You are on page 1of 25

BAB I PENDAHULUAN

Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi hidup dan kehidupan seluruh makhluk hidup, termasuk manusia. Air adalah asal muasal dari segala macam bentuk kehidupan di planet bumi ini. Dari air bermula kehidupan dan karena air peradaban tumbuh dan berkembang. Tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat berlangsung, sehingga penyediaan air baku untuk kebutuhan domestik, irigasi dan industri menjadi menjadi perhatian dan prioritas utama. Karena itulah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mendeklarasikan bahwa air merupakan hak azasi manusia; artinya, setiap manusia di muka bumi ini mempunyai hak dasar yang sama terhadap pemakaian air. Di Indonesia, hak masyarakat terhadap penggunaan air dijamin melalui Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Undang- Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.1,2 Dalam perkembangannya, air secara sangat cepat menjadi sumberdaya yang makin langka dan relatif tidak ada sumber penggantinya.Meskipun Indonesia termasuk 10 negara kaya air, namun dalam pemanfaatannya terdapat permasalahan mendasar yang masih terjadi. Pertama, adanya variasi musim dan ketimpangan spasial ketersediaan air. Pada musim hujan, beberapa bagian di Indonesia mengalami kelimpahan air yang luar biasa besar sehingga berakibat terjadinya banjir dan kerusakan lain yang ditimbulkannya. Di sisi lain, pada musim kering kekurangan air dan kekeringan menjadi bencana di beberapa wilayah lainnya. Permasalahan mendasar yang kedua adalah terbatasnya jumlah air yang dapat dieksplorasi dan dikonsumsi, sedangkan jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah menyebabkan kebutuhan air baku meningkat secara drastis. Masalah kualitas air semakin mempersempit alternatif sumbersumber air yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.1 Penyediaan air bersih untuk masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kesehatan lingkungan atau masyarakat, yakni

mempunyai peranan dalam menurunkan angka penderita penyakit, khususnya yang berhubungan dengan air, dan berperan dalam meningkatkan standar atau taraf/kualitas hidup masyarakat. Sampai saat ini, penyediaan air bersih untuk masyarakat di Indonesia masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang cukup kompleks dan sampai saat ini belum dapat diatasi sepenuhnya. Salah satu masalah yang masih dihadapi sampai saat ini yakni masih rendahnya tingkat pelayanan air bersih untuk masyarakat.3 Disamping bertambahnya populasi manusia, kerusakan lingkungan merupakan salah satu penyebab berkurangnya sumber air bersih. Abrasi pantai menyebabkan rembesan air laut ke daratan, yang pada akhirnya akan mengontaminasi sumber air bersih yang ada di bawah permukaan tanah. Pembuangan sampah yang sembarang di sungai juga menyebabkan air sungai menjadi kotor dan tidak sehat untuk digunakan. Di Indonesia sendiri diperkirakan, 60 persen sungainya, terutama di Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi, tercemar berbagai limbah, mulai dari bahan organik hingga bakteri coliform dan fecal coli penyebab diare. Menurut data Departemen Kesehatan tahun 2002 terjadi 5.789 kasus diare yang menyebabkan 94 orang meninggal. Pembabatan hutan dan penebangan pohon yang mengurangi daya resap tanah terhadap air turut serta pula dalam menambah berkurangnya asupan air bersih ini. Selain itu pendistribusian air yang tidak merata juga ikut andil dalam permasalahan ini.

Berkaitan dengan krisis air ini, diramalkan 2025 nanti hampir dua pertiga penduduk dunia akan tinggal di daerah-daerah yang mengalami kekurangan air. Ramalan itu dilansir World Water Assesment Programme (WWAP), bentukan United Nation Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco). Lembaga itu menegaskan bahwa krisis air didunia akan memberi dampak yang mengenaskan. Tidak hanya membangkitkan epidemi penyakit yang merenggut nyawa, tapi juga akan mengakibatkan bencana kelaparan.4 Dalam makalah ini akan diuraikan masalah-masalah air yang sedang dihadapi, khususnya di Indonesia serta pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat.

