You are on page 1of 16

INOVASI KURIKULUM

A. Kerangka Dasar Inovasi Kurikulum


Manusia, sebagaimana dikemukakan filsuf modern Bronowski (1978),
selalu dalam proses untuk berkembang. It is an ascent of man. Untuk mencapai
“kemajuan” dan “kebangkitan”nya, manusia perlu kemampuan untuk belajar.
Dengan demikian, nilai dasar dari kurikulum adalah bagaimana mengembangkan
kemampuan siswa untuk mampu belajar. Katakan, the competence learn. Peter M.
Sanger, Are de Gues, Rosabeth Mos-Kanter, dan sebagian besar pemikiran
manajemen modern mengembangkan konsep learning organization, bahwa
oragnisasi-organisasi yang selamat, menang, dan menjadi juara adalah organisasi
yang mau belajar. Nilai ini telah diakui kebenarannya.
Pembangunan pun seharusnya difahami dalam pembelajaran. Cendikiawan
Indonesia, almarhum Soedjatmoko, mengemukakan bahwa pembangunan adalah
upaya untuk membuat manusia belajar hidup lebih baik dari hari kemarin.
Amartya Sen, perintis konsep Human Development Index yang pada saat ini
dipergunakan UNDP (United Nations Development Programme),
mengembangkan konsep yang lebih ekstem: development as freedom. (Riant,
2008:45).
Konsep tersebut jika dikaitkan dengan kurikulum, seperti kita ketahui
bahwa semua kurikulum pada dasarnya memiliki focus kepada pengembangan
kompetensi dari manusia yang hendak dididik. Maka persoalannya, ketika sebuah
kurikulum dicoba untuk direvitalisasi atau dilaksanakan, arahnya harus kemana,
apakah nilai yang dikembangkan cenderung kepada penguasaan materi? Ataukah
kepada kecakatan untuk belajar? Jika kedua-duanya berjalan secara parallel,
Page

sangat baik. Apabila yang kedua lebih kuat dari yang pertama, lebih baik lagi.
1

Akan tetapi jika yang kedua lebih dominan ketimbang yang pertama, maka cukup
mencemaskan, apalagi jika kurikulum yang ada hanya yang pertama, maka
pendidikan kita berada di ambang sebuah keruntuhan.
Kurikulum dapat disebut sebagai “muatan pendidikan” sehingga menjadi
isu terpokok untuk diperhatikan kualitasnya.
Pada masa lalu kelemahan kurikulum nasional di Indonesia diatasi dengan
sisipan substansi Muatan Lokal, termasuk penggunaan bahasa ibu pada kelas awal
di sekolah dasar, tetapi muatan nasional tetap dominan karena ada ujian nasional,
yang harus dikejar oleh siswa dan guru bahkan juga orangtua siswa, karena
menyangkut nasib dan harga diri.
Lalu bagaimana kiat mengatasi kelemahan yang ada, ditambah lagi saat
ada isu atau rencana perubahan kurikulum biasanya kita resah dan gelisah,
membayangkan berbagai dampak dan konsekuensinya, yang memang nyata ada,
baik yang menyangkut segi administratif maupun teknis edukatif yang tak pelak
lagi akan menambah kesibukan dan kerepotan guru serta insan pendidikan
lainnya. Padahal pada kurun waktu tertentu kurikulum memang harus disesuaikan
dengan perkembangan kehidupan “masa kini”. Setiap perubahan sekecil apapun
ada konsekuensi logisnya bagi guru, lalu bagaimana agar kita tidak resah dan
gelisah menghadapi perubahan tersebut, bagaimana kiat menyiasatinya?
Pertama, kita harus menyadari sepenuhnya hakekat kurikulum seperti
diuraikan di atas, kurikulum sebenarnya hanyalah seperangkat rencana, yang tidak
dapat berbuat apa-apa tanpa kebijakan dan kebajikan pelaksananya. Betapapun
bagusnya kurikulum disusun oleh pakar yang sangat ahli sekalipun, bahkan hasil
penelitian bertahun-tahun, kalau berada ditangan guru yang kurang piawai, tidak
banyak manfaatnya dalam pembelajaran, sebaliknya kurikulum yang bersifat
standar dan hanya berisi garis besar rencana pembelajaran, tetapi dikelola oleh
guru yang handal akan dapat memfasilitasi pembelajaran yang sangat efektif dan
bermakna bagi pembelajarnya. Jadi ternyata unsur siapa yang melaksanakan
kurikulum, sangat berperan.
Pembelajaran sendiri dapat kita maknai sebagai segala upaya untuk
melayani dan memfasilitasi siswa untuk dapat belajar seoptimal mungkin, sesuai
potensinya. Hal itu dapat berlangsung dengan baik pada suasana yang kondusif
baik secara fisik, mental maupun
Page

Kedua, dalam pembelajaran kurikulum bukan satu-satunya sumber belajar.


