You are on page 1of 12

Unit dasar aktivitas saraf terpadu merupakan lengkung refleks.

Ia terdiri dari suatu organ alat indera, suatu neuron aferen, satu sinap atau lebih di dalam stasiun terpadu sentral atau ganglion simpatis, suatu neuron eferen, serta suatu neuron efektor. Dalam amamalia, hubungan antara neuron somatik aferen dan eferen umumny di dalam otak atau medula spinalis. Neuron aferen masuk melalui redix dorsalis atau saraf otak dan mempunyai badan selnya di dalam ganglia homogen pada saraf otak. Serabut eferen meninggalkan melelui radix ventralis atau saraf otak motorik berhubungan. Prinsip bahwa di dalam medula spinalis, radix dorsalis bersifat sensorik dan di dalam radix ventralis bersifat motorik dikenal sebagai hukum Bell-Magendie (Ganong, 1995: 111).

Gambar. Lengkung Refleks Aktivitas motorik somatik akhirnya tergantung atas pola dan kecepatan pelepasan listrik neuron motorik spinalis dan neuron homolog di dalam inti motorik saraf otak. Neuron ini (jaras umum lazim ke otot rangka) dibom oleh impuls dari susunan jaras yang besar sekali. Ada banyak masukan ke tiap neuron motorik spinalis dari segmen spinalis yang sama. Banyak masukan suprasegmental juga berkonvergensi atas sel ini dari segmen spinalis lain, batang otak dan cortex cerebri. Beberapa masukan ini berakhir langsung pada neuron motorik, tetapi banyak yang menimbulkan efeknya melalui interneuron atau melelui sistem eferen ke gelendong (spindel) otot dan kembali melalui serabut aferen lalu ke medula spinalis. Aktiviitas terpadu masukan majemuk dari tingkat spinalis, medula oblongata, mesenchepalon, dan cortex yang mengatur sikap badan dan memungkinkan gerakan terkoordinasi (Ganong, 1995:187).

Bila suatu otot rangka dengan persarafan utuh diregangkan, maka ia berkontraksi. Respon ini dinamai refleks regang. Rangsangan yang memulai refleks ini adlah regangan otot dan respon ini merupakan kontraksi otot yang diregangkan. Organ indera ini merukana gelondong otot. Impuls yang berasal di dalam gelendong dihantarkan di dalam susunan saraf pusat oleh serabut sensorik cepat yang lewat langsung ke neuron motorikyang mensarafi otot yang sama. Neurotransmiter pada sinap sentral merupakan glutamat. Refleks regang merupakan refleks monosinap yang terbaik dikenal dan diteliti di dalam badan. Contoh klinik dari refleks regang adalah pengetokan tendon patella membangkitkan sentakan lutut, refleks regang musculus quadriceps femoris, karena pengetokan tendo meregangkan otot (Ganong, 1995: 112). I. Pembahasan Pemeriksaan refleks yang dilakukan berupa refleks somatik dan otonom. Pemeriksaan refleks somatik berupa refleks tumit, refleks patellar, refleks bisep, refleks trisep, refleks plantar (babinski), refleks mengejap, refleks pharyngeal; sedangkan pemerriksaan refleks otonom berupa refleks pupillary. Refleks tumit menunjukkan keadaan normal apabila respon yang ditunjukkan berupa plantar fleksi. Refleks patellar menunjukkan nilai normal apabila respon yang ditunjukkan berupa ekstensi tungkai bawah. Refleks bisep menunjukkan keadaan normal apabila respon yang ditunjukkan berupa fleksi lengan bawah. Refleks trisep menunjukkan keadaan normal apabila respon yang ditunjukkan berupa ekstensi lengan bawah. Refleks plantar (babinski) menunjukkan keadaan normal pada dewasa apabila respon yang ditunjukkan berupa kaki diam atau bergerak sejajar, sedangkan normal bagi bayi sampai umur satu tahun yaitu jari-jari kaki meregang atau fleksi ibu jari kaki. Refleks mengejap menunjukkan keadaan normal apabila respon yang ditunjukkan berupa berkedip. Refleks pharyngeal menunjukkan keadaan normal apabila respon yang ditunjukkan berupa mulut menutup atau muntah. Refleks pupillary menunjukkan keadaan normal apabila respon yang ditunjukkan berupa pupil mengecil. Lengkung refleks tersederhana merupakan lengkung dengan sinap tunggal di antara neuron aferen dan eferen. Lengkung demikian bersifat monosinaptik dan refleks yang timbul di dalamnya merupakan refleks monosinaptik. Lengkung refleks yang menempatkan satu interneuron atau lebih di antara neuron aferen dan eferen bersifat polisinaptik, jumlah sinap di dalam lengkung ini bervariasi dari dua sampai beratus-ratus. Pada kedua jenis, tetapi terutama dalam lengkung refleks polisinaptik, aktivitas dimodifikasi oleh fasilitasi ruang dan waktu, penutupan (oklusi), efek pinggir subliminal dan efek lain (Ganong, 1995: 112).

