You are on page 1of 3

1. Pengertian menurut bahasa dan istilah 2. Contoh suuzan dan husnuzzan di kehidupan sehari-hari 3.

Contoh husnuzzan dan suuzan pada diri sendiri 4. Pengertian suuzan pada diri sendiri dan orang lain 5. 3 hikmah husnuzzan pada diri sendiri 6. Q.S Al-Hujurat ayat 12 mempunyai 4 kesimpulan, jelaskan 7. Pengertian hukum taklifi dan wadhi 8. Pembagian hukum taklifi 9. Pembagian hukum wadhi, jelaskan dan contoh 10. Pengertian ijtihad, ijma, qiyas 11. Dalam menetapkan hukum, bolehkah kita berkias? Maksudnya dan contoh 12. Menurut abdul wahab khalaf, orang yang berijtihad memiliki 6 syarat. Sebutkan! 13. 4 macam substansi dakwah Rasulullah saw 14. 2 cara Rasulullah saw berdakwah 15. Upaya gol. Kaum kafir quraisy untuk menghentikan dakwah Nabi Muhammad 16. Q.S An-nahl 125, cara berdakwah yang diperintahkan Allah ada 3, jelaskan JAWAB 1. Husnuzzan menurut istilah adalah berbaik sangka kepada Allah swt yang disertai dengan penuh keyakinan, bahwa segala peristiwa yang terjadi di alam semesta ini tidak terjadi dengan sia-sia, namun mengandung hikmah bagi kehidupan manusia. Husnuzzan menurut bahasa, diambil dari husnu yang artinya baik dan kata al-zan yang artinya prasangka. Jadi husnuzzan artinya berbaik sangka 2. Suuzan: Saat orang/teman kita berbisik di hadapan kita, kita langsung berprasangka, bahwa yang sedang dibicarakan adalah kita. Saat kita tertimpa musibah, kita seringkali mengtakan bahwa Allah swr tidaklah sayang kepada kita. Itu sudah termasuk suuzan. Karena pada kenyataannya, Allah memberi kita cobaan untuk menguji keimanan dan pasti ada hikmahnya. Husnuzzan: Misalnya, kita dipilih sebagai peserta dalam suatu lomba, maka kita harus berprasangka baik pada diri sendirim bahwa kita pasti bisa. Misalnya, ada salah seorang anggota keluarga kita yang meninggal, kita harus berfikir bahwa ini adalah kekuasaan Allah swt, dan pasti dibaik sebuah peristiwa ada hikmahnya. 3. Husnuzzan : bila kita berbuat kebaikan, yakinlah bahwa kebaikan yang kita kerjakan itu sesungguhnya adalah untuk diri sendiri. Suuzan : kita menganggap bahwa diri kita tidak mampu dan tidak bisa menjalan suatu hal, padahal pada kenyataannya diri kita bisa. 4. Suuzan pada diri sendiri ialah berburuk sangka terhadap diri sendiri, selalu merasa diri kita tidak mempunyai apa-apa dan tidak bisa melakukan apa-apa. Sedangjan terhadap sesama manusia, ialah berburuk sangka terhadap orang lain, baik saat orang tersebut berbicara kepada yang lainnya, bertindak dsb. 5. Kita akan lebih optimis dalam menghadapi hidup, kita tidak akan mudah menyalahkan orang lain dan kita tidak akan mudah putus asa dari nikmat dan karunia Allah swt.

