You are on page 1of 19

Kepemimpinan dan Kolaborasi Sekolah Bab-bab sebelumnya mendeskripsikan apa yang dikerjakan guru ketika mereka merencanakan dan

menyampaikan pelajaran serta mengelola seting kelas yang kompleks. Akan tetapi , memimpin dan pengajaran kepada siswa di kelas bukan satu-satunya aspek pekerjaan guru. Guru juga menjadi anggota organisasi yang disebut sekolah dan diminta menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinan penting di tingkat sekolah, termasuk bekerja secara kooperatif dengan rekan-rekan sejawat, menjadi anggota komite dan bekerja bersama administrator dan orangtua siswa. Bagaimana aspek-aspek pekerjaan guru ini dijalankan akan menciptakan perbedaan dalam komunitas propesional sekolah dan bagaimana siswa beerperilaku dan apa yang mereka pelajari. Bagaimana guru menjalankan fungsinya juga menciptakan perbedaan yang signifikan dalam karier mereka sendiri. Bab ini mendesripsikan lingkungan pekerjaan di sekolah dan budaya pengajaran yang terkait dengannya. Penekanannya adalah pada ide bahwa sekolah bukan hanya tempat siswa datang untuk belajar, tetapi juga tempat orang-orang dewasa bekerja. Setelah memberikan kerangka kerja konseptual untuk melihat sekolah sebagai tempat kerja, kami merangkum dasar pengetahuan tentang sifat perilaku kerja guru dan apa yang membutat sebagian sekolah lebih efektif dibanding yang lain. Perspektif tentang Sekolah sebagai Tempat Kerja Banyak orang melihat sekolah terutama dari pengalaman bertahun-tahun sebagai pelajar. Sebagai mantan siswa cukup familiar dengan peran guru di kelas, dengan peran siswa, dan dengan cara guru dan siswa berinteraksi di seputar tugas-tugas akademis. Tetapi sebagai mantan siswa sebagian besar tidak tahu atau tidak memiliki banyak kesempatan untuk mengobservasi atau merefleksikan sekolah dari meja guru atau sebagai organisasi sosial atau aspek-aspek nonkelas dalam pekerjaan guru. Faktanya, banyak orang termasuk mereka yang bekerja di media sekolah atau media luar sekolah yang jarang melihat sekolah dari perspektif organisasi sosial kompleks seperti apa adanya. Hal ini patut disayangkan, karena pandangan tentang sekolah yang hanya didasarkan pada pengalaman sebagai siswa, menyebabkan kesalah pahaman pada banyak pihak ;guru, orangtua, dan pembuat kebijakan-tetang usaha-usaha perbaikan sekolah. Selain itu, pandangan yang tidak realistis telah menimbulkan kekecewaan pada banyak guru pemula. Sekolah adalah Sistem Manusia Dalam mendeskripsikan sekolah, kita mengambil perspektif bahwa sekolah adalah system manusia yang dipengaruhi bukan hanya oleh orang-orang yang belajar dan bekerja di dalamnya tetapi juga oleh komunitas dan masyarakat dan masyarakat yang lebih luas . sekolah adalah tempat-tempat individu-individu tidak bertindak dengan bebas-lepas sepenuhnya, tetapi dengan cara yang sedikit banyak interpenden dan dapat diprediksi . meskipun individu-individu datang bersama di sekolah untuk mempromosikan pembelajaran yang purposeful, tetapi masing-masing orang tidak merencanakan perjalanannya sendiri dan tidak ada tindakan masing-masing orang yang hanya berakibat pada orang itu sendiri. Selain itu, seperti yang diseskripsikan nanti, sinergi yang dikembangkan oleh guru yang bertindak secara serempak dapat memiliki konsekuensi penting bagi pembelajaran siswa. Untuk

