You are on page 1of 43

nursingakademilusy

Senin, 09 Mei 2011

askep abses otak


A. DEFINISI Abses otak adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak; terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau melaui sistem vaskular.(Price,2005;1155) Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak.( http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10AbsesOtak89.pdf/10AbsesOtak89.html ) Timbunan abses pada daerah otak mempunyai daerah spesifik, pada daerah cerebrum 75% dan cerebellum 25%.(long,1996;193) B. ANATOMI FISIOLOGI Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350cc dan terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron. Otak manusia bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia. Oleh karena itu terdapat kaitan erat antara otak dan pemikiran. Otak dan sel saraf didalamnya dipercayai dapat mempengaruhi kognisi manusia. Pengetahuan mengenai otak mempengaruhi perkembangan psikologi kognitif. Bagian - bagian otak manusia : Bagian Otak depan Diensefalon Talamus Epitalamus Hipotalamus Subtalamus Telensefalon (Hemisfer serebrum) Korteks serebrum Bulbus olfaktori Amigdala Septal region Forniks Basal ganglia Otak tengah Tektum Cerebral Otak belakang Medula oblongata Vestibular nuclei Cochlear nuclei Medullary RF Raphe nuclei Solitary nucleus Olivary complex Metensefalon Pons Serebelum/otak kecil

A. ETIOLOGI Berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada AO, yaitu bakteri, jamur dan parasit. - Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob. - Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus. Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan AO secara hematogen. ( http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10AbsesOtak89.pdf/10AbsesOtak89.html ) - Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis )hampir setengah dari jumlah penyebab abses otak serta Komplikasi infeksi lainnya seperti ; paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema )jantung ( endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit.(long,1996;193) A. MANIFESTASI KLINIS Gejala fokal yang terlihat pada abses otak Lobus Gejala Frontalis mengantuk, tidak ada perhatian, hambatan dalam mengambil keputusan,Gangguan intelegensi, kadang-kadang kejang Temporalis tidak mampu meyebut objek;tidak mampu membaca, menulis atau,mengerti katakata;hemianopia. Parietalis gangguan sensasi posisi dan persepsi stereognostik,kejang fokal,hemianopia homonim,disfasia,akalkulia,agrafia Serebelum sakit kepala suboksipital,leher kaku,gangguan koordinasi,nistagmus,tremor intensional. .(price,2005;1156) B. PATOFISIOLOGI Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis. ( long,1996;193) AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadangkadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu : 1) stadium serebritis dini 2) stadium serebritis lanjut 3) stadium pembentukan kapsul dini

4) stadium pembentukan kapsul lanjut. Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis. Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.( http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10AbsesOtak89.pdf/10AbsesOtak89.html) A. KOMPLIKASI Komplikasi meliputi : - retardasi mental - epilepsi - kelainan neurologik fokal yang lebih berat. Komplikasi ini terjadi bila AO tidak sembuh sempurna. ( http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10AbsesOtak89.pdf/10AbsesOtak89.html ) A. PROGNOSIS Tergantung dari: 1) cepatnya diagnosis ditegakkan 2) derajat perubahan patologis 3) soliter atau multipel 4) penanganan yang adekuat. Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO soliter lebih baik dari mu1ipe1.( http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10AbsesOtak89.pdf/10AbsesOtak89.html A. PENATALAKSANAAN MEDIS - Terapi antibiotik. Kombinasi antibiotik dengan antibiotik spektrum luas. Antibiotik yang dipakai ;Penicilin, chlorampenicol (chloramyetin) dan nafacillen (unipen). Bila telah diketahui bakteri anaerob, metrodiazelo (flagyl) juga dipakai. - Surgery ; aspirasi atau eksisi lengkap untuk evaluasi abses. (long,1996;194)

BAB III Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Abses Otak PENGKAJIAN 1. Anamnesis - Identitas klien ;usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tgl MRS, askes dst. - Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran. - Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal . - Riwayat penyakit dahulu ; pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media, mastoiditis ) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema )jantung ( endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit. 2. Pemeriksaan fisik - KU - Pola fungsi kesehatan : Aktivitas/istirahat : gejala ; malaise Tanda ;ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan involunter. Sirkulasi Gejala ; adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis

Tanda ; TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor). Eliminasi Tanda;adanya inkontensia dan/atau retensi Nutrisi Gejala ; kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut ) Tanda ; anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering. Higiene Tanda ; ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri(pada periode akut) Neurosensori Gejala ; sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan penglihatan Tanda ; penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan,afasia,mata; pupil unisokor (peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum lokal. Nyeri /kenyamanan Gejala ; Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan;leher/punggung kaku. Tanda ; tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh. Pernapasan Gejala ; adanya riwayat infeksi sinus atau paru Tanda ;peningkatan kerja pernapasan ( episode awal ). Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah. Keamanan Gejala ; adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi; infeksi pelvis,abdomen atau kulit;fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala. Tanda ; suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau spastik;paralisis atau parese. Gangguan sensasi. 3. Prosedur diagnostik Pemeriksaan laboratorium - LED meningkat dan mungkin disertai leukositosis. - ( http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10AbsesOtak89.pdf/10AbsesOtak89.html ) Pemeriksaan penunjang - CT Scan Mengidentifikasi dan melokalisasi abses besar dan abses kecil disekitarnya.(price,2005;1155) - Arteriografi Menunjukkan lokasi abses di lobus temporal atau abses cerebellum.(long,1996;194) DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut b.d proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi Tujuan : Nyeri teratasi atau dapat dikontrol. Kriteria hasil : klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teratasi. Intervensi : - berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi (menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitivitas pada cahaya dan meningkatkan relaksasi ) - Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting. (menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri) Kolaborasi - Berikan analgetik, seperti asetaminofen, kodein. ( untuk menghilangkan nyeri ) 2. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan,terapi pembatasan/kewaspadaan keamanan mis tirah baring, imobilisasi. Tujuan : klien dapat menunjukkan cara mobilisasi secara optimal Kriteria hasil : klien dapat mempertahankan posisi tubuh yang optimal, klien dapat mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh yang sakit,mempertahankan integritas kulit, kandung kemih dan fungsi usus.

