Pengertian dari pengendalian gulma (control) harus dibedakan dengan pemberantasan
(eradication). Pengendalian gulma (weed control) dapat didefinisikan sebagai proses membatasi infestasi gulma sedemikian rupa sehingga tanaman dapat dibudidayakan secara produktif dan efisien. Dalam pengendalian gulma tidak ada keharusan untuk membunuh seluruh gulma, melainkan cukup menekan pertumbuhan dan atau mengurangi populasinya sampai pada tingkat dimana penurunan produksi yang terjadi tidak berarti atau keuntungan yang diperoleh dari penekanan gulma sedapat mungkin seimbang dengan usaha ataupun biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain pengendalian bertujuan hanya menekan populasi gulma sampai tingkat populasi yang tidak merugikan secara ekonomik atau tidak melampaui ambang ekonomik (economic threshold), sehingga sama sekali tidak bertujuan menekan populasi gulma sampai nol. Sedangkan pemberantasan merupakan usaha mematikan seluruh gulma yang ada baik yang sedang tumbuh maupun alat-alat reproduksinya, sehingga populasi gulma sedapat mungkin ditekan sampai nol. Pemberantasan gulma mungkin baik bila dilakukan pada areal yang sempit dan tidak miring, sebab pada areal yang luas cara ini merupakan sesuatu yang mahal dan pada tanah miring kemungkinan besar menimbulkan erosi. Eradikasi pada umumnya hanya dilakukan terhadap gulma-gulma yang sangat merugikan dan pada tempat-tempat tertentu. Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha meningkatkan daya saing tanaman pokok dan melemahkan daya saing gulma. Keunggulan tanaman pokok harus menjadi sedemikian rupa sehingga gulma tidak mampu mengembangkan pertumbuhannya secara berdampingan atau pada waktu bersamaan dengan tanaman pokok. Pelaksanaan pengendalian gulma hendaknya didasari dengan pengetahuan yang cukup mengenai gulma yang bersangkutan. Apakah gulma tersebut bersiklus hidup annual, biennial ataupun perennial, bagaimana berkembang biaknya, bagaimana sistem penyebarannya, bagaimana dapat beradaptasi dengan lingkungan dan dimana saja distribusinya, bagaimana bereaksi terhadap perubahan lingkungan dan bagaimana tanggapannya terhadap perlakuan-perlakuan tertentu termasuk penggunaan zatzat kimia berupa herbisida. Pengendalian gulma harus memperhatikan teknik pelaksanannya di lapangan (faktor teknis), biaya yang diperlukan (faktor ekonomis) dan kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkannya. Terdapat beberapa metode/cara pengendalian gulma yang dapat dipraktekkan di lapangan. Sebelum melakukan tindakan pengendalian gulma sangat penting mengetahui cara-cara pengendalian guna memilih cara yang paling tepat untuk suatu jenis tanaman budidaya dan gulma yang tumbuh disuatu daerah. Teknik pengendalian yang tersedia adalah : 1. Pengendalian dengan upaya preventif (pembuatan peraturan/perundangan, karantina, sanitasi dan peniadaan sumber invasi). 2. Pengendalian secara mekanis/fisik (pengerjaan tanah, penyiangan, pencabutan, pembabatan, penggenangan dan pembakaran). 3. Pengendalian secara kulturteknis (penggunaan jenis unggul terhadap gulma, pemilihan saat tanam, cara tanam-perapatan jarak tanam/heavy seeding, tanaman sela, rotasi tanaman dan penggunaan mulsa). 4. Pengendalian secara hayati (pengadaan musuh alami, manipulasi musuh alami dan pengolahan musuh alami yang ada disuatu daerah). 5. Pengendalian secara kimiawi (herbisida dengan berbagai formulasi, surfaktan, alat aflikasi dsb). 6. Pengendalian dengan upaya memamfaatkannya (untuk berbagai keperluan seperti sayur, bumbu, bahan obat, penyegar, bahan kertas/karton, biogas pupuk, bahan kerajinan dan makanan ternak). 5.1. PENGENDALIAN SECARA PREVENTIF Tindakan paling dini dalam upaya menghindari kerugian akibat invasi gulma adalah pencegahan (preventif). Pencegahan dimaksud untuk mengurangi pertumbuhan gulma agar usaha pengendalian sedapat mungkin dikurangi atau ditiadakan. Pencegahan sebenarnya merupakan langkah yang paling tepat karena kerugian yang sesungguhnya pada tanaman budidaya belum terjadi. Pencegahan biasanya lebih murah, namun demikian tidak selalu lebih mudah. Pengetahuan tentang cara-cara penyebaran gulma sangat penting jika hendak melakukan dengan tepat. A. Peniadaan Sumber Invasi dan Sanitasi Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk meniadakan sumber invasi adalah : 1) Menggunakan biji tanaman yang bersih dan tidak tercampur biji lain terutama biji-biji gulma. 2) Menghindari penggunaan pupuk kandang yang belum matang. 3) Membersihkan tanah-tanah yang berasal dari tempat lain, tubuh dan kaki ternak dari biji-biji gulma. 4) Mencegah pengangkutan tanaman beserta tanahnya dari tempat-tempat lain, karena pada bongkahan tanah tersebut kemungkinan mengandung biji-biji gulma. 