You are on page 1of 26

A. TUJUAN PRAKTIKUM MENETAPKAN BERAT JENIS URIN 1. Mengetahui dan mementukan berat jenis normal urin 2.

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis urin 3. Mengetahui cara yang tepat untuk menentukan berat jenis urin MENETAPKAN pH URIN 1. Mengetahui dan mementukan derajat keasaman normal urin 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi derajat keasaman urin 3. Mengetahui cara sederhana untuk menentukan derajat keasaman urin

B. TINJAUAN PUSTAKA ANATOMI DAN FISIOLOGI TRAKTUS URINARIUS Traktus urinarius atau yang sering disebut dengan saluran kemih terdiri dari dua buah ginjal, dua buah ureter, satu buah kandung kemih (vesika urinaria) dan satu buah uretra.

Traktus Urinarius Diunduh dari http://www.healthfiend.com

1. Ginjal

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal, dibelakang peritoneum dan karena itu di luar rongga peritoneum. Setiap ginjal panjangnya 6 sampai 7,5 cm dan tebal 1,5 sampai 2,5 cm. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram. Bentuk ginjal seperti biji kacang dan sisi dalamnya atau hilum menghadap tulang punggung. Sisi luarnya cembung. Pembuluh pembuluh ginjal semuanya masuk dan keluar pada hilum. Di atas setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenal. Ginjal kanan lebih pendek dan lebih tebal dari yang kiri. (Pearce, 1993). Diantara ginjal dan kapsul terdapat jaringan lemak yang 5 membantu melindungi ginjal terhadap goncangan (Daniel S Wibowo, 2005). Ginjal mempunyai nefron yang tiap tiap tubulus dan glomerulusnya adalah satu unit. Ukuran ginjal ditentukan oleh sejumlah nefron yang dimilikinya. Kira kira terdapat 1,3 juta nefron dalam tiap tiap ginjal manusia (Ganong, 2001 ) Setiap ginjal dilingkupi kapsul tipis dari jaringan fibrus yang rapat membungkusnya, dan membentuk pembungkus yang halus. Di dalamnya terdapat struktur ginjal. Warnanya ungu tua dan terdiri atas bagian kortex di sebelah luar, dan bagian medulla di sebelah dalam. Bagian medulla ini disusun atas lima belas sampai enam belas massa berbentuk pyramid yang disebut pyramid ginjal. Puncak-puncaknya langsung mengarah ke hilum dan berakhir di kalises. Kalises ini mnghubungkannya dengan pelvis ginjal. (Pearce, 1993)

(Pearce, 1993) Struktur internal ginjal terdiri atas : Hilus (hilum) adalah tingkat kecekungan tepi medial ginjal, Sinus ginjal yang merupakan rongga lemak yang membuka pada hilus dan membentuk perlekatan untuk jalan masuk dan keluar ureter, vena dan arteri renalis, saraf dan

limfatik. Selanjutnya untuk struktur internal ginjal adalah Pelvis ginjal yang merupakan perluasan ujung proksimal ureter dan berlanjut menjadi dua sampai tiga kalika mayor, yaitu rongga yang mencapai glandular, bagian penghasil urine pada ginjal. Setiap kalika mayor bercabang menjadi beberapa (8 sampai 18) kalika mayor. (Sloane, 2004) Parenkim ginjal merupakan bagian strktur internal ginjal yang menyelubungi struktur sinus ginjal. Jaringan ini terbagi menjadi medulla dan korteks luar. a. Medula terdiri dari massa massa triangular yang disebut piramida ginjal. Ujung yang sempit dari setiap piramida, papilla masuk dengan pas dalam kaliks minor dan ditembus mulut duktus pengumpul urine. b. Korteks tersusun dari tubulus dan pembuluh darah nefron yang merupakan unit structural dan fungsional ginjal. Koretks terletak di dalam di antara piramida-piramida medulla yang bersebalahan untuk membentuk kolumna ginjal yang terdiri dari tubulus-tubulus pengumpul yang mengalir ke dalam duktus pengumpul. Ginjal terbagi-bagi menjadi lobus ginjal. Setiap lobus terdiri dari satu piramida ginjal, kolumna saling berdekatan dan jaringan korteks yang melapisinya. (Sloane, 2004) Ginjal mengeliminasi konstituen-konstituen plasma yang tidak diperlukan ke dalam urine sementara menahan bahan-bahan yang bermanfaat bagi tubuh. Satuan fungsional pembentuk urine di ginjal adalah nefron, yang terdiri dai komponen vaskulerdan tubulus yang saling berikatan. Komponen vascular terdiri dari dua jaringan kapiler yang terangkai, yang pertama adalah glomerulus, berkas kapiler yang menyaring sejumlah besar volume plasma bebas protein ke dalam komponen tubulus. Jaringan kapiler kedua terdiri dari kapiler peritubulus yang melingkari komponen tubulus. Kapiler peritubulus member makan jaringan ginjal dan ikut serta dalam pertukaran antara cairan tubulus dan plasma. Komponen tubulus berawal di kapsul Bowman, yang melingkupi glomerulus untuk menerima filtrate, dan kemudian berlanjut sebagaii saluran berkelok-kelok yang akhirnya berakhir di pelvis ginjal. Sewaktu mengalir melalui berbagai bagian tubulus, filtrate mengalami modifikasi oleh sel-sel yang melapisi bagian dalam tubulus, tempat bahan-bahan yang diperlukan untuk mempertahankan komposisi dan volume CES dikembalikan ke plasma. Apa yang tertinggal di tubulus kemudian dieksresikan sebagai urin. (Sherwood, 2001). Fungsi Ginjal, (Sloane, 2004) : 1. Pengeluaran zat sisa organic. Ginjal mengeksresi urea, asam urat, kreatinin, dan produk penguraian hemoglobin dan hormone

