You are on page 1of 61

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman dahulu, manusia sudah melakukan kegiatan ekonomi.

akan tetapi kegiatan ekonomi yang dilakukan tersebut masih sangatlah sederhana, seperti halnya dengan kebutuhan yang dibutuhkan pada saat itu juga masih sederhana. Seiring dengan perkembangan zaman kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat juga ikut berkembang. Permasalahan yang dihadapi manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan mereka menjadi semakin kompleks. Kompleksitas tersebut mendorong manusia untuk dapat menentukan sikap dan cara yang lebih efektif dan efisien dalam beraktifitas ekonomi. Perilaku konsumsi merupakan suatu bentuk tingkah laku seseorang dalam menggunakan anggaran untuk memenuhi kebutuhan baik barang maupun jasa. Dengan melihat perilaku berkonsumsi ini kita dapat membedakan apakah seseorang itu termasuk konsumtif ataukah hemat. Perilaku berkonsumsi erat kaitannya dengan perilaku konsumen yaitu tindakan-tindakan yang dilakukan seorang konsumen untuk terlibat secara langsung dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskkan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului maupun menyusuli tindakan ini. Menurut Wahyono (2001), perilaku konsumsi siswa tidak lepas dari pengaruh tingkat sosial ekonomi orang tua. Orang tua yang memiliki penghasilan tinggi mengakibatkan siswa cenderung memiliki gaya hidup yang tinggi pula dan orang tua yang memiliki penghasilan rendah akan mengakibatkan siswa cenderung memiliki gaya hidup yang rendah. Hal ini didukung oleh hasil

penelitian Suyani (2005) yang menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status sosial ekonomi orang tua terhadap perilaku konsumsi siswa. Selain itu, orang tua yang memiliki penghasilan tinggi akan cenderung memberikan dukungan finansial dan fasilitas yang baik bagi anaknya. Misalnya, dengan memnuhi kebutuhan sekolahnya, baik itu berupa buku-buku maupun sarana dan prasarana lainnya seperti komputer atau laptop. Bahkan seringkali orang tua memberi uang saku berlebih pada saat siswa bersekolah, baik itu uang saku harian, mingguan ataupun bulanan. Hal ini dilakukan karena orang tua ingin agar siswa mampu memenuhi kebutuhannya terutama berkaitan dengan kebutuhan sekolahnya sehingga siswa dapat mencapai prestasi yang tinggi dalam pendidikan. Tetapi di sisi lain, hal ini justru mendorong siswa bersikap konsumtif/ berperilaku konsumsi yang tidak rasional. Perilaku konsumsi terkadang tidak hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan, akan tetapi tindakan konsumsi dilakukan oleh konsumen untuk menunjukkan status sosial, selera yang baik atau sekedar untuk diketahui bahwa mereka mampu. Darisana dapat diketahui apakah seseorang tersebut berasal dari keluarga yang kaya ataukah sederhana. Bagaimana tingkat pendidikan orang tuanya juga dapat mempengaruhi bagaimana orang tua tersebut mendidik anaknya untuk melakukan suatu tindakan. Dan satu hal lagi yang juga melatar belakangi bagaimana seseorang atau dalam penelitian ini adalah siswa bertindak, yaitu pekerjaan orang tuanya. Seumpama saja orang tua siswa tersebut adalah seorang yang terpandang di desanya katakanlah perangkat desa. Hal ini juga akan

berpengaruh terhadap perilaku konsumsi anak-anaknya. Mereka akan memilih suatu produk berdasar kualitasnya dari pada harganya. Selain dipengaruhi oleh status sosial ekonomi orang tua, perilaku konsumsi juga dipengaruhi oleh pergaulan teman sebaya. Pada usia 9-17 tahun hubungan perkawanan merupakan hubungan yang akrab yang diikat oleh minat yang sama, kepentingan bersama, dan saling membagi perasaan, saling tolong menolong untuk memecahakan masalah bersama. Peran teman sebaya dalam pergaulan remaja menjadi sangat menonjol. Hal ini sejalan dengan meningkatnya minat individu dalam persahabatan serta keikut sertaan dalam kelompok. Kelompok teman sebaya juga menjadi suatu komunitas belajar di mana terjadi pembentukan peran dan standar sosial yang berhubungan dengan pekerjaan dan prestasi (Santrock, 2003). Sejumlah penelitian telah merekomendasikan betapa hubungan sosial dengan teman sebaya memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan pribadi. Salah satu fungsi kelompok teman sebaya yang paling penting adalah menyediakan suatu sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Jika seorang siswa bergaul dengan teman sebaya yang rajin, siswa tersebut akan cenderung mengikuti menjadi rajin, sehingga dengan begitu akan meningkatkan prestasi belajarnya. Sebaliknya, jika siswa bergaul dengan teman sebaya yang malas, siswa tersebut cenderung akan ikut malas sehingga hal ini dapat berpengaruh terhadap prestasi belajarnya yang rendah. Hal ini juga berlaku pada perilaku konsumsi. Jika siswa bergaul dengan teman sebaya dari kalangan anak orang kaya, akan mengakibatkan siswa akan mengikuti perilaku konsumsi dari teman sebayanya yang cenderung boros dan tidak rasonal. Hal ini diperkuat

dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Ngishmawati (2011) yang menyimpulkan bahwa konformitas teman sebaya berpengaruh signifikan dan positif terhadap perilaku konsumtif siswa. Perilaku konsumsi juga dipengaruhi oleh prestasi belajar ekonomi siswa di sekolah. Menurut Tuu (2004:75) berpendapat bahwa prestasi belajar ialah hasil yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Sedangkan Azwar (1998:53) berpendapat bahwa hasil yang telah dicapai ini diperoleh dengan cara melakukan penelitian dan pengukuran yang dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan. Mardjohan (1996) mengungkapkan bahwa prestasi belajar ekonomi merupakan indikator utama yang menunjukkan penguasaan seorang siswa terhadap materi pengetahuan dan keterampilan bidang ekonomi yang diajarkan di sekolah. Pencapaian prestasi belajar ekonomi yang telah diraih siswa di sekolah belum menjamin bahwa dia telah mampu berperilaku konsumsi yang positif. Selain karena pengaruh lingkungan sekitar, pendidikan di sekolah dilihat dari bahan ajarnya, strategi pembelajarannya, maupun evaluasi pencapaian tujuannya, sedikit sekali yang mengarah pada pembentukan sikap untuk menjadikan peserta didik sebagai pelaku ekonomi yang efektif dan efisien. Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa perilau konsumsi siswa dapat dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi orang tua, pergaulan teman sebaya, dan prestasi belajar. Menurut Slameto (2003) prestasi belajar dapat dipengaruhi oleh keluarga, dalam bentuk cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah tangga, dan keadaan sosial ekonomi.

Kota Malang dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa Kota Malang memiliki karakteristik tersendiri sebagai kota metropolitan kedua yang memiliki kegiatan perekonomian yang dinamis dan merupakan kota mode di Jawa Timur yang tentunya banyak membawa pengaruh pada perilaku konsumsi siswa yang sekaligus menjadi kota pendidikan. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tahun 2012 mengingat pada tahun tersebut peneliti telah mempunyai bekal yang cukup dan siap untuk melakukan sebuah penelitian tesis. Seperti yang kita tahu bahwa anak usia SMA merupakan usia yang mudah sekali terpengaruh oleh teman, terpengaruh oleh iklan, terpengaruh oleh godaan barang-barang bagus yang mereka lihat. Selain itu pekerjaan (status ekonomi) yang dimiliki orang tua siswa bersifat heterogen. Dimana latar belakang ekonomi dan status sosial orang tua siswa tidak seluruhnya di klasifikasi tinggi. Cara orang tua (keluarga) dalam berkonsumsi dapat menjadi contoh bagi anak untuk melakukan hal yang sama. Apalagi latar belakang pendidikan yang diemban oleh orang tua juga berbada-beda, hal ini juga dapat menjadi dasar bagaimana siswa berperilaku ekonomi. Oleh karena itu suatu keberhasilan pembelajaran ekonomi menjadi sangat penting. Suatu indikator keberhasilan pembelajaran salah satunya adalah dengan adanya perubahan sikap yang terjadi pada diri pembelajar. Sehingga dengan latar belakang demikian peneliti merasa perlu untuk meneliti tentang Pengaruh Latar Belakang Status Sosial Ekonomi Orang Tua, Pergaulan Teman Sebaya, dan Prestasi Belajar Ekonomi Terhadap Perilaku Konsumsi Siswa SMA di Kota Malang.

B. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah, studi pendahuluan, dan rancangan penelitian yang hendak dikembangkan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan menganalisis: 1. pengaruh latar belakang status sosial ekonomi orang tua terhadap perilaku konsumsi siswa kelas XI SMA se Kota Malang; 2. pengaruh pergaulan teman sebaya terhadap perilaku konsumsi siswa kelas XI SMA se Kota Malang; 3. pengaruh latar belakang status sosial ekonomi orang tua terhadap prestasi belajar ekonomi siswa kelas XI SMA se Kota Malang; 4. pengaruh pergaulan teman sebaya terhadap prestasi belajar ekonomi siswa kelas XI SMA se Kota Malang; 5. pengaruh prestasi belajar ekonomi terhadap perilaku konsumsi siswa kelas XI SMA se Kota Malang; 6. pengaruh latar belakang status sosial ekonomi orang tua terhadap perilaku konsumsi yang diintermediasi prestasi belajar ekonomi siswa kelas XI SMA se Kota Malang; 7. pengaruh pergaulan teman sebaya terhadap perilaku konsumsi yang diintermediasi prestasi belajar ekonomi siswa kelas XI SMA se Kota Malang.

C. Hipotesis Penelitian Dari hasil kajian teoritis dan model konsepsi atau yang diungkapkan dari latar belakang masalah dan berdasarkan tujuan penelitian, dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut. 1. Status sosial ekonomi orang tua berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumsi siswa SMA se Kota Malang. 2. Pergaulan teman sebaya berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumsi siswa SMA se Kota Malang. 3. Status sosial ekonomi orang tua berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar ekonomi siswa SMA se Kota Malang. 4. Pergaulan teman sebaya berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar ekonomi siswa SMA se Kota Malang. 5. Prestasi belajar ekonomi berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumsi siswa SMA se Kota Malang. 6. Prestasi belajar ekonomi siswa memberikan konstribusi terhadap besarnya pengaruh status sosial ekonomi orang tua terhadap perilaku konsumsi siswa SMA se Kota Malang. 7. Prestasi belajar ekonomi siswa memberikan konstribusi terhadap besarnya pengaruh pergaulan teman sebaya terhadap perilaku konsumsi siswa SMA se Kota Malang.

