You are on page 1of 31

MAKALAH ASKEB IV PATOLOGI

ATONIA UTERI

DISUSUN OLEH KELOMPOK 9:


1. Nur Eka Susilawati 2. Ria Putriana Lestari 3. Sri Amelia Kalli KELAS: II A

MATA KULIAH: ASKEB IV PATOLOGI

POLTEKKES KEMENTRIAN KESEHATAN PALU 2012

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan. Adapun tujuan penulis dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui salah satu penyebab perdarahan postpartum primer yaitu Atonia Uteri yang dapat mengancam jiwa ibu postpartum.

Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan. Namun, berkat bimbingan dari Dosen kami yang terhormat Ibu Sumiaty, SST. MPH dan dari beberapa literatur/referensi yang dengan tepat waktu. akhirnya makalah ini dapat diselesaikan

Semoga, dengan makalah ini kita dapat menambah ilmu pengetahuan serta wawasan mengenai atonia uteri ini.

Palu,

Mei 2013

Kelompok IX

DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.. KATA PENGANTAR.i DAFTAR ISIii BAB 1 TINJAUAN TEORI 1.1 Pengertian1 1.2 Tanda dan Gejala.2 1.3 Komplikasi...4 1.4 Patofisiologi....5 1.5 Prognosa..7 1.6 Penatalaksanaan..9 BAB II TINJAUAN ASKEB 2.1 Data Subjektif13 2.2 Data Objektif.13 2.3 Assesment............13 2.4 Perencanaan..13 BAB III TINDAKAN BIDAN 3.1 Tugas Mandiri..17 3.2 Tugas Kolaborasi..21 3.3 Tugas Rujukan..21 DAFTAR PUSTAKA26

BAB I TINJAUAN TEORI 1.1. Pengertian Perdarahan Postpartum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan berlangsung. Perdarahan postpartum terbagi menjadi perdarahan postpartum primer dan sekunder. Perdarahan postpartum primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan postpartum adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Perdarahan postpartum merupakan penyebab penting kematian maternal khususnya di negara berkembang (Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB, Manuaba, Hal.395). Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi myometerium dinamakan atonia uteri dan keadaan ini menjadi penyebab utama perdarahan postpartum. Sekalipun pada kasus perdarahan postpartum kadang-kadang sama sekali tidak disangka atonia uteri sebagai

penyebabnya, namun adanya factor predisposisi dalam banyak hal harus menimbulkan kewaspadaan dokter terhadapa kemungkinan gangguan tersebut (Ilmu Kebidanan Patologi Dan Fisiologi Persalinan, Harry Oxorn, Hal 413). Perdarahan obstetri sering disebabkan oleh kegagalan uterus untuk berkontraksi secara memadai setelah pelahiran (Obstetri Williams, F. Garry Cuningham, Hal. 705). Atonia uteri terjadi bila miometrium tidak berkontraksi. Uterus menjadi lunak dan pembuluh darah pada daerah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar. Atonia merupakan penyebab tersering perdarahan postpartum; sekurang-kuranya 2/3 dari semua perdarahan postpartum disebabkan oleh atonia uteri (Buku Acuan PONED Hal.23)

Antonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus (plasenta telah lahir). Antonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek. Antonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok hipovolemik (Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan), Ai Yeyeh Rukuyah S.SiT, dkk. Hal. 285) 1.2. Tanda dan Gejala Perdarahan postpartum sebelum plasenta lahir disebut perdarahan kala III. Berbeda dengan pendapat umum, apabila perdarahan dimulai sebelum atau setelah pelahiran plasenta, atau pada keduanya, mungkin tidak akan terjadi perdarahan masif, tetapi terjadi perdarahan terus-menerus yang tampaknya sedang tetapi menetap sampai timbul hipovolemia serius. Perembesan yang terus-menerus ini, terutama pada perdarahan setelah plasenta lahir, dapat menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah besar (Obstetri Williams, F. Garry Cuningham, Hal. 706). Gejala hemoragi pasca partum awal biasanya terdapat perdarahan pervagina yang berlebihan sering disertai dengan bekuan darah, namun, ada saatnya perdarahan darah mengucur tanpa henti. Pemeriksaan tekanan darah saja tidak dapat mengkaji derajat hipovolemia dengan tepat karena vasokonstriksi mengalirkan darah ke organ-organ vital pada awal proses terjadinya syok hipovolemik. Penurunan pada tekanan arterial rerata (mean arterial pressure, MAP) hingga 30 mmHg atau kurang merupakan tanda dari hipovolemia (Kebidanan Komunitas, Linda V. Walsh, Hal.498). Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah sebelum hamil, derajat hipovolemia-terinduksi kehamilan, dan derajat anemia saat pelahiran. Gambaran perdarahan postpartum yang dapat mengecoh adalah kegagalan nadi dan tekanan darah untuk mengalami perubahan besar