Reseptor berespon terhadap stimulus (rangsangan), yaitu perubahan fisika atau kimia di lingkungan reseptor yang dapat dideteksi. Sebagai respon terhadap rangsangan tersebut, reseptor membentuk potensial aksi yang dipancarkan oleh jalur aferen ke pusat integrasi untuk diolah. Biasanya, sebagai pusat integrasi adalah SSP. Korda spinalis dan batang otak bertanggung jawab untuk mengintegrasikan refleks-refleks dasar, sementara pusat-pusat otak yang lebih tinggi biasanya mengolah refleks-refleks didapat. Pusat integrasi mengolah semua informasi yang datang dari reseptor serta dari masukan lain, kemudian mengambil keputusan mengenai respon yang sesuai. Instruksi dari pusat integrasi disalurkan melalui jalur eferen ke efektor, suatu otot atau kelenjar untuk melaksanakan respon yang diinginkan. Tidak seperti perilaku sadar, yang memiliki beberapa kemungkinan respon, respon refleks dapat diduga karena jalur antara reseptor dan efektor selalu sama (Sherwood, 2001: 142). Tanda atau refleks Babinski adalah suatu refleks patologis. Biasanya kalau sisi lateral telapak kaki digores dari tumit ke arah pangkal jari-jari kaki, melengkung ke medial melintasi kaput-kaput tulang metatarsal, akan terjadi fleksi plantar pada ibu jari kaki. Prosedur ini menguji radiks saraf pada L5-L2. kaki harus digores dengan rangsang yang cukup kuat seperti sebuah kunci. Jangan memakai peniti! Kalau ada penyakit traktus piramidalis, dan gerakan yang telah diuraikan diatas dilakukan, akan terjadi dorsifleksi ibu jari kaki dengan penyebaran jari-jari lainnya. Refleks ini adalah refleks Babinski. Karena tanda Babinski merupakan suatu refleks abnormal, kita hanya mengetakan bahwa ada tanda Babinski, tanda ini tidak pernah tidak ada. Adalah benar bila kita menuliskan refleks plantar sebagai fleksi plantar (normal) atau dorsifleksi (abnormal, Babinski) (Swartz, 1995: 383). Menurut Ganong (1995: 191) kecuali dalam masa bayi, respon normal terhadap rangsangan ini adalah fleksi plantaris semua jari kaki. Refleks hiperaktif merupakan ciri penyakit traktus ekstrapiramidalis. Kelainan elektrolit, hipertiroidisme, dan kelainan metabolik lainnya dapat pula menjadi penyebab refleks hiperaktif. Berkurangnya refleks merupakan cirri kelainan sel kornu anterior dan miopati. Pemeriksa harus selalu mempertimbangkan kekuatan refleks dengan besarnya massa otot. Seorang pasien mungkin mempunyai refleks yang berkurang sebagai akibat penurunan massa ototnya. Pasien dengan hipertiroidisme mengalami penurunan relaksasi setelah suatu refleks tendo profunda, yang disebut refleks tergantung (Swartz, 1995: 378). Cahaya adalah merupakan stimulus utama terjadinya refleks cahaya/pupil. Cahaya yang jatuh pada retina akan menstimulasi sel-sel fotoreseptor di retina. Stimulus ini akan dilanjutkan melalui akson aferen N.Optikus menuju nucleus dilewati oleh serabut-serabut pupilmotor. Pretectal nuclear complex berhubungan secara silang dan tidak silang dengan