D. Kegunaan penelitian Diharapkan hasil penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Temuan hasil penelitian ini akan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan teori pembelajaran terutama yang berkaitan dengan masalah pendidikan ekonomi dalam upaya menanamkan perilaku konsumsi yang rasional kepada siswa. 2. Bagi guru, dapat sebagai bahan masukan memperbaiki proses pembelajaran, agar pembelajaran ekonomi di sekolah lebih dikembangkan untuk membangun sikap dan perilaku konsumsi yang rasional, dan dapat meningkatkan kegiatan pembelajaran yang menarik minat dan motivasi siswa sehingga prestasi belajar siswa bisa meningkat. 3. Temuan penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi peneliti lain sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk melakukan penelitian yang sejenis dan dapat dikembangkan lebih lanjut. 4. Temuan dalam penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk bidang akademis dan pemerintah dalam pengembangan kurikulum, pengembangan kompetensi, dan profesional guru pada umunmya dan guru ekonomi pada khususnya.

E. Asumsi Penelitian Untuk pengujian hipotesis, diperlukan asumsi baik yang bersifat substansif maupun yang bersifat metodologis. Asumsi yang dimaksud adalah sebagai berikut. 1. Asumsi Substansif a. Setiap siswa diasumsikan memperoleh kesempatan yang sama dalam proses pembelajaran.

b. Status sosial ekonomi orang tua siswa bervariasi. c. Lingkungan siswa berbeda-beda. d. Faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku konsumsi siswa dianggap konstan. 2. Asumsi Metodologis a. Untuk mengetahui validitas hasil analisis digunakan model anova. b. Model yang dihasilkan akan diuji untuk memenuhi asumsi klasik, terdiri dari normalitas, linieritas, multikolonieritas, dan heterogedasitas.

F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 1. Ruang lingkup penelitian Kajian utama dalam penelitian ini adalah bidang pendidikan ekonomi dalam hubungannya dengan pembentukan perilaku konsumsi peserta didik. Penelitian difokuskan pada upaya untuk mengetahui pengaruh status soaial ekonomi orang tua, pergaulan teman sebaya, dan prestasi belajar ekonomi siswa terhadap perilaku konsumsi siswa SMA se Kota Malang, sedang faktor lain di luar fokus tersebut tidak diteliti. Untuk memperjelas fokus penelitian tersebut, maka ada bebeapa variabel penelitian yang perlu diberikan suatu penjelasan atau batasan. Selanjutnya variabel-variabel tersebut akan diteliti dan dikaji secara mendalam, baik secara parsial maupun hubungan antar variabel. Variabel penelitian dibagi menjadi 2 bagian, yaitu variabel bebas yang meliputi (1) status sosial ekonomi orang tua siswa, (2) pergaulan teman sebaya,

dan (3) prestasi belajar ekonomi siswa. Variabel yang kedua adalah variabel terikat yaitu perilaku konsumsi siswa. Masing-masing variabel tersebut dijabarkan dalam sub variabel dan indikator sebagai berikut. Tabel 1.1 Jabaran variabel penelitian Variabel Sub Variabel Variabel bebas: status sosial Ekonomi Orang Tua Variabel bebas: pergaulan teman sebaya 1.Normatif Indikator a.Tingkat pendidikan b.Besar pendapatan c.Jenis pekerjaan d.Jumlah tanggungan a. Melakukan sesuatu untuk disukai oleh teman sebaya. b. Melakukan sesuatu agar tidak mengalami penolakan dari teman sebaya. a. Menerima pendapat teman sebaya. b. Membenarkan pendapat teman sebaya a. Daya pikir terhadap masalah-masalah ekonomi. b. Pengetahuan tentang masalah ekonomi. c. Pemahaman tentang masalah perekonomian. d. Penerapan masalah ekonomi dalam kehidupan. a. Sikap dan minat terhadap pelajaran ekonomi. a. Komposisi pemenuhan kebutuhan sesuai dengan tingkat urgensinya. b. Ragam barang dan jasa yang dikonsumsi. a. Penerapan prinsip

2.Informasional

Variabel bebas: prestasi belajar ekonomi (Bloom, 1979).

1.Kognitif

2.Afekif Variabel terikat: perilau konsumsi 1.Pola pemenuhan kebutuhan.

2.Startegi dalam

10

berkonsumsi.

ekonomi dalam berkonsumsi. b. Besarnya pengeluaran atau penggunaan uang dari orang tua untuk berkonsumsi. a. Motif pemenuhan kebutuhan fisiologis. b. Motif pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri.

3.Motif perilaku konsumsi (teori kebutuhan Maslow).

2. Keterbatasan penelitian Bebeapa keterbatas dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut: a) Selain beberpa variabel bebas yang telah disebutkan, banyak variabel lain yang turut mempengaruhi variabel terikat. Misalnya, keyakinan agama, usia, jenis kelamin, pendidikan guru, metode pembelajaran. Karena keterbatas waktu, dan pengetahuan peneliti maka variabel tersebut tidak dikaji dalam penelitian ini. b) Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan daftar pertanyaan berupa kuesioner yang disebarkan kepada siswa sebagai responden. Peneliti menyadari bahwa data yang terkumpul masih belum sepenuhnya mampu mengungkap keberadan varibel bebas yang akan diteliti, sebab dala mengisi angket terkadang siswa tidak jujur dan bersikap spekulatif. Mengingat jumlah responden yang cukup besar, juga terdapat keterbatsan waktu dan biaya, serta pertimbangan bahwa penyebaran kuesioner lebih efektif dan efisien, maka penelitian ini tetap menggunakan daftar pertanyaan berupa kuesioner. c) Penelitian ini terbatas bagi siswa kelas XI IPS SMA se Kota Malang.

11

G. Definisi Operasional Definisi operasional dalam penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang sama terhadap permasalahan yang akan dikaji. Masing-masing definisi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Status sosial ekonomi orang tua yang dimaksud dalam penelitian adalah tingkat kehidupan sosial dan ekonomi orang tua dalam kaitannya untuk mendukung kegiatan pendidikan anaknya agar dapat lebih berprestasi dan mampu berperilaku konsumsi yang rasional. Status sosial ekonomi orang tua diukur berdasarkan tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, dan jumlah tanggungan. 2. Pergaulan teman sebaya adalah kemampuan siswa dalam bersosialisasi, berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sebaya mereka. Pengukurannya berdasarkan (1) melakukan sesuatu untuk disukai oleh teman sebaya, (2) melakukan sesuatu agar tidak mengalami penolakan dari teman sebaya. 3. Prestasi belajar ekonomi siswa adalah kemampuan kognitif dan afektif yang telah berhasil diraih oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran ekonomi dalam jangka waktu satu semester. Pengukurannya berdasarkan, (1) daya pikir terhadap masalah ekonomi, (2) pengetahuan tentang masalah ekonomi, (3) pemahaman tentang masalah perekonomian, (4) penerapan masalah ekonomi dalam kehidupan, dan (5) sikap dan minat terhadap mata pelajaran ekonomi.

12

4. Perilaku konsumsi adalah perilaku rasional yag dilakukan siswa untuk membelanjakan uang saku yang diperolehnya dari orang tua untuk membeli barang dan jasa yang dibutuhkannya. Prngukurannya berdasarkan (1) komposisi pemenuhan kebutuhan berdasarkan tingkat uergensinya, (2) ragam barang dan jasa yang dikonsumsi, (3) penerapan prinsip ekonomi dalam berkonsumsi, (4) besarnya penggunaan uang dari orang tua untuk nberkonsumsi, (5) motif pemenuhan kebutuhan fisiologis, dan (6) motif pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri.

13

BAB II KAJIAN PUTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian sebelumnya yang mendasari penelitian ini dalah sebagai berikut. Tabel 2.1 Penelitian terdahulu Peneliti dan Judul
Suyani, (2005) Hubungan antara Status Sosial Ekonomi Orang Tua dan Jumlah Uang Saku terhadap sikap berekonomi siswa MAN 3 Malang (dibedakan menurut prestasi belajar)

Variabel
Bebas: status sosial ekonomi orang tua - Jumlah uang saku - Prestasi belajar Terikat: Sikap berekonomi

Metode

Hasil Penelitian

Populasi: a. Ada hubungan Seluruh siswa yang signifikan kelas X MAN 3 antara status sosial Malang ekonomi ditinjau sebanyak 210 dari tingkat siswa. pendapatan, tingkat Teknik pendidikan, jenis sampling: pekerjaan, dan Stratified jumlah uang satu Purposive terhadap sikap berekonomi siswa. Analisis: b. Ada hubungan Statistik yang signifikan deskriptif, antara jumlah regresi uang saku siswa berganda atau terhadap sikap Multiple berekonomi. Regresif c. Ada hubungan yang signifikan secara bersamasama antara status sosial ekonomi orang tua dan jumlah uang saku siswa terhadap sikap berekonomi siswa didasarkan atas prestasi belajar.

Hipotesis yang Didukung Status sosial ekonomi orang tua berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumsi siswa. Status sosial ekonomi orang tua berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumsi yang diintermediasi oleh prestasi belajar ekonomi siswa.

14

Peneliti dan Judul


Marlina Ameltansilis Kodja, (2008) Pengaruh sikap dan perilaku ekonomi guru serta status sosial ekonomi orang tua terhadap rasionalitas ekonomi siswa SMA di Kota Malang

Variabel
Bebas: - Sikap dan perilaku ekonomi guru - Status sosial ekonomi orang tua Terikat: Rasionalitas ekonomi siswa

Metode
Populasi: Siswa SMA di Kota Malang

Hasil Penelitian

a. Siswa yang mempunyai prestasi belajar yang tinggi Teknik mempunyai sikap sampling: berekonomi yang Proposional baik. Random b. Siswa yang sampling mempunyai prestasi belajar Sampel: sedang sering 108 siswa SMA mengalami negeri dan kebimbangan dan swasta di Kota mudah Malang terpengaruh oleh teman dalam Analisis: mengaplikasikan Statistik konsep deskriptif, berekonomi dalam regresi kehidupan sehariberganda an hari. peubah c. Siswa yang memliki prestasi belajar kurang, sering mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan konsep sikap berekonomi yang baik dalam kehidupan sehariharinya. d. Sikap dan perilaku guru berpengruh signifikan terhadap rasionalitas ekonomi siswa SMA di Kota Malang. e. Status sosial ekonomi orang tua berpengaruh signifikan terhadap rasionalitas ekonomi siswa SMA di Kota Malang.

Hipotesis yang Didukung Prestasi belajar berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumsi siswa.

15

Peneliti dan Judul

Variabel

Metode
Populasi: Seluruh siswa kelas VIII SMPN 3 Pasuruan sebanyak 160 siswa. Teknik sampling: Proposional Random sampling Sampel: 40 siswa Analisis: Regresi linier berganda.

Hasil Penelitian a. Ada pengaruh yang signifikan antara status sosial ekonomi orang tua terhadap prestasi belajar siswa kelas VIII SMPN 3 Pasuruan.

Sulastri, (2005) Bebas: Pengaruh latar Status sosial belakang status ekonomi orang sosial ekonomi tua orang tua terhadap prestasi belajar Terikat: ekonomi siswa Prestasi belajar kelas VIII ekonomi SMPN 3 Pasuruan.

Hipotesis yang Didukung Status sosial ekonomi orang tua berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar ekonomi siswa.