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Potensi Sumber Daya Air Di Indonesia Secara nasional, ketersediaan air di Indonesia mencapai 694 milyar meter kubik per tahun. Jumlah ini pada dasarnya adalah potensi yang dapat dimanfaatkan, namun faktanya saat ini baru sekitar 23 persen yang sudah termanfaatkan, dimana hanya sekitar 20 persen yang dimanfaatkan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan air baku rumah tangga, kota dan industri, 80 persen lainnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi.2 Sebagian air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan masuk ke dalam cekungan-cekungan air tanah yang potensinya mencapai lebih dari 308 miliar meter kubik. Potensi volume cekungan air tanah terbesar berada di Sumatera yaitu sebesar 110 miliar meter kubik.2 Indonesia memiliki enam persen dari persediaan air dunia atau sekitar 21% dari persediaan air Asia Pasifik, namun pada kenyataannya dari tahun ke tahun di berbagai daerah selalu terjadi kelangkaan dan kesulitan air. Kecenderungan konsumsi air naik secara eksponensial, sedangkan

ketersediaan air bersih cenderung berkurang akibat kerusakan dan pencemaran lingkungan yang diperkirakan sebesar 1535% per kapita per tahun.1 Penurunan kuantitas air lebih banyak disebabkan oleh rusaknya daerah tangkapan air sehingga pada musim hujan air tidak sempat meresap ke dalam tanah sehingga terjadi banjir, dan pada musim kemarau persediaan air berkurang karena suplai air dari mata air juga berkurang. Sementara itu penurunan kualitas lebih banyak disebabkan oleh pencemaran berbagai limbah dari industri, rumah tangga dan kegiatan pertanian.1

2.2. Kondisi Sumber Daya Air di Indonesia Kajian global kondisi air di dunia yang disampaikan pada World Water Forum II di Denhaag tahun 2000, memproyeksikan bahwa pada tahun 2025 akan terjadi krisis air di beberapa negara. Meskipun Indonesia termasuk 10 negara kaya air namun krisis air diperkirakan akan terjadi juga, sebagai akibat dari kesalahan pengelolaan air yang tercermin dari tingkat pencemaran air yang tinggi, pemakaian air yang tidak efisien, fluktuasi debit air sungai yang sangat besar, kelembagaan yang masih lemah dan peraturan perundangundangan yang tidak memadai. Ketersediaan air di Indonesia mencapai 15.000 meter kubik per kapita per tahun --masih di atas rata-rata dunia yang hanya 8.000 meter kubik per kapita per tahun-- namun jika ditinjau ketersediaannya per pulau akan sangat lain dan bervariasi. Pulau Jawa yang luasnya mencapai tujuh persen dari total daratan wilayah Indonesia hanya mempunyai empat setengah persen dari total potensi air tawar nasional, namun pulau ini dihuni oleh sekitar 65 persen total penduduk Indonesia. Kondisi ini menggambarkan potensi kelangkaan air di Pulau Jawa sangat besar. Jika dilihat ketersediaan air per kapita per tahun, di Pulau Jawa hanya tersedia 1.750 meter kubik per kapita per tahun, masih di bawah standar kecukupan yaitu 2000 meter kubik per kapita per tahun. Jumlah ini akan terus menurun sehingga pada tahun 2020 diperkirakan hanya akan tersedia sebesar 1.200 meter kubik per kapita per tahun. Apabila fenomena ini terus berlanjut maka akan terjadi keterbatasan pengembangan dan pelaksanaan

pembangunan di daerah-daerah tersebut karena daya dukung sumberdaya air yang telah terlampaui. Potensi 4 krisis air ini juga terjadi di Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan.1 Masalah air di Indonesia ditandai juga dengan kondisi lingkungan yang makin tidak kondusif sehingga makin mempercepat kelangkaan air. Kerusakan lingkungan antara lain disebabkan oleh terjadinya degradasi daya dukung daerah aliran sungai (DAS) hulu akibat kerusakan hutan yang tak terkendali sehingga luas lahan kritis sudah mencapai 18,5 juta hektar. Di samping itu jumlah DAS kritis yang berjumlah 22 buah pada tahun 1984

