You are on page 1of 31

SISTEM PERKERASAN CAKAR AYAM MODIFIKASI (CAM) SEBAGAI KONSTRUKSI PERKERASAN BANDAR UDARA

PENDAHULUAN
Sejak ditemukan oleh almarhum Prof. Dr. Ir. Sedijatmo pada tahun 1961, sistem CakarAyam (CA) telah banyak dipakai dalam praktek sebagai :(a) ratusan fondasi menara transmisi tegangan tinggi, (b) puluhan fondasi bangunan gedung bertingkat banyak, power station, kolam renang, gudang, tangki-tangki minyak, dan hanggar, (c) perkerasan lapangan terbang (runway, taxi way, dan apron) diberbagai bandara, dan (d) perkerasan jalan raya diberbagai jalan tol, yang kesemunya dibangun di atas tanah yang relatif lunak sampai sedang dengan ketebalan tanah lunaknya cukup besar. Sebagai perkerasan lapangan terbang sistem CA telah menunjukkan keberhasilannya sebagai runway, taxiway, dan apron di bandara Soekarno Hatta-Jakarta, sebagai apron di bandara Juanda Surabaya, maupun sebagai runway di bandara Polonia Medan, dan telah terbukti berfungsi baik dalam jangka panjang (selama lebih dari 27 tahun) tanpa mengalami kerusakan yang berarti dan biaya perawatan yang relatif rendah. Sebagai perkerasan jalan raya, sistem CA tersebut juga menunjukkan keberhasilannya sebagai access road sepanjang 13,5 km yang menghubungkan Jakarta-Bandara Soekarno-Hatta, dan beberapa ruas jalan tol Kampung Kayan Sitiawan di Malaysia maupun beberapa ruas jalan tol Simpang X Taman Peringgit Jala di Malaka, Malaysia, yang kesemuanya dibangun di atas tanah subgrade yang relatif lunak dan telah berfungsi baik selama lebih dari 27 tahun. Secara umum sistem perkerasan CA terbuat dari slab tipis beton bertulang (tebal 10~17 cm) yang diperkaku dengan pipa-pipa beton berdiameter 120 cm, tebal 8 cm, dan panjang pipa 150~200 cm, yang tertanam pada lapisan subgrade lunak di bawahnya, dengan jarak pipapipa 200~250 cm. Di bawah slab beton, terdapat lapisan lean concrete setebal 10 cm (terbuat dari beton mutu rendah) dan lapisan sirtu setebal
1

Ir. Basuki Rahardjo, CES

25~40 cm yang berfungsi utama sebagai perkerasan sementara selama masa pelaksanaan/ konstruksi dan agar permukaan subgrade dapat rata sehingga slab beton CA dapat dibuat di atasnya. Gambar 1 menunjukkan tipikal sistem perkerasan CA di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, yang difungsikan sebagai runway, taxiway, dan apron. Sistem CA ini bukan termasuk conventional rigid pavement (yang konsep dasarnya tanpa tulangan, dan mengandalkan Modulus of Rupture /MoR material beton), namun lebih mendekati Continuous Reinforced Concrete Pavement (CRCP) yang konsep dasarnya memang menggunakan tulangan struktural. Pada perkerasan bandara yang bebannya amat berat (single wheel load equivalent =25 tonf), tulangan yang digunakan hanyalah ? 6 mm BRC 13 cm. Oleh penemunya saat itu, perhitungan system CA ini tidak pernah diungkap/dipublikasikan. Sistem dirancang lebih mendasarkan pada intuisi yang cermat (karena pengalaman yang matang) dan belakangan diperkuat dengan pendekatan eksperimental melalui beberapa percobaan lapangan (full scale experimental test) di apron bandara Juanda - Surabaya, runway bandara Polinia - Medan, dan runway bandara Soekarno-Hatta Jakarta.

Ir. Basuki Rahardjo, CES

Gambar 1. Tipikal sistem perkerasan CakarAyam (di Bandara Soekarno-Hatta)

2.

SISTEM PERKERASAN CAKAR AYAM MODIFIKASI (CAM)


Berbagai pengalaman, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan sistem CA terdahulu, dipadukan dengan hasil evaluasi kinerja sistem tersebut selama lebih dari 25 tahun, dan tentunya mempertimbangkan juga perkembangan kemajuan di bidang engineering materials, dan advanced structural analysis telah memungkinkan kita ke pengembangan berbagai ide-ide konsep modifikasi atas sistem CA yang asli tersebut menjadi sistem perkerasan generasi baru, yang dinamakan Sistem Cakar Ayam Modifikasi, yang diyakini dan telah terbukti secara empiris dapat memiliki kinerja yang lebih baik ditinjau dari aspek teknis (strength, stiffness, serviceability, stability, dan durability), maupun aspek ekonomisnya yang mencakup inverstasi awal dan biaya prawatan jangka panjang selama dioperasikan. Berbagai ide modifikasi yang telah dikembangkan disajikan secara singkat pada uraian berikut ini. Untuk selanjutnya sistem CA generasi baru ini diberi nama Sistem Cakar Ayam Modifikasi, disingkat sistem CAM. Sistem CAM ini telah dikembangkan sejak tahun 1990 oleh Prof. Dr. Ir. Bambang Suhendro, M.Sc., utamanya dari aspek pemodelan numeris yang memperhitungkan soil-structure interaction (interaksi antara struktur slab, pipa, dan tanah dasar) dalam mendukung beban, menggunakan Nonlinear 3-D Finite Element Method, yang sangat bermanfaat untuk dapat memahami parameter-parameter yang mempengaruhi kinerja sistem, menjelaskan secara ilmiah mekanisme kerja sistem perkerasan CA dalam mendukung beban, sehingga bearing capacity dan stiffness sistem menjadi sangat besar meskipun berada di atas tanah lunak yang relatif tebal. Pemodelan numeris ini telah divalidasikan dengan hasil-hasil percobaan lapangan (ful scale experimental test) di apron bandara Juanda - Surabaya, runway bandara Polinia Medan, dan runway bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Pemodelan numeris ini terus disempurnakan dengan data pengalaman terbaru yang terus berkembang. Pengembangan utamanya melalui percobaan-percobaan eksperimental di Laboratorium dengan skala tertentu telah dilakukan pula oleh Dr. Ir. Hary Christady Hardiyatmo, M.Eng., DEA, sejak tahun 1998. Pada perkembangan tahap berikutnya pemahaman melalui pemodelan numeris yang
Ir. Basuki Rahardjo, CES

telah divalidasikan dengan berbagai percobaan lapangan, maupun pemodelan fisik di laboratorium tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan rancangan sistem perkerasan sesuai karakteristik beban yang akan bekerja, dan sekaligus megembangkan rumus-rumus praktis (simplified design formula) untuk memyususn Pedoman Perancangan dan membantu para praktisi melakukan perancangan awal sistem perkerasan ini. Tahun 2003, setelah memahami mekanisme transfer beban sistem CA secara seksama, dilakukanlah pengembangan inovatif tahap berikutnya, yaitu dengan mengganti pipa-pipa beton Cakar Ayam dengan pipa-pipa baja galvanis tahan karat (terlapisi pula dengan coaltar tahan gores), oleh Prof. Dr. Ir. Bambang Suhendro, M.Sc., Ir. Maryadi Darmokumoro, dan Dr. Ir. Hary Christady Hardiyatmo, M.Eng., DEA,, yang akhirnya menjadi sistem Cakar Ayam Modifikasi (CAM) (Gambar 2).