Ngishmawati, (2011) Pengaruh status sosial ekonomi orang tua, gaya hidup siswa, dan konformitas teman sebaya terhadap perilaku konsumtif siswa kelas XI IPS SMAN 1 Malang.

Bebas: Status sosial ekonomi orang tua, gaya hidup, dan konformitas teman sebaya. Terikat: Perilaku konsumif siswa

Populasi: Seluruh siswa kelas XI IPS SMAN 1 Malang Teknik sampling: Proposional Random sampling. Analisis: Regresi linier berganda.

a. Status sosial ekonomi berpengaruh signifikan dan positif terhadap perilaku konsumtif siswa. b. Gaya hidup siswa berpengaruh signifikan dan positif terhadap perilaku konsumtif siswa. c. Konformitas teman sebaya berpengaruh signifikan dan positif terhadap perilaku konsumtif siswa. d. Status sosial ekonomi, gaya hidup, dan konformitas teman sebaya berpengaruh signifikan dan positif terhadap perilaku konsumtif siswa.

Pergaulan teman sebaya berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumsi siswa.

16

Peneliti dan Judul


Widyayanti, (2007) Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi economic literacy siswa SMA Negeri Tempeh.

Variabel
Faktor-faktor eksternal dan economic literacy.

Metode
Populasi: Siswa kelas XII IPS sebanyak 140 siswa Teknik sampling: Purposive sampling Sampel: 70 siswa Analisis: Statistik deskriptif, regresi berganda dengan uji t.

Hasil Penelitian Ada pengaruh secara parsial maupun simultan bahwa faktor-faktor eksternal (keluarga, sekolah, dan masyarakat) terhadap economic literacy siswa.

Hipotesis yang Didukung Pergaulan teman sebaya berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar ekonomi siswa.

B. Status Sosial Ekonomi Orang Tua Masalah sosial ekonomi sangat erat hubungannya dengan masalah pemenuhan kebutuhan. Dimana kebutuhan manusia sangat beraneka ragam dan tak terbatas. Hal ini dapat kita lihat apabila manusia telah mampu memenuhi satu kebutuhan maka kebutuhan yang lain akan muncul. Upaya pemenuhan kebutuhan ini tidak terlepas dari status sosial ekonomi seseorang. Menurut kamus besar bahasa Indonesia status mengarah pada kedudukan seseorang dalam hubungannya dalam masyarakat disekelilingnya. sosial merupakan segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat. Setiadi (2008) berpendapat bahwa status sosial berarti tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan

17

pergaulannya, prestisenya, dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya. Sedangkan ekonomi sendiri adalah urusan keuangan rumah tangga. Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan, yaitu: 1) Ascribed Status yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh dari kelahiran, misalnya kedudukan anak seorang bangsawan adalah bangsawan pula. 2) Achieved Status yaitu kedudukan yang dicapai seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran. Akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung dari kemampuan masingmasing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap orang bisa jadi tentara atau dokter, semuanya itu tergantung apakah yang bersangkutan mampu menjalani syarat-syarat tersebut atau tidak. Mifflen (1986:227) berpendapat istilah status sosial ekonomi menunjuk pada kedudukan seseorang dalam suatu rangkaian strata yang tersusun secara hirarkis yang merupakan kerataan tertimbang dari hal-hal yang mempunyai nilai dalam suatu masyarakat yang biasanya dikenal sebagai privilese (kekayaan, pendapatan, barang-barang konsumsi), prestise (status, beserta gaya hidupnya) dan kekuasaan. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa status sosial ekonomi merupakan kedudukan seseorang dalam suatu masyarakat dalam kaitannya dengan privilese dan prestise.

18

Secara sosiologis status ekonomi dapat digolongkan menjadi tiga lapisan kela, yaitu kelas tinggi, kelas menengah dan kelas rendah. Namun status tersebut dapat berubah sesuai dengan usaha seseorang. Keluarga lapisan atas memiliki sumber kehidupan ekonomi yang sangat baik. Golongan ini memiliki kecenderungan membeli barang-barang yang mahal, membeli pada toko yang berkualitas dan lengkap (toko serba ada dan supermarket), konservatif dalam konsumsinya, barang-barang yang dibeli cenderung untuk dapat menjadi warisan bagi keluarganya. Keluarga kelas menengah ialah mereka yang memiliki penghasilan yang baik walaupun tidak tergolong kaya raya. Pendapatannya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan masih dapat menyisakan sebagian kecil uang mereka untuk ditabung. Golongan ini cenderung membeli barang untuk menampakkan kekayaannya, membeli barang dengan jumlah yang banyak dan kualitasnya cukup memadai. Keluarga kelas rendah adalah mereka yang berasal dari golongan ekonomi lemah yang sehari-hari hidup serba kekurangan bahkan untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokok. Golongan ini cenderung membeli barang dengan mementingkan kuantitas dari pada kualitas. Keadaan ekonomi dan status sosial orang tua banyak mempengaruhi sikap seorang siswa dalam melakukan kegiatan ekonomi. Akan tetapi hal tersebut bukan satu-satunya hal yang mempengaruhi. Misalnya saja cara mendidik anak. Orang tua yang berasal dari ekonomi kaya tetapi mereka mendidik dan memberi contoh anak mereka untuk bersikap sederhana maka kebiasaan tersebut akan membentuk anak untuk bersikap sederhana dan tidak boros. Akan tetapi lain halnya apabila

19

orang tua dari ekonomi rendah bila memberi contoh dengan kebiasaan hidup mewah maka yang terjadi juga demikian. Anak tersebut juga akan terbiasa dengan gaya hidup yang telah ditanamkan oleh orang tuanya. Seperti halnya pendapat Gerungan (2002:181) yang menyatakan bahwa : keadaan sosial ekonomi tentulah mempunyai peranan terhadap perkembangan anak-anak, bahwa dengan adanya perekonomian yang cukup, lingkungan material yang dihadapi anak didalam keluarganya itu lebih luas, ia mendapat kesempatan yang lebih luas untuk memperkembangkan bermacam-macam kecakapan yang tidak dapat ia perkembangkan apabila tidak ada alat-alatnya. Selain itu Hamalik (2004:82) juga menyatakan bahwa: Tingkat pendidikan orang tua, tingkat ekonomi, sikap keluarga terhadap masalah-masalah sosial, realita kehidupan dan lain-lain merupakan faktor yang akan memberi pengalaman kepada anak-anak dan menimbulkan perbedaan dan minat, apresiasi, sikap dan pemahaman ekonomis, pembendaharaan bahasa, abilitas berkomunikasi dengan orang lain, motif berfikir, kebiasaan berbicara, pola hubungan kerjasama dengan orang lain. Menurut Ahmadi (1997:205) kriteria yang biasanya dipakai untuk menggolong-golongkan anggota-anggota masyarakat kedalam lapisan-lapisan sosial adalah sebagai berikut: 1) Ukuran kekayaan : ukuran kekayaan (kebendaan) dapat dijadikan suatu ukuran, barang siapa yang mempunyai kekayaan paling banyaktermasuk kedalam pelapisan sosial teratas. Kenyataan tersebut misalnya dapat dilihat pada bentuk rumah yang bersangkutan, berupa mobil pribadinya, cara-cara mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakaeinya, kebiasaan untuk belanja barang-barang mahal dan sebagainya. 2) Ukuran Kekuasaan: barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang memiliki wewenang terbesar , menempati lapisan sosial teratas. 3) Ukuran kehormatan: ukuran kehormatan mungkin terlepas dari ukuranukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapatkan atau menduduki lapisan sosial teratas. Ukuran semacam ini banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa besar kepada masyarakat.

20

4) Ukuran ilmu pengetahuan: ilmu pengetahuan dipakai ukuran oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Status sosial ekonomi yang dimaksud disini meliputi tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan orang tua, jumlah tanggungan dan kedudukan orang tua dalam masyarakat. 1) Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan di sini merupakan tingkat pendidikan formal yang pernah capai oleh orang tua. Sedangkan pendidikan formal sendiri dapat diartikan sebagai pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja di sekolah-sekolah, dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Tingkat pendidikan yang dimiliki orang tua akan mempengaruhi cara orang tua dalam mendidik dan mengarahkan anakanaknya menuju kedewasaan. Pendidikan merupakan indikator yang penting guna membentuk sumber daya yang berkualitas. 2) Besar pendapatan Besar pendapatan dapat diartikan sebagai jumlah keseluruhan penghasilan atau balas jasa yang diterima dalam bentuk uang atau bentuk lain yang nilainya sama dengan uang. Sehubungan dengan itu tinggi rendahnya pendapatan seseorang ditentukan oleh usaha yang dilakukan seseorang. 3) Jenis pekerjaan Pekerjaan merupakan kegiatan yang ditekuni oleh seseorang berkaitan dengan kebutuhan ekonomi. Dengan bekerja akan mendapatkan gaji atau uang yang nantinya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Keadaan ekonomi keluarga sangat mempengaruhi perkembangan anak,

21

Jenis pekerjaan utama seseorang adalah macam pekerjaan yang dilakukan yang dapat digolongkan atas tenaga professional, tenaga usaha pertanian, perburuan dan perikanan serta tenaga produksi. 4) Jumlah tanggungan orang tua Jumlah tanggungan dapat diartikan sebagai jumlah yang harus dibayar seseorang kepada pihak lain. Dengan kata lain jumlah tanggungan orang tua adalah jumlah jaminan yang harus diberikan orang tua kepada keluarganya. Keluarga inti anggotanya ayah, ibu dan anak. Semakin banyak jumlah keluarga yang menjadi tanggungan maka semakin terasa tekanan ekonomi pada keluarga tersebut. 5) Kedudukan sosial di masyarakat Kedudukan sosial merupakan status yang diperoleh seseorang dalam masyarakat yang diperoleh berdasarkan prestasi dan usaha seseorang.

C. Pergaulan Teman Sebaya


1. Pengertian Teman Sebaya

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, teman sebaya diartikan sebagai kawan, sahabat atau orang yang sama-sama bekerja atau berbuat (Anonim, 2002 : 1164). Sementara dalam Mutadin (2002:1) menjelaskan bahwa teman sebaya adalah kelompok orang-orang yang seumur dan mempunyai kelompok sosial yang sama, seperti teman sekolah atau teman sekerja. Teman sebaya (peer) sebagai sebuah kelompok sosial sering didefinisikan sebagai semua orang yang memiliki kesamaan ciri-ciri seperti kesamaan tingkat usia. Lebih lanjut Hartup dalam Santrock (1983 : 223) mengatakan bahwa teman

22

sebaya (Peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau kedewasaan yang sama. Akan tetapi oleh Lewis dan Rosenblum dalam Samsunuwiyati (2005 : 145) Definisi teman sebaya lebih ditekankan pada kesamaan tingkah laku atau psikologis. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka saya mendefinisikan teman sebaya sebagai interaksi individu pada anak-anak atau remaja dengan tingkat usia yang sama serta melibatkan keakraban yang relatif besar diantara kelompoknya.