2

Ada yang disebut sebagai The Hidden Curriculum, kurikulum yang tersamar, atau
kurikulum yang tidak nyata tertulis. The hidden Curriculum, merupakan semua
hal yang menstimulir anak dan anak meresponnya, merupakan hal di luar
kurikulum formal serta mempunyai dampak terhadap proses tumbuh kembang
anak. Misalnya, tatatertib dan peraturan sekolah/kelas, lingkungan sekitar baik
fisik maupun sosial, performance guru dan warga sekolah lainnya, guru
merupakan kurikulum yang sangat efektif bagi siswa, apapun yang dilakukan
guru, cara berpakaian, cara bicara, sikap terhadap guru lain merupakan kurikulum
bagi siswa, ada lagi The hiden curriculum yang sangat efektif, yaitu tayangan
televisi, juga merupakan kurikulum bagi siswa, semua itu akan membentuk sikap
dan kepribadiannya, membentuk persepsi terhadap lingkungan masyarakatnya,
kemudian merespon, dan mempengaruhi tumbuhkembangnya. Jadi guru masa kini
harus berpacu dengan kurikulum lain tersebut di atas, yang relatif lebih efektif
dibanding kurikulum formal yang telah ditetapkan. Kurikulum mengarahkan pada
hidup rukun dan saling tolong menolong, tetapi dalam kehidupan nyata dan dalam
tayangan televisi misalnya anak setiap saat melihat orang berkelahi saling
menjatuhkan satu sama lain, dan sebagainya. Kurikulum mengisyaratkan hidup
tertib dan bersih, tetapi lingkungan sekolahnya sendiri kumuh dan gurunya sering
terlambat, misalnya.
Secara sederhana sebenarnya pendidikan bagi siswa adalah apa yang dia
lihat, dia dengar, dia rasakan, dia alami, setiap detik, sepanjang hari sepanjang
tahun, itulah yang akan membentuk karakter dan kepribadiannya. Tugas kita
adalah memfasilitasi agar apa yang dia dengar, dia lihat, dia rasakan dan dia alami
adalah hal-hal yang positif semata.
Ketiga, keberhasilan tujuan pendidikan, khususnya pembelajaran juga
ditentukan oleh perangkat lainnya seperti, kecukupan sarana dan prasarana,
kecukupan biaya yang tersedia, adanya sumberdaya pengelola yang kompeten
baik guru, kepala sekolah, pengawas sampai para pembina pendidikan lainnya,
dan tatakelola atau manajemen yang baik (demokratis, transparan dan akuntabel),
keterlibatan secara aktif, masyarakat dan stakeholder lainnya, dan tidak kalah
pentingnya adalah kebijakan dan kebajikan pemerintah pusat maupun daerah,
pengawas hingga sekolah bahkan guru kelas melalui policy- nya, sangat
mempengaruhi kualitas pembelajaran dan pencapaian tujuan pendidikan secara
Page

umum. (http://www.mbs-sd.org/warta_mbs.php?id=19).
3

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa apapun kurikulumnya, masih