telah meningkat menjadi 59 buah pada tahun 1998. Fenomena ini telah menyebabkan turunnya kemampuan DAS untuk menyimpan air di musim kemarau sehingga frekuensi dan besaran banjir makin meningkat, demikian juga sedimentasi makin tinggi yang menyakibatkan pendangkalan di waduk dan sungai sehingga menurunkan daya tampung dan pengalirannya. Pada tahun 1999 terdeteksi bahwa dari 470 DAS di Indonesia, 62 di antaranya dalam kondisi kritis, yang diprediksi dari perbandingan aliran maksimum dan minimum sungai-sungai yang sudah jauh melampaui batas normalnya. Keadaan ini diperparah oleh degradasi dasar sungai akibat penambangan bahan galian golongan C di berbagai sungai di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sumatera Barat yang telah menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi prasarana dan sarana di sepanjang sungai.1 Penyedotan air tanah terutama di beberapa kota besar di Indonesia yang melebihi kemampuan alami untuk mengisinya kembali makin tidak terkendali sejalan dengan perkembangan permukiman dan pertumbuhan kegiatan ekonomi penduduk yang pada akhirnya menyebabkan permukaan tanah turun, muka air tanah menurun, dan terjadinya intrusi air laut.1 Sebagai contoh, di wilayah Leuwigajah (Bandung) telah terjadi penurunan muka air tanah yang mencapai 60 meter sedangkan di Jakarta muka air tanah turun rata-rata antara setengah sampai dengan tiga meter per tahun dan intrusi air laut telah sampai di wilayah Jakarta Pusat yaitu di daerah Monumen Nasional . Penurunan muka air tanah tersebut telah menyebabkan turunnya permukaan tanah dengan laju 2,3 sampai dengan 34 centimeter per tahun sehingga meningkatkan kerentanan wilayah-wilayah tersebut terhadap banjir.1 Salah satu implikasi terbesar dari kelangkaan air global dan lokal adalah jaminan kesinambungan ketahanan pangan (food security). Sebagian besar dari sekitar 800 juta penduduk dunia yang masih mengalami kekurangan pangan dan kelaparan hidup di wilayah-wilayah yang mengalami kekurangan air yang laten. Dari sekitar 3.600 kilometer kubik air yang dikonsumsi manusia per tahun (ekivalen dengan 580 meter kubik per kapita

per tahun), sekitar 69 persen di antaranya dipergunakan untuk sektor pertanian --bahkan di Asia mencapai rata-rata sekitar 83 persen-- sedangkan sisanya sebesar 21 persen untuk industri, dan 10 persen untuk sektor perkotaan. Ancaman kelangkaan air untuk kehidupan manusia ini menjadi lebih kita pahami bila menyadari bahwa untuk memproduksi satu kilogram beras diperlukan sekitar satu sampai tiga ton air . Di Indonesia, pada tahun 2020 kebutuhan air untuk keperluan irigasi masih mencapai 74,1 persen dari total kebutuhan sedangkan lainnya digunakan untuk keperluan domestik, perkotaan, dan industri (domestic, municipal and industries - DMI) sebanyak 11,34 persen, pemeliharaan sungai 7 11,53 persen, dan sisanya untuk keperluan tambak dan peternakan.1 2.2.1. Kondisi DAS Masalah air di Indonesia ditandai dengan kondisi lingkungan yang makin tidak kondusif sehingga makin mempercepat kelangkaan air. Kerusakan lingkungan antara lain disebabkan oleh terjadinya degradasi daya dukung daerah aliran sungai (DAS) hulu akibat kerusakan hutan yang tak terkendali sehingga luas lahan kritis sudah mencapai 18,5 juta hektar. Gambar 1a dan 1b di bawah menggambarkan perubahan penutupan hutan dan lahan yang terjadi antara tahun 1992 dan tahun 2003.2

Gambar 1a. Kondisi Penutupan Lahan Tahun 1992.2

Gambar 1b. Kondisi Penutupan Lahan Tahun 2003.2

Fenomena ini telah menyebabkan turunnya kemampuan DAS untuk menyimpan air di musim kemarau sehingga frekuensi dan besaran banjir makin meningkat, demikian juga sedimentasi makin tinggi yang menyakibatkan pendangkalan di waduk dan sungai sehingga menurunkan daya tampung dan pengalirannya. Pada tahun 1999 terdeteksi bahwa dari 470 DAS di Indonesia, 62 di antaranya dalam kondisi kritis, yang

diprediksi dari perbandingan aliran maksimum dan minimum sungai-sungai yang sudah jauh melampaui batas normalnya. Keadaan ini diperparah oleh degradasi dasar sungai akibat penambangan bahan galian golongan C di berbagai sungai yang telah menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi prasarana dan sarana di sepanjang sungai.(Kementerian PPN/Bappenas, Infrastruktur Indonesia, 2003).2

