You are on page 1of 15

PELAKSANAAN ZAKAT DI MASJID AGUNG AT-TIN Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Akhir Mata Kuliah Zakat

dan Wakaf.

DISUSUN OLEH : YENNY ZULMADJDI 0501002455

Fakultas Hukum Universitas Indonesia Depok, 2003 KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pelaksanaan Zakat di Masjid Agung At-Tin dalam rangka memenuhi tugas akhir mata kuliah Zakat dan Wakaf di bawah bimbingan Tim Pengajar Mata Kuliah Zakat dan Wakaf. Makalah ini membahas tentang pelaksanaan zakat di Masjid Agung At-Tin dikaitkan dengan teori-teori zakat yang ada di dalam hukum Islam, dengan ketentuan zakat di dalam AlQuran dan Hadits, serta dengan Undang-Undang No. 38 Th. 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Ibarat pepatah Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis memohon saran dan kritik yang dapat meningkatkan kualitas makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tim Pengajar Mata Kuliah Zakat dan Wakaf dan semua pihak yang telah membantu penulis demi tersusunnya makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna dan menambah wawasan serta pengetahuan kita semua.

Jakarta, 4 Desember 2003

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................... i DAFTAR ISI..................................................................................................................ii BAB I BAB II BAB III PENDAHULUAN................................................................................. 1 PELAKSANAAN ZAKAT DI MASJID AGUNG AT-TIN................. 2 PENUTUP........................................................................................... 10 A. Kesimpulan.................................................................................. 10 B. Saran............................................................................................. 10 DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG Dilihat dari pengertiannya, zakat adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh

setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu, dengan syarat-syarat tertentu pula.1 Kemudian, menurut pasal 1 butir 2 UU No. 38 Th. 1999 tentang Pengelolaan Zakat, zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh seorang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Zakat mempunyai fungsi yang jelas untuk menyucikan atau membersihkan harta dan jiwa pemberinya.2 Melalui zakat, maka jurang pemisah antara si kaya dan si miskin dapat dijembatani sehingga dapat membina tali persaudaraan sesama manusia. merupakan sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial.3 Dilihat dari fungsi dan tujuan zakat yang begitu mulia, maka pengelolaan zakat harus diatur dengan koordinasi dan arahan yang sebaik-baiknya. Ini perlu dilakukan untuk Zakat

memantapkan kepercayaan masyarakat dan wajib zakat.4 Tidak seperti pada masa-masa yang lalu, dimana pemberian zakat, terutama zakat fitrah, diberikan langsung kepada mustahiq; pada masa sekarang, pengumpulan zakat dilakukan oleh panitia, atau lembaga Islam yang terdapat di masjid-masjid atau kantor-kantor, yang kemudian menyalurkannya kepada yang berhak. Hal ini merupakan suatu usaha untuk menciptakan suatu pelaksanaan zakat yang lebih terkoordinasi dan merata di kalangan masyarakat.
1 2

Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf (Jakarta: UI-Press, 1988), hlm. 26. Ibid, hlm. 32. 3 Ibid, hlm. 40. 4 Ibid, hlm. 65.

BAB II PELAKSANAAN ZAKAT DI MASJID AGUNG AT-TIN

Pada zaman sekarang, penyaluran zakat yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat dilakukan melalui masjid-masjid yang ada di sekitar mereka. Hal ini dilakukan dengan harapan bahwa pendistribusian zakat tersebut akan lebih terarah dan terencana. Hal ini juga dapat memudahkan bagi para muzakki untuk menyalurkan zakat mereka Hal ini sesuai dengan Pasal 1 butir 1 UU No. 38 Th.1999 tentang Pengelolaan Zakat. Oleh karena itulah masjid-masjid tersebut biasanya memiliki panitia zakat yang tetap dan telah diseleksi untuk mengelola zakat. Salah satu contoh masjid yang telah memiliki panitia zakat untuk mengelola zakat ialah Masjid Agung At-Tin. Di Masjid Agung At-Tin ini, terdapat Lembaga Amil Zakat yang dibentuk khusus untuk mengelola atau mengorganisasikan zakat yang diterima oleh Masjid Agung At-Tin dari masyarakat sepanjang tahun; termasuk pada saat menjelang Idul Fitri dalam penerimaan zakat fitrah. Masjid Agung At-Tin terletak di Jalan Raya Taman Mini, Jakarta Timur. Masjid Agung ini didirikan oleh Yayasan Ibu Tien Soeharto dan dibuka pada tanggal 26 Desember 1999. Masjid yang berdiri di atas tanah seluas 70.000 m 2 ini berkapasitas 8000 orang di dalam masjid dan 9850 orang di plaza dan selasar tertutup masjid. Salah satu lembaga penting yang terdapat dan baru dibentuk di masjid ini adalah Lembaga Amil Zakat Masjid Agung At-Tin (LAZ Masjid Agung At-Tin). Lembaga ini dibentuk khusus untuk menangani segala hal yang berhubungan dengan pengorganisasian zakat di Masjid Agung At-Tin yang diberikan oleh masyarakat sepanjang tahun. Apabila

