You are on page 1of 21

APLIKASI MODEL-MODEL A.

PENDAHULUAN

Sebagian besar guru selalu berusaha melaksanakan tugasnya secara baik, dan kenyataan yang dijumpai di sekolah adalah guru melaksanakan tugasnya dalam pembelajaran sejalan dengan kesepakatan jadwal yang telah ditetapkan. Hal ini seringkali diartikan sebagai bukti pelaksanaan tugas yang baik dan dalam bahasa lain diartikan guru dapat menjadikan dirinya efisien. Melaksanakan tugas seperti di atas itu memang penting, tetapi tindakan yang dilakukan guru di atas tidak selamanya berdampak pada pembelajaran yang efektif di kalangan siswa. Tindakan yang dilakukan guru dikatakan tidak efektif manakala apa yang dilakukan guru tidak mengarah pada sesuatu hal yang benar. Kegiatan pembelajaran dikatakan efektif manakala dapat mencapai tujuan yang dicanangkan seperti dalam perencanaan secara baik. Dalam tugas ini guru seharusnya mampu menyusun tugas sedemikian rupa secara kreatif sehingga tujuan atau sasaran pembelajaran dicapai dalam waktu yang lebih cepat Pembelajaran efektif tentu berbeda dengan pembelajaran efisien, meskipun keduaduanya merujuk pada upaya peningkatan kualitas pendidikan. Pembelajaran efisien pada umumnya mengacu pada pelaksanaan prosedur baku yang dapat meningkatkan kualitas. Prosedur baku yang dimaksudkan di sini adalah langkah-langkah kerja sistemik dengan tahapan yang urut dan teratur secara sistematis. Penerapan prosedur ini secara rasional dan empiris dapat meningkatkan kualitas siswa, namun proporsi siswa yang mencapai skor optimal tidak banyak berubah, demikian pula posisi skor siswa.. Dalam distribusi skornya tampak kecenderungan, bila semula skor berdistribusi

normal, di akhir pembelajaran juga masih berdistribusi normal meskipun terjadi peningkatan rerata skor siswa.

B. MODEL PEMBELAJARAN

Model pembelajaran didefinisikan sebagai suatu pola pembelajaran yang dapat menerangkan proses, menyebutkan dan menghasilkan lingkungan belajar tertentu sehingga siswa dapat berinteraksi yang selanjutnya berakibat terjadinya perubahan tigkah laku siswa secara khusus. Melalui pemahaman berbagai model pembelajaran yang banyak dikembangkan di kelas, seorang guru dapat mengembangkan strategi pembelajaran lewat pemikiran di belakang meja sebelum yang bersangkutan menghadapi siswa. Model pembelajaran dapat membantu guru dalam penguasaan kemampuan dan keterampilan yang berkaitan dengan upaya mengubah tingkah laku siswa sejalan dengan rencana yang telah ditetapkan. Hal ini berarti model pembelajaran diharapkan dapat berperan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran, baik di kelas maupun di luar kelas. Umumnya model pembelajaran yang dikembangkan memiliki berbagai jenis sumber dan pengembangnya, yang secara umum akan membedakan pendekatan yang digunakannya yang sasaran akhirnya adalah perubahan tingkah laku siswa. Oleh karena itu kegunaan model pembelajaran bagi guru antara lain membimbing, membantu dalam pengembangan kurikulum, penetapan material pembelajaran, dan peningkatan efektivitas pembelajaran. Membimbing yang dimaksudkan disini adalah menolong guru dalam menentukan apa yang seharusnya dilakukan guru dalam rangka pencapaian tujuan. Membantu dalam pengembangan kurikulum berkaitan dengan pemahaman tentang usia siswa, sehingga perhatian guru di samping pada materi yang akan dikembangkan dalam pembelajaran juga kondisi psikologis yang sejalan dengan usia siswa. Selanjutnya penetapan material