2. Pengaturan konsentrasi ion-ion penting. Ginjal mengeksresi ion natrium, kalium, kalsium, magnesium, sulfat dan fosfat 3. Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh. Ginjal mengendalikan eksresi ion hydrogen dan ammonium serta memproduksi urine asam atau basa 4. Pengaturan produksi sel darah merah. Ginjal melepas eritropeitrin yang mengatur produksi sel daraj merah dalam sumsum tulang 5. Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan yang essensial bagi pengaturan tekanan darah 6. Pengendalian terbatas terhadap konsentrai glukosa darah dan sam amino darah 7. Pengeluaran zat beracun. Ginjal mengelurakan polutan, zat tambahan makanan, obatobatan atau zat kimia asing lain dari tubuh. 2. Ureter Ureter merupakan dua saluran dengan panjang sekitar 25 sampai 30 cm, terbentang dari ginjal sampai vesika urinaria. Fungsi satu satunya adalah menyalurkan urin ke vesika urinaria ( Roger Watson, 2002 ). 3. Vesika Urinaria Vesika urinaria adalah kantong berotot yang dapat mengempis, terletak 3 sampai 4 cm dibelakang simpisis pubis ( tulang kemaluan ). Vesika urinaria mempunyai dua fungsi yaitu: a. Sebagai tempat penyimpanan urin sebelum meninggalkan tubuh. b. Dibantu uretra vesika urinaria berfungsi mendorong urin keluar tubuh (RogerWatson, 2002 ). Didalam vesika urinaria mampu menampung urin antara 170 - 230 ml (Evelyn, 2002 ) 4. Uretra Uretra adalah saluran kecil dan dapat mengembang, berjalan dari kandung kemih sampai keluar tubuh. Pada wanita uretra pendek dan terletak didekat vagina. Pada uretra lakilaki mempunyai panjang 15 20 cm. ( Daniel S, Wibowo, 2005 )

URIN Urin adalah cairan sisa yang di ekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan di keluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinalisis (Gandasoebrata, 2006). Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Pengeluaran urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Peranan urin sangat penting untuk mempertahankan homeostasis tubuh, karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin (Murray dan Robert 2003). Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh (Winarno, 2002). Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang kotor. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urin pun akan mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir tidak berbau ketika keluar dari tubuh. Hanya saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh, bakteri akan mengkontaminasi urin dan mengubah zat-zat di dalam urin dan menghasilkan bau yang khas, terutama bau amonia yang dihasilkan dari urea. Menurut Ganong (2003), disebutkan bahwa pada proses urinalisis terdapat banyak cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin. Analisis urin dapat berupa analisis fisik, analisis kimiawi dan analisis secara mikroskopik. Analisis urin secara fisik meliputi pengamatan warna urin, berat jenis cairan urin, pH, dan suhu urin. Sedangkan analisis kimiawi dapat meliputi analisis glukosa, analisis protein, dan analisis pigmen empedu. Untuk analisis kandungan protein ada banyak sekali metode yang dapat digunakan, mulai dari metode uji Millon sampai kuprisulfa dan sodium basa. Analisis secara mikroskopik, sampel urin secara langsung diamati di bawah mikroskop sehingga akan diketahui zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin tersebut, misalnya kalsium phospat, serat tanaman, bahkan bakteri (Lehninger, 1982)

Urin yang kita keluarkan terdiri dari berbagai unsur seperti air, protein, amonia, glukosa, sedimen, bakteri, dan epitel. Unsur-unsur tersebut sangat bervariasi perbandingannya pada orang yang berbeda dan juga pada waktu yang berbeda dan dipengaruhi oleh makanan yang kita konsumsi. Kandungan urin inilah yang menentukan tampilan fisik air urin seperti kekentalannya, warna, kejernihan, bau, dan busa. Pada keadaan normal, urin memang tampak sedikit berbusa karena urin mengandung unsur-unsur tersebut. Apalagi bila urin dicurahkan ke dalam tempat berwadah dari posisi tinggi, akan terjadi reaksi yang menyebabkan urin tampak berbusa. Memastikan adanya kelainan pada urin perlu diperhatikan beberapa hal seperti warna, bau, kejernihan, dan kekentalan. Warna yang memerah menandakan adanya darah yang bercampur dalam urin. Hal ini terjadi pada keadaan infeksi, luka, batu saluran kemih, tumor, atau meminum obat tertentu. Jika warna sangat merah menandakan adanya perdarahan yang hebat di saluran kemih (Ophart , 2003). Urin yang terlalu keruh menandakan tingginya kadar unsur-unsur yang terlarut di dalamnya. Hal ini bisa terjadi karena faktor makanan dan adanya infeksi yang mengeluarkan bakteri atau konsumsi air yang kurang. Bau urin dapat bervariasi karena kandungan asam organik yang mudah menguap. Diantaranya bau yang berlainan dari normal seperti bau oleh makanan yang mengandung zat-zat atsiri seperti jengkol, petai, durian, dan asperse. Bau obatobatan seperti terpentin, menthol. Bau amonia biasanya terjadi kalau urin dibiarkan tanpa pengawet atau karena reaksi oleh bakteri yang mengubah ureum di dalam kantong kemih. Bau keton sering pada penderita kencing manis dan bau busuk sering terjadi pada penderita keganasan (tumor) di saluran kemih (Ophart , 2003). Dari 1200 mL darah yang melalui glomeruli per menit akan terbentuk filtrat 120 mL/menit. Filtrat tersebut akan mengalami reabsorpsi, difusi, dan ekskresi oleh tubuli ginjal yang akhirnya terbentuk 1 mL urin/menit. Secara umum dapat dikatakan bahwa pemeriksaan urin selain untuk mengetahui kelainan ginjal dan salurannya juga bertujuan untuk mengetahui kelainan-kelainan di berbagai organ tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteks adrenal, dan uterus. Beberapa hal perlu diperhatikan dalam persiapan penderita untuk analisa urin misalnya pada pemeriksaan glukosa urin sebaiknya penderita jangan makan zat reduktor seperti vitamin C, karena zat tersebut dapat memberikan hasil positif palsu dengan cara reduksi dan hasil negatif palsu dengan cara enzimatik. Pada pemeriksaan urobilin, urobilinogen, dan bilirubin sebaiknya tidak diberikan obat yang memberi warna pada urin, seperti vitamin B2 (riboflavin) dan pyridium. Susunan urin tidak banyak berbeda dari hari ke hari, tetapi pada mungkin banyak berbeda dari waktu ke waktu sepanjang hari, karena itu penting untuk mengambil contoh urin menurut tujuan pemeriksaan (Poedjiadi, 1994).

A. Klasifikasi urin : 1. Urin sewaktu Urin sewaktu adalah urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukan dengan khusus. Urin sewaktu ini biasanya cukup baik untuk pemeriksaan rutin yang menyertai pemerikasaan badan tanpa pendapat khusus (Gandasoebrata, 2006).

