You are on page 1of 20

ASUHAN KEPERAWATAN Chronic Kidney Disease et causa Diabetes Mellitus

Disusun untuk memenuhi tugas Clinical Study 2 (Maternitas)

Disusun oleh: Aprillia NurAida 0810720014

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2012

LAPORAN PENDAHULUAN Chronic Kidney Disease et causa Diabetes Mellitus 1. Definisi Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). CKD merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. Diabetes merupakan penyakit metabolik sebagai akibat dari kurangnya insulin efektif maupun insulin absolut dalam tubuh, dimana gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat, yang dapat juga menyebabkan gejala klinik akut maupun kronik. Salah satu komplikasi kronik dari diabetes adalah nefropati. Kerusakan pada nefron akibat glukosa dalam darah yang tidak dipakai disebut nefropati diabetes. Nefropati ini yang lama kelamaan dapat menyebabkan CKD. Bila kita dapat menahan tingkat glukosa dalam darah tetap rendah, kita dapat menunda atau mencegah nefropati diabetes.

(American Diabetes Association, 2007) 2. Etiologi CKD: Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal

Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

3. Klasifikasi Terdapat 8 kelas sebagai berikut : Klasifikasi penyakit Infeksi Penyakit peradangan Penyakit vascular hipertensif Gangguan jaringan penyambung Gangguan kongenital dan herediter Penyakit metabolik Nefropati toksik Nefropati obstruktif Penyakit Pielonefritis kronik Glomerulonefritis Nefrosklerosis benigna Nefrosklerosis maligna Stenosis arteri renalis Lupus eritematosus sistemik Poliarteritis nodus Skelrosis sistemik progresif Penyakit ginjal polikistik Asidosis tubulus ginjal Diabetes mellitus, Gout Hiperparatiroidisme, Amiloidosis Penyalahgunaan analgesik Nefropati timbal Saluran kemih atas : kalkuli, neoplasma fibrosis retroperitoneal Saluran kemih bawah : hipertropi prostat, striktur uretra, anomaly congenital pada leher kandung kemih dan uretra Klasifikasi GGK atau CKD (Cronic Kidney Disease): Stage Gambaran kerusakan ginjal GFR (ml/min/1,73 m2) 1 Normal atau elevated GFR 90 2 Mild decrease in GFR 60-89 3 Moderate decrease in GFR 30-59 4 Severe decrease in GFR 15-29 5 Requires dialysis 15 Terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis yang ditentukan melalui penghitungan nilai Glumerular Filtration Rate (GFR). Untuk menghitung GFR dokter akan memeriksakan sampel darah penderita ke laboratorium untuk melihat kadar kreatinin dalam darah. Kreatinin adalah produk sisa yang berasal dari aktivitas otot yang seharusnya disaring dari dalam darah oleh ginjal yang sehat. Dibawah ini 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis sebagai berikut :

Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min) Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min) Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat ( 30 s/d 59 ml/min ) Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/min) Stadium 5, penyakit ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min) Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus : Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg ) 72 x creatini serum Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85 Stadium 1 Seseorang yang berada pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK) biasanya belum merasakan gejala yang mengindikasikan adanya kerusakan pada ginjalnya. Hal ini disebabkan ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi tidak lagi 100 persen, sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui kondisi ginjalnya dalam stadium 1. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi. Stadium 2 Sama seperti pada stadium awal, tanda tanda seseorang berada pada stadium 2 juga dapat tidak merasakan gejala yang aneh karena ginjal tetap dapat berfungsi dengan baik. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi. Stadium 3 Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. dengan penurunan pada tingkat ini akumulasi sisa sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang. Gejala- gejala juga terkadang mulai dirasakan seperti : Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia. Kelebihan cairan : Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh. Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah. Kuantitas urin bisa

bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam. Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti polikistik dan infeksi. Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs. Penderita GGK stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke seorang ahli ginjal hipertensi (nephrolog). Dokter akan memberikan rekomendasi terbaik serta terapi terapi yang bertujuan untuk memperlambat laju penurunan fungsi ginjal. Selain itu sangat disarankan juga untuk meminta bantuan ahli gizi untuk mendapatkan perencanaan diet yang tepat. Penderita GGK pada stadium ini biasanya akan diminta untuk menjaga kecukupan protein namun tetap mewaspadai kadar fosfor yang ada dalam makanan tersebut, karena menjaga kadar fosfor dalam darah tetap rendah penting bagi kelangsungan fungsi ginjal. Selain itu penderita juga harus membatasi asupan kalsium apabila kandungan dalam darah terlalu tinggi. Tidak ada pembatasan kalium kecuali didapati kadar dalam darah diatas normal. Membatasi karbohidrat biasanya juga dianjurkan bagi penderita yang juga mempunyai diabetes. Mengontrol minuman diperlukan selain pembatasan sodium untuk penderita hipertensi. Stadium 4 Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15 30 persen saja dan apabila seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal / dialisis atau melakukan transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau uremia biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu besar kemungkinan muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia, penyakit tulang, masalah pada jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya. Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 adalah : Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia. Kelebihan cairan : Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh. Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.

Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti polikistik dan infeksi. Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs. Nausea : muntah atau rasa ingin muntah. Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang dikonsumsi tidak terasa seperti biasanya. Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi melalui bau pernafasan yang tidak enak. Sulit berkonsentrasi Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk bekerja secara

Stadium 5 (gagal ginjal terminal) optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis) atau transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup. Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain : Kehilangan napsu makan Nausea. Sakit kepala. Merasa lelah. Tidak mampu berkonsentrasi. Gatal gatal. Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali. Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki. Keram otot Perubahan warna kulit

4. Patofisiologi Perjalanan umum GGK melalui 3 stadium: 1. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal Kreatinin serum dan kadar BUN normal Asimptomatik Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR 2. Stadium II : Insufisiensi ginjal Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet) Kadar kreatinin serum meningkat Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)

Ada 3 derajat insufisiensi ginjal: a. b. c. Ringan 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal Sedang 15% - 40% fungsi ginjal normal Kondisi berat 2% - 20% fungsi ginjal normal 3. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010 Patofisiologi umum GGK Hipotesis Bricker (hipotesis nefron yang utuh) Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal

Source: United States Renal Data System. USRDS 2007 Annual Data Report.

Patofisiologi
DIABETES Defisiensi insulin

Glukagon
Glukoneogenesis

Pemakaian glukosa sel

Hiperglikemia Glycosuria
Osmotic diuresis

Nutrisi sel Polyphagi Polyuri Polydipsi Jantung Cerebral Makrovaskuler


ekstremitas

Lemak
Ketogenesis Ketonemia pH asidosis Mual Muntah

Protein
BUN
Nitrogen urin

Dehidrasi
Hemokonsentrasi

IMA Stroke Gangran

arteriosklerosis Koma Kematian Retina Retinopati Mikrovaskuler

Ginjal Nefropati CKD

Ggn. sekresi protein

retensi Na edema
pruritus
perubahan warna kulit Enchepalop ati kelebihan volume cairan
beban jantung naik

sekresi eritropoitin
produksi Hb dan sel darah merah

sindrom uremia
perpospatemia

urokrom tertimbun di kulit

Gangguan Integritas Kulit

suplai O2
gangguan perfusi jaringan

intoleransi aktivitas

Toksisitas ureum di otak

Penurunan kesadaran
Gangguan nutrisi

hipertrofi ventrikel kiri

payah jantung kiri

Ggn. asam basa alkalosis respiratorik

Mual Muntah
Perubahan pola nafas

edema paru
ggn. pertukaran gas intoleransi aktivitas

5. Manifestasi Klinis Kardiovaskuler o o o o o Hipertensi Pitting edema Edema periorbital Pembesaran vena leher Friction rub perikardial

Pulmoner o o o o KrekelS Nafas dangkal Kusmaul Sputum kental dan liat

Gastrointestinal o o o o o Anoreksia, mual dan muntah Perdarahan saluran GI Ulserasi dan perdarahan pada mulut Konstipasi / diare Nafas berbau amonia

o o o o o o o

Muskuloskeletal Kram otot Kehilangan kekuatan otot Fraktur tulang Foot drop Integumen Warna kulit abu-abu mengkilat Kulit kering, bersisik Pruritus

o Ekimosis o Kuku tipis dan rapuh o Rambut tipis dan kasar Reproduksi o Amenore, atrofi testis

6. Pemeriksaan Penunjang Atas dasar penelitian kasus-kasus di Surabaya, maka berdasarkan visibilitas, diagnosis, manifestasi klinik, dan prognosis, telah dibuat kriteria diagnosis klasifikasi

