You are on page 1of 24

BAB 1 PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Sampai saat ini angka kematian ibu dan bayi di Indonesia tidak banyak menurun. Bila dibandingkan dengan negara tetangga di ASEAN, Indonesia masih menempati urutan paling bawah. Padahal saat ini yang dijadikan standar untuk tingkat kesehatan di suatu negara atau daerah adalah angka kematian ibu dan bayi. Salah satu permasalahan yang patut mendapat perhatian adalah angka kematian perinatal, yaitu kematian bayi mulai usia kehamilan 28 minggu sampai satu bulan pasca melahirkan yang tetap masih tinggi. Tingginya angka kematian perinatal ini di dominasi oleh bayi-bayi prematur sebanyak 70%, dan kejadian persalinan prematur di dunia masih cukup tinggi berkisar antara 10-20%(Rompas, 2004). Negara-negara dengan angka kelahiran preterm yang lebih tinggi mempunyai angka kematian bayi yang lebih tinggi. Sebagai contoh, lebih dari 28.000 bayi meninggal pada tahun 1998 di Amerika Serikat dan 66% di antaranya meninggal dalam waktu 4 minggu setelah lahir. Selain itu, kelahiran preterm sekurang-kurangnya menyebabkan dua pertiga kematian bayi dini ini

(Cunningham FG et al, 2006). Kesulitan utama dalam partus prematurus adalah perawatan bayi prematur, yang semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan mortalitas. Dalam dua dekade di negara industri seperti Amerika terdapat kemajuan dalam penurunan mortalitas bayi berat lahir rendah di samping kejadian berat lahir rendah yang relatif tidak banyak perubahannya. Angka kematian neonatal menunjukkan penurunan pada golongan 1000-1500 gram. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi dapat mempunyai peranan yang banyak, terutama dalam hal perawatan sindrom gawat napas (Wiknjosastro, 2007).. Persalinan prematur merupakan hal yang berbahaya karena potensial meningkatkan kematian perinatal sebesar 65%-75%, umumnya berkaitan dengan berat lahir rendah. Berat lahir rendah dapat disebabkan oleh kelahiran prematur dan pertumbuhan janin yang terhambat. Keduanya sebaiknya dicegah karena dampaknya yang negatif, tidak hanya kematian perinatal tetapi juga morbiditas,

potensi generasi akan datang, kelainan mental dan beban ekonomi bagi keluarga dan bangsa secara keseluruhan (Rompas, 2004). Pada umumnya pencegahan persalinan prematur dapat dilakukan melalui tiga jenis upaya yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.Pada makalah ini akan dibahas mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan partus prematurus sehingga sebagai mahasiswa keperawatan kita dapat memberikan asuhan keperawatan yangbenar nantinya. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut : 1.2.1 Apakah definisi partus prematurus ? 1.2.2 Apa klasifikasi partus prematurus ? 1.2.3 Apa etiologi partus prematurus ? 1.2.4 Bagaimana patofisiologi partus prematurus ? 1.2.5 Bagaimana WOC partus prematurus ? 1.2.6 Apa saja manifestasi klinis partus prematurus ? 1.2.7 Apa saja pemeriksaan diagnostik untuk klien partus prematurus ? 1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan klien partus prematurus ? 1.2.9 Apa saja komplikasi dari partus prematurus ? 1.2.10 Bagaimana prognosis dari partus prematurus ? 1.2.11 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan partus prematurus?

1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Mahasiswa dapat mengetahui dan melakukan askep klien dengan partus prematurus. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Mahasiswa dapat mengetahui definisi partus prematurus 1.3.2.2 Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi partus prematurus 1.3.2.3 Mahasiswa dapat mengetahui etiologi partus prematurus 1.3.2.4 Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi partus prematurus