2. Fungsi Kelompok Teman Sebaya Kelompok teman sebaya merupakan interaksi awal bagi anak-anak dan remaja pada lingkungan sosial. Mereka mulai belajar bergaul dan berinteraksi dengan orang lain yang bukan anggota keluarganya. Ini dilakukan agar mereka mendapat pengakuan dan penerimaan dari kelompok teman sebayanya sehingga akan tercipta rasa aman. Sejumlah penelitian telah merekomendasikan betapa hubungan sosial dengan teman sebaya memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan pribadi. Salah satu fungsi kelompok teman sebaya yang paling penting adalah menyediakan suatu sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Anak-anak atau remaja menerima umpan balik tentang kemampuankemampuan mereka dari kelompok temam sebaya. Mengevaluasi apakah yang mereka lakukan lebih baik, sama atau lebih jelek dari yang dilakukan oleh anakanak lain. Kelompok memenuhi kebutuhan pribadi remaja, menghargai mereka, menyediakan informasi, menaikan harga diri, dan memberi mereka suatu

23

identitas. Remaja bergabung dengan suatu kelompok dikarenakan mereka beranggapan keanggotaan suatu kelompok akan sangat menyenangkan dan menarik serta memenuhi kebutuhan mereka atas hubungan dekat dan kebersamaan. Mereka bergabung dengan kelompok karena mereka akan memiliki kesempatan untuk menerima penghargaan, baik yang berupa materi maupun psikologis. Kelompok juga merupakan sumber informasi yang penting. Saat remaja berada dalam suatu kelompok belajar, mereka belajar tentang strategi belajar yang efektif dan memperoleh informasi yang berharga tentang bagaimana cara untuk mengikuti suatu ujian. Hartup dalam Didi Tarsadi mengidentifikasi empat fungsi teman sebaya, yang mencakup :
1. Hubungan teman sebaya sebagai sumber emosi (emotional resources),

baik untuk memperoleh rasa senang maupun untuk beradaptasi terhadap stress
2. Hubungan teman sebaya sebagai sumber kognitif (cognitive resources)

untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan


3. Hubungan teman sebaya sebagai konteks di mana keterampilan sosial

dasar (misalnya keterampilan komunikasi sosial, keterampilan kerjasama dan keterampilan masuk kelompok) diperoleh atau ditingkatkan; dan
4. Hubungan teman sebaya sebagai landasan untuk terjalinnya bentuk-

bentuk hubungan lainnya (misalnya hubungan dengan saudara kandung) yang lebih harmonis. Hubungan teman sebaya yang berfungsi secara harmonis di kalangan anak-anak prasekolah telah

24

terbukti dapat memperhalus hubungPeranan Hubungan Teman Sebaya dalam Perkembangan Kompetensi Sosial Anak Lebih lanjut lagi secara lebih rinci Kelly dan Hansen dalam Samsunuwiyati (2005 : 220) menyebutkan 6 fungsi positif dari teman sebaya, yaitu :
1. Mengontrol impuls-impuls agresif. 2. Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta menjadi lebih

independen. Teman-teman dan kelompok teman sebaya memberikan dorongan bagi remaja untuk mengambil peran dan tanggung jawab baru mereka.
3. Meningkatkan keterampilan-keterampilan sosial, mengembangkan

kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaanperasaan dengan cara-cara yang lebih matang.
4. Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran jenis

kelamin.
5. Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. 6. Menigkatkan harga diri (self-esteem). Menjadi orang yanh disukai oleh

sejumlah besar teman-teman sebayanya membuat remaja merasa enak atau senang senang tentang dirinya. Kelompok teman sebaya biasanya beranggotakan perempuan saja, laki-laki saja atau campuran, kalau kelompoknya beranggotakan laki-laki saja biasanya sebagaian besar anggotanya tidak terlampau dekat secara emosional, sedangkan apabila kelompok beranggotakan perempuan biasanya anggotanya lebih akrab.

25

3. Jenis Kelompok Teman Sebaya Dalam kehidupan sehari-sehari remaja selalu bersama dengan temantemannya, sehingga remaja sering tergabung dalam kelompok-kelompok tertentu. Pra ahli psikologi sepakat bahwa terdapat kelompok-kelompok yang terbentuk dalam masa remaja. Kelompok tersebut adalah sebagai berikut : a. Sahabat Karib (Chums) Chums yaitu kelompok dimana remaja bersahabat karib dengan ikatan persahabatan yang sangat kuat. Anggota kelompok biasanya terdiri dari 2-3 orang dengan jenis kelamin sama, memiliki minaat, kemauan-kemauan yang mirip. b. Komplotan sahabat (Cliques) Cliques biasnya terdiri dari 4-5 remaja yang memiliki minat, kemampuan dan kemauan-kemauan yang relatif sama. Cliques biasanya terjadi dari penyatuan dua pasang sahabat karib atau dua Chums yang terjadi pada tahun-tahun pertama masa remaja awal. Jenis kelamin remaja dalam satu Cliques umumnya sama. c. Kelompok banyak remaja (Crowds) Crowds biasanya terdiri dari banyak remaja, lebih besr dibanding dengan Cliques. Karena besrnya kelompok, maka jarak emosi antra anggota juga agak renggang. Dengan demikian terdapat jenis kelamin berbeda serta terdapat keragaman kemampuan, minat dan kemauan diantara para anggota. Hal yang dimiliki dalam kelompok ini adalah rasa takut diabaikan atau tidak diterima oleh teman-teman dalam kelompok remja. Dengan kata lain remaja ini sangat membutuhkan penerimaan peer-groupnya.

26

4. Penerimaan dan Penolakan Teman Sebaya Dalam kelompok teman sebaya, merupakan kenyataan adanya remaja yang diterima dan ditolak. Hal ini disebabkan oleh beberapafaktor sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang menyebabkan seorang remaja diterima a. Penampilan (performance) dan perbuatan meliputi antara lain :

tampang yang baik, atau paling tidakrapi danaktif dalamkegiatankegiatan kelompok


b. Kemampuan pikir antara lain : mempunyai inisiatif, banyak

memikirkan kepentingan kelompok dan mengemukakan buah pikirannya


c. Sikap, sifat, perasaan antara lain : bersikap sopan,

memperhatikanorang lain, penyabar atau dapat menahan marah jika berada dalam keadaan yang tidak menyenangkan dirinya
d. Pribadi meliputi : jujur dan dapat dipercaya, bertanggung jawab dan

suka menjalankan pekerjaannya, mentaati peraturan-peraturan kelompok, mampu menyesuaikan diri dalam berbagai situasi dan pergaulan sosial.
2. Faktor-faktor yang menyebabkanseorang remaja ditolak a. Penampilan (performance) dan perbuatan antaralain meliputi : sering

menantang, malu-malu, dan senang menyendiri


b. Kemampuan pikir meliputi : bodoh sekali atau sering disebut tolol

c.Sikap, sifat meliputi : suka melanggar normadan nilai-nilai

27

kelompok, suka menguasai anak lain, suka curiga, dan suka melaksanakan kemauan sendiri
c. Ciri lain : faktor rumah yang terlalujauh dari tempat teman sekelompok

Arti penting dari penerimaan atau penolakan teman sebaya dalam kelompok bagi seseorang remaja adalah bahwa mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pikiran, sikap, perasaan, perbuatan-perbuatan dan penyesuaian diri remaja. Akibat langsung dari penerimaan teman sebaya bagi seseorang remaja adalah adanya rasa berharga dan berarti serta dibutuhkan bagi kelompoknya. Hal yang demikian ini akan menimbulkan rasa senang, genbira, puas bahkan rasa bahagia. Hal yang sebaliknya dapat terjadi bagi remaja yang ditolak oleh kelompoknya yakni adanya frustasi yang menimbulkan rasa kecewa akibat penolakan atau pengabaian itu.

D. Prestasi Belajar Ronowismoyo (1999:71) mengemukakan prestasi merupakan kemampuan manusia untuk mencapai hasil yang maksimum pada suatu saat dan perlu diadakan suatu penilaian. Sedangkan Tulus (2003:18) berpendapat prestasi merupakan hasil yang dicapai seseorang ketika mengerjakan tugas atau kegiatan tertentu. Prestasi belajar adalah hasil yang dimiliki oleh siswa berupa pengetahuan keterampilan serta sikap dan tingkah laku dalam proses belajar mengajar (Suwondo 1997:24).

28

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa berupa pengetahuan keterampilan serta sikap dan tingkah laku dalam proses belajar mengajar yang dapat diukur dengan penilaian. Prestasi belajar dapat diartikan sebagai kemampuan yang diperoleh siswa sebagai hasil belajar (Gagne, 1985:26), yakni: a. Intelektual Skill yaitu kemampuan untuk melakukan pekerjaan dan merupakan sarana untuk melakukan hubungan dengan lingkungan melalui simbol. b. Verbal Information yaitu kemampuan untuk mengungkapkan ide, berupa jalinan dari berbagai pesan yang diperoleh baik secara lisan maupun tertulis. c. Cognitive Strategis yaitu kemampuan untuk mengatur diri sendiri. d. Motor Skill yaitu kemampuan mengorganisasikan kemampuan fisik sehingga dapat melakukan pekerjaan dengan lancar. e. Attitude yaitu sikap yang tumbuh karena hasil belajar erat kaitannya dengan tingkah laku penampilan seseorang. Winkel (1999:56) mengartikan prestasi belajar adalah kemampuan baru yang sama sekali atau boleh juga merupakan pengembangan dari suatu kemampuan yang telah dimiliki. Pencapaian prestasi siswa menemukan adanya suatu dorongan yang bersifat positif, sehingga dari hasil dorongan itu nantinya mendapatkan hasil yang tertentu pula. Tetapi dalam kenyataannya ada kalanya seseorang yang mempunyai kemampuan yang kurang pada saat tertentu mendapatkan hasil yang baik. Usman (2005:21-23) mengemukakan ada lima hal yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, yakni: 1. Melibatkan siswa secara aktif. 2. Menambah minat dan perhatian siswa.

29

3. Mengembangkan motivasi siswa. 4. Prinsip individualitas. 5. Peragaan dan penajaran. Slameto (1995:56) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah sebagai berikut. a. Faktor dari diri sendiri (endogen), yang disebabkan: 1. Kurangnya intelegensi seseorang. 2. Kurangnya bobot untuk situasi belajar yang khusus. 3. Kurangnya untuk motivasi belajar. b. Faktor-faktor dari luar diri (eksogen), yang disebabkan: 1. Lingkungan yang memadai 2. Situasi keluarga 3. Lingkungan sosial masyarakat 4. Sarana dan prasarana yang mendukung (fasilitas belajar). Prestasi belajar merupakan hasil penelitian yang menyeluruh. Slameto (1995:58) mengemukakan penilaian yang menyeluruh dalam prestasi belajar dalam bentuk: (1) Kemampuan pengetahuan dan pengertian, hal ini meliputi analisis dan evaluasi. (2) Keterampilan, intelektual, dan keterampilan sosial. (3) Sikap atau nilai.

