You are on page 1of 6

AKHLAK TERHADAP FAKIR DAN MISKIN

A. Perhatian Islam Terhadap Golongan Fakir Miskin


Al-Quran menyebut kata-kata fakir miskin dalam banyak tempat dan tiap kesempatan yang berhubungan dengan soal pencaharian, harta benda, keuangan, kebaikan dan amal kebajikan. Tujuan Islam ialah menghapus kemiskinan dan mengikisnya habis, sehingga tidak terdapat lagi di atas bumi Allah ini orang fakir yang tersia-sia dan orang miskin yang hidup sengsara. Zakat (Bahasa Arab: ; transliterasi: Zakah) adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syarak. Al-Quran menyebut mereka dalam ayat yang berhubungan dengan ketentuan pembagian zakat: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin. (At-Taubah 60). Dan dalam ayat yang mengenai cara pembagian ghanimah: Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang[613], Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, Kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil. (Al-Anfaal 41). Dan dalam ayat yang menerangkan pembagian fai-i: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. (Al-Hasyr 7). Juga dalam ayat yang mengenai kewajiban beribadah: Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anakanak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[294], dan teman sejawat, Ibnu sabil[295] dan hamba sahayamu. (An-Nisaa 36). Dan ayat yang mengenai pokok-pokok kebaktian: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya. (Al-Baqarah 177). Juga tidak dilupakan waktu menyebut haknya sanak kerabat: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan. (Al-Isra 26). Dan tatkala menceritakan sifat-sifat orang saleh, disebut pula bahwa di antara sifat-sifat terpuji itu, ialah memberi makan kepada orang miskin:

Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. (Al-Insan 8). Bagi orang-orang miskin ditentukan hak dalam zakat fitrah, supaya mereka turut ber-ied seperti lain-lain saudaranya. Demikian pula mereka ditentukan haknya dalam kurban yang dilakukan orang pada iedul-adh-ha dan dalam apa yang dihadiahkan kepada Kabah: Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.(Al-Hajj 28). Dan pada ayat tentang kaffarah pun fakir miskin disebut: Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang miskin, Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka. (Al-Maidah 89). Juga pada ayat tentang kaffarahnya dzihar: Maka siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya) memberi Makan enam puluh orang miskin. (Al-Mujadalah 4). Dan ayat tentang fidyahnya puasa: Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], Maka Itulah yang lebih baik baginya. (Al-Baqarah 184). Juga dalam ayat tentang haji: Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), Maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. (Al-Baqarah 196). Bahkan rahmat dan inayah Tuhan kepada orang-orang miskin demikian besarnya sampai-sampai Dia mengutus seorang wali daripada hamba-hamba pilihan-Nya untuk membantu menyelamatkan bahtera orang-orang miskin dari rampasan seorang raja yang dzalim, sebagaimana diceritakan dalam kisah Nabi Musa: Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. (Al-Kahfi 79). Dan Allah menyebut pula betapa Dia telah membinasakan kebun-kebun orang-orang yang mengingkari haknya orang-orang miskin: Sesungguhnya Kami telah mencobai mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah mencobai pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil)nya di pagi hari, dan mereka tidak menyisihkan (hak fakir miskin), lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur, Maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita, lalu mereka panggil memanggil di pagi hari: "Pergilah diwaktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya". Maka Pergilah mereka saling berbisik-bisik. "Pada hari ini janganlah ada seorang miskinpun masuk ke dalam kebunmu". Dan Berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) Padahal mereka (menolongnya). Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata: "Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan), bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya)". Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: "Bukankah aku telah

mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?" Mereka mengucapkan: "Maha suci Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang zalim". Lalu sebahagian mereka menghadapi sebahagian yang lain seraya cela mencela. Mereka berkata: "Aduhai celakalah kita; Sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas". Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; Sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dati Tuhan kita. (Al-Qalam 17-32).