1.3.2.5 Mahasiswa dapat mengetahui WOC partus prematurus 1.3.2.6 Mahasiswa dapat menyebutkan manifestasi klinis partus prematurus 1.3.2.7 Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan diagnostik pada partus prematurus 1.3.2.8 Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan klien dengan partus prematurus 1.3.2.9 Mahasiswa prematurus 1.3.2.10 Mahasiswa dapat mengetahui prognosis klien dengan partus prematurus 1.3.2.11 Mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan partus prematurus dapat mengetahui komplikasi dari partus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Partus atau persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri), yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir (Rustam, 1998). Sedangkan pengertian partus prematur menurut beberapa ahli adalah partus yang terjadi di bawah umur kehamilan 37 minggu dengan perkiraan berat janin kurang dari 2500 gram (Manuaba, 1998). Partus prematur didefinisikan sebagai partus yang terjadi antara usia kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (Nur, 2008). Partus prematur didefinisikan sebagai munculnya aktivitas uterus regular yang menghasilkan pendataran maupun dilatasi sebelum kehamilan 37 minggu selesai (Chapman, Vicky, 2006). Dari beberapa definisi di atas partus prematurus atau persalinan premature dapat diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran dan atau dilatasi servix serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari pertama haid terakhir. Dengan berat lahir janin kurang dari 2500 gram. 2.2. Klasifikasi Berdasarkan atas timbulnya bermacam-macam problematic pada derajat prematuritas maka Usher (1975) menggolongkan bayi tersebut dalam tiga kelompok: 2.3.1. Bayi yang sangat premature (extremely premature) 24-30 minggu. Bayi dengan masa gestasi 24-27 minggu masih sangat sukar hidup terutama di negara yang belum atau sedang berkembang. Bayi dengan masa gestasi 28-30 minggu masih mungkin dapat hidup dengan perawatan yang sangat intensif (perawat yang sangat terlatih dan menggunakan alat-alat yang canggih) agar dicapai hasil yang optimum.

2.3.2. Bayi pada derajat premature yang sedang (moderately premature) 3136 minggu. Pada golongan ini kesanggupan untuk hidup jauh lebih baik dari golongan pertama dan gejala sisa yang dihadapinya di kemudian hari juga lebih ringan dari golongan pertama dan gejala sisa yang dihadapinya dikemudian hari juga lebih ringan , asal saja pengelolaan terhadap bayi ini betul-betul intensif. 2.3.3. Borderline premature 37-38 minggu Bayi ini mempunyai sifat-sifat premature dan matur. Biasanya beratnya seperti bayi matur dan dikelola seperti bayi matur, akan tetapi sering timbul problematic seperti yang dialami bayi premature, misalnya sindroma gangguan pernapasan, hiperbilirubinemia, daya isap yang lemah dan sebagainya, sehingga bayi ini harus diawasi dengan seksama. 2.3. Etiologi 2.4.1. Infeksi dan vaginosis bakterial Sumber infeksi intra uterin yang menyerang jaringan korionik, selaput ketuban, dan cairan amnion yang berhubungan dengan kejadian persalinan prematur diantaranya yaitu bacterial vaginosis, streptococcus gol.B, streptococcus anaerob, E-Coli, bacteroides. 2.4.2. Komplikasi persalinan 2.4.2.1.Pre Eklampsi/Eklampsi Preeklamsi atau hipertensi akibat kehamilan yang tidak ditanggulangi merupakan suatu bahaya bagi sang ibu. Ia dapat terserang kejang-kejang yang membahayakan dirinya dan janin yang dikandungnya. Ini berarti bahwa ibu hamil yang mengalami preeklamsi harus segera diputuskan untuk

melahirkan bayi secara prematur. 2.4.2.2.Perdarahan antepartum Perdarahan antepartum adalah keadaan perdarahan yang keluar dari vagina ibu hamil pada usia kehamilan lebih dari 28

