You are on page 1of 17

Pengertian Pancasila Secara Etimologis

Secara Etimologis, istilah Pancasila berasasl dari bahasa Sansekerta dari India. Menurut Muhammad Yamin kata Pancasila dari bahasa Sansekerta memiliki dua arti secara leksikal, yaitu : Panca artinya lima Syila (vocal I pendek) artinya batu sendi, alas atau dasar senonoh Kata sila kemudian muncul dalam bahasa Indonesia susila yang memiliki hubungan dengan moralitas. Dengan demikian Secara Etimologi kata

Syiila (vocal I panjang) artinya peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang

Pancasila dalam artian Syila (vocal I pendek) berarti : berbatu sendi lima atau dasar yang memiliki lima unsur, sedangkan Syiila ( vocal I panjang) bermakna 5 (lima) aturan tingkah laku yang penting. (Kaelan : 21)Dengan demikian secara harfiah Pancasila dapat dijabarkan dalam dua kata, yakni panca yang berarti lima dan sila berarti dasar. Perkataan Pancasila mula-mula dipakai dalam kepustakaan Budha di India. Ajaran Budha bersumber dari 3 (tiga) Kitab Sucih, yakni : Suttha Pitaka, Abhidama Pitaka dan Vinaya Pitaka. Dalam agama Budha dikenal ajaran-ajaran Moral untuk mencapai Nirwana. Ajaran-ajaran moral tersebut meliputi : Dasasyiila, SaptaSyiilaa dan Pancasyiila. Khusus mengenai Pancasyiila dalam Ajaran Budha merupakan 5 (lima) aturan/larangan (five moral principles) yang harus ditaati dan oleh penganut biasa atau awam, yaitu : 1. Panatipada veramani sikhapadam samadiyani (=jangan mencabut nyawa makhluk hidup/ dilarang membunuh) 2. Dinna dana veramani sikhapadam samadiyani (= jangan mengambil barang yang tidak diberikan/ dilarang mencuri)

3.

Kameshu micchacara veramani sikhapadam samadiyani (= jangan melakukan hubungan kelamin/ jangan berjinah)

4. Musawada veramani sikhapadam samadiyani (= jangan berkata-kata palsu/ dilarang berdusta) 5. Sura merayu masjja pamada tikana veramani (=jangan minum minuman yang menghilangkan pikiran/ dilarang mabuk) Perkembangan selanjutnya ketika masuknya agama Budha dan Hindu ke Indonesia maka ajaran Pancasila versi Budha (Budhisme) inipun masuk ke dalam kepustakaan Jawa di jaman kerajaan Majapahit. Dimasa pemerintahan Gadjah Mada kata Pancasila ditemukan dalam keropak Nagarakertagama berupa kakawin (syair pujian) yang berbunyi : Yatntgegwani pancasyila kertasangskarbhisekkaka krama (=Raja menjalankan dengan setia lima pantangan). Demikian juga di dalam buku Sutasoma terdaapat istilah Pancakrama yang berarti Lima Dasar Tingkah Laku, yang meliputi :

1. Tidak boleh melakukakan kekerasan (Ahimsa) 2. Tidak boleh mencuri (Asteya) 3. Tidak boleh berjiwa dengki (Indriya nigraha) 4. Tidak boleh berbohong (Amrsawada) 5. Tidak bolek mabuk minuman keras (Dama) (H.Subandi Almarsudi : 2) Dalam buku Sutasoma inilah terdapat semboyan; Bhinneka Tunggal Ika yang sampai sekarang digunakan sebagai motto lambang negara.

