You are on page 1of 20

VI. ANALISIS BEBERAPA TIPE AGROEKOSISTEM A. Pendahuluan 1.

Latar Belakang Ekosistem pertanian (agroekosistem) memegang faktor kunci dalam pemenuhan kebutuhan pangan suatu bangsa. Keanekaragaman hayati (biodiversity) yang merupakan semua jenis tanaman, hewan, dan mikroorganisme yang ada dan berinteraksi dalam suatu ekosistem sangat meningkatkan tingkat produksi pertanian. Namun demikian dalam kenyataannya pertanian merupakan penyederhanaan dari keanekaragaman hayati secara alami menjadi tanaman monokultur dalam bentuk yangekstrim. Hasil akhir pertanian adalah produksi ekosistem buatan yang memerlukan perlakuan oleh pelaku pertanian secara konstan. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berupa masukan agrokimia (terutama pestisida dan pupuk) telah menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang tidak dikehendaki.Dalam pengolahan pertanian diperlukan pengolahan -pengolahan yang berbeda pada setiap subsistem . 2. Tujuan Praktikum Praktikum acara VI bertujuan untuk : a. Memperkenalkan mahasiswa semester I dengan berbagai tipe penggunaan lahan untuk kepentingan produksi pertanian b. Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang perlunya pengolahan setiap subsistem dengan memperhitungkan kaidah-kaidah lingkungan. c. Meningkatkan kecerdasan mahasiswa dengan kesadaran dan pikiran logis dari apa yang mereka lihat di lapangan dengan teori dan kajian yang selama ini diperoleh di kelas saat tatap muka. 3. Waktu Praktikum

Praktikum tentang analisis beberapa tipe agroekosistem dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 8 Oktober 2011. B. Tinjauan Pustaka Agroekosistem merupakan ekosistem pertanian yang menjadi bagian dari agroekologi yaitu ilmu yang membahas atau mendiskusikan hubungan timbal balik antara lingkungan dengan upaya peningkatan produksi tanaman melalui proses biologi. Kata agro atau pertanian menunjukan adanya aktifitas atau campur tangan masyarakat pertanian terhadap alam atau ekosistem. Istilah pertanian dapat diberi makna sebagai kegiatan masyarakat yang mengambil manfaat dari alam atau tanah untuk mendapatkan bahan pangan, energi dan bahan lain yang dapat digunakan untuk kelangsungan hidupnya (Pranaji, 2006). Dalam mengambil manfaat ini masyarakat dapat mengambil secara langsung dari alam, ataupun terlebih dahulu mengolah atau memodifikasinya. Jadi suatu agroekosistem sudah mengandung campur tangan masyarakat yang merubah keseimbangan bermanfaat. 1. SUB SISTEM SAWAH Lapangan produksi ada bermacam-macam, antara lain adalah lahan terbuka yang terdiri dari subsistem sawah, tegalan, kebun buah, dan kebun sayur. Sawah terdiri dari sawah berpengairan teknis, setengah teknis dan tadah hujan. Perbedaan antara sawah dan tegalan adalah; di lahan sawah terdapat pematang, tapi di tegalan tidak ditemukan (Supriyono, 2002). Sawah sesungguhnya suatu rangkaian "organisme hidup dan benda-benda mati yang saling mempengaruhi untuk menghasilkan pertukaran bahan antara bagian-bagian hidup dan tak hidup" tidak ada dalam literature (Odum, 1959). Sawah itu sangat stabil atau tahan lama, sawah itu dapat terus menghasilkan panenan yang boleh dikatakan tak berkurang dari tahun ke tahun, bahkan seringkali dua kali setahun. "Padi yang ditanam dengan irigasi adalah tanaman yang unik" (Gourou, 1953). alam atau ekosistem untuk menghasilkan sesuatu yang