banyak aspek lain yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran, kurikulum
formal bukan satu-satunya perangkat dalam pembelajaran, demikian juga masih
banyak pihak yang seharusnya bertanggungjawab terhadap keberhasilan
pembelajaran selain guru kelas. Kurikulum hanya sekedar panduan pembelajaran
yang harus diramu dan didampingi oleh aspek – aspek lain yang terkait, lebih-
lebih dalam situasi dan kondisi global dimana sebuah kemajuan dan perubahan
bergerak dengan begitu cepat.
M. Francis Klein dalam bukunya Curriculum Reform in the Elementary
School menyatakan ada lima substansi suatu inovasi kurikulum, yaitu:
1) Menetapkan perencanaan. Perencanaan harus menekankan perubahan yang
diinginkan dan harus didasarkan pada sekumpulan data sekolah dan visi yang
akan dilakukan sehubungan dengan pembaharuan tersebut.
2) Menguji kurikulum secara komprehensif. Kurikulum hendaknya didefinisikan
dan diuji secara komprehensif dari berbagai sudut, antara lain: lembaga
persekolahan, fungsi sekolah, dan tujuan kurikulum.
3) Menganalisis kesenjangan antara teori dan praktek. Walaupun sekolah
tampaknya merupakan tempat yang menyenangkan bagi siswa unruk belajar,
namun masih banyak hal yang memerlukan penyempumaan. Seperti apa yang
diharapkan sekolah berbeda dengan apa yang terjadi di lapangan. Oleh karena
itu, penyempumaan kurikulum harus dapat menjembatani/mengatasi
kesenjangan tersebut.
4) Perhatian terhadap kurikulum implisit. Dalam mengembangkan substansi
kurikulum implisit perlu diperhatian hal-hal yang tidak tersurat yang ada
dipersekolahan, seperti budi pekerti, kesantunan berbahasa, dan berprilaku
baik.
5) Mengembangkan pendekatan yang sistematis. Suatu pendekatan yang
sistematis terhadap perbaikan kurikulum harus menggunakan pendekatan yang
sistematis. Hal ini disebabkan suatu aspek perubahan yang kecil akan
membawa dampak terhadap aspek persekolahan yang lain.
Page
4
A. Inovasi Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diartikan sebagai segenap upaya
pendidik (orangtua, guru dan orang dewasa lainnya) dalam memfasilitasi
perkembangan dan belajar anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun
melalui penyediaan berbagai pengalaman dan rangsangan yang bersifat
mengembangkan, terpadu dan menyeluruh sehingga anak dapat bertumbuh-
kembang secara sehat dan optimal sesuai dengan nilai dan norma kehidupan yang
dianut.
Dalam pengertian PAUD tersebut terdapat beberapa gagasan pokok yang
perlu dijelaskan lebih lanjut, sebagai berikut:
1) Aktivitas pendidikan tidak dibatasi secara semput pada kegiatan belajar
mengajar di kelas, melainkan mencakup segenap aktivitas yang diarahkan
untuk mendukung proses perkembangan dan belajar anak secara menyeluruh;
2) Yang berperan sebagai pendidik tidak terbatas pada orangtua dan guru,
melainkan pula melibatkan orang dewasa lainnya yang ikut terlibat dalam
proses pendidikan anak;
3) Sesuai dengan istilah yang digunakan –usia dini, masa pendidikan dibatasi
pada jenjang usia sejak lahir sampai 6 tahun;
4) Sasaran akhir dari PAUD adalah tercapainya perkembangan anak yang
optimal sesuai dengan nilai dan norma yang dianut melalui penyediaan
berbagai rangsangan serta lingkungan dan pengalaman belajar yang dianut
relevan dan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan
anak.
Dalam konteks perkembangan anak, PAUD memiliki lima fungsi dasar, yakni (1)
pengembangan potensi, (2) penanaman dasar-dasar aqidah keimanan, (3)
Page

pembentukan dan pembiasaan perilaku yang diharapkan, (4) pengembangan


5

pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan, serta (5) pengembangan motivasi


dan sikap belajar yang positif. (Tim PIP FIP UPI, 2007: 95-96).
Sesuai dengan karakter kejiwaannya, maka kurikulum yang diterapkan
dalam PAUD haruslah diarahkan pada penguasaan kompetensi-kompetensi
sebagaimana tersebut diatas melalui program pembelajaran dengan karatkteristik:
relative tidak terstruktur, terintegrasi, kontekstual, melalui pengalaman langsung,
melalui suasana bermain dan menyenangkan, serta responsive terhadap perbedaan
individual anak (Tim PIP FIP UPI, 2007: 109).

A. Inovasi Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah


Penyelenggaraan Sekolah Dasar pada dasarnya memiliki tujuan-tujuan
sebagai berikut:
1) Menanamkan dasar-dasar perilaku yang berbudi pekerti dan berakhlak mulia;
2) Menumbuhkan dasar-dasar kemahiran membaca, menulis dan berhitung;
3) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan berfikir
logis, kritis dan kreatif;
4) Menumbuhkan sikap toleran, tanggungjawab, kemandirian dan kecakapan
emosional;
5) Memberikan dasar-dasar keterampilan hidup, kewirausahaan, dan etos kerja;
6) Membentuk rasa cinta terhadap bangsa dan tanah air Indonesia.
Adapun kompetensi yang hendak dicapainya adalah:
1) Mengenali dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang diyakini;
2) Mengenali dan menjalankan hak serta kewajiban diri, bertos kerja dan peduli
terhadap lingkungan;
3) Berfikir secara logis, kritis, dan kreatif serta berkomunikasi melalui berbagai
media;
4) Menyenangi keindahan;
5) Membiasakan hidup bersih, bugar dan sehat;
6) Memiliki rasa cinta dan bangga terhadap bangsa dan tanah air.
(Baharuddin dan Makin, 2007: 225-226)
Untuk meraih tujuan dan kompetensi tersebut di atas, jika dikaitkan
dengan kurikulum maka diperlukan adanya kurikulum yang benar-benar
Page

mengembangkan kompetensi dan kemampuan jiwa mereka.


