You are on page 1of 15

Nilai

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN AGRIBISNIS Pengeringan Bahan Hasil Pertanian

Oleh : Nama NPM : : Aldy Mochammad Faiz R 150610100113 Rabu,15 Mei 2013 14.00 -15.30 R. Asri Noor Pratiwi Rijalul Fikri Rusyda Sofyan Ramadhani Pratama H

Hari, Tanggal Praktikum : Waktu Co.Ass : :

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI MESIN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Bahan hasil pertanian merupakan bahan yang memiliki sifat perisibel atau bahan yang mudah mengalami kerusakan baik secara fisik atau secara kimia, kerusakan-kerusakan pada bahan hasil pertanian dapat mengakibatkan bahan hasil pertanian tersebut tidak dapat digunakan karena mengalami kerusakan seperti busuk. Selain itu dengan adanya kerusakan-kerusakan bahan hasil pertanian tersebut dapat menurunkan kualitas dan harga dari bahan hasil pertanian tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penanggulangan masalah tersebut salah satu operasi yang dapat meminimalisasi kerusakan bahan hasil pertanian adalah operasi pengeringan bahan hasil pertanian. Operasi bahan hasil pertanian tersebut bertujuan untuk memperpanjang proses penyimpanan bahan hasil pertanian, pengeringan dilakukan untuk mengawetkan bahan hasil pertanian. Dalam proses pengeringan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu periode laju pengeringan tetap dan periode laju pengeringan menurun. Pengeringan merupakan suatu operasi yang cukup penting artinya dalam industry pertanian, pengawetan bahan maupun pengamanan hasil pertanian. Oleh karena itu, praktikum ini sangatlah penting dilakukan agar mahasiswa mengetahui teknik penanganan bahan hasil pertanian secara tepat dengan memperhatikan hubungan antara faktor-faktor yang dimiliki oleh bahan hasil pertanian itu sendiri.

1.2 Tujuan Tujuan dari parkatikum mengenai Pengeringan Bahan Hasil Pertanian adalah: 1. Mempelajari proses pengeringan dengan menggunakan oven dan mencari kurva laju pengeringan pada biji-bijian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari bahan pangan dengan menggunakan energi panas sehingga tingkat kadar air dari bahan tersebut menurun. Pengeringan merupakan proses utama dalam pengolahan bahan pangan atau merupakan bagian dari rangkaian proses. Dalam proses pengeringan terjadi penghilangan sebagian air dari bahan pangan. Dalam banyak hal biasanya proses pengeringan disertai dengan proses penguapan air yang terdapat pada bahan pangan, sehingga panas laten penguapan akan diperlukan. Dengan demikian, terdapat dua proses yang penting yang terjadi dalam pengeringan, yaitu pindah panas yang mengakibatkan penguapan air, serta pindah massa yang menyebabkan pergerakan air atau uap air melalui bahan pangan yang kemudian

mengakibatkannya terpisah dari bahan pangan. Pergerakan air dari dalam bahan pangan terjadi melalui proses difusi yang disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan uap air antara bagian dalam dan permukaan bahan pangan. Perpindahan energi di dalam bahan pangan berlangsung secara konduksi, sedangkan dari permukaan bahan pangan ke udara berlangsung secara konveksi. Disamping dapat mengawetkan bahan pangan, pengeringan juga memperkecil volume bahan, sehingga memudahkan dan mengefisienkan dalam penyimpanan, pengemasan, dan distribusi. Pengeringan juga mencegah penurunan mutu produk oleh perubahan sifat fisik dan kimia. Penghilangan air dalam proses pengeringan dapat terjadi dengan berbagai cara, yaitu (a) pengeringan yang terjadi pada tekanan atmosfir, dimana panas dipindahkan dari udara kering atau dari permukaan benda, (seperti logam) yang dipanaskan yang kontak langsung dengan bahan pangan, sehingga,

mengakibatkan air dari bahan pangan dipindahkan ke udara, (b) pengeringan yang terjadi pada tekanan vakum, pindah panas dilakukan pada tekanan rendah sehingga air lebih mudah menguap pada suhu yang lebih rendah. Pindah panas dalam pengeringan vakum biasanya berlangsung secara konduksi atau radiasi, dan (c) pengeringan beku, yaitu pengeringan dengan cara mensublimasi air dari fase

padat langsung menjadi uap air dengan cara pengaturan suhu dan tekanan yang memungkinkan proses sublimasi terjadi. Penanganan bahan hasil pertanian dikatakan tepat jika penanganan tersebut mampu mengelola hubungan antara faktor-faktor yang dimiliki bahan hasil pertanian diantaranya struktur bahan biologis dan retensi air dengan lingkungan dimana bahan hasil pertanian berada. Untuk dapat memilih teknik penanganan hasil pertanian yang tepat perlu dipahami pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kualitas bahan hasil pertanian. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu:
1) Faktor yang berhubungan dengan udara pengering

Yang termasuk dalam golongan ini adalah suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering, dan kelembaban udara.
2) Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan

Yang termasuk dalam golongan ini adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan. Beberapa mekanisme aliran internal air yang dapat berlangsung : a. Diffusi Pergerakan ini terjadi bila equilibrium moisture content berada di bawah titik jenuh atmosferik dan padatan dengan cairan di dalam sistem bersifat mutually soluble. b. Capillary flow Cairan bergerak mengikuti gaya gravitasi dan kapilaritas. Pergerakan ini terjadi bila equilibrium moisture content berada di atas titik jenuh atmosferik. Proses pengeringan terbagi dalam tiga kategori, yaitu: 1) Pengeringan udara dan pengeringan yang berhubungan langsung di bawah tekanan atmosfir. Dalam hal ini panas dipindahkan menembus bahan pangan, baik dari udara maupun permukaan yang dipanaskan. Uap air dipindahkan dengan udara. 2) Pengeringan hampa udara Keuntungan dalam pengeringan hampa udara didasarkan pada kenyataan bahwa penguapan air terjadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada

tekanan tinggi. Panas yang dipindahkan dalam pengeringan hampa udara pada umumnya secara konduksi, kadang-kadang secara pemancaran. 3) Pengeringan beku Pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan pangan beku. Struktur bahan pangan dipertahankan dengan baik pada kondisi ini. Suhu dan tekanan yang sesuai harus dipersiapkan dalam alat pengering untuk menjamin terjadinya proses sublimasi. Semakin lama waktu pengeringan dalam pengering kabinet semakin kecil massa pada bahan tersebut.

BAB III METODOLOGI

3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat 1. Cawan 2. Oven 3. Timbangan analitik 4. Desikator 5. Moisture tester

3.1.2 Bahan 1. Biji Kedelai

3.2 Prosedur Percobaan a. Kadar air : Kadar air bahan ditentukan dengan moisture tester 1. Memasukkan cawan dalam oven pada suhu 60-70C selama 2 jam. 2. Mengeluarkan dan menempatkan pada desikator sampai stabil 3. Menyiapkan cawan sebanyak 5 buah dan menandai untuk tiap interval 4. Memasukan sampel bahan berupa kedelai kedalam cawan sebanyak 5 gram untuk masing-masing cawan. 5. Memasukan bahan dan cawan kedalam oven untuk dilakukan proses pengeringan pada suhu 60-70C. 6. Mengukur kadar air bahan untuk interval waktu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 10, 15, 30 dan 60 menit. 7. Membuat kurva laju pengeringan dari data-data tersebut. 8. Menentukan persamaan kurva laju pengeringan bahan.

BAB IV HASIL PERCOBAAN

Pada percobaan pengeringan bahan hasil pertanian, bahan yang digunakan adalah biji bijian yaitu kacang kedelai. Percobaan ini dilakukan untuk meninjau laju pengeringan sehingga kacang kedelai dimasukkan kedalam oven dengan lama pengeringan yang berbeda beda. Waktu pengeringan yaitu terdiri dari 0, 1, 2, 3, 4, 5, 10, 15, 30, 45, dan 60 menit sehingga kacang kedelai dimasukkan kedalam 11 cawan yang berbeda. Data akan diperoleh ketika kadar air diukur setelah cawan dikeluarkan dari oven. Data percobaan hasil pengeringan kacang kedelai terdapat pada tabel dibawah ini. Tabel 1. Laju pengerinan bahan hasil pertanian Massa Bahan (gram) 5,02 5,01 5,03 5,03 5,02 5,02 5,08 5,00 5,00 5,03 5,03 Waktu (menit) 0 1 2 3 4 5 10 15 30 45 60 1 10,9 11,4 11,6 10,8 11,3 11,2 10,7 10,6 10,5 9,0 9,2 Kadar Air (M) 2 11,1 11,7 11,6 10,6 11,1 11,4 11 10,5 10,0 9,5 9,3 3 10,5 11,5 11,6 11,1 10,6 11,1 10,6 10,2 9,9 9,9 9,5 M rata - rata 10,8 11,52 11,6 10,83 11 11,2 10,8 10,43 10,13 9,46 9,33

M/t

0 0,19 0,097 0,060 0,045 0,037 0,018 0,011 0,005 0,003 0,002

Kadar air rata rata dan laju pengeringan setiap menitnya berbeda beda. Perubahan kadar air dan laju pengeringan dapat dijelaskan dalam grafik dibawah ini.

Mt - Waktu
0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 0 10 20 30 40 50 60 70 Waktu (menit)

M/t

Grafik 1. Perbandingan nilai laju pengeringan terhadap lama waktu pengovenan

M/t - Kadar air rata - rata


0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 8 8.3 8.6 8.9 9.2 9.5 9.8 10.1 10.4 10.7 11 11.3 11.6 11.9 Rata - rata kadar air