Kesuburan tanah memang mempengaruhi hasil panenan seperti halnya pemupukan tapi tanah itu kelihatannya tidak kehilangan daya hasilnya sekalipun lama tidak dipupuk, bahkan sering dapat menjadi lebih baik. Dalam dua atau tiga tahun yang pertama hasil tanah yang baru saja dibuka akan merosot dengan cepat, jika tidak dipupuk; tetapi setelah 10 atau 20 tahun hasil panenan itu biasanya menjadi stabil untuk waktu yang boleh dikatakan tak terbatas (Murphey, 1957). Dalam rangka pengendalian erosi atau pengawetan tanah, cara menanam berbagai tanaman dengan larikan-larikan yang searah dengan garis kontur adalah penting, karena cara demikian dapat memperlambat lajunya aliran permukaan. Tentang pembuatan teras-teras atau sengkedan merupakan perbuatan yang terbaik dalam mengatur aliran air di daerah-daerah yang lahannya miring. Pada lahan yang berlereng panjang, kita akan mengetahui laju aliran air pada permukaan tanah adalah demikian cepat dan kejadian ini tenunya akan mengakibatkan pengikisan tanah ang lebih besar (G. Kartasapoetra, 1987). 2. SUB SISTEM PEKARANGAN Pertanian pekarangan adalah salah satu jenis lahan kering yang tidak memerlukan sistem pengairan seperti pada lahan sawah. Lahan kering adalah semua lahan selain sawah yang biasanya ditanami dengan tanaman palawija / padi gogo, seperti tanah pekarangan , kebun (tegal), huma/ladang, kolam, tambak, danau, rawa, dan lainnya, tidak termasuk hutan negara (Metzner dan Daldjoeni, 1987). Istilah pekarangan sebenarnya sudah cukup dipahami oleh kebanyakan orang di Indonesia , namun demikian tidak mudah untuk mendefinisikannya. Pekarangan adalah tanah di sekitar rumah atau perumahan, kebanyakan berpagar keliling dan biasanya ditanami padat dengan beranekaragam tanaman musiman maupun tanaman keras untuk keperluan sehari-hari atau untuk diperdagangkan (Danoesastro, 1979). Pekarangan dapat di lihat sebagai suatu ekosistem yang dalamnya banyak dipelihara bermacam-macam hewan seperti unggas dan ikan, selain di dalamnya banyak ditanami bermacam-macam tanaman (Soemarwoto, et al, 1975).

Pekarangan sebagai sebidang tanah di sekitar rumah yang mempunyai batas tertentu ditanami satu atau berbagai jenis tanaman dan masih memiliki hubungan fungsional dengan rumah yang bersangkutan (Karyono, 1981). Tidak hanya tanaman yang dipelihara di pekarangan, namun juga berbagai jenis hewan peliharaan (Abdoellah, 1991). 3. SUB SISTEM TEGAL Sistem pertanian tegal merupakan sistem pertanian yang paling primitif. Suatu sistem peralihan dari tahap budaya pengumpul ke tahap budaya penanam. Pengolahan tanahnya sangat minimum, produktivitasnya bergantung pada ketersediaan lapisan humus yang ada, hal ini terjadi karena sistem hutan. Sistem ini umumnya terdapat di daerah yang berpenduduk sedikit dengan ketersediaan lahan tak terbatas. Tanaman yang diusahakan umumnya tanaman pangan seperti padi darat, jagung, atau umbi-umbian (Anonim, 2001). Sumberdaya tidak menunjukkan kepada suatu benda atau suatu substansi, melainkan suatu fungsi dimana suatu benda atau substansi dapat berperan dalam suatu proses untuk mencapai tujuan tertentu , seperti memenuhi kebutuhan pangan (Zen , 1982). Metode pengolahan tanah yang dilakukan biasanya adalah dengan cara konvensional yaitu pencangkulan dan membuat sistem irigasi di pinggir lahan (Anonim, 1998). Pada sistem pengairan, pertanian lahan kering, kondisi topografi memegang peranan cukup penting dalam penyediaan air, serta menentukan cara dan fasilitas pengairan. Sumber-sumber air biasanya berada pada bagian yang paling rendah, sehingga air perlu dinaikkan terlebih dahulu agar pendistribusiannya merata dengan baik. Oleh karena itu, pengairan pada lahan kering dapat berhasil dan efektif pada wilayah yang datar-datar berombak (Kurnia, 2004). Di dalam ekosistem ada aliran energi satu arah dari sinar matahari, ada input bahan / material dan hara / nutrient, siklus serta penyimpanan / storage bahan dan hara. Di sisi lain, energi keluar sistem berupa panas dan juga bahan yang di ekspor. Di dalam sistem ada umpan balik / feed back energi(Supriyono 2002).