5) Pembersihan gulma dipinggir-pinggir sungai dan saluran air. 6) Menyaring air pengairan agar tidak membawa biji-biji gulma ke petak-petak pertanaman yang diairi. B. Karantina Tumbuhan Karantina tumbuhan bertujuan mencegah masuknya organisme pengganggu tumbuhan lewat perantaraan lalu-lintas/perdagangan. Karantina tumbuhan merupakan cara pengendalian tidak langsung dan relatif paling murah. 5.2. PENGENDALIAN MEKANIS Pengendalian mekanis merupakan usaha menekan pertumbuhan gulma dengan cara merusak bagian-bagian sehingga gulma tersebut mati atau pertumbuhannya terhambat. Teknik pengendalian mekanis hanya mengandalkan kekuatan fisik atau mekanik. Dalam praktek dilakukan secara tradisional dengan tangan, dengan alat sederhana sampai penggunaan alat berat yang lebih modern. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih peralatan untuk digunakan dalam pengendalian gulma adalah sistem perakaran, umur tanaman, kedalaman dan penyebaran sistem perakaran, umur dan luas infestasi, tipe tanah, topografi, serta kondisi cuaca/iklim. A. Pengolahan Tanah (Land Preparation) Pengolahan tanah dengan alat-alat seperti cangkul, bajak, garu, traktor dan sebagainya, pada umumnya berfungsi untuk mengendalikan gulma. Pengolahan tanah pada prinsipnya melepaskan ikatan antara gulma dengan media tempat tumbuhnya. Efektivitas pengolahan tanah dalam pengendalian gulma tergantung beberapa faktor seperti siklus hidup gulma dan tanamannya, dalam dan penyebaran perakaran, lama dan luasnya infestasi, macam tanaman yang dibudidayakan, jenis tanah, topografi dan iklim. B. Penyiangan (Weeding) Penyiangan yang tepat biasanya dilakukan pada saat pertumbuhan aktif dari gulma. Penundaan sampai gulma berbunga mungkin tak hanya gagal membongkar akar gulma secara maksimum, tetapi juga gagal mencegah tumbuhnya biji-biji gulma yang viabel sehingga memberi kesempatan untuk perkembangbiakan dan penyebarannya. Penyiangan sesudah gulma dewasa akan banyak membongkar akar tanaman dan menimbulkan kerusakan fisik. Sedang penyiangan yang terlalu sering akan menimbulkan kerusakan akar tanaman pokok C. Pencabutan (Hand Pulling) Pencabutan dengan tangan ditujukan untuk gulma annual dan biennial. Pelaksanaan pencabutan gulma terbaik adalah pada saat sebelum pembentukan biji, sedang pencabutan pada saat gulma sudah dewasa mengakibatkan kemungkinan adanya bagian bawah gulma yang tidak tercabut sehingga tumbuh kembali. D. Pembabatan (Mowing) Pembabatan pada umumnya hanya efektif untuk mengendalikan gulma-gulma yang bersifat setahun (annual) dan kurang efektif untuk gulma tahunan (perennial). Efektivitas cara ini sangat ditentukan oleh saat dan interval pembabatan. Pembabatan sebaiknya dilakukan pada saat daun gulma sedang tumbuh lebat, menjelang berbunga dan sebelum membentuk biji. E. Pembakaran (Burning) Pembakaran merupakan salah satu cara mengendalikan gulma. Suhu kritis yang menyebabkan kematian (Termodeash Point) pada sel adalah 4555 C, tetapi biji yang kering lebih tahan daripada tumbuhan yang hidup. Sebenarnya yang dimaksud dengan pembakaran adalah penggunaan api untuk pengendalian gulma dengan alat pembakar (burner) seperti alat untuk mengelas, flame cultivator atau weed burner yang menggunakan bahan bakar butane dan propone. Atau pembakaran dengan memberikan panas dalam bentuk uap (sceaming), terutama dalam usaha mematikan biji gulma pada tempat-tempat tertentu seperti pembuatan bedengan. F. Penggenangan Bila tersedia air, penggenangan dapat mengurangi pertumbuhan gulma. Cara ini biasa digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan gulma darat (terrestrial). Penggenangan efektif untuk mengendalikan gulma tahunan. Caranya dengan membuat galangan pembatas dengan tinggi genangan 15-25 cm selama 38 minggu. Sebagian besar gulma tidak berkecambah pada kondisi anaerob. 5.3. PENGENDALIAN KULTUR TEKNIS Pengendalian kultur teknis merupakan cara pengendalian gulma dengan menggunakan praktek-praktek budidaya, antara lain : 1) Penanaman jenis tanaman yang cocok dengan kondisi tanah. 2) Penanaman rapat agar tajuk tanaman segera menutup ruang kosong. 3) Pemupukan yang tepat untuk mempercepat pertumbuhan tanaman sehingga mempertinggi daya saing tanaman terhadap gulma. 4) Pengaturaan waktu tanam dengan membiarkan gulma tumbuh terlebih dahulu kemudian dikendalikan dengan praktek budidaya tertentu. 5) Penggunaan tanaman pesaing (competitive crops) yang tumbuh cepat dan berkanopi lebar sehingga memberi naungan dengan cepat pada daerah di bawahnya. 