2. Urin pagi Urin pagi ialah urin yang pertama-tama kali dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur. Urin ini juga lebih pekat dari pada urin yang dikeluarkan pada siang hari, jadi baik untuk pemeriksaan sediment, berat jenis, protein, dll juga baik untuk pemeriksaan kehamilan bedasarkan HCG (human chorionic gonadotropin) (Gandasoebrata, 2006).

3. Urin postprandial Sampel urin ini berguna untuk pemeriksaan terhadap glukosuria; ia merupakan urin yang pertama kali dilepaskan 1,5 3 jam sehabis makan, sangat baik untuk pemeriksaan terhadap reduksi dan kelainan sedimen (Gandasoebrata, 2006).

4. Urin 24 jam Merupakan kumpulan kuantitatif urin dalam waktu 24 jam pada selang-selang waktu tertentu biasanya pemeriksaan di tujukan bagi penderita diabetes mellitus untuk melihat banyaknya glukosa yang dikeluarkan dari santapan 1 hingga santapan berikutnya (Gandasoebrata, 2006). .

5. Urin 3 gelas dan 2 gelas pada orang laki-laki Penampungan secara ini dipakai pada pemerikasaan urologic dan

dimaksudkan unutk mendapat gambaran tentang letaknya radang atau lesi yang mengakibatkan adanya nanah atau darah dalam urin seorang laki-laki (Gandasoebrata, 2006).

B. Sifat dan Ciri Urin: Identifikasi cairan sebagai urin yaitu bila kadar ureum tinggi (melebihi 1 g/dl) dan kadar kreatinin lebih tinggi dari 50 mg/dl Jumlah urin 24 jam: berbeda- beda tiap orang karena faktor makanan, minuman, berat badan, umur, dan jenis kelamin. Rata-rata daerah tropik antara 800-1300 ml untuk dewasa, anak-anak usia 6-12 tahun rata-rata dari dewasa, dan anak-anak usia 1-6 tahun rata-rata dari dewasa. Jumlah urin 12 jam siang: 2-4 kali lebih besar dari 12 jam malam Warna urin: pada umumnya ditentukan oleh besarnya diuresis. Makin tinggi diuresis, makin muda warna urin. Warna normal urin antara kuning muda-kuning tua, disebabkan oleh zat warna terutama urobilin dan urochrom Kejernihan: sebab-sebab urin keruh a. Fosfat amorf dan karbonat dalam jumlah besar b. Bakteri-bakteri c. Unsur-unsur sedimen dalam jumlah besar (eritrosit, leukosit, sel epitel) d. Chyclus dan lemak (menyebabkan urin menyerupai susu encer) e. Benda-benda koloid

Berat jenis: makin tinggi diuresis, makin rendah berat jenis urin Urin 24 jam normal: 1,016-1,022 Urin sewaktu: 1,003-1,030

Bau urin: disebabkan oleh Makanan Obat-obatan Perombakan bakteri dan ureum (bau amonial) Bau pada ketonuria (asam asetat, aseton) Bau busuk

C. Komposisis urin: Urin mengandung air dan garam-garam dalam jumlah sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan antara cairan ekstrasel dan cairan intrasel, asam dan basa yang merupakan sisa-sisa metabolisme yang tidak berguna lagi bagi tubuh, dan zat-zat yang dikeluarkan dari darah karena kadarnya berlebihan. 95% air 5 % , elemen terlarut terdiri dari : 1. Urea 2. Sodium 3. Potassium 4. Phosphate 5. Sulfhate 6. Creatininine 7. Uric acid 8. Calcium 9. Magnesium dan bikarbonat

Komposisi Urin Diunduh dari http//praktikum-uji-urin.html

D. Pemeriksaan Makroskopis Urin Pemeriksaan makroskopis adalah pemeriksaan yang dilakukan langsung dengan mata tanpa penambahan reagen atau zat kimia tertentu. Pemeriksaan makroskopis ini meliputi pemeriksaan volume, warna, kejernihan, bau. Untuk pemeriksaan derajat keasaman (pH) dan berat jenis dilakukan dengan tes cepat multistick.

Volume Urin Pengukuran volume urin berguna untuk menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif atau semi kuantitatif suatu zat dalam urin, dan untuk menentukan kelainan dalam keseimbangan cairan badan (Wirawan et al., 2010). Pengukuran volume urin yang dikerjakan bersama dengan berat jenis urin bermanfaat untuk menentukan gangguan faal ginjal. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi volume urin seperti umur, berat badan, jenis kelamin, makanan dan minuman, suhu badan, iklim dan aktivitas orang yang bersangkutan. Rata-rata didaerah tropic volume urin dalam 24 jam antara 800-1300 ml untuk orang dewasa. Volume tersebut dipengaruhi banyak faktor diantaranya suhu, zat-zat diuretika (teh, alkohol, dan kopi), jumlah air minum, hormon ADH, dan emosi. Interpretasi warna urin dapat menggambarkan kondisi kesehatan organ dalam seseorang (Ganong 2003).

Bila didapatkan volume urin selama 24 jam lebih dari 2000 ml maka keadaan itu disebut poliuri. Poliuri ini mungkin terjadi pada keadaan fisiologik seperti pemasukan cairan yang berlebihan, nervositas, minuman yang mempunyai efek diuretika. Selain itu poliuri dapat pula disebabkan oleh perubahan patologik seperti diabetes mellitus, diabetes insipidus, hipertensi, pengeluaran cairan dari edema. Bila volume urin selama 24 jam 300-750 ml maka keadaan ini dikatakan oliguri. Keadaan ini mungkin didapat pada diarrhea, muntah-muntah, deman edema, nefritis menahun. Anuri adalah suatu keadaan dimana jumlah urin selama 24 jam kurang dari 300 ml. Hal ini mungkin dijumpai pada shock dan kegagalan ginjal. Jumlah urin siang 12 jam dalam keadaan normal 2 sampai 4 kali lebih banyak dari urin malam 12 jam. Bila perbandingan tersebut terbalik disebut nokturia, seperti didapat pada diabetes mellitus.

