You are on page 1of 11

Revisi Penelitian Experimental

Konsepsi Metode Penelitian Experimental Semu Eko Teguh Pribadi

Gagasan ini muncul ketika saya dihadapkan dengan kewajiban penyelesaian final exam yang berbentuk studi penelitian di bidang kesehatan masyarakat. Banyak penelitian dari mahasiswa lain yang memunculkan berbagai pertanyaan. Salah satu pertanyaan seperti pada uraian sebelumnya bahwa terdapat kecenderungan dalam sebuah penelitian tentang fenomena kesehatan pada suatu kelompok masyarakat akan memunculkan hasil yang mendeskriditkan masyarakat itu sendiri. Dengan penggunaan kalimat keterbatasan pengetahuan, sikap dan nilai yang dianut kurang mendukung, serta perilaku hidup yang buruk dalam term kesehatan. Hampir bisa diprediksikan bahwa penelitian mendatang juga akan memberikan gambaran hasil yang serupa, bahkan ini lebih seperti postdiksi dari pada prediksi. Apakah ada keengganan dari peneliti untuk masuk lebih dalam. Apakah ada keterbatasan dari peneliti untuk masuk lebih jauh dan memandang dengan kaca mata yang lebih komprehensif. Saya tidak mau berspekulasi untuk mendiskusikan hal ini. Dalam studi Ilmu Kesehatan Masyarakat dikenal 2 jenis penelitian. Pertama adalah penelitian kuantitatif berikutnya adalah penelitian kualitatif. Jenis penelitian pertama lebih banyak mendapat fans dari kalangan mahasiswa. Sepanjang saya ketahui penelitian jenis ini berusaha untuk menominalkan ukuran-ukuran individu menjadi input sources sehingga dapat dianalisis menggunakan perangkat statistik. Dengan tujuan melaui hasil statistik tersebut akan didapat penjelasan mengenai fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Bila tidak salah menurut sejarahnya penelitian jenis ini mulai berkembang di Inggris. Kemudian dikenal sebuah istilah Amelioratif yaitu suatu usaha untuk menangkap dan menjelaskan fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat dengan menyelidiki gambaran dari masing-masing individu yang berada dan berinteraksi dalam masyarakat tersebut, untuk kemudian diturunkan dalam ukuran angka-angka melalui instrument kunci analisis data statistik. Ilmu Kesehatan Masyarakat sendiri merupakan satu disiplin ilmu yang lebih cenderung ke arah sosial sciences dari pada scientific sciences, namun pemakaian studi kualitatif untuk menjelaskan fenomena kesehatan yang terjadi pada masyarakat terasa sangat kurang. Mengapa terdapat kecenderungan yang lebih besar pada mahasiswa untuk menggunakan analisis kuantitatif dari pada

kualitatif dalam penelitian yang mereka lakukan. Walaupun demikian secara pribadi saya masih lebih mengandalkan penggunaan analisis kualitatif dalam menjelaskan suatu fenomena kesehatan yang terjadi dalam masyarakat. Saya selalu berfikir bahwa untuk mengetahui suatu fenomena dalam masyarakat akan lebih realistis bila subyek yang diteliti adalah masyarakat dan hubungannya secara utuh serta sistem yang bekerja atasnya, tentu butuh pertimbangan lebih untuk menurunkannya pada tingkatan individu, terlebih lagi bila memaksakan diri untuk memberikan label angka pada tiap-tiap individu tersebut. Dalam ilmu perilaku misalnya, apakah tidak terlalu naf bila komponen sikap dan perilaku diukur hanya melalui pertanyaan dengan jawaban setuju atau tidak setuju. Apakah tidak sebaiknya analisis kuantitatif dijadikan sebagai instrument pendamping di samping instrument utama analisis kualitatif. Banyak keberatan atas pandangan ini, namun saya bisa bernafas lega ketika menemukan dukungan dari beberapa tokoh sosiologi klasik seperti Weber, Comte, dan Durkheim. Berikutnya adalah pertanyaan mengenai satu jenis penelitian yang kurang populer di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Beberapa buku menyebutnya sebagai Studi Literatur, di mana pada penelitian jenis ini tidak mutlak mensyaratkan penggunaan sumber informasi dan subyek manusia dalam studinya. Bila terdapat mahasiswa yang mengajukan suatu judul penelitian yang bersifat historical review, misalnya sebuah penelitian tentang Sejarah Rumah Sakit di Indonesia atau Momentum Peralihan Pendekatan Curative ke arah Preventive dalam Perkembangan Kesehatan di Indonesia atau mungkin Peranan Belanda dalam Perkembangan Kesehatan di Indonesia apakah jenis penelitian seperti ini bisa diakomodir oleh Fakultas ini. Pada beberapa penelitian experimental yang saya baca, terlebih dalam kajian ilmu perilaku kesehatan sering dijumpai suatu hasil akhir yang sampai saat ini belum saya ketemukan relevansi logisnya. Seperti kita ketahui dalam penelitian experimental selalu mensyaratkan digunakannya beberapa faktor mutlak, yaitu : Intervensi atau Perlakuan
Perlakuan Experiment