pembelajaran berkaitan dengan macam dan jenis material yang dipilih dan digunakan guru dalam rangka mengubah tingkah laku siswa. Melalui pemilihan material pembelajartan ini kepribadian siswa diharapkan dapat terbentuk lewat kebiasaan cara belajar yang dilakukan. Akhirnya dari semua hal di atas, efektivitas pembelajaran dapat dicapai lewat pembelajaran yang dilakukan guru. Efektivitas merujuk pada aktivitas guru yang tidak semata-mata bertindak secara prosedural, tetapi juga mampu dan menggerakkan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Model pembelajaran seharusnya dapat di ukur lewat perencanaan dan penampilan siswa melalui pembelajaran yang dikembangkan. Sejalan dengan itu dikenal 4 model pembelajaran yakni : (a). interaksi sosial (b). modifikasi tingkah laku (c). sumber pribadi dan (d). pemrosesan informasi. Masing-masing model pembelajaran ini memiliki asumsi-asumsinya masing-masing. Interaksi sosial, model pembelajaran ini lebih menekankan pentingnya hubungan sosial antara siswa dalam masyarakat. Dalam hal ini model ini diharapkan dapat mengembangkan dan meningkatkan proses demokratisasi dalam masyarakat. Asumsi yang dipergunakan oleh model ini adalah bahwa hubungan sosial adalah sarana pembelajaran yang tepat. Modifikasi tingkah laku, fokus pembelajarannya seringkali merupakan bagian dari operant conditioning models yang dikembangkan oleh BF Skinner. Pada model ini yang diutamakan dalam pembelajaran adalah kegiatan yang ditujukan pada perubahan tingkah laku pengutamaan penguatan.

Sumber pribadi, merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada individuindividu sebagai sumber ide dalam pendidikan. Penekanan pada model ini diberikan pada bagian mana proses berlangsung dalam individu yang ditandai dengan kemampuan individu untuk menyusun dan mengorganisasikan realitas. Asumsi yang dipergunakan dari model ini antara lain kehidupan pribadi siswa, emosional dan organisasi internal mampu mempengaruhi lingkungannya. Pemrosesan informasi, model pembelajaran yang pengembangannya ditandai dengan kemampuan siswa dalam menangani stimuli, data yang terorganisir dan permasalahan serta penyelesaiannya. Model pembelajaran tipe ini berasumsi bahwa proses berfikir merupakan proses transaksi aktif di pihak siswa, sehingga kemampuan intelektual siswa berkembang secara bertahap. Tahapantahapan berpikir siswa dapat dipelajari, sehingga model ini pada umumnya berkembang pesat terutama dalam MIPA, sebab struktur materi MIPA selalu membahas mengenai kesanggupan intelektual siswa. Dalam pembelajaran MIPA model yang banyak dikembangkan adalah information processing (pemrosesan informasi) yang didasarkan pada asumsi bahwa : (a). Proses berfikir pada individu manusia dapat dipelajari. (b). Proses berfikir dapat dianggap sebagai proses transaksi aktif antara individu yang belajar dengan data, sehingga operasi berfikir tidak lain adalah operasi mental yang tidak dapat diajarkan secara langsung, tetapi harus melalui materi pelajaran. Tugas guru hanyalah membantu proses internalisasi dan konseptualisasi. (c). Proses berfikir berkembang secara bertahap dan tahapannya tak dapat dibalik, untuk menghasilkan pembelajaran bermakna perlu dipilih saat yang tepat yakni siswa dalam keadaan rasa ingin tahunya.

(d). Pengetahuan seharusnya memiliki struktur tertentu dan semua pengetahuan dapat dipetakan ke dalam struktur yang besar yang membentuk dunia mental.

Model pembelajaran information processing ini sangat cocok diterapkan di sekolah Marsudirini khususnya di bidang MIPA, karena selain mentransfer pengetahuan model ini juga membentuk dunia mental anak didik. Hal ini sejalan dengan prinsip kemarsudirinian yang mengajarkan kita untuk belajar tidak hanya ilmu pengetahuan saja akan tetapi harus diimbangi dengan pembentukan mental dan spiritual sesuai dengan keutaman-keutamaan Bapa Fransiskus yaitu: kemiskinan, pertobatan, kerendahan hati dan persaudaraan. Berikut ini beberapa contoh model pembelajaran, pengembang dan jenis sumbernya. Nama Model yang Dikembangkan Jurisprudential Teaching Model Group Investigation Social inquiry Inductive models of Teaching Science Inquiry Model Concept Attainment Model Development Models of Teaching Advance Organizer Model Non Directive Teaching Model Classroom Meeting Model Pengembang Donald Oliver James P. Shaver Herbert Thelen John Dewey Byron Massials Benyamin Cox Hilda Taba Joseph J. and J.Schab Jerome Brunner Jean Piaget, Irving Siegel and Edmund Sullivan David Ausubel Carl Rogers William Glasser Jenis sumber Social Interaction Social Interaction Social Interaction Information Processing Information Processing Information Processing Information Processing Information Processing Person Person