Intervensi : - Periksa kembali kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi (mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan ) - Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0-4) Nilai 0 : klien mampu mandiri. Nilai 1 : memerlukan bantuan/peralatan yang minimal. Nilai 2 : memerlukan bantuan sedang/dengan pengawasan/diajarkan. Nilai 3 : memerlukan bantuan/peralatan yang terus menerus dan alat khusus. Nilai 4 : tergantung secara total pada pemberi asuhan. Seseorang dalam semua katagori sama-sama mempunyai risiko kecelakaan namun katagori 2-4 mempunyai resiko terbesar untuk terjadinya bahaya tersebut sehubungan dengan imobilisasi. - Letakkan pasien pada posisi tertentu. Ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antar waktu. (perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan menigkatkan sirkulasi seluruh bagian tubuh. - Berikan bantuan untuk melakukan ROM (mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal ekstrimitas dan menurunkan terjadinya vena statis. - Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab, ganti linen/pakaian yang basah tersebut tetap bersih dan bebas dari kerutan. ( meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan terjadinya eksekoriasi kulit ) - Pantau haluaran urin. Catat warna dan bau urine. Bantu dengan latihan kandung kemih bila memungkinkan. 3. Perubahan persepsi-sensori b.d defisit neurologis. Tujuan : mengembalikan dan mempertahankan fungsi persepsi sensori. Kriteria hasil : tingkat kesadaran normal, fungsi persepsi membaik. Intervensi - Evaluasi/pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara,alam perasaan,sensorik, dan proses pikir. - Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas/dingin,benda tajam/tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dan alat tubuh. - Bicara dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan kalimat yang pendek dan sederhana. kolaborasi - Rujuk pada ahli fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, dan terapi kognitif. 4. Risti terhadap penyebaran infeksi b.d diseminata hematogen dari patogen, statis cairan. Tujuan : Penyebaran infeks tidak terjadi Kriteria hasil : mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tidak ada bukti penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain. Intervensi : - berikan tindakan isolasi sebagai tindakan pencegahan ( isolasi diperlukan sampai organismenya diketahui/dosis antibiotik yang cocok telah diberikan untuk menurunkan risiko penyebaran pada orang lain ) - pertahankan tehnik aseptik dan tehnik mencuci tangan yang tepat baik pasien, pengunjung, maupun staf. Pantau dan batasi pengunjung/staf sesuai kebutuhan. (menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengotrol penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajanan pada individu terinfeksi) - Teliti adanya keluhan nyeri dada, berkembangnya nadi yang tidak teratur atau demam yang terus menerus. ( infeksi sekunder seperti miokarditis/perikarditis dapat berkembang dan memerlukan intervensi lanjut ) Kolaborasi - berikan terapi antibiotik sesuai indikasi (obat yang dipilih tergantung pada tipe infeksi dan sensitivitas individu.

- siapkan untuk intervensi pembedahan sesuai indikasi. ( mungkin memerlukan drainase dari adanya abses otak atau penglepasan pirau ventrikel mencegah ruptur/mengontrol penyebaran infeksi ) 5. Risti perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral Tujuan : Pasien kembali pada,keadaan status neurologis sebelum sakit, Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris. Kriteria hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal, Rasa sakit kepala berkurang, Kesadaran meningkat, adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat. Intervensi : - pantau status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya, seperti GCS ( pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial penigkatan tekanan intrakranial adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi,dan perkembangan dari kerusakan cerebral ) - pantau pernapasan, catat pola dan irama pernapasan. ( tipe dari pola pernapasan merupakan tanda yang berat dari adanya peningkatan TIK/daerah serebral yang terkena dan mungkin merupakan indikasi perlunya untuk melakukan intubasi disertai pemasangan ventilator mekanik. - pantau intake dan output. Catat karakteristik urine, turgor kulit dan keadaan membran mukosa. (hipertermi menigkatkan kehilangan air tak kasat mata dan menigkatkan resiko dehidrasi, terutama jika kesadaran menurun. Kolaborasi - tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai toleransi dan indikasi. Jaga kepala tetap pada posisi netral. (peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.) - berikan obat sesuai indikasi seperti ; deksametason, klorpomasin, asetaminofen. Deksametason : dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema serebral. Klorpomasin : obat pilihan dalam mengatasi kelainan postut tubuh atau mengigil yang dapat meningkatkan TIK. Asetaminofen : menurunkan metabolisme seluler/menurunkan konsumsi oksigen dan resiko kejang. 6. Kurang pengetahuan tentang kondisi abses otak, prognosis dan perawatan abses otak b.d kurangnya informsi Tujuan : Klien mengetahui tentang kondisi abses otak, prognosis dan perawatan abses otak Kriteria Hasil : Klien terlihat tenang, Klien mengerti tentang kondisinya Intervensi : - Berikan informasi dalam bentuk-bentuk dan segmen yang sederhana. ( menurunnya rentang perhatian pasien dapat menurunkan kemampuan untuk menerima,mengingat,menyimpan informasi yang diberikan,) - Beri kesempatan pada klien dan keluarga untuk bertanyaa mengenai hal-hal yang tidak diketahuinya.(Doenges,1999:308 ) DAFTAR PUSTAKA Price, Sylvia A.2005.Patofisiologi : konsep klinis proses -proses penyakit Ed.6 vol.2. Jakarta : EGC * Long, Barbara C. 1996 Perawatan Medikal Bedah, Suatu pendekatan proses keperawatan. Bandung :Yayasan IAPK Doenges, Moorhouse. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC. Kamaluddin, M. Totong. Abses Otak .diunduh 15/11/ 2008. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10AbsesOtak89.pdf/10AbsesOtak89.html Anonim . Anatomi Otak . Diunduh 15/11/2008.http://supersuga.wordpress.com/2008/03/26/anatomi-otak/. Diposkan oleh Lusy di 00.24

ASUHAN KEPERAWATAN Abses Otak


Pengertian Abses Otak ( Infeksi Intrakranial ) Abses otak merupakan kumpulan dari unsur-unsur infeksius dalam jaringan otak (Arif muttaqin, 2011). Ini dapat terjadi melalui invasi otak langsung dari trauma intrakranial atau pembedahan ; melalui penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga dan gigi (infeksi sisnus paranasal, otitits media, sepsis gigi); atau melalui penyebaran infeksi dari organ lain (abses paru-paru, endokarditis infektif) dan dapat dapat menjadi komplikasi yang berhubungan dengan beberapa bentuk meningitis. Abses otak merupakan komplikasi yang dikaitkan dengan beberapa bentuk meningitis. Abses otak adalah komplikasi yang meningkat pada pasien yang system imunnya disupresi baik karena terapi atau penyakit (Smaltzer, 2002). Untuk mencegah abses otak maka perlu dilakukan pengobatan yang tepat pada otitis media, mastoididtis, sinusistis, infeksi gigi dan infeksi sistemik. Etiologi Berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada Abses Otak, yaitu bakteri, jamur dan parasit. a. Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob. b. Jamur penyebab Abses Otak antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus. Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan AbsesOtak secara hematogen. c. Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis )hampir setengah dari jumlah penyebab abses otak serta Komplikasi infeksi lainnya seperti ; paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema) jantung ( endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit. Patofisiologi/ WOC Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses

liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis. Abses Otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. Abses Otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga Abses Otak adalah soliter, hanya sepertiga Abses Otak adalah multipel. Pada tahap awal Abses Otak terjadi reaksi radang yang difusi pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai odema, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu : 1) stadium serebritis dini 2) stadium serebritis lanjut 3) stadium pembentukan kapsul dini 4) stadium pembentukan kapsul lanjut. Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis. Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan Abses Otak yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan Abses Otak lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen. Mikroorganisme penyebab abses masuk ke otak dengan cara : 1. Implanmentasi langsung akibat trauma,tindakan operasi ,fungsi lumbal, penyebab infeksi kronik pada telinga,sinus mastoid,di mana bakteri masuk ke otak dengan melalui tulang atau pembuluh darah. 2. Penyebab infeksi dari focus primer pada paru-paru seperti abses paru, bronchiactasis, empyema, pada endokarditis dan perikarditis. 3. Komplikasi pada meninghitis purulenta. Mikroorganisme yang umum menyebabkan abses otak adalah streptococci, bacteriodes fragilis,Esterichia coli. Setelah terjadi implamentasi bakteri kemudian terjadi reaksi peradangan inkal dengan karakteristik edema local, hyperaemia ,adanya infiltrasi dan jaringan menjadi lunak.pada tingkat ini lokasi pembentukan abses Nampak kongestik. Lunak, mengandung minyak perdarahan petechikal dan sebukan neoutrofil.beberapa hari sampai beberapa bulan jaringan otak tejadi nekrosis dan