minggu, dapat diakibatkan oleh plasenta previa(plasenta mentutup sebagian atau seluruh mulut rahim) dan solusio plasenta (plasenta terlepas dari tempat melekatnya) yang disebabkan oleh trauma, dapat mengancam jiwa ibu dan janin sehingga meningkatkan indikasi untuk mengakhiri persalinan yang berdampak terjadinya persalinan preterm (Intan, 2010: Cunningham et al, 2005). 2.4.2.3.Serviks inkompeten 2.4.2.4.Kehamilan ganda dan polihidroamnion 2.4.3. Penyakit Sistemik Berbagai penyakit ibu, kodisi dan pengobatan medis akan mempengaruhi keadaan kehamilan dan dapat berhubungan atau meningkatkan kejadian persalinan prematur. Penyakit sistemik terutama yang melibatkan sistem peredaran darah, oksigenasi, atau nutrisi ibu dapat menyebabkan gangguan sirkulasi plasenta yang akan mengurangi nutrisi dan oksigenasi bagi janin. Penyakit-penyakit ini dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dalam rahim dan meningkatkan kejadian eklamsia/preeklamsia yang juga menjadi penyebab persalinan prematur buatan. Penyakit pada ibu yang menyebabkan hal tersebut di atas adalah: Hipertensi kronis dan hipertensi gestasional, lupus eritematosus sistemik, penyakit paru restriktif, hipertiroidism, diabetes mellitus pregestasional dan

gestasional, penyakit jantung, dan penyakit ginjal. 2.4.4. Faktor Resiko 2.4.4.1.Umur ibu Usia reproduksi yang optimal bagi seorang ibu adalah 2035 tahun. Pada umur kurang dari 20 tahun, organ reproduksi belum berfungsi dengan sempurna, sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akan lebih mudah mengalami komplikasi dan pada usia lebih dari 35 tahun organ kandungan

sudah tua sehingga jalan lahir telah kaku dan mudah terjadi komplikasi.(Jenny, 2008). 2.4.4.2.Paritas Paritas menunjukkan jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang wanita. Paritas merupakan faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan janin baik selama kehamilan maupun selama persalinan. Pada ibu dengan primipara kemungkinan terjadinya kelainan dan komplikasi cukup besar baik pada kekuatan his, jalan lahir, dan kondisi janin. 2.4.4.3.Keadaan sosial ekonomi Sosial ekonomi masyarakat sering dikaitkan dengan pendapatan keluarga, mencerminkan kemampuan masyarakat dari segi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan kesehatan dan pemenuhan zat gizi. Selain itu sosial ekonomi seseorang juga mempengaruhi kemampuan ibu untuk mendapat pelayanan kesehatan yang memadai, misalnya kemampuan untuk melakukan kunjungan prenatal untuk memeriksakan keadaan janin. Wanita pada tingkat sosial ekonomi lebih rendah mempunyai kemungkinan 50% lebih tinggi mengalami persalinan kurang bulan dibanding tingkat sosial ekonomi lebih tinggi (Jenny, 2008). 2.4.4.4.Riwayat persalinan prematur Riwayat persalinan preterm merupakan faktor yang sangat erat dengan persalinan berikutnya. Resiko persalinan preterm berulang bagi mereka yang persalinan pertamanya preterm, meningkat tiga kali lipat dibanding dengan wanita yang persalinan pertamanya aterm (Cunningham et al, 2005). 2.4.4.5.Gaya hidup Perilaku seperti merokok, gizi buruk, dan penambahan berat badan yang kurang baik selama kehamilan serta penggunaan obat seperti kokainatau alkohol telah dilaporkan

mengalami peranan penting pada kejadian dan hasil akhir bayi dengan berat lahir rendah. Resiko kelahiran preterm

meningkat, yaitu rata-rata dua kali lipat dari wanita bukan perokok (Cunningham et al, 2005). 2.5. Patofisiologi Diperkirakan 90% dari pasien yang mengalami infeksi cairan amnion, menunjukkan adanya mikroba dari vagina dan serviks. Infeksi dapat mencetuskan berbagai komponen biokimiawi baik local maupun sistemik. Infeksi intrauterine menyebabkan inisiasi persalinan. Jalur pertama yang menginisiasi persalinan premature adalah invasi bakteri yang mengawali aktivasi fosfolipase A2 yang memecah asam arakidonat dari selaput amnion janin, sehingga asam arakidonat bebas meningkat untuk sintesis prostaglandin. Menurut Cunningham et al (2005) data dari penelitian hewan, invitro dan manusia seluruhnya memberikan gambaran yang konsisten bagaimana infeksi bakteri menyebabkan persalinan prematur spontan. Invasi bakteri rongga koriodesidua, yang bekerja melepaskan endotoksin dan eksotoksin, mengktivasi desidua dan membran janin untuk menghasilkan sejumlah sitokin, termasuk TNF-, IL1, IL-6, IL-8. Selanjutnya, sitokin, endotoksin, dan eksotoksin merangsang sintesis prostaglandin dan pelepasan metalloprotease dan zat bioaktif lainnya. Prostaglandin merangsang kontraksi uterus sedangkan