Operant Conditioning Models

BF Skinner

Behavior Modification

Di antara metode-metode pembelajaran yang dirumuskan ini banyak aspek yang harus mendapatkan perhatian dalam terapannya di kelas. Penggantian penampilan guru di kelas dengan suatu alat/media pembelajaran tentu memiliki dampak yang berbeda bagi siswa. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa dalam pembelajaran di kelas akan melibatkan banyak domain yang dapat dicapai lewat interaksi antara guru dengan siswa. Gagne (1965) mengungkapkan 8 tipe belajar yakni belajar signal, belajar stimulus respon, berantai, asosiasi verbal, belajar diskriminasi, belajar konsep, belajar aturan dan problem solving. Ke delapan tipe ini tersusun secara hierarkhis yang diawali dengan belajar signal dan membentuk hubungan stimulus respon yang dianggap sebagai prasyarat belajar. Selanjutnya rantai dan asosiasi verbal merupakan kelanjutan dari belajar stimulusrespon yang pada gilirannya merupakan prasyarat belajar yang lebih lengkap, sehingga memunculkan kemampuan deskriminasi yang dalam hal ini mendahului belajar konsep. Melalui proses yang lebih lanjut belajar konsep ini merupakan prasyarat bagi belajar yang lebih kompleks sehingga menghasilkan belajar aturan, dan tingkatan belajar aturan inilah yang nantinya mampu mengantarkan siswa untuk melakukan problem solving. Belajar seperti diatas sifatnya hierakhikal, setiap langkah mesti diambil sebelum langkah berikutnya yang dilakukan dengan berhasil. Dalam kaitannya dengan pemilihan metode pembelajaran, aktivitas pemilihan metode selalu menuntut guru untuk selalu bertanya dimana posisi siswa, yakni apakah siswa telah berada pada hierarkhi yang tingi dari keterampilan belajar, dan prasyarat apa yang perlu dalam belajar yang lebih tinggi. Dalam kaitan ini pengetahuan tentang kesiapan siswa menjadi sangat penting, seperti halnya saran Ausubel yang menyatakan

bahwa mulailah pembelajaran dengan apa yang telah diketahui siswa, yakinlah akan hal itu. Oleh karena itu, kadar keaktifan siswa ditentukan oleh dua hal pokok yakni : (1). informasi tentang keberartian belajar bagi siswa (2). kadar penemuan yang didapat dari siswa saat belajar. Ke dua hal ini memberikan indikasi bahwa ada dua ujung yang ekstrim untuk menilai kebermaknaan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru yakni metode ceramah (guru aktif, siswa pasif) di satu pihak dan metode penemuan (siswa aktif, guru sebagai fasilitator pembelajaran) di lain pihak. Kedua ujung ini tidaklah selalu bertentangan, atau yang satu lebih baik dari yang lain. Oleh karena itu seorang guru haruslah dapat menempatkan dirinya secara baik, metode ceramah barangkali akan bermakna dan efektif dalam tujuan tertentu, misalnya : penyampaian informasi, memberikan pengertian pada siswa. Metode penemuan bermakna dan efektif bagi upaya pembelajaran yang ditekankan pada proses. Setiap penetapan metode pembelajaran sampai dengan implementasinya di kelas, akan berhasil jika seorang guru mampu menciptakan situasi yang mendukung proses pembelajaran sehingga siswa benar-benar belajar tentang sesuatu materi. Oleh karena itu setiap guru perlu menyadari bahwa prinsip-prinsip belajar tidak terwujud hanya dengan memilih metode pembelajaran semata. Dalam hal ini motivasi belajar siswa amat bergantung pada banyak variabel, misalnya tantangan, kemanfaatan hal yang dipelajari bagi siswa, kemudahan akses belajar di kelas dan sebagainya. Beberapa aspek pilihan yang ada hubungannya antara prinsip belajar dengan metode pembelajaran antara lain motivasi, pelibatan secara aktif, pendekatan pribadi, pentahapan, umpan balik dan transfer belajar. Motivasi merupakan bagian penting yang perlu mendapatkan perhatian guru, sebab motivasi belajar siswa meningkat apabila materi ditampilkan secara menarik,