mengeluarkan m.issa pus.di luar jaringan nekrotik tampak jaringan granulasi yang mengandung kapiler,fibroslat,limposit dan sel plasmajika tanpa pengobatan yang memadai pus akan membesar,menyebar dan meluas subarachnoid dan ventrikel. Tanda dan GEJALA Gejala yang timbul bervariasi dari seorang dengan yang lain, tergantung pada ukuran dan lokasi abses pada otak. Lebih dari 75% penderita mengeluh sakit kepala dan merupakan gejala utama yang paling sering dikeluhkan. Sakit kepala yang dirasakan terpusat pada daerah abses dan rasasakit semakin hebat dan parah. Aspirin atau obat lainnya tidak akan menolong menyembuhkan sakit kepala tersebut. Kurang lebih separuh dari penderita mengalami demam tetapi tidak tinggi. Gejala-gejala lainnya adalah mual dan muntah, kaku kuduk, kejang, gangguan kepribadian dankelemahan otot pada salah satu sisi bagian tubuh Komplikasi Komplikasi meliputi : - retardasi mental - epilepsi - kelainan neurologik fokal yang lebih berat. Komplikasi ini terjadi bila Abses Otak tidak sembuh sempurna. Manifestasi Klinis Manifestasi Klinik dari abses otak diakibatkan oleh perubahan pasca dinamika intracranial (edema, pergeseran otak), infeksi atau lokasi abses. Sakit kepala biasanya memburuk pada pagi hari, adalah gejala paling lanjut pasien. Muntah juga umum terjadi, tanda neurologik fokal (kelemahan ekstermitas, penurunan penglihatan, kejang) dapat terjadi bergantung pada tempat abses.Terdapat perubahan pada status mental pasien seperti ditunjukan pada perilaku letargik, peka, atau perilaku disorientasi, demam mungkin ada tetapi juga tidak. Penatalaksanaan Medis Sasaran penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan abses, abses otak diobati dengan terapi antimikrobadan irisan pembedahan atau aspirasi. Pengobatan antimikroba diberikan untuk menghilangkan organisme sebagai penyebab atau menurunkan perkembangan virus. Dosis besara melalui intravena biasanya ditentukan praoperatif untuk menembus jaringan otak dan abses otak. Terapi diteruskan pascaoperasi, Kortikosteroid dapat diberikan untuk menolong merunkan radang edema serebral jika pasien memperlihatkan adanya peningkatan deficit neurologik. Obat-obat antikonvulsan (fenitoin, fenobarbital) dapat deberikan sebagai profilaksis untuk mencegah terjadinya kejang. Abses yang luas dapat diobati dengan terapi antimikroba yang tepat dengan pemantauan ketat melalui pengamatan dengan CT. Setelah pengobatan abses otak, defisit neurologik dapat terjaid berupa hemiparesis, kejang, gangguan penglihatan dan kelumpuhan saraf kraniala karena kemungkinan adanya gangguan jaringan otak. Serangan tulang biasanya terjadi dengan angka kematian yang tinggi. Asuhan Keperawatan Klien dengan Abses Otak Abses otak merupakan kumpulan dari unsur-unsur infeksius dalam jaringan otak. Abses ini dapat terjadi melalui : 1. Invasi Otak langsung dari trauma intracranial atau pembedahan. 2. Penyebaran infeksi dari daerah lain dari daerah lain seperti sinus, telinga, dan gigi (infeksi sinus paranasal, otitis media dan sepsis gigi)

3. Penyebaran infeksi dari organ lain (abses paru, endokarditis infektif) dan dapat menjadi komplikasi yang berhubungan dengan beberpa bentuk abses otak Asuhan Keperawatan Klien Dengan Abses Otak Pengkajian Pengkajian keperawatan abses otak meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic, dan pengkajian psikososial. Hasil pengkajian yang didapatkan dari abses otak diakibatkan oleh perubahan pada dinamika intracranial (edema, pergeseran otak), infeksi atau lokasi abses. Anamnesis Keluhan utama yang sering menjadi alas an klien untuk meminta bantuan pelayanan kesehatan adalah adanya gejala neurologis (kelemahan ekstremitas, penurunan penglihatan dan kejang). Riwayat Penyakit Saat ini Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Tanyakan kepada klien dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien abses otak, biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari proses supurasi infeksis dan peningkatan TIK. Keluhan tersebut adalah kelemahan ekstermitas, penurunan penglihatan, dan kejang. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang talah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan oleh abses otak bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan perubahan lanjut dari abses otak. Perubahan yang terjadi bergantung pada beratnya penyakit, demikian pula respon individu terhadap proses fisiologis. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi, sesuai perkembangan penyakit dapat terjadi letargi, tidak respontif dan koma. Riwayat Penyakit Dahulu Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami riwayat trauma langsung dari trauma intra cranial atau pembedahan, pernahkah mengalami infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga, gigi (infeksi sinus paranasal, otitis media, sepsis gigi), kemungkinan penyebaran infeksi dari organ lain (abses paru, endokarditis infektif) dan dapat menjadi komplikasi akibat beberapa bentuk meningitis yang menjadikan terjadinya abse otak. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual Pengkajian psikologis klien abses otak meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Sebagian besar pengkajian ini dapat diselesaikan melalui interaksi menyeluruh dengan k;lien dalam pelaksanaan pengkajian lain dengan member pertanyaan dan tetap melakukan pengawasan sepanjang waktu untuk menentukan kelayakan ekspresi emosi dan pikiran. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respond an pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga atau masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal dan pandanga terhadap dirinya yang salah (ganguan citra tubuh). Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar biasa digunakan klien selama masa stres meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui dan perubahan perilaku akibat stress.

Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini member dampak padas status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan pengobatan memrlukan dana yang tidak sedikit. Perawata juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neorologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif keperwatan dalm mengkaji terdiri dari dua masalah, yaitu ketebatsan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam hubungannya dengan peran social klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam system dukungan individu. Pemeriksaan Fisik Setelah melukakan anemnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus periksaaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tandatanda vital (TTV). 0 Pada klien abses otak biasanya didapatkan peningkatkan suhu tubuh lebih dari 38-41 C. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan proses supurasi di jaringan otak yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem pernapasan sebelum mengalami abses otak. TD biasanya normal atau meningkat berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. B1 (Breathing) Inspeksi kemampuan klien batuk, produksi sputum, sesak napas, dan peningktan frekuensi pernapasan yang sering di dapatkan pada klien abses otak yang disertai adanya gangguan pada sistem pernapasan. Palpasi thorak untuk menilai taktil premitus, pada efusi pleura atau abses paru taktil premitus akan menurun pada sisi yang sakit. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronchi pada klien dengan peningkatan akumulasi sekret. B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien abses otak pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah mengalami renjatan (syok). B3 (Brain) Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkaan pengkajian pada sistem lainnya. Tingkat kesadaran Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk memebuat peningkatan perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien abses otak biasanya berkisar pada tingkat letergi, stupor, dan semikomatosa. Apabiala klien sudah mengalami koma maka penilaiaan GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk monitoring pemberian asuhan. Fungsi Serebral Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara, dan observasi ekspresi wajah serta aktivitas motorik yang pada klien abses otak tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.