Setelah masuknya agama Islam dan runtuhnya kerajaan Majapahit, sisasisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih dikenal di dalam masyarakat Jawa, yang disebut dengan lima larangan/pantangan moralitas, yaitu : - Mateni = membunuh - Maling = mencuri -Madon = berzina - Mabok = meminum minuman keras - Main = berjudi

B. Pengertian Pancasila Secara Historis


Pengertian Pancasila secara historis diawali ketika BPUPKI mengadakan sidang I (tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945) untuk membahas calon rumusan dasar Negara Indonesia yang nantinya akan dibentuk.Pada masa sidang BPUPKI inilah pada tanggal 1 Juni 1945 Ir Soekarno menyampaikan pidatonya (tampa teks) mengenai calon rumusan dasar Negara Indonesia yang diberi nama Pancasila Rumusan Pancasila yang disampaikan Ir. Soekarno pada pidato tersebut adalah: 1. Kebangsaan Indonesia (Nasionalisme) 2. Perikemanusiaan (Internasionalisme) 3. Mufakat (Demokrasi) 4. Kesejahteraan social, dan 5. Ketuhanan yang berkebudayaan. (Kaelan : 25) Menurut Soekarno ke lima tersebut dapat diperas menjadi Tri Sila yang rumusannya : 1. Sosio Nasional, yakni Nasionalisme dan Internasionalisme 2. Sosio Demokrasi, yakni Demokrasi dan Kesejahteraan Rakyat

3. KeTuhanan Yang Maha Esa Selanjutnya menurut Soekarno Tri Sila masih dapat diperas menjadi Eka Sila atau Satu Sila yang intinya adalah Gotong-Royong. C. Pengertian Pancasila Secara Terminologi Setelah diproklamirkannya kemerdekaan R.I, PPKI mengadakan sidang keesokan harinya 18 Agustus 1945. Dalam sidang inilah PPKI berhasil mengesahkan UUD 1945 yang terdiri dari dua bagian yakni Pembukaan 4 alinea dan Batang Tubuh yang terdiri dari 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan dan 2 ayat tambahan, (setelah naskah resmi UUD 1945 dimuat dan disiarkan di dalam Berita Negara RI tgl 15 Februari 1946 ditambahkan dengan Penjelasan yang menjadi bagian daripadanya). Dalam Pembukaan alinea IV, dicantumkan Pancasila sebagai berikut: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam rumusan

permusyawaratan/perwakilan 5. Keadila social bagi seluruh rakyat Indonesia Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia setelah 18 Agustus 1945, terdapat pula rumusan-rumusan Pancasila yang lain : a. Dalam Konstitusi RIS yang berlaku sejak 29 Desember 1949 s/d 17 Agustus 1950 tercantum rumusan Pancasila sbb : (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (2) Peri Kemanusiaan (3) Kebangsaan (4) Kerakyatan

(5) Keadilan Sosial b. Dalam UUDS 1950 yang mulai berlaku 17 Agustus 1950 s/d 5 Juli 1959 tercantum rumusan Pancasila yang sama sebagaimana pada Konstitusi RIS c. Di kalangan rakyat beredar beranega ragam rumusan Pancasila, di antaranya : (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (2) Perikemanusiaan (3) Kebangsaan (4) Kedaulatan rakyat (5) Keadilan sosial Dari berbagai rumusan Pancasila sebagaimana disebutkan di atas, yang dinyatakan sah dan benar secara konstitusional adalah rumusan yang tercantum dalam Pembukaan UUD. Perkembangan terakhir dengan Dektrit Presiden 5 Juli 1959 dinyatakan kembali ke UUD 1945 dan berlaku hingga sekarang. Hal ini diperkuat dengan Tap MPRS no.XX/MPRS/1966 dan Inpres No.12 13 April 1968yang menegaskan bahwa : pengucapan, penulisan dan rumusan Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia yang sah dan benar adalah sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

Tata urutan perundang-undangan yang saat ini berlaku telah diatur dalam Undang-undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan peraturan perundangan (pasal 7) sbb : a. UUD 1945 b. UU/Perpu c. Peraturan Pemerintah d. Peraturan Presiden e. Perda