KelompokControl Kelompok Experiment dan Kelompok

Pretest dan Posttest


Pretest Subjec t

Posttest Subjec t Kelompok Control Tanpa Perlakuan (Placebo)

Minggu 1

Minggu 2 - 5

Minggu 6

Bagan Metode Experimental Tanpa Modifikasi

Keterangan : Dilakukan penggalian data awal terhadap subyek penelitian sebelum pretest dilakukan baik melalui indept interview maupun FGD untuk mendapatkan informasi mengenai keadaan awal dari subyek serta hal lain berkaitan dengan penelitian. Juga dimaksudkan untuk menentukan metode dan instrument experiment. Subyek penelitian dibagi dalam dua kelompok (experiment dan control). Subjek penelitian kelompok experimental dan kelompok control diberikan pretest untuk mengetahui gambaran awal, serta posttest untuk mengetahui dampak sesudah perlakuan. Instrument dan desain test (pre dan post)harus sama. Hanya placebo. Dalam studi ilmu perilaku jenis intervensi bisa berupa penggunaan media dengan metode P Process, Simulasi, Peer Group, atau metode lain sesuai dengan tema penelitian. Dalam studi ilmu perilaku ada kecenderungan di mana variabel yang diukur dan ingin diketahui perubahannya adalah pengetahuan, sikap, serta perilaku dari subyek. Jangka waktu penelitian yang sering saya baca antara 1 - 2 bulan disesuaikan dengan tujuan. Saya tidak akan memberi komentar negatif untuk penelitian jenis ini terlebih lagi dengan kapasitas saya yang kata beberapa kawan masih hijau dan butuh latihan otak lagi. Memang metode ini telah teruji, memenuhi syarat ilmiah, dan kelompok experiment yang diberikan perlakuan, sedangkan yang tepat dalam pemberian intervensi pada kelompok

kelompok control tidak diberikan perlakuan atau diberikan semacam

memiliki landasan teori yang kuat. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah seberapa kuat metode ini dalam konteks studi ilmu perilaku dan promosi kesehatan akan mampu menangkap fakta aktual tentang pengetahuan, sikap, dan perilaku individu yang ada dalam masyarakat. Juga apakah metode ini benar-benar sanggup memberikan perubahan pada tataran pengetahuan, sikap, dan perilaku individu dengan menggunakan apapun jenis dan bentuk intervensinya. Bahkan saya tidak berani membayangkan bagaimana mungkin pada beberapa penelitian mahasiswa dengan penggunaan metode jenis ini yang memakan waktu aktif 1 hingga 2 bulan, ternyata mampu memberikan perubahan positif pada subyek yang terlihat pada perbedaan hasil pretest dan posttest untuk komponen pengetahuan, sikap, dan perilaku. Saya memiliki beberapa tesis untuk menangkap kondisi ini, dan tentu saja ada harapan akan munculnya anti tesis dari mereka yang berkenan mengajukannya, dan mungkin juga dari tesis dan anti tesis tersebut akan didapatkan suatu sintesis baru. 1. Tidak mengejutkan bagi saya bila dengan melakukan intervensi apapun bentuknya akan mampu memberikan perubahan pada tingkat pengetahuan subyek tentang suatu hal, yang dibuktikan dengan adanya perbedaan antara hasil pretest dan posttest antara kelompok perlakuan dan non perlakuan. Hasil posttest pada kelompok perlakuan sering memberikan gambaran yang menggembirakan. Perlu diperhatikan adalah rentang waktu antara pretest, intervensi, dan posttest yang cenderung sangat singkat. Saya ingat akan suatu masa di mana saya dan beberapa kawan akan menghadapi ujian semester. Saya sebagaimana juga mahasiswa lainnya dikondisikan untuk belajar secara instant agar dapat memberikan jawaban yang benar terhadap soal yang diujikan. Karena saya mampu menjawab sebagian besar dari pertanyaan ujian sesuai dengan apa yang saya baca pada malam sebelumnya, maka bisa dipastikan nilai saya untuk mata kuliah tersebut cukup memuaskan. Dua semester berikutnya seorang yunior menanyakan pertanyaan yang sangat mirip dengan pertanyaan yang diujikan waktu itu. Saya tidak mampu menjawabnya dan bahkan tidak tahu apakah pertanyaan yunior saya memiliki relevansi dengan ilmu kesehatan masyarakat. Semoga saja kondisi ini tidak terjadi pada subyek penelitian seperti saya maksud di atas. Karena bagi saya ukuran tingkat pengetahuan subyek adalah bagaimana subyek menyimpan, memperbaiki, serta mengembangkan pengetahuan, dan bukan pada nilai