metalloprotease menyerang membran korioamnion yang menyebabkan pecah ketuban. Jalur kedua yang bisa berperan adalah prostaglandin dehidrogenase di jaringan korion yang dapat menghambat masuknya prostaglandin ke miometrium sehingga mencegah terjadinya kontraksi uterus. Infeksi korionik dapat menurunkan aktivitas dehidrogenase ini, menyebabkan peningkatan jumlah prostaglandin yang mencapai miometrium. Jalur ketiga melibatkan janin itu sendiri. Pada janin yang terinfeksi, terjadi peningkatan produksi corticotrophin releasing hormone oleh hypothalamus janin dan plasenta yang menyebabkan peningkatan sekresi

kortikotropin janin, yang selanjutnya meningkatkan produksi kortisol oleh adrenal janin. Pada akhirnya sekresi kortisol akan meningkatkan produksi prostaglandin dan menyebabkan timbulnya kontraksi uterus. Vaginosis Bakterial adalah bukan keadaan infeksi namun adalah suatu keadaan dimana flora vagina normal (laktobasilus penghasil hidrogen peroksida) diganti dengan kuman-kuman anaerobik meliputi Gardnerella vaginalis, Mobiluncus dan Mycoplasma hominis (Cunningham et al, 2005; Wiknjosastro, 2008). Vaginosis bakterial sering dikaitkan dengan abortus spontan, persalinan preterm, KPD, korioamnionitis dan infeksi cairan amnion. Vaginosis bakterial menyebabkan terjadinya persalinan preterm melalui mekanisme yang sama dengan yang terjadi akibat infeksi dalam cairan amnion.

2.6. WOC
F.Resiko : - Usia - Paritas - Sosial ekonomi - Riwayat prematur - Gaya Hidup Infeksi Bakteri : Streptococcus gol.B Streptococcus anaerob E-Coli Bacteroides Komplikasi kehamilan

