You are on page 1of 16

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan salah satu fungsi manajemen kepegawaian dan dalam upaya meningkatkan hubungan antara Pemerintah dengan Daerah Provinsi dan daerah Kabupaten / Kota, serta untuk mendorong peranan Pegawai Negeri Sipil sebagai salah satu unsur perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dipandang perlu mengatur kembali ketentuan mengenai wewenang pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dengan Peraturan Pemerintah. Mengingat : 1. 2. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890); Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952).

3. 4. 5.

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL.

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada Departemen, Kejaksaan Agung, Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan, Kantor Negara Koordinator, Kantor Menteri Negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Lembaga Pemerintahan NonDepartemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Badan Narkotika Nasional, Kesekretariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh Pejabat struktural Eselon I dan bukan merupakan bagian dari Departemen/Lembaga Pemerintah Non-Departemen, Instansi Vertikal di Daerah Provinsi / Kabupaten / Kota, Kepaniteraan Pengadilan atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya.

2. Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota atau dipekerjakan di luar instansi induknya. 3. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah NonDepartemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional, serta Pimpinan Kesekretariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh pejabat Struktural Eselon I dan bukan merupakan bagian dari Departemen/Lembaga Pemerintah Non-Departemen. 4. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi adalah Gubernur. 5. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota. 6. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7. Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan adalah Pegawai Negeri Sipil yang melaksanakan tugas di luar instansi induknya yang gajinya dibebankan pada instansi yang menerima perbantuan. 8. Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat seseorang Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai penggajian. 9. Golongan ruang adalah golongan ruang gaji pokok sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang gaji Pegawai Negeri Sipil. 10. Jabatan Struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara. 11. Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka menjalankan tugas pokok dan fungsi keahlian dan/atau keterampilan untuk mencapai tujuan organisasi.

BAB II PENGANGKATAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN KEPEGAWAIAN NEGERI SIPIL Pasal 2 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan : a. pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat dilingkungannya; b. pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil Pusat bagi Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat di lingkungannya, kecuali yang tewas atau cacat karena dinas. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya. Pasal 3 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi atau Kabupaten/kota menetapkan : a. pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungannya; b. pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah bagi Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat di lingkungannya, kecuali yang tewas atau cacat karena dinas.

(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat mendelegasikan wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya. Pasal 4 (1) Kepala Badan Kepegawaian Negara menetapkan pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil bagi Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah yang tewas cacat karena dinas. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat mendelegasikan atau memberi kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya.

BAB III KENAIKAN PANGKAT Pasal 5 (1) Presiden menetapkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah untuk menjadi Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c, Pembina Utama Madya golongan ruang IV/d, dan Pembina Utama golongan ruang IV/e setelah mendapat pertimbangan teknis dari Kepala Badan Kepegawaian Negara. (2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Presiden, oleh : a. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi, dan b. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota melalui Gubernur. (3) Pengajuan kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tembusannya disampaikan kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara. Pasal 6 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan di lingkungannya untuk menjadi Juru Muda Tingkat I golongan ruang I/b sampai dengan Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya. Pasal 7 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi menetapkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi dan Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan di lingkungannya untuk menjadi Juru Muda Tingkat I golongan ruang I/b sampai dengan Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b. (2) Gubernur menetapkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota dan Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Kota untuk menjadi Pembina golongan ruang IV/a dan Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b. (3) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya. Pasal 8 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupeten / Kota menetapkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi dan Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan di lingkungannya untuk menjadi Juru Muda Tingkat I golongan ruang I/b sampai dengan Pembina Tingkat I golongan ruang III/d. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya. Pasal 9

Pejabat Pembina Kepegawaian Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 dikecualikan dalam penetapan kenaikan pangkat anumerta dan kenaikan pangkat pengabdian. Pasal 10 (1) Kepala Badan Kepegawaian Negara menetapkan kenaikan pangkat anumerta dan kenaikan pangkat pengabdian bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah untuk menjadi Juru Muda Tingkat I golongan ruang I/b sampai dengan Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat mendelegasikan wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya.

