You are on page 1of 5

ASETANILIDA Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara mereaksikan asethopenon

dengan NH2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime yang kemudian dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Pada tahun 1899 Beckmand menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H2O dengan katalis HCl. Pada tahun 1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan asam asetat. Asetanilida (C6H5NHCOCH3) merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer dimana satu atom hydrogen pada aniline digantikan dengan satu gugus asetil. Asetanilida memiliki berat molekul 135.16 g/mol. Asetanilida adalah kristal padat yang berwarna putih dan memiliki titik leleh 1140C. aetanilida larut dalam air panas dan tidak larut dalam air dingin. Ketika dihidrolisis denganasam atau alkali akan kembali kereaktannya, yaitu aniline dan asam asetat. Asetanilida dapat disintesis secara konvensional dan secara green chemistry. Secara konvensional, asetanilida dapat disintesis dengan mereaksikan aniline dengan asam asetat anhidrid. Sedangkan secara green chemistry, asetanilida dapat disintesis dengan mereaksikan aniline dengan asam asetat glacial. Kelebihan metode green chemistry dibandingkan dengan konvensioanl adalah meminimalis limbah dari produk disebabkan tidak menggunakan asetat anhidrid saat proses sintesis asetanilida. Asetanilida memiliki titik didih normal : 305 oC, titik leleh : 114,16 oC, berat jenis : 1,21 gr/ml, suhu kritis : 843,5 oC, titik beku : 114 oC. Pirolysis dari asetanilida menghasilkan N diphenil urea, anilin, benzene dan hydrocyanic acid. Asetanilida merupakan bahan ringan yang stabil dibawah kondisi biasa, hydrolisa dengan alkali cair atau dengan larutan asam mineral cair dalam kedaan panas akan kembali ke bentuk semula. Adisi sodium dalam larutan panas Asetanilida didalam xilena menghasilkan N-Sodium derivative. C6H5NHCOCH3 + HOH C6H5NH2 + CH3COOH Jika asetanilida dipanaskan dengan phospor pentasulfida menghasilkan thio Asetanilida ( C6H5NHC5CH3 ). Jika asetanilida ditreatmen dengan HCl, Asetanilida dalam larutan asam asetat menghasilkan 2 garam ( 2 C6H5NHCOCH3 ). Dalam larutan yang memgandung pottasium bicarbonat menghasilkan N- bromo asetanilida. Nitrasi asetanilida dalam larutan asam asetaat menghasilkan p-nitro Asetanilida. Ada beberapa proses pembuatan asetanilida, yaitu;

1. Pembuatan asetanilida dari asam asetat anhidrid dan anilin Asetanilida dapat dihasilkan dari reaksi antara asam aseta anhidrid dan anilin. Larutan benzen dalam satu bagian anilin dan 1,4 bagian asam asetat anhidrad berlebih 150 % dengan konversi 90% dan Yield 65%, direfluks dalam sebuah kolom yang dilengkapi dengan jaket sampai tidak ada anilin yang tersisa kondisi operasi temperatur reaksi 30-110oC. 2 C6H5NH2 (l) + Anilin Asam ( CH2CO )2O(l) Asetat Anhidrid 2 C6H5NHCOCH3 (s) + Asetanilida H2O (l) Air

Campuran reaksi disaring, kemudian kristal dipisahkan dari air panasnya dengan pendinginan, sedangkan filtratnya di recycle kembali. Pemakaian asam asetat anhidrad dapat diganti dengan asetil klorida. ( Kirk & Othmer, 1981 ) 2. Pembuatan asetanilida dari asam asetat dan anilin Metode ini merupakan metode awal yang masih digunakan karena lebih ekonomis jira dibandingkan dengan semua proses pembuatan asetanilida. Anilin dan asam asetat direaksikan dalam sebuah tangki yang dilengkapi dengan pengaduk. C6H5NH2 (l) Anilin + CH3COOH(l) Asam Asetat C6H5NHCOCH3 (s) Asetanilida + H2O (l) Air