Vaginal Bakteriosis

Peny.Sistemik : DM, HT, paru, jantung, ginjal

Infeksi servikal /desidual

Infeksi intraamniotik

Janin dengan infeksi

Preeklampsi

Perdarahan antepartum

Serviks inkompeten

Melepas eksotoksin & endotoksin Aktivasi sitokin, IL-1,IL-6,IL-8

Aktivasi fosfolipase A2

Korioamnionitis

>>> aktivitas hipotalamus fetus

Tdk tertangani Tdk dapat menahan kehamilan

Kehamilan ganda, polihidroa mnion

<<< sirkulasi darah, O2 ke plasenta

Memecah as.arakidonat dr selaput amnion janin

Penurunan aktivitas prostaglandin dehidroginase

Prod. CRH

Ibu kejang

>>> distensi uterus

Janin kekurangan nutrisi

>>> Asam Arakidonat

Sekresi kortikotropi n >>> kortisol

Membahayakan ibu dan janin

Dilatasi serviks, otot serviks lemah

Usia kehamilan pendek

Gawat janin

Pelepasan metalloprotease

>>> Sintesis prostaglandin E2

Indikasi utk segera mengakhiri kehamilan

Kulit ketuban menonjol

ketuban pecah

Pelemahan dan ruptur korioamnion

Kontraksi miometrium

10 PARTUS PREMATUR

PARTUS PREMATUR

Kontraksi Uterus iregular dan terus menerus

Posisi kepala janin sudah turun ke bawah, ke rangka tlg pelvis

Pergeseran dan pergerakan janin

Serviks dilatasi

Resiko perdarahan saat persalinan

Kurang pengetahuan tentang partus prematur

Infeksi Intrauterin

Kram hebat seperti menstruasi

Janin menekan kandung kemih

Menekan tulang belakang

Nyeri suprapubik

Rasa berat / tekanan pada panggul

Lendir kental yang tertimbun di serviks selama hamil terdorong ke vagina

Hipovolemi

MK : Ansietas

Janin terinfeksi

MK : Kekurangan volume cairan

MK : Intoleransi aktivitas

MK : Distress Janin

Bertambahnya jumlah cairan vagina bercampur lendir/darah

MK : Ketidaknyamanan : Nyeri

MK : Resiko infeksi

11

2.7. Manifestasi Klinis Menurut Manuaba (2003), manifestasi klinis yang ditimbulkan pada persalinan prematur diantaranya yaitu : 2.7.1. Nyeri menstruasi seperti kram 2.7.2. Nyeri tumpul di pinggang 2.7.3. Nyeri suprapubik 2.7.4. Rasa berat/tekanan pada panggul 2.7.5. Peningkatan jumlah cairan vagina (kental, bercampur darah atau lendir) 2.7.6. Diare 2.7.7. Kontraksi uterus yang tidak dapat dipalpasi yang lebih sering terasa setiap 10 menit selama 1 jam lebih, tidak sembuh dengan berbaring 2.8. Pemeriksaan Diagnostik 2.8.1. Ultrasonografi Pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500 sampai 2500 gram). 2.8.2. Tes Nazin untuk menentukan KPD 2.8.3. Jumlah sel darah putih Jika mengalami peningkatan, maka iyu menandakan adanya infeksi amniosentesis yaitu radio lesitin terhadap sfingomielin (L/S) mendeteksi fofatidigliserol (PG) untuk maturitas paru janin, atau infeksi amniotic 2.8.4. Pemantauan elektronik untuk memfalidasi aktifitas uterus/satatus janin. 2.9. Penatalaksanaan Menurut Syaifuddin (2001), bahwa penanganan persalinan prematur ada 2 yaitu: 2.9.1. Penanganan Umum 2.9.1.1.Lakukan evaluasi cepat keadaan umum ibu. 2.9.1.2.Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi. 2.9.2. Penanganan Khusus

12

2.9.2.1.Penilaian Klinik a. Kriteria persalinan premature antara lain kontraksi yang teratur dengan jarak 7-8 menit atau kurang dan adanya pengeluaran lendir kemerahan atau cairan pervaginan. b. Pada periksa dalam 1. 2. Pendataran 50 - 80% atau lebih. Pembukaan 2 cm atau lebih.

c. Mengukur panjang serviks dengan vaginal proses USG: 1. Panjang serviks kurang dari 2 cm pasti akan terjadi persalinan premature. 2. Tujuan utama adalah bagaimana mengetahui dan menghalangi terjadinya persalinan premature. 3. Cara edukasi pasien bahkan dengan monitoring kegiatan di rumah tampaknya tidak memberi perubahan dalam insidensi kelahiran premature. 2.9.2.2.Penanganan Perlu dilakukan penilaian tentang : a. Umur kehamilan, karena lebih bisa dipercaya untuk penentuan prognosis daripada berat janin. b. Demam atau tidak. c. Kondisi janin (jumlahnya, letak/presentasi, taksiran berat janin, hidup/gawat janin/mati, kelainan congenital, dan sebagainya) dengan USG. d. Letak plasenta perlu diketahui untuk antisipasi irisan seksio sesarea. e. Fasilitas dan petugas yang mampu menangani calon bayi terutama adanya seorang neonatalogis, bila dirujuk sesuai dengan prinsip penanganannya. f. Coba hentikan kontraksi uterus/penundaan kelahiran, atau siapkan penanganan selanjutnya. g. Upaya menghentikan kontraksi uterus :

13

1.

Pemberian obat Kemungkinan obat - obat tokolitik hanya berhasil sebentar tapi penting untuk sebagai dipakai induksi

memberikan

kortikosteroid

maturitas paru bila usia gestosis kurang dari 34 minggu. Intervensi ini bertujuan untuk menunda

kelahiran sampai bayi cukup matang. Penundaan kelahiran ini dilakukan bila : 2. Umur kehamilan < 35 minggu Pembukaa.n seviks < 3 cm Tidak ada amnionitis, preeklampsia atau perdarahan yang aktif. Tidak ada gawat janin.