dapat diterapkan dalam praktik hidup sehari-hari dan membawa manfaat bagi siswa. Dalam hal pemilihan metode pembelajaran, sampai pada tingkat tertentu masih dapat dicapai lewat pemilihan metode tertentu oleh guru. Namun demikian metode partisipatif yang banyak langsung menerapkan pengetahuan siswa untuk materi pelajaran dalam kehidupan sehari-hari siswa akan mampu memberikan peningkatan gairah siswa untuk mempelajarinya. Pelibatan secara aktif merupakan landasan utama dalam metode partisipatif. Lazimnya apabila siswa merasa dirinya banyak dilibatkan, motivasi (baik motivasi intrinsik maupun ekstrinsik) akan meningkat sehingga memungkinkan semakin banyak materi pelajaran yang dikuasainya. Sebagai catatan penting bagi guru : metode yang dianggap paling partisipatif juga belum menjamin pelibatan siswa secara total, dan keterlibatan siswa ini juga sangat bergantung pada persiapan guru, gaya kepemimpinan guru, gaya belajar siswa, dan faktor lainnya. Siswa tentu akan bersifat pasif manakala menganggap bahwa materi ajar bermutu rendah atau tingkat komptensi guru rendah khususnya kepedulian dan kecakapan guru kurang. Pendekatan dari segi pribadi siswa, merupakan bagian yang tak terpisahkan saat guru membangun komunikasi dengan siswa. Guru perlu memperhatikan keadaan pribadi siswa, khususnya berkait dengan bakat siswa. Setiap siswa memiliki bakat yang barangkali berbeda satu sama lain, dan kecepatan belajar yang berbeda pula. Siswa kadang-kadang juga memiliki gaya belajar yang berbeda satu sama lain, oleh karena itu perlu diupayakan agar semua siswa memiliki kepedulian terhadap materi yang diajarkan guru. Beberapa indikator untuk melihat komitmen siswa antara lain guru perlu memperhatikan berbagai hal antara lain : (a). pekerjaan yang wajib dilakukan oleh siswa sendiri (bacaan, latihan dsb)

(b). alat peraga/media yang dapat membantu mengembangkan komunikasi dengan siswa (c). pembagian tugas kepada siswa secara merata dan kembangkan tugas tambahan siswa secara sukarela dalam rangka mendeteksi siswa yang pandai dan aktif. Pentahapan yang dimaksudkan di sini berkaitan dengan luas dan kompleksnya sajian materi pelajaran. Dalam hal ini materi perlu dipecah-pecah sesuai dengan tingkat kesulitannya, apakah materi yang dipelajari disusun secara bertahap. Langkah yang perlu dilakukan guru adalah membuat pentahapan pembelajaran dengan menggunakan model spiral, yakni penyusunan dan penyajian materi dilakukan dengan prinsip maju berkelanjutan. Pengulangan perlu dilakukan bertahap dengan tingkat pendalaman yang berbeda. Untuk maksud itulah seorang guru seharusnya dalam situasi tertentu tidak meninggalkan pemberian ceramah atau memberikan tugas membaca kepada siswa.. Umpan balik dan transfer merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dalam pembelajaran. Umpan balik dalam hal ini berkaitan dengan kemampuan dan perilaku siswa yang dapat dilihat oleh guru maupun siswa lainnya. Misalnya umpan balik mengenai apa yang telah diketahui/dimiliki siswa dari materi yang dipelajari lewat tes atau wawancara kepada siswa. Menggunakan pertanyaan guru selanjutnya dapat mengetahui kemampuan siswa dalam menerapkannya secara efektif. Umpan balik ini dapat merupakan salah satu indikator adanya transfer dalam pembelajaran. Transfer ini dapat berupa retensi siswa, yakni kemampuan siswa dalam mengingat informasi yang telah dipelajarinya dan reinforcement yakni penguatan di pihak siswa mengenai materi yang telah dipelajari/diingat dan siswa mampu menyelesaikan persoalan yang sejenis yang berkaitan dengan kemampuan yang dipelajarinya.

Berikut ini beberapa model yang berbasis information processing: 1. Problem Based Instructions (Pembelajaran Berdasar Masalah) Model pembelajaran ini bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir di kalangan siswa lewat latihan penyelesaian masalah, oleh sebab itu siswa dilibatkan dalam proses maupun perolehan produk penyelesaiannya. Dengan demikian model ini juga akan mengembangkan keterampilan berpikir lewat fakta empiris maupun kemampuan berpikir rasional, sehingga latihan yang berulang-ulang ini dapat membina keterampilan intelektual dan sekaligus dapat mendewasakan siswa. Siswa berperan sebagai self-regulated learner, artinya lewat pembelajaran model ini siswa harus dilibatkan dalam pengalaman nyata atau simulasi sehingga dapat bertindak sebagai seorang ilmuwan atau orang dewasa. Model ini tentu tidak dirancang agar guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, tetapi guru perlu berperan sebagai fasilitator pembelajaran dengan upaya memberikan dorongan agar siswa bersedia melakukan sesuatu dan mengungkapkannya secara verbal. Adapun dalam model pembelajaran kooperatif ini, peran guru yang dapat ditampilkan antara lain : Fase pembelajaran Rumuskan tujuan dan orientasi masalah Peran guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan segala hal yang berkaitan dengan masalah dan penyelesaiannya, memotivasi siswa untuk terlibat Oranisasi siswa untuk belajar Bimbingan penyelidikan individual dan kelompok Sajian hasil karya dan pengembangannya dalam aktivitas penyelesaian masalah. membantu dan membimbing mendefinisikan tugastugas serta mengorganisasikan tugas-tugas siswa untuk penyelesaian masalah mendorong dalam merancang dan melaksanakan eksperimen, mengukur, mengamati, mengumpulkan informasi yang sesuai. membantu rencana dan penyiapan karya yang sesuai, melakukan pengecekan ulang dengan