Reaksi berlangsung selama 8 jam pada suhu 150oC-160oC dan tekanan 2,5 atm dengan yield mencapai 98 % dan konversi mencapai 99,5%. Produk dalam keadaan panas dikristalisasi dengan menggunakan kristalizer untuk membentuk butiran (kristal) asetanilida. 3. Pembuatan asetanilida dari ketene dan anilin Ketena (gas) dicampur ke dalam anilin di bawah kondisi yang diperkenankan akan menghasilkan asetanilida dengan konversi 90%. Ketena direaksikan dengan anilin di dalam reaktor packed tube pada temperatur 400-625oC dan pada tekanan 2,5 atm. C6H5NH2 (l) Anilin + H2C=C=O(g) Ketena C6H5NHCOCH3 (s) Asetanilida

4. Pembuatan asetanilida dari asam thioasetat dan anilin Asam thioasetat direaksikan dengan anilin dalam keadaan dingin akan menghasilkan asetanilida dengan membebaskan H2S. C6H5NH2 + CH3COSH C6H5NHCOCH3 + H2 S Dalam perancangan pabrik asetanilida ini digunakan proses antara asam asetat dengan anilin. Pertimbangan dari pemilihan proses ini adalah reaksinya sederhana dan tidak menggunakan katalis sehingga tidak memerlukan alat untuk

regenerasi katalis dan tidak perlu menambah biaya yang digunakan untuk membeli katalis sehingga biaya produksi lebih murah. Proses pembuatan asetanilida dari hasil reaksi antara anilin dengan asam asetat terdiri dari beberapa tahap operasi. Tahap ini terdiri dari : tahap persiapan bahan baku, tahap reaksi, tahap pemisahan dan kristalisasi serta tahap pemurnian. 1. Tahap Persiapan Bahan Baku Bahan baku asetanilida adalah asam asetat dan anilin dengan fasa cair. Masingmasing bahan baku disimpan di dalam tangki penyimpanan, terdapat dua tangki penyimpanan (F-110 dan F-120) untuk memenuhi kebutuhan produksi. Pada temperatur 30oC dan tekanan 1 atm bahan baku diumpankan ke reaktor R-130. Sebelum memasuki reaktor R-130 asam asetat dan anilin masing-masing dialirkan melalui pompa sentrifugal (L-111 dan L-121) untuk menaikkan tekanan hingga 2,5 atm dan dipanaskan pada heater (E-112 dan E-122) hingga suhu mencapai 150oC. 2. Tahap Reaksi Bahan baku yang telah dipanaskan disesuaikan kondisi operasinya diumpankan ke reaktor R-130. Tipe reaktor yang digunakan adalah tipe continues stirred tank reactor (CSTR) karena reaksi berlangsung pada fasa cair, reaktor dilengkapi dengan pengaduk dan jaket pendingin. Adapun fungsi dari pengaduk adalah untuk membuat seluruh umpan yang masuk dapat bercampur dengan sempurna. Faktor tumbukan dipengaruhi oleh sifat pencampuran pereaksi. Jika pereaksi-pereaksi tidak saling melarutkan atau tidak dapat bercampur dengan sempurna maka pengaduk sangat dibutuhkan. 3. Tahap Pemisahan dan Kristalisasi Dari reaktor R-130, anilin, asam asetat, asetanilida dan air dialirkan ke evaporator V210 untuk mendapatkan konsentrasi asetanilida yang lebih baik dengan cara menguapkan reaktan yang tersisa (anilin dan asam asetat) juga untuk mengurangi kandungan air pada asetanilida. Kondisi operasi dari evaporator V-210 adalah 225oC dan tekanan 2,5 atm, disesuaikan dengan kondsisi bahan baku dan air, agar dapat menguap tanpa mempengaruhi produk asetanilida. Setelah melalui proses evaporasi, asetanilida, asam asetat, anilin dan air dialirkan menuju pompa sentrifugal L-211 untuk mengembalikan tekanan menjadi 1 atm dan selanjutnya ke kristalizer H-220 untuk dikristalkan. Pembentukan butir-butir kristal asetanilida terjadi pada temperatur 60oC, yang merupakan temperatur terendah untuk pembentukan kristal asetanilida. Untuk menjaga temperatur selama proses kristalisasi sedang berlangsung, digunakan jaket pendingin. Keluaran kristalizer akan berbetuk

