media TSI diperoleh untuk bakteri yang diduga Salmonella sp ( dengan koloni bening) menunjukan warna kuning pada lereng (slant) dan warna merah pada dasarnya (butt) atau K/A. Apabila disesuaikan dengan hasil uji Biokimia di Media TSI agar untuk bakteri Salmonella sp warna yang terbentuk adalah merah pada lereng dan kuning pada dasar, dimana warna media slant berubah menjadi merah karena bakteri bersifat basa ini menandakan bahwa bakteri ini tidak memfermentasi laktosa dan sukrosa. Pada media daerah butt media berubah berwarna kuning ini menandakan bakteri memfermentasi glukosa. Hasil yang diperoleh ini mungkin disebabkan oleh umur biakan yang sudah tua, dimana pada uji biokimia inkubasi dilakukan selama 24 jam saja, namun pada pemeriksaan ini pemangaman hasil uji biokimia dilakukan setelah 4 hari. Untuk hasil uji biokimia dari koloni II yaitu koloni yang berwarna merah muda diperoleh hasil warna merah pada slant dan warna kuning pada dasar media atau A/K. hasil ini menunjukan hasil yang positif terhadap bakteri Salmonella sp. Namun apabila dilihat dari koloni yang diinokulasi tidak sesuai dengan koloni Salmonella sp. Perbedaan kedua hasil ini, kemungkinan selain disebabkan oleh umur biakan yang sudah tua selain itu dapat juga disebabkan oleh kesalahan dalam

pengambilan koloni, karena kurangnya keterampilan praktikan. Namun dari hasil tersebut disimpulkan bahwa uji TSI menunjukan hasil yang positif. Untuk uji biokimia pada media SIM, yang dapat diamati adalah terbentuknya gas, indol dan pergerakannya atau motility. Namun dalam praktikum ini uji indol tidak dapat dilakukan karena tidak tersedianya reagen. Pada uji biokimia pada media SIM untuk koloni I dan Koloni II sama-sama tidak menghasilkan gas H2S namun motilitynya positif dan aktif. Hal ini bias dilihat dari adanya gelembung-gelembung kecil yang timbul segera setelah proses inokulasi pada media. Hasil ini apabila dibandingkan dengan uji SIM untuk bakteri Salmonella sp, hasil ini menunjukan hasil yang positif karena gas H2S untuk bakteri Salmonela sp bias ada dan tidak sedangkan motilitynya positif. Untuk uji biokimia pada media Simmon Citrate Agar untuk koloni I dan koloni II pada media ini tidak menunjukan adanya pertumbuhan koloni, hanya saja warna media berubah menjadi biru. Pada media Simmon Citrate Agar hasil untuk uji bakteri Salmonella sp memang tidak terdapat ciri khas, pada media ini bakteri Salmonella sp dapat memberikan hasil yang positif maupun hasil yang negative. Untuk melengkapi pemeriksaan ini, hasil dari uji biokimia dilanjutkan dengan uji gula-gula. Pada uji gula-gula ini, gula yang digunakan adalah glukosa, laktosa dan manitol. Bakteri Salmonella sp memberikan hasil yang positif terhadap uji glukosa dimana bakteri ini dapat memfermentasi glukosa dan dapat menghasilkan gas. Hasil fermentasi ini ditunjukan dengan adanya perubahan warna gula menjadi orange dan terdapat gas pada tabung durham. Sedangkan uji gula-gula terhadap laktosa dan manitol menunjukan hasil yang negative. Koloni yang dilanjutkan pada uji gula-gula adalah dua koloni dari media SSA. Dari hasil pemeriksaan uji gula-gula tersebut diperoleh hasil untuk koloni I dan koloni II memperoleh hasil yang sama, yaitu bakteri mefermentasi glukosa dan tidak memfermentasi laktosa dan manitol. Namun tidak semua media uji gula-gula memperoleh hasil yang sama. Terdapat beberapa media gula-gula yang menunjukan hasil yang berbeda seperti pada media gula