Gambar 2. Konsep pengembangan sistem CAM (Suhendro, 2000)

Secara garis besar, berbagai modifikasi yang telah dilakukan meliputi: (a) penggunaan pipa-pipa baja tahan karat dan tahan gores, menggantikan pipa-pipa beton, (b) penambahan sistem
Ir. Basuki Rahardjo, CES

koperan yang ditempatkan di tepi slab, (c) metode analisis dan perancangan sistem perkerasan CAM yang jauh lebih akurat, (d) penambahan lapisan aspal tipis (3 cm) di atas slab sejak awal, yang befungsi ganda sebagai wearing course, menigkatkan riding quality, dan mengeliminir dampak buruk pengaruh beban thermal yang bersifat cyclic & repetitif di wilayah tropis, dan (e) memungkinkan untuk menempatkan secara langsung slab Cakar Ayam pada elevasi permukaan tanah lunak asli (atau dengan timbunan normal maksimal 50 cm), setelah tentunya dilakukan stripping seperlunya untuk menghilangkan top-soil yang tidak stabil, untuk keperluan pembukaan jalan akses baru / detour di atas tanah lunak/ekspansif secara cepat, mudah, dan murah. Modifikasi tersebut secara lebih jelas disajikan pada Gambar 3, dan satu-persatu modifikasi yang dilakukan, berikut berbagai keuntungan teknis maupun ekonomis disajikan pada uraian berikut ini.

Lapisan aspal tipis 3 cm, Koperan beton ditepi slab, Pipa beton berat 1 tf diganti pipa baja galvanis coaltar berat 35 kgf

Ir. Basuki Rahardjo, CES

Gambar 3. Berbagai modifikasi atas sistem CA yang lama CAM

Ir. Basuki Rahardjo, CES

3.

PENGGUNAAN PIPA-PIPA BAJA GALVANIS (TAHAN KARAT) DAN TAHAN GORES SEBAGAI PENGGANTI PIPA-PIPA BETON (MODIFIKASI 1)
Ide penggantian pipa-pipa beton Cakar Ayam, yang aslinya terbuat dari pipa beton berdiameter 120 cm dengan tebal pipa 8 cm dan panjang pipa 150 ~200 cm, dengan pipa-pipa baja galvanis (dijamin tahan karat minimal 30 th) dan tahan gores (akibat adanya lapisan coaltar) dengan kinerja yang lebih baik, merupakan usulan inovatif dari Bp. Ir. Maryadi Darmokumoro (di awal 2005) setelah mendapat dukungan verivikatif dari Bp. Prof. Dr. Ir. Bambang Suhendro, M.Sc. (yang melakukan serangkaian simulasi/verifikasi melalui pemodelan numeris dengan 3-D Finite Element Method di komputer maupun secara eksperimental full sacale di lapangan), dan menghasilkan spesifikasi optimal pipa sebagai berikut: diameter pipa 80 cm, tebal 1,4 mm dan panjang 120 cm yang dipasang pada setiap jarak sekitar 2,5 m. Manfaat dari modifikasi ini, karena ringannya dan tipisnya pipa-pipa baja (berat 1 pipa baja hanya 35 kgf sedangkan 1 pipa beton beratnya 1 tonf), akan memberikan banyak keuntungan, diantaranya adalah: (a) mudah dilaksanakan, (b) tidak memerlukan alat-alat berat pada saat pelaksanaan, (c) tidak memerlukan perkerasan sementara (lapis sirtu setebal 35~40 cm & lean concrete setebal 15 cm) untuk dapat dilewati alat berat saat konstruksi, (d) waktu pengerjaan yang jauh lebih cepat, (e) biaya pelaksanaan yang relatif lebih murah (Gambar 5), dan (f) berat pipa yang berkurang dari 1 tonf menjadi hanya 35 kgf sangat berarti pada tanah lunak karena tidak mengurangi daya dukung tersedia yang relatif kecil. Konsekuensi dari penggantian pipa ini, diperlukan : (a) detailing khusus sambungan antara pipa-pipa baja yang relatif tipis dengan slab beton agar mekanisme transfer beban dan fungsi utama pipa pengaku slab dapat berlangsung sempurna (Gambar 4), (b) topi pancang khusus, agar penyisipan pipa tipis ke dalam tanah dapat berlangsung baik dan mudah, tanpa merusak ujung atas pipa. Ide ini akhirnya direalisasikan secara nyata di lapangan dengan membuat model skala 1:1 (full scale) di lokasi tanah lunak di Waru Surabaya, dengan sponsor PT Citra Margatama Surabaya dan mengujinya langsung di lapangan, yang hasil-hasil pengujiannya sangat memuaskan dari aspek bearing capacity dan defleksi slab. Setelah melalui serangkaian pengujian model di Laboratorium,
Ir. Basuki Rahardjo, CES

yang dilakukan oleh Bp. Prof. Dr. Ir. Bambang Suhendro, M.Sc. dan Bp. Dr. Ir. Hary Christady, M.Eng., DEA, sistem perkerasan Cakar Ayam Modifikasi ini telah digunakan untuk pertamakalinya sebagai perkerasan jalan detour ( 300 m) di atas tanah lunak di jalan Tol Sediyatmo, untuk mengalihkan lalu-lintas jalan Tol selama hampir 1 tahun (2006).

Ir. Basuki Rahardjo, CES

4.