nucleus motor parasimpatis Edinger-Westpal yang terdiri dari bagian dorsal nucleus okulomotor. Serabut parasimpatis preganglionik meninggalkan midbrain (otak besar) sebagai menginervasi m.sfingter pupil. Stimulus cahaya pada satu mata, akan menyebabkan terjadinya konstriksi pupil bilateral dan simetris. Dua stimulus utama yang menyebabkan terjadinya konstriksi pupil adalah jatuhnya sinar pada reseptor retina dan refleks melihat dekat dan akomodasi. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan ukuran pupil dan reaksinya. Ukuran pupil dapat berubah menurut umur. Pada neonatus pupil lebih miotik dibandingkan dengan umur decade ke dua (Wulandari, 2003: 6). Dalam melakukan pemeriksaan refleks pada manusia, ada beberapa hal yang menjadikan pemeriksaan ini sulit dan perlu diperhatikan, diantaranya: 1. Menentukkan dan mencari lokasi pemeriksaan sulit, terutama pada bisep dan trisep wanita karena letaknya yang sedikit tersembunyi dari pria. 2. 3. Pemukulan martil refleks pada lokasi yang salah. Saat pemeriksaan, naracoba yang seharusnya tidak sadar akan diperiksa, justru sadar terhadap pemeriksaan yang akan dilakukan (karena dapat mengurangi respon refleks yang akan muncul). 4. Setelah martil diketukkan, martil masih tetap menempel pada permukaan lokasi pemeriksaan (tubuh naracoba).

Manifestasi Klinis Penyakit parkinson adalah gangguan gerakan dengan penyabab yang tidak diketahui. Penyakit ini terutama menyerang neuron-neuron berpigmen yang mnegandung dopamin dari pars kompakta substansia nigra. Ditandai oleh gejala yang timbul secara lambat, tonus otot yang meningkat, dan tremor istirahat. Perlambatan gerakan volunter ditemukan terutama pada awal gerakan berjalan, memutar badan, dan mikrografia. Ekspresi fasial menurun, bicara monoton, volume suara kecil, dan kedipan mata berkurang. Postur tubuh kaku dan pasien berjalan lambat dengan dengan langkah kecil-kecil, dengan ayunan lengan berkurang dan keseimbangan postural menurun. Sering disertai fetsinasi. Tonus abnormal bersifat rigiditas lead-pipe atau cogwheel. Yang paling karakteristik dan seringkali terdapat pada awal penyakit adalah tremor istirahat yang bersifat asimetris, kasar (3-7 siklus per detik), seperti memulung pil (pill-rolling). Tetapi tremor menghilang bila otot berelaksasi total (Mansjoer, 2000: 60). Ataksia Friedreich, menurut Japardi (2002: 4-5) penyakit ini menurun secara resesif dengan perubahan patologis dominan pada kolomna posterior, traktus spinoserebellaris, dan

traktus kortikospinalis. Gejala umumnya timbul pada usia muda, 50% terdapat pada usia kurang dari 10 tahun. Penyakit ini berjalan secara progresif dan biasanya setelah 5 tahun pasien tak dapat berjalan lagi. Laki-laki lebih sering terkena dari pada wanita. Rata-rata usia kematian adalah 26,5 pada penyakit yang diturunkan secara resesif, dan 39,5 tahun pada penyakit yang diturunkan secara dominan. Gejala klinis: 1. Terjadi ataksia sensorik maupun serebeller, terjadi inkoordinasi dari kedua tungkai bawah. Mula-mula pasien sulit berdiri cepat dan berlari, kemudian timbul kelelahan, nyeri pada tungkai, kaku setelah latihan berat. Dapat terjadi kelemahan pada tangan setelah gangguan berjalan, kemudian bicara jadi rero, lambat, tidak jelas dan eksposif, lengan jadi ataksik dan dapat disertai intensio tremor. Akhirnya bicara, bernafas, menelan dan tertawa jadi tak terkoordinasi. 2. Rasa getar dan posisi dapat terganggu selanjutnya rasa raba, suhu dan nyeri terganggu. Romberg positif 3. Reflek tendo kedua tungkai ini menghilang akibat terputusnya jaras sensorik dari lengkung reflek 4. 5. Refleks Babinski + Sering terjadi deformitas pada kaki. Terjadi pes cavus dengan arkus plantar yang tinggidan terjadi retraksi pada sensi jari dan fleksi sendi interphlalang 6. 7. 8. Nystagmus + (biasanya horisontal) Peningkatan reflek rahang Dapat disertai ketulian, vertigo, otik atrofi, kardiopati (pada setengah kasus). Gejala tersebut mirip dengan penyakit degenerasi spinocerebeller yang herediter, tetapi biasanya pada penyakit ini reflek meningkat.