eksperimen untuk mendapatkan penyelesaian masalah yang dimaksud analisis dan evaluasi proses membantu siswa dalam refleksi dan evaluasi penyelesaian masalah penyelidikan dan proses-proses penyelesaian masalah yang telah dilakukan

2. Direct Instructions (Pembelajaran langsung ) Pembelajaran ini seringkali dianggap sebih sesuai dengan sifat ilmu yang dipelajari, seperti halnya kelompok mata pelajaran Basic Science. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pengetahuan MIPA tersusun secara terstruktur yang memuat materi prasyarat dalam setiap langkah penyajiannya. Pembelajaran langsung pada umumnya dirancang srcara khusus untuk mengembangkan aktivitas belajar di pihak siswa berkaitan dengan aspek pengetahuan procedural serta pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik yang dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Fokus utama dari pembelajarn ini adalah adanya pelatihan-pelatihan yang dapat diterapkan dari keadaan nyata yang sederhana sampai yang lebih kompleks.

Fase pembelajaran Rumuskan tujuan dan orientasikan kepada kegiatan siswa

Peran guru menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar belakang, pentingnya materi ini dipelajari dan mempersiapkan siswa untuk belajar lewat pola

latihan. demonstrasi pengetahuan menampilkan kegiatan dengan demonstrasi dan keterampilan keterrampilan atau menyajikan materi pembelajaran setahap demi setahap dengan mempertimbangkan Bimbingan latihan strukturnya menampilkan bentuk atau model untukpelatihan

awal. Kontrol penguasaan di pihak mengecek keberhasilan pelaksanaan tugas latihan siswa dan berikan umpan apakah siswa telah berhasil dengan baik diteruskan balik dengan kegiatan untuk memperoleh balikan (tes,

wawancara, pengamatan dan sebagainya). Berikan kesempatan untuk memberi kesempatan untuk pelatihan lanjutan yang pelatihan lanjutan dan penerapan hasil latihan 3. Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif) Pada Cooperative Learning siswa bekerja bersama-sama dalam team yang beranggotakan 4 atau 5 siswa. Cooperative Learning is a succesful teaching strategy in wich small teams, each with students of different levels of ability, use a variety of learning activities to improve the understanding of a subject. Each members of a team is responsible not only for learning what is taught but also for helping teammates learn, yhus creatung an atmosphere of achievement. (http://www.ed.gov). Pada definisi tersebut terkandung pengertian bahwa dalam belajar kooperatif .Banyaknya anggota kelompok kecil, kemampuan anggota-anggota kelompok yang berbeda, menggunakan aktivitas belajar yang bervariasi untuk meningkatkan pemahaman diri. Setiap anggota kelompok tidak hanya bertanggung jawab pada belajar sendiri tetapi juga membantu teman satu team yang lain dalam belajar, sehingga tercipta suasana sukses. Definisi lain dikemukakan oleh Roger T. Johnson dan David W. Johnson (http://www.co_operation.org), bahwa: Cooperative learning is a relationship in a group of students that requires positive interdependence (a sense of sink or swim together), individual accountability (each of us has to contribute and learn), interpersonal skills (communication, fruit, leadership, decision making, and conflict resolution), face to face promotive interaction and processing (reflection on how well the team is functioning and how to function even better). Pada definsi ini terkandung pemahaman bahwa dalam belajar kooperatif tercipta kerjasama yang baik antar anggota team ada ketergantungan saling memerlukan yang positip (menanamkan rasa kebersamaan), fokusnya adalah penerapan pada situasi yang lebih kompleks dalam kehidupan nyata.