6

Sebenarnya kurikulum sekolah dasar dimana saja kapan saja hakekatnya


sama, yaitu mendidik kecakapan hidup, (life skills), oleh sebab itu ada yang
berpendapat bahwa selayaknya kurikulum itu berbasis pada kehidupan. Dari segi
substansi, memberi pemahaman dan kesadaran tentang Adanya Tuhan Yang Maha
Esa, dengan segala kekuasaan, perintah dan larangannya (Agama), mengajarkan
lingkungan sosial, sikap dan tingkah laku manusia, serta tata aturan hidup
berbangsa dan bernegara (PKN-IPS), mengajarkan bilangan dan operasi hitung,
termasuk pemahaman tentang bangun datar dan ruang serta ukuran, takaran dan
timbangan (matematika), mengajarkan tentang gejala alam dengan segala isinya,
beserta sifat dan karakteristiknya (IPA), mengajarkan bahasa sebagai alat
komunikasi dan mengungkapkan gagasan (bahasa), membiasakan moral dan budi
pekerti luhur (etika), melatihkan gerak dan sikap fisik (pendidikan jasmani),
melatih kepekaan rasa dan budi, cipta dan karsa (estetika-seni) serta mempunyai
sikap dan motivasi untuk memajukan bangsanya.
Meskipun ada kalimat puitis tentang kurikulum sebagai berikut
Curriculum is the mirror that reflects what the nation dreams for its next
generations, kurikulum merupakan cermin yang merefleksikan seperti apa mimpi
suatu bangsa tentang generasi mendatang (yang diinginkan). Tetapi yang
dimaksud kurikulum disini tentunya bukan sekedar kurikulum formal, tetapi
semua aspek dan pihak yang terkait dengan pembelajaran dan pencapaian tujuan
pendidikan suatu bangsa.
Oleh sebab itu don’t worry but be smart, tak perlu cemas tapi harus cerdas,
dalam menghadapi setiap perubahan (baca: kemajuan). Dengan demikian kita
akan selalu berlapang dada, kritis namun kreatif dan produktif, inovatif tapi
terarah, mandiri namun tetap dapat bekerjasama dengan siapa saja dalam
keanekaragaman wawasan, serta punya visi dan misi yang jelas tentang masa
depan yang terukur dan realistis. (http://www.mbs-sd.org/warta_mbs.php?id=19).

A. Inovasi Kurikulum Pendidikan Tinggi


Kurikulum dapat. dimaknai sebagai suatu dokumen atau rencana tertulis
mengenai kuahtas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu
pengalaman belajar. Pengertian ini mengandung arti bahwa kurikulum harus
tertuang dalam satu atau beberapa dokumen atau rencana tertulis. Dokumen atau
Page