AB I PENDAHULUAN

Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 dan secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, kemudian diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945. Dalam sejarahnya, eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung dibalik legitimasi ideologi negara Pancasila. Dengan lain perkataan, dalam kedudukan yang seperti ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu. Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang sedang dilanda oleh arus krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitas dirinya sebagai dasar negara ataupun ideologi, namun demikian perlu segera kita sadari bahwa tanpa suatu platform dalam format dasar negara atau ideologi maka suatu bangsa mustahil akan dapat survive dalam menghadapi berbagai tantangan dan ancaman. Berdasarkan kenyataan tersebut di atas gerakan reformasi berupaya untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang hal ini direalisasikan melalui Ketetapan Sidang Istimewa MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P-4 dan sekaligus juga pencabutan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut sekaligus juga mencabut mandat MPR yang diberikan kepada Presiden atas kewenangan untuk membudayakan Pancasila melalui P-4 dan asas tunggal Pancasila. Monopoli Pancasila demi kepentingan kekuasaan oleh penguasa inilah yang harus segera diakhiri, kemudian dunia pendidikan tinggi memiliki tugas untuk mengkaji dan memberikan pengetahuan kepada semua mahasiswa untuk benar-benar mampu memahami Pancasila secara ilmiah dan obyektif. Dampak yang cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh para penguasa pada masa lampau, dewasa ini banyak kalangan elit politik serta sebagian masyarakat beranggapan bahwa Pancasila merupakan label politik Orde Baru. Sehingga mengembangkan serta mengkaji Pancasila dianggap akan mengembalikan kewibawaan Orde Baru. Pandangan sinis serta upaya melemahkan ideology Pancasila berakibat fatal yaitu melemahkan kepercayaan

rakyat yang akhirnya mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, contoh: kekacauan di Aceh,Kalimantan, Sulawesi, Ambon , Papua, dll. Berdasarkan alasan tsb diatas, maka tanggung jawab kita bersama sebagai warga negara untuk selalu mengkaji dan mengembangkan Pancasila setingkat dengan idelogi/paham yang ada seperti Liberalisme, Komunisme, Sosialisme.

A. Landasan Pendidikan Pancasila


a. Landasan Historis Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai jaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa Indonesia berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Oleh para pendiri bangsa kita (the founding father) dirumuskan secara sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip (sila) dan diberi nama Pancasila. Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan pandangan hidup yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di tengah masyarakat internasional. Hal ini dapat terlaksana dengan kesadaran berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa. Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilainilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila.

b.

Landasan Kultural

Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukanlah merupakan hasil konseptual seseorang saja melainkan merupakan suatu hasil karya bangsa Indonesia sendiri yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki melalui proses refleksi filosofis para pendiri negara. Oleh karena itu generasi penerus terutama kalangan intelektual kampus sudah seharusnya untuk mendalami serta mengkaji karya besar tersebut dalam upaya untuk melestarikan secara dinamis dalam arti mengembangkan sesuai dengan tuntutan jaman.

c.

Landasan Yuridis

Landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi diatur dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 39 menyatakan : Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan. Demikian juga berdasarkan SK Mendiknas RI, No.232/U/2000, tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa kelompok Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi, yang terdiri atas Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan. Sebagai pelaksanaan dari SK tersebut, Dirjen Pendidikan Tinggi mengeluarkan Surat Keputusan No.38/DIKTI/Kep/2002, tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK). Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa kompetensi kelompok mata kuliah MPK bertujuan menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia intelektual. Adapun rambu-rambu mata kuliah MPK Pancasila adalah terdiri atas segi historis, filosofis, ketatanegaraan, kehidupan berbangsa dan bernegara serta etika politik. Pengembangan tersebut dengan harapan agar mahasiswa mampu mengambil sikap sesuai dengan hati nuraninya, mengenali masalah hidup terutama kehidupan rakyat, mengenali perubahan serta mampu memaknai peristiwa sejarah, nilai-nilai budaya demi persatuan bangsa.

d.

Landasan Filosofis

Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa Indonesia, oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara konsisten merealisasikan dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan obyektif bahwa manusia adalah mahluk Tuhan YME. Setiap aspek penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila termasuk sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu dalam realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi dewasa ini merupakan suatu keharusan bahwa Pancasila merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan

kenegaraan, baik dalam pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan.