E. Perilaku Konsumsi Prestasi belajar ekonomi yang didasari dengan pemahaman ekonomi yang baik dapat dilihat dengan perilaku atau tindakan seseorang dalam perannya sebagai produsen atau konsumen secara ekonomis. Seseorang dikatakan bertindak ekonomis apabila ia berhasil mencapai perbandingan yang sebaik mungkin antara hasil dan pengorbanan (Poli, 1992). Dengan kata lain seseorang dapat dikatakan memiliki efisiensi dalam berekonomi adalah jika setiap tindakan atau keputusan yang diambil mencerminkan prinsip-prinsip ekonomi.Berkaitan dengan

30

kepentingan penelitian dan subjek penelitian yaitu siswa SMA maka pencerminan pemahaman terhadap ekonomi difokuskan atau hanya dilihat dari segi konsumsi yaitu khususnya kegiatan siswa sebagai konsumen. Masyarakat kita sering mengartikan bahwa kegiatan konsumsi erat kaitannya dengan makan dan minum. Pengertian semacam ini tidak salah akan tetapi pada dasarnya konsumsi merupakan suatu kegiatan menghabiskan nilai guna barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan. Jadi tidak hanya terbatas pada makan dan minum saja tetapi pemanfaatan atau penggunaan jasa yang mana nantinya bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan termasuk kedalam pengertian konsumsi dalam arti luas. Perilaku konsumsi berkaitan erat dengan perilaku konsumen. Dimana pada dasarnya perilaku konsumen menganalisis tentang alasan pembeli atau konsumen membeli banyak barang pada harga yang lebih rendah dan mengurangi pembeliannya pada harga tinggi. Selain itu perilaku konsumen juga menganalisis bagaimana seorang konsumen menentukan jumlah dan komposisi dari barang yang akan dibeli dari pendapatan yang diperolehnya. Setiadi (2008:3) mengatakan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Perilaku konsumen yang sederhana seperti seseorang memiliki penghasilan dari hasil kerjanya, ia membayar pajak kepada pemerintah dan kemudian ia memutuskan berapa banyak uang yang akan ia belanjakan setelah pajak dan berapa banyak yang akan ditabung.

31

Perilaku konsumen akan menggambarkan bagaimana perilaku konsumsi seseorang. Dengan adanya pembagian perilaku konsumsi seseorang pada akhirnya nanti akan dapat dibedakan rasional atau tidaknya seseorang dalam berkonsumsi. Rasionalitas dalam berkonsumsi ini dapat disebabkan karena adanya efisiensi seseorang dalam berkonsumsi. Seseorang dapat dikatakan efisien dalam konsumsi ketika dia mampu memenuhi kebutuhannya dengan memanfaatkan sumber daya yang terbatas secara optimal. Hukum Gossen II (dalam Gilarso, 1985:40) menyatakan: Konsumen yang bertindak rasional akan membagi-bagi uangnya untuk berbagai barangsedemikian rupa sehingga kebutuhan yang beraneka ragam itu dipenuhi secara seimbang, artinya sedemikian rupa hingga rupiah terakhir yang dibelanjakan untuk membeli suatu barang memberikan marginal utility yang sama, entah dikeluarkan untuk barang yang satu atau barang yang lain.

Tindakan efisiensi dalam berkonsumsi dapat ditunjukan antara lain dengan pemenuhan kebutuhan sesuai dengan tingkat kebutuhan karena setiap manusia memiliki kebutuhan yang bervariasi dan tidak terbatas akan tetapi hal tersebut berbanding terbalik dengan kemampuan manusia untuk memenuhinya. Oleh karena itu perlu dilakukan pemenuhan kebutuhan sesuai dengan skala prioritasnya yang mana yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Selain itu efisiensi dalam berekonomi ini dapat dicapai apabila seseorang tersebut bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi dalam berkonsumsi. Akan tetapi hal tersebut sulit dilakukan karena konsumen tidak selalu berfikir rasional seperti yang diungkapkan Gilarso (1985:41) bahwa pada kenyataan konsumen tidak selalu

32

bertindak rasional, orang mudah terpengaruh oleh perasaan dan omongan tetangga. Dalam perilaku konsumen kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh seseorang dalam mengkonsumsi barang dan jasa dinamakan nilai guna atau utility. Nilai guna dibedakan menjadi dua yaitu nilai guna totral dan nilai guna marginal. Nilai guna total mengandung jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsi dari sejumlah barang tertentu. Sedangkan nilai guna marginal berarti pertambahan (pengurangan) penggunaan satu unit barang tertentu. Teori tantang perilaku konsumen dibedakan atas dua pendekatan, yaitu pendekatan nilai guna kardinal dan pendekatan nilai guna ordinal. a) Pendekatan nilai guna kardinal Dalam pendekatan kardinal dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh oleh seorang konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif. Berdasarkan pada pemisalan ini, dan dengan anggapan seseorang dapat memaksimumkan kepuasannya. Hubungan antara jumlah barang yang dikonsumsi dan utilitas kardinal dapat dilihat pada tabel berikut:

33

Tabel 2.2 utilitas total dan utilitas marginal dalam angka

Jumlah buah jeruk yang dimakan 0 1 2 3 4 5 6

Utilitas total jeruk yang dimakan 0 15 25 30 34 34 32

Utilitas marginal 15 10 5 4 0 -2

Gambar 2.1 Utilitas Total

34

Gambar 2.2 Utilitas Marginal Dari Tabel 2.2 dan Grafik 2.1 menunjukkan bahwa utilitas total mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan tingkat konsumsi sampai ke konsumsi empat jeruk. Konsumsi empat jeruk menghasilkan utility senilai 34, bila konsumsi ditingkatkan menjadi lima jeruk maka utility yang dihasilkan tetap 34. Jika konsumsi dinaikkan lagi menjadi 6 jeruk, utilitasnya justru menurun menjadi 32. Grafik 2.2 menunjukkan bahwa utilitas marginal terus menurun. Hal ini dikarenakan pertambahan utilitas marginal makin lama makin kecil, meskipun utilitas total terus bertambah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap tambahan satu unit konsumsi menghasilkan utility marginal yang makin sedikit. Bila hal ini terjadi maka konsumen yang bersangkutan dikatakan mengalami utilitas marginal yang terus berkurang. b) Pendekatan nilai guna ordinal Dalam analisis ini kepuasan tidak lagi dinyatakan dalam angka-angka akan tetapi tingkah laku seorang konsumen untuk memilih barang yang akan

35

memaksimumkan kepuasannya ditunjukkan dengan bantuan kurva kepuasan sama, yaitu kurva yang menggambarkan gambaran gabungan barang yang akan memberikan nilai guna (kepuasan) yang sama. Apabila kurva kepuasan sama bersinggungan dengan garis yang menunjukkan berbagai gabungan dari barangbarang yang dapat dibeli oleh sejumlah pendapatan tertentu Jeruk Garis anggaran Kepuasan maks Kurva kepuasan sama Mangga Gambar 2.3 Kurva Kepuasan Maksimum Menurut William J. Staton dalam Mangkunegara (1998: 42) Ada dua faktor besar yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu kekuatan sosial budaya dan kekuatan psikologis. Kekuatan sosial budaya terdiri dari faktor budaya, tingkat sokial, kelompok anutan dan keluarga. Sedangkan kekuatan psikologis terdiri dari pengalaman belajar, kepribadian, sikap dan keyakinan, gambaran diri. 1. Kekuatan sosial budaya 1) Faktor Budaya : Budaya dapat diartikan sebagai hasil kreativitas manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya yang sangat menentukan bentuk perilaku dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

36

2) Faktor kelas sosial : merupakan suatu kelompok yang terdiri dari sejumlah orang yang mempunyai kedudukan yang seimbang dalam masyarakat 3) Faktor kelompok anutan : merupakan suatu kelompok orang yang mempengaruhi sikap, pendapat, norma, dan perilaku konsumen. Kelompok anutan ini merupakan kumpulan keluarga, kelompok atau organisasi tertentu. 4) Faktor keluarga : keluarga merupakan suatu unit terkecil dalam masyarakat yang perilakunya sangat mempengaruhi dan menentukan dalam pengambilan keputusan dalam membeli. 2. Kekuatan Faktor Psikologis 1) Faktor pengalaman belajar : suatu perubahan akibat pengalaman sebelumnya 2) Faktor kepribadian: kepribadian merupakan suatu bentuk dari sifat-sifat yang ada pada diri individu yang sangat menentukan perilakunya. 3) Faktor sikap dan keyakinan : sikap merupakan kesiapan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau aktifitas. Sikap sangat mempengaruhi keyakinan dan keyakinan menentukan sikap. 4) Konsep diri : merupakan cara seseorang melihat diri sendiri dan dalam waktu tertentu sebagai gambaran tentang apa yang dipikirkan. F. Hubungan Antar Variabel 1. Pengaruh Status Sosial Ekonomi Orang Tua Terhadap Perilaku Konsumsi Siswa

37

Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah kondisi status ekonomi orang tua, orang tua yang memilki penghasilan tinggi maka siswa cenderung memilki gaya hidup yang tinggi pula dan orang tua yang memiliki penghasilan rendah, siswa cenderung memiliki gaya hidup sederhana (Mangkunegara, 1990). Terkait dengan perilaku konsumsi orang tua, dapat disimpulkan bahwa apa yang biasa dilakukan orang tua dalam berperilaku konsumsi, misalnya dalam membeli barang-barang atau jasa, ini akan berdampak pada perilaku konsumsi siswa. Kelurga yang berperilaku hidup hemat, suka menabung, penuh perhitungan dalamberkonsumsi, maka baik secara langsung maupun tidak langsung akan mendorong siswa untuk hidup hemat. Sedangkan dalam keluarga yang suka hidup boros, tanpa perhitungan dalam pemenuhan kebutuhan hidup, maka akan berdampak pada siswa untuk melakukan hal-hal yang tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan orang tua (keluarga) tersebut. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa sesuai dengan pendapat Purwanto (1998) dalam mendidik siswa, sekolah melanjutkan pendidikan siwa yang telah dilakukan di rumah, bergasil atau tidaknya pendidikan di sekolah bergantung pada dan dipengaruhi oleh pendidikan dalam keluarga. Pendidikan keluarga adalah fundamental atau dasar dari pendidikan siswa selanjutnya, hasil-hasil pendidikan siswa yang diperoleh siswa dalam keluarga menentukan pendidikan siswa selanjutnya, baik di sekolah maupun di masyarakat. Adanya pengaruh yang begitu kuat pendidikan di rumah terhadap pendidikan, pengalaman dan perjalanan hidup siswa, maka apa yang diperoleh siswa di rumah akan mempengaruhi perilakunya. Sehingga

38

perilaku apa saja yang siswa lihat, siswa rasakan, dan siswa peroleh dari orang tuanya, biasanya siswa akan menirunya, termasuk dalam hal berkonsumsi. Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara status sosial ekonomi orang tua terhadap perilaku konsumsi siswa.