PENAMBAHAN SISTEM KOPERAN YANG DITEMPATKAN DI TEPI SLAB (MOFIFIKASI 2)


Manfaat dari penambahan koperan di tepi slab adalah: (a) tepian slab menjadi lebih kuat dan lebih kaku, dan dalam jangka panjang mampu mencegah berongganya interface antara slab dengan tanah subbase akibat pengaruh roda kiri kendaraan yang sering keluar/masuk dari/ke perkerasan dan mengganggu stabilitas berm, (b) koperan ini juga mampu mengisolir pengaruh perubahan/fluktuasi kadar air pada tanah di bawah berm sehingga pengaruh negatifnya tidak menjalar ke lapisan tanah di bawah slab,

Gambar 6. Modifikasi 2, koperan

5.

METODE ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PERKERASAN CAM YANG JAUH LEBIH AKURAT.
Pada proses perancangan suatu struktur, termasuk pavement yang menggunakan sistem Cakar Ayam Modifikasi, diperlukan data berupa : (a) sifat-sifat tanah sampai kedalaman tertentu yang diatasnya akan dibangun pavement, dan (b) jenis dan kombinasi pembebanan yang akan bekerja. Modifikasi ke 3 pada sistem ini adalah pengembangan metode analisis dan perancangan sistem perkerasan CAM, yang jauh lebih akurat dari sebelumnya, yang pada saat itu tidak pernah diungkap atau dipublikasikan oleh penemunya.

Ir. Basuki Rahardjo, CES

Tahapan perancangan dapat dibagi menjadi perancangan awal (preliminary design), dan perancangan detail (detail design). Kedua tahapan perancangan tersebut disajikan secara singkat pada uraian berikut ini. a. Preliminary Design Pada tahap awal perancangan, diperlukan preliminary design, untuk menetapkan sistem struktur, bentuk, dimensi, dan material yang digunakan, yang harus mampu mendukung jenis dan kombinasi pembebanan yang akan bekerja di atasnya. Pada tahap ini, karena banyak parameter yang perlu diperhitungkan dalam perancangan (antara lain: tebal slab, jarak pipa, diameter pipa, tinggi pipa, tebal pipa, bahan pipa, tebal dan jenis material pada lapisan base/subbase/sugrade, jenis dan intensitas beban, dan sifatsifat tanah dasar), maka perencana dapat menggunakan alat bantu (design tool) yang dapat berupa pengalaman, rumus-rumus yang disederhanakan, ataupun grafik-grafik yang secara praktis dapat digunakan untuk menetapkan sistem struktur perkerasan, bentuk, dimensi, dan jenis material sedemikian sehingga hasil rancangan akan dapat mendukung jenis dan kombinasi pembebanan yang bekerja dengan aman dan ekonomis. Pada tahap ini, (a) rumus-rumus sederhana dari Prof. Dr. Ir. Sediyatmo, yang memodelkan slab sebagai balok, (b) rumusrumus sederhana berbasis pemodelan 2-D (beam on elastic foundation) dari Dr. Ir. Hary Christady Hardiyatmo, M.Eng., DEA, maupun (c) grafik-grafik perancangan yang disusun berdasarkan hasil pemodelan Finite Element 3-D dari Prof. Dr. Ir. B. Suhendro, M.Sc. (Suhendro Charts), dapat dimanfaatkan. Suhendro Charts tersebut merupakan salah satu hasil inovasi dalam proses atau Metode Perancangan sistem Cakar Ayam & Cakar Ayam Modifikasi. Uraian rinci dari masing-masing prosedur preliminary design tersebut disajikan terpisah dalam makalah lain. Menurut pendekatan Prof. Dr. Ir. Sediyatmo (1975), permasalahan dimodelkan menjadi 2-Dimensi, dan pelat beton dianggap sebagai balok. Gaya-gaya dan momen yang bekerja di bawah pelat beton yang diakibatkan oleh beban roda kendaraan Q di pinggir (posisi paling kritis) menjadi dasar perhitungan. Beban Q dapat digantikan oleh beban terpusat Q1 di tengah pelat dengan ditambahkan momen M = Q2 x 0,5L (L = lebar pelat beton dan Q = Q1 = Q2). Akibat Q1, akan terjadi tekanan terbagi rata sebesar q =

Ir. Basuki Rahardjo, CES

10

Q1/L dan akibat momen (M) akan ditahan oleh momen-momen lawan yang bekerja pada pipa-pipa Cakar Ayam (m = 2/3 x Ph, dengan P = resultante tekanan tanah pasif yang bekerja pada setiap pipa dan h = tinggi cakar). Berbekal asumsi-asumsi yang disederhankan tersebut, dengan memasukkan data Q, L, h, P, dan h, akan dapat diperoleh gambaran bahwa sistem perkerasan yang dirancang akan dapat mendukung beban yang akan bekerja. Hardiyatmo et al. (1999) mengusulkan penyelesaian untuk analisis lendutan, momen dan gaya lintang yang terjadi pada pelat sistem Cakar Ayam dengan menggunakan pendekatan metoda Beam on Elastic Foundation (BoEF) yang dikembangkan oleh Hetenyi untuk hitungan balok pada fondasi elastis. Pada sistem fondasi cakar ayam, lendutan yang terjadi pada pelat fondasi akan menyebabkan pipa/cakar berotasi, rotasi cakar ini kemudian dilawan dengan tekanan tanah lateral di sekeliling pipa/cakar. Akibat pembebanan pelat fondasi akan berdefleksi, bila hubungan antara cakar dan pelat diasumsikan monolit, akibat defleksi pelat, cakar akan berotasi, dianggap rotasi pada pusat cakar sama dengan rotasi pada pelatnya. Timbulnya rotasi pada cakar menyebabkan tanah di belakang cakar akan melawan gerakan rotasi cakar dengan memobilisasi tekanan tanah lateral. Besarnya tekanan tanah lateral per satuan luas cakar dibelakang cakar dapat diperhitungkan. Tekanan tanah yang berkembang di belakang cakar menggunakan koefisien reaksi subgrade arah horisontal, dengan asumsi bahwa tanah di sekeliling cakar belum mencapai keruntuhan, sehingga tidak menggunakan koefisien tekanan tanah pasif (kp), dan besarnya nilai koefisien reaksi subgrade arah horisontal dianggap sebanding dengan besarnya rotasi cakar. Suhendro (1992) telah mengembangkan prosedur atau Metode Analisis sistem Cakar Ayam dengan model matematik nonlinear 3-Dimensi, yaitu dengan menggunakan Metode Elemen Hingga (Finite Element Method). Model elemen hingga yang dikembangkan mencakup kombinasi dari elemen-elemen pelatlentur (plate bending) untuk memodelkan slab, elemenelemen cangkang 3-D (shell) untuk memodelkan pipapipa Cakar Ayam, dan elemen-elemen pegas (spring) vertikal di bawah slab untuk memperhitungkan interaksi tanah-struktur secara ekuivalen dalam bentuk reaksi subgrade, dan elemen-elemen pegas (spring) horizontal pada pipa-pipa Cakar Ayam untuk memperhitungkan pengaruh interaksi tanah-struktur secara ekuivalen dalam bentuk kekakuan rotasi pipa-pipa Cakar Ayam. Iterasi secukupnya
Ir. Basuki Rahardjo, CES