tanggung jawab masing-masing anggota (setiap anggota memiliki sumbangan dan belajar), keterampilan hubungan antar person (komunikasi, keberhasilan,

kepemimpinan, membuat keputusan, dan penyelesaian konflik), tatap muka menaikkan interaksi dan pengolahan data. Slavin mengemukakan bahwa: Cooperative Learning refers to a variety of teaching methods in which students work in a small groups to help one another learn academic content. In cooperative classrooms, student are expected to help each other, to discuss and argue with each other, to assess each others current knowledge in fill in gaps in each other understanding. Belajar bekerjasama berkenaan dengan berbagai macam metode pembelajaran yang perwujudan realnya siswa bekerja dalam group-group kecil dan saling membantu belajar materi akademis. Dalam kerjasama dalam bentuk kelas, partisipasi yang diharapkan dari siswa adalah saling membantu satu sama lain, berdiskusi dan berargumentasi satu sama lain, saling menilai pengetahuan dan perbedaan pemahaman satu sama lain. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik simpulan bahwa dalam pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur: 1. Siswa belajar dalam kelompok kecil yang beranggotakan 4 sampai 5 orang untuk efektifitas kelompok dalam belajar. Anggota kelompok yang terlalu besar tidak menjamin adanya kerja belajar yang efektif. 2. Setiap anggota kelompok memiliki rasa ketergantungan dalam kelompok, keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh kekompakan anggota-anggota dalam kelompok tersebut. 3. Diperlukan tanggung jawab masing-masing anggota kelompok, kesadaran tanggung jawab masing-masing anggota kelompok dalam belajar sangat mendukung keberhasilan kelompok.

4. Terdapat kegiatan komunikasi tatap muka baik antar anggota kelompok daslam kelompok maupun antar kelompok. Adanya komunikasi ini dapat mendorong terjadinya interaksi positip, sesama siswa dapat lebih saling mengenal, masingmasing siswa saling menghargai pendapat teman, menerima kelebihan dan kekurangan teman apa adanya, menghargai perbedaan pendapat yang selalu terjadi dalam kehidupan. Siswa saling asah, saling asih dan saling asuh. 5. Anggota-anggota kelompok berlatih untuk mengevalusi pedapat teman, melalui adu argumentasi, belajar menerima hasil evaluasi dari teman sesama anggota kelompok, pada akhirnya dapat menumbuhkan rasa toleransi pendapat dan bergaul dalam hidup bermasyarakat. Dari 5 hal di atas dapat ditarik simpulan bahwa lewat pembelajaran kooperatif, di samping diperoleh pencapaian aspek akademik yang tinggi di kalangan siswa, juga bermakna dalam membantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial dalam hubungannya dengan sesama, dan ini sesuai dengan keutamaan Bapa Fransiskus yaitu kerendahan hati dan persaudaraan. Terkait dengan Cooperative Learning, Slavin mengemukakan beberapa model, antara lain: 1). Student Teams-Achievement Divisons, yang memiliki 5 komponen, yaitu: (a). Class Presentation (presentasi kelas); (b). Teams (kelompok); (c). Quizzes (kuis); (d). Individual improvement scores (peningkatan skore individu); (e). Team recognition (penghargaan kelompok). Fase pembelajaran Peran guru Rumuskan tujuan, menyampaikan tujuan pembelajaran, mengaitkan apersepsi dan motivasi dengan manfaat mempelajari materi dan memotivasi

siswa Ceramah dan menyajikan menyajikan informasi lewat media yang sesuai informasi lewat media yang sesuai Organisasi kelompokkepada siswa. Misalnya bahan bacaan, demonstrasi, menggali pemahaman siswa bentuk kelompok, menjelaskan tujuan, bentuk dan kelompok agar transisi antara informasi dan belajar Bimbingan kelompok belajar Asesmen berlangsung prosedural. memberikan bimbingan saat mengerjakan tugas dan bersama melakukan asesmen terhadap tugas, lewat tampilan siswa dalam kelompok besar dan memberikan penghargaan seterusnya bersama siswa melakukan refleksi. memilih cara yang sesuai untuk menghargai setiap hasil karya kelompok dan tampilan individual saat presentasi 2). Teams-Games-Tournament yang dikembangkan oleh David Edwards . Pembentukan kelompok memperhatikan perbedaan jenis kelamin dan tingkat kemampuan siswa, yang memiliki 5 komponen, yaitu: (a). Class Presentation oleh guru; (b). Tim mengerjakan lembar kerja yang telah disiapkan guru; (c). Saling mengajukan pertanyaan dan belajar bersama untuk menghadapi turnament; (d). Tournament yang biasanya diselenggarakan seminggu sekali. 3). Jigsaw II yang diadaptasi oleh Elliot Aronsons dari teknik jigsaw. Seperti pada STAD dan TGT, team bekerja dengan keanggotaan 4 siswa yang heterogen. De Vries dan Keith