2. Pengaruh Status Sosial Ekonomi Orang Tuan Terhadap Prestasi Belajar Cury dan Miller (dalam Munandir, 1973)mengungkapkan informasi bahwa hubungan kelas sosial dan hasil belajar itu terbatas adanya. Korelasi antar keduanya dapat dikatakan rendah saja dan kadang-kadang boleh diabaikan. Selanjutnya, didapatkan bahwa sejumlah siswa dari kelas sosial bawah merprestasi bagus. Sedangkan, terdapat siswa dari kelas yang lebih di atas yang hasil belajar mengecewakan. Namun sebaliknya ada penelitian-penelitian lian yang menemukan bahwa ada hubungan langsung antra stratifikasi sosial dan hasil belajar di sekolah. Menurut Miflen (1986), istilah status sosial ekonomi menunjukkan pada seseorang dalam suatu ranking strata yang tersusun secara hirarkis yang mempunyai nilai dalan suatu masyarakat yang biasa dikenal dsebagai privelise (kekayaan beserta gaya hidupnya dan kekuasaanya). Salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah status sosial ekonomi orang tua (Mahmud, 1989). Sedangkan Slameto (2003) mengatakan bahwa prestasi belajar siswa dapat dipengaruhi oleh kelurga dalam bentuk cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan sosial ekonomi. Siswa yang status sosial ekonomi orang tuanya baik, berkecukupan, mampu, kaya, menunjukkan nilai yang tinggi dalam tes kemampuan akademik, dalam tes hasil

39

belajar dan dalam lamanya bersekolah daripada mereka yang status sosial ekonomi orang tuanya rendah atau kurang berada dan miskin. Siswa yang orang tuanya berpendidikan tinggi lebih berpeluang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi daripada siswa yang orang tuanya tidak pernah mengenyam pendidikan tinggi (PT). Tingkat penghasilan orang tua juga mempengaruhi prestasi belajar siswa. Siswa yang orang tuanya berpenghasilan tinggi akan mendapat fasilitas-faslilitas belajar yang memadai sehingga prestasi belajarnya akan lebih baik. Korelasi antara ststus sosial ekonomi dan pendidikan antara lain terjadi karena siswa yang status sosial ekonomi oang tuanya rendah kebanyakan tidak melanjutkan pendidikannya sampai ke perguruan tinggi karena keterbatasan biaya. Siswa yang berasal dari keluarga golongan atas (kaya) membekali siswa dengan sarana dan prasarana yang memadai. Hal tersebut sangat mempengaruhi prestasi belajar di sekolah. Siswa yang beasal dari keluarga atas dan menengah cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang berasal dari status sosial ekonomi rendah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan status sosial ekonomi orang tua. Status sosial ekonomi orang tua yang terlalu tinggi maupun yang rendah dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Untuk yang status sosial ekonominya rendah pada umumnya prestasi belajar siswa kurang baik. Jika status sosial ekonomi orang tua terlalu tinggi maka orang tua akan memberikan fasilitas yang berlebih pada anaknya, sehingga siswa akan menyalahgunakan dan mengakibatkan prestasi belajarnya akan menurun. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat pegaruh tingka pendidikan dan status sosial ekonomi orang tua terhadap prestasi belajar siswa.

40

3. Pengaruh Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Konsumsi Siswa Dalam perubahan sosial-emosional seorang remaja mengalami hubungan yang semakin luas dengan teman-temannya. Karenanya seorang remaja akan berusaha menyesuaikan diri dengan teman sebayanya dengan mengikuti aturan maupun tekanan dari kelompoknya. Seperti yang diungkapkan oleh Hurlock (2004), pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar termasuk dalam berkonsusmi. Penyesuain diri tersebut dilakukan oleh seorang remaja agar mereka diterima oleh kelompoknya. Dalam teori sosiologi menyatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, seperti keluarga dan kelompok-kelompok sosial dimana seseorang itu menjadi anggotanya. Pada dasarnya seseorang akan berusaha mengharmoniskan perilakunya dengan apa yang dianggap pantas oleh lingkungan sosialnya. Dengan demikian seseorang akan membeli produk jika produk tersebut diterima oleh kelompoknya. Selain itu, penampian diri di hadapan teman sebaya merupakan petunujuk kuat dari minat remaja dalam sosialisasi, dan salah satunya adalah minat dalam berpenampilan. Untuk memperoleh kesamaan identitas dengan teman-temannya, remaja mulai memperhatikan dan membandingkan penampilannya denag teman sebayanya. Dari teman sebayanya seseorang akan mendapat informasi tentang barang-barang yang sedang trend, sehingga mereka tidak akan segan untuk mengeluarkan uangnya untuk menunjang penampilannya dan agar tidak dianggap ketinggalan. Mereka akan merasa puas jika bisa membeli barang-barang yang dianggap mode dan sedang trend oleh teman sebayanya. Hal ini dapat mendorong

41

remaja untuk berperilaku konsumtif kerana dalam membeli tidak lagi didasari oleh kebutuhan melainkan hanya sekedar untuk mengikuti mode saja dan untuk mendapat kepuasan dari penerimaan dan pengakuan dari kelompoknya. Hubungan antara pergaulan teman sebaya terhadap perilaku konsumsi siswa juga didukung oleh penelitian Ngishmawati (2011) yanf menyatakan bahwa konformitas (pergaulan) berpengaruh signifikan dan positif terhadapt perilaku konsumtif siswa. Semakin tinngi konformitas (pergaulan) terhadap teman sebaya akan semakin tinggi pula pemberian implusif yang dilakukan dan semakain rendah konformitasnya maka semakin rendah pula pemberian implusifnya. Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pergualan teman sebaya berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumsi siswa.

4. Pengaruh Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Prestasi Belajar Ekonomi Siswa Salah satu fungsi kelompok teman sebaya yang paling penting adalah menyediakan suatu sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Anak-anak atau remaja menerima umpan balik tentang kemampuankemampuan mereka dari kelompok temam sebaya. Mengevaluasi apakah yang mereka lakukan lebih baik, sama atau lebih jelek dari yang dilakukan oleh anakanak lain. Remaja bergabung dengan suatu kelompok dikarenakan mereka beranggapan keanggotaan suatu kelompok akan sangat menyenangkan dan menarik serta memenuhi kebutuhan mereka atas hubungan dekat dan kebersamaan. Mereka bergabung dengan kelompok karena mereka akan memiliki

42

kesempatan untuk menerima penghargaan, baik yang berupa materi maupun psikologis. Kelompok juga merupakan sumber informasi yang penting. Saat remaja berada dalam suatu kelompok belajar, mereka belajar tentang strategi belajar yang efektif dan memperoleh informasi yang berharga tentang bagaimana cara untuk mengikuti suatu ujian. Jika siswa bekelompok dengan teman sebaya yang rajin dan pandai, siswa cenderung akan mengikuti, baik itu dalam belajar kelompok, maupun strategi belajar yang dijalankan oleh kelompoknya. Sehingga hal tersebut akan menjadikan pretasi belajar yang diraih siswa menjadi lebih baik. Sebaliknya jika siswa berkelompok dengan teman sebaya yang malas, kurang pandai, dan jarang belajar, siswa akan cenderung ikut malas yang mengakibatkan prestasi belajarnya menurun. Hal tersebut di atas di atas sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Nugroho (2011) yang menyatakan bahwa pergaulan teman sebaya bepengaruh signifikan terhadap prestasi siswa. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pergaulan teman sebaya terhadap prestasi siswa di sekolah.

5. Pengaruh Prestasi Belajar Ekonomi Terhadap Perilaku Konsumsi Siswa Perilaku konsumsi yang dilakukan siswa pada aktivitas ekonomi sebenarnya merupakan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran ekonomi. Hasil yang telah diperoleh siswa antara lain dapat dilihat dari prestasi belajarnya. Karena prestasi belajar merupakan cerminan pengetahuan, pemahaman sikap, dan tendensi perilaku ekonomi (konsumsi) yang berhasil dicapai siswa setelah

43

mengikuti proses belajar mengajar mata pelajaran ekonomi. Hal ini tampak pada tujuan mata pelajaran ekonomi kurikulum SMA/MA 2010, yaitu memahami konsep ekonomi untuk mengkaitkan peristiwa dan masalah ekonomi dengan kehidupan sehari-hari, terutama yang terjadi di lingkungan individu, rumah tangga, masyarakat, dan negara. Untuk menguasai tuntutan kompetensi kurikulum siswa diwajibkan mempelajari mata pelajaran ekonomi dan akuntansi. Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan dasar, dan nilai-nalai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan suatu tindakan ekonomi, antara lain siswa memiliki perilaku konsumsi yang rasional. Tingkat klasifikasi perilaku konsumsi siswa sesuai dengan prestasi belajarnya menurut Suyani (2005) adalah: 1. Prestasi belajar yang tinggi, siswa cenderung memiliki perilaku konsumsi yang baik, karena dianggap siswa mempunyai kemampuan untuk mengaplikasikan semua ilmu yang diterima di sekolah dalam kehidupan sehari-harinya. Namun seandainya dari keluarganya sudah terbiasa hidup mewah, hal itu tidak akan berpengaruh sama sekali. 2. Prestasi belajar sedang, siswa cenderung mengalami kebingunan dalam menetukan pilihan, ia merasa tidak yakin dalam tindakannya, dan mudah terpengaruh. Semua ini harus dikemnbalikan pada peran orang tua dalam

44

memberikan pada anaknya dan bagaimana orang tua memberi contoh tentang perilaku ekonomi yang baik. 3. Pretasi belajar rendah, siswa cenderung tidak memiliki perilaku ekonomi yang baik karena tidak bisa mengaaplikasikan ilmu yang didapat dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruhprestasi belajar ekonomi siswa terhadap perilaku konsumsi siswa.

6. Pengaruh Status Sosial Ekonomi Orang Tua Terhadap Perilaku Konsumsi Yang Diinternediasi Oleh Prestasi Belajar Ekonomi Siswa Sujana (1992) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa pada umumnya digolongkan menjadi 2 yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal adalah faktor yang muncul dari dalam diri siswa meliputi faktor fisik dan non fisik. Faktor fisik meliputi perkembangan dan kesehatan jasmani siswa, misalnya seorang siswa yang kekurangan gizi akan cepat merasa lelah, mengantuk dan lesu. Jika hal ini terjadi maka siswa akan merasa malas untuk belajar dan selanjutnya siswa tidak akan berprestasi dengan baik. Terkait dengan ketersediaan gizi pada makanan siswa, hal ini dipengaruhi oleh status sosial ekonomi orang tua siswa tersebut. Orang tua yang memiliki status sosial ekonomi tinggi, akan mampu menyediakan gizi yang cukup pada makanan siswa. Siswa yang senantiasa mengkonsumsi makanan yang bergizi akan mempunyai semangant untuk belajar. Sehingga prestasi belajar yang dicapai juga baik. Apabila siswa mampu meraih prestasi belajar dengan baik, siswa akan berperilaku konsumsi yang rasional. Pendapat ini didukaung oleh hasil penelitian

45

yang dilakukan oleh Suyani (2005) yang mangatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan secara bersam-sama antara status sosial ekonomi orang tuan dan uang saku siswa terhadap sikap berekonomi (berkonsumsi) siswa yang didasarkan atas prestasi belajar siswa. Siswa yang memiliki orang tua dengan status sosial ekonomi tinggi, mereka mendapat uang saku yang cukup dari orang tuanya, mereka tidak akan kelaparan ketika mengikuti pelajaran di kelas, sehingga tetap semangat dan tidak mengantuk. Hal ini pada akhirnya akan mempengaruhi prestasi belajarnya. Dari pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh status sosial ekonomi orang tua terhadap perilaku konsumsi siswa yang diintermediasi oeleh prestasi belajar ekonomi siswa.