11

dilakukan untuk memperoleh kondisi di mana tidak terjadi reaksi tarik pada spring vertikal, karena subgrade memang tidak mampu meresponnya. Pada setiap akhir suatu proses iterasi, spring vertikal yang mengalami tarik harus dilepas dari model dan proses hitungan dilanjutkan kembali. Iterasi dihentikan pada saat tercapai kondisi konvergen, di mana tidak ditemui satupun reaksi tarik pada elemen spring vertikal pada model tahap tersebut. Berbagai kondisi subgrade (sangat lunak sampai sedang, yang disimulasikan dengan nilai CBR 0,25 s/d 10 atau nilai kv = 0,25 s/d 6 kg/cm3), berbagai tebal slab beton (10 cm, 15 cm, 17 cm, dan 20 cm), berbagai variasi jarak/diameter/panjang pipa-pipa, dan berbagai posisi beban telah dimodelkan dan dianalisis, dan hasilhasilnya disajikan secara praktis dalam bentuk Suhendro Charts yang sangat membantu baik dalam perancangan maupun analisis. Solusi hasil pemodelan tersebut telah divalidasikan dengan berbagai hasil pengujian eksperimental secara full scale di apron Juanda-Surabaya (1980), di runway Polonia-Medan (1981), maupun melalui teknik FWD (Falling Weight Deflectometer) Test (1991, 1996, 2002) dan Full Scale Loading Test langsung di runway, taxiway, dan apron Bandara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta, dan memberikan hasil yang cukup akurat. Penyajian secara grafis dalam bentuk charts sangat efektif dan komunikatif karena untuk melakukan analisis sistem struktur tersebut, memerlukan: (a) pemahaman yang mendalam atas permasalahan yang dimodelkan, (b) pengalaman praktis yang luas tentang penggunaan sistem tersebut sebagai pavement di masa lalu sehingga dapat menginputkan data parameter struktural maupun parameter tanah di bawah slab secara tepat, (c) pengetahuan yang cukup tentang metode elemen hingga nonlinier 3 dimensi, dan (d) melakukan validasi model matematis yang telah dipilih dengan hasil-hasil pengujian skala penuh di lapangan. Metode perancangan yang telah dikembangkan oleh Suhendro ini merupakan salah satu hasil inovasi dalam desain sistem Cakar Ayam, yang belum pernah ada sebelumnya. Tipikal Suhendro Charts disajikan pada Gambar 7. Tersedia banyak chart yang setiap chart-nya merupakan rangkuman dari hasil analisis Finite Element 3-D untuk kondisi tertentu (yaitu tebal pelat, jarak pipa, diameter pipa, tinggi pipa, jenis material pipa, nilai kv dan kh, dan intensitas beban terpusat P yang
Ir. Basuki Rahardjo, CES

12

bekerja). Pada Chart tersebut, sumbu vertikalnya sengaja dibuat di tengah dan bagian kiri dicantumkan skala koefisien reaksi subgrade vertikal tanah kv (dari 0 sampai 6 kgf/cm3) sedangkan di sebelah kanan dicantumkan nilai CBR, karena antara kv dan CBR terdapat korelasi nonlinier. Sumbu horisontal pada bagian bawah Suhendro Chart, untuk arah ke kanan digunakan untuk merepresentasikan nilai respon lendutan vertical (vertical displacement) maksimum yang dapat terjadi di pelat akibat beban (dalam satuan mm). Sumbu horisontal pada bagian bawah Suhendro Chart, untuk arah ke kiri digunakan untuk merepresentasikan nilai respon berupa momen maksimum yang terjadi pada pipa-pipa Cakar Ayam Modifikasi sesuai yang terdekat dengan beban (MA), yang jaraknya lebih jauh (MB) dan yang lebih jauh lagi (MC) dalam satuan kN.m). Sumbu horisontal pada bagian atas Suhendro Chart , untuk arah ke kanan digunakan untuk merepresentasikan nilai respon tekanan tanah maksimum yang dapat terjadi di bawah pelat akibat beban (dalam satuan kN/m2). Sumbu horisontal pada bagian atas Suhendro Chart , untuk arah ke kiri digunakan untuk merepresentasikan nilai respon momen maksimum yang dapat terjadi pada pelat beton akibat beban (dalam satuan kN.m/m). Untuk menggunakannya dalam perancangan, ikuti langkahlangkah berikut ini. 1) Buatlah garis horisontal pada nilai kv (atau CBR) dari lapisan tanah di bawah pelat. Misalnya kv= 2 kgf/cm3. 2) Garis horisontal pada langkah 1 tersebut akan memotong kurva lendutan vertikal (d) di suatu titik. Buatlah garis vertikal ke bawah melalui titik tersebut, dan bacalah skala yang ada di sumbu horisontal bagian bawah Chart. Nilai tersebut merupakan lendutan maksimum yang akan terjadi di pelat akibat beban, dalam satuan mm. Nilai ini dapat digunakan untuk melakukan cek apakah persyaratan lendutan yang terkait pula dengan servicability pavement terpenuhi. 3) Garis horisontal pada langkah 1 akan memotong kurva tekanan tanah (s) di suatu titik lain. Buatlah garis vertikal ke atas melalui titik tersebut, dan bacalah skala yang ada di sumbu horisontal bagian atas Chart. Nilai tersebut merupakan tekanan tanah maksimum yang akan terjadi di pelat akibat beban, dalam satuan
Ir. Basuki Rahardjo, CES

13

kN/m2. Nilai ini dapat digunakan untuk melakukan cek apakah daya dukung tanah di bawah pelat mencukupi untuk mendukung beban. 4) Garis horisontal pada langkah 1 akan memotong kurva momen maksimum pada pipa (MA, MB, MC) di suatu titik. Buatlah garis vertikal ke bawah melalui titik tersebut, dan bacalah skala yang ada di sumbu horisontal bagian bawah Chart. Nilai tersebut merupakan momen maksimum yang akan terjadi pada pipa-pipa Cakar Ayam akibat beban, dalam satuan kNm. Nilai ini dapat digunakan untuk melakukan cek tegangan yang terjadi pada pipa beton atau baja, ataupun melakukan cek apakah kedalaman pipa sudah mencukupi.pelat akibat beban, dalam satuan mm. Nilai ini dapat digunakan untuk melakukan cek apakah persyaratan lendutan yang terkait pula dengan servicability pavement terpenuhi. 5) Garis horisontal pada langkah 1 akan memotong kurva momen maksimum yang terjadi pada pelat beton (Mpelat) di suatu titik.