ditinjau dari pasal 8 UU No. 38 Th. 1999 tentang Pengelolaan Zakat; tugas pokok suatu LAZ untuk mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Hal inilah yang menjadi alasan pembentukan LAZ Masjid Agung At-Tin. LAZ Masjid Agung At-Tin dibentuk dari pengurus Masjid Agung At-Tin itu sendiri. Kemudian, sesuai dengan pasal 7 UU No. 38 Th. 1999, LAZ Masjid Agung At-Tin ini dilakukan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah. Oleh karena itu, LAZ Masjid Agung At-Tin ini bertanggung jawab kepada pemerintah, sesuai dengan pasal 9 UU No. 38 Th.1999. Dengan keberadaan LAZ ini, ingin diwujudkan suatu sistem administrasi yang sehat dalam pengorganisasian zakat agar pelaksanaan zakat dapat berjalan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tujuan zakat itu sendiri; seperti yang tercantum di dalam pasal 5 UU No.38 Th. 1999. Menurut pasal tersebut, pengelolaan zakat bertujuan untuk: 1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntutan agama; 2. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial; dan 3. Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat. Seperti pada bulan Ramadhan menjelang Idul Fitri 1424H baru-baru ini, panitia zakat yang mengelola zakat fitrah dari masyarakat sekitar Masjid Agung At-Tin, bergerak di bawah yayasan LAZ Masjid Agung At-Tin. Koordinator penanggung jawab yayasan ini adalah Bapak Masd Halimin, S.Ag. Ia merupakan anggota BAZIS DKI Jakarta dan sering

mengikuti pelatihan zakat di BAZIS DKI Jakarta. Hal ini sesuai dengan pasal 3 UU No. 38 Th.1999 bahwa amil zakat berhak mendapatkan pembinaan dari pemerintah.

Anggota panitia zakat Masjid At-Tin diambil dari unsur-unsur Masjid At-Tin, yaitu dari para remaja masjid dan karyawan masjid. Terdapat sekitar 10 orang yang terlibat dalam panitia zakat inti Masjid At-Tin. Mengingat bahwa zakat ini merupakan potensi yang sangat penting untuk pembangunan masyarakat muslim, oleh karena itu, orang-orang yang ditunjuk sebagai amil zakat, benar-benar adalah orang yang terpercaya, karena masalah zakat adalah masalah sensitif, sehingga kejujuran dan keikhlasan sangat diperlukan bagi para amilin (panitia zakat).5 Dalam melaksanakan tugasnya, para remaja dan karyawan masjid ini telah diberikan pelatihan mengenai zakat sebagai bekal pengetahuan mereka ketika mereka mengelola zakat yang masuk ke Masjid At-Tin agar mereka dapat bekerja secara profesional. Sebagai imbalan jasa dari tugas pekerjaan mereka, para amil di dalam panitia zakat ini diberikan honor; dimana honor ini dibiayai dari dana amal zakat itu sendiri. Jumlah total yang dikeluarkan untuk honor para amil zakat di Masjid At-Tin ialah Rp 765.000. Honor tersebut merupakan imbalan jasa dan merupakan salah satu penyaluran zakat terhadap mereka. Oleh sebab itu, maka bagian untuk amilin ini tidak disamakan jumlahnya dengan bagian lainnya, seperti bagian fakir miskin, karena amilin ini diberikan bagian, bukan karena kebutuhannya. 6 Dapat terlihat dari panitia zakat yang terdapat di Masjid At-Tin, bahwa mereka merupakan pegawai dari suatu lembaga tetap yang bekerja penuh secara profesional yang dibiayai oleh dana amal zakat itu sendiri. Mengenai penerimaan zakat, untuk zakat harta, dibuka sepanjang tahun oleh LAZ Masjid Agung At-Tin. Akan tetapi, zakat harta ini paling banyak diterima oleh Masjid At-Tin pada bulan Ramadhan. Zakat harta yang paling banyak diterima ialah berupa uang. Uang