sampai terjadi kehilangan darah sangat banyak. Wanita normotensif mungkin sebenarnya mengalami hipertensi sebagai respon terhadap perdarahan, paling tidak pada awalnya. Selain itu wanita yang sudah mengalami hipertensi mungkin dianggap normotensif walaupun sebenarnya mengalami hipovolemia berat. Yang tragis, hipovolemia ini mungkin belum diketahui sampai tahap sangat lanjut (Obstetri Williams, F. Garry Cuningham, Hal. 706). Apabila fundus kurang terpantau setelah melahirkan, darah mungkin tidak keluar dari vagina, tetapi tertimbun dalam uterus. Dalam hal ini rongga uterus dapat teregang oleh 1000 ml atau lebih darah sementara petugas kesehatan yang membantu lalai mengidentifikasi uterus yang besar atau, setelah mengidentifikasikannya, secara salah memijat gumpalan lemak abdomen. Karena itu, perawatan uterus postpartum jangan diserahkan kepada petugas yang kurang berpengalaman (Obstetri Williams, F. Garry Cuningham, Hal. 706). Bila plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi di dapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan konsistensi lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri perdarahan pervaginam yang terjadi sebanyak 500 1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti (Ilmu Kebidanan, Sarwono Prawirohardjo, Hal. 525). Perdarahan-perdarahan atonis dengan perdarahan karena robekan cervix adalah sebagai berikut : Perdarahan Karena Atonia Kontraksi uterus lemah Perdarahan Karena Robekan Cervix Kontraksi uterus kuat

Darah berwarna merah tua karena Darah berwarna merah muda karena

berasal dari vena.

berasal dari arteria

Karena itu baiknya dilakukan pemeriksaan dengan speculum setelah operasi-operasi yang sulit seperti forceps tengah, versi dan ekstraksi, ekstraksi pada bokong untuk menentukan diagnose dengan cepat. Sebaiknya juga dulakukan eksplorasi cavum uteri karena selalu ada kemungkinan robekan rahim (Obstetri Patologi, Bag. Obstetri & Ginekologi FK UNPAD). 1.3. Komplikasi Komplikasi perdarahan pascapartus adalah anemia yang memerlukan perhatian tentang manifestasi klinis umum yang meliputi pusing, cepat pat lelah dan berdebar. Manifestasi klinis khusus pada reproduksi meliputi mudah terjadi infeksi, produksi laktasi jumlah dan kualitasnya kurang, dan kembalinya alat reproduksi terlambat (Gawat Darurat Obstetri-Ginekologi & Obstetri-Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan, dr. I.A. Chandranita Manuaba, Sp.OG, Hal. 156). Selain itu dapat terjadi sindrom Sheehan. Syok karena perdarahan antepartus dan pasca partus menyebabkan terjadi nekrosis kelenjar hipofisis anterior yang bervariasi disertai gangguan pengeluaran hormone

gonadotropin. Whitehead (1963) menduga, nekrosis atau gangguan terjadi bersamaan pada hipotalamus. Manifestasi klinisnya terjadi hipopituitarisme (kegagalan laktasi, atrofi payudara, kerotoka rambut (kepala, pubis, aksila), superinvolusi uterus, penurunan produksi hormone untuk kelenjar tiroid dan kelenjar korteks adrenal). Kejadian sindrom Sheehan adalah 1:10.000 persalinan dan kini jarang terjadi (Gawat Darurat Obstetri-Ginekologi & Obstetri-Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan, dr. I.A. Chandranita Manuaba, Sp.OG, Hal. 156).

Atonia uteri yang menyebabkan perdarahan dapat diperkirakan apabila digunakan zat-zat anastetik berhalogen dalam konsentrasi tinggi yang menyebabkan relaksasi uterus. Uterus yang mengalami overdistensi besar kemungkinan mengalami hipotonia setelah persalinan selain itu perdarahan terus-menerus yang tampaknya sedang tetapi menetap sampai timbul hipovolemia serius (Syok Hipovolemik) (Obstetri Williams, F. Garry Cuningham, Hal. 706). . 1.4. Patofisiologi Upaya penanganan perdarahan postpartum disebabkan atonia uteri, harus dimulai dengan mengenal ibu yang memiliki kondisi yang berisiko terjadinya atonia uteri. Kondisi ini mencakup: 1. Distensi uterus yang berlebihan (misalnya makrosomia,

polihidramnion, kehamilan kembar) 2. Persalinan cepat atau lama, penggunaan oksitosin, karioamnionitis 3. Retensio plasenta atau serpihan plasenta 4. Pelepasan plasenta yang tidak sempurna 5. Plasenta akreta, inkreta, perkreta (Buku Saku Asuhan Kebidanan Varney Edisi 2) 6. Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin 7. Infeksi intrapartum (Buku Acuan PONED, Hal. 23) 8. Persalinan dan pelahiran cepat atau presipitatus 9. Kala I dan Kala II persalinan yang memanjang 10. Penggunaan agens Relaksan Uterus, seperti magnesium sulfat dan terbutalin. (Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Helen Varney, dkk. Hal. 842) 11. Disfungsi uterus: atonia uteri primer merupakan disfungsi intrinsic uterus.