kelompok belajar siswa macam kegiatan serta membantu kelompok-

siswa untuk bekerja dan menampung kesulitan siswa untuk dipecahkan

C. IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

Perlu ditegaskan di sini bahwa tidak ada satu metode, pendekatan, model atau strategi yang paling baik dalam pembelajaran, baik itu pembelajaran Matematika maupun pembelajaran sains. Kesesuaian antara metode pilihan guru dengan karakteristik siswa dan lingkungan serta tersedianya sarana prasarana merupakan bagian yang perlu dipertimbangkan oleh guru. Sebagai seorang guru, kita dituntut untuk menyelesaikan target yang diungkap oleh kurikulum, masyarakat maupun stake holder untuk dapat melaksanakan menajemen pembelajaran. Manajemen pembelajaran meliputi 4 tahapan, yaitu: 1). perencanaan program pembelajaran; 2). pelaksanaan program pembelajaran; 3). monitoring dan evaluasi proses pembelajaran; dan 4) analisis hasil monitoring dan evaluasi untuk selanjutnya digunakan sebagai masukan dalam merevisi program pembelajaran. Terkait dengan perencanaan pembelajaran di samping guru merumuskan tujuan pembelajaran, berupa kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki setelah mengikuti proses pembelajaran, guru harus dapat mengidentifikasi karakteristik siswa yang akan mengikuti proses pembelajaran. Identifikasi karakteritik siswa antara lain meliputi: a). kompetensi yang dimiliki siswa sebelum mengikuti pembelajaran (pre requisite skill), b). tingkat motivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, c). heterogenitas kompetensi siswa, d). kebiasaan-kebiasaan siswa dalam proses pembelajaran, dan

e). perilaku-perilaku lain bagi tiap individu dalam belajar. Pengetahuan guru tentang indikator masing-masing siswa, sangat bermanfaat bagi guru dalam menyusun program pembelajaran. Banyak Teori-teori belajar telah dikemukakan oleh para psikolog atau pakar pendidikan yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan pembelajaran yang inovatif. Untuk pembelajaran MIPA, dengan sifat dan karakteristik materi banyak disarankan menggunakan model pemrosesan informasi seperti yang telah diungkap di atas. Di antaranya aliran Psikologi Tingkah Laku dikemukakan antara lain oleh: Thorndike, Ausubel, Gagne, Pavlov dan teori tentang Psikologi Kognitif antara lain dikemukakan oleh Piaget, Brunner, Brownell, Dienes dan Van Hiele.

Contoh asumsi dalam Psikologi Tingkah Laku: Thorndike, mengemukakan teori Stimulus dan Respon dalam belajar, respon siswa perlu dimunculkan dengan pemberian stimulus-stimulus yang tepat, selanjutnya dapat dikemukakan hukum belajar. Hukum belajar yang dikenal dengan nama Law of effect, dalam hukum ini dikatakan bahwa seorang siswa akan meningkat keberhasilannya dalam belajar jika respon siswa terhadap suatu stimulus memperoleh reinforcement atau penguatan yang berupa pujian atas keberhasilannya. Pemberian penguatan ini menimbulkan rasa senang bagi siwa, sehingga ada kecenderungan ia akan berusaha lebih keras dalam belajar untuk dapat memperoleh reinforcement lagi. Teori lain yang dikemukakan oleh Thorndike dalam belajar berkaitan Stimulus dan Respon siswa, yaitu:

1). Hukum kesiapan (Law of readiness),

Hukum kesiapan menjelaskan bahwa respon seorang terhadap stimulus yang diberikan kepadanya akan muncul jika siswa dalam keadaan siap, dan respon yang diberikan akan memberikan kepuasan bagi diri siswa. Sebaliknya jika siswa tidak siap, maka respon yang dikemukakan terhadap stimulus yang diberikan tidak akan muncul, atau jika munculpun tidak akan sesuai dengan harapan dirinya maupun teman atau gurunya. Hal ini menimbulkan perasaan ketidaksenangan pada dirinya. 2). Hukum latihan (Law of Exercise), Hukum latihan sangat diperlukan dalam belajar Matematika dan Sain, siswa banyak latihan dalam menyelesaikan soal yang semacam dengan tingkat kesulitan berbeda, akan lebih memantapkan konsep dan prinsip yang dipelajarinya. 3). Hukum akibat ( Law of Effect). Hukum akibat, sebagai misal siswa yang memperoleh penguatan akan berakibat dia merasa senang dalam belajar dan ada kecenderungan meningkatkan gairah belajarnya. Sebaliknya respon yang diberikan siswa salah, kecaman guru akan memimbulkan akibat kebencian terhadap guru dan sekaligus kebencian terhadap mata pelajaran yang diasuh guru tersebut. Oleh karena itu guru harus pandai-pandai memberikan tanggapan terhadap respon siswa yang salah agar tidak berakibat fatal.