pH Urin Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa, kerena dapat memberi kesan tentang keadaan dalam badan.Filtrat glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh tubulus ginjal dan saluran pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 difinal urin. pH urin normal berkisar antar 4,5-8,0 (Gandasoebrata, 2006). pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh konsumsi makanan, bersifat basa setelah makan, lalu menurun menjadi kurang basa menjelang makan berikutnya. Urine pagi hari (bangun tidur) adalah yang lebih asam. Obat-obatan tertentu dan penyakit gangguan keseimbangan asam-basa juga dapat mempengaruhi pH urin. pH urin 24 jam biasanya asam, hal ini disebabkan karena zat zat sisa metabolisme badan yang biasanya bersifat asam. Penentuan pH urin berguna pada gangguan cairan badan elektrolit serta pada infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh kuman yang menguraikan ureum. Adanya bakteriurea urin akan bersifat alkalis (Gandasoebrata, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi pH adalah sebagai berikut: 1. Diet dapat memiliki dampak yang signifikan pada pH urin. Diet dapat memiliki dampak signifikan pada pH urin. Makan banyak jeruk, kacang-kacangan buah-buahan dan sayuran menghasilkan urin yang alkali lebih dan memiliki pH lebih tinggi. Diet tinggi daging atau cranberry cenderung menurunkan pH urin. Urin juga sangat asam setelah bangun karena bernafas lebih lambat ketika tidur. 2. Asam urin (urin dengan jumlah pH rendah) bisa menjadi indikasi beberapa kondisi atau penyakit. Ini termasuk asidosis, diabetes, asam urat yang tidak terkontrol, kelaparan dan dehidrasi. Asamurin dapat berkontribusi pada pembentukan batu ginjal

dan kandung kemih.Urin dengan pH tinggi dapat menjadi indikasi dari obstruksi saluran kemih, stenosis pilorus, infeksi saluran kemih, gagal ginjal dan overdosis aspirin. Pengujian pH urin sederhana di rumah dengan menggunakan indikator pH strip murah. Selain itu penetapan pH pada infeksi saluran kemih dapat memberi petunjuk ke arah etiologi. Pada infeksi oleh Escherichia coli biasanya urin bereaksi asam, sedangkan pada infeksi dengan kuman Proteus yang dapat merombak ureum menjadi amoniak akan menyebabkan urin bersifat basa R. Wirawan, 2010). Dalam pengobatan batu karbonat atau kalsium fosfat urin dipertahankan asam, sedangkan untuk mencegah terbentuknya batu urat atau oksalat pH urin sebaiknya dipertahankan basa.

Warna Urin Warna urin tidak hanya disebabkan oleh penyakit yang diderita (keadaan patologis) tetapi juga dapat dipengaruhi oleh makanan atau obat-obatan yang dimakan (non patologis) (Koestadi, 1989). Warna urin dinyatakan dengan kuning muda, kuning tua, kuning, merah darah, kuning bercampur merah, ataupun putih seperti susu. Urin normal berwarna kuning sampai kuning tua, tergantung dari berat jenisnya dan jumlah pigmen yang berasal dari makanan atau darah yang member warna urin (Koestadi, 1989). Warna urin yang dikeluarkan tergantung dari konsentrasi dan sifat bahan yang larut dalam urin. Warna urin dapat berubah oleh karena : obat obatan, makanan, serta penyakit yang diderita. Warna urin berhubungan dengan derasnya diuresis ( banyak kencing ), lebih besar diuresis lebih condong putih jernih. Warna kuning urin normal disebabkan antara lain oleh urocrom dan urobilin. Pada keadaan dehidrasi atau demam, warna urin lebih kuning dan pekat dari biasa ginjal normal (Gandasoebrata, 2006). Adanya infeksi traktus uranius urin akan berwarna putih seperti susu yang disebabkan oleh bakteri, lemak dan adanya silinder. Warna urin patologis lain adalah : 1. Warna kuning coklat (seperti teh ) penyebabnya adalah bilirubin. 2. Warna merah coklat penyebabnya hemoglobinuria dan porpyrin. 3. Warna merah dengan kabut coklat penyebabnya darah dengan pigmen pigmen 4. Warna coklat hitam penyebabnya melanin dan warna hitam disebabkan oleh pengaruh obat - obatan (Kee, Joyce LeFever,1997)

Kejernihan Kejernihan urin dinyatakan dengan jernih, agak keruh, keruh, dan sangat keruh. Urin normal akan menjadi agak keruh bila dibiarkan atau didinginkan, kekeruhan ringan tersebut disebut nubeculla, yaitu kekeruhan yang terjadi dari lender sel-sel epitel leukosit yang lambat laun mengendap (Gandasoebrata, 2006). Jika kekeruhan urin terjadi langsung setelah berkemih, kemungkinan disebabkan oleh fosfat amorf dan karbonat dalam jumlah yang besar, juga bisa disebabkan oleh eritrosit, leukosit, sel-sel epitel, chyclus, lemak, dan benda-benda koloid. Sedangkan kekeruhan yang timbul setelah dibiarkan dapat dipengaruhi oleh nubeculla, urat-urat amorf, fosfat amorf, dan juga oleh bakteri (Gandasoebrata, 2006). Pada infeksi traktus urinarius, urin akan keruh sejak dikemihkan yang disebabkan lendir, selsel epitel dan lekosit lamalama mengendap. ( Gandasoebrata, 2006 )

E. Berat Jenis Berat jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang mengukur konsentrasi zat terlarut) mengukur kepadatan air seni serta dipakai untuk menilai kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan urin. Berat jenis urin sangat erat hubungannya dengan diuresis, makin besar diuresis makin rendah berat jenisnya, dan sebaliknya. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian. Pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut air (Sunaryo, 1995 dalam Permana, 2008). Nilai rujukan untuk urine pagi adalah 1,015 1,025 sedangkan dengan pembatasan minum selama 12 jam nilai normal > 1,022 (Gandasoebrata, 2006). Berat jenis urin 24 jam dari orang normal antara 1,016 1,022 (ditulis 1016 1022). Tingginya berat jenis memberi gambaran mengenai pekatnya urin, jika didapat berat jenis urin sewaktu (urin pagi) 1025 atau lebih, sedangkan reduksi dan protein dalam urin negatif, menunjukkan faal pemekat ginjal yang baik. Berat jenis yang lebih dari 1030 memberi isyarat adanya kemungkinan glukosuri (Gandasoebrata, 2006). Defek fungsi dini yang tampak pada kerusakan tubulus adalah kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine. BJ urine yang rendah persisten menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi tubulus. Nokturia dengan ekskresi urine malam > 500 ml dan BJ kurang dari 1.018, kadar glukosa sangat tinggi, atau mungkin pasien baru-baru ini menerima pewarna radiopaque kepadatan tinggi secara intravena untuk studi radiografi, atau larutan dekstran dengan berat molekul rendah (Gandasoebrata, 2006).