memahami pandangan sistem manusia tentang sekolah. Dibawah ini beberapa tindakan interpenden yang dibutuhkan untuk mewujudkan pengajaran yang bermakna untuk siswa: 1. pensil, kertas, meja, bangku; 2. Ruangan,listrik sudah dipersiapkan; 3. Pedoman kurikulum dan textbook dan sudah dipersiapkan; 4. Ortu sudah siap mengirimkan anak-anaknya ke sekolah; 5. Guru sudah dilatih secara professional; 6. Bis sekolah, sarapan dan makan siang sudah dipersiapkan; 7.Jadwal sudah disiapkan dan anak-anak sudah ditempatkan di kelas-kelas; 8. Perencanaan kesehatan bagi siswa sudah direncanakan dan dikelola. Daftar ini bisa dilanjutkan, namun yang perlu diperhatikan adalah sekolah kontemporer adalah suatu sistem manusia yang kompleks, yang mengharuskan para anggotanya untuk menjalankan berbagai fungsi penting secara interpenden. Sekolah Memiliki Sejarah dan Budaya Sekolah , sama dengan organisasi-organisasi lainnya, mempunyai sejarah dan budaya berupa nilai-nilai, keyakinan dan ekspektasi yang telah berkembang dan tumbuh dari waktu ke waktu. Sejarah sekolah menciptakan tradisi dan banyak rutinitas sebagian baik dan sebagian kurang baik- yang diterima begitu saja oleh para anggota organisasinya. Budaya sekolah menciptakan pengaturan organisasi yang mempersatukannya dan memberikannya kekuatan sebagai entitas/wujud sosial. Lortie (1975) menyebut budaya itu sebagai cara para anggota sebuah kelompok memikirkan tentang tindakan sosial; budaya meliputi berbagai alternative untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan kolektif (hlm.216). yang lain memberikan definisi yang serupa, meskipun kadang-kadang mereka menggunakan label yang berbeda. Ruth dan rekan-rekan sejawatnya (1979), misalnya, menyebut nilai-nilai, keyakinan dan cara melakukan berbagai hal, yang sama itu sebagai ethos sekolah,;Glass (1981) menyebutnya tone; Joyce dan rekan-rekan sejawatnya (1993) dan Sergiovanni (1996) lebih menyukai kata community (komunitas). Terlepas dari labelnya, budaya sekolah sangat memengaruhi yang terjadi di sekolah dan menentukan ekspektasi serta peran bagi guru pemula. Sekolah Ada dalam Konteks Konteks adalah cara lain untuk melihat sekolah dan apa yang terjadi di dalamnya. Ide konteks itu diilustrasikan dalam Gambar 1.1. Perhatiakan bagaimana setiap kegiatan dalam lingkaran-lingkaran konsentris itu melekat dalam seperangkat hubungan yang saling bertaut atau resiprokal. Tugas belajar tertentu-misalnya,tugas yang ditemukam di lingkaran yang lebih dalam, dipengaruhi guru dan pelajarannya. Hal ini, pada gilirannya, dipengaruhi kepala sekolah dan sekolah dan oleh fitur-fitur masyarakat yang lebih luas.

Gambar 1.1 Sekolah Ada dalam Konteks Sekolah mempunyai Fitur-fitur yang sama dengan Organisasi-organisasi yang Lain Dalam beberapa hal, sekolah serupa dengan organisasi-organisasi lain di masyarakat. Sebagai contoh, seperti dalam organisasi organisasi lain, para anggotanya diarahkan pada pencapaian tugas tertentu. Tujuan sekolah adalah memberikan pengalaman belajar dengan maksud tertentu dan mengembangkan pelajaran-pelajaran yang self-regulated. Para anggota sekolah- kepala sekolah,guru dan siswa- mendapat reward, seperti halnya para nggota di organisasi-organisasi lain, bila mereka berusaha dan berhasil mencapai tujuan organisasional bersama. Mereka juga dihukum bila gagal. Salah satu contoh reward adalah eksperimen di beberapa Negara bagian yang para pedagangnya diberi kenaikan gaji bila, mereka sebagai kelompok, mereka dapat mengangkat prestasi di sekolahnya hingga diatas kritorion tertentu. Salah satu contoh hukuman adalah guru akan diberhentikan bila mereka tidak dapat memberikankegiatan-kegiatan belajar yang purposeful bagi siswa Sekolah memiliki fitur-fitur yang unik Selain memiliki fitur-fitur yang sama dengan organisasi-organisasi lain, sekolah juga memiliki fitur-fitur yang unik. Fitur-fitur khusus sekolahanlah yang paling penting kita pahami. Tujuan-tujuan yang Ambigu dan Saling Bertentangan Tujuan sekolah adalah memfasilitasi pembelajaran yang purposif bagi siswa dan mengembangkan pelajar-pelajar yang self-regulated. Ambiguitas tujuan daqpat diilustrasikan dengan acuan pendidikan kewarganegaraan. Kebanyakan orang di masyarakat Barat percaya bahwa sekolah mestinya mensosialisasikan siswanya sebagai warga negara yang baik, yang menerima nilai-nilai sistem politik demokratis dan yang memiliki kebebasan dengan tingkat tertentu dalam kegiatan ekonomi mereka sendiri. Orang tua,misalnya, tidak pernah yakin bahwa anaknya berpegang pada nilai-nilai yang mereka harapkan. Guru jarang yang tahu bagaimana perilaku mantan siswanya setelah menjadi