6) Modifikasi lingkungan yang melibatkan pertumbuhan tanaman menjadi baik dan pertumbuhan gulma tertekan. A. Rotasi Tanaman (Crop Rotation) Rotasi tanaman atau pergiliran tanaman sebenarnya bertujuan memanfaatkan tanah, air, sinar matahari dan waktu secara optimum sehingga diperoleh hasil yang memadai. Dengan pergiliran tanaman maka pada umumnya permukaan tanah akan selalu tertutup oleh naungan daun tanaman, sehingga gulma tertekan. B. Sistem Bertanam (Croping System) Perubahan cara bertanam dari monokultur ke polikultur (intercropping atau multiple croping) dapat mempengaruhi species gulma yang tumbuh sehingga menimbulkan perbedaan interaksi dalam kompetisi. Cara penanaman tumpang sari, tumpang gilir, tanaman sela atau lainnya ternyata dapat menekan pertumbuhan gulma, karena gulma tidak sempat tumbuh dan berkembang biak akibat sinar matahari serta tempat tumbuhnya selalu terganggu. C. Pengaturan Jarak Tanam (Crop Density) Peningkatan kepadatan tanaman meningkatkan efek naungan terhadap gulma sehingga mengurangi pertumbuhan dan reproduksinya. Meskipun demikian pada jarak tanam yang sempit mungkin tanaman budidaya memberikan hasil relatif kurang. Oleh sebab itu sebaiknya penanaman dilakukan pada jarak tanam yang optimal. D. Pemulsaan (Mulching) Mulsa akan mempengaruhi cahaya yang akan sampai ke permukaan tanah dan menyebabkan kecambah-kecambah gulma serta berbagai jenis gulma dewasa mati. Disamping mempertahankan kelembaban tanah, mulsa akan mempengaruhi temperatur tanah. E. Tanaman Penutup Tanah (Legum Cover Crop-LCC) Sering disebut tanaman pelengkap (smother crops) atau tanaman pesaing (competitive crops). Sebagai tanaman penutup tanah biasa digunakan tanaman kacang-kacangan (leguminosae) karena selain dapat tumbuh secara cepat sehingga cepat menutup tanah tetapi dapat juga digunakan sebagai pupuk hijau. Sifat penting yang diperlukan bagi tanaman penutup tanah adalah harus dapat tumbuh dan berkembang cepat sehingga mampu menekan gulma. Jenis-jenis leguminosae yang biasa digunakan adalah Calopogonium muconoides (CM), Calopogonium caerelum (CC), Centrosoma pubescens (CP) dan Pueraria javanica (PJ). Selain pertumbuhan cepat sifat lainnya yang dikehendaki adalah tidak menyaingi tanaman pokok. Apabila pertumbuhannya terlalu rapat maka harus dilakukan pengendalian dengan cara pembabatan atau dibongkar untuk diganti dengan penutup tanah yang lainnya. Penggunaan tanaman penutup tanah untuk mencegah pertumbuhan gulma-gulma berbahaya (noxious) terutama golongan rumput merupakan cara kultur teknis yang dipandang paling berhasil diperkebunan. 5.4. PENGENDALIAN HAYATI Pengendalian hayati (biological control) adalah penggunaan biota untuk melawan biota. Pengendalian hayati dalam arti luas mencakup setiap usaha pengendalian organisme pengganggu dengan tindakan yang didasarkan ilmu hayat (biologi). Berdasarkan hal ini maka penggunaan Legum Cover Crops (LCC) kadang-kadang juga dimasukkan sebagai pengendalian hayati. Pengendalian hayati pada gulma adalah suatu cara pengendalian dengan menggunakan musuh-musuh alami baik hama (insekta), penyakit (patogen), jamur dan sebagainya guna menekan pertumbuhan gulma. Hal ini biasa ditujukan terhadap suatu species gulma asing yang telah menyebar secara luas di suatu daerah. Pemberantasan gulma secara total bukanlah tujuan pengendalian hayati karena dapat memusnahkan agen-agen hayati yang lain. A. Pengendalian Alami dan Hayati Berdasarkan campur tangan yang terjadi maka dibedakan antara pengendalian alami dan pengendalian hayati. Perbedaan utama terletak pada ada atau tidaknya campur tangan manusia dalam ekosistem. Dalam pengendalian alami disamping musuh alami sebagai pengendali hayati masih ada iklim dan habitat sebagai faktor pengendali non hayati. Sedang pada pengendalian hayati ada campur tangan manusia yang mengelola gulma dengan memanipulasi musuh alaminya. Pengendalian hayati merupakan metode yang paling layak dan sekaligus paling sulit dipraktekkan karena memerlukan derajat ketelitian tinggi dan serangkaian test dalam jangka waktu panjang (bertahun-tahun) sebelum suatu organ pengendali hayati dilepas untuk pengendalian suatu species gulma. Dasar pengendalian hayati adalah kenyataan bahwa di alam ada musuh-musuh alami yang mampu menekan beberapa species gulma. B. Musuhmusuh Alami Gulma Ada beberapa syarat utama yang dibutuhkan agar suatu makhluk dapat digunakan sebagai pengendali alami : 1. Makhluk tersebut tidak merusak tanaman budidaya atau jenis tanaman pertanian lainnya, meskipun tanaman inangnya tidak ada. 2. Siklus hidupnya menyerupai tumbuhan inangnya, misalnya populasi makhluk ini akan meningkat jika populasi gulmanya juga meningkat. 3. Harus mampu mematikan gulma atau paling tidak mencegah gulma membentuk biji/berkembang biak. 4. Mampu berkembang biak dan menyebar ke daerah-daerah lain yang ditumbuhi inangnya. 5. Mempunyai adaptasi baik terhadap gulma inang dan lingkungan yang ditumbuhinya. 