Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Kelompok 9 Zulfikar Tito Enggartiarso Donna Fittah Prisdita V. Yudha Prasetya Utama Dian Wahyunizar Teguh Haryadi Jumena F1I012003 F1I012007 F1I012013 F1I012018 F1I012045
Universitas Jenderal Soedirman Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Hubungan Internasional 2012
pg. 2
pg. 3
BAB II PEMBAHASAN
Kita tahu bahwa di zaman meraih kemerdekaan, militer berperan kuat dalam merebut kemerdekaan dan menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Entah itu
militer dari pemerintah yang bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR) lalu berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Setelah itu berganti lagi menjadi Tentara Keselamatan Rakyat (TKR) dan Tentara Republik Indonesia (TRI) yang pada akhirnya pada 3 Juni 1947, pemerintah mengesahkan Tentara Nasional Indonesia sebagai satu-satunya wadah perjuangan bersenjata. ABRI berawal dari lahirnya Badan Keamanan Rakyat (BKR) tanggal 22 Agustus 1945. Definisi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) sendiri merupakan bagian dari militer yang semula dibentuk untuk menjaga keamanan negara dan untuk melindungi negara dari berbagai ancaman internal maupun eksternal. Gagasan awal Soeharto
mengimplementasikan kebijakan dwifungsi ABRI berasal dari A.H. Nasution yang dikatakan bahwa dwifungsi ABRI merupakan konsep dari jalan tengah. Ulf Sundhaussen (1986: 219) mengemukakan dalam buku Politik Militer Indonesia 19451967: Menuju Dwifungsi ABRI mengenai konsep jalan tengah bahwa: Konsep ini, sebagaimana yang telah direncanakan Soekarno, kabinet dan pimpinan Angkatan Perang akan memberikan kesempatan yang luas kepada perwira-perwira tentara atas dasar perorangan tetapi sebagai eksponen tentara, untuk berpartisipasi secara aktif dalam bidang non-militer dan dalam menentukan kebijakan nasional pada tingkat yang paling tinggi, termasuk dalam bidang seperti keuangan negara, ekonomi dan sebagainya. Yang kemudian dikatakan bahwa perkembangan dwifungsi ABRI diawali dengan banyaknya kekosongan dalam pemerintahan sipil pasca proklamasi kemerdekaan, sehingga militer pada saat itu diusulkan untuk mengisi, yang selanjutnya militer bukan hanya berperan sebagai alat mempertahankan dan menjaga keamanan, tetapi menjalankan perannya dalam sosial politik. Konsep dwifungsi ABRI sendiri memiliki latar belakang sejarah, yang dimana saat itu berdiri organisasi ketentaraan di Republik Indonesia. Lalu setelah terpilihnya Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia, perlahan ABRI mulai menjalankan fungsinya dalam dunia sosial politik.
pg. 4
Militer berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Militer berfungsi sebagai penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa. Doktrin ini nantinya,dijadikan alat legitimasi militer tidak hanya untuk berperan dalam pertahanan dan keamanan. Setelah tahun 1965, TNI menjadi suatu kekuatan politik yang mendominasi di Indonesia. Mereka menjatuhkan kepeminmpinan Soekarno, serta melarang Partai Komunis Indonesia (PKI) ,dan membentuk militer ke dalam pemerintahan. Selain itu, militer juga ikut masuk dalam perusahaan-perusahaan milik negara yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Fungsi militer dalam politik ini dijadikan sebagai kekuatan dan alat penopang kekuasaan Soeharto. Pada masa pemerintahan inilah yang menjadi sejarah dari puncak keterlibatan militer dalam bidang politik. ABRI mempunyai beberapa peranan pada masa orde baru: 1. Peranan sebagai dinamisator dan stabilisator; 2. ABRI berperan dalam mengambil kebijakan tentang masalah kenegaraan dan pemerintahan; 3. ABRI berperan dalam mengembangkan demokrasi di Indonesia; 4. ABRI juga berperan sebagai wakil rakyat; 5. Memiliki peranan dalam pemilihan umum (pemilu). Posisi ABRI yang menjadi mayoritas di parlemen pun mau tidak mau ikut mempengaruhi dari setiap kebijakan yang dihasilkan. Secara tidak langsung, Soeharto dapat mengendalikan lembaga legislatif melalui anggota-anggota ABRI yang duduk di parlemen. Sehingga kebijakan-kebijakan yang bisa mengancam stabilitas pemerintahannya pun bisa di minimalisir dengan adanya peran militer di dalamnya. Dengan masuknya ABRI dalam parlemen, maka semakin memperkokoh kedudukan dan posisi militer, serta pengaruh militer dalam bidang sosial politik di Indonesia
pg. 5
3.2 Saran
Bahwa menurut kelompok kami, sudah ada undang-undang yang mengatur tentang tugas masing-masing dari institusi di Indonesia. Sehingga institusi-institusi ini tidak saling intervensi atau tidak saling tumpang tindih dalam tanggungjawab terhadap lembaga yang lainnya. Lembaga-lembaga di Indonesia sudah memiliki pembagian tugas masing-masing. Terutama difokuskan militer sudah berada dalam posnya sendiri yaitu menjaga keamanan Indonesia dan kedaulatan NKRI. Tinggal bagaimana pemerintah yang sekarang menjaga hal tersebut sehingga tidak terjadi lagi satu lembaga mencampuri lembaga yang lainnya.
pg. 6
DAFTAR PUSTAKA
Buku: Marpaung, Rusdi. dkk, 2005. Menuju TNI Profesional: Tidak Berbisnis dan Tidak Berpolitik. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI Desch, Michael. 2002. Polisi vs Jenderal. Jakarta: Raja Grafindo Persada Mustopo, M. Habib. 2010. Sejarah (SMA Kelas XII). Jakarta: Penerbit Yudhistira Website: http://www.scribd.com/doc/31981386/Dwifungsi-ABRI-Sebagai-Bentuk-Praktek-PolitikPraktis-Militer-di-Indonesia (diakses: 22 Mei 2013 01:38 AM) http://sejarah.kompasiana.com/2012/12/21/dwi-fungsi-abri-518674.html (diakses 22 Mei 2013 01:40 AM)
pg. 7