orang dewasa. Apakah mereka mau menggunakan hak suara nya, dan apakah mereka menjadi anggota masyarakat yang partisipatif ? Di pihak lain, sudut pandang yang lain melihat pendekatan pen didikan kewarganegaraan tersebut adalah indoktrinasi semata-mata dan menghasilkan pandangan yang sempit dan konformitas. Warga negara yang baik, dari sudut pandang ini, mungkin adalah pemikiran kritis yang mempertanyakan nilai dan struktur yang sudah ada dan berusaha memodifikasinya. Wajib Sekolah Fitur khusus sekolah yang kedua adalah klien mereka (siswa) wajib berada di sana. Sekolah dengan sejumlah besar siswa yang tidak termotivasi secara akademis sering kali adalah sekolah-sekolah yang guru-gurunya memilih untuk tidak bekerja. Inovasi-inovasi mutakhir di beberapa sistem sekolah, seperti diciptakannya sekolah alternatif atau magnet school, berusaha menangkal sifat wajib sekolah dengan memberikan lebih banyak pilihan kepada siswa dan orangtua mereka dalam hal tipe sekolah yang diikuti siswa. Sekolah dan Komunitas Dalam beberapa hal, sekolah lebih mirip komunitas atau masyarakat daripada organisasi modern. Sekolah merupakan organisasi yang diatur oleh struktur pengendali hierarkis dan sistem pengawasan formal, Sergiovanni mengatakan bahwa sekolah adalah komunitas yang dibangun berdasarkan maksdu yang sama dan sikap yang saling menghargai. Sergiovanni juga mengatakan bahwa lebih dari seratus tahun lalu, organisasi-organisasi modern di bidang bisnis, militer, dan kesehatan dikonstruksikan lebih di seputar tatanan formal dan kontraktual daripada kondisi nilai-nilai bersama seperti yang ditemukan di masa-masa sebelumnya. Sergiovanni percaya bahwa sekolah-sekolah lebih dekat dengan karakter keluarga, neighborhood, dan kelompok-kelompok sosial sukarela- semua jenis organisasi yang memiliki nilai-nilai, rasa memiliki, dan komunitas yang sama. Norma, Peran, dan Budaya Mengajar Cara lain untuk memikirkan tentang sekolah adalah memikirkan tentang norma, peran, dan tatanan organisasional yang keberadaannya dimaksudkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Hal ini akan memiliki pengaruh yang kuat pada pengalaman yang dimiliki pada guru pemula selama masa magang dan selama tahun pertama mengajarya. 1. Norma Norma adalah ekspektasi yang saling dimiliki orang terhadap satu sama lain dalam setting sosial tertentu. Mereka menentukan tentang perilaku sosial yang diperbolehkan dalam situasi tertentu. Sebagian norma bersifat informal, seperti norma tentang pemakaian baju renang dan bukan gaun pesta di pantai. Akan tetapi sebagian bersifat formal. Sebagai contoh, seseorang mungkin tidak akanditahan bila mengenakan tuksedo

di pantai, tetapi ia akan ditahan bila melanggar peraturan setempat yang melarang mandi telanjang. Di sekolah, banyak norma formal dan infromal yang memengaruhi guru dan siswa. Sebagai contoh, di beberapa sekolah, guru-guru pemula akan menemukan norma-norma yang mendukung keramahtamahan dan keterbukaan yang akan membuat mereka merasa disambut baik. Di sekolah-sekolah lain, orang-orang mungkin bertindak dengan cara yang lebih tertutup dan formal. Di sebagian sekolah, normanya mendiring eksperimentasi yang membuat guru-guru pemula merasa nyaman untuk mengujicobakan ide-ide baru, sementara di sebagian sekolah lain para guru didorong untuk tidak terlalu mengambil resiko. Hal ini mempengaruhi kehidupan para guru. Ada 2 norma yang penting yang terkait, yaitu: a. Atonomi norm Ekspektasi bahwa pendidik bebas mengajar sesuka hatinya dalam batas-batas ruang kelasnya dikenal sebagai atonomi norm (norma atonomi). Dalam beberapa hal, guru memiliki kekuasaan dan pengaruh yang relatif kecil di dalam sistem sekolah yang lebih besar. Akan tetapi, mereka memiliki bangak pengaruh di kelasnya sendiri, yang didukung oleh apa yang disebut atonomi norm (norma atonomi). b. The Hand-Off Norm Hands-off norm adalah ekspekstasi bahwa guru tidak akan mengganggu/mencampuri pekerjaan guru-guru lain. Guru bukan hanya diberi otonomi di kelasnya, tetapi juga diberi sangksi bila mengganggu.mencampuri pekerjaan guru-guru lain, di tingkat paling superfisial sekalipun. Menurut Lortie (1975), tidak pantas bagi guru untuk meminta bantuan, misalnya, permintaan bantuan itu menunjukkan bahwa guru yang bersangkutan gagal. Serupa dengan itu, guru tidak diizinkan untuk memberitahu apa yang haris dilakukan oleh sesama guru arau menunjukkan bahwa ia mengajarkan sesuatu dengan cara yang berbeda. 2. Peran Organisasi dan budaya organisasional juga mendeskripsikan peran seorang guru. Perang guru, misalnya, termasuk norma-norma tentang bagaimana guru seharusnya berperilaku terhadap siswa dan bagaimana siswa berperilaku terhadap guru, bagaimana guru-guru