Pemeriksaan saraf kranial Saraf I. Biasanya pada klien abses otak tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada abses otak supuratif diserati abses srebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK. Saraf III, IV, VI. Pemeriksaan dan fungsi reaksi pupil pada klien abses otak yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut abses otak yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien abses otak mengeluh mengalami fotobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya. Saraf V. Pada klien abses otak umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduksi dan tuli persepsi. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku leher (rigiditas nukal). Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal. Sistem motorik Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada abses otak tahap lanjut mengalami perubahan sehingga klien mengalami kelemahan ekstremitas dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Pemeriksaan refleks Pemeriksaan reflek dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosteum derajat reflek pada respon normal. Gerakan involunter Tidak ditemukan adanya tremor, Tic,dan distonia. Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum terutama pada anak dengan abses otak disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan abses otak. Sistem sensorik Pemeriksaan sensorik pada abses otak biasanya didapatkan perasaan raba normal, perasaan nyeri normal. Perasaan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh. Perasaan proprioseptif normal dan perasaan diskriminatif normal. Pemeriksaan diagnostik Pengulangan pengkajian neurologis dan pengkajian klien secara terus-menerus penting untuk menentukan letak abses yang akurat. CT scan sangat baik dalam menentukan letak abses, setelah evolusi dan resolusi lesi-lesi supuratif, dan dalam menentukan waktu yang optimal untuk dilaksanakan intervensi pembedahan. Penatalaksanaan medis Sasaran penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan abses. 1. Abses otak diobati dengan terapi antimikroba dan irisan pembedahan atau aspirasi. 2. Pengobatan antimikroba diberikan untuk menghilangkan organisme penyebab atau menurunkan perkembangan virus. 3. Dosis besar melalui intravena biasanya ditentukan praoperatif untuk menembus jaringan otak dan abses otak. Terapi diteruskan pada pasca operasi.

4. Kortikoesteroid dapat diberikan untuk menolong menurunkan peradangan edema serebri jika klien memperlihatkan adanya peningkatan defisit neurologis. 5. Obat-obatan antikonvulsa ( feniton, fenobarbital) dapat diberikan sebagai prokfilak mencegah terjadinya kejang. Abses yang luas dapat diobati dengan terapi antimikroba yang tepat, dengan pemantauan ketat melalui pengamatan melalui CT scan. 6. Setelah pengobatan abses otak, defisit neurologis dapat terjadi berupa hemiparesis, kejang, gangguan penglihatan, dan kelumpuhan saraf kranial karena kemungkinan adanya ganguan jaringan otak. Serangan ulang biasanya terjadi, dengan angka kematian tinggi. Diagnosis Keperawatan 1. Ketidakefektifan jalan nafas yang berhubunga dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran. 2. Perubahan perfusi jaringan otak yang behubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak. 3. Peningkatan suhu tubuh. 4. Resiko tingi cedera yang berhubungan dengan kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran. 5. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik. 6. Gangguan persepsi sensorik yang berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang sensorik, tranmisi sensorik, dan integrasi sensorik. 7. Kopling individu tidak efektif yang behubungan dengan prognosis penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual dalam sruktur dan fungsi, ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan. Rencana Intervensi Tujuan rencana intervensi keperawatan adalah membantu klien dalam mengatasi masalah kebutuhan dasarnya, meningkatkan kesehatan klien secara optimal.

Nyeri kepala yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam keluhan/rasa sakit terkendali Kriteria Hasil : Klien dapat tidur dengan tenang, wajah rileks dan klien memverbalisasikan penurunan rasa sakit Intervensi Rasionalisasi Usahakan membuat lingkungan yang Menurunkan reaksi terhadap rangsangan aman dan tenang eksternal atau kesensifitan terhadap cahaya dan menganjurkan klien beristirahat Kompre dingin (es) pada kepala Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak Lakukan penatalaksanaan nyeri dengan Membantu menurunkan (memutuskan) metode distraksi dan relaksasi napas stimulasi sensasi nyeri. dalam. Lakukan latihan gerak aktif atau pasif Dapat membantu relaksasi otot-otot yang sesuai kondisi dengan lembut dan hati- tegang dan dapat menurunkan nyeri/rasa hati. tidak nyaman. Kolaborasi pemberian analgesik Mungkin diperlukan untuk menurunkan

rasa sakit Catatan : Narkotika merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga sukar untuk di kaji.

DAFTAR PUSTAKA Smaltzer, C.2002.Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah Edisi 8 Volume 3.Buku Kedokteran EGC : Jakarta. Muttaqin, Arif.2011.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Ganggguan Sistem Pernafasan.Salemba Medika : Jakarta. Mandal, BK.2006.Lecture Notes Penyakit Infeksi Edisi 6.Erlangga Medical Series : Jakarta.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10AbsesOtak89.pdf/10AbsesOtak89.html
Diposkan oleh ARIEF LUKMAN HAKIM PRATAMA di 03.29

Asuhan Keperawatan Abses Otak


1.1. Definisi.

Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak biasanya akibat komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak pembedahan. Keadaan-keadaan ini jarang terjadi, namun demikian insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita yang mengalami gangguan kekebalan tubuh (seperti penderita HIV positif atau orang yang menerima transplantasi organ).

1.2. Etiologi Berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada AO, yaitu bakteri, jamur dan parasit. Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan pirau dari kanan ke kiri. (misalnya pada Tetralogy of Fallot), terutama pada anak berusia lebih dari 2 tahun, merupakan factor predisposisi terjadinya abses otak . 1. Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus. Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan AO secara hematogen. 2. Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis )hampir setengah dari jumlah penyebab abses otak serta Komplikasi infeksi lainnya seperti ; paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema )jantung ( endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit.

1.3. Patofisiologi

Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis.

AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.

AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.

1.4. Klasifikasi Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu : 1. Stadium serebritis dini (Early Cerebritis) (hari ke 1 3) Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses. 2. Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis) (hari ke 4 9) Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar 3. Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation) (hari ke 10 14) Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih. Bila

abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.

4. Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation) (setelah hari ke 14) Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai berikut: a. Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.

b. Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast. c. Kapsul kolagen yang tebal.

d. Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut. e. Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.

Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.

Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.

1.5. Tanda Dan Gejala Klinis Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejalagejala peninggian tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya AO gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian te-kanan intrakranial dan gejala neurologik fokal

1) Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran yang menurun me-

nunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel 2) Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan hem ianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik 3) Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus. 4) Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan berakibat fatal.

1.6. Pemeriksaan Dan Diagnosis

a.

Anamnesis: Sakit kepala merupakan keluhan dini yang paling sering dijumpai (70 90%). Terkadang juga didapatkan mual, muntah dan kaku kuduk (25%).

b. Pemeriksaan fisik: Panas tidak terlalu tinggi. Defisit neurologis fokal menunjukkan adanya edema di sekitar abses. Kejang biasanya bersifat fokal. Gangguan kesadaran mulai dari perubahan kepribadian, apatis

sampai koma. Apabila dijumpai papil edema menunjukkan bahwa proses sudah berjalan lanjut. Dapat dijumpai hemiparese dan disfagia.

c. a.