rencana tertulis itu berisikan pernyataan mengenai kuahtas yang harus dimiliki
7

seorang peserta didik yang mengikuti kurikulum tersebut aspek lain dari makna
kurikulum adalah pengalaman belajar. Pengalaman belajar di sini dimaksudkan
adalah pengalaman belajar yang dialami oleh peserta didik seperti yang
direncanakan dalam dokumen tertuhs. Pengalaman belajar peserta didik tersebut
adalah konsekuensi langsung dari dokumen tertulis yang dikembangkan oleh
dosen/instruktur/pendidik. Dokumen tertulis yang dikembangkan dosen ini
dinamakan Rencana Perkuliahan/Satuan Pembelajaran. Pengalaman belajar ini
memberikan dampak langsung terhadap hasil belajar mahasiswa. Oleh karena itu
jika pengalaman belajar ini tidak sesuai dengan rencana tertulis maka hasil belajar
yang diperoleh peserta didik tidak dapat dikatakan sebagai hasil dari kurikulum.
Ada enam dimensi pengembangan kurikulum untuk pendidikan tinggi
yaitu pengembangan ide dasar untuk kurikulum, pengembangan program, rencana
perkuliahan/satuan pembelajaran, pengalaman belajar, penilaian dan hasil.
Keenam dimensi tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu
Perencanaan Kurikulum, Implementasi Kurikulum, dan Evaluasi Kurikulum.
Perencanaan Kurikulum berkenaan dengan pengernbangan Pokok Pikiran/Ide
kurikulum dimana wewenang menentukan ada pada pengambil kebijakan urtuk
suatu lembaga pendidikan. Sedangkan Implementasi kurikulum berkenaan dengan
pelaksanaan kurikulum di lapangan (lembaga pendidikan/kelas) dimana yang
menjadi pengembang dan penentu adaIah dosen/tenaga kependidikan. Evaluasi
KurikuIum merupakan kategori ketiga dimana kurikulum dinilai apakah
kurikulum memberikan hasil yang sesuai dengan apa yang sudah dirancang
ataukah ada masalah lain baik berkenaan dengan salah satu dimensi ataukah
keseluruhannya. Dalam konteks ini evaluasi kurikulum dilakukan oleh tim di luar
tim pengembang kurikulum dan dilaksanakan setelah kurikulum dianggap cukup
waktu untuk menunjukkan kinerja dan prestasinya.
1. Kurikulum Pendidikan Tinggi Berdasarkan Sk Mendiknas 232
Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Vomor 232/U/2000 Mail
menetapkan Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian
Hasil Belajar Mahasiswa. Dalam Surat Keputusan tersebut dikemukakan struktur
kurikulum. berdasarkan tujuan belajar (1) Learning to know, (2) learning to do,
(3) learning to live together, dan (4) learning to be. Bersasarkan pemikiran tentang
tujuan belajar tersebut maka mata kuliah dalam kurikulum perguruan tinggi dibagi
Page

atas 5 kelompok yaitu: (1) Mata. kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) (2)
8

Mata Kuliah Keilmuan Dan Ketrampilan (MKK) (3) Mata Kuliah Keahlian
Berkarya (MKB) (4) Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), dan (5) Mata Kuliah
Berkehidupan Bermasyarakat (MBB).
Dalam Ketentuan Umum (7.8,9.10,11) dikemukakan deskripsi setiap
kelompok mata kuliah dalam kurikulum inti dan pada pasal 9 berkenaan dengan
kurikulum institusional. Dengan mengambil rumusan pada Ketentuan Umum,
deskripsi tersebut adalah sebagai berikut:
Keputusan Mendiknas yang dituangkan dalam SK nomor 232 tahun 2000
di atas jelas menunjukkan arah kurikulum berbasis kompetensi walau. pun secara.
eksplisit tidak dinyatakan demikian.
2. Kurikulum Pendidikan Tinggi Berdasarkan SK Mendiknas
No.045/U/2002
Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002. tentang Kurikulum Inti
Perguruan Tinggi mengemukakan "Kompetensi adalah seperangkat tindakan
cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk
dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang
pekerjaan tertentu".
Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang pada tahap
perencanaan, terutama dalam tahap pengembangan ide akan dipengaruhi oleh
kemungkinan-kemungkinan pendekatan, kompetensi dapat menjawab tantangan
yang muncul. Artinya, pada waktu mengembangkan atau mengadopsi pemikiran
kurikulum berbasis kompetensi maka pengembang kurikulum harus mengenal
benar landasan filosofi, kekuatan dan kelemahan pendekatan kompetensi dalam
menjawab tantangan, serta jangkauan validitas pendekatan tersebut ke masa
depan. Harus diingat bahwa kompetensi bersifat terus berkembang sesuai dengan
tuntutan dunia kerja atau dunia profesi maupun dunia ilmu.
SK Mendilmas nomor 045 tahun 2002 ini memperkuat perlunya
pendekatan KBK dalam pengembangan kurikulum pendidikan tinggi. Bahkan
dalam SK Mendiknas 045 pasal 2 ayat (2) dikatakan bahwa kelima kelompok
mata kuliah yang dikemukakan dalam SK nomor 232 adalah merupakan elemen-
elemen kompetensi.
Selanjutnya, keputusan tersebut menetapkan pula arah pengembangan
program yang dinamakan dengan kurikulum inti dan kurikulum institusional. Jika
Page

diartikan melalui keputusan nornor 045 maka kurikulum inti berisikan kompetensi
9