Nefropati Diabetika tahun 1983 yang praktis dan sederhana. Diagnosis Nefropati Diabetika dapat dibuat apabila dipenuhi persyaratan seperti di bawah ini: 1. DM 2. Retinopati Diabetika 3. Proteinuri yang presisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu tanpa penyebab proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan plus kadar kreatinin serum >2,5mg/dl. Data yang didapatkan pada pasien antara lain pada: 1. Anamnesis Dari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun keluhan tidak khas dari gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa poliuri, polidipsi, polipagi, penurunan berat badan. Keluhan tidak khas berupa: kesemutan, luka sukar ginekomastia, impotens. 2. Pemeriksaan Fisik Pada Nefropati Diabetika didapatkan kelainan pada retina yang merupakan tanda retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan Funduskopi, berupa : 1. Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler retina. 2. Mikroaneusisma, berupa tonjolan dinding kapiler, terutama daerah kapiler vena. 3. Eksudat berupa : Hard exudate. Berwarna kuning, karena eksudasi plasma yang lama. Cotton wool patches. Berwarna putih, tak berbatas tegas, dihubungkan dengan iskhemia retina. 4. Shunt artesi-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi kapiler. 5. Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan permeabilitas mikroaneurisma atau pecahnya kapiler. 6. Neovaskularisasi Bila penderita jatuh pada stadium end stage (stadium IV-V) atau CRF end stage, didapatkan perubahan pada : Cor _ cardiomegali Pulmo _ oedem pulmo sembuh, gatal-gatal pada kulit,

3. Pemeriksaan Laboratorium a. Urin Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)

Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin

Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1 Klirens kreatinin: mungkin agak menurun Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada

b. Darah BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl SDM: menurun, defisiensi eritropoitin GDA:asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2 Natrium serum : rendah Kalium: meningkat Magnesium; Meningkat Kalsium ; menurun Protein (albumin) : menurun

c. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg d. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter e. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas f. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif g. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, masa h. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa 7. Komplikasi: o o o Toksisitas Koma Kematian

8. Penatalaksanaan

a) Konservatif Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin Observasi balance cairan Observasi adanya odema Batasi cairan yang masuk peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus kasus emergency. Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis ) Hemodialisis Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan : AV fistule : menggabungkan vena dan arteri Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung ) Pengambilan batu transplantasi ginjal Dapat dilakukan dengan olahraga, diet dan obat anti diabetes. Pada pasien ini diberikan diet DM 1700 kal/hari. Pemberian insulin diberikan untuk mengendalikan kadar gula darah pasien. Pemberian anti diabetik oral tidak diberikan karena pasien telah mengalami komplikasi berupa gangguan ginjal. Akibat dari gangguan fungsi ginjal apabila obat oral diberikan tidak dapat diekskresikan, sehingga mengalami penumpukan akibatnya terjadi hipoglikemia e) Diet Diet protein 0,6 /KgBB/hari dimaksudkan untuk mengurangi sindrom uremik dan memperlambat penurunan GFR. Diet rendah garam dimaksudkan untuk mengurangi retensi natrium yang dapat mengakibatkan hipertensi dan edema. Diet rendah kalium dimaksudkan untuk mencegah terjadinya hiperkalemia yang dapat menimbulkan aritmia jantung yang fatal. f) Diuretik Diuretik diberikan untuk mengurangi cairan akibat dari retensi Na dan air. Pemberian diuretik pada pasien ini dimaksudkan untuk mengurangi gejala sesak napas akibat edema paru . Diuretik yang diberikan furosemid 40 mg 1 tab/hari. Selain itu diuretik juga digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Target tekanan darah yang dianjurkan adalah <130/80

b) Dialysis

c) Operasi

d) Pengendalian gula darah

g) Anti hipertensi Pemberian antihipertensi diperlukan untuk mengurangi tekanan darah pada pasien, karena hal ini dapat memperberat proses sklerosis glomerulus dan menambah beban jantung sehingga jantung bekerja lebih berat lagi dan akhirnya menimbulkan dekompensasi kordis. Anti hipertensi yang diberikan pada pasien ini awalnya methyldopa 250 mg 3x1, kemudian digantikan dengan amlodipine 5 mg 1x/hari. Amlodipine termasuk dalam golongan Ca antagonis non dihydropiridine, yang berfungsi sebagai venodilator vas eferen h) Statin Statin diberikan pada keadaan dislipidemia dengan target LDL kolestrol <100mg/dl pada pasien DM dan <70 mg/dl bila sudah ada kelainan kardiovaskular. Pada pasien ini diberikan simvastatin 10 gr, malam hari. 5. Terapi pengganti ginjal Terapi ini dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5 yaitu pada LFG <15 ml/mnt. Terapi pengganti tersebut berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal. Manajemen terapi GGK (penyakit ginjal terminal) Dialysis terpi konservatif

HD di RS, rumah, CAPD

Transplantasi ginjal Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan

homeostasis selama mungkin. Intervensi diit. Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan hasil pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis (produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam amino untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24 jam. Kalori untuk mencegah kelemahan dari KH dan lemak. Pemberian vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa. Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskule. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan, diit rendah natrium, diuretik, digitalis atau dobitamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis.