7. Pengaruh Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Konsumsi Siswa Yang Diintermedasi Oleh Prestasi Belajar Ekonomi Siswa Perilaku konsumsi siswa yang sering muncul pada diri remaja (siswa) karena remaja cenderung untuk mendapatkan, menggunakan, dan memilih keputusan pembelian yang belum menjadi kebutuhan prioritasnya dan hanya untuk mengikuti mode, mencoba produk baru, bahkan hanya untuk mendapatkan pengakuan dari lingkungan sosialnya (teman sebaya). Siswa yang berada di lingkungan sekolah yang siswa-siswanya mempunyai semangat belajar yang tinggi, siswa tersebut juga akan mempunyai semangat belajar yang tinggi, yang pada akhirnya akan mencapai prestasi belajar yang tinggi pula. Apabila siswa tersenut mempunyai prestasit belajar yang tinggi, siswa akan berperilaku konsumsi yang rasional. Pendapat ini didukung oleh penelitian

46

yang pernah dilakukan oleh Widyayanti (2007) yang mengatakan bahwa ada pengaruh secara parsial maupun simultan antara lingkungan sosialnya terhadap economic literacy siswa. Siswa yang berada dalam lingkungan sosial yang kondusif, dia akan memiliki prestasi belajar yang tinggi, dengan prestasi belajar yang tinggi ini, maka siswa akan mampu berperilaku konsumsi yang rasional. Dari pernytaan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat pengarug yang signifikan pergaulan teman sebaya terhadap perilaku konsumsi siswa yang diintermediasi oleh prestasi belajar ekonomi siswa.

47

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis hubungan antar variabel status sosial ekonomi orang tua, pergaulan teman sebaya, dan prestasi belajar ekonomi terhadap perilaku konsumsi siswa SMA se Kota Malang. Sesuai dengan tujuannya, maka peneltian ini dirancang sebagai penelitian eksplanatori. Hasil dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan tentang bagaimana tingkat status sosial ekonomi orang tua, pergaulan teman sebaya mempengaruhi perilaku konsumsi siswa, dan bagaimana prestasi belajar ekonomi siswa dapat berpengaruh terhadap perilaku konsumsinya. Dari penjelasan ini maka yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah siswa SMA se Kota Malang. Ditinjau dari pokok permasalahannya, penelitian ini dirancang sebagai penelitian arientasi dan aksi. Data yang digali dari sasaran atau subyek penelitian merupakan data tentang status sosial ekonomi orang tua dan orientasi, berupa persepsi, sikap, kepribadian, kecenderungan, prestasi, dan lain sebagainya. Selain itu, digali pula data tentang aksi atau kegiatan siswa berupa perilaku konsumsi. Ditinjau dari dimensi waktunya, penelitian ini dirancang sebagai penelitian Cross-Sectional, ruang lingkup pengujiannya adalah para siswa SMA se Kota Malang, yang telah memperoleh mata pelajaran ekonomi, sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Ditinjau dari hubungan antar variabelnya, penelitian ini dirancang sebagai penelitian deskriptif korelasional, yaitu penelitian yang dilakukan untuk

48

mendeskripsikan hubungan antara status sosial ekonomi orang tua terhadap perilaku konsumsi, pengaruh pergaulan teman sebaya terhadap perilaku konsumsi, pengaruh status sosial ekonomi orang tua terhadap prestasi belajar ekonomi, dan pengaruh pergaulan teman sebaya terhadap prestasi belajar ekonomi siswa, serta pengaruh status sosial ekonomi orang tua terhadap perilaku konsumsi yang diintermediasi oleh prestasi belajar ekonomi, dan pengaruh pergaulan teman sebaya terhadap perilaku konsumsi yang diintermediasi oleh prestasi belajar ekonominya. Sesuai dengan tujuan penelitian dan hipotesis, diidentifikasi sebanyak empat variabel yang akan diteliti, meliputi: (1) status sosial ekonomi orang tua, (2) pergaulan teman sebaya, (3) prestasi belajar ekonomi siswa, dan (4) perilaku konsumsi siswa. Hubungan antar variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. X1 X3 X2 Gambar 3.1 Hubungan antar variabel Keterangan: X1: status sosial ekonomi orang tua X2: pergaulan teman sebaya X3: prestasi belajar ekonomi Y : perilaku konsumsi Dari rancangan hubungan antar variabel di atas dapat ditentukan label untuk masing-masing variabel sebagai berikut: (1) variabel dependen: perilaku konsumsi X1

49

siswa, (2) variabel independen; status sosial ekonomi dan pergaulan teman sebaya, dan (3) variabel intervening; prestasi belajar ekonomi siswa.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian. Sugiyono (2002:72) mendefinisikan populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitia ini adalah seluruh siswa kelas XI IPS SMA se Kota Malang. Penentuan populasi ini dilakukan dengan pertimbangan praktis bahwa di kelas XII tidak mungkin dilakukan penelitian, karena mereka akan menempuh ujian akhir, sementara untuk kelas X hasil internalisasi peebelajaran ekonomi dapat dikatakan masih relatif belum luas dan mendalam, terutama yang berkaitan dengan perilaku konsumsi yang dijadikan variabel terikat dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan di Kota Malang, dengan pertimbangan bahwa Kota Malang merupakan kote mode dan kota metropolis kedua di Jawa Timur, yang tentunya mempinyai karakteristik tersendiri sehingga banyak faktor yang bisa mempengaruhi siswa dalam melakuka kegiatan ekonomi. 2. Sampel Menurut Susiyono (2008) mengemukakan bahwa sampel merupakan jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Arikunto (2006) menyebutkan untuk sekedar ancer- ancer yang subyeknya kurang dari 100 lebih

50

baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi atau dalam penelitian kuantatif disebut dengan sampel total. Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik Multistage Random Sampling. Tahap pertama secara random dipilih SMA untuk menetukan kelompok (cluster) sampel. Penentuan kelompok sampel pada tahap pertama ini dilakukan dengan teknik Systematic Sampling. Dari 48 SMA negeri dan swasta yang ada di Kota Malang, dengan mempertimbangkan kelayakan dan kesetaraan jumlah siswa, kelompok sampel hanya dipilh dari SMA negeri dan swasta yang memiliki akreditasi disamakan (terakreditasi A). Berdasarkan pertimbangan tersebut, didapat 28 SMA negeri dan swasta dengan status terakreditasi A. Dari daftar sekolah-sekolah yang dimaksud, ditentukan 10 SMA yang akan dipilih secara Purposive Random Sampling, yaitu seluruh siswa kelas XI IPS sebagai kelompok sampel. Selanjutnya dari setiap sekolah yang dipilih sebagai kelompok sampel, sampel ditentukan dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling.

C. Instrumen Penelitian Berdasarkan jenis skala pengukuran variabel dan teknik pengumpilan data, maka instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner, dengan pertanyaan bersifat tertutup. Pada tiap-tiap pertanyaan kuesiones disediakan alternatif jawaban sebanyak lima buah dan dijenjang pembobotan skornya, sehingga masing-masing variabel terukur menurut skala interval. Selain kuesioner, digunakan juga dokumentasi untuk mengukur variabel prestasi belajar ekonomi siswa.

51

Kuesioner untuk mengukur perilaku konsumsi siswa terdiri dari sejumlah pertanyaan yang mengundang respondeng untuk menjawab salah satu dari lima jenjang kontinum dari skala likert. Skor masing-masing item dalam angket berentangan antara 1 samapi 5, dimana 1 berarti sangat tidak rasional, 2 berarti tidak rasional, 3 berarti kurang rasional, 4 berarti rasional, dan 5 berarti sangat rasional. Kuesioner untuk mengukur status sosial ekonomi orang tua terdiri dari sejumlah pertanyaan yang mengundang respondeng untuk menjawab salah satu dari lima jenjang kontinum dari skala likert. Skor masing-masing item dalam angket berentangan antara 1 samapi 5, dimana 1 berarti sangat rendah, 2 berarti rendah, 3 berarti sedang, 4 berarti tinggi, dan 5 berarti sangat tinggi. Kuesioner untuk mengukur pergaulan teman sebaya terdiri dari sejumlah pertanyaan yang mengundang respondeng untuk menjawab salah satu dari lima jenjang kontinum dari skala likert. Skor masing-masing item dalam angket berentangan antara 1 samapi 5, dimana 1 berarti tidak baik, 2 berarti kurang baik, 3 berarti cukup, 4 berarti baik, dan 5 berarti sangat baik. Sedangkan untuk mengukur variabel prestasi belajar ekonomi siswa menggunakan instrumen dokumentasi tentang prestasi belajar ekonomi siswa yang tertulis dalam daftar nilai atau rapor. Untuk nilai yang telah dicapai siswa dibuat rentangan antara 1 sampai 5, dimana 1 berarti sangat rendah, 2 berarti rendah, 3 berarti sedang, 4 berarti tinggi, dan 5 berarti sangat tinggi.

52

D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah angket. Penyebaran kuesioner untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini dilkukan secara langsung dari responden (siswa). Kuesioner yang disebarkan digunakan untuk mengungkap variabel-variabel dalam penelitian ini, antara lain: variabel bebas, yaitu status sosial ekonomi orang tua, pergaulan teman sebaya. Sedangkan variabel interveningnya adalah prestasi belajar ekonomi siswa, data dikumpulkan dengan menggunakan dokumentasi prestasi belajar ekonomi siswa di sekolah.

E. Analisis Data 1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dalam penelitan ini bertujuan untuk mendeskripsikan data yang telah dikumpulkan. Merujuk pada pendapat Nurgiantoro (2004) statistik deskriptif merupakan teknik statistik yang hanya memberikan informasi tentang data yang dimiiliki dan tidak bermaksud untruk menguji hipotesis kemudian menarik inferensi yang digeneralisasi untuk data yang lebih besar atau populasi. Adapaun analisa deskriptif yang dilakuakn dalam penelitian ini adalah penghitungan nilai rata-rata, standar deviasi, dan mode (modus). Seluruh data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan program aplikasi SPSS 16.00 for windows. Selain dilakukan pendeskripsian data hasil penelitian juga dilakukan pengkategorian data. Data yang telah diperoleh dikelompokkan ke dalam kelaskelas interval dengan menggunaka rumus sebagai berikut.