saling berinteraksi satu sama lain dan dengan kepala sekolah, dan seberapa banyak guru seharusnya berpartisipasi dalam pangatasan masalah dan pengambilan keputusan di tingkar sekolah. Orang-orang di sekolah mempelajari berbagai peran melalui interaksi satu sama lain. Beberapa aspek peran guru jelas dan tidak rumit. Sebagai contoh, jelas bahwa guru mestinya mengajarkan materi akademis kepada siswa dan mengevaluasi kemajuan siswa. Akan tetapi, sebagian peran guru tidak begitu jelas dan kadang-kadang memiliki ekspektasi yang kontradiktif. Kontradiksi dalam ekspektasi peran menyebabkan kecemasan dan masalah bagi pera guru pemula ketika mereka memasuki sekolah di tahun pertama. Salah satu kontradiksi yang paling mendasar dalam peran guru berasal dari adanya ekpektasi yang kuat bahwa guru mestinya memperlakukan setiap anak sebagai seorang individu meskipun sekolah diorganisasikan sedemikian rupa sehingga guru harus menangani siswa sebagai kelompok. Konflik ini terutama akut pada guru-guru sekolah menegah, yang mengahadapi 150 samapi 180 siswa per hari untuk jangka waktu yang cukup pendek. Konflik peran ini, menurut Lieberman dan Miller (1992) dan Little dan McLaughlin (1993), adalah yang membuat mengajar menjadi begitu personal, karena untuk menangani tuntutan-tuntutan kontradiktif antara individualisasi dan pengajaran kelompok membutuhkan pengmbangan gaya mengajar yang individual dan personal. Kontradiksi mendasar yang kedua dalam peran guru melibatkan seberapa jauh jarak antara guru dan siswa. Di satu pihak, guru diharapkan untuk menjaga jarak sosial tertentu dengan siswa agar otoritas dan kedisiplinan terpelihara. Faktanya, kontrol sering menjadi masalah bagi guru-guru pemula,karena mereka tahu bahwa mereka benyak dinilai untuk hal ini. Di pihak lain, kebanyakan guru tahu bahwa mereka harus membentuk semacam ikatan dengan siswa untuk memotifasi dan membantu mereka belajar. Para guru pemula memanifestasikan ketegangan kontradiksi peran ini dengan sejumlah cara. Mereka mengakhawatirkan tentang apakah mereka seharusnya memperbolehkan siswa untuk memanggil mereka dengan nama kecil atau seberapa bersahabatkah mereka seharisnya dengan siswa-siswa yang benar-benar mereka sukai, dan lain-lain. Ketegangan-ketegangan ini cukup normal dan tampaknya hanya

pengalamanlah yang dapat memberikan cara untuk menangani banyak kontradiksi di dalam peran guru. a. Struktur Organisasi Seluler Organisasi sekolah disebut seluler karena guru-guru bertanggung jawab secara

independen untuk mengorganisasikan fungsi-fungsi kepemimpinan dan pengajaran dalam sel-sel (ruang kelas)-nya masing-masing. Dibandingkan dengan kebanyakan kebanyakan organisasi lain, organisasi sekolah agak datar. Di sekolah dasar, biasanya hanya ada guru-guru dan kepala sekolah, dan dikebanyakan sekolah menegah ada satu peran tambahan, departement chair (Ketua Bagian). Beberapa orang (Joyce et al., 1993; Lortie, 1975) menyebut tatanan ini seluler, artinya, setiap kelas dapat dianggap sebagai sebuah sel yang di dalamnya gur bertanggung jawab untuk mengorganisasikan siswa, menangani kedisiplinan, dan mengajarkan materi akademis. Tatanan ini, yang dilengkapi dengan hands-off norm, sering menciptakan situasi kerja yang terisolasi bagi guru. Mereka mengambil berbagai keputusan independen tentang kapan dan bagaimana mengajarkan setiap subjek, dan mereka tidak meminta bantuan guru-guru lain. Joyce dan rekan-rekan sejawatnya (1993) melihat bahwa situasi ini telah membuat kepala sekolah terbiasa berhubungan dengan guru satu per satu daripada sebagai dewan pengajar yang terorganisasi yang memiliki tanggungjawab kolektif. b. Loosely Couped Structure Stuktur seluler sekolah juga mengakibatkan tatanan organisasional yang disebut loosely coupled structure (Bohman & Deal, 1991; Weick, 1976). Hal ini berarti bahwa apa yang terjadi di kelas-kelas tidak begitu erat terkait dengan apa yang terjadi di bagian-bagian lain di sekolah. Guru dapat dan memeang melaksanakan

kegiaran-kegiatan instsionalnya sendiri, terlepas dari para administrator dan pihak-pihak lain di sekolah. (+) Loose coupling memungkinkan banyak ruang bagi individu guru untuk mengambil keputusan dalam situasi-situasi yang pengetahuan substansialnya tentang praktik mengajar terbaik tidak ada.

(-) Loose coupling dapat menghalangi upaya-upaya untuk menetapkan tujuan bersama dan kegiatan-kegiatan yang terkoordinasi, yang penting bagi sekolah efektif, seperti yang nanti akan Anda lihat.

Dukungan Teoritis dan Empiris Selama bertahun-tahun, para pendidik berpikir bahwa sekolah merupakan sebuah organisasi formal. Faktanya Waller pada 1932 di dalam bukunya menulis tentang sosiologi pengajaran memberikan banyak insight penting tentang sifat sekolah dan pengajaran. Akan tetapi, baru tiga dekade terakhir ini para pendidik dan peneliti pendidikan mulai menyoroti pentingnya sekolah sebagai tempat bekerja dan pentingnya aspek-aspek organisasional pengajaran. Bagian ini memberikan contoh dari penelitian-penelitian yang cukup mutakhir tentang sifat pekerjaan yang dilakukan guru di sekolah dan bagaimana pekerjaan ini dilakukan dapat memengaruhi apa yang dipelajari siswa. 1. Sifat Pekerjaan Guru Kadang-kadang orang berpikir bahwa jam kerja guru sama dengan jam belajar siswa yang mereka ajar. Sebagian yang lain berpikir bahwa pekerjaan guru terutama berupa bekerja bersama siswa. Guru-guru berpengalaman tidak sepakat dengan kedua persepsi ini. Mereka tahu bahwa guru melakukan banyak banyak hal lain di luar bekerja secara langsung dengan siswa. Mereka juga tahu bahwa tuntutan waktu mengajar cukup besar. Selama bertahun-tahun berbagai studi mendukung pandangan ini. Sejak tahun 1961, National Education Association (NEA) mensurvei para guru setiap lima tahun dan meminta mereka untuk melaporkan jumlah jam per minggu yang mereka gunakan untuk berbagai tanggungjawab mengajar. Selama lebih dari tiga puluh tahun,