5.5. PENGENDALIAN KIMIA Pengendalian gulma dengan menggunakan senyawa kimia tanpa mengganggu tanaman pokok dikenal dengan nama Herbisida. Kelebihan dan keuntungan penggunaan herbisida dalam pengendalian gulma antara lain: Herbisida dapat mengendalikan gulma yang tumbuh bersama tanaman budidaya yang sulit disaingi. Herbisida pre-emergence mampu mengendalikan gulma sejak awal. Pemakaian herbisida dapat mengurangi kerusakan akar dibandingkan pengerjaan tanah waktu menyiangi secara mekanis. Erosi dapat dikurangi dengan membiarkan gulma (rumput) tumbuh secara terbatas dengan pemakaian herbisida. Banyak gulma yang bersifat pohon lebih mudah dibasmi dengan herbisida. Lebih efektif membunuh gulma tahunan dan semak belukar. { Dapat menaikkan hasil panen tanaman dibandingkan dengan perlakuan penyiangan biasa. Disamping kelebihan dan keuntungan, herbisida mempunyai keurangan-kekurangan yang dapat merugikan, antara lain dapat menimbulkan : Efek samping Species gulma yang resisten Polusi Residu dapat meracuni tanaman. Penggunaan herbisida yang berhasil sangat tergantung akan kemampuannya untuk membasmi beberapa jenis gulma dan tidak membasmi jenis-jenis lainnya (tanaman budidaya). Cara kerja yang selektif ini merupakan faktor yang paling penting bagi keberhasilan suatu herbisida. Ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi keberhasilannya atau selektifitas herbisida, yaitu : Faktor Tanaman : Umur dan kecepatan pertumbuhan. Struktur luar seperti bentuk daun ( ukuran dan permukaan ), kedalaman akar, lokasi titik tumbuh, dll Struktur dalam seperti translokasi dan permeabilitas membran / jaringan Proses-proses biokimia seperti pengaktifan enzim, herbisida, dll Faktor Herbisidanya : Struktur Konsentrasi Formulasi (cair atau granular) Faktor Lingkungan : Temperatur, Cahaya, Hujan, Faktor-faktor tanah Cara Pemakaian/Aplikasi : Tipe herbisida (digunakan ke tanah, ke tanaman), Volume penyemprotan, Ukuran butiran semprotan, Waktu penyemprotan. 6. BAKU PENGENDALIAN GULMA DI PERKEBUNAN Untuk kebutuhan praktek pengelolaan gulma di perkebunan diperlukan adanya suatu baku penyiangan yang dianggap normal untuk dijadikan sebagai pedoman umum. Di dalam baku penyiangan normal digambarkan tingkat ambang pengendalian gulma. Tingkat ambang pengendalian gulma adalah tingkat pertumbuhan gulma paling maksimal yang masih dapat dibolehkan sebelum menimbulkan efek penekanan pertumbuhan/produksi dan menimbulkan gangguan fisik yang berarti. Uraian tentang norma-norma kelas penyiangan di perkebunan sebagai berikut : Kelas Penyiangan Uraian P0 Dalam kelas ini, secara normatif hanya tanaman kelapa sawit yang diperkenankan tumbuh dan kacang-kacangan (leguminosae). Namun menjelang setiap rotasi penyiangan dapat diperbolehkan tumbuh gulma golongan A, B, dan C dengan persentase penutupan 5-25% dan tinggi 5-10 cm bergantung pada umur tanaman kelapa sawit. Gulma yang masih dapat dibolehkan tumbuh selain kacang-kacangan adalah : rumput lunak seperti Ageratum, Cyrtococcum, Paspalum, Ottochloa dan lain-lain. Gulma yang tidak boleh tumbuh adalah golongan D dan E, yaitu Eupatorium, Lantana, Melastoma, Colocasia (keladi) dan gulma berduri. Kelas penyiangan P0 terdapat di piringan pohon umur 0-1 tahun. P1 Secara normatif dalam kelas P1 hanya penutup tanah kacang-kacangan yang diperkenankan tumbuh. Namun menjelang setiap rotasi penyiangan, gulma golongan B dan C diperbolehkan tumbuh dengan persentase penutupan maksimum 25% dan tinggi maksimum 30 cm. Jenis gulma yang diperbolehkan tumbuh adalah rumput lunak berdaun lebar maupun berdaun pita dari golongan B dan C. Gulma yang tidak dapat ditoleransi tumbuh adalah golongan D dan E seperti gulma berdaun pita tangguh Brachiaria mutica, Imperata cylindrical; gulma alelopati Mikania; gulma berkayu Eupatorium, Lantana dan lain-lain. Kelas penyiangan P1 terdapat dalam gawangan tanaman TBM. P2 Kelas penyiangan dimana kacang-kacangan, gulma lunak berdaun pita maupun berdaun lebar diperbolehkan tumbuh dengan penutupan 25-50% dan tinggi 20 cm bergantung pada umur tanaman. Gulma yang tidak diperbolehkan tumbuh adalah gulma berkayu seperti Eupatorium, Lantana; gulma berbahaya seperti Imperata cylindrical, Mikania serta gulma berduri (golongan D dan E). Kelas penyiangan P2 terdapat pada jalur Tanaman Menghasilkan (TM). P3 Kelas penyiangan dimana kacang-kacangan, gulma lunak rumput-rumputan dan gulma berdaun lebar dari golongan A, B dan C diperbolehkan tumbuh menutup tanah 100%, tetapi tingginya dikendalikan maksimum 30 cm. Pengendalian dapat dilakukan dengan membabat. Gulma golongan D dan E tidak diperbolehkan tumbuh sehingga perlu diberantas dengan interval tertentu. Kelas penyiangan P3 terdapat pada gawangan TM sampai berumur 15-20 tahun. P4 Kelas penyiangan dimana kacang-kacangan dan gulma umum rumput-rumputan, berdaun lebar dan gulma berkayu terkecuali gulma golongan E seperti lalang (Imperata cylidrica), Mikania, diperbolehkan tumbuh asalkan tumbuhnya tidak melebihi 30 cm. Kelas penyiangan P4 terdapat pada gawangan Tanaman Menghasilkan (TM ) berumur lebih dari 15-20 tahun. P5 Kelas penyiangan dimana kacang-kacangan, gulma lunak rumput-rumputan, gulma berdaun lebar dan gulma perdu berkayu diperkenan tumbuh kecuali gulma golongan E seperti lalang (Imperata cylindrical), Mikania dan lain-lain. Kelas penyiangan P5 terdapat pada areal tanaman menjelang diremajakan. 