4. SUB SISTEM TALUN (TEGAL PEKARANGAN) Pekarangan atau kebun adalah sistem bercocok tanam berbasis pohon yang paling terkenal di Indonesia. Kebun yang paling umum dijumpai adalah sistem pekarangan yang diawali dengan penebangan dan pembakaran hutan atau semak belukar yang kemudian ditanami dengan tanaman semusim selama beberapa tahun (fase kebun). Pada fase kedua, pohon buah-buahan (durian,rambutan, pepaya,pisang) ditanam secara tumpang sari dengan tanaman semusim (fase kebun campuran). Pada fase ketiga, beberapa tanaman asal hutan yang bermanfaat dibiarkan tumbuh sehingga terbentuk pola kombinasi tanaman asli setempat, misalnya bambu, pepohonan penghasil kayu lainnya dengan pohon buah-buahan (fase talun). Pada fase ini tanaman semusim yang tumbuh di bawahnya amat terbatas karena banyaknya naungan. Fase perpaduan berbagai jenis pohon ini sering disebut dengan fase talun. Dengan demikian pembentukan talun memiliki tiga fase yaitu kebun, kebun campuran, dan talun (Anonim, 2000). Tegal pekarangan adalah salah satu jenis agroforestry yang khas, ditanami dengan campuran tanaman tahunan/kayu (perennial) dan tanaman musiman (annual), dimana strukturnya menyerupai hutan, secara umum ditemui di luar pemukiman dan hanya sedikit yang berada di dalam pemukiman (Yanto, 2008). Pengairan lahan kering perlu memperhatikan sifat-sifat tanah. Lahan yang bersifat halus, sampai sangat halus dan struktur tanah remah mempunyai efisiensi pemakaian air lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang bertekstur kasar. Faktoryang mempengaruhi pengairan antara lain adalah iklim, ketersediaan sumber air, serta kebutuhan air tanaman (Kurnia, 2004). Umumnya telah diketahui bahwa semakin tinggi diversitas atau keragaman, maka stabilitas juga meningkat. Sedangkan waktu penggunaannyapun harus dalam waktu yang tepat, serta kondisi populasi hama juga harus dalam besaran tertentu. Hal pertama yang sebaiknya dilakukan anatara lain (dalam pemberantasan hama), dengan tanaman resisten (tahan hama), penggunaan predator dan parasit, serta dengan cara ekologis dan budidaya, seperti pergiliran tanaman, penggunaan perangkap cahaya dan lain-lain(Anonim 2008).

Talun merupakan lahan kering .Apabila musim hujan, tanaman banyak sehingga talun akan terlihat hijau, namun jika musim kemarau tidak terlihat sehijau saat musim hujan (Karyono, 1981). 5.SUB SISTEM PERKEBUNAN Lahan perkebunan adalah lahan usaha pertanian yang luas, biasanya terletak didaerah tropis, yang digunakan untuk menghasilkan komoditi perdagangan (pertanian) dalam skala besar dan dipasarkan ke tempat yang jauh, bukan untuk konsumsi lokal (Wikipedia, 2010). Perkebunan dapat ditanami oleh tanaman keras/industri seperti kakao, kelapa, dan teh atau tanaman hortikultura seperti pisang, anggur, anggrek. Ukuran luas perkebunan sangat relatif dan tergantung ukuran volume komoditi yang dipasarkannya. Namun demikian, suatu perkebunan memerlukan suatu luas minimum untuk menjaga keuntungan melalui sistem produksi yang diterapkannya. Selain itu, perkebunan selalu menerapkan cara monokultur, paling tidak untuk setiap blok yang ada di dalamnya. Penciri lainnya, walaupun tidak selalu demikian, adalah terdapat instalasi pengolahan atau pengemasan terhadap komoditi yang dipanen di lahan perkebunan itu, sebelum produknya dikirim ke pembeli (Suryono, 2008). Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan (UU No. 32 Tahun 2009). Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi berikutny untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dengan kata lain pembangunan