glukosa dari 4 media yang diuji, 1 media menunjukan hasil yang negative. Begitu pula pada media gula-gula yang lain. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kesalahan dalam pengambilan koloni pada media SSA untuk ditanaman pada media gula-gula. Selain itu dapat juga disebabkan oleh bakteri kontaminan. Selain uji tersebut, dilakukan juga pengamatan secara mikroskopis untuk melihat bentuk bakteri dan sifat gram yang dimilikinya. Pengamatan secara mikroskopis ini dilakukan dengan membuat preparat dengan pewarnaan gram. Koloni bakteri yang dibuat preparat gram adalah koloni yang berasal dari media TSI agar dan media SSA. Dari pemeriksaan gram preparat secara makroskopis untuk kedua koloni yang diperiksa menunjukan hasil yang positif terhadap bakteri Salmonella sp dimana ditemukan bakteri batang + gram negative (-) dengan warna bakteri berwarna merah . Berdasarkan hasil beberapa uji yang dilakukan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sampel telur yang diperiksa telah terkontaminasi oleh bakteri Salmonella sp. Adanya bakteri Salmonella sp ini dapat dikarenakan oleh adanya kotoran ayam yang melekat pada kulit telur yang bisa menyebabkan tumbuh suburnya bakteri Salmonella, pada bagian kulit telur ayam terdapat pori pori sehingga sangat memungkinkan bakteri tersebut dengan mudah meresap dan masuk kedalam telur. Di dalam telur, bakteri Salmonella berkembang pesat. Hanya dalam waktu hitungan 20 menit bakteri tersebut dapat berkembang menjadi 20.000. Dengan demikian perlu dilakukan pengolahan telur sebelum diskonsumsi, antara lain dengan mencuci bersih telur dan memasaknya secara matang sebelum dikonsumsi.

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Dari paparan di atas terkait dengan pemeriksaan bakteriologis Salmonella sp pada sampel bahan makanan yang berupa telur ayam, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Pememeriksaan Salmonella pada sampel telur ayam dilakukan dengan beberapa tahap antara lain : a)Tahap penanaman pada media selective enrichment di media Selenite Cistein Broth (SCB) yang diinkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam ; b) Tahap inokulasi pada media Selektif Mac Conkey Agar (MCA) dan Salmonela Sigella Agar (SSA); c) Tahap uji pelengkap dengan uji biokimia dan uji gulagula ; d) Pengamatan Gram di Bawah Mikroskop. 2. Pasil pemeriksaan Salmonella pada sampel telur ayam berdasarkan beberapa uji yang telah dilakukan menunjukan hasil yang positif terhadap bakteri Salmonella sp, dengan kata lain sampel telur yang diperiksa telah tercemar oleh bakteri Salmonella sp.

5.2 Saran Kegiatan praktikum yang dilaksanakan sudah berjalan baik, namun

hendaknya kegiatan praktikum yang dilakukan oleh semua praktikan, sehingga semua praktikan dapat melakukan kegiatan praktikum tersebut dan memahami tekni pemeriksaan bakteriologis dengan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Salmonella. http://id.wikipedia.org/wiki/Salmonella. Diakses tanggal 25 November 2012 Anonim. 2010. Telur, Pengetahuan Bahan Pangan Hewani. Diakses di: http://hartoko.wordpress.com/gizi/pengetahuan-bahan-panganhewani/telur/ Diakses tanggal : 25 November 2012 Anonim. 2007. Bakteri Salmonella sp. Diakses di: http://id.scribd.com/doc/42718100/Bakteri-Salmonella-Sp. dikases tanggal: 25 November 2012 BPOM. 2008. Pengujian Mikrobiologi Pangan. http://www.pilciran-rakyat.com. Diakses tanggal 25 November 2012

Fardiaz, Srikandi. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta. Sugianto, Tantri. 2012. Salmonella. Diakses di: http://tantrisugianto.blogspot.com/2012/07/uji-salmonella.html Diakses tanggal 25 November 2012

You might also like