Ir. Basuki Rahardjo, CES

14

Buatlah garis vertikal ke atas melalui titik tersebut, dan bacalah skala yang ada di sumbu horisontal bagian atas Chart. Nilai tersebut merupakan momen maksimum maksimum yang akan terjadi pada pelat beton akibat beban, dalam satuan kNm. Nilai ini dapat dimanfaatkan untuk merancang penulangan pelat beton.

b. Tahap Detail Design Setelah sistem struktur, bentuk, dimensi, dan jenis material telah ditetapkan, maka tahap selanjutnya adalah melakukan analisis struktur untuk dapat memperoleh secara rinci respons struktur akibat beban (berupa bentuk dan besarnya defleksi slab, intensitas dan distribusi tegangan/regangan/ displacement pada slab, pada pipa-pipa pengaku, maupun pada setiap lapisan tanah, serta distribusi dan intensitas tekanan tanah yang terjadi tepat di bawah slab maupun pada kedalaman tertentu yang ditinjau). Hasil-hasil analisis inilah yang dapat digunakan untuk mengetahui dengan pasti apakah hasil rancangan awal telah secara optimal dapat memenuhi persyaratan strength, stiffness, stability, serviceability, dan durability. Apabila belum optimal, maka analisis dapat diulang kembali dengan terlebih dahulu melakukan modifikasi atas beberapa parameter (misal mengubah tebal slab, atau jarak/diameter/panjag pipa, tebal dan jenis material subbase) agar kondisi optimal tercapai (kadang perlu iterasi beberapa kali untuk mencapai kondisi optimal). Secara garis besar prosedur Finite Element Method yang dikembangkan untuk analisis sistem Cakar Ayam ini dapat dibagi dalam beberapa step dasar (Suhendro, 1992) : 1) Dikretisasi slab menjadi elemen-elemen pelat-lentur, pipa-pipa Cakar Ayam menjadi elemen-elemen cangkang 3-D, subbase sebagai elemen-elemen pegas vertikal dengan coefficient of subgrade reaction, kv, dan tanah di sekitar pipa-pipa sebagai pegas horizontal dengan coefficient of subgrade reaction, kh. (Gambar 8). 2) Untuk setiap elemen, yaitu elemen pelat-lentur, cangkang, pegas vertikal maupun pegas horizontal, dievaluasi matriks kekakuan elemen dalam koordinat lokalnya.

Ir. Basuki Rahardjo, CES

15

Ir. Basuki Rahardjo, CES

16

Gambar 8. Tipical vertical spring (kz) dan horizontal spring (kx & ky) untuk memodelkan soil-structure interaction, dan pemodelan dengan 3-D solid element untuk mengetahui tegangan geser pada interface pipa dengan tanah di sekelilingnya (Suhendro, 1992, 2000)

Pemodelan sistem perkerasan Cakar Ayam dengan Metode Elemen Hingga tersebut di atas telah divalidasikan dengan berbagai hasil percobaan full scale langsung di lapangan, meliputi : hasil percobaan full scale di apron Juanda-Surabaya (1979), hasil percobaan full scale di runway PoloniaMedan (1981), hasil percobaan full scale di runway Soekarno-Hatta Jakarta
Ir. Basuki Rahardjo, CES

17

(1982), dan hasil-hasil Falling Weight Deflectometer Test (FWD), yang dilakukan untuk monitoring dan evaluasi secara berkala. Prosedur analisis dan perancangan yang dikembangkan telah memasukkan pengaruh berat sendiri, beban kendaraan, perubahan/perbedaan suhu (end restraint stresses, dan warping stresses), dan pengaruh repetisi pembebanan.

6.

PENAMBAHAN LAPISAN ASPAL TIPIS (3 CM) DI ATAS SLAB.

Penambahan lapisan aspal tipis (3 cm) di atas slab memiliki multi fungsi, yaitu : (a) sebagai wearing course (lapisan tahan aus yang mudah dirawat dan diperbaiki), (b) menigkatkan riding quality, sehingga meningkatkan kenyamanan pengendara, dan (c) mengeliminir dampak buruk pengaruh beban thermal yang bersifat cyclic & repetitif di wilayah tropis sepanjang tahun, yang terbukti merupakan penyebab utama kerusakan perkerasan kaku. Perlu diketahui bahwa meskipun suhu di udara sekitar menunjukkan 32 C namun akibat panas radiasi matahari, suhu di perkerasan slab beton dapat mencapai 55 ~ 60 C. Perbedaan suhu antara siang dan malam yang silih berganti sepanjang hari, dengan perbedaan suhu yang besar, mampu memicu perkerasan kaku mengalami semacam beban siklik (bolak-balik antara momen positif dan negatif) pada slab dengan stress ratio yang relatif besar. Keberadaan lapisan aspal tipis di atas slab mapu melindungi slab beton dari panas radiasi langsung matahari, dan karenanya suhu pada slab beton menjadi menurun mendekati ambient temperature udara sekitar, perbedaan suhu mengecil sehingga kelelahan bahan yang memicu retak dapat dieliminir. Lapisan aspal juga melindungi permukaan slab beton dari pengaruh buruk air hujan, yang di wilayah polutif seperti Indonesia, kandungan asmnya relatif tinggi dan sangat merusak beton. Hal ini tidak dialami di negera-negara maju karena umumnya mereka berada pada wilayah 4 musim. Inovasi ini sangat tepat untuk daerah tropis.

7.

MEMUNGKINKAN UNTUK MENEMPATKAN SECARA LANGSUNG SLAB CAKAR AYAM PADA ELEVASI PERMUKAAN TANAH LUNAK ASLI.
Pada kondisi khusus, misalnya pengembangan wilayah baru sehingga diperlukan untuk membuat jalan baru melalui tanah lunak yang tebal, dan belum ada akses jalan lain sama sekali di daerah tersebut, atau untuk keperluan membuat jalan detour karena ada perbaikan/peningkatan pada ruas jalan eksisting, maka
18

Ir. Basuki Rahardjo, CES

memungkinkan sekali apabila sistem perkerasan CAM ditempatkan langsung di atas tanah asli yang lunak (meskipun kedalaman tanah lunaknya mencapai puluhan meter), setelah tentunya dilakukan stripping seperlunya untuk menghilangkan top-soil yang tidak stabil. Untuk keperluan tersebut, jalan baru dapat dibuat secara cepat, mudah dan murah. Karena tidak ada timbunan dan tanah lunak asli sudah stabil sejak lama, maka pada tipe ini sistem perkerasan CAM tidak akan mengalami konsolidasi. Secara praktis, apabila terpaksanya diperlukan timbunan, namun tingginya tidak lebih dari 50 cm, maka sistem CAM ini juga masih sangat layak untuk diaplikasikan.