berkelanjutan memanfaatkan sumberdaya secara bijaksana, sehingga sumberdaya tersebut tidak habis dan dapat dinikmati oleh generasi seterusnya(Santoso, 2009). Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/ atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan/atau tanaman tahunan yang karena jenis dan tujuan pengelolaannya ditetapkan sebagai tanaman perkebunan. Usaha perkebunan adalah usaha yang menghasilkan barang dan/atau jasa perkebunan . Pelaku usaha perkebunan adalah pekebun dan perusahaan perkebunan yang mengelola usaha perkebunan. Pekebun adalah perorangan warga negara Indonesia yang melakukan usaha perkebunan dengan skala usaha tidak mencapai skala tertentu (UU No.18 Tahun 2004). C.Hasil Pengamatan dan Pembahasan 1. Hasil Pengamatan a. Sub Sistem Sawah 1) Profil tempat a) Alamat b) Letak Astronomis d) Tinggi Tempat e) Luas f) pH Tanah h) Suhu Udara i)Kelembaban Udara j)Intensitas Cahaya k) Batas : Kuwiran, Banyudono, Boyolali : 110 41 6,1 BT 7 32 14,8 LS : 169 mdpl : 5 ha :6 : 28C : 50% : 1 lux / fc : Utara : Jalan

c) Kemiringan Lereng : 2%

g) Kelembaban Tanah : 30%

Timur : SMA Selatan: Kebun Barat : Rumah l) Denah Tanaman/Pola Tanam V: padi (pola tanaman monokultur, hanya menanam padi) VVVV VVVV VVVV VVVV VVVV VVVV VVVV VVVV VVVV VVVV VVVV VVVV VVVV VVVV VVVV

2) Pengelolaan Tanah pola tanam monokultur. 3) Input (masukan ke lahan)

: Usaha-usaha yang dilakukan petani dalam

konservasi tanah yaitu membajak sebelum penanaman dan menggunakan : Materi yang dimasukkan sehubungan

dengan budi daya yaitu dengan jenis benih inpari 13, pupuk yang digunakan yaitu dengan pupuk pelangi, pestisida reagen cair dan pengairan satu minggu sekali melalui saluran irigasi. 4) Output (hasil produk) : Hasil yang dibawa keluar dari areal persawahan yaitu gabah sebanyak 10 ton/ha dengan tiga kali panen dalam satu tahun. Jerami dan rumput yang digunakan untuk pakan ternak. 5) Siklus Hara/Rantai Makanan: Siklus hara yang ada di dalam tanah termasuk siklus hara asiklik (terbuka) karena tidak adanya seresah-seresah yang tertinggal di tanah setelah panen. b. Sub Sistem Pekarangan 1. Profil tempat a. Alamat b. Letak Astronomis c. Kemiringan Lereng d. Tinggi Tempat e. Luas : Dukuh Nglarangan, Desa Teras : 110 40 10,8 BT 7 32 12,7 LS : 0% : 218 mdpl : 0,1 ha

f. pH Tanah g. Kelembaban Tanah h. Suhu Udara i. Kelembaban Udara j. Intensitas Cahaya (naungan) k. Batas

: 7,2 : 0% : 30C : 43% : 5390 fc (tidak ternaungi), 220 fc : Utara Timur Selatan Barat : Jalan : Rumah : Pekarangan : Rumah

l. Denah Tanaman/Pola Tanam Ket : = Pisang = Pete = Pepaya = Rambutan = Mangga Depan samping Belakang
Rumah

