You are on page 1of 8

Pendahuluan Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis,

mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memprindah badan atau bagian badan manusia (Joenoes, 2001). Obat dapat diberikan melalui cara yang berbeda. Pemberian obat ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat serta tempat kerja yang diinginkan. Pemberian obat dapat diberikan secara peroral, parenteral, perinhalasi, perektal dan topical. Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Penggunaan hewan percobaan untuk penelitian banyak dilakukan di bidang fisiologi, farmakologi, biokimia, patologi, dan komparatif zoologi. Di bidang ilmu kedokteran selain untuk penelitian, hewan percobaan juga sering digunakan sebagai keperluan diagnostik. Berbagai jenis hewan yang umum digunakan sebagai hewan percobaan, yaitu mencit, tikus, marmut, kelinci, hamster, unggas, kambing, domba, sapi, kerbau, kuda, dan simpanse (Malole dan Pramono 1989). Otak merupakan salah satu bagian dari sistem syaraf pusat yang memiliki empat bagian penting, yaitu caudex cerebri terdiri dari: medula oblongata, pons, dan mecencephalon. Serebellum (otak kecil), serebrum (otak besar),

diencephalon. Medulla oblongata merupakan bagian dari otak tengah yang berfungsi mengatur sirkulasi darah, detak jantung, pernafasan, dan pencernaan. Serebellum memiliki fungsi antara lain mengintegrasi kontraksi otot-otot yang berhubungan dengan gerakan sbagai koordinator kerjasama otot-otot agonis dan antagonis, juga mengatur kelembutannya, tonusnya, regangannya, dan

tahapannya, sehingga kerja otot menjadi harmonis. Cortex cerebri berfungsi untuk mengetahui lokasi dari fungsi-fungsi sensorik dan motorik secara spesifik, selain itu cortex cerebri juga berfungsi untuk pengendalian otot volunter, interpretasi rangsangan dan penalaran, serta kemampuan mental dalam tingkat yang tinggi.

Tujuan Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari tata cara handling dan pemberian obat pada hewan laboratorium, serta mengetahui fungsi cerebellum, cerebrum dan medulla oblongata terhadap fungsi fisiologis pada tubuh.

Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini terdiri atas: papan katak, sungkup gelas, sonde, lap, spuid 1 mL, sonde lambung, kapas dan toples berisi air. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum terdiri atas: katak, tikus, mencit, kelinci, aquadest, NaCl fisiologis, HCl 0.5 N, dan alcohol.

Metoda 1. Percobaan: Keadaan Umum Katak Normal Katak diletakkan bebas di atas papan katak, lalu katak tersebut diamati keadaan dan sifat-sifat katak sebagai berikut: sikap duduk katak (posisi), frekuensi denyut jantung dan frekuensi pernapasan. Katak diletakkan pada punggungnya dan diamati cara kembali ke posisi semula. Gerakan-gerakan spontan seperti melompat diamati cara katak melompat dan besarnya rangsangan (stimuli) yang diperlukan untuk mengadakan reaksi. Katak diletakkan dalam air dan diamati cara katak berenang.

Sungkup kaca diletakkan terbalik dalam bak air dan udara dikeluarkan dari dalam sehingga sungkup penuh air, katak dimasukkan ke dalam sungkup dan cara katak berenang keluar dari dalam sungkup diperhatikan. Katak diletakkan di atas papan katak dan papan digerakkan ke atas dan ke bawah dengan cepat. Selaput renang katak ditusuk dengan sonde dan diteteskan asam encer pada bekas luka tusukan dan reaksi katak diperhatikan setelah penetesan. 2. Percobaan: Penekanan Fungsi Saraf Pusat Katak Secara Mekanis a. Perusakan cerebrum Serebrum katak dirusak dengan jarum penusuk, dengan cara kepala di bagian tengah tepat di belakang mata dirusak dan ujung jarum