utama sedangkan kurikulum institusional berisikan kompetensi pendukung dan


kompetensi lainnya. Berdasarkan SK Mendiknas nomor 045:
Kurikulum inti yang merupakan penciri kompetensi utama, bersifat:
a. dasar untuk mencapai kompetensi lulusan
b. acuan baku minimal mutu penyelenggaraan program studi
c. berlaku secara. nasional dan internasional
d. lentur dan akomodatif terhadap perubahan yang sangat cepat di masa
mendatang, dan
e. kesepakatan bersama antara kalangan perguruan tinggi, masyarakat profesi,
dan pengguna lulusan
Sedangkan Kurikulurn institusional berisikan kompetensi pendukung serta
kompetensi lain yang bersifat khusus dan gayut dengan kompetensi utama.
3. Implementasi Kurikulum
Dalam rangka implementasi KBK di perguruan Tinggi, maka hendaknya kita
memperlakukan kelima kelompok mata kuliah tersebut sebagai kelompok
kompetensi. Dengan demikian maka setiap mata kuliah harus menjabarkan,
kompetensi yang dikembangkan mata kuliah tersebut sehingga setiap mata kuliah
memiliki matriks kompetensi. Setelah itu dapat dikembangkan matriks yang
menggambarkan sumbangan setiap mata kuliah terhadap kelima, kategori
kompetensi.
4. Penilaian
Dengan kurikulum berbasis kompetensi maka sistem penilaian hasil
belajar haruslah berubah. Ciri utama perubahan penilaiannya adalah terletak pada
pelaksanaan penilaian yang berkelanjutan serta komprehensif, yang mencakup
aspek-aspek berikut:
a. Penilaian hasil belajar
b. Penilaian proses belajar mengajar
c. Penilaian kompetensi mengajar dosen
d. Penilaian relevansi kurikulum
e. Penilaian daya dukung sarana. dan fasilitas
f. Penilaian program (akreditasi)
Sementara itu strategi yang dapat digunakan adalah:
Page

a. Mengartikulasikan standar dan desain penilaian di lingkungan pendidikan


10

pendidikan tinggi.
b. Mengembangkan kemampuan dosen untuk melakukan dan memanfaatkan
proses pernbelajaran
c. Mengembangkan kemampuan subyek didik untuk memanfaatkan hasil
penilaian dalam meningkatkan efektifitas belajar mereka
d. Memantau dan menilai dampak jangka panjang terhadap proses dan hasil
belajar.
Perubahan yang mendasar juga terjadi pada kriteria lulus dan tidak lulus
(menguasai kompetensi atau tidak). Dalam konteks ini tidak setiap kompetensi
memiliki rentangan 0 - 4 atau E, D, C. B, dan A, melainkan pendekatan penilaian
yang bersifat mastery (Mastery-based Evaluation) untuk menggantikan
pendekatan skala yang digunakan pada saat ini.
5. Komponen Yang Terlibat Serta Peranannya
Untuk mengembangkan dan mengimplementasikan KBK ini dengan baik
sejumlah komponen perlu terlibat secara inten dan memberikan perannya
masingmasing sesuai dengan kapasitasnya, antara lain:
a. Visi dan Misi kelembagaan dan kepemimpinan yang berorientasi kualitas
dan akuntabilitas serta peka terhadap dinamika pasar.
b. Partisipasi seluruh sivitas akademika (dosen, naahasiswa) dalam bentuk
"shared vision" dan "mutual commitment" untuk optimasi kegiatan
pembelajaran.
c. Iklim dan kultur akademik yang kondusif untuk proses pengembangan
yang berkesinambungan.
d. Keterlibatan kelompok masyarakat pemrakarsa (stakeholders) serta.
Masyarakat pengguna lulusan itu sendiri.
6. Strategi Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi

Strategi Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi harus memperhatikan :


1. SK Mendiknas RI no. 232/U/2000,20 Desember 2000, tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilain Hasil Belajar
Mahasiswa
2. SK Mendiknas RI no. 045/U/2002,2 April 2000, tentang Kurikulum Inti
Pendidikan Tinggi
Page