Penguatan atau reinforcement bagi siswa yang memberikan respon yang benar merupakan reward untuk memotivasi siswa lebih giat belajar. Brunner menyatakan bahwa sajian materi yang bermakna lebih memantapkan siswa belajar. Belajar yang baik apabila siswa dapat mengkonstruksi kognisi melalui pengetahuan yang diterima, kemudian dianalisis apakah sesuai dengan pengetahuan yang telah dimiliki atau justru

bertentangan dengan apa yang dimiliki. Dari hasil analisis ini siswa dapat memperkuat pengetahuan yang dimiliki, atau menggugurkan konstruksi pengetahuan yang dimiliki jika informasi baru diterima bertentangan dengan konstruksi kognitif yang dimiliki sebelumnya, atau menumbuhkan konstruksi pengetahuan baru, jika konstruksi pengetahuan belum dimiliki sebelumnya. Pembentukan konstruksi kognitif selanjutnya dinamakan paham konstruktivisme, yang dirintis semenjak lama oleh Piaget. Efektivitas belajar dapat dideteksi apakah pembelajaran yang berlangsung di sekolah ini memiliki manfaat bagi siswa. Dengan demikian di kalangan siswa akan muncul rasa ingin tahu, rasa ingin melibatkan diri, mencoba-coba, mengajukan pertanyaan dalam kegiatan pembelajaran, berusaha menemukan sendiri jawaban dari masalah yang dipelajari. . Menurut UNESCO, kecenderungan pendidikan di abad 21 memuat empat pilar utama, yaitu: (1). Learning to know, (2). Learning to do, (3). Learning to live together, (4). Learning to be, Sedangkan tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diluncurkan pada Tahun 2006 bahwa Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut: 1. berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. 2. beragam dan terpadu 3. tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni 4. relevan dengan kebutuhan kehidupan 5. menyeluruh dan berkesinambungan 6. belajar sepanjang hayat

7. seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

Memperhatikan hal-hal tersebut di atas guru dituntut untuk mampu mengembangkan model-model pembelajaran atau pendekatan pembelajaran yang dapat di dukung teori-teori tersebut. Berbagai bentuk pembelajaran yang menunjang pilar keempat pembelajaran yang dikemukakan UNESCO adalah (I).Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif); (II).Problem Based Instructions(Pembelajaran berdasar Masalah) (III).Direct Instructions(Pembelajaran langsung). Untuk semua model di atas beberapa catatan yang penting antara lain : 1. Pendalaman materi secara individual dapat dilakukan di luar jam pelajaran, hal tersebut memilik dua keuntungan: a). Siswa dapat mencari sumber belajar lebih luas (internet atau buku bacaan yang lain), b). Waktu yang disediakan untuk kerja terstruktur dapat dimanfaatkan untuk diskusi kelompok dan presentasi hasil, sehingga lebih longgar. 2. Untuk Lesson Study, beberapa guru dapat memonitor dan mengevaluasi seluruh kegiatan dari awal sampai akhir, untuk selanjutnya dilakukan diskusi diluar jam sebagai bahan masukan untuk merevisi perencanaan program selanjutnya.

D. PENUTUP

Upaya peningkatan kualitas pembelajaran MIPA perlu bertumpu pada kebutuhan siswa, artinya pengoptimalan penggunaan sense siswa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran. Integrasi antara evaluasi dengan pembelajaran

memungkinkan guru mengungkap potensi siswa secara optimal. Hal ini berarti aktivitas mendidik, melatih dan pembelajaran perlu diintegrasikan dalam tingkah laku dalam tugas dan hidup keseharian guru. Berbagai hal yang berkaitan dengan pemilihan model pembelajaran perlu mendapatkan perhatian yang sebaik-baiknya. Upaya melatih sikap empati guru terhadap siswa maupun sejawat dalam diri seorang guru perlu mendapatkan perhatian yang optimal agar keahlian, kepakaran, tanggung jawab serta perasaan senasib sepenanggungan dapat dikembangkan secara intrinsik

DAFTAR PUSTAKA

1. Sugeng Hariyadi,1997.Perkembangan Pesert Didik.cetakan kedua.IKIP Semarang Press 2. Sugiharto dan Haryono,2008.Perkembangan Peserta Didik.UNNES 3. Ausubel,D.P.1960. The use of advanced organizers in the learning and retention of meaningful verbal material, Journal of Educational psychology. 4. Bigge,M.L.1982.Learning theories for teachers.Fourth edition. New York: Harper and Row 5. Abin Syamsudin,(2003), Psikologi Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosda Karya 6. Dahar,R.W.1996.Teori-teori Belajar.Jakarta.Erlangga 7. http://www.co_operation.org

You might also like