jawaban benar yang diberikan subyek saat posttest yang dilakukan beberapa waktu setelah intervensi. 2. Variabel sikap biasanya diukur dengan menggunakan skala sikap dengan peryataan sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju yang sebelumnya telah diberi skor. Belakangan untuk penyataan raguragu ini sendiri telah dihapus untuk menghindari penumpukan jawaban pada item ragu-ragu (di tengah). Apakah ada pertanyaan mengapa responden lebih sering menjawab ragu-ragu bila item ini tetap dimasukkan. Sederhana saja sikap bukanlah komponen pasif, sikap memiliki kecenderungan berubah, dinamis, cair, dan menyesuaikan pada kondisi di mana individu berada. Peryataan sikap saya terhadap pola pacaran sehat misalnya, akan sangat berbeda bila pertanyaan berasal dari kawan, dosen, atau dari ibu saya. Dengan mengajukan pertanyaan tentang sikap terhadap subyek penelitian, seberapa reliable jawaban yang diberikan subyek atau seberapa kuat seorang peneliti mampu menangkap reliability dari peryataan subyek. Juga harus dipahami bahwa bila subyek penelitian adalah masyarakat awam, siswa, dan remaja, mereka memiliki kecenderungan untuk memposisikan interviewer sebagai sosok yang memiliki otoritas. Dan hal ini akan sangat berpengaruh pada jawaban yang diberikan olehnya, karena ada kecenderungan subyek akan menutupi sikap yang dirasakan negatif dan memberikan peryataan yang justru berlawanan. Beberapa ahli mencoba menyiasati dengan memberikan pelatihan khusus tata cara dan metode pelaksanaan interview agar hasil yang didapat sesuai dengan kenyataan. Namun berapa jumlah mahasiswa yang mengikuti pelatihan jenis ini. 3. Dengan menggunakan metode penelitian experimental yang dilaksanakan dalam waktu yang sangat terbatas ternyata dapat membuat seorang peneliti berandai-andai untuk mendapatkan hasil perubahan perilaku pada subyek penelitian. Untuk hal ini saya tidak akan berkomentar, bukan karena saya tidak mau untuk melakukannya tetapi karena memang saya tidak mampu mengomentarinya. Dan bila saya dipaksa untuk tetap berkomentar, komentar itu pasti lebih sulit dicerna oleh perasaan dibandingkan dua komentar sebelumnya. Namun untuk diketahui saya sangat skeptic dengan ide perubahan perilaku seperti ini. Saya teringat ketika seorang raksasa pemikiran post modernis Michael Foucault menghabiskan hampir 2 tahun masa hidupnya untuk meneliti perilaku homoseksual di salah satu sudut kota San Fransisco.