Grafik 2. Perbandingan nilai laju pengeringan terhadap rata rata kadar air

M/t

Rata - rata kadar air - Waktu


14 12 M rata - rata 10 8 6 4 2 0 0 10 20 30 Waktu 40 50 60 70

Grafik 3. Perbandingan rata rata kadar air dengan lama waktu pengovenan

BAB V PEMBAHASAN

Dalam praktikum kali ini, praktikan dimaksudkan untuk menghitung kadar air kedelai yang telah mengalami proses pengeringan di oven. Proses pengeringan kedelai dilakukan dengan interval waktu 1,2,3,4,5,15,30,45,60 menit. Untuk kadar air basis basah perbandingan antara selisih antara bahan pertanian sebelum dan sesudah dioven dibandingkan dengan berat sebelum dioven. Percobaan tersebut dilakukan denga tiga kali percobaan dan kemudian diambil rata-rata kadar air kedelai setelah dioven. Dibawah ini merupakan grafik antara kadar air dan waktu pemanasan

Rata - rata kadar air - Waktu


14 12 M rata - rata 10 8 6 4 2 0 0 10 20 30 Waktu 40 50 60 70

Tingkat ketepatan persamaan yang dibangun dari data-data yang diregresikan ditentukan oleh koefisien korelasi (r). Nilai r berkisar 0 sampai 1. Jika Jika , maka semua data diatas terpasangkan dengan tepat pada garis regresi. , maka semua data dari variabel terikat dari variabel bebas tidak ada

hubungannya. Dengan demikian persamaan yang dibangun dengan nilai r mendekati 1, maka persamaan tersebut cukup tepat untuk menyatakan persamaan linear dari data-data percobaan. (Setiasih, I.S, 2008). Pada grafik diatas diperoleh juga perssamaan matematis dengan korelasi (r) laju pengeringan kadar air kedelai tersebut mendekati satu (1). Maka percobaan tersebut cukup tepat untuk

menyatakan laju pengeringan kadar air pada kedelai dan percobaan yang dilakukan oleh praktikan mempunyai derajat keeratan hubungan antara waktu dan kadar air.

Mt - Waktu
0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 0 10 20 30 40 50 60 70 Waktu (menit)

M/t

Dapat terlihat dari grafik hasil percobaan laju pengeringan kadar air pada kedelai bahwa nilai kadar air yang terkandung dalam kedelai menurun seiring dengan semakin lamanya waktu laju pengeringan, dengan kata lain bahwa kadar air berbanding terbalik dengan lamanya waktu pengeringan. Hal ini disebabkan karena dalam proses ini semakin lama waktu pengeringan, panas yang masuk kedalam bahan pun semakin banyak, sehingga terjadi proses penguapan air pada bahan tersebut. Proses penguapan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan parsial antara bahan dan udara sekitarnya (oven). Pada proses pemanasan atau pengeringan awal terjadi penguapan air dari permukaan bahan dengan laju yang tetap dan sangat cepat. Kemudian setelah proses tersebut diperkirakan air perbukaan bahan sudah habis teruapkan, dan laju penguapan tidak dapat diimbangi oleh proses difusi air dari dalam permukaan bahan, sehingga pada keadaan di titik inilah yang dikatan dengan titik kritis dimana mulai terjadi perubahan fase dari laju pengeringan menurun. Setelah

keadaan ini laju pengeringan berangsur menurun dan menurut literatur periode inilah yang dikatakan dengan laju pengeringan menurun.

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil percobaan diatas adalah sebagai berikut : 1. Pada percobaan pengeringan bahan hasil pertanian yaitu kedelai, nilai kadar air yang terkandung didalamnya menurun, seiring dengan semakin lamanya waktu pengeringan. 2. Penurunan dan peningkatan kadar air pada suatu bahan pertanian dipengaruhi oleh Kadar air bahan pertanian sebelum proses pendinginan maupun pemanasan, Tingkat pemanasan atau pendinginan dan Lama waktu pemanasan atau pendinginan 3. Semakin tinggi suhu pemanasan suatu bahan pertanian dalam oven, maka kadar air yang terserap dari dalam bahan akan semakin besar sehingga kadar air basis keringnya semakin tinggi. 4. Pada kondisi pemanasan, maka suhu lingkungan akan lebih tinggi dari pada suhu bahan pertanian. Maka yang akan terjadi adalah bahan pertanian akan menerima panas dari lingkungan sehingga kadar air yang ada pada bahan akan menguap keluar seiring dengan bertambahnya suhu bahan

6.2 Saran Pada percobaan ini juga terdapat saran agar praktikum selanjutnya menjadi lebih baik yang diantaranya adalah : 1. Waktu untuk melakukan praktikum terlalu lama sehingga kondisi bejalan kurang kondusif, sebaiknya untuk praktikum selanjutnya dapat berjalan lebih efektif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA 1. Hariyadi, Purwiyatno. Prinsip Teknik Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan: IPB.

2. Rachmawan, obin. 2001. Pengeringan,,pendinginan dan pengemasan komoditas pertanian. Jakarta : SMK Pertanian. 3. Priyanto, Gatot. 1988. Teknik Pengawetan Pangan. Yogyakarta : Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi Universitas Gadjah Mada, 4. Astawan, M. dan M.W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Jakart: . Penerbit Akademika Pressindo

LAMPIRAN

Gambar 1. Kacang Kedelai

Gambar 2. Menimbang kacang kedelai sebelum dimasukan kedalam oven

Gambar 3. Oven

Gambar 4. Memasukkan cawan Kedalam desikator

You might also like