Perawatan di Rumah Sakit Ibu masuk rumah sakit (rawat inap), lakukan evaluasi terhadap hisdan pembukaan. Berikan kortikosteroid untuk memperbaiki kematangan paru janin. Berikan 2 dosis betamethason 12 mg IM selama 12 jam (berikan 4 dosis

deksamethason 5 mg IM selama 6 jam). Steroid tidak boleh diberikan bila ada infeksi yang jelas.

Pemberian antibiotika, mungkin berhasil pada kasus dengan resiko infeksi tinggi. Organisme yang menyebabkan adalah

golongan aerob Gram (+) dan (-), anaerob dan lain - lain yang berasal dari : Biasanya flora normal dari

vagina/rectum. 14

Kadang eksogen akibat tindakan yang aseptic (grup A streptokokus).

Obat tokolitik yang dianjurkan : Berikan obat-obatan tokolitik tidak > 48 jam. Monitor keadaan janin dan ibu (nadi, tekanan darah, tanda distres nafas, kontraksi uterus, pengeluaran cairan ketuban atau cairan pervaginan, djj, gula darah).

2.9.2.3.Persalinan Berlanjut Bila tokolitik tidak berhasil, lakukan persalinan dengan upaya optimal. Jangan menyetop kontraksi uterus bila : a. Umur kehamilan lebih dari 35 minggu. b. Serviks membuka lebih dari 3 cm. c. Perdarahan aktif. d. Janin mati dan adanya kelainan congenital yang kemungkinan hidup kecil. e. Adanya khorioamnionitis. f. Preeklampsia. g. Gawat janin. Monitor kemajuan persalinan memakai partograf. Hindarkan pemakaian vakum untuk melahirkan (sebab resiko perdarahan intrakranial pada bayi premature cukup tinggi). 2.10. Komplikasi Komplikasi partus prematur yaitu terjadinya perdarahan plasenta dengan pembentukan prostaglandin dan mungkin induksi stress, janin mati, dan kelainan congenital (Saifudin, 2002 : 300) sedangkan menurut Nur Cahyo (2008) komplikasi partus prematur yaitu: 2.10.1. Sindroma gawat janin 2.10.2. Ketidakmatangan pada system saraf 2.10.3. Rentang terjadinya perdarahan otak atau serangan apneu

15

2.10.4. Intoleransi pemberian makanan 2.10.5. Retinopati dan gangguan penglihatan atau kebutaan (fibroplasia retrolental) 2.10.6. Displasia bronkopulmoner 2.10.7. Penyakit jantung 2.10.8. Jaundice 2.10.9. Infeksi atau septicemia 2.10.10. Anemia 2.10.11. Hipoglikemia/ Hiperglikemia 2.10.12. Perkembangan dan partumbuhan yang terhambat 2.10.13. Keterbelakangan mental dan motorik 2.11. Prognosis Pada pusat pelayanan yang maju dengan fasilitas yang optimal, bayi yang lahir dengan berat 2000 sampai 2500 gram mempunyai harapan hidup lebih dari 97 %, sedangkan 1500 sampai 2000 gram lebih dari 90 %, serta 1000 sampai 1500 gram sebesar 65-80 % (Mansjoer, 2002). Prematurnya masa gestasi akan dapat mengakibatkan ketidakmatangan pada semua sistem organ, baik itu pada sistem pernafasan (organ paru-paru), sistem peredaran darah (jantung), sistem pencernaan dan sistem syaraf pusat (otak). Ketidakmatangan pada sistem-sistem organ itulah yang membuat bayi prematur cenderung mengalami kelainan dibandingkan bayi normal.