Gambar 2a. Kerusakan kondisi DAS tahun 1984.2

Gambar 2b. Kerusakan kondisi DAS Tahun 2005.2

Laju deforestasi meningkat pesat yaitu dari 1,6 juta ha/th menjadi 2,1 juta ha/th ada kurun 1985 2001. Laju deforestasi ini disebabkan oleh terjadinya perubahan/konversi kawasan hutan menjadi pemukiman, perindustrian, dan pertambangan serta makin maraknya illegal logging. World Resources Institute (2002) memproyeksikan bahwa dalam waktu kurang dari 20 tahun mendatang luas hutan di Indonesia akan berkurang 15 32,5 juta hektar. Berkurangnya luas hutan dapat mengurangi keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Selain itu, memburuknya kondisi hutan mempengaruhi persediaan air bagi kehidupan manusia, baik air tanah maupun air permukaan.2 Kasus-kasus pencemaran lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan.Sungai-sungai di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Kondisi tanah semakin tercemar oleh bahan kimia baik dari sampah padat maupun pupuk. Masalah pencemaran ini disebabkan juga oleh rendahnya kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan yang baik. Kondisi diatas menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya ketidakseimbangan sistem lingkungan secara keseluruhan dalam menyangga kehidupan manusia, dan keberlanjutan pembangunan dalam jangka panjang.2

2.3. Hubungan ketersediaan air dengan perekonomian Ketersediaan air sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia, bahkan air dapat menjadi salah satu faktor penghambat pertumbuhan perekonomian suatu negara. Schouten (2006) memaparkan beberapa data yang menyajikan fakta bahwa air sangat penting peranannya dalam pembangunan ekonomi sebagaimana ditampilkan dalam grafik di bawah ini:

Grafik 1. Curah hujan vs Pertumbuhan GDP di Etiopia (1982-2000), Schouten 2006

Grafik 2. Curah hujan vs Pertumbuhan GDP di Zimbabwe (1982-2000), Schouten 2006 Dari Grafik 1 dan Grafik 2 di atas dapat dengan sangat jelas terlihat bahwa fluktuasi pertumbuhan ekonomi Etiopia dan Zimbabwe mempunyai pola yang sama dengan ketersediaan curah hujan di daerah tersebut. Dengan memperhitungkan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan akan air yang mengiringinya, masa depan neraca air, ketersediaan infrastruktur dan

10

pelayanan sumber daya air nampaknya akan menjadi sangat timpang dan sensitif. Untuk itu dibutuhkan pengelolaan sumber daya air yang baik agar potensi yang ada dapat memberikan manfaat yang sebesar - besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan. 2.4. Masalah Penyediaan Air Bersih di Indonesia Beberapa masalah pokok yang masih dihadapi dalam penyediaan air bersih di Indonesia antara lain adalah: masalah tingkat pelayanan air bersih yang masih rendah, masalah kualitas air baku dan kuantitas yang sangat fluktuatif pada musim hujan dan musim kemarau, serta masalah teknologi yang digunakan untuk proses pengolahan kurang sesuai dengan kondisi air baku yang kualitasnya cenderung makin menurun. Masalah pokok tersebut diurai dalam penjelasan berikut:3 1. Masalah tingkat pelayanan air bersih di Indonesia Tingkat pelayanan meliputi dari:5 a. cakupan pelayanan yaitu perbandingan an tara penduduk yang dilayani dan jumlah penduduk kota seluruhnya, b. tingkat konsumsi rata-rata yaitu perbandingan antara produksi air total dan penduduk yang dilayani oleh sistim air bersih c. keanekaragaman pemakai air, dan d. kualitas air

Berdasarkan data statistic 1995 (SUPAS 1995), prosentasi banyaknya rumah tangga dan sumber air minum yang digunakan di berbagai daerah di Indonesia sangat bervariasi tergantung dari kondisi geografisnya. Secara nasional yakni sebagai berikut: yang menggunakan air ledeng (PAM) 16,08%, air tanah dengan memakai pompa 11,61%, air sumur 49,92%, mata air (air sumber)13,92%, air sungai 4,91%, air hujan 2,62% dan lainnya 0,80%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa tingkat elayanan air bersih kepada masyarakat dengan system perpipaan (leding)