3. Usulan Kurikulum Inti Bidang Studi Informatika dan Komputer, APTIKOM


2003, 19 Juli 2003.
11

4. Dalam SK Mendiknas RI no. no. 232/U/2000 di tegaskan bahwa :


a. Kurikulum terdiri dari : (pasal 7 ayat 1)
i. Kurikulum Inti dan
ii. Kurikulum Institusional
b. Kurikulum inti program sarjana dan diploma terdiri atas: (pasal 8 ayat 1)
 kelompok MPK;
 kelompok MKK;
 kelompok MKB;
 kelompok MPB;
 kelompok MBB.
a. Kurikulum inti program sarjana berkisar antara 40%-80% (pasal 8 ayat 2)
b. Kurikulum inti program diploma sekurang-kurangnya 40% (pasal 8 ayat 3)
c. Kelompok matakuliah pengembangan kepribadian (MPK) adalah
kelompok bahan kajian dan pelajaran untuk mengembangkan manusia
Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap, dan mandiri serta
mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. (pasal
1 ayat 7-11)
d. Kelompok matakuliah keilmuan dan ketrampilan (MKK) adalah
kelompok bahan kajian dan pelajaran yang ditujukan terutama untuk
memberikan landasan penguasaan ilmu dan ketrampilan tertentu.
e. Kelompok matakuliah keahlian berkarya (MKB) adalah kelompok
bahan kajian dan pelajaran yang bertujuan menghasilkan tenaga ahli
dengan kekaryaan berdasarkan dasar ilmu dan ketrampilan yang dikuasai.
f. Kelompok matakuliah perilaku berkarya (MPB) adalah kelompok
bahan kajian dan pelajaran yang bertujuan untuk membentuk sikap dan
perilaku yang diperlukan seseorang dalam berkarya menurut tingkat
keahlian berdasarkan dasar ilmu dan ketrampilan yang dikuasai.
g. Kelompok matakuliah berkehidupan bermasyarakat (MBB) adalah
kelompok bahan kajian dan pelajaran yang diperlukan seseorang untuk
dapat memahami kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan
pilihan keahlian dalam berkarya.
Page

h. Beban studi program sarjana sekurang-kurangnya 144 (seratus empat


12

puluh empat) SKS dan sebanyak-banyaknya 160 (seratus enam puluh)


SKS yang dijadwalkan untuk 8 (delapan) semester dan dapat ditempuh
dalam waktu kurang dan 8 (delapan) semester dan selama-lamanya 14
(empat belas) semester setelah pendidikan menengah.
i. Beban studi program diploma I sekurang-kurangnya 40 (empat puluh)
SKS dan sebanyak-banyaknya 50 (lima puluh) SKS yang dijadwalkan
untuk 2 (dua) semester dan dapat ditempuh dalam waktu sekurang-
kurangnya 2 (dua) semester dan selama-lamanya 4 (empat) semester
setelah pendidikan menengah.
j. Beban studi program diploma III sekurang-kurangnya 110 (seratus
sepuluh) SKS dan sebanyak-banyaknya 120 (seratus dua puluh) SKS yang
dijadwalkan untuk 6 (enam) semester dan dapat ditempuh dalam waktu
sekurang-kurangnya 6 (enam) semester dan selama-lamanya 10 (sepuluh)
semester setelah pendidikan menengah.
2. Dalam SK Mendiknas RI no. 045/U/2002 di tegaskan bahwa :
a. Kurikulum inti suatu program studi di susun atas kesepakatan bersama
antara kalangan perguruan tinggi, masyarakat profesi, dan pengguna
lulusan. Pasal 3 ayat 2e.
b. Menteri Pendidikan Nasional tidak menetapkan kurikulum inti untuk
setiap program studi sebagaimana yang diatur pada pasal 11 ayat (1)
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000, dan
selanjutnya ditetapkan oleh kalangan perguruan tinggi bersama masyarakat
profesi dan pengguna lulusan. Pasal 6 ayat 2.

A. Penutup

Pembaharuan suatu kurikulum perlu dilakukan mengingat


kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan, harus
menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat yang
senantiasa berubah dan terus berkembang. Nilai-nilai social,
kebutuhan dan tuntutan masyarakat, cenderung mengalami
perubahan akibat kemajuan di lapangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Perubahan kurikulum dari masa ke masa menyangkut
Page

perubahan structural dan perbuahan konseptual. (Nana Sudjana,


13

2008: 145).