8.

BERBAGAI APLIKASI SISTEM CAM.


Setelah berhasil melalui uji coba skala penuh di lokasi tanah lunak dan dalam, di Waru Surabaya (2005), yang hasilnya disajikan pada Gambar 9, dimana sistem CAM dibebani monotonik sampai 24 tonf (sigle wheel load ? 6 kali beban gandar jalan raya) dengan lendutan maksimum hanya 6 mm, maupun beban repetitif sampai 16 tonf, dengan hanya 3 mm, di atas tanah lunak (CBR sekitar 2) yang sangat dalam, dan respons linear elastik yang terpantau selama pembebanan, membuat sistem CAM ini memperoleh peluang pertama untuk diuji cobakan pada jalan detour di Jalan Tol Sediyatmo Jakarta, yang melayani lalu-lintas dari dan ke bandara Soekarno-Hatta yang sangat padat (Gambar 10).

Ir. Basuki Rahardjo, CES

19

Gambar 9. Percobaan full scale sistem CAM di lokasi tana h lunak Waru Surabaya (2005)

Gambar 10. Aplikasi pertama sistem CAM di detour jalan Tol Sediyatmo - Jakarta (2005)

Ir. Basuki Rahardjo, CES

20

Aplikasi kedua adalah pada Trial Road sepanjang 800 m, yang dibangun di atas tanah lunak (di dekat pantai), di jalan Pantura (Pamanukan Indramayu) km 25+800 s/d 26+650, yang diuji-coba oleh Tim melalui bekerjasama dengan Pusat Penelitian Jalan & Jembatan (Pusjatan), Departemen PU, seperti terlihat pada Gambar 11. Jalan ini dibuka untuk umum sejak tahun 2007.

Ir. Basuki Rahardjo, CES

21

Gambar 11. Aplikasi kedua sistem CA M di Trial Road Pamanukan Indramayu, pada km 25+800 s/d 26+650 (2007)

Aplikasi ke-tiga adalah pada Jalan Tol seksi 4 Makassar, yang dibangun di atas tanah lunak (di atas rawa-rawa), seperti terlihat pada gambar 12. Jalan Tol ini dibuka untuk umum sejak tahun 2008.

Ir. Basuki Rahardjo, CES

22

Gambar 12. Aplikasi ketiga sistem CAM di jalan Tol seksi 4 Makassar (2007)

Aplikasi keempat adalah pada Jalan di atas tanah luak di Samarinda, yang dibangun di atas tanah gambut (di atas rawa-rawa) untuk menghubungkan jalan Propinsi dengan lokasi Gudang Semen PT Busowa, seperti terlihat pada gambar 13. Jalan ini dibuka untuk kendaraan berat (truck pengangkut semen) sejak 2008.

Ir. Basuki Rahardjo, CES

23

Gambar 13. Aplikasi keempat sistem CA M di Samarinda (jalan tr uck pengangkut semen) (2008)

9.

MASALAH KONSTRUKSI PERKERASAN DI INDONESIA.

Di Indonesia, banyak daerah yang kondisi tanah-dasar (subgrade) yang terletak pada tanah lunak atau ekspansif. Perancangan konstruksi perkerasan umunya di dasarkan pada asumsi bahwa tanah dasar sudah stabil, sehingga tebal komponen struktur perkerasan hanya didasarkan pada kapsitas dukung tanah dasar yang dinyatakan oleh nilai CBR atau modulus reaksi subgrade vertikal. Perancangan menjadi tidak tepat bila ternyata subgrade saat dibebani beban mengalami vibrasi yang berlebihan (akibat tanah fondasi yang lunak), demikian pula, bila subgrade mengalami kembang susut oleh berubahnya musim. Penyelesaian dari masalah tersebut adalah dengan menggunakan perkerasan Sistem Cakar Ayam Modifikasi. Struktur perkerasan ini yang dirancang seperti halnya perancangan pelat/gelagar jembatan, sehingga dimensi pelat dirancang berdasar beban rancangan yang paling kritis. Sistem CAM dirancang kuat menahan momen, gaya lintang dan geser pons, sehingga pengaruh beban-beban tambahan seperti: beban akibat vibrasi tanah-dasar dan naik-turunnya tanah-dasar akibat kembang susut tanahdasar dapat diperhitungkan dalam perancangan. 9.1. TIPE-TIPE TANAH-DASAR Dalam aplikasi Sistem Cakar Ayam Modifikasi untuk perkerasan kaku, maka terdapat beberapa kemungkinan tipe-tipe kondisi tanah dasar yang cocok digunakan.

Ir. Basuki Rahardjo, CES

24

Tipe I : Perkerasan berada pada tanah asli tanpa atau dengan tanah urug tebal 30 50 cm (Gambar 14). Tanah asli direkomendasikan mempunyai modulus reaksi subgrade (kv) = 20000 kN/m3 atau CBR = 2. Karena tanah asli mempunyai CBR = 2, maka umumnya dibutuhkan material urug 30 50 cm sebagai landasan kerja. Tanah urug yang digunakan adalah tanah granuler (pasir atau sirtu).

Gambar 14. Sistem CAM pada tanah a sli

Tipe II : Perkerasan terletak pada tanah timbunan dengan tinggi = 50 cm yang berada di atas tanah asli yang lunak (Gambar 15). Oleh akibat beban timbunan, tanah fondasi akan mengalami penurunan konsolidasi. Penurunan konsolidasi total = 90 cm dalam periode 15 tahun yang masih cocok untuk dibangun Sistem Cakar Ayam. Dalam hal ini, yang dimaksud tanah lunak adalah tanah yang mempunyai N-SPT = 2, atau tahanan konus dari alat sondir (Cone Penetration Test), qc = 2 kg/cm2. Timbunan yang mendukung Sistem Cakar Ayam harus stabil terhadap keruntuhan kapasitas dukung tanah dan stabilitas lereng menyeluruh.

Gambar 15. Sistem CAM pada timbunan di atas tanah lunak.