II. KESIMPULAN Kesimpulan yang didapat dari praktikum adalah : 1. Fisiologi refleks pada manusia diperankan oleh lengkung refleks, yang terdiri dari reseptor sensoris, saraf aferen (sensorik), area sentral di SSP, saraf eferen (motorik), dan organ efektor. 2. Pemeriksaan refleks somatik yaitu berupa pemeriksaan refleks tumit, refleks patella, refleks bisep, refleks trisep, refleks plantar (babinski), refleks mengejap, dan refleks pharyngeal; sedangkan pemeriksaan refleks otonom yaitu refleks pupillary.

III. DAFTAR PUSTAKA

Ganong, William F. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta. Japardi, Iskandar. 2002. Penyakit Degeneratif pada Medula Spinalis. Sumatera Utara: USU. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Jakarta: Media Aesculaplus. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta. Sidharta, Priguna. 2005. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Dian Rakyat. Jakarta. Swartz, Mark H. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. EGC. Jakarta. Wulandari, Novi. 2003. Perubahan Pupil Cycle Time Pada Penderita Diabetes Mellitus. Sumatera Utara: USU.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor. [5] Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya berkedip, bersin, atau batuk. [5] Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari reseptor penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima oleh set saraf penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan

ke saraf motor untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini disebut lengkung refleks. Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf penghubung (asosiasi) berada di dalam otak, misalnya, gerak mengedip atau mempersempit pupil bila ada sinar dan refleks sumsum tulang belakang bila set saraf penghubung berada di dalam sumsum tulang belakang misalnya refleks pada lutut. [5] Unit dasar setiap kegiatan reflex terpadu adalah lengkung reflex. Lengkung reflex ini terdiri dari alat indra, serat saraf aferen, satu atau lebih sinaps yang terdapat di susunan saraf pusat atau di ganglion simpatis, serat saraf eferen, dan efektor. Pada mamalia, hubungan (sinaps) antara neuron somatil aferen dan eferen biasanya terdapat di otak atau medulla spinalis. Serat neuron aferen masuk susunan saraf pusat melalui radiks dorsalis medulla spinalis atau melalui nervus kranialis, sedangkan badan selnya akan terdapat di ganglionganglion homolog nervi kranialis atau melalui nervus cranial yang sesuai. Kenyataan radiks dorsalis medulla spinalis bersifat sensorik dan radiks ventralis bersifat motorik dikenal sebagai hokum Bell-Magendie.[1] Kegiatan pada lengkung reflex dimulai di reseptor sensorik, sebagai potensial reseptor yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Potensial reseptor ini akan membangkitkan potensial aksi yang bersifat gagal atau tuntas, di saraf aferen. Frekuensi potensial aksi yang terbentuk akan sebanding dengan besarnya potensial generator. Di system saraf pusat (SSP), terjadi lagi respons yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang, berupa potensial eksitasi pascasinaps (Excitatory Postsynaptic Potential=EPSP) dan potesial inhibisi postsinaps (Inhibitory Postsynaptic Potential=IPSP) di hubungan-hubungan saraf (sinaps). Respon yang timbul di serat eferen juga berupa repons yang bersifat gagal atau tuntas. Bila potensial aksi ini sampai di efektor, terjadi lagi respons yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Bila efektornya berupa otot polos, akan terjadi sumasi respons sehingga dapat mencetuskan potensial aksi di otot polos. Akan tetapi, di efektor yang berupa otot rangka, respons bertahap tersebut selalu cukup besar untuk mencetuskan potensial aksi yang mampu menghasilkan kontraksi otot. Perlu ditekankan bahwa hubungan antara neuron aferen dan eferen biasanya terdapat di system saraf pusat, dan kegiatan di lengkung reflex ini dapat dimodifikasi oleh berbagai masukan dari neuron lain yang juga bersinaps pada neuron eferen tersebut. [1] Lengkung reflex. Paling sederhana adalah lengkung reflex yang mempunyai satu sinaps anatara neuron aferen dan eferen. Lengkung reflex semacam itu dinamakan monosinaptik, dan reflex yang terjadi disebut reflex monosinaptik. Lengkung reflex yang mempunyai lebih dari satu interneuron antara neuron afern dan eferen dinamakan polisanptik, dan jumlah