Tapi apa boleh buat kita tidak memiliki waktu selama itu, paling tidak untuk masa akademik kita saat ini. 4. Bila pandangan yang saya utarakan ternyata jauh dari benar, dan bila ternyata perubahan pada tingkat pengetahuan, sikap, serta perilaku subyek ternyata memang terjadi sesuai yang diharapkan dan dinyatakan oleh kebanyakan peneliti. Bila memang terdapat perubahan significant pada individu dan masyarakat dalam dimensi kesehatan melalui metode di atas tanpa ada modifikasi terhadap proses, intervensi, maupun intensitas perlakuannya. Tidak akan sanggup saya sembunyikan ketakjuban ini. Betapa indah pengetahuan, betapa hebat manfaat pengetahuan, betapa praktis penggunaan pengetahuan bahkan untuk mempelajari mahluk sekompleks manusia, betapa besar pengetahuan yang mereka miliki, dan betapa miskin pengetahuan yang hinggap di kepala saya. Pernyataan di atas adalah sebagian pandangan saya terhadap penggunaan metode penelitian experimental dengan berbagai instrument pengukurnya. Harus ditekankan bahwa saya tidak melakukan kritik atas filosofi dasar penelitian experimental, saya hanya mempertanyakan ulang tentang reliabilitas penelitian sejenis dalam disiplin Ilmu Perilaku dan Promosi Kesehatan. Terlebih lagi bila metode tersebut ditujukan untuk mengukur dan merubah tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat dengan hanya mengandalkan sisi praktisnya saja tanpa ada modifikasi dan penyesuaian-penyesuaian. Sangat naif dan tidak dapat ditoleransi bila di sini saya hanya melakukan kritik terhadap metode tanpa menawarkan suatu metode baru sebagai jawaban. Perlu juga dipahami sebelumnya ini bukan sekedar kritik tetapi lebih seperti autokritik karena dalam banyak hal saya juga melakukan kesalahan yang sama. Saya coba ajukan 2 metode yang merupakan modifikasi dari metode experimental. Perhatian saya lebih dititikberatkan pada pelaksanaan posttest, rentang waktu, dan kelompok experiment. 1. Experimental Research dengan 2 - 3 kali posttest Sebenarnya ini modifikasi sederhana dengan menambahkan 2 - 3 kali posttest setelah posttest pertama dilakukan terhadap kelompok experimental, yang
Kelompok artinya juga terdapat penambahan rentang waktu penelitian. Experiment Perlakuan

Juga tedapat

desain ulang terhadap instrument posttest ke dua dan Posttest ke tiga. SelainPosttest itu pada Posttest Pretest
1 2 interview terhadap 3 tahapan posttest ke dua dan ke tiga dimasukkan juga Kelompo Kelompo Subjec Subjec k k subyek t untuk menghindari bias terhadap hasil t posttest. Kelompok Control Tanpa Perlakuan (Placebo) Minggu 1 Minggu 2 - 5 Minggu 6 Minggu 10 Minggu Experime nt Interview Experime nt Interview

Bagan Metode Experimental Dengan Modifikasi I

Keterangan : Dilakukan penggalian data awal terhadap subyek penelitian sebelum pretest dilakukan untuk mendapatkan informasi awal mengenai subyek. Subyek penelitian dibagi dalam dua kelompok (experiment dan control). Subjek penelitian kelompok experiment dan control diberikan pretest untuk mengetahui gambaran awal, dan posttest 1 untuk mengetahui dampak sesudah perlakuan. Posttest 2 dan 3 hanya diberikan pada subyek dari kelompok experiment. Interval antara pelaksanaan posttest 1, posttest 2, dan posttest 3 adalah masing-masing satu bulan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan subyek (kelompok experimental) untuk menerima dan menyimpan informasi pengetahuan yang diberikan saat intervesi. Instrument dan desain pretest dan posttest 1 harus sama. Desain posttest 2 dan 3 dapat dirubah tanpa harus merubah substansi dari test. Misalnya dengan mengubah redaksional pertanyaan : Pretest Apa yang anda ketahui tentang KB?