16

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1. Kasus Seorang wanita yang bernama Ny. L berusia 25 tahun, nulipara, dengan usia kehamilan 37 minggu pada tanggal 16 Juni 2013, datng ke Rumah Sakit Dr. Soetomo dengan persalinan aktif pukul 08.00 WIB. Beliau datang didampingi oleh suaminya. Ny. L merasa bingung dan cemas melihat apa yang terjadi terhadap dirinya karena mengeluarkan cairan per vagina lendir bercampur darah, perut terasa mulas dan nyeri bagian bawah dan air ketuban sudah pecah. Dan seviks sudah membuka 4 cm. 3.1.1. Keluhan Utama Ibu mengatakan mulas dan nyeri perut bagian bawah dan mengeluarkan cairan per vaginam lendir bercampur darah. Dan ibu juga mengalami kontraksi jarang-jarang. 3.1.2. Riwayat Persalinan Ibu datang ke rumah sakit pukul 08.00 WIB mengatakan ada his frekuensinya 2 3 kali dalam 10 menit lamanya 35-37 detik sejak tanggal 15 juni 2013 dan tanggal 16 Juni 2013 pagi air ketuban pecah. 3.1.3. Riwayat Kehamilan HPHT: 16 September 2012 TP: 23 Juni 2013 ANC dilakukan secara teratur di tempat bidan 3.1.4. Riwayat Kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu Ibu hamil anak pertama 3.1.5. Tidur Tidur 7 8 jam sehari.

17

3.1.6. Psikologi Ibu merasa gelisah dan takut dalam menghadapi persalinan karena kehamilannya yang kurang cukup bulan dan air ketuban sudah pecah. Ibu makan terakhir tadi pagi, tetapi hanya sedikit karena nafsu makan ibu berkurang sejak adanya his. 3.1.7. Pemeriksaan Penunjang Kertas lakmus : lakmus merah berubah jadi biru. 3.2. Pemeriksaan head to toe Keadaan Umum : Cukup Kesadaran : Composmentis Tekanan darah : 100/60 mmHg Nadi : 80 X/menit Pernafasan : 20 X/menit Suhu : 36C Tinggi badan : 167 cm Berat badan : 73 kg 3.2.1. Kepala : Simetris 3.2.2. Leher : KGB leher tidak teraba, kel. tiroid tidak membesar. 3.2.3. Dada Pernafasan : Vesikuler 3.2.4. Abdomen : 3.2.4.1.Leopord I : TFU 20 cm 3.2.4.2.Leopord II : Letak punggung janin membujur dari atas ke bawah dan berada di sebelah kanan dan ekstremitas berada di seblah kiri. 3.2.4.3.Leopord III : letak kepala belum masuk PAP 3.2.4.4.Leopord IV : Janin belum masuk PAP. DJJ : 13-14-14 Gerakan janin : gerakan janin kuat.

18

Kontraksi : His jarang-jarang, terasa kencang dan datar pada saat kontraksi. 3.3. Diagnosa Keperawatan 3.3.1. Resiko tinggi cidera yang berhubungan dengan persalinan disfungsional. 3.3.2. Kecemasan berhubungan dengan yang dirasakan atau aktual pada diri dan janin. 3.3.3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai persalinan preterm, kebutuhan tindakan dan prognosis berhubungan dengan kesalahan interprestasi atau kurang informasi. 3.4. Intervensi Keperawatan : 3.4.1. Diagnosa : Resiko tinggu cidera yang berhubungan dengan persalinan disfungsional. Tujuan :

Mencegah terjadinya cidera atau resiko cidera menurun pada ibu dan janin Kriteria Hasil : a. Pola persalinan yang adekuat. b. Mencegah adanya komplikasi maternal. Intervensi 1. Mengkaji frekuensi Uterus 2. Mendorong klien Rasional Untuk tahu sedini mungkin pola

melakukan disfungsional persalinan, komplikasi dapat di cegah, akan menstimulus

ambulasi dan mengubah posisi 3. Memantau kemajuan

dilatasi aktivitas uterus dan pola persalinan yang normal.

serviks dan pendataran. 4. Memantau masukan dan haluaran nutrisi 5. Mengkaji dehidrasi 6. Evaluasi tingkat keletihan yang adanya tanda-tanda

19

menyertai istirahat, persalinan.

serta

aktivitas

dan

sebelum

awitan

1.6.2. Diagnosa : Kecemasan berhubungan dengan persalinan preterm ditandai dengan ketakutan, gelisah Tujuan : Kecemasan klien berkurang (secara verbal) Kriteria hasil : a. Klien mengungkapkan kesiapannya menjalani proses persalinannya. b. Klien dapat mengontrol kecemasannya untuk mengurangi perasaan khawatir dan ketegangannya. c. Klien dapat menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam mengatasi cemas dan stresornya. d. Klien tidak lagi menunjukkan tingkah laku kecemasan pada dirinya. Intervensi : Intervensi 1. Kaji tingkat kecemasan klien dan reaksi fisik terhadap cemas (seperti : takikardi). 2. Jelaskan tentang prosedur kegiatan dan masalah yang melibatkan klien, selama dalam prosedur, gunakan istilah umum dan tenang serta bicara pelan. 3. Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan yang mengindikasikan intervensi. Rasional Untuk mengetahui kecemasan klien, untuk menenangkan pasien dan mengurangi kecemasan serta mengantisipasi terjadi kecemasan kronis. .