Rumah Pembibitan

Pembibitan cabe & kacang

1. Pengelolaan Tanah

: Usaha-usaha yang dilakukan dalam

konservasi tanah dengan cara tradisional yakni menggunakan cangkul dengan pola tanam polikultur. 2. Input (masukan ke lahan) : Materi yang dimasukkan sehubungan dengan budi daya yaitu dengan benih bayam, papaya, cabai, rambutan, durian, pisang, petai, mangga, jeruk, dan kacang tanah, pupuk yang digunakan yaitu dengan pupuk

kandang, menggunakan pestisida organik dan pengairan tiap pagi dan sore. 3. Output (hasil produk) : Hasil yang dibawa keluar dari areal perkarangan yaitu benih bayam, papaya, dan cabai yang akan dijual. Seresah digunakan untuk pangan ternak. 4. Siklus Hara/Rantai Makanan : Siklus hara yang ada di dalam tanah termasuk siklus hara asiklik (terbuka) karena tidak adanya seresah-seresah yang tertinggal di tanah. c. Sub Sistem Tegal 1. Profil tempat a) Alamat Teras b) Letak Astronomis 11,5 LS c) Kemiringan Lereng d) Tinggi Tempat e) Luas f) pH Tanah g) Kelembaban Tanah h) Suhu Udara i) Kelembaban Udara j) Intensitas Cahaya k) Batas Rumah Timur Kuburan Selatan Barat 1) Denah Tanaman/Pola Tanam Ket : O : jagung (penanaman monoculture) Panjang: 14 tanaman : Tegal : Rumah : : 1% : 215 mdpl : 0,07 ha :7 : 60% : 30C : 34% : 57500 fc : Utara : : 110 40 4,6 BT 7 32 : Dukuh Nglarangan, Desa

Lebar

: 35 tanaman OOO OOO OOO OOO OOO OOO OOO OOO OOO OOO

2) Pengelolaan Tanah pola tanam monokultur. 3) Input (masukan ke lahan)

: Usaha-usaha yang dilakukan petani dalam

konservasi tanah adalah dengan membajak menggunakan traktor dengan : Materi yang dimasukkan

sehubungan dengan budi daya yaitu dengan jenis benih P21, pupuk yang digunakan yaitu dengan pupuk urea dan pupul kandang, pestisida digunakan apabila terjadi serangan hama, dan pengairan minimal satu kali. 4) Output (hasil produk) ternak. 5) Siklus Hara/Rantai Makanan : Siklus hara yang ada di dalam tanah termasuk siklus hara asiklik (terbuka) karena tidak adanya seresah-seresah yang tertinggal di tanah setelah panen. d. Sub Sistem Talun 1. Profil tempat a) Alamat b) Letak Astronomis 19,9 LS c) Kemiringan Lereng d) Tinggi Tempat e) Luas : 5% : 475 mdpl : 0,08 ha : Desa Karangnduwet : 110 35 26,2 BT 7 31 : Hasil yang dibawa keluar dari areal tegal yaitu jagung sebanyak 12 kw/0,2 ha. Sisa tanaman digunakan untuk pakan

f) pH Tanah g) Kelembaban Tanah h) Suhu Udara i) Kelembaban Udara j) Intensitas Cahaya 510 fc (naungan) k) Batas Sungai

:7 : 0% : 30C : 38% : 6670 fc (tidak ternaungi), : Utara Timur Pemakaman Selatan Barat : Talun : Talun Karet : :

1)

Denah Tanaman/Pola Tanam Suren Singkong

Singkong (pola tanam tidak teratur) Pete

2)

Pengelolaan Tanah

: Usaha-usaha yang

dilakukan petani dalam konservasi tanah dengan cara tradisional yakni menggunakan cangkul dengan pola tanam polikultur, dan pemupukan langsung disebar. 3) Input (masukan ke lahan) : Materi yang dimasukkan sehubungan dengan budi daya yaitu dengan jenis benih singkong lokal dan pohon wiyu, pupuk yang digunakan yaitu dengan pupuk kandang dan seresah. 4) Output (hasil produk) : Hasil yang dibawa keluar dari areal persawahan yaitu singkong, kayu wiyu yang digunakan sebagai bahan untuk perbaikan rumah.