Posttest 1 Apa yang anda ketahui tentang KB? Posstest 2 Jelaskan apa itu KB? Posttest 3 Menurut pengertian anda apa yang dimaksud dengan KB? Maksud dari perubahan redaksional pada pertanyaan ini adalah untuk mengetahui tingkat pemahaman subyek terhadap informasi dan pengetahuan yang telah dia terima. Namun perubahan pertanyaan ini hanya efektif pada jenis questioner dengan open question, sementara untuk questioner dengan closed question perubahan bisa dilakukan dengan mengacak urutan pertanyaan.Karena item jawaban pada closed question

tentu saja tidak bisa dirubah atau dimodifikasi karena hal ini terkait dengan analisis pengolahan data. Interview ini berbeda dengan interview awal sebelum pretest dilakukan. Interview pada saat dilakukannya posttest 2 dan posttest 3 ini dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya informasi pengetahuan yang masuk pada subyek (kelompok experimental) di luar informasi dan pengetahuan yang diberikan Hanya placebo. Jenis dan metode intervensi disesuaikan dengan tema dan tujuan penelitian. Jangka waktu penelitian 3 bulan atau disesuaikan dengan tujuan penelitian. Manfaat penggunaan metode ini adalah peneliti mampu untuk menilai dan mengevaluasi kekuatan metode intervensi dalam membentuk dan meningkatkan pengetahuan subyek. Dengan adanya interval 1 bulan antara tiap posttest peneliti juga dapat mengetahui seberapa besar kemampuan subyek dalam menyimpan informasi, dan juga apakah momentum intervensi dapat membangkitkan minat subyek untuk mencari informasi sejenis secara mandiri di luar informasi yang diberikan peneliti. Hal ini dapat diketahui melalui interview yang dilakukan pada saat posttest 2 dan posttest 3. Bila posttest pada subyek hanya dilakukan satu kali sesudah perlakuan dilakukan hasilnya mungkin kurang reliable, karena sangat mungkin bahwa informasi dan pengetahuan yang didapatkan subyek (kelompok experiment) melalui intervensi oleh peneliti hanya bersifat temporer, dan dikuasai subyek hanya karena informasi dan pengetahuan tersebut masih fresh dalam ingatannya. Untuk mengukur sikap dan perilaku subyek pasca perlakuan juga terlihat lebih logis, karena terdapat rentan waktu yang cukup panjang antar tiap posttest. Peneliti bisa mengukur sikap subyek dengan menggunakan instrument skala sikap pada setiap posttest dan menguji apakah jawaban subyek atas sikap dan pendiriannya terhadap suatu hal konsisten atau tidak, ini bisa dilihat dengan membandingkan lembar hasil posttest 1, 2, dan 3. Perubahan perilaku subyekpun bisa diketahui dengan menanyakan peneliti saat intervensi, sehingga dapat menghindari bias yang diberikan perlakuan, sedangkan terhadap hasil penelitian. kelompok experiment kelompok control tidak diberikan perlakuan atau diberikan semacam

tentang kebiasaan dan kesehariannya selama periode waktu setelah interversi hingga posttest 1, posttest 2, dan posttest 3 dilaksanakan. Beberapa peneliti yang juga mahasiswa mungkin mengatakan bahwa metode ini terlalu lama dan tidak sesuai bila dibandingkan dengan waktu yang dijadwalkan kalender akademik untuk penyelesaian kegiatan penelitian yaitu 1 semester. Keberatan ini juga saya rasa tidak terlalu masuk akal, karena waktu 3 bulan untuk melakukan penelitian experimental dengan subyek manusia adalah waktu yang relatif singkat, bahkan terlalu singkat bila mengingat tujuan penelitian adalah menangkap keadaan real dari subyek manusia dan masyarakat. Selama periode antar posttest peneliti tidak harus pasif, tetapi bisa meyusun hasil dan melakukan pembahasan lain di luar variabel yang didapat dari hasil posttest. 2. Experimental Research dengan 2 - 3 kali posttest, 2 kelompok experiment, dengan perlakuan yang berkesinambungan Pada dasarnya metode ini sama dengan metode sebelumnya. Perubahan dilakukan dengan menambah jumlah kelompok experiment menjadi 2 kelompok, jadi pada metode ini terdapat 1 kelompok control dan 2 kelompok experiment. Penelitian ini menggunakan 3 intervensi dengan jenis yang sama, di mana intervensi pertama diberikan secara seimbang pada ke dua kelompok experiment, sedangkan intervensi ke dua dan intervensi ke tiga hanya diberikan pada salah satu kelompok experiment. Perlakuan 1
Kelompok Experiment A Perlakuan 1 Kelompok Experiment B