11

oleh PAM hanya 16,08%. Sedangkan sebagian besar menggunakan air tanah, air sungai, air sumber, atau lainnya.3 Untuk DKI Jakarta, berdasarkan data statistic BPS DKI tahun 1998 diperkirakan banyaknya rumah tangga yang menggunakan air ledeng (PAM) sebesar 50%, air tanah dengan menggunakan pompa 42,67%, sumur gali 3,16%, dan lainnya sebesar 0,63%.3 Permasalahan yang timbul yakni sering dijumpai bahwa kualitas air tanah maupun air sungai yang digunakan masyarakat kurang memenuhi syarat sebagai air minum yang sehat bahkan di beberapa tempat bahkan tidak layak untuk diminum. Air yang layak diminum mempunyai standar persyaratan tertentu yakni persyaratan fisis, kimiawi, dan bakteriologis, dan syarat tersebut merupakan satu kesatuan. Jadi, jika ada satu saja parameter yang tidak memenuhi syarat maka air tersebut tidak layak untuk diminum.3 Untuk daerah kawasan pemukiman pedesaan di daerah pesisir atau pulau kecil yang tidak mempunyai sumber air tawar biasanya masyarakat terpaksa memenuhi kebutuhan air minum mereka dengan cara menampung air hujan, mengambil dari tempat lain yang relative jauh dan mahal atau membeli air minum dalam kemasan dengan harga yang mahal. Bagi masyarakat yang kurang mampu tidak ada jalan lain selain menggunakan air untuk keperluan sehari-hari dari sumber yang apa adanya sehingga berdampak terhadap kesehatan masyarakat.3

2. Masalah kualitas air baku air minum di Indonesia Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan laju pembangunan di Indonesia telah mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan khususnya kualitas air permukaan atau air tanah. Hal ini terutama terjadi di kawasan perkotaan yang jumlah penduduknya besar.3 Sebagai contoh, berdasarkan hasil penelitian kualitas air baku air minum di beberapa lokasi penyadapan (intake water) pada beberapa instalasi PAM di Jakarta, yakni instalasi Cilandak. Pejompongan, Muara

12

Karang, Pulo Gadung dan Taman Kota pada bulan Januari Februari 1993, diketahui bahwa kandungan ammonia berkisar antara 0.06 1.09 mg/L; COD 12 45 mg/L; BOD 8.2 35 mg/L; deterjen ion negative (MBAS) 0.12 0.92 mg/L; phenol 0 0.55 mg/L dan bakteri coliform 460.102 1100.104 MPN/100 cc. 3 Di lain pihak, teknologi pengolahan air minum yang digunakan oleh PAM di Indonesia umumnya masih menggunakan sistin konvesional yakni dengan system koagulasi flokulasi (pengendapan kimia), saringan pasir cepat (Rapid Sand Filter) dan proses disinfeksi menggunakan senyawa klorin. Dengan tingginya kandungan ammonia dan bakteri coli, maka kebutuhan senyawa klorin untuk proses disinfeksi bertambah besar, dan akibatnya kemungkinan terbentuknya senyawa THMs dan senyawa halogen organic lainnya juga bertambah besar. Demikian juga dengan adanya kandungan phenol yang cukup besar. Dengan adanya pembubuhan klorin, phenol akan mudah bereaksi dengan senyawa klor membentuk senyawa halogen organic klorophenol yang sangat berbahaya. Masalah THMs ini perlu diperhatikan secara serius karena THMs adalah senyawa yang secara potensial dapat menyebabkan kanker (carcinogen). 3

3. Masalah kuantitas air baku air minum Selain masalah kualitas air baku air minum yang semakin buruk, masalah serius yang dihadapi oleh perusahaan air minum (PAM) di Indonesia yakni masalah ketersediaan air baku air minum. Akibat perubahan tataguna lahan di daerah hulu sampai hilir mengakibatkan fluktuasi debit air sungai pada musim hujan dan musim kemarau sangat besar. Hal ini mengakibatkan penurunan yang sanagat tajam terhadap debit air sungai untuk air baku air minum pada musim kemarau. Penurunan debit air sungai pada musim kemarau tersebut juga mengakibatkan konsentrasi polutan yang ada dalam air sungai menjadi lebih pekat yang berakibat terhadap kualitas air minum yang dihasilkan serta naiknya biaya proses pengolahan air minum. 3