B. Kewajiban negara terhadap fakir miskin


Negara berkewajiban melindungi para fakir miskin yang berada di daerah kekuasaannya dan bertanggung jawab atas keselamatan dan kelestarian hidup mereka. Dan untuk memenuhi kewajiban itulah sejarah Islam mencatat bahwa Saiyidina Abubakar, khalifah pertama, telah mengangkat senjata terhadap orangorang yang mengingkari kewajiban berzakat dan enggan memenuhinya. Berkatalah beliau: Demi Allah, andaikan orang-orang enggan menyerahkan kepadaku sepotong iqal (tali) seperti yang biasa mereka serahkannya kepada Rasulullah (guna kewajiban zakat), niscaya aku akan memerangi mereka karena pengingkaran itu. Dan demi Allah berkata selanjutnya Abubakar r.a., Aku akan memerangi orangorang yang membeda-bedakan antara kewajiban shalat dan kewajiban zakat, karena zakat itu adalah haknya harta. Berkata Ibnu Hazm: Menjadi kewajiban atas orang-orang kaya dari suatu negara untuk memenuhi kebutuhan para fakirmiskinnya. Penguasa negara dapat memaksakan kewajiban itu kepada mereka, jika hasil uang zakat maupun simpana Baitul-mal tidak mencukupi untuk menutup kebutuhan itu, yang mencakup kebutuhan sandang, pangan dan temapt berteduh. Berfirman Alah swt.: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan. (Al-Isra 26) Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. (An-Nisa 36). Maka Allah telah mewajibkan pemberian haknya orang miskin, anak yatim, ibnussabil dan haknya hamba-sahaya. Juga Allah mewajibkan orang berbuat baik dan berlaku sopan terhadap kedua bapak-ibu, dan kepada para kerabat yang dekat maupun yang jauh. Allah swt. berfirman: "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak Termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan Kami tidak (pula) memberi Makan orang miskin. (Al-Muddatsir 42-44). Dalam ayat tersebut Allah telah menggandengkan kewajiban shalat dengan kewajiban memberi makan kepada orang miskin. Bersabda Rasulullah saw.:

.
Barangsiapa tidak mengasihi orang, ia tidak dikasihi oleh Allah.

Maka barangsiapa mempunyai kelebihan makanan atau pakaian dan membiarkan sesama saudara muslimnya yang dia ketahui berada dalam keadaan lapar dan tidak berpakaian tidak ditolong, maka ia termasuk orang yang tidak mengasihi sesama manusianya. Berkata Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:


Seorang muslim saudara bagi sesama muslim, tidak boleh menganiayanya atau membiarkannya (tidak ditolong). Artinya jika ia membiarkannya kelaparan atau tidak berpakaian padahal ia dapat menolongnya maka ia telah menyalahi maksud hadits tersebut. Berkata Abu Said Alkhudari bahwa Rasulullah saw. bersabda:


Barangsiapa mempunyai kelebihan kendaraan hendaklah memberikannya kepada orang yang tidak mempunyai kendaraan dan barangsiapa mempunyai kelebihan makanan bekal hendaklah memberikan kepada yang tidak mempunyai bekal. Seterusnya Rasulullah menyebut beberapa macam benda sehingga kita mengira bahwa kita tidak berhak lagi atas segala apa yang berupa sisa, kata Abu Said. Berkata Abu Musa Al-Asyari r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:


Pada harta milik ada hak-hak lain di samping hak zakat. Berkata Asysyabi, Mujahid dan Thawus: Tidak halal-lah bagi seorang muslim dalam keadaan terpaksa memakan bangkai atau daging babi jika ia masih bisa mendapat sisa makanan pada sahabatnya yang muslim atau sahabatnya yang kafir dzimmi. Karena wajiblah orang yang masih mempunyai makanan itu memberi makan seorang yang lapar. Bahkan jika ia menolak untuk memberi makan, dalam keadaan yang demikian itu, dan sampai di bunuh oleh si lapar, maka ia termasuk golongan penganiayaan yang diizinkan oleh Allah untuk dibunuhnya, sebagaimana tercantum dalam ayat ini:


Berilah makan kepada orang yang lapar, jenguklah orang yang sakit dan lepaskanlah orang yang ditawan. Berkata Ali r.a.: Sesungguhnya Allah swt. telah menentukan haknya orangorang fakir dalam harta orang-orang kaya, maka jika orang-orang fakir itu sampai kelaparan atau tidak berpakaian atau hidup sengsara, dikarenakan penolakan orang-orang kaya memberi pertolongan dan penguluran tangan, menjadi haknya

Allah minta pertanggung jawab di hari kiamat serta mengazab mereka atas pelanggaran itu. Berkata Ibnu Umar r.a.: Kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. (Al-Hujurat 9). Maka orang yang menolak menyerahkan hak kepada yang empunya, ia berarti memperkosa haknya sahibulhak dan karena itu ia termasuk golongan yang menganiaya yang diizinkan oleh Allah untuk diperangi. Dan dengan alasan itu pulalah Saiyidina Abubakar Assiddiq mengangkat senjata dan memerangi orangorang murtad yang menolak mengeluarkan zakat, setelah Rasulullah saw. wafat.

