You are on page 1of 7

MASALAH GIZI DI INDONESIA

Dalam model dan teori keperawatan Virginia Henderson disebutkan salah satu kebutuhan dasar manusia adalah makan dan minum. Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa makanan dan minuman merupakan hal penting dari seorang manusia. Apabila suplai makanan ke dalam tubuh tidak adekuat maka tubuh akan mengalami kekurangan dan lemah. Banyak gangguan yang akan terjadi bila kejadian itu terus menerus dialami hingga akhirnya orang tersebut dapat mengalami kurang gizi atau yang sering juga disebut gizi buruk. Namun bila suplai makanan terlalu banyak dan tidak diseimbangi oleh olahraga yang teratur, maka bukan hal yang aneh bila orang tersebut dapat mengalami obesitas.

Indonesia merupakan negara berkembang yang masih mengalami masalah nutrisi selain masalah infeksi yang masih banyak dideritanya. Masalah gizi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang belum pernah tuntas ditanggulangi di dunia. Saat kurang gizi belum teratasi, malah timbul masalah lain di daerah lain di Indonesia terutama kota kota besar, yaitu masalah obesitas atau kelebihan gizi. Meledaknya kasus obesitas di beberapa daerah di Indonesia akan mendatangkan masalah baru bagi Indonesia, karena kasus obesitas berkaitan erat dengan pola makan yang tidak teratur dan berlebih. Bila hal ini tidak cepat diatasi maka masalah ini benar benar akan menjadi masalah yang dramatis dalam sebuah Negara, karena dalam satu Negara terjadi dua masalah yang bertolak belakang yaitu kurang gizi dan kelebihan gizi. Dan masalah ini akan menambah beban yang lebih kompleks dan harus dibayar mahal oleh Indonesia dalam upaya pembangunan kesehatan, sumberdaya manusia dan ekonomi.

Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, bahkan masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan mempengaruhi pada status gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya (intergenerational impact). Masa kehamilan merupakan periode yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia di masa depan, karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh kondisinya saat masa janin dalam kandungan. Akan tetapi perlu diingat bahwa keadaan kesehatan dan status gizi ibu hamil ditentukan juga jauh sebelumnya, yaitu pada saat remaja atau usia sekolah.

United Nations (Januari, 2000) memfokuskan usaha perbaikan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan SDM pada seluruh kelompok umur, dengan mengikuti siklus kehidupan.

Masalah gizi disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan tidak cukupnya asupan gizi secara kuantitas maupun kualitas, sedangkan secara tidak langsung dipengaruhi oleh jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh anak yang kurang memadai, kurang baiknya kondisi sanitasi lingkungan serta rendahnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Sebagai pokok masalah di masyarakat adalah rendahnya pendidikan, pengetahuan dan keterampilan serta tingkat pendapatan masyarakat. Dalam hal ini untuk mengatasi masalah gizi diperlukan penanganan faktorfaktor secara terintegrasi, sinergi dan memerlukan dukungan lintas sektor, masyarakat, LSM dan swasta.

Gizi Kurang
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Betapa pun kayanya sumber daya manusia alam yang tersedia bagi suatu bangsa tanpa adanya sumber daya manusia yang bagus maka akan sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri.

Salah satu indicator keberhasilan yang dapat dipakai untuk mengukur keberhasilan suatu bangsa dalam membangun sumber daya manusia adalah Indek Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index. Berdasarkan IPM maka pembangunan sumber daya manusia Indonesia belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Pada tahun 2003, IPM Indonesia urutan ke 112 dari 174 negara (UNDP,2003). Sedangkan pada tahun 2004, IPM Indonesia menempati peringkat 111 dari 177 negara(UNDP, 2004), yang merupakan peringkat lebih rendah dibandingkan peringkat IPM Negara Negara tetangga. Rendahnya IPM ini dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk, yang dapat ditunjukkan dengan masih tingginya angka kematian bayi sebesar 35 per-seribu kelahiran hidup, dan angka kematian balita sebesar 58 per-seribu serta angka kematian ibu sebesar 307 per-seratus

ribu kelahiran hidup (UNDP, 2001). Perlu diketahui bahwa lebihdari separo kematian bayi, balita, dan ibu ini berkaitan dengan buruknya status gizi.