Pemeriksaan laboratorium: Darah: jarang dapat memastikan diagnosis. Biasanya lekosit sedikit meningkat dan laju endap darah meningkat pada 60% kasus

b. Cairan Serebro Spinal (CSS): dilakukan bila tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial (TIK) oleh karena dikhawatirkan terjadi herniasi

d. Pemeriksaan radiologi: CT Scan: CT scan kepala dengan kontras dapat dipakai untuk memastikan diagnosis. Pada stadium awal (1 dan 2) hanya didapatkan daerah hipodens dan daerah irreguler yang tidak menyerap kontras. Pada stadium lanjut (3 dan 4) didapatkan daerah hipodens dikelilingi cincin yang menyerap kontras.

1.7. Diagnosa Gejala awal abses otak tidak jelas karena tidak spesifik. Pada beberapa kasus, penderita yang berobat dalam keadaan distress, terus menerus sakit kepala dan semakin parah, kejang atau defisit neurologik (misalnya otot pada salah satu sisi bagian tubuh melemah). Dokter harus mengumpulkan riwayat medis dan perjalanan penyakit penderita serta keluhan-keluhan yang diderita oleh pasien. Harus diketahui kapan keluhan pertama kali timbul, perjalanan penyakit dan apakah baru-baru ini pernah mengalami infeksi. Untuk mendiagnosis abses otak dilakukan pemeriksaan CT sken (computed tomography) atau MRI sken (magnetic resonance imaging) yang secara mendetil memperlihatkan gambaran potongan tiap inci jaringan otak. Abses terlihat sebagai bercak/noktah pada jaringan otak. Kultur darah dan cairan tubuh lainnya akan menemukan sumber infeksi tersebut. Jika diagnosis masih belum dapat ditegakkan, maka sampel dari bercak/noktah tersebut diambil dengan jarum halus yang dilakukan oleh ahli bedah saraf.

1.8. Penatalaksanaan

Pada umumnya terapi AO meliputi pemberian antibiotik dan tindakan operatif berupa eksisi (aspirasi), drainase dan ekstirpasi. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan pemberian antibiotik, sebagai berikut: 1) Bila gejala klinik belum berlangsung lama (kurang dan 1

minggu) atau kapsul belum terbentuk.

2) Sifat-sifat abses: a.
b.

Abses yang lokasinya jauh dalam jaringan otak merupakan kontraindikasi operasi. Besar abses. Soliter atau multipel; pada abses multipel tidak dilakukan operasi Pemilihan antibiotik didasarkan hasil pemeriksaan bakteriologik dan sensitivitas. Sebelum ada hash pemeriksaan bakteriologik dapat diberikan antibiotik secana polifragmasi ampisilin/penisilin dan kioramfenikol. Bila penyebabnya kuman an-aerob dapat diberikan metronidasol. Golongan sefalosporin generasi ke tiga dapat pula digunakan. Tindakan pembedahan dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut di atas. Ada 2 pendekatan yang dilakukan dalam terapi abses otak, yaitu :

c.

1. Antibiotika untuk mengobati infeksi---Jika diketahui infeksi yang terjadi disebabkan oleh bakteri yang spesifik, maka diberikan antibiotika yang sensitif terhadap bakteri tersebut, paling tidak antibiotika berspektrum luas untuk membunuh lebih banyak kuman penyakit. Paling sedikit antibiotika yang diberikan selama 6 hingga 8 minggu untuk menyakinkan bahwa infeksi telah terkontrol.

2. Aspirasi atau pembedahan untuk mengangkat jaringan abses---Jaringan abses diangkat atau cairan nanah dialirkan keluar tergantung pada ukuran dan lokasi abses tersebut. Jika lokasi abses mudah dicapai dan kerusakkan saraf yang ditimbulkan tidak terlalu membahayakan maka abses diangkat dengan tindakan pembedahan. Pada kasus lainnya, abses dialirkan keluar baik dengan insisi (irisan) langsung atau dengan pembedahan yaitu memasukkan jarum ke lokasi abses dan

cairan nanah diaspirasi (disedot) keluar. Jarum ditempatkan pada daerah abses oleh ahli bedah saraf dengan bantuan neurografi stereotaktik, yaitu suatu tehnik pencitraan radiologi untuk melihat jarum yang disuntikkan ke dalam jaringan abses melalui suatu monitor. Keberhasilan pengobatan dilakukan dengan menggunakan MRI sken atau CT sken untuk menilai keadaan otak dan abses tersebut. Antikonvulsan diberikan untuk mengatasi kejang dan penggunaanya dapat diteruskan hingga abses telah berhasil diobati. Hubungi dokter bila mengalami sakit kepala yang kontinu dan keadaannnya makin memburuk dalam beberapa hari atau minggu. Jika sakit kepala disertai mual, muntah, kejang, gangguan kepribadian atau kelemahan otot, segeralah mencari pertolongan.

1.9. Komplikasi a. Herniasi unkal atau tonsiler karena kenaikan TIK

Ventrikulitis karena pecahnya abses di ventrikel b. Perdarahan abses

ASUHAN KEPERAWATAN Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Abses Otak 2.1. Pengkajian a) Anamnesis Identitas klien ;usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tgl MRS, askes dst. b) Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran. c) Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal . d) Riwayat penyakit dahulu ; pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media, mastoiditis ) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema )jantung ( endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit.

2.2.

Pemeriksaan - KU

fisik

2.3.

Pola fungsi kesehatan : a) Aktivitas/istirahat gejala ; malaise Tanda ; ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan involunter. b) Sirkulasi Gejala ; adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis :

Tanda ; TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor). c) Eliminasi Tanda;adanya inkontensia dan/atau retensi d) Nutrisi Gejala ; kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut )

Tanda ; anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering. e) Higiene Tanda ; ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri(pada periode akut) f) Neurosensori Gejala ; sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan penglihatan

Tanda ; penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan,afasia,mata; pupil unisokor (peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum lokal. g) Nyeri /kenyamanan Gejala ; Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan;leher/punggung kaku. Tanda ; tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh. h) Pernapasan Gejala ; adanya riwayat infeksi sinus atau paru

Tanda ;peningkatan kerja pernapasan ( episode awal ). Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah. i) Keamanan Gejala ; adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi; infeksi pelvis,abdomen atau kulit;fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala.

Tanda ; suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau spastik;paralisis atau parese. Gangguan sensasi.

2.4.

Prosedur diagnostic a) Pemeriksaan laboratorium LED meningkat dan mungkin disertai leukositosis. b) Pemeriksaan penunjang a. CT Scan Mengidentifikasi dan melokalisasi abses besar dan abses kecil disekitarnya.(price,2005;1155) b. Arteriografi Menunjukkan lokasi abses di lobus temporal atau abses cerebellum.(long,1996;194)

2.5.

Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut b.d proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi Tujuan : Nyeri teratasi atau dapat dikontrol. Kriteria hasil : klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teratasi. Intervensi : a. berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi

(menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitivitas pada cahaya dan meningkatkan relaksasi ) b. Tingkatkan (menurunkan Kolaborasi c. Berikan analgetik, seperti asetaminofen, kodein. tirah baring, gerakan bantulah yang kebutuhan dapat perawatan diri yang penting. nyeri)

meningkatkan

( untuk menghilangkan nyeri ) 2. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan,terapi pembatasan/kewaspadaan Tujuan : klien dapat keamanan mis cara tirah baring, secara imobilisasi. optimal

menunjukkan

mobilisasi

Kriteria hasil : klien dapat mempertahankan posisi tubuh yang optimal, klien dapat mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh yang sakit,mempertahankan integritas Intervensi : a. Periksa kembali kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi (mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan ) b. Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0-4) Nilai 0 : klien mampu mandiri. Nilai 1 : memerlukan bantuan/peralatan yang minimal. Nilai 2 :memerlukan bantuan sedang/dengan pengawasan/diajarkan Nilai 3 : memerlukan bantuan/peralatan yang terus menerus dan alat khusus. Nilai 4 : tergantung secara total pada pemberi asuhan. kulit, kandung kemih dan fungsi usus.

Seseorang dalam semua katagori sama-sama mempunyai risiko kecelakaan namun katagori 2-4 mempunyai resiko terbesar untuk terjadinya bahaya tersebut sehubungan dengan imobilisasi. c. Letakkan pasien pada posisi tertentu. Ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antar waktu.

(perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan menigkatkan sirkulasi seluruh bagian tubuh. d. Berikan bantuan untuk melakukan ROM

(mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal ekstrimitas dan menurunkan terjadinya vena statis. e. Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab, ganti linen/pakaian yang basah tersebut tetap bersih dan bebas dari kerutan.

( meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan terjadinya eksekoriasi kulit ) f. Pantau haluaran urin. Catat warna dan bau urine. Bantu dengan latihan kandung kemih bila memungkinkan. 3. Perubahan persepsi-sensori b.d defisit neurologis.

Tujuan

mengembalikan

dan

mempertahankan

fungsi

persepsi

sensori.

Kriteria hasil : tingkat kesadaran normal, fungsi persepsi membaik. Intervensi a. Evaluasi/pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara,alam

perasaan,sensorik, dan proses pikir. b. Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas/dingin,benda tajam/tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dan alat tubuh. c. Bicara dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan kalimat yang pendek dan sederhana. kolaborasi d. Rujuk pada ahli fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, dan terapi kognitif. 4. Risti terhadap penyebaran infeksi b.d diseminata hematogen dari patogen, statis cairan. Tujuan : Penyebaran infeks tidak terjadi Kriteria hasil : mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tidak ada bukti penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain. Intervensi : a. berikan tindakan isolasi sebagai tindakan pencegahan

( isolasi diperlukan sampai organismenya diketahui/dosis antibiotik yang cocok telah diberikan untuk menurunkan risiko penyebaran pada orang lain ) b. pertahankan tehnik aseptik dan tehnik mencuci tangan yang tepat baik pasien, pengunjung, maupun staf. Pantau dan batasi pengunjung/staf sesuai kebutuhan. (menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengotrol penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajanan pada individu terinfeksi) c. Teliti adanya keluhan nyeri dada, berkembangnya nadi yang tidak teratur atau demam yang terus menerus. ( infeksi sekunder seperti miokarditis/perikarditis dapat berkembang dan memerlukan intervensi lanjut ) d. Kolaborasi a) berikan terapi antibiotik sesuai indikasi

(obat yang dipilih tergantung pada tipe infeksi dan sensitivitas individu.

b) siapkan

untuk

intervensi

pembedahan

sesuai

indikasi.

( mungkin memerlukan drainase dari adanya abses otak atau penglepasan pirau ventrikel mencegah ruptur/mengontrol penyebaran infeksi ) 5. Risti perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral

Tujuan : Pasien kembali pada,keadaan status neurologis sebelum sakit, Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris. Kriteria hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal, Rasa sakit kepala berkurang, Kesadaran meningkat, adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat.

Intervensi : a. pantau status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya, seperti GCS ( pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial penigkatan tekanan intrakranial adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi,dan perkembangan dari kerusakan cerebral ) b. pantau pernapasan, catat pola dan irama pernapasan.

( tipe dari pola pernapasan merupakan tanda yang berat dari adanya peningkatan TIK/daerah serebral yang terkena dan mungkin merupakan indikasi perlunya untuk melakukan intubasi disertai pemasangan ventilator mekanik. c. pantau intake dan output. Catat karakteristik urine, turgor kulit dan keadaan membran mukosa. (hipertermi menigkatkan kehilangan air tak kasat mata dan menigkatkan resiko dehidrasi, terutama jika kesadaran menurun. d. Kolaborasi a) tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai toleransi dan indikasi. Jaga kepala tetap pada posisi netral.

(peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.) b) berikan obat sesuai indikasi seperti ; deksametason, klorpomasin, asetaminofen Deksametason : dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema serebral.

Klorpomasin : obat pilihan dalam mengatasi kelainan postut tubuh atau mengigil yang dapat meningkatkan TIK. Asetaminofen : menurunkan metabolism seluler/menurunkan konsumsi oksigen dan resiko kejang. 6. Kurang pengetahuan tentang kondisi abses otak, prognosis dan perawatan abses otak b.d kurangnya informs Tujuan : Klien mengetahui tentang kondisi abses otak, prognosis dan perawatan abses otak Kriteria Hasil : Klien terlihat tenang, Klien mengerti tentang kondisinya Intervensi : a. Berikan ( informasi rentang dalam bentuk-bentuk pasien dan segmen menurunkan yang sederhana. untuk

menurunnya

perhatian

dapat

kemampuan

menerima,mengingat,menyimpan informasi yang diberikan,) b. Beri kesempatan pada klien dan keluarga untuk bertanyaa mengenai hal-hal yang tidak diketahuinya.

ASUHAN KEPERAWATAN ABSES OTAK


BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan oleh jamur, bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis. Pada pasien yang mengalami abses otak akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang, defisit neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi, oleh karena itu perlu adanya penanganan yang serius terhadap kasus ini. I. 2. Permasalahan Permasalahan yang timbul sehingga disusunnya asuhan keperawatan ini adalah bagaimana seharusnya tindakan asuhan keperawatan pada sistem persarafan dengan kasus abses otak? I. 3. Tujuan Tujuan disusunnya asuhan keperawatan ini adalah:
1. Tujuan Umum Untuk memenuhi kegiatan belajar mengajar dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II (KMB II). 2. Tujuan Khusus a. Memperoleh gambaran mengenai abses otak. b. Dapat memahami tentang konsep asuhan keperawatan pasien dengan abses otak.

I. 4. Manfaat
1. a. b. 2. Manfaat dari penyusunan asuhan keperawatan ini, yaitu: Kegunaan Ilmiah Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa Sebagai salah satu tugas akademik Kegunaan Praktis Bermanfaat bagi tenaga perawat dalam penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan abses otak

BAB II KONSEP MEDIS II. 1. Pengertian

Abses otak (AO) adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak; terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau melaui sistem vaskular. Timbunan abses pada daerah otak mempunyai daerah spesifik, pada daerah cerebrum 75% dan cerebellum 25%.