Berat jenis urine mencerminkan sifat dan jumlah zat padat yang terlarut dalam urine misalnya glukosa,karena glukosa memilki sifat sebagai pereduksi dan sebagai partikel yang padat. Berat jenis urine rendah dapat dijumpai pada Diabetes Insifidus dengan berat jenis berkisar antara 1.001- 1.003 dan juga pada penderita Glumerulus nefritik, pielonefritik, kelainan ginjal lain (R. Wirawan ,2010). Berat jenis urine tinggi dapat dijumpai pada keadaan insufisiensi adrenal, kelainan hati, payah jantung dan kehilangan cairan badan yang berlebihan misalnya berkeringat banyak, muntah, diare (Kee Lefever,1997: 258). Pemeriksaan berat jenis urine dapat dilakukan dengan menggunakan urinometer dan refraktometer. Penetapan berat jenis urine biasanya cukup teliti dengan urinometer diukur pada suhu kamar (Baron, 1990). Apabila sering melakukan penetapan berat jenis urine yang volumenya kecil, sebaiknya menggunakan refraktometer, karena cara ini mudah dilakukan dan tidak banyak menggunakan urine hanya beberapa tetes saja. Kapasitas ginjal dalam memekatkan urine bergantung pada konsentrasi partikel yang terdapat dalam larutan dan tidak bergantung pada beratnya. Bila urine pekat terjadi retensi air dibandingkan zat terlarut dan bila urine encer terjadi ekresi air yang lebih dibandingkan zat terlarut, kedua hal ini memiliki arti penting dalam konservasi dan pengaturan osmolalitas cairan tubuh (Gandasoebrata, 2006). Pemeriksaan berat jenis urine dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu 1. Cara Urinometer Cara urinometer merupakan cara pengukuran berat jenis dengan kapasitas pengapungan hydrometer atau urinometer dalam suatu silinder yang terisi kemih (Price dan loraine,1995). 2. Cara Refraktometer Merupakan cara yang berdasarkan pengukuran refraktif indeks dari pada urine. Ferfaktif indeks adalah ratio antara kecepatan cahaya diudara dengan kecepatan cahaya dalam suatu larutan. Indeks refraksi urine mempunyai hubungan erat dengan berat jenis urin sehingga hasil penetapan Berat Jenis dapat dibaca langsung. Bila jumlah sample urine sedikit atau volume sample kecil gunakan cara refraktometer. Refaktif indeks sesuatu cairan bertambah secara linear dengan banyaknya zat larut (Gandasoebrata,2006)

PEMBENTUKAN URIN

Mekanisme Pembentukan urin Proses pembentukan urin meliputi tiga tahap, yaitu filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubular, dan sekresi tubular. (Sloane 2004). 1. Filtrasi Glomerulus Pembentukan urin dimulai ketika air dan berbagai bahan terlarut lainnya disaring melalui kapiler glomerulus dan masuk ke kapsul glomerulus (kapsul Bowman). Penyaringan bahan-bahan ini melalui dinding kapiler kurang lebih sama seperti pada penyaringan yang terjadi pada ujung arteriol pada kapiler lain di seluruh tubuh. Hanya saja, kapiler glomerulus bersifat lebih permeabel karena adanya fenestrae pada dindingnya. (Sloane 2004). Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur spesifik dibuat untuk menahan komonen selular dan medium-molekular-protein besar kedalam vascular system, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus tersusun dari jaringan kapiler. Di mamalia, arteri renal terkirim dari arteriol afferent dan melanjut sebagai arteriol eferen yang meninggalkan glomrerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus didalam lapisan sel epithelium yang disebut kapsula bowman. Area antara glomerulus dan kapsula bowman disebut bowman space dan merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular, yang menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal. Struktur kapiler glomerular terdiri atas 3 lapisan yaitu : endothelium capiler, membrane dasar, epiutelium visceral. Endothelium kapiler terdiri satu lapisan sel yang perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh jendela atau fenestrate (Guyton.1996). Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatn untuk proses filtrasi. Normalnya tekanan oncotik di bowman space tidak ada karena molekul protein yang medium-besar tidak tersaring. Rintangan untuk filtrasi ( filtration barrier ) bersifat selektiv permeable. Normalnya komponen seluler dan protein plasmatetap didalam darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring (Guyton.1996). Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring, sebaliknya molekul 2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun karakteristik juga mempengaruhi kemampuan dari komponen darah untuk menyebrangi filtrasi. Selain itu beban listirk (electric charged ) dari sretiap molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation ( positive ) lebih mudah tersaring dari pada anionBahan-bahan kecil yang dapat terlarut

dalam plasma, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan.Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung protein (Guyton.1996). 2. Reabsorbsi tubular Reabsorbsi tubular adalah proses dimana bahan-bahan diangkut keluar dari filtrat glomerulus, melalui epitelium tubulus ginjal ke dalam darah di kapiler peritubulus. Walaupun reabsorbsi tubulat terjadi di seluruh tubulus ginjal, peritiwa ini sebagian besar terjadi di tubulus proksimal. Adanya mikrovili di tubulus proksimal akan meningkatkan luas permukaan yang bersentuhan dengan filtrat glomerulus sehingga meningkatkan proses reabsorbsi. Berbagai bagian dari tubulus ginjal berfungsi untuk mereabsorbsi zat yang spesifik. Sebagai contoh, reabsorbsi glukosa terjadi terutama melalui dinding tubulus proksimal dengan cara transpor aktif. Air juga direabsorbsi dengan cepat melalui epitelium tubulus proksimal dengan osmosis. (Sloane 2004). Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari filtered solute. Kecepatan dan kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus renal tiak sama. Pada umumnya pada tubulus proksimal bertanggung jawab untuk mereabsorbsi ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain. Paling tidak 60% kandungan yang tersaring di reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan tubulus proksimal. Tubulus proksimal tersusun dan mempunyai hubungan dengan kapiler peritubular yang memfasilitasi pergherakan dari komponen cairan tubulus melalui 2 jalur : jalur transeluler dan jalur paraseluler. Jalur transeluler, kandungan ( substance ) dibawa oleh sel dari cairn tubulus melewati epical membrane plasma dan dilepaskan ke cairan interstisial dibagian darah dari sel, melewati basolateral membrane plasma (Sherwood, 2001). Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur paraseluler bergerakdari vcairan tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur permeable yang mendempet sel tubulus proksimal satu daln lainnya. Paraselluler transport terjadi dari difusi pasif. Di tubulus proksimal terjadi transport Na melalui Na, K pump. Di kondisi optimal, Na, K, ATPase pump manekan tiga ion Na kedalam cairan interstisial dan mengeluarkan 2 ion K ke sel, sehingga konsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi K di sel bertambah. Selanjutnya disebelah luar difusi K melalui canal K membuat sel polar. Jadi interior sel bersifat negative . pergerakan Na melewati sel apical difasilitasi spesifik transporters yang berada di membrane. Pergerakan Na melewati transporter ini berpasangan