5 6

Muhammad Jafar, Tuntunan Ibadat: Zakat, Puasa dan Haji (Jakarta: Kalam Mulia, 1989), hlm. 71. Ibid.

tersebut kemudian akan disalurkan untuk biaya pendidikan, seperti untuk beasiswa dan untuk pembiayaan bagi sekolah-sekolah yang kurang mampu. Dapat dilihat bahwa hal ini

merupakan suatu kemajuan jika dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, ketika zakat, pada umumnya, habis disalurkan kepada yang berhak menerimanya untuk tujuan-tujuan konsumtif saja.7 Pendayagunaan zakat tersebut di atas akan memenuhi fungsinya sebagai lembaga ibadah sekaligus pula sebagai sarana untuk menanggulangi berbagai masalah sosial. 8 Pemanfaatan zakat harta di Masjid Agung At-Tin tersebut dapat dikategorikan sebagai pendayagunaan zakat yang konsumtif kreatif sifatnya. Yang dimaksud dengan zakat yang konsumtif kreatif adalah zakat yang diwujudkan dalam bentuk lain dari barangnya semula seperti misalnya diwujudkan dalam bentuk alat-alat sekolah, beasiswa, dan lain-lain. 9 Hal inilah yang menunjukkan bahwa pengelolaan zakat di At-Tin telah mewujudkan fungsi dan peranan pranata keagamaan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial melalui peningkatan hasil guna dan daya guna zakat sesuai dengan pasal 5 UU No. 38 Th. 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Adapun mengenai jumlah total zakat harta yang diterima oleh Masjid At-Tin hingga Idul Fitri 1424H ialah sekitar Rp 10 juta. Yang mengelola uang tersebut ialah LAZ Masjid Agung At-Tin. Lain halnya dengan zakat harta, untuk penerimaan zakat fitrah, dilakukan mulai dari hari pertama Ramadhan hingga malam terakhir Ramadhan. Pada tahun ini, batas akhir

penerimaan zakat fitrah ialah pada tanggal 24 November 2003 pukul 21.00 WIB. Sedangkan untuk penyalurannya, mayoritas dilakukan dua hari (H-2) dan satu hari (H-1) sebelum Idul

7 8

Mohammad Daud Ali, op.cit., hlm. 65. Ibid. 9 Ibid, hlm. 62.

Fitri. Kemudian, apabila ternyata masih ada zakat fitrah yang terkumpul setelah disalurkan, maka penyaluran zakat tersebut juga dilakukan setelah Idul Fitri berlangsung. Sebagaimana kita ketahui, bahwa zakat itu adalah ibadah; dan setiap ibadah dilaksanakan dengan niat, agar zakat yang ditunaikan itu diterima oleh Allah SWT dengan baik.10 Kemudian, dianjurkan kepada orang-orang yang mengumpulkan zakat, panitia zakat, agar mendoakan orang-orang yang menyerahkan zakat kepadanya, sesuai dengan firman Allah di dalam Al-Quran Surat At-Taubah: 103, Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu, engkau membersihkan dan mensucikan mereka. Dan doakanlah mereka, sesungguhnya doamu menentramkan jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.11 Oleh karena itulah, pelaksanaan penerimaan zakat di Masjid At-Tin sudah cukup baik karena dalam penyerahan zakat, muzakki harus melafazkan niatnya di depan panitia zakat dan setelah zakat diserahkan, panitia zakat yang bertugas kemudian mendoakan orang yang berzakat tersebut dengan ucapan, Semoga Allah memberikan pahala dari zakatmu, dan memberkahi zakat yang engkau zakati . Hal ini telah menunjukkan bahwa panitia zakat di Masjid At-Tin melaksanakan tugas mereka secara profesional mengikuti sunnah Islam. Zakat fitrah yang diterima oleh Masjid At-Tin biasanya berupa beras atau uang. Mengenai zakat fitrah dengan uang, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Menurut Ulama SyafiI, zakat fitrah tidak boleh diberikan dalam bentuk uang karena yang diwajibkan menurut hadits adalah bahan makanan yang mengenyangkan. Sedangkan menurut Ulama Hanafiah, tidak ada halangan berzakat fitrah dengan uang, karena zakat fitrah itu, adalah hak
10 11