7. PENGENDALIAN LALANG 7.1.PENDAHULUAN Lalang (Imperata cylindrica) termasuk salah satu dari sepuluh gulma penting yang paling merugikan. Saat ini dikenal enam varietas lalang, salah satu diantaranya tumbuh baik di Asia Tenggara. Lalang merupakan gulma yang mempunyai tingkat kebutuhan unsur hara yang rendah sehingga mampu tumbuh pada tanah yang tidak subur, tanah berpasir dan rawa. Di Indonesia, gulma lalang masih dapat tumbuh di areal dengan ketinggian mencapai 2.600 m di atas permukaan laut. Perkembangbiakannya dilahan yang terbuka (tanpa naungan) sangat cepat melalui biji maupun akar rimpang. Dalam waktu 75 hari setelah menyebar, sebatang akar rimpang mampu menghasilkan lebih dari 3 kg bobot kering dan satu tajuk bunga mampu menghasilkan 500600 biji. Populasi lalang pada lahan yang tidak diolah dapat mencapai 35 juta pupus per hektar dengan biomasa daun 718 ton dan rimpang 311 ton per hektar. Suatu areal disebut Sheet Lalang jika populasi lalang diareal tersebut berkisar 40- 100%. Kerugian yang ditimbulkan oleh lalang disamping menjadi pesaing bagi tanaman utama dalam serapan hara, air dan kompetisi ruang, juga menghasilkan zat alelopati yang bersifat racun. Kandungan bahan organik, N dan P dibawah lalang lebih rendah jika dibandingkan pada lahan yang didominasi populasi putihan (Eupatorium palescens) maupun sengganen (Melastoma malabatricum). Pertumbuhan tanaman kacangan yang terhambat oleh populasi lalang juga dapat menjadi indikator bahwa lahan tersebut mempunyai kandungan unsur P yang rendah. 7.2. CARA PENGENDALIAN Pengertian pengendalian lalang adalah upaya mengendalikan bagianbagian yang dapat menyebabkan pertumbuhan lalang, baik pertumbuhan vegetatif (akar rimpang) maupun generatif (biji). Beberapa cara yang sering dilakukan dalam pengendalian lalang adalah perebahan, mekanis kultur teknis dan kimiawi. A. Perebahan Perebahan merupakan salah satu tehnik pengendalian lalang yang sesuai diterapkan untuk lahan perkebunan, dengan kelebihan sebagai berikut : Daun dan batang yang telah rebah akan kering dan mati tanpa merangsang pertumbuhan tunas pada rimpang, sekaligus menjadi mulsa yang menghambat pertumbuhan gulma lainnya. Relatif mudah dilakukan serta dapat mengurangi resiko kebakaran (lalang yang telah rebah relatif sulit terbakar). Perebahan sebaiknya dilakukan sewaktu lalang telah berkembang penuh dan padat. Lalang yang daunnya telah kering lebih mudah direbahkan, biasanya dimusim kemarau. Rotasi dilakukan sesuai dengan perkembangan lalang. Untuk lahan dengan tanaman kelapa sawit yang masih muda dan tajuknya belum menutup memerlukan rotasi yang lebih pendek dibandingkan dengan lahan yang tajuk sawitnya telah menutup. Teknik perebahan yang biasa dilakukan adalah : (a) Perebahan menggunakan papan Alat yang dipakai dapat terbuat dari papan yang ringan dan kuat dengan bagian dasar rata atau cekung, panjang 1,5 m, lebar 25 cm dan tebal 5 cm. Pada kedua ujung papan diikatkan tali sebagai pegangan. Penggunaannya adalah dengan cara memegang tali dan menginjakkan kaki pada papan di atas lalang. Angkat kembali papan tersebut dan lakukan secara berulang dari bagian pangkal sampai ujung lalang sehingga gulma tersebut rebah secara sempurna. Alat ini sesuai untuk sheet lalang yang masih banyak tunggulnya. Keperluan tenaga kerja adalah 1520 HK/ha. (b) Perebahan menggunakan potongan kayu atau drum Sepotong kayu atau batang kelapa yang cukup berat dengan panjang 2 m dapat digunakan untuk merebahkan lalang dengan cara mendorongnya diatas lalang secara berulangulang sampai lalang rebah sempurna. Cara ini sesuai untuk lahan yang relatif bebas tunggul dengan sedikit populasi tanaman utama. Cara yang lain adalah menggunakan drum minyak kapasitas 200 lt yang diisi dengan air. Drum digulingkan diatas lalang menggunakan tangan atau dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat ditarik hewan. Untuk meningkatkan efektifitasnya, dapat dipasang pelat pelat logam kecil pada permukaan drum. Cara ini memerlukan tenaga kerja 23 HK/Ha jika