dengan larutan lainnya dalam satu pimpinan sebagai Na ( contransport ) atau berlawanan pimpinan ( countertransport ) (Sherwood, 2001). Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini ( secondary active transport ) termasuk gluukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan organic anion. Pengambilan active substansi ini menambah konsentrasi intraseluler dan membuat substansi melewati membrane plasma basolateral dan kedarah melalui pasif atau difusi terfasilitasi. Reabsorbsi dari bikarbonat oleh tubulus proksimal juga di pengaruhi gradient Na (Sherwood, 2001) 3. Sekresi tubular Sekresi tubular adalah proses dimana bahan-bahan diangkut dari plasma kapiler peritubulus menuju ke cairan tubulus ginjal. Sebagai hasilnya, jumlah zat tertentu diekskresikan melalui urin dapat lebih banyak daripada jumlah zat yang diperoleh melalui filtrasi plasma di glomerulus (Sloane 2004). Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali (Sherwood.2001). Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03, dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osn osis. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal (Sherwood.2001). Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat. Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat makanan yang berasal dari karbohidrat,

lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya sebagai pelarut (Sherwood.2001). Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urin.Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen (sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah (Sherwood.2001). Urin mengandung air dan garam-garam dalam jumlah sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan antara cairan ekstrasel dan cairan intrasel, asam dan basa yang merupakan sisa-sisa metabolisme yang tidak berguna lagi bagi tubuh, dan zat-zat yang dikeluarkan dari darah karena kadarnya berlebihan. Jika kita melakukan urinalisa dengan memakai urin kumpulan sepanjang 24 jam pada seseorang, ternyata susunan urin itu tidak banyak berbeda dari susunan urin 24 jam berikutnya. Akan tetapi, jika kita mengadakan pemeriksaan dengan sampel-sampel urin pada saat yang tidak menentu di waktu siang atau malam, akan terlihat bahwa sampel urin dapat berbeda jauh dari sampel lain. Oleh karena itu, penting untuk memilih sampel urin sesuai dengan tujuan pemeriksaan (Sloane 2004).

C. ALAT DAN BAHAN MENETAPKAN BERAT JENIS URIN Alat : Urinometer dan Gelas Urinometer Bahan : Urin MENETAPKAN pH URIN Alat : Kertas Lakmus, wadah urin, Indikator Universal Bahan : Urin

D. CARA KERJA MENETAPKAN BERAT JENIS URIN 1. Menuang urin ke dalam gelas urinometer. Busa yang mungkin terjadi dubuang dengan memakai sepotong kertas saring stsu dengan setetes eter. 2. Masukkan urinometer kea lam gelas. Agar urinometer bebas terapung pada waktu dibaca maka harus ada cukup banyak urin dalam gelas tersebut. Mengencerkan urin dengan akuades sejumlah banyaknya urin bila jumlah urin terlalu sedikit. Untuk mendapat berat jenis sebenarnya, kedua angka terakhir dsri pembacaan harus dikali dua pula. 3. Memutar urinometer dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk dan urinometer harus terapung lepas dari dinding gelas. Kemudian membaca berat jenis pada tangkai urinometer. 4. Membaca berat jenis tsnps psrslsx setinggi meniscus bawah (putaran akan mengakibatkan urinometer terapung di tengah-tengah gelas dan menempel lagi pada dinding). 5. Mencatat hasil pengukuran MENETAPKAN DERAJAT KEASAMAN URIN a. Penetapan pH dengan Kertas Lakmus 1. Membasahi sepotong kertas lakmus biru dan merah dengan urin yang diperiksa. Kemudian menunggu hingga beberapa menit 2. Memerhatikan perubahan yang terjadi 3. Mencatat hasil pengukuran b. Penetapan pH dengan Indikator Universal 1. Membasahi indicator universal urin yabg diperiksa. Menunggu hingga beberapa menit 2. Memerhatikan perubahan yang terjadi 3. Membandingkan dengan daftar warna derajat keasaman yang tersedia pada indicator universal dan menentukan nilai yang sesuai dengan warna tersebut. 4. Mencatat hasil pengukuran

E. HASIL PENGAMATAN BERAT JENIS URIN JENIS KELAMIN Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-Laki BERAT JENIS URIN 1010 1008 1020 1020 1014

NO 1 2 3 4 5

NAMA OP Fenny (12 jam siang) Rani (6 jam siang) Dzikrina (12 jam malam) Halimah (6 jam) Kadirin (6 jam)

pH URIN JENIS KELAMIN Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-Laki REAKSI LAKMUS MERAH MERAH MERAH MERAH MERAH MERAH BIRU MERAH BIRU MERAH BIRU MERAH 5.5 7 6 7 6

NO 1 2 3 4 5

NAMA OP Fenny (12 jam siang) Rani (6 jam siang) Dzikrina (12 jam malam) Halimah (6 jam) Kadirin (6 jam)

pH

F. PEMBAHASAN BERAT JENIS URIN Pada pengujian berat jenis urin dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut urinometer. Cara urinometer merupakan cara pengukuran berat jenis dengan kapasitas pengapungan hydrometer atau urinometer dalam suatu silinder yang terisi kemih (Price dan loraine,1995).

Tujuan dari pengukuran berat jenis adalah untuk mengetahui keadaan faal urin, dimana urin yang encer memiliki berat jenis yang rendah dan sebaliknya urin yang pekat memiliki berat jenis yang tinggi. Berat jenis yang rendah ini bisa disebabkan oleh banyak minum, udara dingin, dan diabetes insipidus. Berat jenis yang tinggi disebabkan oleh dehidrasi, proteinuria, dan diabetes mellitus. Berat jenis urin yaitu mengukur jumlah larutan yang larut dalam urin. Normal berat jenis berbanding terbalik dengan jumlah urin. Berat jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang mengukur konsentrasi zat terlarut) mengukur kepadatan air seni serta dipakai untuk menilai kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan urin.