sinapsnya antara 2 sampai beberapa ratus. Pada kedua jenis lengkung reflex, terutama pada lengkung reflex polisinaptik. Kegiatan refleksnya dapat dimodifikasi oleh adanya fasilitas spasial dan temporal, oklusi, efek penggiatan bawah ambang (subliminal fringe), dan oleh berbagai efek lain. [1] Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh direnggangkan, akan timbul kontraksi. Respons ini disebut reflex renggang. Rangsangannya adalah regangan pada otot, dan responnya berupa kontraksi otot yang direnggangkan. Reseptornya adalah kumparan otot (muscle spindle). Impuls yang timbul akibat peregangan kumparan otot yang dihantarkan ke SSP melalui sera-serat sensorik cepat yang langsung bersinaps dengan neuron motorik otot yang teregang itu. Neurotransmitter di sinaps yang berada di SSP ini adalah glutamate. Reflex-refleks regang merupakan contoh reflex monosimpatik yang paling dikenal dan paling banyak diteliti. [1] Jika suatu otot keseluruhan diregangkan secara pasif, serat-serat intrafusal di dalam gelendong-gelendong otot juga teregang, terjadi peningkatan pembentukan potensial aksi di serat saraf aferen yang ujung-ujung sensoriknya berakhir di serat-serat gelendong yang teregang tersebut. Neuron aferen secara langsung bersinaps dengan neuron motorik alfa yang mempersarafi serat-serat ekstrafusal otot yang sama, sehingga terjadi kontraksi otot itu. Refleks regang (stretch reflex) ini berfungsi sebagai mekanisme umpan balik negative untuk menahan setiap perubahan pasif panjang otot, sehingga panjang optimal dapat dipertahankan.[2] Contoh klasik reflex regang adalah reflex tendon patella atau knee-jerk reflex. Otototot ekstenson lutut adalah kuadriseps femoris, yang membentuk anterior paha dan melekat ke tibia (tulang kering) tepat di bawah lutut melalui tendon patella. Pengetukan tendon ini dengan sebuah palu karet akan secara pasif meregangkan otot-otot kuadriseps dan mengaktifkan reseptor-reseptor gelendongnya. Reflex regang yang terjadi menimbulkan kontraksi otot ekstensor ini, sehingga lutut mengalami ekstensi dan mengangkat tungkai bawah dengan cara yang khas. Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin sebagai penilain pendahuluan fungsi system saraf. Reflex patella yang normal mengindikasikan dokter bahwa sejumlah komponen saraf dan otot-gelendong otot, masukan aferen, neuron motorik, keluaran eferen taut neuromuskulus, dan otot itu sendiri-berfungsi normal. Reflex ini juga mengindikasikan adanya keseimbangan antara masukan eksitorik dan inhibitorik ke neuron motorik dari pusat-pusat yang lebih tinggi di otak.[2] Tujuan utama reflex regang adalah menahan kecenderungan peregangan pasif otot-otot ekstensor yang ditimbulkan oleh gaya gravitasi ketika seseorang berdiri tegak. Setiap kali