dilakukan secara manual dan 1,01,5 HK/Ha jika menggunakan tenaga hewan. B. Cara Mekanis Pengertian cara mekanis adalah pengendalian lalang menggunakan tenaga mesin (misalnya jenis wheel tractor), pengolahan tanah menggunakan bajak atau cangkul secara manual dan penebasan. (a) Pembajakan/Pencangkulan secara Manual Pengendalian lalang dengan pembajakan atau pencangkulan dapat dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah. Kegiatan ini efektif jika lalang masih dalam tahap awal pertumbuhan. Jika tinggi lalang telah mencapai 75 cm atau lebih, sebaiknya lalang ditebas atau dibakar terlebih dahulu. Tanah diolah sampai kedalaman 2025 cm dan dibalik agar rimpang lalang kering terkena panas matahari selama 1 minggu. Pengolahan tanah ini sebaiknya dilakukan beberapa kali hingga rimpang benarbenar mati dan tidak tumbuh menjadi lalang baru. (b) Penggunaan traktor Tahapan pelaksanaannya adalah sebagai berikut : Pembajakan pertama (1st ploughing) pada jalurjalur yang searah dengan kedalaman pembajakan sekitar 30 cm atau sampai ke kedalaman perakaran lalang. Pembajakan kedua (2nd ploughing), dilaksanakan 2 minggu setelah pembajakan pertama dengan arah memotong jalur pembajakan pertama. Kedalaman pembajakan sama dengan kedalaman pembajakan pertama. Penggaruan pertama (1st harrowing), dilaksanakan 2 minggu setelah pembajakan kedua. Penggaruan kedua (2nd harrowing), dilaksanakan 2 minggu setelah penggaruan pertama. Penggaruan ketiga (3rd harrowing), dilaksanakan 2 minggu setelah penggaruan kedua. Arah penggaruan sebaiknya saling memotong dengan kedalaman 30 cm atau sampai ke kedalaman perakaran, agar akar rimpang terpotongpotong halus sehingga tidak memungkinkan lagi bagi pertumbuhan vegetatif lalang. Perburuan lalang (wiping) dilakukan sebulan sekali. Keuntungan penggunaan traktor dalam pengendalian lalang adalah: Waktu yang diperlukan lebih singkat. Kebutuhan tenaga kerja lebih sedikit dibandingkan kebutuhan tenaga kerja pada cara manual maupun cara kimiawi. Dapat dilakukan pada areal yang sulit air dan dalam waktu yang sama dapat dilakukan pengolahan tanah. Sedangkan kelemahannya adalah : Biayanya yang cukup mahal. Hanya dapat digunakan pada lahan yang datar sampai dengan kemiringan 8 9 %. Memerlukan waktu yang tepat terutama harus memperhatikan curah hujan. Cara ini lebih efektif dilakukan pada musim kemarau, karena pada musim hujan banyak rimpang lalang yang tidak kering dan mati sehingga lalang tersebut mampu tumbuh kembali. (c) Penebasan dan Mulsa Penebasan dapat mengurangi persaingan lalang dengan tanaman pokok, tetapi hanya sementara sehingga harus sering diulangi terutama pada musim hujan. Pemberian mulsa dengan daun lalang dipangkal gulma tersebut dianjurkan untuk menekan pertumbuhan kembali. C. Pengendalian secara Kultur Teknis Tanaman penutup tanah jenis Leguminosae (kacangan) yang tumbuh secara cepat, dapat menaungi dan menghambat pertumbuhan lalang. Beberapa spesies yang sering ditanam sebagai tanaman penutup tanah adalah Pueraria javanica (PJ), Centrosema pubescens (CP), Calopogonium mucunoides (CM), Psophocarpus palustris (PP) dan Calopogonium caeruleum (CC). Peranan kacangan penutup tanah dalam rehabilitasi lalang adalah : Menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan lalang. Menutupi permukaan tanah secara cepat sehingga dapat mengurangi erosi tanah. Mengikat Nitrogen dari udara sehingga meningkatkan cadangan N dalam tanah. Menghasilkan jumlah mulsa dan meningkatkan kandungan bahan organik tanah. D. Cara Kimiawi Maksud dari cara kimiawi adalah pengendalian lalang dengan penyemprotan menggunakan bahanbahan kimiawi yang disebut herbisida. Cara ini lebih banyak digunakan, karena dapat dilakukan di areal yang datar maupun bergelombang dengan biaya yang relatif murah. Penyemprotan harus merata pada seluruh areal dengan memperhatikan volume semprot, herbisida yang diperlukan, luas lahan dan cuaca. Penyemprotan lebih efektif pada musim kemarau. Jika umur lalang sudah tua, sebagian besar daunnya kering dan banyak yang rebah, maka sebelum penyemprotan harus dilakukan pembabatan atau pembakaran. Aplikasi herbisida dilakukan setelah lalang mencapai tinggi 50 cm, yaitu 23 minggu sebelum berbunga atau sampai masa pertumbuhan vegetatifnya habis. Berdasarkan cara kerjanya, herbisida dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu herbisida kontak dan sistemik. Herbisida kontak (misalnya dengan bahan aktif paraquat) mematikan lalang secara cepat sehingga sangat bermanfaat jika penanaman tanaman utama harus segera dilakukan. Namun demikian, lalang akan tumbuh kembali sekitar 2 minggu sehingga herbisida kontak kurang efektif untuk mengendalikan lalang dalam waktu yang lama. Herbisida sistemik (dengan bahan aktif glyfosat, sulfosat atau imazapir) menyebar dari daun lalang ke rimpang sehingga mematikan tunastunas yang ada dan menghambat pertumbuhan kembali. Lalang akan muncul kembali dari rimpang yang tidak terjangkau oleh herbisida karena tertutup oleh daun lalang atau vegetasi lainnya. Apabila ketersediaan herbisida atau tenaga terbatas, prioritas pengendalian adalah mengisolasi perluasan lalang dan menuntaskan sesuai kemampuan. Jangan mengendalikan keseluruhan tanpa follow up-nya. (a) Pengendalian Lalang Sheet Pada pertumbuhan lalang yang meluas (sheet), metode pengendalian yang efektif adalah dengan cara kimia (penyemprotan herbisida). Aplikasi dengan menggunakan Medium Volume (MV = 450-600 lt/Ha) didasarkan atas tebalnya pertumbuhan lalang dan kecepatan angin dikawasan yang akan disemprot. (b) Pengendalian Lalang Sporadis (Spot) dan Lalang Kontrol (Wiping) Pertumbuhan lalang yang sporadis (terpencar-pencar) akan lebih efektif jika diberantas dengan metode spot spraying. Sedangkan pada kebun yang sudah normal kondisi lalangnya (lalang kontrol) diberantas dengan cara Wiping (diusap dengan kain yang dibalutkan di jari tangan). Untuk Spot spraying, dikonversikan kebutuhan herbisida dan air sesuai dengan anjuran. Misalnya 15% dari total areal, maka herbisida yang dibutuhkan 15/100 x 4 atau 6 lt Round Up. Wiping merupakan kelanjutan dari spot spraying, pada lalang yang belum mati secara tuntas, atau tumbuh baru beberapa helai daun. Pekerjaan wiping dilakukan secara beregu dengan sistem giring sehingga tidak ada lalang yang tertinggal. Rotasi wiping 2 bulan sekali makin lama makin jarang. Tehnik Wiping lalang dilakukan dengan menggunakan kain katun yang berukuran 3 x 12 cm dibalutkan pada tiga jari tangan (tidak dibenarkan menggunakan kaos kaki atau sarung tangan). Contoh herbisida yang dipakai adalah Eagle 480 AS atau Round Up (1,0 1,3 %) + Surfaktan (0,5%) atau Assault 250 AS (0,50,7%) + Surfaktan (0,5%). Cara Wiping Lalang Sebelum di-wiping rumpun lalang dibersihkan dari sampah-sampah disekitar pangkalnya dengan menggunakan arit kecil (guris). Kemudian celupkan kain ke dalam larutan herbisida dan peras sedikit agar tidak menetes. Penyapuan (wiping) dimulai dari batang bawah sampai ke ujung daun secara merata dan basah, dan dilakukan per helai daun lalang. Hindarkan batang/daun lalang pecah, putus atau tercabut sewaktu wiping atau pembersihan sampah. 1 cm dan dibuat simpul ikatan.tUntuk menghindari terjadinya lalang yang ketinggalan tidak di-wiping atau terjadi pengulangan wiping, maka sebaiknya ujung lalang yang telah di wiping dapat diputuskan sedikit 8. PENGENDALIAN GULMA DI PIRINGAN Pengendalian gulma di piringan dapat dilakukan dua cara, yaitu cara manual dan cara kimiawi. Tujuan pengendalian gulma di piringan adalah : Mendukung pertumbuhan tanaman kelapa sawit dengan cara membuang gulma pesaing dalam penyerapan unsur hara, air dan cahaya matahari secara manual. Mempermudah pekerja lainnya misalnya panen, pemupukan dan pengawasan. Untuk menyediakan piringan yang bersih sehingga pengumpulan berondolan dapat dilakukan secara efisien. Penyiangan gulma di piringan yang dilakukan secara manual menggunakan cangkul dan parang babat. Pekerja tidak diijinkan memotong bagian tanaman kelapa sawit selama pengendalian gulma di piringan. Gulma dibabat kandas pada permukaan tanah lalu dibuang dari piringan. Tanaman penutup tanah disingkirkan dari dalam piringan sehingga pelepah tidak terganggu oleh tanaman LCC. Tanaman yang tumbuh pada batang dan tajuk tanaman kelapa sawit dibersihkan dan LCC jangan sampai membelit tanaman kelapa sawit. Interval waktu yang optimum antar rotasi juga tergantung dari jenis dan keadaan pertumbuhan gulma, tanah, dan keadaan terain di lapangan. Oleh karena itu di daerah daerah tertentu penambahan atau pengurangan dari rotasi penyiangan dapat dipertimbangkan setelah dikonsultasikan dengan atasan yang bersangkutan. Pada Tanaman Belum Menghasilkan umur 1 tahun (TBM-1) dan TBM-2 tidak dibenarkan menggunakan herbisida apabila tidak sangat terpaksa, sedangkan pada TBM 3 tahun penggunaan herbisida harus benarbenar diawasi agar tidak mengenai bagian tanaman yang masih muda. Frekuensi aplikasi atau rotasi per tahun dapat disesuaikan dengan jenis dan kerapatan gulma. Penyemprotan piringan pada TM lebih dianjurkan dari pada penyiangan dengan cangkul atau dibabat karena alasanalasan sebagai berikut : Penyemprotan akan menghasilkan mulsa dari gulma yang mati. Ini selanjutnya akan berguna untuk konservasi air dan hara. Penyemprotan tidak menimbulkan gangguan pada tanah. Penyemprotan membutuhkan tenaga kerja yang lebih sedikit. Penyemprotan lebih murah dan mempunyai efek yang lebih