6. Kita tidak boleh berburuk sangka kepada orang lain, kita tidak boleh mengumpat orang lain, kita tidak boleh menggunjing keburukan ataupun kekurangan orang lain dan apabila kita telah berbuat dosa, bersegeralah bertaubat kepada Allah. 7. Hukum taklifi : kalam Allah swt atau sabda Rasulullah saw terhadap orang yang sudah mukallaf, baik berupa perintah, larangan maupun piliha. Hukum wadhi : kalam Allah swt dan sabda Rasulullah saw yang bersifat menunjukkan keadaan tertentu yang dikategorikan sebagai sebab, syarat atau halangan bagi berlakunya hukum. 8. Dibagi menjadi 5, yaitu: Fardlu/wajib: perintah yang harus dilaksanakan. Apabila dikerjakan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan mendapat dosa. Fardlu ain: ketentuan yang ahrus dikerjakan oleh setiap orang muslim yang mukallaf Fardlu kifayah: ketentuan yang apabila sudah dikerjakan oleh sebagian orang muslim, maka orang muslim lainnya terbebas dari kewajiban itu. Akan tetapi, jika tidak ada yang mengerjakan, maka berdosalah semuanya. Sunah: perkara yang apabila dikerjakan imendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak mendapat dosa. Sunah muakhad: sunah yang sangat dianjurkan atau diutamakan Sunah ghairu muakhda: sunah biasa Sunah haiah: perkara-perkara dalam salat yamng sebaiknya dikerjakan Sunah abad: perkara-perkara dalam salat yang ahrus dikerjakan dan apabila terlupa, maka harus digantikan dengan sujud sahwi Ibahah/mubah: suatu perkara yang apabila dikerjakan atau ditinggalkan tidak mendapat pahala dan juga tidak mendapat dosa. Makruh/larangan ringan: suatu perkara yang tidak disukai. Apabila dikerjakan tidak mendapat dosa dan apabila ditinggalkan maka akan mendapat pahala. Haram: suatu larangan yang mesti ditinggalkan. Apabila dikerjakan akan mendapat dosa dan apabila ditinggalkan akan mendapat pahala. 9. Dibagi menjadi 3, yaitu: Sebab: secara hukum puasa wajib dilakukan. Bila tidak dikerjakan mak akan berdosa. Tapi, hukum puasa diberlakukan apabila ada yang menjadi sebab berlakunya hukum wajib puasa itu, yaitu datangnya bulan suci Ramadhan. Syarat: suatu keadaan tanpa syarat maka hukumnya tidak ada. Misalnya salat tapi tidak berwudhu, salatnya tidak sah. Dan berwudhu berarti syarat bagi berlakunya salat. Halangan: anak kandung pada dasarnya menjadi ahli waris orang tuanya. Namun dapat dihapusan apabila si anak membunuh orangtuanya sendiri. 10. Ijtihad: mencurahkan segenap tenaga dan pikiran untuk menetapkan hukum yang tidak ditetapkan secara jelas dalam Al-Quran dan hadis. Ijma: kesepakatan pendapat semua ahli ijtihad pada suatu masa setelah wafatnya Rasulullah saw atas suatu masalah yang berkaitan dengan syariat. Qiyas: menetapkan suatu hukum atas suatu masalah yang belum ada ketentuannya dalam Al-Quran dan hadis. 11. Boleh, tetapi harus dengan dua cara yaitu menghubungkan suatu masalah yang belum ada hukumnya dengan suatu masalah yang sudah ada hukumnya. Misal : pada zaman Nabi, umat Islam wajib membayar zakat fitrah dengan gandum. Sedangkan umat Islam yang

makanannya bukan gandum melainkan beras bisa membayar zakat fitrah dengan beras. Beras bisa diqiyaskan dengan gandum. Karena keduanya ada persamaan illat, yaitu sama sama makanan pokok. Atau dengan cara membandingkan suatu hukum yang sudah ada dengan yang belum ada ketetapannya tetapi dengan illat yang lebih kuat. Misal : dalam Al-Quran surat Al-Isra ayat 23, seseorang dilarang mengucapakan kata-kata cis kepada ibu dan bapaknya, maka memukul dan menyakiti keduanya lebih dilarang lagi. 12. Syaratnya antara lain: Mengetahu dan memahami bahasa Arab dengan sempurna sebagai kelengkapan dan kesempurnaan dalam menafsirkan Al-Quran dan hadis. Mengetahui dan memahami Al-Quran dengan sempurna dari segala seginya. Mengetahui dan memahami hadis dengan sempurna dari segala seginya, Memiliki kemampuan menggali hukum Islam dari dalil-dalil naqli untuk dikeluarkan menajdi hukum syari. Mengetahui macam-macam illat dan hikamh-hikmah penetapan hukum. Memiliki akhlak yang mulia sehingga hasil ijtihadnya dapat dipercaya oleh umat Islam lainnya. 13. 4 macam substansi dakwahnya ialah: Beliau menanamkan akidah tauhid di kalangan umatnya. Beliau mengajarkan tentang persamaan hak. Beliau mengajrkan kebebasan dan kemerdekaan berpikir. Beliau menyatukan antara kehidupan dunia dan akhirat. 14. Cara-caranya: Dakwah dilakukan secara diam diam. Dakwah semacam ini dilakukan mulai dari keluarga dan kaum kerabat serta sahabat-sahabat terdekat. Dakwah ini berjalan selama 3 tahun. Dakwah dilakukan dengan terang-terangan. 15. Upayanya: Menyuruh Abu Thalib untuk memilih antara menyerahkan Nabi Muhammad saw kepada mereka atau menyuruh Nabi Muhammad saw berhenti berdakwah. Mengutus seorang pemuda kepada Abu Thalib untuk dipertukarkan dengan Nabi Muhammad saw. Mengutus Utbah bin Rabiah untuk menawarkan tahta, wanita, dan harta kepada Nabi Muhammad saw asalkan beliau amu menghentikan dakwahnya. Melakukan tindakan yang keras dan kejam kepada para pengikut Nabi Muhammad saw. Menghalangi umat Islam untuk melaksanakan ibadah di Kabah. 16. Cara berdakwah: Dengan hikmah, yaitu dengan perkataan-perkataan yang tegas serta kalimat yang baik yang dapat menggugah hati pendengarnya. Dengan menggunakan kalimat-kalimat thayyibah, kalimat yang mudah dipahami dan masuk akal, sehingga orang dapat membedakan mana yang hak dan mana yang bathil. Dengan melakukan diskusi. Untuk berdiskusi ini biasanya Rasulullah saw berhadapan dengan tokoh-tokoh masyarakat dengan tjuan untuk mencari dan menyampaikan kebenaran.

You might also like