Ranting pohon digunakan untuk kayu bakar, rumput untuk pakan ternak. 5) Siklus Hara/Rantai Makanan : Siklus hara pada tanaman singkong yang ada di dalam tanah termasuk siklus hara asiklik (terbuka) karena tidak adanya seresah-seresah yang tertinggal di tanah setelah panen, sedangkan pada tanaman wiyu menggunakan siklus hara tertutup. e. Sub Sistem Perkebunan Karet 1. Profil tempat a) Alamat b) Letak Astronomis 25,2 LS c) Kemiringan Lereng d) Tinggi Tempat e) Luas (TBM). f) pH Tanah g) Kelembaban Tanah h) Suhu Udara i) Kelembaban Udara j) Intensitas Cahaya 610 fc (naungan) k) Batas Perkebunan Timur Rumah Selatan Barat 1) Denah Tanaman/Pola Tanam : Jalan Raya : Rumah : : Utara : :7 :0 : 30C : 35% : 4610 fc (tidak ternaungi), : 6% : 425 mdpl : 927,01 ha (TM), 740 ha : Afdeling, Galar Dowo : 110 30 34,2 BT 7 15

2) Pengelolaan Tanah dilakukan dalam konservasi

: Usaha-usaha yang tanah dengan cara

tradisional yaitu mencangkul sebelum penanaman dan menggunakan pola tanam monokultur. 3) Input (masukan ke lahan) : Materi yang dimasukkan sehubungan dengan budi daya yaitu dengan jenis benih GT (Gondang Tapen), pupuk yang digunakan yaitu pupuk anorganik (KCL, Urea, SP36) dan pupuk organic (pupuk kandang). 4) Output (hasil produk) : Hasil yang dibawa keluar dari areal perkebunan yaitu getah karet 37 ton/ha dengan tiap hari panen dalam satu pohon. 5) Siklus Hara/Rantai Makanan : Siklus hara yang ada di dalam tanah termasuk siklus hara asiklik (terbuka) karena tidak adanya seresah-seresah yang tertinggal di tanah setelah panen. f. Sub Sistem Perkebunan Kopi 1. Profil tempat a) Alamat b) Letak Astronomis c) Kemiringan Lereng d) Tinggi Tempat e) Luas (TBM) f) pH Tanah g) Kelembaban Tanah h) Suhu Udara i) Kelembaban Udara : : : : : Afedeling Asinan Kempul : : : 400-600 m dpl : 374,72 ha (TM), 19,44 ha

l) Intensitas Cahaya 610 fc (naungan) m) Batas

: 4610 fc (tidak ternaungi), : Utara Timur Selatan Barat : : : :

1) Denah Tanaman/Pola Tanam

2) Pengelolaan Tanah

: Usaha-usaha yang dilakukan petani dalam

konservasi tanah dengan cara teras gondang-gandung yaitu dengan pembuatan lubang pada sisi kanan atau kiri. 3) Input (masukan ke lahan) : Materi yang dimasukkan sehubungan dengan budi daya yaitu dengan jenis benih robusta sendiri dan kiriman dari jember, pupuk yang digunakan untuk tanaman menghasilkan yaitu pupuk urea, sedangkan untuk tanaman belum menghasilkan menggunakan pupuk NPK , pestisida yang digunakan yaitu laberador. 4) Output (hasil produk) : Hasil yang dibawa keluar dari areal perkebunan yaitu 1100 ton untuk dikirim ke pabrik. 5) Siklus Hara/Rantai Makanan : Siklus hara yang ada di dalam tanah termasuk siklus hara asiklik (terbuka) karena tidak adanya seresah-seresah yang tertinggal di tanah setelah panen. 2. Pembahasan a. Subsistem sawah Berdasarkan ketinggian tempat dan kondisi lahan serta suhu udara (28 derajat) daerah Kuwiran , Banyudono , Boyolali ini memang daerah yang cocok untuk tanaman padi sawah. Dalam 1 tahun dapat 3x panen berarti pertanian di daerah ini memang produktif. Kelembaban tanahnya sekitar 30 % dan kelembaban udaranya 50 %.Wilayah di sekitar persawahan sudah berupa jalan raya dan dekat dengan pemukiman penduduk. b. Subsistem pekarangan