B. Tujuan Pendidikan Pancasila


Dengan mempelajari pendidikan Pancasila menghasilkan peserta didik dengan sikap dan perilaku : 1. 2. 3. 4. diharapkan untuk

Beriman dan takwa kepada Tuhan YME Berkemanusiaan yang adil dan beradab Mendukung persatuan bangsa Mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan individu/golongan 5. Mendukung upaya untuk mewujudkan suatu keadilan social dalam masyarakat. Melalui Pendidikan Pancasila warga negara Indonesia diharapkan mampu memahami, menganalisa dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional dalam Pembukaan UUD 1945.

C. Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah


Pancasila termasuk Filsafat Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah harus memenuhi syarat-syarat ilmiah, menurut Ir. Poedjowijatno dalam bukunya Tahu dan Pengetahuan mencatumkan syarat-syarat ilmiah sebagai berikut : berobyek bermetode bersistem bersifat universal

1. Berobyek Dalam filsafat, ilmu pengetahuan dibedakan antara obyek forma dan obyek materia. Obyek materia Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila. Pancasila dapat dilihat dari berbagai sudut pandang misalnya : Moral (moral Pancasila), Ekonomi (ekonomi Pancasila), Pers (Pers Pancasila), Filsafat (filsafat Pancasila), dsb. Obyek Materia Pancasila adalah suatu obyek yang merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian Pancasila baik yang bersifat empiris maupun non empiris. Bangsa Indonesia sebagai kausa materia (asal mula nilai-nilai Pancasila), maka obyek materia pembahasan Pancasila adalah bangsa Indonesia dengan segala aspek budaya

dalam bermayarakat, berbangsa dan bernegara. Obyek materia empiris berupa lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-benda sejarah dan budaya, Lembaran Negara, naskah-naskah kenegaraan, dsb. Obyek materia non empiris non empiris meliputi nilai-nilai budaya, nilai-nilai moral, nilai-nilai religius yang tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola budaya.

2. Bermetode Metode adalah seperangkat cara/sistem pendekatan dalam rangka pembahasan Pancasila untuk mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat obyektif. Metode dalam pembahasan Pancasila sangat tergantung pada karakteristik obyek forma dan materia Pancasila. Salah satu metode adalah analitico syntetic yaitu suatu perpaduan metode analisis dan sintesa. Oleh karena obyek Pancasila banyak berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan obyek sejarah maka sering digunakan metode hermeneutika yaitu suatu metode untuk menemukan makna dibalik obyek, demikian juga metode koherensi historis serta metode pemahaman penafsiran dan interpretasi. Metode-metode tersebut senantiasa didasarkan atas hukum-hukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan.

3. Bersistem Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan sesuatu yang bulat dan utuh. Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan antara bagian-bagian saling berhubungan baik hubungan interelasi (saling hubungan maupun interdependensi (saling ketergantungan). Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus merupakan suatu kesatuan dan keutuhan (majemuk tunggal) yaitu ke lima sila baik rumusan, inti dan isi dari sila-sila Pancasila merupakan kesatuan dan kebulatan.

4. Universal Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal artinya kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, keadaan, situasi, kondisi maupun jumlah. Nilai-nilai Pancasila bersifat universal atau dengan kata lain intisari, esensi atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakekatnya bersifat universal.

Tingkatan Pengetahuan Ilmiah

Tingkat pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti tingkatan dalam hal kebenarannya namun lebih menekankan pada karakteristik pengetahuan masing-masing. Tingkatan pengetahuan ilmiah sangat ditentukan oleh macam pertanyaan ilmiah sbb : Deskriptif suatu pertanyaan bagaimana Kausal Normatif Essensial suatu pertanyaan mengapa suatu pertanyaan kemana suatu pertanyaan apa

1. Pengetahuan Deskriptif Pengetahuan deskriptif yaitu suatu jenis pengetahuan yang memberikan suatu keterangan, penjelasan obyektif. Kajian Pancasila secara deskriptif berkaitan dengan kajian sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai Pancasila serta kajian tentang kedudukan dan fungsinya.