BAB IV PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN DALAM DAN DARI JABATAN Pasal 11 Presiden menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural eselon I, jabatan fungsional Jenjang Utama atau jabatan lain yang pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden, kecuali pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat struktural eselon I di lingkungan Pemerintah Daerah Propinsi. Pasal 12 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Pusat di lingkungannya dalam dan dari jabatan struktural eselon II ke bawah atau jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain dilingkungannya untuk menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural eselon III ke bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu. Pasal 13 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi menetapkan : a. pengangkatan Sekretaris Daerah Propinsi setelah mendapat persetujuan dari pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi; b. pemberhentian Sekretaris Daerah Propinsi; c. pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural eselon II ke bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu di lingkungan Pemerintah Daerah Propinsi. (2) Pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Daerah Propinsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b, dilakukan setelah berkonsultasi secara tertulis dengan Menteri Dalam Negeri. (3) Calon Sekretaris Daerah Propinsi yang akan dikonsultasikan untuk diangkat dalam jabatan Sekretaris Daerah Propinsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, harus memenuhi syarat untuk diangkat dalam jabatan struktural. (4) Konsultasi pengangkatan Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilakukan sebelum Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi mengajukan permintaan persetujuan kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (5) Konsultasi pengangkatan Sekretaris Daerah Propinsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dilakukan secara tertulis dengan mengajukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang calon dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat.

(6) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (4) disampaikan secara tertulis oleh Menteri Dalam Negeri. (7) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya untuk menetapkan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil di Propinsi dalam dan dari jabatan struktural eselon III ke bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu. Pasal 14 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota menetapkan : a. pengangkatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota setelah mendapat persetujuan dari pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota; b. pemberhentian Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota; c. pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural eselon II di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; d. pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural eselon III ke bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan jabatan struktural eselon II ke bawah di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. (2) Pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Daerah Kabupaten/ Kota dan pejabat struktural eselon II sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, dilakukan setelah berkonsultasi secara tertulis dengan Gubernur. (3) Calon Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota yang akan dikonsultasikan untuk diangkat dalam jabatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, harus memenuhi syarat untuk diangkat dalam jabatan struktural. (4) Konsultasi pengangkatan Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilakukan sebelum Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota mengajukan permintaan persetujuan kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. (5) Konsultasi pengangkatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota dan pengangkatan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural eselon II sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilakukan secara tertulis dengan mengajukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang calon dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat. (6) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (5) disampaikan secara tertulis oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi. (7) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya untuk menetapkan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten/Kota dalam dan dari jabatan struktural eselon IV ke bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu. Pasal 15 Tata cara konsultasi pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota serta tata cara konsultasi pengangkatan dan pemberhentian pejabat struktural Eselon II Kabupaten / Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri. BAB V PEMINDAHAN ANTARINSTANSI Pasal 16 (1) Kepala Badan Kepegawaian Negara menetapkan pemindahan : a. Pegawai Negeri Sipil antara Departemen / Lembaga b. Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Provinsi/Kabupaten/Kota dan Departemen/Lembaga c. Pegawai Negeri Sipil Daerah antar Daerah Provinsi dan

Sipil

Daerah

antara

(2) (3)

d. Pegawai Negeri Sipil Daerah antara Daerah Kabupaten/kota dan Daerah Kabupaten/Kota Provinsi lainnya. Penetapan oleh Badan Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan atas permintaan dan persetujuan dari instansi yang bersangkutan. Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain dilingkungannya. Pasal 17

(1)

(2)

(3)

Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi menetapkan pemindahan : a. Pegawai Negeri Sipil Daerah antar-Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi, dan b. Pegawai Negeri Sipil Daerah antara Kabupaten/Kota dan Daerah Provinsi. Penetapan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dilaksanakan atas permintaan dan persetujuan dari Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah yang bersangkutan. Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain dilingkungannya.