Berdasarkan hasil pemeriksaan berat jenis urin dengan menggunakan urinometer, berat jenis urin Fenny, Rani, Dzikrina, Halimah (Diabetes), dan Kadirin (Diabetes) secara berturut-turut adalah 1010, 1008, 1020, 1020, dan 1014. Gandasoebrata (2006) menyatakan bahwa berat jenis orang normal berkisar antara 1015 1025. Berdasarkan nilai tersebut, OP yang berada dalam keadaan normal yaitu Fenny dan Rani memiliki berat jenis urin lebih rendah dari 1015 yaitu masing-masing 1010 dan 1008. R.Wirawan (2010) menyatakan bahwa berat jenis urin kurang dari 1,009 dapat disebabkan oleh intake cairan yang berlebihan, hipotermi, alkalosis dan kegagalan ginjal yang menahun. Berat jenis urine mencerminkan sifat dan jumlah zat padat yang terlarut dalam urine. Urin yang encer memiliki berat jenis yang rendah dan sebaliknya urin yang pekat memiliki berat jenis yang tinggi (R. Wirawan ,2010). Urutan tingkat kepekatan urin OP berdasarkan

berat jenisnya dimulai dari yang paling pekat sampai yang paling encer adalah 1008 (Rani), 1010 (Fenny), 1014 (Kadirin), dan 1020 (Dzikrina dan Halimah). Berat jenis yang rendah ini bisa disebabkan oleh banyak minum, udara dingin, dan diabetes insipidus. Berat jenis yang tinggi disebabkan oleh dehidrasi, diabetes mellitus, dan proteinuria. Berat jenis urine rendah dapat dijumpai pada Diabetes Insipidus dengan berat jenis berkisar antara 1001- 1003 dan juga pada penderita Glumerulus nefritik, pielonefritik, kelainan ginjal lain (R. Wirawan , 2010). Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua OP yang terkena diabetes (Halimah dan Kadirin) menderita diabetes mellitus dan berat jenis urinnya masih tergolong tinggi. Terdapat perbedaan berat jenis antara Rani (Normal 6 jam) dan Halimah dan Kadirin (Diebetes 6 jam). Rani memiliki berat jenis urin 1008, Halimah memiliki berat jenis urin 1020, dan Kadirin memiliki berat jenis urin 1014. Urin yang encer memiliki berat jenis yang rendah dan sebaliknya urin yang pekat memiliki berat jenis yang tinggi (R. Wirawan ,2010). Dalam keadaan normal, Rani memiliki urin yang encer. R.Wirawan (2010) menyatakan bahwa berat jenis urin kurang dari 1,009 dapat disebabkan oleh intake cairan yang berlebihan juga dapat disebabkan karena udara dingin. Sedangkan Halimah dan Kadirin memiliki urin yang pekat. . Berat jenis urine mencerminkan sifat dan jumlah zat padat yang terlarut dalam urine. Pada penderita diabetes mellitus, kadar glukosa dalam tubuhnya diatas rata-rata (tinggi) sehingga urin mengandung glukosa dimana glukosa merupakan zat yang terlarut dalam urin. Hal tersebut mengakibatkan urin menjadi pekat. Pada keadaan Normal, baik pada urin 6 jam siang (Rani) maupun 12 jam siang (Fenny) tidak terdapat perbedaan yang terlalu jauh. Berat jenis urin Rani adalah 1008 dan berat jenis urin Fenny adalah 1010, keduanya menunjukkan urin yang encer karena berat jenisnya tergolong rendah. Namun, jika pada urin 6 jam siang (Rani) dibandingkan dengan urin 12 jam malam (Dzikrina) terdapat perbedaan yang cukup tinggi. Berat jenis urin Rani adalah 1008 dan berat jenis urin Dzikrina adalah 1020. Hal tersebut menunjukkan bahwa urin Dzikrina jauh lebih pekat daripada urin Rani. Pada saat malam hari selama 12 jam mungkin Dzikrina tidak terjadi adanya intake air ke dalam tubuh (misalnya minum). Sehingga tubuh mengalami dehidrasi yang menyebabkan urin menjadi pekat. Sedangkan Rani yang hanya menahan urin selama 6 jam pada siang hari telah terjadi intake air yang berlebih sehingga urinnya jauh lebih encer dari pada urin Dzikrina. Pada keadaan Normal, pada urin 12 jam siang (Fenny) dan 12 jam malam (Dzikrina) terdapat perbedaan berat jenis urin yang cukup jauh. Berat jenis urin Fenny adalah 1010 dan berat jenis urin Dzikrina adalah 1020. Hal tersebut menunjukkan bahwa urin Dzikrina jauh lebih pekat daripada urin Fenny. Pada saat malam hari selama 12 jam mungkin Dzikrina

tidak terjadi adanya intake air ke dalam tubuh (misalnya minum). Sehingga tubuh mengalami dehidrasi dan jumlah zat terlarut dalam urin lebih tinggi karena kekurangan air yang menyebabkan urin menjadi pekat. Sedangkan Fenny yang sama-sama menahan urin selama 12 jam namun pada waktu siang hari mungkin telah terjadi intake air yang berlebih sehingga zat terlarut jumlahnya lebih sedikit daripada perlarutnya (air) yang menyebabkan urinnya lebih encer dari pada urin Dzikrina. Berat jenis urin sangat erat hubungannya dengan diuresis, makin besar diuresis makin rendah berat jenisnya, dan sebaliknya (R. Wirawan ,2010). Istilah diuresis mempunyai dua pengertian. Pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut air (Sunaryo, 1995 dalam Permana, 2008). Pada berat jenis urin yang tinggi, diuresis (pengeluaran urin) rendah karena urin yang diproduksi pekat dimana pelarut (air) jumlahnya lebih sedikit daripada zatzat terlarut dalam urin. Sebaliknya pada berat jenis urin yang rendah, diuresis (pengeluaran urin berlebih) besar karena urin yang diproduksi encer dimana pelarut (air) jumlahnya lebih bayak daripada zat-zat terlarut dalam urin. Kapasitas ginjal dalam memekatkan urine bergantung pada konsentrasi partikel yang terdapat dalam larutan dan tidak bergantung pada beratnya (R. Wirawan ,2010). Bila urine pekat terjadi retensi air dibandingkan zat terlarut dan bila urine encer terjadi ekresi air yang lebih dibandingkan zat terlarut, kedua hal ini memiliki arti penting dalam konservasi dan pengaturan osmolalitas cairan tubuh. Defek fungsi dini yang tampak pada kerusakan tubulus adalah kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine. BJ urine yang rendah persisten menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi tubulus. Nokturia dengan ekskresi urine malam > 500 ml dan BJ kurang dari 1.018, kadar glukosa sangat tinggi, seperti yang terjadi pada Kadirin dimana volume urin sebesar 580 ml dan berat jenis urinnya 1014. Nokturia adalah sering berkemih pada malam hari (Gandasoebrata, 2006). Nokturia bisa tejadi pada stadium awal penyakit ginjal, tetapi bisa juga karena sebelum tidur seseorang terlalu banyak minum, terutama alkohol, kopi atau teh. Nokturia terjadi karena ginjal tidak dapat memekatkan air kemih dengan baik. Nokturia juga terjadi pada penderita gagal jantung, gagal hati atau diabetes, meskipun tidak terdapat kelainan pada saluran kemihnya. Nokturia dengan jumlah air kemih yang sangat sedikit bisa terjadi jika air kemih mengalir balik ke kandung kemih karena adanya penyumbatan; salah satu penyebabnya yang paling sering ditemukan pada pria lanjut usia adalah pembesaran kelenjar prostat (Gandasoebrata, 2006). pH URIN