digerakkan ke arah cranial dan kiri kanannya agar seluruh bagian serebrum rusak. Dapat pula bagian kepala di atas ruang mulut digunting secara melintang tepat di belakang mata. b. Perusakan medulla oblongata Untuk merusak medulla oblongata, kepala ditusukkan dengan jarum penusuk mulai dari foramen magnum ke semua bagian di cranialnya. Perusakan medulla oblongata dapat dilakukan pada bagian atas dari ruang mulut dari ujung belakang rongga mulut ke atas tepat di belakang selaput pendengaran dengan digunting. c. Perusakan medulla spinalis Perusakan medulla spinalis dilakukan dari foramen magnum ke caudal dengan ditusukkan menggunakan jarum penusuk. Kerusakan sering kali kurang sempurna karena ada bagian yang tidak terrusakkan karena medulla spinalis sangat kecil dan panjang. 3. Percobaan: Handling dan Pemberian Obat pada Tikus Tikus dikeluarkan dari kandang dengan bagian ekor dipegang. Muka tikus ditutup menggunakan kain lap. Kemudian bagian tekuk tikus difiksir dengan jari telunjuk dan jari tengah membentuk huruf V dengan tetap ekor dipegang. 4. Percobaan: Handling dan Pemberian Obat pada Kelinci Kelinci dipegang dengan hati-hati. Pemberian obat dilakukan dengan perinjeksi intravena pada vena auricularis atau perinjeksi intra peritoneal. Setelah mendapatkan letak vena auricularis obat dapat disuntikkan.

Pembahasan

Uji yang selanjutnya yaitu katak deserebrasi. Katak deserebrasi adalah katak yang telah dihilangkan serebrumnya. Katak deserebrasi yang sedang diam, membentuk sudut lebih rendah kira-kira 35o dan perut terlihat cekung dari samping. Sikap badan katak diatur oleh serebrum dan serebellum. Serebrum adalah pusat kesadaran dan berfikir. Serebellum berperan dalam proses koordinasi dan

integrasi gerakan tubuh (Frandson 1983). Katak desebrasi kemampuan mempertahankan kondisi tubuhnya berkurang karena impuls hanya disampaikan ke serebellum dan hanya dikendalikan serebellum. Berbeda dengan katak normal, katak deserebrasi telah kehilangn kesadaran, sehingga hanya akan melompat jika praktikan memberikan sentuhan pada tubuhnya, dan gerakan spontan katak deserebrasi sangat lemah jika dibandingkan dengan katak normal. Gerakan spontan katak tersebut diatur oleh serebrum yang didasarkan atas keinginan katak sendiri tanpa ada rangsangan disengaja. Keseimbangan diatur oleh serebellum (Frandson 1983). Keseimbangan katak normal dapat terlihat dari kemampuannya segera mengembalikan posisinya saat tubuhnya dibalik. Katak deserebrasi juga masih mampu mengembalikan posisinya saat tubuhnya dibalikkan meskipun lebih lambat karena katak sudah lemas, yang merupakan efek dari perusakan serebrum katak. Karena serebellumnya masih berfungsi sehingga keseimbangan katak masih ada. Tonus otot katak normal yang tadinya lembut berubah menjadi keras setelah katak dirusak serebrumnya. Hal tersebut terjadi karena serebrum merupakan organ yang berperan sebagai pusat penghambat tonus. Berenang diatur oleh kerjasama serebrum, serebellum, dan medula oblongata. Katak normal menunjukkan aktivitas berenang dengan kedua kaki belakang bersamaan dan kaki depan bergantian meskipun katak dalam keadaan lemas. Pada katak deserebrasi, aktivitas berenang tampak hanya sesekali. Katak deserebrasi melakukan gerakan berenang hanya jika diberi sentuhan. Hal ini disebabkan karena katak tidak lagi memiliki kemauan dan kesadaran uuntuk berenang sesuai keinginannya. Tonus otot katak normal lembut dan semakin mengeras saat katak dirusak serebrum,serebellum dan medulla oblongatanya.

Frekuensi napas diatur oleh medula oblongata. Medula oblongata mengatur fungsi jantung dan pernapasan yang dijalankan melalui sistem saraf otonom (Anonim 2009). Katak normal memiliki frekuensi napas kali per menit, katak deserebrasi frekuensi napasnya kali per menit, dan katak spinal 0 kali per menit. Perbedaan frekuensi katak normal dan deserebrasi terjadi karena katak masih dalam keadaan shock spinal akibat operasi pemutusan. Katak spinal tidak

lagi bernafas karena pusat pengaturannya telah tidak ada atau dengan kata lain katak mati. Aktivitas jantung juga diatur oleh medula oblongata. Frekuensi denyut jantung katak normal adalah denyut per menit. Katak deserebrasi dan spinal frekuensi denyutnya kali per menit. Frekuensi denyut jantung katak normal sangat tinggi karena katak menyadari dan melihat sekitarnya dan mungkin menyebabkan stres pada katak atau katak merasa takut. Katak deserebrasi tidak lagi menyadari apa yang terjadi pada dirinya sehingga denyut jantungnya tidak lagi dipengaruhi oleh emosinya dan melambat. Katak spinal tetap memiliki denyut jantung karena adanya otomasi jantung sehingga jantung dapat terus berdenyut tanpa diatur medula oblongata. a. Tabel reaksi-reaksi pada katak normal, katak deserebrasi, dan katak spinal Sesudah Sesudah Aktivitas katak Normal perusakan serebrum perusakan medulla oblongata, Sesudah perusakan medulla

lobus optikus, spinalis dan serebellum

Kesadaran Gerakan spontan Posisi istirahat Frekuensi denyut jantung Frekuensi pernafasan Keseimbangan Reaksi terhadap asam Tonus otot Reflex- reflex