C. Anjuran bersedekah dalam Islam


Agama Islam menganjurkan para penganutnya untuk berlomba-lomba bersedekah dan membelanjakan harta untuk amal-amal sosial. Rasa solidaritas dan gotong royong dipupuk dan ditanamkan dalam hati dan jiwa kaum muslimin melalui ayat-ayat Quran dan hadits-hadits Rasulullah sebagaimana difirmankan oleh Allah swt.: Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (Al-Baqarah 245). Ayat ini menetapkan bahwa orang yang memberi harta dan atau pertolongan kepada orang yang butuh dan yang tidak punya, ia sebenarnya memberi pinjaman kepada Allah dan berhubungan dengan Dia, dan bahwa Dialah yang akan membayarnya kembali berlipat ganda berupa barakah dan pertumbuhan rezki. Barakah dan pertumbuhan rezki itu dijelaskan dalam ayat tersebut di bawah: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha mengetahui.(Al-Baqarah 261). Seirama dengan maksud ayat tersebut di atas bersabdalah Rasulullah saw.:

.
Barangsiapa bersedekah dengan senilai sebuah kurma, yang dikeluarkannya dari harta yang baik (halal) dan Allah tidak menerima melainkan barang yang baik, maka Allah akan menerima sedekah itu dengan kanan-Nya, lalu dipeliharanya seperti salah seorang daripada kamu memelihara anak ontanya sampai menjadi besar dan gunung. Sesungguhnya harta kekayaan itu adalah barang titipan yang dititipkan oleh Allah kepada orang-orang yang memilikinya dan yang sewaktu-waktu dapat dicabut daripadanya. Pemilik-pemilik itu adalah sebagai penguasa Allah atas harta milik itu untuk digunakannya bagi menutup kebutuhan orang-orang yang butuh dan

meringankan kesengsaraan orang-orang yang menderita serta membelanjakannya pada usaha-usaha sosial yang ada hubungannya dengan kepentingan umum dan hajat hidup orang banyak dan yang dapat memberi kehidupan yang layak dan tingkat kesejahteraan yang tinggi bagi umat dan negara. Tujuan agama Islam yang utama ialah membersihkan masyarakat dan pergaulan hidup umat manusia dari noda kemiskinan dan kemelaratan dengan menaruh perhatian yang cermat terhadap para fakir miskin dan memberi pelayanan dan pemeliharaan yang seksama kepada mereka sebagai sesama manusia yang wajib tolong menolong agar dapat hidup layak seabagai sesama warga masyarakat yang berguna dan berpotensi. Kebutuhan jasmani dan rohani mereka harus dicukupi agar tubuh-tubuh mereka tetap kuat dan bertenaga, hati mereka tetap berdenyut dan jiwa mereka tetap bebas tidak tertekan dan rasa harga diri mereka tidak tersentuh. Janganlah karena kemiskinan, mereka dipandang dan diperlakukan lebih rendah daripada warga masyarakat yang lain, karena mereka sebagai sesama manusia memiliki juga bakat, kecerdasan, kecakapan dan potensi yang dapat mengantar mereka mencapai puncak prestasi dalam bidang apa pun, asal saja mereka diberi kesempatan yang serupa dengan kesempatan yang diperoleh oleh warga-warga yang lain. Tiap bangsa dan tiap umat tidak sunyi dari warga-warga yang fakir dan miskin, warga-warga yang lumpuh badaniah atau rohaniah, dan biasanya merepa itu merupakan mayoritas, sehingga apabila ditinggalkan mereka hanya berserah diri kepada nasib dan tidak mendapat uluran tangan yang mengangkat mereka dari garis hidup mereka yang menyedihkan itu, maka niscaya mereka akan merupakan beban yang berat dan noda yang memalukan bagi umat dan bangsanya. Sesungguhnya agama Islam dengan ajaran-ajarannya yang diwahyukan oleh Allah swt. kepada Rasul-Nya, jauh telah mendahului ajaran-ajaran dan teori-teori yang diciptakan oleh manusia di bidang ketata-masyarakatan. Ajaran-ajaran Islam menjamin terciptanya kemakmuran yang merata dalam sesuatu masyarakat dan kerukunan yang harmonis di antara sesama warganya.

You might also like