sendi lutut cenderung melengkung akibat gravitasi, otot-otot kuadriseps teregang. Kontraksi yang terjadi pada otot ekstensor ini akibat reflex regang dengan cepat meluruskan lutut, menahan tungkai tetap terkstensi, sehingga orang yang bersangkutan tetap berdiri tegak.[2] Stretch dinamis dan statis Stretch Reflex. Itu refleks regangan dapat dibagi menjadi dua komponen: refleks peregangan dinamis dan reflex regangan statis. Dinamis adalah menimbulkan refleks regangan oleh menimbulkan sinyal dinamis ditularkan dari indra utama akhiran dari spindle otot, yang disebabkan oleh peregangan cepat atau unstretch. Artinya, ketika tiba-tiba otot diregangkan atau teregang, sinyal kuat ditularkan ke sumsum tulang belakang; ini seketika kuat menyebabkan refleks kontraksi (atau penurunan kontraksi) dari otot yang sama dari sinyal yang berasal. Jadi, fungsi refleks untuk menentang perubahan mendadak pada otot panjang. Refleks regangan yang dinamis berakhir dalam fraksi detik setelah otot telah menggeliat (atau awalnya) untuk panjang baru, tetapi kemudian yang lebih lemah statis refleks regangan terus untuk waktu yang lama setelahnya. Refleks ini diperoleh oleh statis terus-menerus sinyal reseptor ditularkan oleh kedua primer dan endings.The sekunder pentingnya peregangan statis refleks adalah bahwa hal itu menyebabkan tingkat kontraksi otot

tetap cukup konstan, kecuali jika sistem saraf seseorang secara spesifik kehendak sebaliknya.[3] Yang sangat penting fungsi dari refleks regangan adalah kemampuannya untuk mencegah osilasi atau sentakan pada pergerakan mesin tubuh. Ini adalah fungsi meredam dam memperlancar seperti yang dijelaskan dalam paragraf berikut. Sinyal dari sumsum tulang belakang sering ditularkan ke otot dalam bentuk unsmooth, meningkatkan intensitas untuk beberapa milidetik, kemudian menurun intensitas, kemudian mengubah tingkat intensitas lain, dan begitu seterusnya. [3] Refleks cahaya pada pupil adalah refleks yang mengontrol diameter pupil, sebagai tanggapan terhadap intensitas (pencahayaan) cahaya yang jatuh pada retina mata. Intensitas cahaya yang lebih besar menyebabkan pupil menjadi lebih kecil (kurangnya cahaya yang masuk), sedangkan intensitas cahaya yang lebih rendah menyebabkan pupil menjadi lebih besar ( banyak cahaya yang masuk). Jadi, refleks cahaya pupil mengatur intensitas cahaya yang memasuki mata. [4] Refleks kornea, juga dikenal sebagai refleks berkedip, adalah tanpa sadar kelopak mata berkedip dari yang diperoleh oleh stimulasi (seperti menyentuh atau benda asing) dari kornea, atau cahaya terang, meskipun bisa akibat dari rangsangan perifer. Harus membangkitkan rangsangan baik secara langsung dan respons konsensual (tanggapan dari mata sebaliknya).

Refleks mengkonsumsi pesat sebesar 0,1 detik. Tujuan evolusioner refleks ini adalah untuk melindungi mata dari benda asing dan lampu terang (yang terakhir ini dikenal sebagai refleks optik). [4] Pemeriksaan refleks kornea merupakan bagian dari beberapa neurologis ujian, khususnya ketika mengevaluasi koma. Kerusakan pada cabang oftalmik (V1) dari saraf kranial ke-5 hasil di absen refleks kornea ketika mata terkena dirangsang. Stimulasi dari satu kornea biasanya memiliki respons konsensual, dengan menutup kedua kelopak mata normal.[4] Refleks biseps tes refleks yang mempelajari fungsi dari refleks C5 busur dan untuk mengurangi refleks C6 derajat busur. Tes ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tendon palu untuk dengan cepat menekan tendon biceps brachii saat melewati kubiti fosa. Secara spesifik, tes mengaktifkan reseptor di dalam peregangan otot bisep brachii yang berkomunikasi terutama dengan C5 dan sebagian saraf tulang belakang dengan saraf tulang belakang C6 untuk merangsang kontraksi refleks dari otot biseps dan menyentakkan lengan bawah.[4]