lama. Penyemprotan dapat dilakukan bilamana tanaman tidak lagi terlalu peka terhadap kerusakan yang disebabkan karena percikan larutan semprot yang terbawa angin. Tingkatan pertumbuhan ini umumnya tercapai dalam jangka waktu 2430 bulan sejak ditanam di lapangan. Pengendalian gulma secara kimiawi seringkali berakibat suksesi atau perubahan jenis gulma yang dominan. Hal ini nampak pada perkebunanperkebunan dimana hanya dijumpai 2 atau 3 jenis gulma tertentu yang dominan tumbuh disekitar tanaman kelapa sawit. Jenis gulma yang dominan terdapat disekitar piringan dan jalan panen adalah Ageratum spp, Peperonia spp dan Paspalum spp. Sebelun dilakukan penyemprotan, keadaan lapangan harus diperiksa lebih dahulu. Herbisida dan peralatanannya dipilih sesuai dengan jenis gulma yang dijumpai. Mandor/pengawas bertanggung jawab untuk memastikan bahwa alat semprot dikalibrasi dengan baik dan bahan kimia dicampur berdasarkan anjuran. Dalam pengendalian gulma secara kimiawi, gunakan herbisida secara bertanggung jawab. Jangan berusaha menciptakan kondisi bebas gulma dengan cara melakukan penyemprotan secara berlebihan. Jangan membuang sisa campuran, bahan kimia, tempat bahan kimia di lapangan. Pedomani petunjuk penanganan limbah tersebut pada label maupun pedoman kebijakan penanganan, penyimpanan, dan pembuangan bahan tersebut. Jangan membiarkan areal bukan sasaran, saluran air atau tanaman pertanian tercemar herbisida. Penyemprotan harus ekstra hati-hati pada saat penyemprotan herbisida pada tanaman muda untuk menghindari tetesan atau cipratan herbisida ke tandan buah atau daun-daun bagian bawah. 9. PENGENDALIAN GULMA DI GAWANGAN Pengendalian gulma di gawangan dapat dilakukan secara manual maupun secara kimiawi. Tujuan pengendalian gulma di gawangan secara manual, antara lain : Mengendalikan atau membuang gulma yang tidak bisa dikendalikan dengan penyemprotan herbisida tanpa menyebabkan kerusakan pada tanaman kelapa sawit muda. Meningkatkan efektifitas aplikasi herbisida dengan cara membabat gulma sebagai persiapan untuk menyemprotan (beri waktu 23 minggu agar gulma tumbuh kembali). Menjaga dan memelihara kesuburan tanah melalui pemeliharaan kacangan penutup tanah (LCC) yang dapat menurunkan erosi, mengikat N2 dari udara dan menambah serasah untuk meningkatkan bahan organik tanah. Mendorong pertumbuhan tanaman kelapa sawit secara optimal melalui pengurangan pengaruh kompetisi gulma dalam pemakaian hara, air, dan cahaya. Memelihara lingkungan yang baik bagi perkembangan serangga yang menguntungkan (misalnya predator serangga hama). Mencegah berkembangnya gulma kayu-kayuan. Sedangkan tujuan mengendalian gulma di gawangan secara kimiawi, antara lain : Memberantas gulma keras seperti lalang (Imperata cylindrica), Melastoma (Melastoma malabathricum), Dicranopteris lineris dan lain-lain. Mengendalikan rumput-rumputan, gulma perambat dan gulma kayuan yang tidak dapat dicabut dengan tangan. Pengendalian gulma di gawangan pada TBM tahun pertama bersifat total, selain LCC harus dibasmi. Pada tahun 2 dan 3, penyiangan gawangan dilakukan secara selektif. Rumput lapangan, pakis sayur yang tidak tumbuh berlebihan dapat ditolerir. Dongkel anak kayu adalah mencabut anakanak kayu, tunas tunggul kayu dan gulma berkayu lainnya sampai ke akarnya. Pada TBM 1 dan TBM2 tahun tidak dibenarkan menggunakan herbisida, sedangkan pada TBM 3 tahun penggunaan herbisida benarbenar diawasi agar tidak mengenai bagian tanaman yang masih muda. Penyiangan gawangan pada TM, harus dilakukan secara selektif atas dasar pengamatan di lapangan. Jika pertumbuhan gulma setempat cukup banyak dan dari jenis gulma lunak (misalnya : Nephrolepis spp), maka jenisjenis gulma lunak tersebut dapat dipertahankan namun secara berkala dibabat.. Faktorfaktor pertimbangan terpenting adalah : Sifat pertumbuhan dari jenis gulma tersebut tidak terlalu berlebihan sehingga dapat menyaingi tanaman sawit. Pengendalian gulma di gawangan harus tepat waktu sehingga tidak terjadi dominasi jenis gulma yang kurang baik. Pengendalian gulma di gawangan/penyiangan harus dilakukan dengan gangguan tanah seminimum mungkin. PENGENDALIAN GULMA DI JALAN PIKUL DAN TPH Jalan pikul/jalan panen dan TPH merupakan salah satu sarana yang terpenting dari produksi dan perawatan. TPH adalah sebagai tempat pengumpulan hasil panen sebelum diangkut ke PKS. Tujuan pengendalian gulma pada jalan panen/jalan pikul untuk memelihara jalan panen dan menyediakan akses yang lancar bagi kegiatan pemeliharaan, aplikasi pupuk dan pengawasan. Supaya berfungsi sebagaimana mestinya, maka sarana tersebut mutlak memerlukan pemeliharaan yang berkesinambungan. http://puputwawan.wordpress.com/2011/06/25/pengendalian-gulma-pada-kelapa-sawit/