2. Pengetahuan Kausal Pengetahuan kausal adalah suatu pengetahuan yang memberikan jawaban tentang sebab akibat. Kajian Pancasila secara kausal berkaitan dengan kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi 4 kausa yaitu kausa materialis, kausa formalis, kausa efisien dan kausa finalis. Selain itu juga berkaitan dengan Pancasila sebagai sumber nilai, yaitu Pancasila sebagai sumber segala norma.

3. Pengetahuan Normatif Pengetahuan normatif adalah pengetahuan yang berkaitan dengan suatu ukuran, parameter serta norma-norma. Dengan kajian normatif dapat dibedakan secara normatif pengamalan Pancasila yang seharusnya dilakukan (das sollen) dan kenyataan faktual (das sein) dari Pancasila yang bersifat dinamis.

4. Pengetahuan Esensial
Pengetahuan esensial adalah tingkatan pengetahuan untuk menjawab suatu pertanyaan yang terdalam yaitu pertanyaan tentang hakekat sesuatu. Kajian Pancasila secara esensial pada hakekatnya untuk mendapatkan suatu pengetahuan tentang intisari/makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila (hakekat Pancasila).

Lingkup Pembahasan Pancasila Yuridis Kenegaraan

Pancasila yuridis kenegaraan meliputi pembahasan Pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar negara Republik Indonesia, sehingga meliputi pembahasan bidang yuridis dan ketatanegaraan. Realisasi Pancasila dalam aspek penyelenggaraan negara secara resmi baik yang menyangkut norma hukum maupun norma moral dalam kaitannya dengan segala aspek penyelenggaraan negara. Tingkatan pengetahuan ilmiah dalam pembahasan Pancasila yuridis kenegaraan adalah meliputi tingkatan pengetahuan deskriptif, kausal dan normatif. Sedangkan tingkat pengetahuan essensial dibahas dalam bidang filsafat Pancasila, yaitu membahas sila-sila Pancasila sampai inti sarinya, makna yang terdalam atau membahas sila-sila Pancasila sampai tingkat hakikatnya.

D. Beberapa Pengertian Pancasila


Kedudukan dan fungsi Pancasila jika dikaji secara ilmiah memiliki pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, ideologi negara dan sebagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya, terdapat berbagai macam terminologi yang harus kita deskripsikan secara obyektif. Oleh karena itu untuk memahami Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun peristilahannya maka pengertian Pancasila meliputi :

1. Pengertian Pancasila secara Etimologis Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dari India, menurut Muhammad Yamin dalam bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti secara leksikal, yaitu : Panca artinya lima Syila Syiila artinya batu sendi, alas, dasar artinya peraturan tingkah laku yang baik/senonoh

Secara etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang memiliki arti secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur. Kata Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India. Dalam ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan

melalui samadhi dan setiap golongan mempunyai kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut adalah Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila. Pancasyiila menurut Budha merupakan lima aturan (five moral principle) yang harus ditaati, meliputi larangan membunuh, mencuri, berzina, berdusta dan larangan minum-minuman keras. Melalui penyebaran agama Hindu dan Budha, kebudayaan India masuk ke Indonesia sehingga ajaran Pancasyiila masuk kepustakaan Jawa terutama jaman Majapahit yaitu dalam buku syair pujian Negara Kertagama karangan Empu Prapanca disebutkan raja menjalankan dengan setia ke lima pantangan (Pancasila). Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam tersebar, sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih dikenal masyarakat Jawa yaitu lima larangan (mo limo/M5) : mateni (membunuh), maling (mencuri), madon (berzina), mabok (minuman keras/candu), main (berjudi).