12. Penatalaksanaan yang salah pada kala placenta: kesalahan paling besar adalah mencoba mempercepat kala III. Dorongan dan pemijatan uterus mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan placenta dan dapat menyebabkan pemisahan sebagian placenta yang mengakibatkan perdarahan. 13. Anesthesia: anesthesia inhalasi yang dalam dan lama merupakan factor yang menjadi penyebab. Terjadi relaksasi myometrium yang

berlebihan, kegagalan kontraksi serta retraksi, atonia uteri dan perdarahan postpartum. 14. Kerja uterus yang tidak efektif: kerja uterus yang tidak efektif selama dua kala persalinan yang pertama kemungkinan besar akan diikuti oleh kontraksi serta retraksi myometrium yang jelek dalam kala III. 15. Kelelahan akibat partus lama: bukan hanya rahim yang lelah cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan, tetapi ibu juga yang keletihan kurang mampu bertahan terhadap kehilangan darah. 16. Multiparitas: uterus yang telah melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan. 17. Myoma uteri: myoma uteri dapat menimbulkan perdarahan dengan mengganggu kontraksi serta retraksi myometrium. 18. Melahirkan dengan tindakan (operative deliveries): keadaan ini mencakup prosedur operatif seperti forceps tengah dan versi eksterna. (Ilmu Kebidanan Patologi Dan Fisiologi Persalinan, Harry Oxorn, Hal 413). Uterus yang mengalami overdistensi besar kemungkinan mengalami hipotonia setelah persalinan. Dengan demikian, wanita dengan janin besar, janin multiple atau hidramnion rentan terhadap perdarahan akibat atonia uteri. Kehilangan darah pada persalinan kembar, sebagai contoh, rata-rata hampir 1000 ml dan mungkin jauh lebih banyak. Wanita yang persalinannya yang ditandai dengan his yang terlau kuat atau tidak efektif

juga besar kemungkinan mengalami perdarahan berlebihan akibat atonia uteri setelah melahirkan (Obstetri Williams, F. Garry Cuningham, Hal. 706). Demikian juga, persalinan yang dipicu atau dipicu dengan oksitosin lebih rentan mengalami atonia uteri dan perdarahan postpartum. Wanita dengan paritas tinggi mungkin beresiko besar mengalami atonia uteri. Fuchs dkk. Melaporkan hasil akhir pada hampir 5800 wanita pada 7 atau lebih. Mereka melaporkan bahwa insiden perdarahan postpartum sebesar 2,7 persen pada para wanita ini meningkat empat kali lipat dibandingkan dengan populasi obstetri umum. Babinszki dkk (1999) melaporkan insiden perdarah postpartum sebesar 0,3 persen pada wanita dengan paritas rendah, tetapi 1,9 persen pada wanita dengan para 4 atau lebih (Obstetri Williams, F. Garry Cuningham, Hal. 706). Risiko lain adalah apabila wanita yang bersangkutan pernah mengalami perdarahan postpartum. Akhirnya kesalahan penatalaksanaan persalinan kala III berupa upaya untuk mempercepat pelahiran plasenta selain daripada mengeluarkannya secara manual. Pemijatan dan penekanan secara terus-menerus terhadap uterus yang terus menerus terhadap uterus yang sudah berkontraksi dapat mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan plasenta sehingga pemisahan plasenta tidak sempurnah dan pengeluaran darah meningkat (Obstetri Williams, F. Garry Cuningham, Hal. 706). 1.5. Prognosa Diagnosa ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi di dapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan konsistensi lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri perdarahan pervaginam yang terjadi sebanyak 500 1000 cc yang sudah keluar dari

pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti (Ilmu Kebidanan, Sarwono Prawirohardjo, Hal. 525). Kecuali apabila penimbunan darah intrautenin dan intravagina mungkin tidak teridentifikasi, atau pada beberapa kasus ruptur uteri dengan perdarahan intraperitoneum, diagnosis perdarahan postpartum seharusnya mudah. Pembedaan sementara antara perdarahan akibat atonia uteri dan akibat laserasi ditegakkan berdasarkan kondisi uterus. Apabila pedarahan berlanjut walaupun uterus berkontraksi kuat, penyebab perdarahan kemungkinan besar adalah laserasi. Darah merah segar juga

mengisyaratkan adanya laserasi. Untuk memastikan peran laserasi sebagai penyebab perdarahan, harus dilakukan inspeksi yang cermat terhadap vagina, serviks dan uterus (Obstetri Williams, F. Garry Cuningham, Hal. 706). Kadang-kadang perdarahan disebabkan baik oleh atonia maupun trauma, terutama setelah pelahiran operatif besar. Secara umum, harus dilakukan inspeksi serviks dan vagina setelah setiap pelahiran untuk mengidentifikasi perdarahan akibat laserasi. Anastesia harus adekuat untuk mencegah rasa tidak nyaman saat pemeriksaan. Pemeriksaan terhadap rongga uterus serviks, dan keseluruhan vagina harus dilakukan setelah ekstraksi bokong, versi podalik internal, dan pelahiran pervaginam pada wanita yang pernah menjalani seksio sesarea. Hal yang sama berlaku pada perdarahan berlebihan selama kala II persalinan (Obstetri Williams, F. Garry Cuningham, Hal. 706). Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan umum pada gejala

perdarahan akut atau kronis, palpasi abdominal pada fundus, dan pengkajian jumlah dan warna darah pada pembalut. Tanda-tanda vital dapat menunjukan adanya hipotensi dan peningkatan frekuensi nadi. Jumlah

darah total atau Hb dan Ht di periksa dan di bandingkan dengan hasil pemeriksaan yang sebelumnya. Pemeriksaan ultrasuara dapat

mengidentifikasi jaringan yang tertinggal, meski agak sulit untuk membedakan jaringan dengan bekuan darah (Kebidanan Komunitas, Linda V. Walsh, Hal.498)