Perlu diperhatikan, pada dasarnya Sistem Cakar Ayam merupakan struktur perkerasan (seperti halnya perkerasan beton konvensional), sehingga bila Sistem Cakar Ayam diletakkan pada timbunan, maka timbunan harus stabil terhadap kemungkinan terjadinya deformasi berlebihan atau bahaya longsoran. Untuk perkerasan kelas 1, umumnya
Ir. Basuki Rahardjo, CES

25

kecuali persyaratan struktural, persyaratan geometri sangat diperhatikan, sehingga penurunan timbunan yang berlebihan yang akan merubah alinyemen vertikal jalan. Untuk ini, pembangunan perkerasan dengan Sistem CAM, harus lebih dulu dilakukan rekayasa perbaikan tanah fondasi. Perbaikan tanah yang lazim dilakukan adalah dengan pemasangan drainase vertikal untuk percepatan penurunan konsolidasi. Namun, apabila pada batas-batas tertentu perubahan alinyemen vertikal perkerasan diijinkan, maka Sistem CAM akan sangat cocok. Hal ini, karena Sistem CAM kecuali menjaga kerataan perkerasan, juga merupakan struktur perkerasan yang tahan terhadap perubahan bentuk tanah dasar. Hal ini, sudah dibuktikan pada Sistem Cakar Ayam di Jalan Tol Prof. Sediyatmo, yaitu jalan menuju ke Bandara Internasional Sukarno Hatta Jakarta. Pada jalan Tol ini, walaupun penurunan permukaan jalan sudah lebih dari 90 cm, namun hingga saat ini tidak ada masalah kerusakan struktur perkerasan yang berarti dan tetap layak difungsikan sebagai jalan Tol. Tipe III : Perkerasan terletak pada tanah asli ekspansif yang mempunyai potensi pengembangan maksimum (swelling potential) 15% (Gambar 16). Bila tekanan pengembangan lebih dari nilai tersebut, maka perlu dilakukan penanganan untuk mengurangi tekanan pengembangan yang mengganggu kinerja Sistem CAM.

Gambar 16. Sistem Cakar Ayam Modifikasi pada tanah ekspansif.

Tipe IV : Perkerasan terletak pada tanah galian dengan modulus reaksi subgrade minimum 20000 kN/m3 atau CBR = 2% (Gambar 17). Lereng galian harus stabil terhadap kemungkinan adanya longsoran.

Gambar 17. Sistem CAM pada galian

Ir. Basuki Rahardjo, CES

26

Untuk semua tipe Sistem CAM, disarankan digunakan pelat penutup tepi (koperan) agar perkerasan lebih tahan terhadap beban maupun perlemahan tanah-dasar di bagian tepi. 9.2. SISTEM CAKAR AYAM PADA TANAH EKSPANSIF 9.2.1. Tanah Ekspansif Tanah ekspansif (expansive soil) adalah istilah yang digunakan pada material tanah atau batuan yang mempunyai potensi penyusutan atau pengembangan oleh pengaruh perubahan kadar air. Tanah-tanah lempung yang banyak mengandung banyak mineral montmorillonite mengalami perubahan volume yang signifikan, ketika kadar air berubah. Pengurangan kadar air menyebabkan lempung menyusut, dan sebaliknya bila kadar air bertambah lempung mengembang.

Gambar 18. Foto kerusakan jalan akibat kembang susut tanah dasar di ruas jalan Surakarta Purwodadi, Jawa Tengah.

Perubahan volume tanah yang besar merusak bangunan. Perubahan bentuk permukaan tanah akibat adanya pengembangan, akan menghasilkan permukaan yang tidak beraturan, dan tekanan pengembangan yang dihasilkan dapat mengakibatkan kerusakan serius pada perkerasan yang berada di atasnya. Permukaan perkerasan yang berada di atas tanah menjadi retak-retak akibat naik-turunnya tanah, dan tekanan pengembangan yang dihasilkan dapat mengakibatkan kerusakan serius pada perkerasan yang berada di atasnya. Contoh kerusakan perkerasan akibat kembang susut tanah-dasar di ruas jalan Surakarta-Purwodadi ditunjukkan dalam Gambar 18. Kerataan permukaan juga sangat penting dalam perkerasan landas pacu di bandara. Ketika pesawat melintasi permukaan perkerasan yang tidak rata, percepatan vertikal yang tidak dikehendaki dapat timbul. Hal ini akan membahayakan keselamatan penerbangan.
Ir. Basuki Rahardjo, CES

27

9.2.2 Perancangan Sistem Cakar Ayam Pada Tanah Ekspansif Dalam aplikasi pada tanah dasar ekspansif, Sistem Cakar Ayam harus dirancang kuat terhadap tekanan pengembangan yang bekerja di bagian bawah pelat. Pengembangan tanah dasar yang bergantung pada gerakan kelembaban air dari pinggir menuju ke tengah, merupakan faktor yang komplek bila digambarkan dalam diagram tekanan. Mekanisme momen perlawanan cakar Sistem CAM terhadap gerakan naik pelat akibat pengembangan tanah dasar diilustrasikan oleh Hardiyatmo (2008) dalam Gambar 19. Ketika terjadi kenaikan kadar air akibat hujan di bagian tepi perkerasan, tanah di bagian ini mengembang sehingga pelat cakar ayam cenderung terangkat ke atas. Kenaikan pelat di bagian tepi ini, dilawan oleh momen perlawanan cakar, sehingga pelat perkerasan cenderung tetap rata. Untuk kondisi tersebut, Hardiyatmo (2008) mengusulkan metode pendekatan yang didasarkan pada asumsi bahwa tekanan pengembangan (? s) bervariasi secara linier, dengan bagian maksimum (? s-mak) pada bagian pinggir pelat Cakar Ayam. Bila terjadi kenaikan tanah di dalam Sistem Cakar Ayam, dan bila beban ke bawah oleh berat cakar relatif kecil, maka beban terbagi rata yang melawan pengembangan hanya diperhitungkan akibat beban pelat beton saja, yaitu q = tp x ? beton (tp = tebal pelat beton dan ? beton = berat satuan material pelat). Besarnya kenaikan tanah tidak akan melebihi kenaikan tanah yang dihitung berdasarkan besarnya potensi pengembangan pada setiap lapisan tanah di bawahnya (potensi pengembangan S = ? H/H 100%, dengan H = tinggi lapisan tanah awal dan ? H = pengembangan). Bila terjadi kombinasi beban antara beban kendaraan dan tekanan pengembangan, maka lendutan dapat ditentukan dengan cara superposisi dari hitungan keduanya.

Gambar 19. Mekanisme momen perlawanan cakar terhadap gerakan naik pelat akibat peng embangan tanah dasar (Hardiyatmo, 2008).