20

4. Berikan informasi yang factual/akurat tentang dukung klien menginterprestasikan gejala kecemasan suatu hal yang normal. 5. Instruksikan klien koping sebelumnya digunakan oleh klien untuk mengatasi kecemasannya. 6. Instruksikan klien menggunakan teknik relaksasi.

1.6.3. Diagnosa : Kurang pengetahuan mengenai persalinan preterm, kebutuhan tindakan dan prognosis berhubungan dengan kesalahan interpretasi atau kurang informasi. Tujuan : Mengungkapkan kesadaran tentang implikasi dan kemungkinan hasil persalinan preterm. Kriteria hasil : a. b. Intervensi 1. Pastikan pengetahuan klien tentang persalinan preterm dan kemungkinan hasil Membuat data dasar dan mengidentifikasi kebutuhan 2. Berikan informasi tentang perawatan tindak lanjut bila klien pulang Klien mungkin perlu kembali untuk 2. Untuk memberikan pengetahuan klien tindakan pulang ke rumah dan mencegah komplikasi yang Pasien mengerti tindakan yang akan dilakukan. Pasien mengerti yang sedang di alami saat ini dan bisa menurunkan kecemasan Intervensi : Rasional 1. Untuk mengetahui pengetahuan klien tentang persalinan.

21

keteraturan pemantauan adan atau tindakan 3. Anjurkan klien mengosongkan kandung kemih setipa 2 jam saat terjaga. Mencegah tekanan kandung kemih penuh pada uterus yang peka. 4. Tinjau ulang kebutuhan cairan setiap hari, misalnya 2 sampai 3 quart (1,9 2,81) cairan dan menghindari kafein. Dehidrasi dap[at menimbulkan peningkatan kepekaan otot uterus.

lebih lanjut.

3. Mencegah tekanan kandung kemih penuh pada uterus yang peka

4. Dehidrasi dapat menimbulkan peningkatan kepekaan otot uterus.

22

BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan Partus Prematur adalah partus yang terjadi antara usia kehamilan 20-37 minggu dihitung sejak HPHT. Hal ini terjadi karena mulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran dan atau dilatasi servix serta turunnya bayi sebelum usia kehamilan memasuki 37 minggu. Banyak faktor penyebab terjadinya partus prematur, salah satunya komplikasi persalinan, seperti pre eklampsi / eklampsi, perdarahan antepartum, serviks inkompeten, kehamilan ganda atau polihidroamnion. Beberapa faktor resiko seorang ibu bisa mengalami partus prematur, antara lain umur ibu saat hamil, jumlah anak yang pernah dilahirkan, dan memang mempunyai riwayat persalinan prematur.

23

DAFTAR PUSTAKA

Asrining, S. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC. Bobak, Irene M.,dkk. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC. Champan, Vicky. 2003. The Midwifes Labor and Birth Handbook. H. Y. Cunningham FG et al. 2005. Preterm Labor in Williams Obstetrics , 22 ed, McGraw-Hill. Cunningham. 2006. Obstetri William. Jakarta: EGC. Hacker, Neville. F. 1995. Obstetri dan Ginekologi Esensial. Edi Nugroho 2001 Alih bahasa) Jakarta: Hipocrates. Kuncara 2006 (Alih bahasa) Jakarta: EGC. Manuaba, Ida, B.G. 2003. Kepaniteraan Klinik Obstetri & Ginekologi. Jakarta : EGC. Pillitteri,Adele. 2002. Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: EGC. Raymond. 2006. Obstetri and Ginecology. Jakarta: Hipocrates. Saifudin. 2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBS-SP.
nd

24

You might also like