1.6. Penatalaksanaan Langkah-langkah Rinci Penatalaksanaan Atonia Uteri Pascapersalinan (Buku Acuan PONED, Hal. 23) : No Langkah Keterangan

1.

Lakukan masase fundus uteri segera Masase merangsang kontraksi uterus. Sambil setelah plasenta dilahirkan melakukan masase sekaligus dapat dilakukan penilaian kontraksi uterus Bersihkan kavum uteri dari selaput Selaput ketuban atau gumpalan darah dalam ketuban dan gumpalan darah. kavum uteri akan dapat menghalangi kontraksi uterus secara baik. Mulai lakukan kompresi bimanual Sebagian besar atonia uteri akan teratasi dengan interna. Jika uterus berkontraksi tindakan ini. Jika kompresi bimanual tidak berhasil keluarkan tangan setelah1-2 menit. setelah 5 menit, diperlukan tindakan lain. Jika uterus tetap tidak berkontraksi teruskan kompresi bimanual interna hingga 5 menit Minta keluarga untuk melakukan Bila penolong hanya seorang diri, keluarga dapat kompresi bimanual eksterna meneruskan proses kompresi bimanual secara eksternal selama anda melakukan langkah-langkah selanjutnya. Berikan Metil ergometrin 0,2 mg Metil ergometrin yang diberikan secara intramuskular/intravena intramuskular akan mulai bekerja dalam 5-7 menit dan menyebabkan kontraksi uterus. Pemberian intravena bila sudah terpasang infus sebelumnya.

2.

3.

4.

5.

Berikan infus cairan larutan Ringer Anda telah memberikan Oksitosin pada waktu laktat dan Oksitosin 20 IU/500 cc. penatalaksanaan aktif kala tiga dan Metilergometrin intramuskuler. Oksitosin intravena akan bekerja segera untuk menyebabkan uterus berkontraksi. Ringer Laktat akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama atoni. Jika uterus wanita belum berkontraksi selama 6 langkah pertama, sangat mungkin bahwa ia mengalami perdarahan postpartum dan memerlukan penggantian darah yang hilang secara cepat. 6. Jika perlu berikan prostaglandin F2a 0,25 mg intramuscular, ulangi setiap Analog Prostaglandin F2 alfa yang diberikan 15-90 menit (Kebidanan Komunitas, secara intramuskuler amat efektif untuk Linda V. Walsh, Hal.498). mengendalikan perdarahan masa nifas yang disebabkan oleh atonia uteri karena mempunyai efek uterotonik yang lebih kuat dan kerja yang lebih lama daripada senyawa parentalnya (Esensial Obstetri dan Ginekologi, Edisi 2, Hacker/Moore. Hal. 322).

7.

Mulai lagi kompresi bimanual Jika atoni tidak teratasi setelah 7 langkah pertama, interna atau Pasang tampon mungkin ibu mengalami masalah serius lainnya. uterovagina Tampon uterovagina dapat dilakukan apabila penolong telah terlatih. Rujuk segera ke rumah sakit Buat persiapan segera untuk merujuk Atoni bukan merupakan hal yang sederhana dan memerlukan perawatan gawat darurat difasilitas dimana dapat dilaksanakan bedahd an pemberian tranfusi darah.

8.

9.

Teruskan cairan intravena hingga Berikan infus 500 cc cairan pertama dalam waktu ibu mencapai tempat rujukan 10 menit. Kemudian ibu memerlukan cairan tambahan, setidak-tidaknya 500 cc/jam pada jam pertama, dan 500 cc/4 jam pada jam-jam berikutnya. Jika anda tidak mempunyai cukup persediaan cairan intravena, berikan cairan 500 cc yang ketiga tersebut secara perlahan, hingga cukup untuk sampai di tempat rujukan. Berikan ibu minum untuk tambahan rehidrasi. Lakukan laparotomi : Pertimbangan antara Pertimbangkan antara tindakan ibu, jumlah perdarahan. mempertahankan uterus dengan ligasi arteri uterina/ hipogastrika atau histerektomi. lain paritas, kondisi

10

Bagan Pengelolaan Atonia Uteri

Masase fundus Uteri segera sesudah plasenta lahir (maksimal 15 detik)

Ya

Evaluasi Rutin

.
Uterus Kontraksi? tidak Evaluasi/bersihkan bekuan darah/selaput ketuban Kompres bimanual interna = maksimal 5 menit

Ya
Uterus Kontraksi?