BAB IV PEMBERHENTIAN SEMENTARA DARI JABATAN NEGERI Pasal 18 Presiden menetapkan pemberhentian sementara dari jabatan negeri bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural Eselon I, jabatan fungsional Jenjang Utama, atau jabatan lain yang pengangkatan dan pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden, kecuali pemberhentian sementara dari jabatan negeri atas Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural Eselon I di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi. Pasal 19 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan pemberhentian sementara dari jabatan negeri bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural Eselon II ke bawah atau jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya untuk memberhentikan sementara dari jabatan negeri bagi Pegawai Negeri Sipil Pust yang menduduki jabatan struktural Eselon III ke bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu. Pasal 20 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi menetapkan : a. pemberhentian sementara Sekretaris Daerah Provinsi; b. pemberhentian sementara dari jabatan negeri dan Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural Eselon II kebawah, dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya untuk memberhentikan sementara dari jabatan negeri bagi Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural Eselon II ke bawah atau jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu. Pasal 21 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota menetapkan : a. pemberhentian sementara Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota;

b. pemberhentian sementara dari jabatan negeri dan Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural Eselon II kebawah, dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya untuk memberhentikan sementara dari jabatan negeri bagi Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural Eselon II ke bawah atau jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu.

BAB VII PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL ATAU CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL Pasal 22 Presiden menetapkan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berpangkat Pembina Utama Muda Golongan ruang IV/c, Pembina Utama Madya golongan ruang IV/d, dan Pembina Utama golongan ruang IV/e. Pasal 23 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan : a. pemberhentian Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat yang tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil Pusat dilingkungannya, dan b. pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah di lingkungannya. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya, untuk menetapkan pemberhentian dengan hormat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah. Pasal 24 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi menetapkan : a. pemberhentian Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi yang tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah dilingkungannya, dan b. pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah di lingkungannya. (2) Gubernur menetapkan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a dan Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b. (3) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya, untuk menetapkan pemberhentian dengan hormat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi dan Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah. Pasal 25 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten / Kota menetapkan : a. pemberhentian Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten / Kota yang tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil Pusat dilingkungannya, dan b. pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten / Kota yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang III/d di lingkungannya. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya, untuk menetapkan pemberhentian dengan hormat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah

Kabupaten / Kota dan Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berpangkat Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d ke bawah. Pasal 26 Pejabat Pembina Kepegawaian dan Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 dikecualikan dalam penetapan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang tewas, meninggal dunia, cacat karena dinas, atau mencapai batas usia pensiun. Pasal 27 (1) Kepala Badan Kepegawaian Negara menetapkan pemberhentian dan pemberian pensiun Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah yang tewas, meninggal dunia, cacat karena dinas, dan mencapai batas usia pensiun. (2) Penetapan pemberhentian dan pemberian pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), termasuk pemberian pensiun janda/duda dalam hal pensiunan Pegawai Negeri Sipil meninggal dunia. (3) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat mendelegasikan wewenangnya atau memberi kuasa kepada pejabat lain dilingkungannya.

BAB VIII PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 28 (1) Presiden melakukan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian. (2) Untuk melaksanakan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Presiden dibantu oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara. (3) Kepala Badan Kepegawaian Negara dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), berkoordinasi dengan : a. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat untuk Instansi Pusat b. Gubernur untuk Instansi Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Wilayahnya. Pasal 29 Dalam rangka penyelenggaraan dan pemeliharaan manajemen informasi kepegawaian, Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah wajib menyampaikan setiap jenis mutasi kepegawaian kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara mengenai pelaksanaan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Pasal 30 (1) Pelanggaran atas pelaksanaan pengaturan perundang-undangan di bidang kepegawaian dapat dikenakan tindakan administratif. (2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa : a. peringatan b. teguran; c. pencabutan keputusan atas pengangkatan, pemindahan, atau pemberhentian. (3) Pencabutan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c, mulai berlaku sejak ditetapkan. (4) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara, kecuali terhadap keputusan yang ditetapkan oleh Presiden. (5) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dapat mendelegasikan atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya untuk melakukan tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), kecuali atas keputusan yang ditandatangani oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan Gubernur.

BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 31 Kewenangan penjatuhan hukum disiplin dan penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil serta kewenangan lain dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah tersebut dengan memperhatikan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 32 Pendelegasian wewenang atau pemberian kuasa untuk pengangkatan pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil menurut Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan dengan Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat atau Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah.

BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 33 Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang seusai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku.

BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 34 Ketentuan pelakanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara. Pasal 35 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, maka : a. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, dinyatakan tidak berlaku. b. Ketentuan pelaksanaan mengenai pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang ada sebelumnya ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diubah berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 36 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta, Pada tanggal 17 Februari 2003 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Ttd MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta, Pada tanggal 17 Februari 2003 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA Ttd BAMBANG KESOWO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 15

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

UMUM Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaiman telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 antara lain ditegaskan bahwa manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintah dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna. Kebijakan manajemen Pegawai Negeri Sipil berada pada Presiden selaku Kepala Pemerintahan. Sesuai dengan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaiman telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dilakukan oleh Presiden. Untuk kelancaran pelaksanaan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan menyerahkan sebagian wewenangnya kepada Pejabat Kepegawaian Daerah yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Sesuai dengan amanat undang-undang tersebut diatas, maka perlu menyempurnakan kembali ketentuan mengenai pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Untuk kepentingan kedinasan dan sebagai salah satu usaha untuk memperluas pengalaman, wawasan dan kemampuan, maka diadakan perpindahan jabatan, tugas dan wilayah kerja bagi Pegawai Negeri Sipil terutama bagi yang menjabat pimpinan dengan tidak merugikan hak kepegawaiannya. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 yang antara lain menegaskan bahwa untuk dapat lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna yang sebesarbesarnya, maka sistem pembinaan karier yang harus dilaksanakan adalah sistem pembinaan karier tertutup dalam arti negara Dengan sistem karier tertutup dalam arti negara, maka dimungkinkan perpindahan Pegawai Negeri Sipil dari Departemen / Lembaga / Provinsi / Kabupaten / Kota yang satu ke Departemen / Lembaga / Provinsi / Kabupaten / Kota yang lain atau sebaliknya, terutama untuk menduduki jabatan-jabatan yang bersifat manejerial. Hal ini mengandung pengertian bahwa seluruh Pegawai Negeri Sipil merupakan satu kesatuan, hanya tempat pekerjaannya yang berbeda.

Dalam peraturan Pemerintah ini diatur mekanisme konsultasi pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Daerah Provinsi kepada Menteri Dalam Negeri dan mekanisme pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota serta pejabat struktural Eselon II pada Kabupaten / Kota kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi. Pengaturan mekanisme konsultasi ini dimaksudkan dalam rangka mewujudkan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil secara nasional dan menjamin kesetaraan kualitas sumber daya manusia aparatur agar sesuai dengan persyaratan jabatan. Dalam Peraturan Pemerintah ini juga diberikan kewenangan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil Daerah secara berjenjang, khususnya pembinaan karie kenaikan pangkatnya. Dengan demikian tetap terdapat hubungan yang sinergi antara Pemerintah dengan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Pada prinsipnya pembinaan kenaikan pangkat dilakukan oleh pejabat Pembinaan Kepegawaian instansi induk. Namun demikian dalam hal terdapat Pegawai Negeri yang diperbantukan di luar instansi induknya, maka gajinya dibebankan pada instansi yang menerima perbantuan, dan pembinaan kenaikan pangkatnya dilakuan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian instansi yang menerima perbantuan. Sedangkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan di luar instansi induknya, maka gajinya tetap menjadi beban instansi induknya dan pembinaan kenaikan pangkatnya dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian instansi induknya. Sebagai pelaksana ketentuan dimaksud, serta untuk mendukung pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, baik di tingkat pusat maupun daerah, perlu diatur dan ditetapkan kembali pejabat yang berwenang memegang, memindahkan, dan membehentikan Pegawai Negeri Sipil. Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil oleh Pejabat yang berwenang harus dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini yang merupakan norma, standar, dan prosedur dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Ayat (1) Dalam hal pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil di lingkungan kesekretariatan lembaga kepresidenan, Pejabat Pembina Kepegawaiannya adalah Sekretaris Negara. Pada saat ini, kesekretariatan lembaga kepresidenan dimaksud, yaitu Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Sekretaris Presiden, Sekretaris Militer, dan Sekretariat Wakil Presiden. Dengan ketentuan ini, maka kesekretariatan lembaga lain yang dipimpin oleh pejabat struktural Eselon I dan bukan merupakan bagian dari Departemen/Lembaga Pemerintah / Non-Departemen, misalnya Sekretariat Jenderal Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, berwenang untuk mengangkat, memindahkan dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya masing-masing. Penjelasan ini berlaku selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah dan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian yang terkait. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Gubernur dalam mengajukan usul kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintahan Kabupaten/kota dalam kapasitas sebagai wakil Pemerintah. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Gubernur dalam menetapkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten / Kota adalah dalam kapasitas sebagai Wakil Pemerintah. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 11 Dalam ketentuan ini, yang dimaksud dengan jabatan struktural Eselon I antara lain Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal dan Pimpinan Lembaga Pemerintahan NonDepartemen. Jabatan ini yang pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden antara lain Hakim dan Panitera Mahkamah Agung. Pasal 12

Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Menteri Dalam Negeri menyampaikan keputusan hasil konsultasi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi berdasarkan pertimbangan dari tim yang antara lain terdiri dari unsur Departemen Dalam Negeri, Kantor Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Badan Kepegawaian Negara. Ayat (7) Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi menyampaikan keputusan hasil konsultasi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan pertimbangan dari Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan Instansi Daerah Provinsi. Ayat (7) Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 22 Dalam hal Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun, maka dalam keputusan pemberhentiannya ditetapkan sekaligus pemberian pensiun dan pensiun janda / dudanya. Pemberhentian yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat antara lain karena : a. atas permintaan sendiri; b. meninggal dunia; c. hukuman disiplin; d. perampingan organisasi pemerintah; e. menjadi anggota partai politik; f. dipidana penjara; g. dinyatakan hilang; h. keuzuran jasmani; i. cacat karena dinas; j. tewas; k. mencapai batas usia pensiun. Pasal 23 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Dalam hal Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun, maka dalam keputusan pemberhentiannya ditetapkan sekaligus pemberian pensiun dan pensiun janda / dudanya. Pemberhentian yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat antara lain karena : a. atas permintaan sendiri; b. hukuman disiplin; c. perampingan organisasi pemerintah; d. menjadi anggota partai politik; e. dipidana penjara f. Dinyatakan hilang;

g. Ayat (2)

Keuzuran jasmani;

Cukup jelas Pasal 24 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Dalam hal Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun, maka dalam keputusan pemberhentiannya ditetapkan sekaligus pemberian pensiun dan pensiun janda / dudanya. Pemberhentian yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat antara lain karena : a. atas permintaan sendiri; b. hukuman disiplin; c. perampingan organisasi pemerintah; d. menjadi anggota partai politik; e. dipidana penjara f. Dinyatakan hilang; g. Keuzuran jasmani; Ayat (2) Gubernur dalam menetapkan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/kota adalah dalam kapasitas sebagai wakil Pemerintah. Ayat (3) Gubernur dalam menetapkan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/kota adalah dalam kapasitas sebagai wakil Pemerintah. Pasal 25 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Dalam hal Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun, maka dalam keputusan pemberhentiannya ditetapkan sekaligus pemberian pensiun dan pensiun janda / dudanya. Pemberhentian yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat antara lain karena : a. atas permintaan sendiri; b. hukuman disiplin; c. perampingan organisasi pemerintah; d. menjadi anggota partai politik; e. dipidana penjara f. Dinyatakan hilang; g. Keuzuran jasmani; Ayat (2) Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Dalam menetapkan keputusan pemberhentian dan pemberian pensiun yang dimaksud dalam ketentuan ini, sekaligus ditetapkan pemberian pensiun janda/dudanya. Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 28 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Keputusan pencabutan atas pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak berlaku surut. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Pejabat yang diberi delegasi wewenang untuk menetapkan pengangkatan pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini, menandatangani surat keputusan tersebut untuk atas namanya sendiri, tidak atas nama pejabat yang memberi delegasi wewenang. Pejabat yang diberi delegasi wewenang dapat memberi kuasa kepada pejabat lain. Pejabat yang diberi kuasa untuk menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, menandatangani surat keputusan tersebut tidak atas namanya sendiri, tetapi atas nama pejabat yang berwenang pada instansi yang bersangkutan. Pejabat yang diberi kuasa untuk menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dimaksud, tidak dapat memberikan kuasa lagi kepada pejabat lain. Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4263

You might also like