Pada pengujian derajat keasaman urin dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus dan indicator universal. Tujuan dari pengukuran derajat keasaman adalah untuk mengetahui derajat keasaman normal dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi derajat keasaman urin. Penentuan pH urin berguna pada gangguan cairan badan elektrolit serta pada infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh kuman yang menguraikan ureum. Pada pengujian derajat keasaman dengan menggunakan kertas lakmus, 3 OP (Fenny, Dzikrina dan Kadirin) menunjukkan urin yang asam. Kertas lakmus biru yang dibasahi dengan urin berubah menjadi merah dan kertas lakmus merah yang dibasahi dengan urin tetap berwarna merah. Perubahan warna merah pada kertas lakmus biru menunjukkan bahwa sampel bersifat asam. Dua OP lainnya yaitu Rani dan Halimah .

Bersasarkan pengamatan pH urin, didapatkan hasil bahwa seluruh OP memiliki pH normal meskipun OP mengalami Diabetes Mellitus. Urin Rani dan Halimah menunjukkan derajat keasaman yang netral kaena memiliki pH 7. Fenny, Dzikrina, dan Kadirin memiliki urin yang asam dengan pH dibawah 7 masing-masing secara berturut 5.5, 6, dan 6. Filtrat glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh tubulus ginjal dan saluran pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 difinal urin. pH urin normal berkisar antar 4,5-8,0 (Gandasoebrata, 2006). Pada keadaan Normal, pada urin 12 jam siang (Fenny) dan 12 jam malam (Dzikrina) terdapat perbedaan derajat keasaman. Urin Fenny sedikit lebih asam (5.5) daripada urin Dzikrina (6). pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh konsumsi makanan, bersifat basa

apabila diet vegetarian yang dikonsumsi, dan bersifat asam apabila diet yang mengandung sejumlah besar protein (Gandasoebrata, 2006). Jika dilihat dari segi makanan, mungkin saja Fenny lebih banyak mengonsumsi protein daripada Dzikrina sehingga pH urin Fenny lebih asam dari pH urin Dzikrina. Selain itu, urin juga sangat asam setelah bangun karena bernafas lebih lambat ketika tidur (Gandasoebrata, 2006) dimana Dzikrina menggunakan urin 12 jam malam dan pengambilan sampel urin dilakukan setelah bangun tidur. Pada keadaan Normal, pada urin 12 jam siang (Fenny) dan 12 jam malam (Dzikrina) serta 6 jam siang (Rani) terdapat perbedaan derajat keasaman. Derajat keasaman urin 6 jam lebih tinggi daripada derajat keasaman urin 12 jam. pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh konsumsi makanan, bersifat basa apabila diet vegetarian yang dikonsumsi, dan bersifat asam apabila diet yang mengandung sejumlah besar protein (Gandasoebrata, 2006). Hal tersebut dapat juga disebabkan oleh makanan dimana terjadi penimbunan zat makanan yang lebih lama pada urin 12 jam. Pada infeksi oleh Escherichia coli biasanya urin bereaksi asam (R. Wirawan, 2010). Zat sisa yang lebih lama tersimpan (12 jam) lebih lama terinfeksi (proses pembusukan lebih lama) oleh bakteri E. Coli dalam usus menyebabkan zat makanan lebih masam sehingga urinnya juga lebih asam dari pada urin 6 jam. Obat-obatan tertentu dan penyakit gangguan keseimbangan asam-basa juga dapat mempengaruhi pH urin. Hal tersebut dapat dilihat pada OP yang mengalami Diabetes Mellitus yaitu Halimah dan Kadirin. Halimah memiliki pH yang lebih tinggi (7) daripada Kadirin yang memiliki pH 6. Obat-obatan dapat membuat pH urin meningkat. Hal tersebut menunjukkan mungkin saja Halimah mengonsumsi obat-obatan untuk penyakit Diabetes Mellitusnya atau obat-obatan lain yang membuat pH urinnya menjadi lebih tinggi.

R. Wirawan, dr. S. Immanuel, dr. R. Dharma. 2010. Penilaian Hasil Pemeriksaan Urin. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran No.30. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Diunduh dari http://www.kalbe.co.id/. Tanggal 29 November 2011 pukul 19.00 WIB R. Gandasoebrata. 2006. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian rakyat. Ganong W. 2003. Fisiologi Kedokteran edisi 14. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

K. Murray dan Robert, dkk. 2003. Biokimia Harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Suhartono MT, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Ophart C.E. 2003. Virtual Chembook. Jakarta: Elmhurst College. Poedjiadi A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit UI-Press. Winarno. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Guyton A. 1996. Fisiologi Kedokteran . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Pearce, Evelyn. 1993. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : Penerbit Kedokteran EGC. Sloane E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit Buku. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Kee Lefever,Jocce. 1997. Pemeriksaan Laboratorium Diagnostik. Edisi2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Price, Syilvia,A, dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Baron, D.N. 1990. Kapita Selekta Patologi Klinik. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Anonin. 2009. Main Organs Glands Location. Diunduh dari http://www.healthfiend.com.
Tanggal 28 November 2011 pukul 19.10 WIB. Permana, Angga. 2008. Efek Diuretik Ekstrak Etanol 70% Daun Wortel (Daucus carota L.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Skripsi Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Diunduh dari http://etd.eprints.ums.ac.id. Tanggal 30 November

2011 Pukul 19.30 WIB.

You might also like