13

Untuk wilayah perkotaan yang miskin sumber daya air permukaan, untuk memenuhi kebutuhan suplai air bersih bagi masyarakat, PAM / PDAM umumnya menggunakan air tanah. Dengan semakin besarnya laju pertumbuhan penduduk maka jumlah pengambilan air tanah untuk keperluan suplai air bersih masyarakat dan juga industry menjadi semakin besar. Di lain pihak dengan semakin besarnya penduduk serta berubahnya tata guna lahan maka jumlah air hujan yang meresap kedalam tanah akan berkurang. Akibatnya terjadi penurunanpermukaan air tanah, dan jika hal ini terjadi di wilayah tepi pantai akan enyebabkan intrusi air laut ke dalam air tanah. 3

4. Masalah kualitas air yang disuplai oleh PAM/PDAM Beberapa masalah yang cukup sering dikeluhkan oleh masyarakat yakniselain kuantitasnya, juga kualitas airnya. Akibat buruknya kualitas air bakuna maka hasil air olahan yang disuplai oleh PDAM ke masyarakat sering kali kurang memuaskan pelanggan. Kualitas air baku khususnya di wilayah perkotaan sudah tidak memenuhi syarat air minum. 3 Selain itu masih banyak PDAM yang menggunakan air tanah. Cara ini merupakan cara yang paling murah karena umumnya teknologi yang digunakan hanyalah proses disinfeksi saja dan langsung dialirka ke konsumen. Tetapi jika kandungan zat besi atau zat mangan di dalam air cukup tinggi maka dengan adanya proses disinfeksi dengan menggunakan senyawa klorin maka zat besi atau mangan tersebut dalam perjalanannya akan teroksidasi menjadi senyawa oksida besi atau oksida mangan yang tidak larut di dalam air dan setelah sampai ke konsumen air akan berwarna coklat kemerahan dan mengendap. 3

2.5. Pencapaian target ke 10 MDGs (Millenium Development Goals) selama puluhan tahun Indonesia telah melakukan pembangunan dalam sektor air minum. Akan tetapi sampai saat ini tingkat pelayanan air minum melalui sistem perpipaan yang relatif paling aman dibanding sistem

14

lain secara nasional baru mencapai 41% untuk penduduk perkotaan dan 8% untuk penduduk pedesaan. Dalam target kesepuluh sasaran pembangunan milenium/MDGs ditetapkan bahwa tahun 2015 pemerintah perlu

meningkatkan akses separuh masyarakat yang saat ini belum mendapat pelayanan terhadap air minum yang aman. Ada lima indikator untuk mengukur akses masyarakat terhadap ketersediaan air minum, yaitu Kualitas, Kuantitas, Kontinuitas, Keandalan (reliability) system penyediaan air minum Kemudahan (affordiability), baik dalam harga maupun jarak/ waktu tempuh Berbagai masalah yang dihadapi dalam pengelolaan sumber daya air menempatkan Indonesia pada peringkat terendah dalam Millennium Development Goals (MDGs). Laporan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) tentang MDGs Asia Pasifik tahun 2006

menyebutkan, Indonesia berada dalam peringkat terbawah bersama Banglades, Laos, Mongolia, Myanmar, Pakistan, Papua Niugini, dan Filipina. Indonesia terancam gagal untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium pada 2015. Data Bappenas menunjukkan hingga saat ini, lebih dari 100 juta penduduk Indonesia belum mempunyai akses terhadap air (bersih) yang aman untuk diminum. Hal ini disebabkan, belum tersedianya sarana yang memadai di samping rendahnya prioritas anggaran penyediaan air bersih dari pemerintah.4 Dalam Konferensi Nasional Penanggulangan Kemiskinan dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milennium (MDGs) dihasilkan dua rekomendasi Umum tentang tata kelola air bersih di Indonesia, bahwa PDAM dan pemiliknya yakni pemerintah daerah, menentukan target dan insentif yang tepat untuk memperluas jangkauan pelayanannya agar mampu memenuhi tumbuhnya permintaan akan air bersih dan meningkatkan akses air bersih bagi warga miskin. PDAM diharapkan lebih tanggap terhadap kebutuhan masyarakat miskin, mendorong partisipasi swasta, kompetisi antara penyedia independen, serta mengoptimalkan kontribusi penyedia jasa swasta berskala kecil.4