Anemia pada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin manusia rekombinan). Anemia pada pasaien (Hmt < 30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti malaise, keletihan umum dan penurunan toleransi aktivitas. Abnormalitas neurologi dapat terjadi seperti kedutan, sakit kepala, dellirium atau aktivitas kejang. Pasien dilindungi dari kejang. Pada prinsipnya penatalaksanaan Terdiri dari tiga tahap : Penatalaksanaan konservatif : Pengaturan diet protein, kalium, natrium, cairan Terapi simptomatik : Suplemen alkali, transfusi, obat-obat local&sistemik, anti hipertensi Terapi pengganti : HD, CAPD, transplantasi 9. Diagnosa Keperawatan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluan urin, retensi cairan dan natrium. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b.d kurangnya informasi Risiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh primer, tindakan invasive PK: Insuf Renal PK : Anemia Sindrom defisit self care b.d kelemahan, penyakitnya. prosedur dialysis. perikarditis

inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll). kesehatan.

10. Intervensi
No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi 1 Intoleransi aktivitasSetelah dilakukan askep ...NIC: Toleransi aktivitas B.d ketidakseimbangan O2 jam Klien dapatmenoleransi aktivitas &melakukan Kriteria Hasil: Berpartisipasi RR yang sesuai Warna normal,hangat & kering Memverbalisasikan kulit dalam Tentukan penyebab intoleransi aktivitas & tentukan apakah penyebab dari fisik, psikis / motivasi Kaji kesesuaian aktivitas & istirahat klien sehari-hari Tingkatkan aktivitas secara bertahap, biarkan diri Pastikan klien mengubah posisi secara klien berpartisipasi dapat perubahan posisi, berpindah& perawatan

suplai & kebutuhanADL dgn baik

aktivitas fisik dgn TD, HR,

pentingnya aktivitas secara bertahap Mengekspresikan pengertian keseimbangan istirahat 2 Pola efektif hiperventilasi, penurunan kelemahan nafas Meningkatkan toleransi latihan & pentingnya

bertahap. aktivitas Ketika pucat,

Monitor membantu pusing,

gejala klien

intoleransi berdiri, gangguan

observasi gejala intoleransi spt mual, kesadaran & tanda vital Lakukan latihan ROM jika klien tidak

aktivitas dapat menoleransi aktivitas tidakSetelah dilakukan askep .....Monitor Pernafasan: b.djam pola nafas klien yg Monitor irama, kedalaman dan menunjukkan ventilasi energi,adekuat dg kriteria : Tidak ada dispnea Tidak ada retraksi dada / pernafasan frekuensi pernafasan. Perhatikan pergerakan dada. Auskultasi bunyi nafas Monitor peningkatan ketidakmampuan istirahat, kecemasan dan sesag nafas. Atur posisi tidur klien untuk maximalkan ventilasi Lakukan fisioterapi dada jika perlu Monitor status pernafasan dan oksigenasi sesuai kebutuhan Auskultasi bunyi nafas Bersihhkan skret jika ada dengan batuk

Kedalaman nafas normal

penggunaan otot bantuanPengelolaan Jalan Nafas

Kelebihan cairan mekanisme

volumeSetelah b.d.askep ..... jam

efektif / suction jika perlu. dilakukanFluit manajemen: pasien dari edema Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat) Monitor tanda vital Monitor overload/retraksi Kaji daerah edema jika ada Monitor intake/output cairan Monitor serum albumin dan protein total Monitor RR, HR Monitor kehausan Monitor warna, kualitas dan BJ urine turgor kulit dan adanya Fluit monitoring: adanya indikasi

mengalamikeseimbangan Kriteria hasil: Bebas anasarka, efusi Suara paru bersih normal

pengaturan melemah cairan dan elektrolit.