2. Pengertian Pancasila Secara Historis Sidang BPUPKI pertama membahas tentang dasar negara yang akan diterapkan. Dalam sidang tersebut muncul tiga pembicara yaitu M. Yamin, Soepomo dan Ir.Soekarno yang mengusulkan nama dasar negara Indonesia disebut Pancasila. Tanggal 18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945 termasuk Pembukaannya yang didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip sebagai dasar negara. Walaupun dalam Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah/kata Pancasila, namun yang dimaksudkan dasar negara Indonesia adalah disebut dengan Pancasila. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan rumusan dasar negara yang secara spontan diterima oleh peserta sidang BPUPKI secara bulat. Secara historis proses perumusan Pancasila adalah : a. Mr. Muhammad Yamin Pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato mengusulkan lima asas dasar negara sebagai berikut : 1. Peri Kebangsaan 2. Peri Kemanusiaan 3. Peri Ketuhanan 4. Peri Kerakyatan 5. Kesejahteraan Rakyat Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis mengenai rancangan UUD RI yang di dalamnya tercantum rumusan lima asas dasar negara sebagai berikut : 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kebangsaan persatuan Indonesia

3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan permusyawaratan perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

dalam

b. Mr. Soepomo Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan lima dasar negara sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. Persatuan Kekeluargaan Keseimbangan lahir dan bathin Musyawarah Keadilan rakyat

c. Ir. Soekarno Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan dasar negara yang disebut dengan nama Pancasila secara lisan/tanpa teks sebagai berikut : 1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia 2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan 3. Mufakat atau Demokrasi 4. Kesejahteraan Sosial 5. Ketuhanan yang berkebudayaan Selanjutnya beliau mengusulkan kelima sila dapat diperas menjadi Tri Sila yaitu Sosio Nasional (Nasionalisme dan Internasionalisme), Sosio Demokrasi (Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat), Ketuhanan yang Maha Esa. Adapun Tri Sila masih diperas lagi menjadi Eka Sila yang intinya adalah gotong royong . d. Piagam Jakarta Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI (Panitia Sembilan) yang menghasilkan Piagam Jakarta dan didalamnya termuat Pancasila dengan rumusan sebagai berikut : 1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 3. Pengertian Pancasila Secara Terminologis

Dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut : Ketuhanan Yang Maha Esa Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia. Namun dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dalam upaya bangsa Indonesia mempertahankan proklamasi dan eksistensinya, terdapat pula rumusan-rumusan Pancasila sebagai berikut : a. Dalam 1950) 1. 2. 3. 4. 5. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (29 Desember 17 Agustus Ketuhanan Yang Maha Esa Peri Kemanusiaan Kebangsaan Kerakyatan Keadilan Sosial 1. 2. 3. 4.

b. Dalam UUD Sementara 1950 (17 Agustus 1950 5 Juli 1959) 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Peri Kemanusiaan 3. Kebangsaan 4. Kerakyatan 5. Keadilan Sosial c. Dalam kalangan masyarakat luas 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Peri Kemanusiaan 3. Kebangsaan 4. Kedaulatan Rakyat 5. Keadilan Sosial Dari berbagai macam rumusan Pancasila, yang sah dan benar adalah rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 dan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000.

RUNTUHNYA KERAJAAN MAJAPAHIT


Diposkan oleh WONG JAWA pukul 20:37 11 komentar UMUM Berita tradisi menyebutkan, bahwa kerajaan Majapahit runtuh pada tahun Saka 1400 (1478 M), dan saat keruntuhannya tersebut dilambangkan dengan candrasengkala 'sirna-ilang-kertining-bumi' (serat Kanda), dan disebutkan pula bahwa keruntuhan Majapahit ini disebabkan oleh karena serangan dari Kerajaan Islam Demak. Hal ini bisa dikatakan tidak benar sama sekali. Bukti-bukti sejarah yang ada (yang berupa prasasti-prasasti batu) menjelaskan kepada kita bahwa sebenarnya Majapahit belum runtuh dan masih berdiri untuk jangka waktu yang cukup lama. Prasasti-prasasti batu yang berasal dari tahun 1486 M, masih menyebutkan adanya kekuasaan kerajaan Majapahit dengan rajanya yang berkuasa waktu itu bernama Dyah Ranawijaya yang bergelar Girindrawarddhana ; bahkan ia disebut pula sebagai seorang Sri Paduka Maharaja Sri Wilwatiktapura Janggala Kadiri Prabhunatha.