15

Dalam rangka menyediakan jaringan air bersih di pedesaan, masyarakat didorong agar lebih mandiri. Pemerintah hanya berperan sebagai penentu standar, fasilitator untuk menampung aspirasi warga terkait masalah pelayanan air bersih dan meningkatkan kualitas produksi air serta akses pelayanan kepada publik. Sudah saatnya dipikirkan untuk menyediakan pelayanan air bersih dan sanitasi berbasis komunitas.4 Data Susenas BPS 2004 menyebutkan bahwa persentase masyarakat yang memiliki sumber air minum dari jaringan air minum yang terlindungi adalah sebesar 18% dan akses melalui bukan jaringan perpipaan tidak terlindungi adalah 45%. Sehingga dapat disimpulkan hampir setengah dari jumlah penduduk Indonesia tidak memiliki akses pada sumber air minum yang aman.4 Cakupan layanan air minum perpipaan di akhir tahun 2009 dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009 secara nasional ditargetkan mencapai 40% yang terdiri dari 66% perkotaan dan 30% di pedesaan. Bila dibandingkan dengan cakupan layanan nasional tahun 2004 yang masih 18% secara nasional dengan 33% untuk perkotaan dan 7% untuk pedesaan, target dalam RPJMN tersebut akan cukup sulit untuk dicapai.4

2.6. Hubungan Air Bersih dengan Kesehatan Banyak penyakit, kontaminan, sanitasi, dan cedera didapatkan melalui air, sanitasi, atau pun yang berhubungan sengan higienitas. Penyakit yang ditularkan melalui air disebabkan oleh organisme yang secara langsung disebarkan melalui air. Penyakit yang terkait dengan air dapat diperoleh karena kurangnya higienitas air, kurangnya sanitasi, atau meningkatnya populasi serangga yang berkembang biak di air dan kemudian menyebarkan penyakit.6 Hal ini penting untuk mengetahui bagaimana penyakit dan kontaminan mempengaruhi masyarakat, dimana penyakit dan kontaminan tersebut ditemukan, dan bagaimana kita mengurangi kemungkinan

16

mendapatkan penyakit. Informasi ini akan memungkinkan kita untuk membuat keputusan mengenai
6

air,

kebersihan,

dan

aktifitas

yang

berhubungan dengan sanitasi.

2.7. Penyakit yang Berhubungan dengan Air Telah dijelaskan sebalumnya bahwa penyakit yang terkait dengan air berhubungan dengan kebersihan dan serangga yang merupakan vector penyakit. Berikut akan dicantumkan beberapa penyakit yang terkait dengan air yang berhubungan dengan kebersihan ditandai dengan bintang 1 (*), sedangkan yang berhubungan dengan serangga vector ditandai dengan bintang 2 (**).7

2.7.1. Bakteri

Aeromonas hydrophila Burkholderia cepacia complex Buruli Ulcer Campylobacter Campylobacteriosis Chlamydia trachomatis * Cholera Cyanobacteria Dental Caries * Dermatitis Diarrhea Diarrhea, Chronic Diarrhea, Travelers Escherichia coli 0157:H7 / "E. coli" Folliculitis Hot Tub Rash Legionnaires Disease Legionella

17

Legionellosis Leptospira Leptospirosis Mycobacterium avium complex Mycobacterium ulcerans Otitis Externa Plesiomonas shigelloides Pontiac Fever Pseudomonas Salmonella Salmonella typhi Salmonellosis Shigella Shigellosis Staphylococcus aureus Swimmer's Ear * Trachoma * Typhoid Fever Vibrio cholerae Vibrio cholerae non-01 Vibrio parahaemolyticus Vibrio vulnificus

2.7.2. Parasit

Acanthamoeba * Amebiasis Ascariasis * Ascaris lumbricoides * Bilharzia Body Lice * Cercarial Dermatitis

18

Cryptosporidiosis Cryptosporidium Cyclospora Cyclosporiasis Diarrhea Diarrhea, Chronic Diarrhea, Travelers Dracunculiasis Dracunculus medinensis Entamoeba histolytica Fasciola gigantica Fasciola hepatica Fascioliasis Fasciolopsiasis Fasciolopsis buski Giardia Giardiasis Guinea Worm Disease Helminthiasis * Hookworm * Head Lice * Lice * Lice, Body * Lice, Head * Lice, Pubic * Lymphatic filariasis * Malaria ** Microsporidiosis Microsporidium Naegleria fowleri Naegleria Infection

19

Onchocerciasis ** Pinworms * Pubic Lice * River Blindness ** Scabies * Schistosoma Schistosomiasis Soil transmitted helminths * Swimmer's Itch Toxoplasma gondii Toxoplasmosis Trichuris trichiura (whipworm) *