PEMBAHASAN

Pada manusia, ada dua jenis refleks yaitu refleks fisiologis dan patologis. Refleks fisiologis normal jika terdapat pada manusia, sebaliknya refleks patologis normal jika tidak terdapat pada manusia. Refleks fisiologis Pada percobaan refleks kulit perut, orang coba berbaring terlentang dengan kedua lengan terletak lurus samping badan. Kulit di daerah abdomen dari lateral ke arah umbilikus digores dan respon yang terjadi berupa kontraksi otot dinding perut. Namun pada orang lanjut usia dan sering hamil, tidak terjadi lagi kontraksi otot dinding perut karena tonus otot perutnya sudah kendor. Pada refleks kornea atau refleks mengedip, orang coba menggerakkan bola mata ke lateral yaitu dengan melihat salah satu sisi tanpa menggerakkan kepala. Kemudian sisi kontralateral kornea orang coba disentuh dengan kapas yang telah digulung membentuk silinder halus. Respon berupa kedipan mata secara cepat. Pada percobaan tentang refleks cahaya akan dilihat bagaimana respon pupil mata ketika cahaya senter dijatuhkan pada pupil. Ternyata repon yang terjadi berupa kontriksi pupil homolateral dan kontralateral. Jalannya impuls cahaya sampai terjadi kontriksi pupil adalah berasal dari pupil kemudian stimulus diterima oleh N. Opticus, lalu masuk ke

mesencephalon, dan kemudian melanjutkan ke N . Oculomotoris dan sampai ke spingter pupil. Refleks cahay ini juga disebut refleks pupil. Pada percobaan refleks periost radialis, lengan bawah orang coba difleksikan pada sendi tangan dan sedikit dipronasikan kemudian dilakukan pengetukan periosteum pada ujung distal os radii. Jalannya impuls pada refleks periost radialis yaitu dari processus styloideus radialis masuk ke n. radialis kemudian melanjutkan ke N. cranialis 6 sampai Thoracalis 1 lalu masuk ke n. ulnaris lalu akan menggerakkan m. fleksor ulnaris. Respon yang terjadi berupa fleksi lengan bawah pada siku dan supinasi tangan. Respon dari refleks periost ulnaris berupa pronasi tangan. Jalannya impuls saraf berasal dari processus styloideus radialis masuk ke n. radialis kemudian melanjutkan ke N. cranialis 5-6 lalu masuk ke n. radialis lalu akan menggerakkan m. brachioradialis. Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh diregangkan akan timbul kontraksi. Respon ini disebut refleks regang. Rangsangannya adalah regangan pada otot, dan responnya berupa kontraksi otot yang diregangkan. Reseptornya adalah kumparan otot (muscel spindle). Yang termasuk muscle spindle reflex (stretcj reflex) yaitu Knee Pess Reflex (KPR), Achilles Pess Reflex (APR), Refleks Biseps, Refleks Triceps, dan Withdrawl refleks. Pada Knee Pess Reflex (KPR), tendo patella diketuk dengan palu dan respon yang terjadi berupa ekstensi tungkai disertai kontraksi otot kuadriseps. Pada Achilles Pess Refleks (APR), tungkai difleksikan pada sendi lutu dan kaki didorsofleksikan. Respon yang terjadi ketika tendo Achilles diketuk berupa fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastroknemius. Ketika dilakukan ketukan pada tendo otot biseps terjadi respon berupa fleksi lengan pada siku dan supinasi. Sedangkan jika tendo otot triseps diketuk, maka respon yang terjadi berupa ekstensi lengan dan supinasi. Untuk mengetahui fungsi nervus, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan, misalnya untuk memeriksa nervus IX (nervus glossopharingeus) dapat dilihat pada saat spatula dimasukkan ke dalam mulut, maka akan timbul refleks muntah, sedangkan nervus XII dapat dilakukan pemeriksaan pada lidah, dan beberapa nervus dapat diperiksa dengan malihat gerakan bola mata. Nervus penggerak mata antara nervus IV, abduscens, dan oculomotoris. Nervus XI (nervus accesoris) dapat diuji dengan menekan pundak orang coba, jika ada pertahanan, artinya normal. Respon motorik kasar melibatkan seluruh koordinasi sistem saraf. Respon ini dapat dilihat saat orang diminta menunjuk anggota secara bergantian. Orang normal akan menunjuk dengan tepat, sebaliknya orang yang koordinasi sistem sarafnya tidak normal maka dia tidak akan menunjuk dengan tepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. 2. 3. 4. 5.

Sherwood,Lauralee.2001.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.EGC Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC Guyton & Hall.2006.Text Book of Medical Phisiology.Elsevisier Saunders http://en.wikipedia.org/wiki/Reflex http://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/sponsor/SponsorPendamping/Praweda/Biologi/0084%20Bio%202-9c.htm

You might also like