Berita Cina yang berasal dari jaman Dinasti Ming (1368 M - 1643 M) masih menyebutkan adanya hubungan diplomatik antara Cina dengan Jawa (Majapahit) pada tahun 1499 M. Demikian pula Rui de Brito (Gubernur Portugis di Malaka) dalam laporannya kepada Raja Manoel pada tahun 1514 M, antara lain menyebutkan bahwa di Jawa pada waktu itu terdapat dua raja kafir, yaitu Raja Sunda dan Raja Jawa. Penulis Italia Duarte Barbosa pada tahun 1518 M memberitakan bahwa di pedalaman Jawa masih ada raja kafir yang sangat berkuasa Pate Udra namanya.

Dari sumber-sumber lain dapat diketahui bahwa diantara tahun 1518 M - 1521 M, ada seorang adipati Demak yang berkuasa bernama Adipati Unus. Beliau adalah putera dari Raden Patah, dan terkenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor, yang meninggal pada tahun 1521 M.

Dengan demikian dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa diantara tahun 1518 M - 1521 M, kerajaan Majapahit telah mengalami pergeseran politik dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus penguasa Demak. Bagaimana proses penaklukan Majapahit oleh Demak tidak dapat diketahui secara pasti. Sumber-sumber tradisi semacam Babad Tanah Jawi, Serat Kanda dan Serat Darmagandul hanya dengan samar-samar memberikan gambaran kepada kita tentang bagaiman berlangsungnya penaklukan Majapahit tersebut.

Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda menyebutkan bahwa raja-raja Demak menyatakan dirinya sebagai keturunan Prabu Brawijaya raja Majapahit. Di dalam Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda disebutkan

bahwa Raden Patah adalah anak Prabu Brawijaya dari perkawinannya dengan Puteri Cina. Bahkan di dalam Purwaka Caruban Nagari disebutkan dengan jelas bahwa Raden Patah, pendiri dan sultan pertama Demak, adalah anak Prabu Brawijaya Kertabhumi ( .... tumuli hana pwa ya sang Patah ika anak ira Sang Prabhu Brawijaya Kretabhumi kang rumuhun mastri lawan putri Cina ....).

Dengan demikian, apabila benar Demak telah mengadakan penyerangan untuk menaklukan kerajaan Majapahit, maka hal itu tidak dapat dilepaskan dari rangkaian perang saudara (balas dendam) dalam rangka memperebutkan kekuasaan atas tahta kerajaan Majapahit. Bhre Kertabhumi telah merebut kekuasaan tahta Majapahit dari tangan Bhre Pandan Salas dengan menyingkirkannya dari kedhaton pada tahun 1468 M. Akan tetapi pada tahun 1478 M (1400 Saka) kekuasaan tahta Majapahit dapat direbut kembali oleh Dyah Ranawijaya (anak Bhre Pandan Salas) dengan penyerangan ke Majapahit yang mengakibatkan Bhre Kertabhumi gugur di kedhaton. Peristiwa gugurnya Bhre Kertabhumi inilah yang dilambangkan dengan candra-sengkala 'sirna-ilang-kertining-bumi'.

Akan tetapi beberapa penulis tradisi telah mengaburkan kenyataan-kenyataan sejara tersebut dengan menyatakan bahwa Majapahit telah runtuh pada tahun 1400 Saka (1478 M), karena serangan tentara Demak yang dipimpin oleh Raden Patah. Bagaimana mungkin ini terjadi ? Bukankah yang berkuasa di Majapahit sampai dengan tahun 1400 Saka (1478 M) adalah Bhre Kertabhumi (yang menurut Purwaka Caruban Nagari adalah ayah Raden Patah sendiri).

Fakta sejarah yang sebenarnya terjadi adalah, penyerangan Demak ke Majapahit terjadi pada tahun 1518 M, yang saat itu dipimpin oleh Adipati Unus (putera Raden Patah yang berjuluk Pangeran Sabrang Lor) dan pada dasarnya serangan ini adalah serangan balasan terhadap Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya yang telah membunuh kakeknya (Bhre Kertabhumi)

You might also like