temuan laporan-laporan ini tetap konsisten. Para guru sekolah dasar melaporkan bahwa mereka melaporkan bekerja antara empa puluh lima sampai empat puluh sembilan jam per minggu, sementara guru-guru sekolah menengah mengatakan bahwa mereka bekerja antara empat puluh enam sampai lima puluh jam per minggu (Metropolitan Live, 1995). Untuk memvalidasi temuan-temuan ini dan mencegah pelaporan-diri yang melebihi kenyataan, para peneliti membuntuti para guru untuk menemukan apa persisnya

pekerjaan yang mereka lakukan dan untuk berapa lama. Dalam salah satu studi yang sangat menarik pada lima orang guru sekolah menengah, mereka menemukan bahwa secara rata-rata mereka menghabiskan waktu 48,5 jam per minggu. 2. Penelitian Efektifitas Sekolah Ada keyakinan yang semakin besar bahwa budaya dan etos kerja sekolah secara keseluruhan dan segala yang dilakukan oleh para guru secara serempak memberikan konstribusi pada apa yang dipelajari siswa sebanyak konstribusinya pada kinerja para guru secara individual.

Jumlah Tahun Tipe Sekolah Pengalaman Mengajar Total Kurang 10 Tahun SD SMP dari 10 atau Tahun Lebih 8 12 12 8 Kurang 9 dari 40 12 10 12 11 15 41-45 30 30 30 31 28 46-50 14 15 13 16 9 51-55 35 38 34 40 Lebih dari 55 54 50 30 51 Median 50

Lokasi Sekolah SMA KOTA Pinggiran Desa

9 9 29 14 39 55

10 17 30 13 29 50

10 10 28 15 37 55

8 11 32 11 38 51

Selama dua dekade terakhir, para peneliti mulai memasok bukti-bukti empiris untuk perspektif ini. Kadang-kadang penelitian ini disebut school effectiveness research (penelitian efektifitas sekolah); kadang-kadang disebut organizational context research (penelitian konteks organisasional). Penelitian efektifitas sekolah adalah penelitian yang berusaha mengungkap fitur-fitur yang membuat sebagia sekolah lebih efektif dibanding sekolah-sekolah lainnya. Apapun labelnya, penelitian ini secara cukup konsisten menunjukkan bahwa budaya dan komunitas sekolah, dan perilaku kolektif para gurum administrator, dan orang tua dapat menciptakan perbedaan penting pada seberapa banyak siswa belajar.

Kegiatan Pengajaran Pengajaran Langsung Mengorganisasikan Mereview

Total Menit 95,4 15,9 21,0

Waktu

Dalam Persentase Waktu

20,6 3,4 4,5

Penelitian tersebut menunjukkan pentingnya para partisipan untuk bersatu dan membuat membuat berbagai kesepakatan tingkat sekolah tentang apa yang seharusnya diajarkan, bagaimana hal itu diajarkan, dan bagaimana orang-orang seharusnya saling berhubungan satu sama lain. Tampaknya ada sinergi tertentu yang bekerja di sekolah, yang membuahkan hasil-hasil yang tidak dapat dicapai bila para guru berusaha mencapai tujuan-tujuan partikularistik secara sendiri-sendiri.

Monitoring

23,8

5,1

Pekerjaan Lain Dengan Siswa Study Hall Supervision 17,4 Assemblies and Clubs 5,9 Kontrol dan pengawasan 12,7 Interaksi degnan Kolega dna orang lain Pertemuan yang sudah 2,7 direncanakan Pertemuan yang tidak 46,5 direncanakan Tukar Pikiran 67,5 Pekerjaan di belakang 89,8 Meja dna Pekerjaan Rutin Waktu bepergian 24,6 Waktu pribadi 16,2

3,8 1,3 2,7

1,0 10,0 14,6 20,0 5,3 3,5

Selain itu, penelitian ini menekankan aspek orang-orang di sekolah. Kualitas mengajardan komunitas profesional yang ada di sekolah ditemukan lebih penting dari banyaknya uang yang digunakan untuk membeli beton, buku, atau kertas. Hal ini bukan berarti bahwa sumberdaya itu tidak dibutuhkan oleh sekolah yang baik, hanya saja banyaknya uang yang dihabiskan untuk koleksi perpustakaan sekolah atau bangunan fisik kurang penting dibanding komunitas yang diciptakan orang-orang yang ada di dalamnya. Beberapa studi rintisan di akhir tahun 1970-an memberikan bukti-bukti pertama tentang pentingnya berbagai fitur dan proses oraganisasional. Salah satu studi yang dilakukan oleh seorang psikiater-anak dari Inggris dan rekan-rekan sejawatnya yang meneliti dua belas sekolah mengengah di London (Rutter et al., 1979). Selama beberapa tahun, Ruther dan rekan-rekan sejawatnya mengumpulkan informasi tentang perilaku dan prestasi siswa dan proses-proses organisasional dari sampel SMA yang diambilnya. Para peneliti menemukan bahwa perilaku dan prestasi siswa sangat bervariasi dari sekolah ke sekolah, tetapi siswa-siswa di sebagian sekolah