Berdasarkan data diatas dapat dlihat bahwa Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang tertinggal dalam masalah kesehatan. Hal ini tidak terlepas dari kurangnya masalah gizi yang masih belum teratasi. Sebenarnya masalah gizi akan teratasi dengan cepat dan signifikan apabila keadaan ekonomi dari Negara kita ini sudah membaik. Namun apalah daya, walaupun sumber daya alam kita kaya, namun semua itu terlihat cuma cuma apabila tidak adanya sumber daya manusia yang mengelola dengan baik dan secara otomatis dapat memajukan perekonomian Negara Indonesia. Kebutuhan nutrisi juga harus diperbaiki sejak dini, karena tidaklah mungkin kita dapat melahirkan warga yang sehat dan cerdas apabila kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi dengan sempurna. Jadi sebenarnya semua ini adalah kerterkaitan dan berkesinambungan yang tidak bias dipisahkan sehingga bila yang satu diperbaiki, maka secara otomatis yang lain juga mengikuti dan semua akan menjadi lebih naik.

Kurang gizi pada ibu hamil Krisis ekonomi di Indonesia terjadi pada tahun 1998 2000 telah menjadikan asupan gizi ibu hamil dari masyarakat kurang mampu khususnya menurun secara signifikan dan menjadikan mereka mengalami Kurang Energi Kronis (KEK) yang didefinisikan dengan Lingkar Lengan Atas (LILA) < 23,5 cm (HKI, 2000). Penelitian yang dilakukan akhir akhir ini menunjukkan dengan jelas bahwa bayi yang lahir dari ibu yang mengalami KEK mempunyai rata rata berat badan lahir 2,568 gram atau 390,9 gram lebih rendah dibandingkan rata rata berat badan lahir bayi yang lahir dari ibu ibu yang tidak mengalami KEK. Ibu hamil yang mengalami KEK mempunyai resiko melahirkan bayi dengan BBLR 5 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil yang tidak mengalami KEK (Mustika 2004). Prevalensi ibu hamil KEK mengalami kenaikkan selama krisis ekonomi yaitu mencapai 24,9 %. Walau pada tahun 2003 mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu sebesar 16,7 % (Depkes, 2003). Tingginya angka kurang gizi pada ibu hamil ini mempunyai kontribusiterhadap tingginya angka BBLR di Indonesia yang diperkirakan mencapai 350.000 bayi setiap tahunnya (Depkes, 2004).

Kurang gizi pada balita Balita merupakan awal atau periode emas dalam pertumbuhan. Pada saat balita inilah suplai nutrisi harus benar benar adekuat dan bergizi penting, karena pada periode inilah kemampuan tumbuh kembang otak anak mencapai titik yang maksimal. Gambaran keadaan gizi balita diawali dengan cukup banyaknya bayi dengan BBLR. Setiap tahun, diperkirakan ada 350 000 bayi dengan berat lahir rendah di bawah 2500 gram, sebagai salah satu penyebab utama tingginya kurang gizi pada dan kematian balita. Tahun 2003 prevalensi gizi kurang pada balita sebesar 27,5%, kondisi ini jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun 1989 yaitu sebesar 37,5%, atau terjadi penurunan sebesar 10 % (Susenas 2003). Meskipun sampai tahun 2000 penurunan gizi kurang cukup berarti, akan tetapi setelah tahun 2000 gizi kurang meningkat kembali. Gambaran yang terjadi pada gizi buruk yaitu dari tahun 1989 sampai tahun 1995 meningkat tajam, lalu cenderung fluktuatif sampai dengan tahun 2003.

Jika dilihat berdasarkan sebaran di propinsi (Susenas 2003), prevalensi yang terendah masalah gizi buruk dan gizi kurang adalah propinsi Bali (16,18%) dan yang tertinggi di propinsi Gorontalo (46,11%). Terdapat 14 propinsi dengan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk masih di atas rata-rata nasional dan 15 propinsi di bawah ratarata nasional. Peta sebaran prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Indonesia. Dan dapat kta cermati bahwa hanya daerah daerah tertentu yang mengalami gizi buruk sedangkan yang lain masih ddalam batas aman terutama pulau jawa.

Kurang gizi pada usia sekolah

Sebagai akibat lebih lanjut dari tingginya angka BBLR dan kurang gizi pada masa balita dan tidak adanya perbaikkan pada masa pertumbuhan yang sempurna pada masa berikutnya, maka tidak heran bila pada usia sekolah banyak ditemukan anak kurang gizi. Lebih darri sepertiga anak usia sekolah di Indonesia tergolong pendek saat masuk sekolah sekitar 36,1 %. Hal ini merupakan salah satu indicator adanya kurang gizi kronis. Walaupun terdapat penurunan presentasi dari 39,8% pada tahun 1994 menjadi 36,1% pada tahun 1999 namun hal ini tidak sebanding dengan peningkatan jumlah penduduk (Depkes, 2004).