magma yang merupakan kombinasi antara kristal asetanilida yang telah terbentuk dan kandungan larutan induk yang tersisa (mother liquor). Selanjutnya asetanilida diumpankan kesentrifuse H-230. Pada sentrifuse H-230, terjadi proses pemisahan mother liquor yang merupakan sisa larutan induk paska proses kristalisasi dari kristal asetanilida yang telah terbentuk. Jumlah mother liquor yang terpisah di buang ke unit utilitas bagian wastewater treatment untuk diolah lebih lanjut. 4. Tahap Pemurnian dan Penyimpanan Setelah kristal asetanilida dipisahkan dari mother liquor, kadar air yang terkandung dalam produk masih cukup tinggi, sehingga kandungan air tersebut harus dikurangi dengan bantuan rotary dryer D-240 . Media pemanas yang digunakan adalah steam dengan temperatur masuk pada 250oC. Selanjutnya produk dialirkan menuju blow box B-310 untuk menurunkan panas produk dengan cara mengalirkan udara pendingin hingga panas produk menurun menjadi 30oC. Ketika produk sudah memenuhi spesifikasi yang diinginkan maka, produk dapat disimpan didalam silo F320. Untuk kemudian dapat dikemas, disimpan dalam gudang dan siap dipasarkan. Asetanilida memiliki beragam manfaat, baik sebagai bahan baku maupun bahan penunjang industri kimia, seperti : 1. Sebagai bahan baku pembuatan obatobatan seperti parasetamol (keperluan analgesik dan antipretik), lidokain (keperluan anestesi), obat sulfa dan penisilin 2. Bahan pembantu dalam industri cat dan karet 3. Bahan intermediet pada sulfon dan asetilklorida 4. Sebagai inhibitor dalam industri peroksida 5. Sebagai stabilizer pada selulosa ester varnis seperti tinner 6. Sebagai pewarna buatan dan sebagai intermediet pada pembuatan pewarna buatan Saat ini kebutuhan asetanilida di Indonesia masih mengandalkan impor. Dapat kita lihat melalui data impor asetanilida, dimana terus terjadi peningkatan nilai impor asetanilida dari tahun ke tahun hingga tahun 2008. Bahan baku yang digunakan dalam memproduksi asetanilida adalah anilin dan asam asetat, yang ketersediaanya di Indonesia cukup memadai. Anilin dapat diimpor dari Nanjing Linghao Chemical Trading Co.Ltd, Provinsi Jiangsu, China dan/atau Shreya Aniline Industries Pvt.Ltd, Mumbai, India. Sedangkan asam asetat dapat diperoleh dari PT. Multitrade Chemindo di daerah Lampung dan/atau PT. Indo Acidatama Chemical di daerah Surakarta.

DAFTAR PUSTAKA Anonim, A. 2010. Asetanilida, (online), (http://inuyashaku.wordpress.com/2010/11/05/asetanilida/, diakses 15 Mei 2013). Anonim, B. 2011. Sintesis Asetanilida, (online), (http://eranurjaya.blogspot.com/2011/09/sintesis-asetanilida.html, diakses 15 Mei 2013). Delvira. 2011. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Asetanilida dari Anilin dan Asam Asetat dengan Kapasitas Produksi 25.000 ton/tahun, (online), (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27003/5/Chapter%20I.pdf, diakses 15 Mei 2013). Hafildi. 2012. Kimia Sintesa Asetanilida, (online), (http://darknessthe.blogspot.com/2012/06/kimia-sintesa-asetanilida.html, diakses 15 Mei 2013).

You might also like