lebih banyak menunjukkan perilaku baik dan prestasi tinggi daripada di sekolah-sekolah lain. Perilaku yang lebih baik dan prestasi tinggi itu berhubungan erat dengan berbagai aspek organisasi sosial sekolah, sepetri sebarapa jauh etos yang sama ada di sekolah, sejauh mana memiliki sikap-sikap yang sama, dan seberapa jauh mereka berperilaku secara konsisten terhadap siswa-siswanya. Keterampilan Keterampilan Organisasi Guru Perspektif dan penelitian tentang konteks organisasional dan sekolah-sekolah efektif penting bagi para guru pemula untuk beberapa alasan. Mereka dapat membantu menyempurnakan pemahaman anda tentang sekolah sebagai organisasi sosial, dan kedua, mereka dapat berfungsi sebagai remainder bahwa kelas anda sendiri akan menjadi bagian upaya yang lebih besar di tingkat sekolah. Bekerja dengan Rekan-Rekan Sejawat Membangun hubungan kerja yang baik adalah tantangan penting bagi guru-guru pemula. Kesuksesan dalam usaha ini membutuhkan pemahaman tentang norma-norma penting yang mengatur kolegalitas dan tindakan- tindakan khusus yang diambil. Norma. Ketika guru pemula memasuki sekolah pertamanya, mereka harus menyadari akan banyaknya norma-norma yang akan mengatur hubungan diantara mereka sendiri dan hubungan dengan rekan-rekan sejawatnya. Hands- off norm memungkinkan para kolega di

sekolah untuk bersikap bersahabat dan suportif, tetapi tidak didorong untuk memberikan saran- saran tertentu tentang praktik mengajar. Struktur seluler kebanyakan sekolah berarti bahwa guru-guru pemula diharapkan untuk bekerja sendiri. Mereka tidak akan diobservasi oleh guru-guru lain, atau diundang untuk mengobservasi rekan-rekan sejawatnya. Kesuksesan guru hanya akan diketahui oleh siswa, pasangan hidupnya, atau teman dekatnya. Kegagalan cenderung dirahasiakan. Tindakan-Tindakan yang Mungkin Diambil. Sebagian sekolah mungkin memiliki norma-norma yang mendukung kolegialitas profesional, dan situasi ini menjadi semakin lazim bila para guru dan administrator menyadari bahwa pembelajaran siswa dapat ditingkatkan bila semua orang bekerja bersama sama. Bagaimanapun situasinya, guru pemula memiliki beberapa keluasaan untuk bekerja bersama teman-teman sejawatnya

dengan cara yang terbuka dan konstruktif. Mengobservasi Guru-guru Lain. Proses ini seharusnya terus dilanjutkan oleh para guru tahun pertama. Faktanya, banyak jadwal observasi yang ada dapat digunakan berulang-ulang selama pengalaman lapangan awal, selama mengajar siswa, dan selama tahun-tahun pertama. Guru-guru pemula yang ingin mengobservasi guru lain seharusnya mencari tahu sejak awal apakah kunjungan dan observasi ke kelas lain adalah praktik yang dapat diterima di sekolahnya.kunjungan ini harus diatur kepala sekolah atau oleh spesialin kurikulum tingkat-sistem karena akan dibutuhkan guru pengganti. Bekerja dengan Administrator dan Personel Kepemimpinan Kelompok orang-orang kedua yang perlu berhubungan dengan para guru pemula adalah personel kepemimpinan di sekolah. Norma sekolah mengatur hubungan ini juga, dan tindakan-tindakan tertentu yang dipersyaratkan untuk itu. Norma. Para pengamat paling cermat terhadap hubungan guru dengan kepala sekolah dan pemimpin sekolah lain mengatakan bahwa norma-norma yang mengatur hubungan ini agak ambigu (Carlson, 1996; Walcott, 1973). Di satu pihak, etos professional sekolah mendukung konsep kepala sekolah bertindak sebagai pemimpin instruksional sekolah dan role model (panutan) bagi guru. Di lain pihak, hands-off norm berlaku pada kepala sekolah dan personel kepemimpinan lain maupun guru-guru lain. Sering kali, norma ini membatasi partisipasi langsung kepala sekolah dalam berbagai masalah kurikulum atau strategi pengajaran. Tindakan-Tindakan yang Mungkin Diambil. Tampaknya, kepala sekolah memihki keyakinan pendidikan dan gaya manajemen yang sangat beragam. Sebagian bersikap sangat suportif, dan sebagian lainnya tidak. Beberapa tindakan tertentu dapat diambil oleh guru pemula untuk mendapatkan dukungan kepala sekolah dan untuk membangun hubungan kerja yang positif. Memprakarsai pertemuan mingguan dengan kepala sekolah selama beberapa minggu pertama untuk mendiskusikan berbagai ekspektasi tentang perilaku guru dan siswa, tujuan-tujuan akademik, dan fitur-fitur sekolah lainnya.