Pertahankan KBI selama 1-2 menit Keluarkan tangan secara hati-hati Lakukan pengawasan kala IV

Ajarkan keluarga melakukan KBE Keluarkan tangan secara hati-hati Suntikan Methyl ergometrin 0,2 mg I.M Pasang infuse RL + 20 IU oksitosin, guyur Lakukan lagi KBI

tidak

Uterus Kontraksi?

Pengawasan Kala IV

Rujuk, siapkan laparotomi Lanjutkan pemberian infuse + 20 IU oksitosin minimal 500 cc/jam hingga mencapai tempat rujukan Selama rujukan dapat dilakukan kompresi aorta abdominalis atau kompresi bimanual eksternal

berhenti Ligasi arteri uterine dan/atau hipogastrika B-lynch methood


berhenti

Perdarahan
tetap

Pertahankan uterus

histerektomi

(Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB, Manuaba, Hal.396).

BAB II TINJAUAN ASKEB 2.1.Data Subjektif Mules dan lemah, darah banyak keluar setelah persalinan bayi dan plasenta. Persalinan spontan dengan polihydramnion pada grandmultiparitas dengan riwayat perdarahan postpartum, bayi lahir normal. Plasenta lahir lengkap.

2.2.Data Objektif Bingung, gelisah, atau pingsan. Tanda-tanda vital menunjukan adanya hipotensi (tekanan sistolik <90mmHg) dan peningkatan frekuensi nadi (110 kali / menit atau lebih ) dan lemah, suhu tubuh meningkat serta nafas cepat. 1. Pemeriksaan Obstetri: Inspeksi : muka, konjungtiva, bibir dan ujung kuku jari tangan dan kaki serta kulit pucat, berkeringat (kulit menjadi dingin dan basah). Perdarahan pervaginam aktif warna merah tua bergumpal, tidak ada laserasi perineum. Palpasi abdominal : fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan konsistensi lunak, kandung kemih kosong 2. Pemeriksaan Lab : Hb menurun.

2.3.Assesment Diagnosa : Kala IV dengan atonia uteri Masalah : lemas atau pingsan sehubungan dengan kehilangan darah. Mules sehubungan dengan pengeluaran darah. Diagnose potensial: Anemia sedang-berat, syok haemoragik, sindrom Sheehan. Kebutuhan segera : masase uterus, suntik oksitosin per IM.

2.4. Penatalaksanaan

1. Observasi keadaan Umum ibu. 2. Periksa gejala dan tanda perdarahan post partum primer. 3. Segera setelah placenta dan selaput ketuban dilahirkan, lakukan masase uterus supaya berkontraksi. 4. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir sebelum memberikan perawatan. Gunakan sarung tangan DTT / steril untuk semua periksa dalam. 5. Jika perdarahan terus terjadi dan uterus teraba berkontraksi baik : Berikan 10 unit oksitosin IM. Jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi, dengan menggunakuan teknik aseptik, pasang kateter ke kandung kemih. Periksa laserasi pada perineum, vagina dan serviks dengan seksama menggunakan lampu yang terang. Jika sumber perdarahan sudah

diidentifikasi, klem dengan forcep arteri dan jahit laserasi dengan menggunakan anastisi lokal menggunakan teknik aseptik. 6. Jika uterus mengalami atonia uteri, atau perdarahan terus terjadi : Berikan 10 unit oksitosin IM. Lakukan masase uterus untuk megeluarkan gumpalan darah.Periksa lagi apakah placenta utuh dengan teknik aseptik, menggunakan sarung tangan DTT / steril, usap vagina dan ostium serviks untuk menghilangkan jaringan placenta atau selaput ketuban yang tertinggal. Jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi, gunakan teknik aseptic untuk memasang kateter kedalam kandung kemih. Gunakan sarung tangan DTT / steril, lakukan kompres bimanual internal maksimal 5 menit atau hingga perdarahan bisa dikendalikan dan uterus bisa berkontraksi dengan baik. Anjurkan keluarga untuk mulai mempersiapkan kemingkinan rujukan.

Jika perdarahan dapat dikendalikan dan uterus dapat berkontraksi dengan baik : - Teruskan kompresi bimanual selama 1 2 menit atau lebih. - Keluarkan tangan dari vagina secara hati hati. Pantau kala 4 persalinan dengan seksama, termasuk sering melakukan masase uterus untuk memerikasa atonia , mengamati perdarahan dari vagina, tekanan darah dan nadi. Jika perdarahan tidak terkendali dan uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit setelah dimulainya kompresi bimanual pada uterus Instruksikan salah satu anggota keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal. Keluarkan tangan dari vagina secara hati hati Jika tidak ada tanda hipertensi pada ibu, berikan methergin 0,2 mg IM. Mulai IV Ringer Laktat 500 cc + 20 unit oksitoksin menggunakan jarum berlubang besar (16 atau 18 G) dengan teknik aseptik. Berikan 500 cc pertama secepat mungkin, dan teruskan dengan IV Ringer Laktat + 20 unit oksitoksin yang kedua. Jika uterus tetap atoni dan / atau perdarahan terus berlangsung. Ulangi kompresi bimanual internal. Jika uterus berkontraksi, lepaskan tangan anda perlahan lahan dan pantau kala IV persalinan dengan cermat. jika uterus tidak berkontraksi, rujuk segera ke tempat dimana operasi bias dilakukan.

Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan infus IV dengan kecepatan 500 cc / jam hingga ibu mendapatkan total 1,5 liter dan kemudian turunkan kecepatan hingga 125 cc / jam. 7. Jika ibu menunjukkan tanda dan gejala syok rujuk segera dan melakukan tindakan berikut ini : Jika IV belum diberikan, mulai berikan dengan instruksi seperti tercantum di atas. Pantauan dengan cemat tanda tanda vital ibu, setiap 15 menit pada saat perjalanan ke tempat rujukan. Berikan ibu dengan posisi miring agar jalan pernafasan ibu tetap terbuka dan meminimalkan risiko aspirasi jika ibu muntah. Selimuti ibu, jaga ibu tetap hangat, tapi jangan membuat ibu kepanasan. Jika mungkin, naikkan kakinya untuk meningkatkan darah yang kembali ke jantung. 8. Bila perdarahan tetap berlangsung dan kontraksi uterus tetap tidak

ada maka kemungkinan terjadi ruptura uteri. Hal ini juga memerlukan rujukan segera ke rumah sakit. 9. Bila kompres bimanual pada uterus tidak berhasil, cobalah kompresi aorta. Cara ini dilakukan pada keadaan darurat, sementara penyebab perdatahan sedang dicari. 10. Perkirakan jumlah darah yang keluar dan cek dengan teratur denyut nadi, pernafasan dan tekanan darah. 11. Buat catatan yang seksama tentang semua penilaian, semua tindakan yang dilakukan dan semua pengobatan yang diberikan. Termasuk saat pencatatan. 12. Jika syok tidak dapat diperbaiki, maka segera rujuk keterlambatan akan berbahaya.

13. Jika perdarahan berhasil dikendalikan, ibu harus diamati dengan ketat untuk gejala dan tanda infeksi. Berikan antibiotika jika terjadi tanda tanda infeksi. (gunakan antibiotika berspektrum luas, misalnya ampisilin 1 gr IM, diikuti 500 mg per oral setiap 6 jam ditambah metronidazol 400-500 mg per oral setiap 8 jam selama 5 hari.

BAB III TINDAKAN BIDAN 3.1. Tugas Mandiri Bidan Antisipasi perdarahan pascapartum segera sebagai akibat atoni uterus memungkinkan bidan mengambil tindakan persiapan yang paling cepat dan efektif untuk mencegah dan megontrol sebanyak mungkin darah yang hilang. Tindakan persiapan tersebut mencakup dibawah ini (Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Helen Varney, dkk. Hal. 842) : 1. Meningkatkan upaya preventif Meningkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana sehingga memperkecil grandemultipara dan memperpanjang jarak kehamilan. Buat keputusan dan hati-hati mengenai tempat pelahiran. Jika wanita memiliki kombinasi dua atau lebih factor predisposisi,

wanita harus dibawa kerumah sakit (Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Helen Varney, dkk. Hal. 842) Melakukan konsultasi atau merujuk kehamilan dengan overdistensi uterus: hidramnion dan kehamilan kembar. Mengurangi peranan pertolongan persalinan oleh dukun. (Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB, Manuaba, Hal. 397). Adalah penting bagi semua penolong persalinan untuk

mempersiapkan diri dalam melakukan penatalaksanaan awal terhadap masalah yang mungkin terjadi selama proses persalinan. Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan penanganan kala tiga secara aktif , yaitu:

1. Menyuntikan Oksitosin Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal. Menyuntikan Oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar pahakanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak mengenai pembuluh darah. 2. Peregangan Tali Pusat Terkendali Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva atau menggulung tali pusat Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorso-kranial 3. Mengeluarkan plasenta Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bahwa kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva. Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan kembali klem hingga berjarak 5-10 dari vulva. Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama 15 menit

Suntikan ulang 10 IU Oksitosin i.m Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual

4. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara perlahan dan sabar untuk mencegah robeknya selaput ketuban. 5. Masase Uterus Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangankiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras). 6. Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan Kelengkapan plasenta dan ketuban Kontraksi uterus Perlukaan jalan lahir

2. Penanganan saat setelah kelahiran bayi Periksa gejala dan tanda perdarahan post partum primer. Perdarahan dari vagina sesudah bayi lahir yang lebih dari 500 cc, atau perdarahan seberapa pun dengan gejala dan tanda-tanda syok, dianggap sebagai perdarahan postpartum. Keadaan ini perlu segera dirujuk ke rumah sakit. Segera setelah placenta dan selaput ketuban dilahirkan, lakukan masase uterus supaya berkontraksi, untuk mengeluarkan gumpalan darah, sambil melakukan masase fundus uteri periksa plasenta dan selaput ketuban untuk memastikan plasenta utuh dan lengkap. Jika uterus mengalami atonia uteri, atau perdarahan terus terjadi : 1) Berikan 10 unit oksitosin IM.