II. 2. Etiologi Penyebab dari abses otak ini antara lain, yaitu: 1. Bakteri Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob. 2. Jamur Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus. 3. Parasit Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan AO secara hematogen. 4. Komplikasi dari infeksi lain Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis )hampir setengah dari jumlah penyebab abses otak serta Komplikasi infeksi lainnya seperti: paru-paru (bronkiektaksis, abses paru, empisema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit. II. 3. Patofisiologi Mikroorganisme penyebab abses masuk ke otak dengan cara: 1. Implantasi langsung akibat trauma, tindakan operasi, pungsi lumbal. Penyebaran infeksi kronik pada telinga, sinus, mastoid, dimana bakteri dapat masuk ke otak dengan melalui tulang atau pembuluh darah. 2. Penyebaran bakteri dari fokus primer pada paru-paru seperti abses paru, bronchiactasis, empyema, pada endokarditis dan perikarditis. 3. Komplikasi dari meningitis purulenta. Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis. AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba

1. 2. 3. 4.

dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu : stadium serebritis dini stadium serebritis lanjut stadium pembentukan kapsul dini stadium pembentukan kapsul lanjut. Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis. Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen. II. 4. Manifestasi Klinik Tanda dan gejala awal dan umum dari abses otak adalah nyeri kepala, IM menurun kesadaran mungkin dpat terjadi, kaku kuduk, kejang, defisit motorik, adanya tandatanda peningkatan tekanan intrakranial. Tanda dan gejala lain tergantung dari lokasi abses. Lokasi Tanda dan Gejala Sumber Infeksi Lobus frontalis1. Kulit kepala lunak/lembut Sinus paranasal 2. Nyeri kepala yang terlokalisir di frontal 3. Letargi, apatis, disorientasi 4. Hemiparesis /paralisis 5. Kontralateral

Lobus temporal

cerebellum

6. 7. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Demam tinggi Kejang Dispagia Gangguan lapang pandang Distonia Paralisis saraf III dan IV Paralisis fasial kontralateral Ataxia ipsilateral Nystagmus Dystonia Kaku kuduk positif Nyeri kepala pada suboccipital Disfungsi saraf III, IV, V, VI.

Infeksi pada telinga tengah

II. 5. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diganostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus abses otak, yaitu: 1. X-ray tengkorak, sinus, mastoid, paru-paru: terdapat proses suppurative. 2. CT scan: adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi perubahan ukuran. 3. MRI: sama halnya dengan CT scan yaitu adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi perubahan ukuran. 4. Biopsi otak: mengetahui jenis kuman patogen. 5. Lumbal Pungsi: meningkatnya sel darah putih, glukosa normal, protein meningkat (kontraindikasi pada kemungkinan terjadi herniasi karena peningkatan TIK). II. 6. Penatalaksanaan Penetalaksaan medis yang dilakukan pada abses otak, yaitu: 1. Penatalaksaan Umum a. Support nutrisi: tinggi kalori dan tinggi protein. b. Terapi peningktan TIK c. Support fungsi tanda vital d. fisioterapi 2. Pembedahan 3. Pengobatan a. Antibiotik: Penicillin G, Chlorampenicol, Nafcillin, Matronidazole. b. Glococorticosteroid: Dexamethasone c. Anticonvulsants: Oilantin. II. 7. Komplikasi Kemungkinan komplikasi yang akan terjadi pada pasien dengan abses otak adalah: 1. Gangguan mental 2. Paralisis, 3. Kejang 4. Defisit neurologis fokal

5. Hidrosephalus 6. Herniasi

BAB III KONSEP KEPERAWATAN III. 1. Pengkajian 1. Identitas klien dan psikososial a. usia, b. Jenis kelamin c. Pendidikan d. Alamat e. Pekerjaan f. Agama g. Suku bangsa h. Reran keluarga i. Penampilan sebelum sakit j. Mekanisme koping k. Tempat tinggal yang kumuh 2. Keluhan utama: nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran. 3. Riwayat penyakit sekarang: demam, anoreksi dan malaise, peninggikatan tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal . 4. Riwayat penyakit dahulu: pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit. 5. Pemeriksaan fisik a. Tingkat kesadaran b. Nyeri kepala c. Nystagmus d. Ptosis e. Gangguan pendengaran dan penglihatan f. Peningkatan sushu tubuh g. Paralisis/kelemahan otot h. Perubahan pola napas i. Kejang j. Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial k. Kaku kuduk l. Tanda brudzinskis dan kernigs positif 6. Pola fungsi kesehatan a. Aktivitas/istirahat Gejala: malaise

Tanda: ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan involunter. b. Sirkulasi Gejala: adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis Tanda: TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor). c. Eliminasi Tanda: adanya inkontensia dan/atau retensi d. Nutrisi Gejala: kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut). Tanda: anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering. e. Higiene Tanda: ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri(pada periode akut) f. Neurosensori Gejala: sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan penglihatan Tanda: penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan,afasia,mata; pupil unisokor (peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum lokal. g. Nyeri /kenyamanan Gejala: Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan pada leher/punggung kaku. Tanda: tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh. h. Pernapasan Gejala: adanya riwayat infeksi sinus atau paru Tanda: peningkatan kerja pernapasan ( episode awal ). Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah. i. Keamanan Gejala: adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi; infeksi pelvis,abdomen atau kulit;fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala. Tanda: suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau spastik;paralisis atau parese.Gangguan sensasi. III. 2. Diagnosa Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan abses otak, yaitu: 1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK) Ditandai dengan : Data Subjektif (DS): a. Klien mengatakan nyeri kepala b. Klien mengatakan merasa mual c. Klien mengatakan merasa lemah d. Klien mengatakan bahwa pandangannya kabur Data Objektif (DO): a. Perubahan kesadaran b. Perubahan tanda vital c. Perubahan pola napas, bradikardia d. Nyeri kepala

e. Muntah f. Kelemahan motorik g. Kerusakan pada Nervus kranial III, IV, VI, VII, VIII h. Refleks patologis i. Perubahan nilai ACD j. Hasil pemeriksaan CT scan adanya edema serebri, abses 2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental. Ditandai dengan: Data Subjektif (DS): Kelurga klien mengatakan bahwa klien mengalami penurunan kesadaran. Data Objektif (DO): a. Penurunan kesadaran b. Aktivitas kejang c. Perubahan status mental 3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik. Ditandai dengan: Data Subjektif (DS): Pasien mengatakan lemah. Data Objektif (DO): a. Paralisis, parese, hemiplegia, tremor b. Kekuatan otot kurang c. Kontraktur, atropi. 4. Hipertermia berhubungan dengan infeksi Ditandai dengan: Data Subjektif (DS): Pasien mengatakan demam dan rasa haus. Data Objektif (DO): a. Suhu tubuh diatas 38o C. b. Perubahan tanda vital c. Kulit kering d. Peningkatan leukosit 5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan. Ditandai dengan: Data Subjektif (DS): Pasien mengatakan demam dan rasa haus, muntah Data Objektif (DO): a. Suhu tubuh di atas 38oC. b. Turgor kulit kurang c. Mukosa mulut kering d. Urine pekat e. Perubahan nilai elektrolit 6. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak adekuat.