Berikan informasi tertulis kepada kepala sekolah tentang sesuatu yang Anda lakukan di kelas Anda, khususnya tentang topik-topik seperti kesuksesan khusus yang telah Anda capai, misalnya pelajaran yang berjalan baik. Undang kepala sekolah ke kelas Anda, khususnya untuk pelajaran yang unik atau istimewa. Tulis catatan pujian untuk kepala sekolah kalau ia melakukan sesuatu yang Anda sukai atau sesuatu yang sangat membantu bagi Anda atau siswa Anda. Peminpin-Pemimpin Sekolah Lainnya. Di banyak sekolah, guru pemula bekerja bersama pemimpin-pemimpin sekolah lain selain dengan kepala sekolah, termasuk dengan konselor, spesialis membaca, guru pendidikan khusus, pustakawan, spesialis media, dan spesialis kurikulum. Guru pemula seharusnya berusaha, pada minggu-minggu paling awalnya di sekolah, untuk membangun hubungan kerja yang positif dengan para pemimpin spesialis di sekolah karena beberapa alasan. Pertama, berbeda dengan sesama guru, personel kepemimpinan sering diharapkan untuk membantu para guru pemula dan memberikan bantuan secara rahasian dan bebas evaluasi. Kedua, kebanyakan konselor dan resource teachers mencapai kedudukannya saat ini karena mereka pernah menjadi guru-guru kelas yang yang menerima pelatihan khusus. Ketiga, resource personnel memiliki lehih banyak waktu untuk memberikan bantuan dan dukungan disbanding kepala sekolah atau guru-guru lain di sekolah. Bekerja dengan Orangtua Siswa Orangtua adalah kelompok penting lain dalam pekerjaan dan kehidupan professional guru. Ens1und dan rekan-rekan sejawatnya (2004) menemukan bukti kuat bahwa keterlibatan dan ekspektasi orangtua merniliki efek jangka pendek maupun panjang pada prestasi siswa di kelas-kelas awal SD. Akan tetapi, bekerja bersama orangtua dan orang-orang lain di masyarakat tidak mudah karena beberapa alasan. Pertama, norma-norma tradisional yang mengatur hubungan orangtua dan guru agak kontradiktif.

Guru ingin hubungan mereka dengan orangtua siswa termasuk perhatian pada anak dan dukungan atas program pengajaran mereka. Pada saat yang sama, banyak guru tidak ingin para orangtua mencampuri urusan mereka di kelas. Kedua, banyak sekolah terletak di tengah masyanakat yang sangat berbeda keadaannya dengan seabad yang lalu, ketika sekolah-sekolah itu didirikan masyarakat. Ketiga, seperti dideskripsikan di Bab 2 (Buku Satu), sering ada

ketidaksinambungan antara sekolah dan rumah. Sering kali sekolah merepresentasikan sebuah latar belakang kultural yang sangat berbeda dengan latar belakang kultural orangtua siswa. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat digunakan oleh guru pemula untuk membangun hubungan positif dan suportif dengan onangtua atau orang dewasa lain yang memiliki peran signifikan dalam kehidupan anak. Tindakan-Tindakan yang Mungkin Diambil. Interaksi antara guru dan orangtua dapat memiliki beberapa bentuk, termasuk memberikan laporan kepada orangtua, menyelenggarakan pertemuan dengan orangtua, dan meminta bantuan orangtua di sekolah maupun di rumah. Melaporkan kepada Orangtua Orangtua siswa di usia berapa pun ingin tahu bagaimana keadaan anak-anaknya di sekolah. Rapor tradisional adalah salah satu cara untuk memberikan informasi ini kepada orangtua. Sarana lain untuk berkomunikasi dengan orangtua yang bekerja dengan baik untuk guru-guru SMP dan SMA yang memiliki banyak siswa adalah penggunaan newsletter mingguan dan bulanan. Berikut ini adalah beberapa saran untuk memandu pembuatan dan sirkulasi newsletter kelas atau sekolah untuk orangtua yang diadaptasi dari Bluestein (1982), Epstein (1988), dan Henderson, Marburgaer,dan Ooms (1986): a) Newsletter Anda dapat bersifat formal atau informal. b) Bahasa newsletter seharusnya cocok dengan komunitasnya dan dipilih dengan mempertimbankan latar belakang orangtua. c) Newsletter seharusnya dikirim ke rumah secara konsisten.