Keadaan tanah yang tidak miring dan tidak pada dataran tinggi menyebabkan tanaman yang tumbuh adalah buah-buahan dan sayuran daerah tropis baik tanaman semusim maupun tahunan. Komoditi yang di hasilkan cukup banyak, sehingga banyak hasil yang bisa dijual. Namun , di pekarangan daerah dukuh Nglarangan , desa Teras ini hasil pekarangan yang dijual adalah dalam bentuk benih (lebih condong ke benih pepaya).Suhu udara di wilayah ini adalah 30 derajat celcius , kelembaban tanahnya 0 % , dan kelembaban udaranya 43 %. Pekarangan ini berada di sekitar pemukiman penduduk. c. Subsistem tegal Pada subsistem ini komoditi yang dihasilkan tidak sebanyak pekarangan, memiliki ph tanah 7 , kelembaban tanah 60 %, suhu udara 30 derajat celcius, dan kelembaban udaranya 34%. Dari komoditi yang dihasilkan, sisa tanaman hanya bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak. Daerah tegal ini dekat dengan pemukiman penduduk , pekuburan , dan juga pategalan lainnya. d. Subsistem talun (tegal pekarangan) Wilayah subsistem ini terletak di sekitar sungai dan termasuk jauh dari pemukiman,komoditi yang dihasilkan tidak banyak jenisnya.Ph tanahnya 7, kelembaban tanahnya 0, suhu udara 30 derajat celcius,dan kelembaban udaranya 38 %.Subsistem ini cocok untuk tanaman kering (singkong&wiu). Intensitas cahayanya ternaungi 510 fc , tak ternaungi 6670 fc. e. Subsistem perkebunan Perkebunan yang berlokasi di Afdeling, Gelardawa ini merupakan daerah penghasil karet dengan suhu udara 30 % dan kelembaban udara 35 %.Sedangkan di perkebunan kopi Asinan Kempul ini merupakan perkebunan penghasil kopi yang produktif , dengan hasil/biomassa1600kg/ha.Hasil dari perkebunan ini dapat diekspor, sisa dari tanamanpun dimanfaatkan untuk alat bakar. 3. Komprehensif Pengolahan tanah menggunakan rata-rata menggunakan pupuk urea dan kandang, namun proses pengolahan tanah di perkebunan lebih maju dari subsistem lain karena menggunakan pupuk buatan sendiri (pupuk hakasi).Dari

kelima subsistem tadi rata-rata menggunakan siklus hara terbuka, hanya subsistem talun yang siklus haranya tertutup (menggunakan seresah). D. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Dari kelima subsistem tadi dapat disimpulkan bahwa masing-masing jenis memiliki tipe pengolahan tanah tertentu dan siklus hara tertentu. Komoditinyapun berbeda-beda, tipe subsistem pekarangan menghasilkan komoditi yang cukup banyak sesuai dengan jenis tanaman yang cocok. Sebenarnya tipe perkebunan juga menghasilkan komoditi yang cukup banyak, ada sayuran, buah,kopi, karet dan masih banyak lagi. Dari segi suhu , kelembaban , ketinggian , dan letak lintangpun juga menyebabkan adanya perbedaan jenis tanaman yang dapat tumbuh pada daerah tertentu. 2. Saran Sistem pengolahan pertanian di Indonesia masih tergolong tradisional. Meskipun ada banyak penelitian dalam bidang pertanian, namun penelitian ini masih kurang intensif karena kurangnya dana dari pemerintah. Apabila pemerintah mendukung berbagai penelitian dan memaksimalkan kemajuan teknologi di bidang pertanian maka sedikit demi sedikit akan terjadi perubahan yang lebih baik. E. Daftar Pustaka Anonim2.2007.http://www.wordpress.com. (diakses pada : 29 November 2010 : 11.00) Doran. 1996. Fisiologi Lingkungan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Kartawinata,Kuswata.1990.Pengantar Ekologi.Bandung:Remaja Rosdakarya Offset Sitaniapessy,PM.1982.Pengaruh Iklim dan Cuaca terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman.Bogor:IPB

Vivin.2008.DAS 16.44)

Sub

Sistem

Sumber

Daya

dan

Sosial.http://vivinbkl.blogspot.com. (diakses pada 29 November 2010 :

You might also like