Muhammad Jafar, op.cit., hlm. 80. Ibid, hlm. 81.

orang miskin untuk memenuhi hajat mereka. 12

Dari beberapa pendapat ulama tersebut,

Indonesia menganut bahwa berzakat fitrah dengan bahan makanan atau uang yang senilai bahan makanan itu, keduanya dapat dilakukan atau dapat dipilih, mana yang sesuai dengan situasi dan kondisi, dan lebih mudah memenuhi kebutuhan kaum fakir miskin.13 Di masjid At-Tin, apabila zakat fitrah berupa uang, Masjid At-Tin telah memiliki perhitungan sendiri tentang berapa uang yang harus dibayarkan senilai dengan jenis beras yang dikonsumsi oleh muzakki yang bersangkutan. Hal ini dapat memudahkan muzakki yang tidak dapat menghitung sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya. Seperti yang tercantum di dalam pasal 14 UU No. 38 tentang Pengelolaan Zakat, Lembaga Amil Zakat dapat memberikan bantuan, seperti dalam perhitungan zakat muzakki yang bersangkutan. Pada tahun 2003 ini, jumlah uang yang masuk sebagai zakat fitrah ialah sekitar Rp 5 juta. Sedangkan jumlah beras yang masuk sebagai zakat fitrah ialah 189 liter. Zakat fitrah yang diterima oleh Masjid At-Tin disalurkan kepada para mustahiq, yang mayoritas adalah orang-orang fakir-miskin. Para mustahiq ini sebagian besar tinggal di sekitar wilayah masjid At-Tin. Untuk mendapatkan bagian zakat fitrahnya, di masjid At-Tin, para mustahiq

mempunyai dua kebiasaan. Ada yang datang langsung ke Masjid At-Tin; ada juga yang melakukan permohonan melalui surat. Yang melakukan permohonan melalui surat ini

biasanya terdiri dari permohonan pribadi, yaitu permohonan untuk mendapatkan zakat fitrah oleh seseorang secara pribadi; dan ada juga permohonan yang berasal dari yayasan-yayasan sosial atau mushalla-mushalla yang mengajukan proposal untuk mendapatkan bagian dari

12 13

Muhammad Jafar, op.cit., hlm. 66. Ibid.

10

zakat fitrah untuk kemudian mereka salurkan kepada yang membutuhkan melalui yayasan atau mushalla mereka. Permohonan-permohonan melalui surat ini, baik dari orang-orang pribadi maupun dari yayasan-yayasan, akan diseleksi oleh panitia zakat untuk memastikan apakah benar mereka memang membutuhkan zakat fitrah. Penyeleksian tersebut dilakukan dengan cara menelpon, mencari data, dan mengundang orang atau yayasan yang bersangkutan untuk mendapatkan suatu kepastian. Biasanya, dari seluruh surat permohonan yang masuk, hanya 1/3 surat

permohonan yang akan diterima permohonannya dan diberikan zakat. Menjelang hari raya Idul Fitri 1424 baru-baru ini, jumlah zakat fitrah yang disalurkan ialah sebanyak 200 amplop untuk orang dewasa dengan masing-masing amplop berisi Rp 20.000, serta sebanyak 200 amplop untuk anak-anak dengan masing-masing amplop berisi Rp 8.000. Kemudian, zakat fitrah juga disalurkan berupa kupon ke 19 kepala keluarga.