d) Newsletter seharusnya dirancang untuk memberikan informasi yang menarik bagi orangtua. e) Salah satu porsi newsletter mestinya digunakan untuk memberikan pengakuan, misalnya untuk siswa atau tim siswa yang meraih prestasi. f) Newsletter seharusnya berisi contoh-contoh hasil karya siswa, misalnya tulisan, puisi, atau proyek. g) Newsletter dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk melibatkan orangtua dengan mengundang mereka untuk berpartisipasi di berbagai kegiatan kelas atau bertindak sebagai helpers untuk kelas atau sekolah. Menyelenggarakan Pertemuan dengan Orangtua. Kebanyakan guru pemula akan terlibat dalam pertemuan dengan orangtua. Menyelenggarakan pertemuan dengan orangtua adalah salah satu fungsi organisasional penting pengajaran dan dapat memberikan pengalaman yang berharga bagi guru dan orangtua bila diselenggarakan dengan baik. Menggunakan informasi dan New Mexico Institute for Parent Involvement, Jane Bluestein (1982) dan Fuller dan Olsen (1998) mengusulkan strategi-strategi berikut yang dapat digunakan guru untuk pertemuan dengan orangtua: Persiapan sebelum pertemuan termasuk : 1. 2. Pemberitahuan: Maksud, tempat, waktu, lamanya pertemuan. Persiapan: Lakukan reviu terhadap folder anak, kumpulkan contoh-contoh hasil karya, dan siapkan bahan-bahan yang dibutuhkan. 3. 4. Agenda: Buat daftar butir-butir diskusi dan/atau presentasi. Mengatur lingkungannya: penataan tempat duduk yang nyaman, mengeliminasi distraksi. Pertemuan aktualnya termasuk : 1. 2. Menyambut: Membangun rapport. Menyatakan: Maksud, keterbatasan waktu, membuat catatan, opsi-opsi untuk ditindaklanjuti. 3. Memberi dorongan: Berbagi informasi, komentar, pertanyaan.

4.

Mendengarkan: Kadang-kadangberhentilah. Carilah isyarat-isyarat verbal dan nonverbal.

5. 6.

Merangkum. Mengakhiri dengan catatan positif.

Langkah-langkah dan rekomendasi usai-pertemuan termasuk: 1. 2. 3. Mereviu pertemuan dengan anak, bilamana perlu. Sampaikan informasi itu kepada personel sekolah lain, bilamana perlu. Menandai kalender untuk tindak-lanjut yang direncanakan.

Mendapatkan Bantuan Orangtua di Sekolah dan di Rumah. Cara terakhir yang dapat digunakan guru pemula untuk bekerja bersama orangtua adalah dengan melibatkan orangtua sebagai guru dan asisten, baik di sekolah maupun di rumah. a) b) c) d) e) Membantu menangani kelompok-kelompok kecil. Membantu penyelenggaraan field trip dan even-even khusus lain Sebagai teacher aids Membantu pengerjaan PR Bekerja untuk Perbaikan Sekolah

Membantu memperbaiki sekolah, seperti halnya aspek-aspek lain dalam kepemimpinan dan kolaborasi sekolah, tidak akan menjadi kekhawatiran para guru pemula. Mengapa Perlu Perbaikan? Sekolah, seperti yang ada saat ini, mengambil desain dasamya dari sekolah-sekolah tahun 1800-an. Pola penduduk yang berubah telah menjadikan komunitas beragam dan multikultural sebagai normanya dan telah membawa peningkatan besar dalam kepekaan sosial. Teknologi-teknologi informasi baru, termasuk satelit telekomunikasi, word processor, mikrokomputer, dan Internet telah mengubah secara substansial bagaimana informasi dipikirkan dan dipergunakan. Perubahan-perubahan sosial juga disertai perubahan-perubahan pada masa kanak-kanak dan remaja. Kaum muda matang lehih cepat daripada di masa sebelumnya,

dan setiap generasi dihadapkan pada_sejumlah pertanyaan dan prioritas yang berbeda. Beberaps tahun yang lalu, seorang sosiolog Amerika, James Coleman (1972), mengilustrasikan masalah ini dalam sebuah artikel yang berjudul The Children Have Outgrown the Schools. Dalam artikel ini, ia mengatakan bahwa sekolah membuat siswa gagal karena mereka mengejar tujuan yang salah melalui pengalaman-pengalaman yang tidak tepat. Coleman mengusulkan agar kurikulum modern mengharuskan lebih banyak kesempatan untuk pembelajaran dan keterlibatan aktif dan bukan sekadar memberikan paparan informasi yang semakin menggunung. Tindakan-Tindakan yang Mungkin Diambil. Sebagai seorang guru pemula yang berhadapan dengan kelas pertama Anda, kemungkinan besar Anda akan dihadapkan pada banyak dilema dan pertanyaan yang takt erjawab. Menjadi Siswa bagi Pengajarannya Sendiri. Kegiatan ini sering disebut action research, dan berfungsi sebagai cara bagi guru untuk terlibat dalam penyelidikan kritis dan refleksi tentang berbagai proses mengajar. Bekerja di Tingkat Sekolah. Peran seorang guru pemula dalam usaha perbaikan tingkat sekolah mula-mula melibatkannya sebagai partisipan yang ikut mencurahkan pikiran dalam mengkaji proposal usulan yang berasal dan pihak lain. Menunjukkan Kepemimpinan. Kesan pertama memengaruhi bagaimana guru pemula dipersepsi oleh kolega-kolega profesional, di dalam maupun di luar sekolah. Salah satu cara agar guru pemula dikenal di kalangan koleganya dan dihargai adalah dengan menunjukkan potensi kepernimpinannya dalam sekolah.

Penutup Sekolah adalah organisasi sosial yang merupakan tempat orang-orang dewasa bekerja dan tempat siswa datang untuk belajar. Sebagai sebuah oraganisasi sekolah mengatur orang orang yang ada di dalamya untuk tidak bertindak dengan bebas. Sekolah memiliki budaya

dan sejarah masing masing yang melatar belakanginya. Norma penting yang mengatur budaya dan perilaku di dalam sekolah adalah norma otonomi dan norma sanksi

You might also like