53

Interval = Dengan menggunakan rumus di atas diharapkan data yang telah diperoleh dapat dikategorikan ke dalam 5 kelas interval. sebagai berikut. Tabel 3.1 Kategori data masing-masing variabel No. 1. Variabel Perilaku konsumsi Kategori Sangat Tidak Rasional Tidak Rasional Kurang Rasional Rasional Sangat Rasional Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Tidak Baik Kurang Baik Cukup Baik Sangat Baik Sangat Kurang Kurang Cukup Tinggi Sangat Tinggi

2.

Status sosial ekonomi

3.

Pergaulan teman sebaya

4.

Prestasi belajar ekonomi

2. Analisis Inferensial Analisis inferensial yang dilakuakn dalam penelitian ini pada dasarnya menggunakan analisis jalur (path analysis). Ada tiga langkah yang ditempuh dalam analisis tersebut. (1) Uji prasyarat, pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang dikumpulkan telah memenuhi prasyarat untuk dilakukan uji inferensial. Uji prasyarat yang dilakukan meliputi uji normalitas, uji linieritas, dan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji multikolonieritas, uji heterokedastisitas, dan uji normalitas. (2) Analisis jalur, analisis jalur yang

54

digunakan dalam penelitian ini merupakan pengembangan dari dua analisis regres berganda. Analisis regresi berganda yang pertama diterapkan untuk mengetahui pengaruh variabel X1 dan X2 terhadap X3, dan analisis regresi berganda anatara variabel X1, X2, dan X3 terhadap Y. (3) Analisis faktor, analisis ini digunakan dengan tujuan untuk mengetahui item-item yang paling berpengauh tehadap masing-masing variabel. Berdasarkan hipotesis dan rancangan penelitiannya, data yang terkumpul dalam penelitian ini akan dianalisi dengan menggunakan analisis jalur (path analysis). Analisis jalur merupakan teknik menganalisis hubungan sebab akibat yang terjadi pada regresi berganda jika variabel bebasnya mempengaruhi variabel terikat tidak hanya secara langsug tetapi juga secara tidak langsung (Sarwono, 2006). Dalam penelitian ini digunakan variabel bebas yaitu status sosial ekonomi orang tua (X1), pergaulan teman sebaya (X2), variabel intervening yaitu prestasi belajar ekonomi (X3), dan variabel terikat yaitu perilaku konsumsi siswa (Y). Untuk mengetahui peran dari variabel intervening maka digunakan analisis jalur (path analysis) melalui dua langkah yaitu: 1. melihat koefisien path dengan pengaruh langsung; 2. melihat kombinasi antara pengaruh langsung dan tidak langsung. Dalam analisis path terdapat pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung, dan pengaruh total. Koefisien (c) pada Gambar 3.3 disebut koefisien penagruh langsung. Sedangkan koefisien pengaruh tidak langsung adalah (a) x (b), dan koefisien pengaruh totalnya adalah (c) + (a x b). Berkut ilustrasi dan penjelasan tentang keberadaan variabel intervening seperti pada Gambar 3.2 berikut.

55

a
A

Variabel Intervening

b
A

Variabel Bebas c
A

Variabel Terikat

Gambar 3.2 Hubungan Variabel Bebas, Variabel Intervening, Dan Variabel Terikat Keterangan: a b c (a) x (b) C + (a x b) = pengaruh langsung = pengaruh langsung = pengaruh langsung = pengaruh tidak langsung = pengaruh total

Model analisis path pada penelitian ini dapat dapat digambarkan sebagai berikut. X1 X3 X2 X1

Gambar 3.3 Model Rancangan Penelitian Keterangan: X1: status sosial ekonomi orang tua X2: pergaulan teman sebaya X3: prestasi belajar ekonomi Y: Perilaku konsumsi Di dalam model di atas variabel exogenousnya adalah variabel X3 dan Y, sedangkan yang menjadi variabel endogenous adalah variabel X1 dan X2.

56

Menurut Solimun (2002), di dalam analisis jalur terdapat beberapa langkah. Langkah-langkah tersebut antara lain sebagai berikut. Langkah pertama adalah merancang model berdasarkan konsep dan teori. Misalnya secara teoritis, variabel X1 dan X2 berpengaruh terhadap X3, variabek X3 berpengaruh terhadap variabel Y, dan variabel Y dipengaruhi oleh variabel X1, X2, dan X3. Model tersebut juga dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan. Sistem persamaan ini ada yang menamakan sistem persamaan simultan, atau ada juga yang menyebut model struktural. Langkah kedua adalah pemeriksaan terhadap asumsi yang melandasi. Analisis yang melandasi analisis path adalah: 1. di dalam model analisis path, hubungan antar variabel adalah linier dan aditif, 2. hanya model rekrusif dapat dipertimbangkan, yaitu hanya sistem aliran kausal ke satu arah. sedangkan pada model yang mengandung kausal resiprokal tidak dapat dilakukan analisis path, 3. variabel endogen minimal dalam skala ukur interval, 4. observed variable diukur tanpa kesalahan (instrumen pengukutan valid dan reliabel), dan 5. model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar berdasarkan teori-teori dan konsep-konsep yang relevan. Langkah ketiga dalam analisis path adalah pendugaan parameter atau penghitungan koefisien path. Penghitungan koefisien path yaitu untuk anah panah bolak-balik koefisiennya merupakan koefisien korelasi, r dihitung seperti biasanya. Untuk anak panah satu arah digunakan penghitungan variabel dibakukan, secara parsial pada masing-masing persamaan. Metode yang

57

digunakan adalah OLS (Ordinary Least Square), yaitu metode kuadrat terkecil biasa. Hal ini dapat dilakukan jika modelnya rekrusif. Dari penghitungan ini diperoleh koefisien path pengaruh langsung. Sedangkan untuk pengaruh tidak langsung dan pengaruh total dapat dihitung dengan cara pengaruh langsung X1 ke Y, pengaruh langsung X2 ke Y, pengaruh X3 ke Y, pengaruh tidak langsung X1 ke Y melalui X3, pengaruh tidak langsung X2 ke Y melalui X3, dan pengaruh total adalah penjumlahan dari pengarug langsung dan seluruh pengaruh tidak langsung. Langkah keempat adalah pemeriksaan validitas model. Sahih tidaknya suatu hasil analisis bergantung pada terpenuhi atau tidaknya asumsi yang melandasi. Terdapat dua indikator validitas model di dalam analisis path, yaitu koefisien determinasi total dan theory triming. Pada theory triming uji validasi koefisie path pada setiap jalur untuk pengaruh langsung adalah sama dengan pada regresi, menggunakan nilai p pada uji t, yaitu pengujian koefisien regresi variabel dibakukan secara parsiil. Berdasarkan theory triming, maka jalur-jalur yang nonsignifikan dibuang, sehingga didapat model uang didukung oleh data empiris. Langkah kelima adalah langkah terakhir pada analisis path, yaitu melakukan interpretasi hasil analisis. Pertama dengan memperhatikan hasil validitas model. Kedua, menghitung pengaruh total dari setiap variabel yang mempunyai pengaruh kausal terhadap variabel terikat. Jika anlisis path telah dilakukan (berdasarkan sampel), maka hal ini dapat dimanfaatkan untuk: 1. penjelasan terhadap fenomena yang dipelajari atau pemasalahan yang diteliti,

58

2. prediksi variabel tergantung berdasarkan nilai variabel bebas, dimana prediksi dalam analisis path ini bersifat kualitatif, 3. faktor determinan, yaitu penentuan variabel mana yang berpengaruh dominan terhadap variabel terikat, dan dapat digunakan untuk menelusuri mekanisme-mekanisme pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, dan 4. pengujian model, menggunakan theory triming, baik untuk uji keajegan konsep yang sudah ada ataupun uji pengembangan konsep baru.

59

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. 1997. Ilmu Sosial Dasar. (Ed. 3). Jakarta: PT Rineka Cipta. Azwar, S. 2002. Sikap Manusia, Teori dan Pngukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Harlock, E.B. 2004. Psikologi Perkembangan. Edisi Kelima. Terjemahan Istiwidayanti. Jakarta: Erlangga. Gagne, E. D. 1885. The Cognitive Psychology of School Learning. Toronto: Little Brown Company. Gerungan, W. A. 1983. Psikologi Sosial Suatu Ringkasan. Jakarta: PT. Eresco. Gilarso, T. 1985. Dunia Ekonomi Kita. Tingkah Laku Konsumen dan Produsen. Yogyakarta: Kanisius. Hamalik, Demar. 1994. Metode Belajar dan Kesulitan Belajar. Bandung: Transito. Mangkunegara, Anwar Prabu. 1998. Perilaku Konsumen. Bandung: PT Presco. Mardjohan, M. 1996. Pendidikan Sistem Ganda Sekolah Menengah Kejuruan Sebagai Wujud Link and Match: Masalah dan Tantangannya. Makalah disampaikan pada Konopsi III di Ujung Pandang 4-7 Maret 1996. Mifflen. J. Frank dan Mifflen. Sidney C. 1989. Sosiologi Pendidikan. Bandung: Tarsito. Munandir. 1973. Penyebaran dan Arus Murid Sekolah Menengah Sebagai Fungsi Prestasi Akademik dan Status Sosial Ekonomi. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: PPs UM. Ngishmawati, Rizzul. 2011. Pengaruh Status Sosial ekonomi Orang Tua, Gaya Hidup Siswa, dan Konformitas Teman Sebaya Terhadap Perilaku Konsumtif Siswa Kelas XI IPS SMA 1 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi UM. Nurgiantoro. 2004. Statistik Untuk Penelitian Sosial. Jogjakarta: Gajag Mada University Press. Poli, Carla. dkk. 1992. Pengantar Ilmu Ekonom. Jakarta: Gramedia. Purwanto, M. N. 1987. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

60

Purwanto, M. N. 1998. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosda Karya. Setiadi, Nugroho J. 2008. Perilaku Konsumen : konsep dan implikasi untuk strategi dan penelitian pemasaran. Jakarta: Kencana. Simamora, Bilson. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Gramedia Pustaka Utama:Jakarta. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Solimun. 2002. Structural Equation Modeling Lisrel & Amos. Malang: Penebit Universitas Negeri Malang. Sudjana, N. 1992. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Sulastri. 2005. Pengaruh Latar Belakang Status Sosial Ekonomi Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Ekonomi Siswa Kelas VIII SMPN 3 Pasuruan. Skripsi Jurusan Ekonomi Pembangunan. Malang: Fakultas Ekonomi UM. Suyani S. 2005. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi dan Jumlah Uang Saku Terhadap Sikap Berekonomi Siswa di MAN 3 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Wahyono, Heri. 2001. Pengaruh Perilaku Ekonomi Kepala Keluarga Terhadap Intensitas Pendidikan Ekonomi di Lingkungan Keluarga. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: PPs UM. Widyayanti. 2007. Faktor faktor Eksternal yang Mempengaruhi Economic Literacy Siswa di SMA Negeri 1 Tempeh, Lumajang. Skripsi Jurusan Ekonomi Pembangunan. Malang: Fakultas Ekonomi UM. Winkel, W. S. 1987. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Garamedia.

61

You might also like