2) Lakukan masase uterus untuk megeluarkan gumpalan darah. Periksa lagi apakah placenta utuh dengan teknik aseptik, menggunakan sarung tangan DTT / steril, usap vagina dan ostium serviks untuk menghilangkan jaringan placenta atau selaput ketuban yang tertinggal. 3) Jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi, gunakan teknik aseptic untuk memasang kateter kedalam kandung kemih. 4) Gunakan sarung tangan DTT / steril, lakukan kompres bimanual internal maksimal 5 menit atau hingga perdarahan bisa dikendalikan dan uterus bisa berkontraksi dengan baik. 5) Anjurkan keluarga untuk mulai mempersiapkan kemingkinan rujukan. 6) Jika perdarahan dapat dikendalikan dan uterus dapat

berkontraksi dengan baik : Teruskan kompresi bimanual selama 1 2 menit atau lebih. Keluarkan tangan dari vagina secara hati hati. Pantau kala 4 persalinan dengan seksama, termasuk sering melakukan masase uterus untuk memerikasa atonia, mengamati perdarahan dari vagina, tekanan darah dan nadi. 7) Perkirakan jumlah darah yang keluar dan cek dengan teratur denyut nadi, pernafasan dan tekanan darah. 8) Buat catatan yang seksama tentang semua penilaian, semua tindakan yang dilakukan dan semua pengobatan yang diberikan. Termasuk saat pencatatan. 9) Jika syok tidak dapat diperbaiki, maka segera rujuk

keterlambatan akan berbahaya. 10) Jika perdarahan berhasil dikendalikan, ibu harus diamati dengan ketat untuk gejala dan tanda infeksi. Berikan antibiotika jika terjadi tanda tanda infeksi. (gunakan antibiotika berspektrum luas, misalnya ampisilin 1 gr IM, diikuti 500 mg per oral setiap

6 jam ditambah metronidazol 400-500 mg per oral setiap 8 jam selama 5 hari (Buku 1 Standar Pelayanan Kebidanan. Hal. 9299).

3.2. Tugas Kolaborasi Bidan Bila penolong hanya seorang diri, keluarga dapat meneruskan proses (Kolaborasi) kompresi bimanual secara eksternal selama anda melakukan langkah-langkah selanjutnya (Buku Acuan PONED, 2005). 1) Jika perdarahan tidak terkendali dan uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit setelah dimulainya kompresi bimanual pada uterus Instruksikan salah satu anggota keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal. Keluarkan tangan dari vagina secara hati hati Jika tidak ada tanda hipertensi pada ibu, berikan methergin 0,2 mg IM. Mulai IV Ringer Laktat 500 cc + 20 unit oksitoksin menggunakan jarum berlubang besar (16 atau 18 G) dengan teknik aseptik. Berikan 500 cc pertama secepat mungkin, dan teruskan dengan IV Ringer Laktat + 20 unit oksitoksin yang kedua. Jika uterus tetap atoni dan / atau perdarahan terus berlangsung. Ulangi kompresi bimanual internal. Jika uterus berkontraksi, lepaskan tangan anda perlahan lahan dan pantau kala IV persalinan dengan cermat. jika uterus tidak berkontraksi, rujuk segera ke tempat dimana operasi biasa dilakukan.

3.3. Tugas Rujukan Bidan 1. Jika petugas kesehatan (Bidan) berada dirumah atau puskesmas tanpa fasilitas dan atau keretampilan yang diperlukan, petugas kesehatan (Bidan) harus mengatur perujukkan kerumah sakit jika:

1) Pasien mengalami syok 2) Perdarahan tidak terkendali 3) Pasien memerlukan prosedur kuratase untuk mengeluarkan bagian plasenta yang tertahan.

2. Bidan dapat segera melakukan rujukan ibu dengan dilalui oleh tindakan ringan : Teruskan cairan intravena hingga ibu mencapai tempat rujukan Berikan infus 500 cc cairan pertama dalam waktu 10 menit. Kemudian ibu memerlukan cairan tambahan, setidak-tidaknya 500 cc/jam pada jam pertama, dan 500 cc/4 jam pada jam-jam berikutnya. Jika anda tidak mempunyai cukup persediaan cairan intravena, berikan cairan 500 cc yang ketiga tersebut secara perlahan, hingga cukup untuk sampai di tempat rujukan. Berikan ibu minum untuk tambahan rehidrasi (Buku Acuan PONED, 2005). Memberikan uterotonika intramuscular, intravena atau dengan drip Melakukan masase uterus sehingga berkontraksi otot rahim makin cepat dan makin kuat. Ibu sebaiknya diantar (Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB, Manuaba, Hal.395). 3. Selama merujuk, yang perlu diperhatikan yaitu : 1) Memeriksa bahwa uterus kenyal atau berkontraksi dengan baik. 2) Darah yang hilang 3) Suhu Tubuh 4) Denyut nadi 5) Tekanan darah 6) Kondisi umum (misalnya kepucatan, tingkat kesadaran) 7) Asupan cairan