Tanda vital dalam batas

4 Ketidakseimbangan Setelah nutrisi kurang dari.. jam kebutuhan tubuh

dilakukan

askepManajemen Nutrisi klien nutrisi Kaji pola makan klien Kaji adanya alergi makanan. Kaji makanan yang disukai oleh klien. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya. Yakinkan mengandung diet yang dikonsumsi serat untuk cukup

menunjukanstatus : BB stabil

adekuatdengan kriteria hasil

Tidak terjadi mal nutrisi Tingkat energi adekuat Masukan adekuat nutrisi

mencegah konstipasi. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien Monitor Nutrisi Monitor BB setiap hari jika memungkinkan. Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan. Monitor lingkungan selama makan. jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan. Monitor adanya mual muntah. Monitor proses adanya gangguan dalam mastikasi/input makanan

misalnya perdarahan, bengkak dsb. 5 Monitor intake nutrisi dan kalori. Kurang pengetahuanSetelah dilakukan askep Pendidikan : proses penyakit tentang penyakit,jam Pengetahuan klien / keluarga meningkat dg KH: kembali kebutuhan dan Kaji pengetahuan tentang dan klien proses tentang penyakit identifikasi perawatan dan kurangnya informasi, terbatasnya kognitif penyakitnya Jelaskan (tanda gejala),

pengobatan nya b.d.Pasien mampu: sumber Menjelaskan Mengenal perawatan penjelasan yang diberikan

kemungkinan penyebab. Jelaskan kondisi klien Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan Diskusikan perubahan gaya hidup yang

pengobatan tanpa cemas Klien / keluarga kooperatif

saat dilakukan tindakan

mungkin komplikasi

digunakan

untuk mencegah terapi dan

Diskusikan pilihannya

tentang

Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa digunakan/ mendukung Instruksikan kapan harus ke pelayanan Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur perawatan

Resiko tindakan

infeksi

dan pengobatan b/dSetelah dilakukan askep ...Kontrol infeksi infeksi dari tanda-tanda Ajarkan tehnik mencuci tangan Ajarkan tanda-tanda infeksi Laporkan dokter segera bila ada tanda infeksi Batasi pengunjung Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak denganps Setelah dilakukan askep ... jam Perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi dari insuf renal Tingkatkan masukan gizi yang cukup Anjurkan istirahat cukup Pastikan penanganan aseptic daerah IV Berikan PEN-KES tentang risk infeksi monitor tanda dan gejala infeksi Pantau hasil laboratorium Amati faktor-faktor yang bisa meningkatkan infeksi proteksi infeksi: dayaterkontrol dg KH: Bebas infeksi Angka leukosit normal( 4- 10.000 ) Ps mengatakan tahu tentang tanda-tanda dan gejala infeksi

invasive,jam risiko

penurunan

tahan tubuh primer

PK: Insuf Renal

Monitor VS Pantau tanda dan gejala insuf renal ( peningkatan TD, urine <30 cc/jam, peningkatan BJ urine, peningkatan natrium urine, BUN Creat, kalium, pospat dan amonia, edema). Timbang BB jika memungkinkan Catat balance cairan Sesuaikan pemasukan cairan setiap hari = cairan yang keluar + 300 500 ml/hr

Berikan ketat :

dorongan cairan cc/24 800-1000

untuk yang jam. Atau

pembatasan masukan

haluaran urin / 24 jam + 500cc Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet, rendah natrium (2-4g/hr) pantau tanda dan gejala asidosis metabolik ( pernafasan dangkal cepat, sakit kepala, mual muntah, Ph rendah, letargi) 8 PK: Anemia Kolaborasi dengan timkes lain dalam therapinyadan HD Pantau perdarahan, anemia, hipoalbuminemia Setelah dilakukan askep .... Monitor tanda-tanda anemia jam perawat akan dapat terjadinya Anjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi klien yg bergizi Kolaborasi untuk pemeberian terapi initravena dan tranfusi darah Kolaborasi kontrol Hb, HMT, Retic, status Fe meminimalkan Hb >/= 10 gr/dl. Konjungtiva tdk anemis Kulit tidak pucat 9

komplikasi anemia :

Akral hangat Observasi keadaan umum klien Sindrom defisit selfSetelah dilakukan askep .Bantuan perawatan diri care b/d kelemahan jam klien mampu Perawatan diri Self care :Activity Daly Living dengan kriteria : Pasien dapat melakukan aktivitas (makan, kebersihan, ambulasi) Kebersihan terpenuhi diri pasien sehari-hari berpakaian, toileting, Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri Bantu Anjurkan aktivitas kemampuannya Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berikan reinforcement atas usaha yang klien klien dalam untuk memenuhi melakukan sesuai kebutuhannya. sehari-hari

dilakukan.

11. Daftar Pustaka Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M. Jakarta: EGC; 2000 http://ppni klaten.com/index.php?option=com_content&view=article&id=71:ckd&catid= 38: ppni-ak-category&Itemid=66 (diakses tanggal, 22 april 2012 pukul 15.00) Rindiastuti, Yuyun. 2006. Deteksi Dini Dan Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal Kronik Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth volume 2. Jakarta: EGC. Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

You might also like