Perlakuan 2 Posttest 1 Subjec t

Perlakuan 3 Posttest 3 Kelompok Experimen tB Interview

Pretest Subjec t

Posttest 2 Kelompok Experimen tB Interview

Kelompok Control Tanpa Perlakuan (Placebo) Minggu 1 Minggu 2 - 5 Minggu 6 Minggu 10 Bagan Metode Experimental Dengan Modifikasi II Minggu 14

Keterangan :

Secara umum bentuk perlakuan, prosedur, waktu penelitian, dilakukannya 2 - 3 kali posstest, interview setelah posttest, pelaksanaan, dan tujuannya relatif sama dengan metode pertama. Bila pada metode pertama intervensi hanya dilakukan sekali sebelum posttest 1, maka kali ini intervensi tetap dilakukan setelah posttest 1 dan posttest 2. Namun intervensi ini hanya diberikan pada salah satu kelompok experiment saja saat periode antar posttest. Intervensi ini belaku surut, dalam artian walaupun jenis dan instrument intervensi yang diberikan sama namun frekwensi, intensitas, serta materi yang diberikan saat intervensi ke dua dan ke tiga semakin dikurangi atau dipersingkat. Misal jika intervensi pertama yang dilakukan pada ke dua kelompok experiment berlangsung selama 1 bulan dengan frekwensi pemberian materi 4 kali (1 kali tiap 1 minggu), maka pada intervensi ke dua dilakukan 2 kali dalam satu bulan (1 kali tiap 2 minggu), dan pada intervensi ke tiga dilakukan 1 kali dalam 1 bulan. Maksud dari diberlakukannya 3 intervensi pada salah satu kelompok experiment ini agar peneliti bisa memperoleh gambaran tentang kekuatan metode intervensi dan pengaruhnya terhadap subyek, bila terdapat kondisi di mana : Kelompok experimental A diberikan sekali intervensi tanpa ada kesinambungan. Kelompok experimental B diberikan intervensi secara berkesinambungan. Tentu saja pemberian intervensi yang terus-menerus akan menimbulkan kejenuhan pada kelompok experiment yang di maksud dan sangat mungkin justru memberikan dampak negatif terhadap subyek, namun disinilah letak prinsip dari pemberian intervensi berkesinambungan ini. Diharapkan peneliti tidak hanya mendapatkan gambaran kekuatan metode intervensi saja, namun juga karakter dan sifat dari metode intervensi. Hal ini saya rasa penting karena dalam kenyataannya sering kali para promotor dan pendidik kesehatan masyarakat diharuskan untuk menciptakan dan memilih penggunaan metode serta instrument yang tepat bagi masyarakat sasaran agar tujuan bisa tercapai. Dan tentu saja pemilihan metode dan instrument ini tidak hanya berdasar pada kekuatan metode dan instrumentnya saja tapi juga harus memperhatikan sifat dan karakter metode dan instrument tersebut.

Saya kurang yakin apakah terdapat satu bentuk uji statistik yang mampu menguji 1 kelompok control dengan 2 kelompok experiment. Karena yang saya pahami selama ini hanya terdapat bentuk uji statistik dengan data dari 1 kelompok control dan 1 kelompok experiment. Namun bila memang tidak terdapat perangkat uji statistik dengan 1 kelompok control dengan 2 kelompok experiment, saya rasa ini masih bisa diantisipasi dengan menggunakan uji silang secara bertahap. Uji statistik dapat dilakukan secara bertahap, pertama uji antara kelompok control dengan kelompok experiment A, ke dua uji antara kelompok control dengan kelompok experiment B, dan ke tiga uji antara kelompok experiment A dengan kelompok experiment B, dan ini dilakukan pada setiap tahapan posttest. Saya tidak terlalu yakin dengan 2 metode yang saya kemukakan di atas, apakah ke dua metode tersebut dapat memenuhi syarat-syarat penelitian ilmiah karena memang belum teruji. Meskipun tidak berharap secara berlebihan atas metode saya itu, namun selalu ada sensasi menggembirakan tiap kali saya mampu terbang melampoi batas pemikiran saya sendiri.
By : Eko Teguh Pribadi, 2008 red_camarade@yahoo.co.id 031 71440055 or 081 75124748

You might also like