Gizi Lebih
Begitu ironis saat gizi kurang masih tersebar luas dan cukup banyak yang mengalami masalah ini, tapi dibagian daerah lain malah ada yang mempunyai gizi berlebih. Ini merupakan permasalahan yang baru dibandingkan permasalahan gizi kurang. Bila gizi kurang identik dengan kurangnya atau ketikmampuan dari factor ekonomi sedangkan pada masalah gizi lebih penyebabnya lebih cenderung dari ketidakmampuan menahan nafsu makan yang berlebih sehingga pola makan tidak terkendali. Yang menghawatirkan dari obesitas adalah penyakit penyakit yang menyertai seperti hipertensi, diabetes mellitus, dyslipidemia, dan penyakit jantung lainnya. Sehingga angka kematian dapat menghantui penderita obesitas kapanpun. Data tentang obesitas di Indonesia belum bias menggambarkan prevelensi obesitas seluruh penduduk , tetapi data obesitas pada orang dewasa yang tinggal di ibukota propinsi seluruh Indonesia cukup untuk menjadi perhatian kita. Survey nasional yang dilakukan pada tahun 1996/1997 di ibu kota seluruh propinsi Indonesia menunjukkan bahwa 8,1 % penduduk laki laki dewasa (>= 18 tahun) mengalami overweight (BMI 25 27) dan 6,8 % mengalami obesitas, 10,5 % penduduk wanita dewasa mengalami overweight dan 13,5 % mengalami obesitas. Pada kelompok umur 40 49 tahun overweight maupun obesitas mencapai puncaknya yaitu masing masing 24,4 % dan 23 % pada laki laki dan 43 % pada wanita (DEPKES, 2003). Sedangkan pada anak SD prevalensi obesitas mencapai 9,7 % di Yogyakarta (Ismail, 1999) dan 15,8% di Denpasar (Padmiari dan Hadi, 2002). Survei obesitas yang dilakukan akhir akhir ini pada anak remaja siswa/siswi SLTP di Yogyakarta menunjukkan bahwa 7,8 % remaja di perkotaan dan 2 % remaja di daerah pedesaan mengalami obesitas (Hadi,2004). Angka prevalensi obesitas diatas baik pada anak anak maupun orang dewasa sudah merupakan warning bagi pemeritah dan masyarakat luas bahwa obesitas dan segala implikasinya sudah merupakan ancaman yang serius bagi masyarakat Indonesia khususnya di kota kota besar.

Peran Pemerintah Dalam Menghadapi Masalah Gizi

Peran

pemerintah

untuk

program

gizi

masyarakat

dengan

tujuan

penanggulangan masalah gizi, sudah banyak program yang diluncurkan, anatara lain program edukasi gizi, program suplementasi gizi melalui pemberian makana maupun produk zat gizi seperti pil besi dan vitamin A, program fortifikasi bahan makanan seperti fortifikasi iodium pada garam ataupun fortifikasi besi pada tepung. Meskipun demikian angka kurang gizi di masyarakat terutama pada kelompok rentan masalah gizi seperi bayi, balita, anak seekolah, remaja, ibu hamil, dan menyusui, serta lanjut usia masih tetap menjadi masalah.

Walaupun sudah terdapat banyak program gizi masyarakat yang diterapkan di Indonesia tapi kenapa masih banyak penderita kurrang gizi yang tersebar luas di Indonesia. Belum lagi di dukung oleh peraturan otonomi daerah, dimana pemerintah dapat mengatur daerahnya sendiri. Dimanakah sebenarnya letak kesalahan daripenatalaksanaan ini. Namun bila dicermati lebih dalam, pemerintah daerah malah sibuk dalam membangun rumah sakit yang canggih dan membeli peralatan yang canggih dibandingkan mengtasi permasalahan kurang gizi ini seperti membeli

vitamin A. Seharusnya pemerintah pusat lebih mengawasi pendistribusian Vitamin A ataupun zat besi dan juga lebih mengawasi apakah efisien suadah dana keesehatan yang diberikan kepada pemerintah daerah. Terapkan sanksi bila perlu agar pemerintah daerah lebih dapat mempertanggungjawabkan dana kesehatannya.

You might also like