Meski demikian, sebuah perubahan akan sulit unruk


dilakukan, tanpa adanya orang-orang yang memiliki kemampuan
berinovasi. Sementara itu inovasi tidak begitu saja dapat
diterima. Perubahan-perubahan yang dibawa inovasi
memerlukan persiapan dan waktu yang panjang, Kecepatan
pelaksanaannya tergantung pada kondisi sekolah dan kesiapan
para pelaksana (Hasan, 1995), Cepat atau lambatnya suatu
inovasi diterima oleh masyarakat atau sekolah tergantung pada
karakteristik inovasi tersebut Menurut Everett M. Rogers (1983),
ada lima karakteristik suatu inovasi agar dapat diterima, yaitu:
1. Keuntungan relatif, yaitu sejauh mana inovasi dianggap
menguntungkan bagi penerimanya. Tingkat keuntungan atau
kemanfaatan suatu inovasi dapat diukur dari nilai ekonomi,
kepuasan, dan status sosial, atau karena mempunyai
komponen yang sangat penting. Makin menguntungkan bagi
penerima makin cepat tersebarnya inovasi.
2. Kompatibel, yaitu tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai,
pengalaman masa lampau, dan kebutuhan penerima.
3. Kompleksitas, yaitu tingkat kesukaran untuk memahami dan
menggunakan inovasi bagi penerima. Suatu inovasi yang
mudal dimengerti dan mudah digunakan akan cepat tersebar,
sedangkan inovasi yang sukar dimengerti atau sukar
dipergunakan akan lambat proses penyebarannya.
4. Triabilitas, yaitu dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi
oleh penerima.
5. Observabilitas, yaitu mudah tidaknya diamati suatu inovasi.

Sekaitan dengan hal-hal yang disebutkan di atas,


Herrnawan (dalam Nursidik, 2008) mengemukan lima prinsip
Page

dalam pengembangan kurikulum, yaitu:


14

1. Prinsip relevansi, yaitu secara internal, di antara semua


komponen dalam kurikulum itu mempunyai relevansi. Secara
eksternal komponen-komponen kurikulum mempunyai
relevansi epistimologi, relevansi psikologis, dan relevansi
sosiologis.
2. Prinsip fleksibilitas, yaitu dalam pengembangan kurikulum
diusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes dan
fleksibel dalam pelaksanaannya.
3. Prinsip kontinuitas, yakni adanya kesinambungan dalam
kurikulum, baik secara vertikal maupun horizontal.
4. Prinsip efisiensi, yakni mengusakan agar dalam
pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu,
biaya, dan surnber-sumber lain yang ada secara optimal,
cermat, dan tepat, sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip efektivitas, yakni mengasahakan agar kegiatan
pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan
yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Page
15
REFERENSI

Ali, Muhammad, M.Pd., M.A., Drs. H., 2005, Pengembangan


Kurikulum di Sekolah, Sinar Baru Algesindo: Jakarta.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: BSNP
Baharuddin, M.Pd.i, Drs.H, dan Sakin, Moh. S.Ag., Am.Pd, 2007,
Pendidikan Humanistik: Konsep, Teori, dan Aplikasi Praktis
dalam Dunia Pendidikan, Ar-Ruzz Media:Jogjakarya.
Djohar, As'ari. 2003. Pengembangan Kurikulum Berbasis
Kompetensi Sekolah Menengah Kejuruan. Disertasi, tidak
diterbitkan. Bandung: PPS UPI.
Hasan, SH. 1992. An Evaluation of the 1975 General Senior
Secondary Social Studies Curriculum Implementation in
Bandung Municipality. Disertasi Doctor dari Macquary
University. Tidak diterbitkan.
http://apadefinisinya.blockspot. com/2008.07/11/2008.
Klein, M. Frances. 1989. Curriculum Reform in the Elementary
School. New York: Columbia University.
MaLaughin. 1987. Implementing of ESEA Title I. New York:
Columbia University.
Miller, John P and Wayne Seller. 1985. Curriculum: Perspective
and Practice. New York: Longman.
Nugroho, Riant, 2008, Pendidikan Indonesia: Harapan, Visi dan
Strategi, Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Nursidik, Yahya. 2008. Apa Definisinya. Tersdia
Oliva, F.F. 1984. Developing the Curriculum. Boston: Little
Brawn and Company.
Pusat Kurikulum, Balitbang. 2003. Kurikulum Berbasis
Komptensi. Jakarta: Depdiknas.
Rogers, Everett. M. 1983. Curriculum Innovation.
Sekretaris Dewan Pendidikan Kota Lubuk Linggau. "KTSP Sulit
Diterapkan Secara Nasional" Lubuk Linggau Pos, Selasa, 5
Juni 2007.
Page

Sudjana, Nana, Dr. H, 2008, Pembinaan dan Pengembangan


Kurikulum di Sekolah, Sinar Baru Algesindo: Jakarta.
16

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Pengembangan Kurikulum:


Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007, Ilmu dan
Aplikasi Pendidikan Bagian IV: Pendidikan Lintas Bidang,
Imtima: Bandung.

You might also like