4. Gunakan alat transportasi tercepat yang tersedia. Ingat keterlambatan berarti kematian. Selama pemindahan pasien, ada beberapa hal penting yang perlu diingat : Selama pemindahan pasien yang mengalami PPH, dengan plasenta yang sudah dilahirkan Pertahankan agar Uterus berkontraksi Gunakan Masase kompresi bimanual pada uterus ulang oksitosik (IV atau IM) jika perlu

Kandung kosong Volume darah

kemih Kateter self retaining

Cairan IV, plasma ekspander (cairan oral jika cairan IV tidak tersedia dan jika pasien tidak mengalami syok) Periksa kepucatan, denyut nadi, tekanan darah, tingkat kesadaran Selimut Bagan, catatan

Observasi kondisi

Hangatkan pasien Catatan akurat

Kerabat yang siap menyumbang darah harus mendampingi pasien

5. Pada Rumah Sakit Rujukan : Dilakukannya laparotomi yakni dengan mempertimbangkan antara tindakan mempertahankan uterus dengan : Ligasi arteri uterine dan ovarika Histerektomi (Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Abdul Bari Saifudin. Hal. 176).

3.4. Penatalaksanaan Kompresi manual a) Kompresi Bimanual Intarna ( dari DALAM) 1) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih, lalu keringkan dengan handuk bersih. Gunakan sarung tangan panjang yang steril / DTT. 2) Letakkan tangan kiri seperti di atas (menekan fundus uteri dari luar). 3) Masukkan tangan kanan dengan hati hati ke dalam vagina dan buat kepalan tinju. 4) Kedua tangan didekatkan dan secara bersama sama menekan uterus. 5) Lakukan tindakan ini sampai diperoleh pertolongan lebih lanjut, bila diperlukan. Prinsipnya adalah menekan uterus dengan cara manual agar terjadi hemostasis. b) Kompresi Bimanual Eksernal (dari LUAR) 1) Letakkan tangan kiri diatas fundus dan tekan kebawah sejauh mungkin di belakang uterus. 2) Tangan kanan ditekankan kebawah diantara simfisis pubis dan pusat. 3) Lakukan cara diatas, kemudian tekan uterus dengan kedua tangan secara bersama-sama. c) Kompresi Manual Pada Aorta Kompresi manual pada aorta hanya dilakukan pada perdarahan hebat dan jika kompresi luar serta tidak efektif. Kompresi manual pada aorta adalah alternatif untuk kompresi bimanual. Kompresi hanya boleh dilakukan pada keadaan darurat sementara penyebab perdarahan sedang dicari. Berikut ini adalah langkah langkah kompresi manual pada aorta : 1) Lakukan tekanan ke arah bawah dengan kepalan tangan langsung melalui dinding perut atas aorta abdominal.

2) Titik kompresi adalah tepat diatas pusar dan sedikit ke arah kiri. 3) Pulsasi aorta bisa dirasakan dengan mudah melalui dinding

abdominal anterior pada periode pastpartum segera. 4) Dengan tangan yang lain, palsasi pulpasi femoralis untuk memeriksa kekuatan kompresi. Jika pulsasi bisa diraba selama kompresi, tekanan yang digunakan tidak cukup kuat. Jika pulsasi fermoralis tidak dapat dipalpasi, tekanan yang digunakan cukup. Teruskan kompresi hingga perdarahan bisa dikendalikan. Jika kompresi aorta tidak menghentikan perdarahan, bersiaplah untuk membawa ibu ketempat rujukan dengan segera.

DAFTAR PUSTAKA Cunningham, F. Garry, dkk. 2005. Obstetri Williams, Edisi 21. EGC, Jakarta. (Hal. 705-706) Depkes RI. 2005. Buku Acuan Pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri Neonatal Esensial Dasar (PONED) (Hal. 23-27). FK, OBGYN-UNPAD. 1993. Obstetri Patologi. Elstar Offset, Bandung (Hal. 231-233) Hacker/Moore, 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi, Edisi 2. Hipokrates, Jakarta. Kriebs, Jan M. 2010. Buku Saku Asuhan Kebidanan Varney Edisi 2. ECG, Jakarta. Manuaba, I.A Chandranita,. dkk. Gawat Darurat Obstetri-Ginekologi & Obstetri-Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. EGC, Jakarta. (Hal. 156). Manuaba, Ida Ayu Candranita, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. EGC, Jakarta. Hal. (395-400) Oxorn, Harry dan Willian R.Forte, 2010. Ilmu Kebidanan Patologi Dan Fisiologi Persalinan. Yayasan Essentia Medica, Jogjakarta. (Hal 413-414) Pangurus Pusat IBI. 2006. Buku 1 Standar Pelayanan Kebidanan. (Hal. 92-99) Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. YBP-SP, Jakarta (Hal. 524526) Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). TIM, Jakarta (Hal. 285-287)

Saifuddin, Abdul Bari. 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. YBP-SP, Jakarta (Hal. 176-177) Varney, Helen, dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. EGC, Jakarta. Walsh, Linda .V, 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. EGC, Jakarta.

You might also like