Sedangkan beras yang diterima oleh Masjid At-Tin yang berasal dari zakat fitrah dan infaq sebanyak 4 ton 189 liter disalurkan kepada yayasan-yayasan atau mushalla-mushalla yang telah mengajukan surat permohonan zakat. Jumlah ukuran beras yang diberikan kepada

yayasan atau mushalla tersebut tergantung dari jumlah yang dimohonkan dalam surat permohonan mereka. Kemudian, mekanisme penyaluran beras tersebut kepada para mustahiq tergantung dari yayasan atau mushalla tersebut itu sendiri. Selain penerimaan dan penyaluran zakat, Masjid At-Tin juga menerima dan menyalurkan fidyah dan infaq. Hal ini sesuai dengan pasal 13 UU No. 38 Th.1999 bahwa suatu Lembaga Amil Zakat dapat menerima harta selain zakat, seperti infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris dan karafat. Jadi, LAZ yang telah terbentuk di Masjid At-Tin tidak hanya mengelola satu bidang zakat saja.

11

Pada tahun 2003 ini, hingga Idul Fitri 1424 H baru-baru ini, jumlah infaq yang diterima Masjid At-Tin ialah Rp 168.000 dan 4 ton beras. Sedangkan jumlah fidyah yang diterima ialah Rp 706.000. Dengan jumlah zakat harta sekitar Rp 10 juta dan zakat fitrah sekitar Rp 5 juta serta beras 189 liter; kemudian ditambahkan dengan saldo zakat, infaq, dan shadaqah tahun lalu yang berjumlah Rp 19.009.103, maka total pemasukan zakat, infaq, fidyah, shadaqah tahun ini ke Masjid At-Tin ialah sekitar Rp 35 juta. Masjid At-Tin yang merupakan salah satu masjid yang baru tiga tahun dibangun, beserta dengan Lembaga Amil Zakatnya yang baru terbentuk, telah mendapatkan kepercayaan yang besar dari masyarakat sekitar untuk bekerja secara profesional mengelola zakat. Hal inilah yang dapat mendorong para wajib zakat untuk menunaikan kewajiban mereka.

12

BAB III PENUTUP i. KESIMPULAN Pelaksanaan zakat di Masjid At-Tin dapat dikatakan sudah cukup baik, profesional dan telah sesuai dengan ketentuan UU No. 38 Th. 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Hal ini dapat dilihat dari penyeleksian para mustahiq yang hati-hati, dari pendistribusian zakat yang terkontrol, penerimaan zakat oleh amil yang sesuai dengan sunnah Islam, serta pemanfaatan zakat yang jelas. Dapat dilihat bahwa, pada Masjid At-Tin, telah adanya rumusan

kebijaksanaan yang jelas dan dipergunakan sebagai dasar perencanaan, pengumpulan dan pendayagunaan zakat, serta sumber dan sasaran pemanfaatan zakat, seperti untuk beasiswa, untuk membantu fakir-miskin di sekitar Masjid At-Tin, serta untuk membantu yayasanyayasan Islam yang membutuhkan dana. Kemudian, dengan pembentukan LAZ tersebut, telah terlaksana suatu usaha konkrit untuk melakukan pengelolaan zakat secara terkoordinasi dan profesional agar tercapai tujuan dari zakat itu sendiri. A. SARAN Sebaiknya Masjid At-Tin tidak hanya menunggu para mustahiq untuk datang atau mengajukan surat permohonan, tapi juga mulai mencari dan menyeleksi sendiri orang-orang atau kelompok-kelompok yang membutuhkan dan patut dizakatkan. Sebagai masjid agung dan merupakan salah satu masjid yang sangat besar di wilayah Jakarta Timur, sebaiknya Masjid At-Tin tidak hanya menyalurkan zakat kepada orang atau yayasan yang ada di sekitar wilayah Masjid At-Tin saja. Apabila

13

memungkinkan sebaiknya ke seluruh wilayah Jakarta Timur atau Jakarta pada umumnya.

14

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad Daud. Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI-Press, 1988.

Jafar, Muhammad. Tuntunan Ibadat: Zakat, Puasa dan Haji. Jakarta: Kalam Mulia, 1989.

Perundang-Undangan UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, (LN No. 164 tahun 1999).

15

You might also like