+++ +++

++ + <30o

+ + <20o

waktu <45o

120/menit

80/menit

+++ +++

+ ++

+++ +++

++ +

+ -

Keadaan katak normal Praktikum pertama mata kuliah farmakologi ini mengajak mahasiswa untuk mengetahui dan mempelajari tata cara handling dan pemberian obat pada hewan laboratoriun, serta mengetahui fungsi cerebellum, cerebrum dan medulla Kesadaran Gerakan spontan Posisi istirahat Katak normal Sadar Ada Katak deserebrasi Ada Katak spinal Tidak ada

Frekuensi jantung Frekuensi pernafasan Keseimbangan

waktu Posisi tubuh Posisi tubuh Posisi tubuh membentuk membentuk sudut jatuh tersungkur sudut 45 35 (lebih rendah) pada papan alas denyut 120/menit 80/menit

Reaksi asam Tonus otot

Seimbang (aktif Kurang seimbang Tidak seimbang langsung (Masih bisa (tidak bangkit bangkit) bangkit, tapi lagi ketika di lamban) baringkan) terhadap +++ ++ + +++ +++ ++ + + -

Refleks-refleks

oblongata. Ada 3 percobaan yaitu mengamati keadaan katak normal,penekanan fungsi susunan syaraf pusat katak secara mekanis, dan handling dan pemberian obat pada tikus.Pada percobaan pertama yaitu mengamati keadaan katak normal. Percobaan pertama mengamati tingkah laku katak secara normal, seluruh perlakuan yang dilakukan pada katak normal menunjukkan hasil yang baik, katak merespon dan sangat aktif ketika menerima rangsangan atau perlakuan dari praktikan. Sikap duduk katak (posisi) pada keadaan normal membentuk sudut 45o. Frekuensi pernapasannya masih normal yaitu 80 kali/menit sedangkan frekuensi denyut jantungnya tinggi yaitu 120 kali/menit, hal ini terjadi antara lain karena katak tersebut stres. Pada saat dilakukan uji gerakan spontan dan gerakan kembali ke sikap normal katak tersebut masih merespon dengan baik dan cara berenangnya juga masih baik. Selain itu saat kita lakukan uji keseimbangan,

keseimbangannyapun masih baik. Pada saat dilakukan uji reaksi terhadap asam dengan cara melukai selaput renang katak dengan sonde dan ditetesi dengan asam terlihat katak masih dapat merasakan sakit dengan ditandai dengan menggerakgerakan kakinya. Keadaan tonus-tonus ototnya pun masih normal. Medulla Oblongata Medulla Oblongata berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga memengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan. Selain itu, medulla oblongata juga mengatur gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip. Pembahasan Perusakan pada bagian medulla oblongata akan berakibat hilangnya pernafasan dan detak jantung medulla oblongata adalah pusat dari pernafasan dan denyut jantung. Pada hasil praktikum pada katak yang medulla oblongatanya sudah dirusak masih memiliki kesadaran namun untuk pernafasannya sudah tidak ada lagi. Detak jantungnya pun sudah sangat lemah.akibat dari rusaknya medulla oblongata. Katak yang dirusak medulla oblongatanya masih memiliki tonus otot yang kecil sekali dan refleks terhadap asam. Medulla Spinalis Pembahasan Perusakan pada Medula Spinalis akan berakibat hilangnya tonus otot yang ditandai dengan mengerasnya tonus otot katak. Medula Spinalis sebagai pusat refleks pun akan terganggu namun apabila medula spinalis dirusak, refleks pada katak masih tetap terjadi namun hal itu sangat kecil dan terkadang sulit diamati. Dengan kata lain, katak yang sudah dirusak medula spinalisnya menandakan katak tersebut sudah mati yang ditandai dengan adanya kekakuan pada tubuh katak. Daftar Pustaka Guyton, Arthur C. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC. Penerjemah Ken Ariata Tengadi. Terjemahan dari Textbook of Medical Physiology.

You might also like