Ir. Basuki Rahardjo, CES

28

Hardiyatmo dkk (2009) mengusulkan mekanisme pembebanan pada Sistem Cakar Ayam tanpa pelat penutup tepi yang terletak pada tanah ekspansif, dengan memperhatikan 3 kasus, sebagai berikut (Gbr 19): ? Kasus 1 (Gambar 20-a): perubahan kadar air terbesar berada pada bagian tepi pelat, sehingga tekanan pengembangan tanah maksimum (ss-maks) berada pada bagian tepi pelat. Kondisi ini terjadi di awal musim hujan, di mana tanah di bagian bahu mengembang lebih dulu. ? Kasus 2 (Gambar 20-b): seiring dengan berjalannya waktu yang relatif lama, maka perubahan kadar air tanah sampai ke tengah pelat, sehingga tekanan pengembangan tanah terbagi rata di bawah pelat. ? Kasus 3 (Gambar 20-c): pada musim kemarau pada bagian tepi pelat mengalami penyusutan atau penurunan kadar air dan di bagian tengah pelat belum mengalami pengurangan kadar air, sehingga tekanan pengembangan maksimum (ss-maks) berada di bagian tengah pelat.

Gambar 20. Mekanisme pembebanan Sistem Cakar Ayam pada tanah ek spansif (Hardiyatmo et al., 2009) Ir. Basuki Rahardjo, CES

29

Pada Sistem Cakar Ayam yang dilengkapi dengan pelat penutup tepi (koperan), maka pelat penutup ini sekaligus berfungsi sebagai penghalang kelembaban vertikal (vertical moisture barrier), yaitu menjaga kadar air dalam zona di bawah Sistem Cakar Ayam konstan. Kedalaman/tinggi pelat beton untuk penghalang kelembaban (koperan) ini antara 0,5~1,20 m (Hardiyatmo, 2006), bergantung pada potensi pengembangan dan kedalaman zona aktif di lokasi rencana perkerasan. Karena cakar juga berfungsi untuk melawan kenaikan pelat akibat pengembangan, maka pelat penutup tepi dengan tebal 10~12 cm dan tinggi 50 cm cukup memadai. Perilaku Sistem Cakar Ayam Modifikasi pada tanah ekspansif masih dalam penelitian intensif lebih lanjut oleh Hardiyatmo dan Suhendro sejak tahun 2009. Penelitian yang dilakukan, meliputi uji model di lapangan dengan skala 1:1 (full scale) untuk Sistem Cakar Ayam Modifikasi pada tanah ekspansif dan dilakukan di daerah SedanSariharjo-Sleman, Yogyakarta.

10. PENUTUP.
Pengembangan sistem perkerasan CA menjadi sistem perkerasan CAM, baik melalui pendekatan analitis, numeris, eksperimental di laboratorium, eksperimental di lapangan (full schale), trial road, maupun aplikasi nyata sebagai jalan detour, jalan propinsi, jalan tol, maupun jalan lalu-lintas kendaraan berat, yang kesemuanya dibangun di atas tanah lunak yang cukup tebal, telah diuraikan dalam makalah ini. Prinsip perancangan tahap preliminary design maupun tahap detail design telah pula dibahas. Mengingat teknologi sistem CAM ini adalah murni ditemukan dan dikembangkan oleh ahli-ahli Indonesia, namun tidak kalah kinerjanya dibanding teknologi lain yang diimport dari luar negeri, maka untuk mengabadikan proses pengembangan tersebut, sistem perkerasan CAM ini telah dipatenkan pada tahun 2007, dengan nomer P-00200700161. Meskipun demikian untuk aplikasi pembangunan konstruksi perkerasan yang dikoordinasikan oleh Kementerian Pekerjaan Umum, dibebaskan 100% dari royalty, sebagai sumbang sih teknologi bagi bangsa dan negara. Saat ini buku pedoman perancangan, pedoman pelaksanaan, dan spesifikasi teknis untuk keperluan aplikasi di lapangan yang disusun oleh penulis, diadopsi dan telah diterbitkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Untuk proyek-proyek swasta yang bersifat komersial, sudah selayaknyalah dikenakan royalty, sebagai subsidi silang. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pengembangan teknologi dan alternatif solusi
Ir. Basuki Rahardjo, CES

30

pembangunan konstruksi perkerasan di atas tanah lunak/ekspansif di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Suhendro, B. (1992). Laporan Penelitian Pekerjaan Pengkajian Sistem Cakar Ayam di Landasan Pacu, Taxiway, dan Apron Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Jakarta : Perum Angkasa Pura II. Suhendro, B. (1994). Laporan Penelitian Pekerjaan Pengkajian Lanjutan Sistem Cakar Ayam di Landasan Pacu, Taxiway, dan Apron Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Jakarta : Perum Angkasa Pura II. Suhendro, B. (1996). Laporan Penelitian Uji Pembebanan Dengan Falling Weight Deflectometer (FWD) Sistem Cakar Ayam di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Jakarta : Perum Angkasa Pura II. Suhendro, B. (1999). Pemodelan Ellemen Hingga dan Studi Eksperimental Perilaku Struktural Sistem Perkerasan Cakar Ayam di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Bandung : Prosiding Seminar Nasional Metode Elemen Hingga, ITB, 17 Desember. Suhendro, B. (2005). Laporan Hasil Full Scale Loading test Sistem Cakar Ayam Modifikasi di Lokasi Tanah Lunak Waru Surabaya. Yogyakarta : Laboratorium Teknik Struktur, Jurusan Teknik Sipil FTUGM. Suhendro, B. (2005). Sistem Cakar Ayam Modifikasi Sebagai Alternatif Solusi Konstruksi Jalan di atas Tanah Lunak. Jakarta : Buku 60 tahun Departemen Pekerjaan Umum. Hardiyatmo, H.C., Suhendro, B. Hutagamissufardal & Susanto, H.A. (1999). Perilaku Fondasi Cakar Ayam pada Model di Laboratorium Kontribusi Untuk Perancangan. Yogyakarta: Prosiding Seminar Nasional Geoteknik, Jurusan Teknik Sipil FT-UGM, 8 November. Hardiyatmo, H.C. & Suhendro, B. (2010). Laporan Penelitian Program Insentif 2009, Kementerian Negara Riset & Teknologi RI: Perilaku Sistem Cakar Ayam Modifikasi pada Tanah Ekspansif. Yogyakarta : Jurusan Teknik Sipil & Lingkungan, FT-UGM.

Ir. Basuki Rahardjo, CES

31

You might also like