2.7.3. Virus

Adenoviruses Astrovirus Coxsackievirus (A16, B) (Enterovirus) Dengue Fever ** Diarrhea Diarrhea, Chronic Diarrhea, Travelers Eastern Equine Encephalitis ** Echovirus (Type 9, 13, 30) (Enterovirus) Enterovirus Hepatitis A Hepatitis E Japanese Encephalitis ** La Crosse Encephalitis ** Meningitis, Viral Molluscum contagiosum Norovirus

20

Rift Valley Fever ** Rotavirus St. Louis Encephalitis ** Viral Gastroenteritis West Nile Virus ** Western Equine Encephalitis ** Yellow Fever **

2.7.4. Zat Kimia Arsenic Arsenicosis Atrazine Benzene Chromium Copper Ethylbenzene Fluoride Fluorosis Lead Lead Poisoning Mercury Methaemoglobinaemia Nitrate Radionuclides Radium Radon

2.7.5. Lain- lain


Algal Blooms, Harmful (HABs) Drowning

21

Entrapment Harmful Algal Blooms (HABs) Injury, Water-related Marine Toxins Ringworm * Tinea * Toxins, Marine

22

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. KESIMPULAN Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Indonesia merupakan Negara yang kaya air, namun banyak permasalahan dalam hal pemanfaatanya. Potensi sumber daya air di Indonesia sangatlah banyak, mengingat Indonesia merupakan Negara kepulauan, namun hal itu tidaklah menjamin ketersediaan air bersih disetiap pelosok wilayah di Indonesia dapat terpenuhi. Hal ini terjadi karena berbagai faktor dan masalah-masalah mulai dari sumber air, proses pengolahan, sampai terbentuknya air bersih yang siap dipakai. Masalah-masalah yang dihadapi di Indonesia pada umumnya meliputi: masalah tingkat pelayanan air bersih di Indonesia, masalah kualitas air baku air minum di Indonesia, masalah kuantitas air baku air minum, dan masalah kualitas air yang disuplai oleh PAM/PDAM. bagaimana pun manusia tidak bisa lepas dengan air yang sering disebut dengan sumber kehidupan. Namun dapat dilihat dalam uaraian pembahsan bahwa banyak sekali penyakit yang disebabkan oleh aktivitas manusia yang berhubungan dengan dengan air, baik karena kebersihan dalam rumah, lingkungan sekitar rumah, ada pula yang berkaitan dengan zat kimia yang merupakan salah satu pencemaran air selain bakteri.

3.2. SARAN Sumber-sumber daya air di sebagian besar wilayah Indonesia dewasa ini menghadapi beragam masalah. Perlu di buat kebijakan yang terkait dengan SDA untuk menjaga sumber air baku potensial, perencanaan pengelolaan SDAT, dibuatnya peraturan untuk kualitas dan kuantitas air dan pengelolaan kebutuhan air baku sehingga mengurangi resiko kekurangan air baku dan mempertahankan cakupan layanan PDAM. Kebijakan yang

diterapkan adalah peningkatan penyediaan air baku secara berkelanjutan.

23

Diperlukan jua adanya pemberian edukasi kepada masyarakat, khususnya di pedesaan dalam hal sumber air bersih di daerahnya disesuaikan dengan geografis daerah masing-masing. Dalam hal ini masyarakat disorong untuk lebih mandiri. PDAM diharapkan lebih tanggap terhadap kebutuhan masyarakat miskin, mendorong partisipasi swasta, kompetisi antara penyedia independen, serta mengoptimalkan kontribusi penyedia jasa swasta berskala kecil sesuai dengan target MDGs.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Sumber Daya Air Bab 4 2. Samekto C, Winata ES. Potensi sumber daya air di Indonesia 3. Said NI, Yudo S. Masalah dan strategi penyediaan air bersih di Indonesia bab 3 4. Krisis Air Bersih di Indonesia Diunduh di: http://mandaazzahra.wordpress.com/2008/06/10/krisis-airbersih-di-indonesia/ Tanggal: 11 April 2012 5. Pramono SS. Pendekatan sistem (sistem approach) pada pengelolaan air bersih di Indonesia. 6. Water-related Diseases, Contaminants, and Injuries Topics. Diunduh dari: http://www.cdc.gov/healthywater/disease/ Tanggal: 23 Mei 2012 7. Water-related Diseases, Contaminants, and Injuries By Type Diunduh dari: http://www.cdc.gov/healthywater/disease/type.html Tanggal: 23 Mei 2012

25

You might also like