Ditandai dengan: Data Subjektif (DS): Pasien mengatakan tidak nafsu makan, mual dan muntah. Data Objektif (DO): a. Pasien tidak menghabiskan makanan yang telah disediakan b. Diet makan c. Penurunan BB d. Adanya tanda-tanda kekurangan nutrisi: anemis, cepat lelah. e. Hb dan Albumin kurang dari normal f. Tekanan darah kurang dari normal. 7. Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal. Ditandai dengan: Data Subjektif (DS): Pasien menguluh nyeri kepala, kaku pada leher dan merasa tidak nyaman. Data Objektif (DO): a. Ekspresi wajah menunjukkan rasa nyeri b. Kaku kuduk positif III. 3. Intervensi Intervensi yang direncanakan pada klien dengan abses otak, yaitu: 1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK) Kriteria hasil: a. Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi b. Tanda vital dalam batas normal c. Tidak terjadi defisit neurologi Intervensi: a. Monitor status neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran, pupil, refleks, kemampuan motorik, nyri kepala, kaku kuduk. R/ : Tanda dari iritasi meningeal terjadi akibat peradangan dan mengakibatkan peningkatan TIK. b. Monitor tanda vital dan temperatur setiap 2 jam. R/ : perubahan tekanan nadi dan bradikardia indikasi herniasi otak dan peningkatan TIK. c. Kurangi aktivitas yang dapat menimbulkan peningkatan TIK: batuk, mengedan, muntah, menahan napas. R/ : Menhindari peningktan TIK. d. Berikan waktu istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan. R/ : mengurangi peningkatan TIK. e. Tinggikan posisi kepala 30-40o pertahankan kepala pada posisi neutral, hindari fleksi leher. R/ : Memfasilitasi kelancaran aliran darah vena. f. Kolaborasi dalam pemberian diuretik osmotik, steroid, oksigen, antibiotik. R/ : Mengurangi edema serebral, memenuhi kebutuhan oksigenasi, menghilangkan faktor penyebab.

2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental. Kriteria hasil: a. Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi b. Kejang tidak terjadi c. Injuri tidak terjadi Intervensi: a. Kaji status neurologi setiap 2 jam. R/ : Menentukan keadaan pasien dan resiko kejang. b. Pertahankan keamanan pasien seperti penggunaan penghalangtempat tidur, kesiapan suction, spatel, oksigen. R/ : Mengurangi resiko injuri dan mencegah obstruksi pernapasan. c. Catat aktivitas kejang dan tinggal bersama pasien selama kejang. R/ : Merencanakan intervensi lebih lanjut dan mengurangi kejang. d. Kaji status neurologik dan tanda vital setelah kejang. R/ : Mengetahui respon post kejang. e. Orientasikan pasien ke lingkungan. R/ : Setelah kejang kemungkinan pasien disorientasi. f. Kolaborasi dalal pemberian obat anti kejang. R/ : Mengurangi resiko kejang / menghentikan kejang. 3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik. Kriteria hasil: a. Pasien dapat mempertahankan mobilisasinya secara optimal. b. Integritas kulit utuh. c. Tidak terjadi atropi. d. Tidak terjadi kontraktur. Intervensi: a. Kaji kemampuan mobilisasi. R/ : Hemiparese mungkin dapat terjadi. b. Alih posisi pasien setiap 2 jam. R/ : Menghindari kerusakan kulit. c. Lakukan masage bagian tubuh yang tertekan. R/ : Melancarkan aliran darah dan mencegah dekubitus. d. Lakukan ROM pasive. R/ : Menghindari kontraktur dan atropi. e. Monitor tromboemboli, konstipasi. R/ : Komplikasi immobilitas. f. Konsul pada ahli fisioterapi jika diperlukan. R/ : Perencanaan yang penting lebih lanjut. 4. Hipertermia berhubungan dengan infeksi Kriteria Hasil: a. Suhu tubuh normal 36,5 37, 5o C. b. Tanda vital normal. c. Turgor kulit baik. d. Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.

Intervensi: a. Monitor suhu setiap 2 jam. R/ : Mengetahui suhu tubuh. b. Monitor tanda vital. R/ : Efek dari peningkatan suhu adalah perubahan nadi, pernapasan dan tekanan darah. c. Monitor tanda-tanda dehidrasi. R/ : Tubuh dapat kehilngan cairan melalui kulit dan penguapan. d. Berikan obat anti pireksia. R/ : Mengurangi suhu tubuh. e. Berikan minum yang cukup 2000 cc/hari. R/ : Mencegah dehidrasi. f. Lakukan kompres dingin dan hangat. R/ : Mengurangi suhu tubuh melalui proses konduksi. g. Monitor tanda-tanda kejang. R/ : Suhu tubuh yang panas berisiko terjadi kejang. 5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan. Kriteria Hasil : a. Suhu tubuh normal 36,5 37, 5o C. b. Tanda vital normal. c. Turgor kulit baik. d. Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal. Intervensi: a. Ukur tanda vital setiap 4 jam. R/ : Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit menimbulkan perubahan tanda vital seperti penurunan tekanan darah, dan peningkatan nadi. b. Monitir hasil pemeriksaan laboratorium terutama elektrolit. R/ : Mengetahui perbaikan atau ketidak seimbangan cairan dan elektrolit. c. Observasi tanda-tanda dehidrasi. R/ : Mencegah secara dini terjadinya dehidrasi. d. Catat intake dan output cairan. R/ : Mengetahui keseimbangan cairan. e. Berikan minuman dalam porsi sedikit tetapi sering. R/ : Mengurangi distensi gaster. f. Pertahankan temperatur tubuh dalam batas normal. R/ : Peningkatan temperatur mengakibatkan pengeluaran cairan lewat kulit bertambah. g. Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena. R/ : Pemenuhan kebutuhan cairan dengan IV akan mempercepat pemulihan dehidrasi. h. Pertahankan dan monitor tekanan vena setral. R/ : Tekanan vena sentral untuk mengetahui keseimbangan cairan. 6. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak adekuat. Kriteria hasil: a. Nafsu makan pasien baik.

b. Pasien dapat menghabiskan makanan yang telah disediakan RS. c. Terjadi peningkatan BB secara bertahap. d. Tanda-tanda kurang nutrisi tidak ada. e. Hb dan albumin dalam batas normal. f. Tanda vital normal. Intervensi: a. Kaji makanan kesukaan pasien. R/ : Meningkatkan selera makan pasien. b. Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering. R/ : Menhindari mual dan muntah. c. Hindari berbaring kurang 1 jam setelah makan. R/ : Posisi berbaring saat makanan dalam lambung penuh dapat mengakibatkan refluks dan tidak nyaman. d. Timbang BB 3 hari sekali secara periodik. R/ : Penuruna BB berarti kebutuhan makanan kurang. e. Berikan antiemetik 1 jam sebelum makan. R/ : Menekan rasa mual dan muntah. f. Kurangi minum sebelum makan. R/ : Minum yang banyak sebelum makan mengurangi intake makanan. g. Hindari keadaan yang dapat menggangu selera makan: lingkungan kotor, bau, kebersihan tempat makan, suara gaduh. R/ : Meningkatkan selera makan. h. Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan hygiene, menarik. R/ : Meningkatkan selera makan. i. Lakukan perawatan mulut. R/ : Meningkatkan nafsu makan. j. Monitor kadar Hb dan albumin. R/ : Mengetahui status nutrisi. 7. Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal. Kriteria hasil: a. Nyeri berkurang atau tidak terjadi b. Ekspresi wajah tidak menunjukkan rasa nyeri c. Tanda vital dalam batas normal. Intervensi a. Kaji tingkat nyeri pasien. R/ : Mengetahui derajat nyeri pasien. b. Kaji faktor yang dapat meringankan dan memperberat nyeri. R/ : Mengetahui penanganan yang efektif. c. Lakukan perubahan posisi. R/ : Meningkatkan rasa nyaman. d. Jaga lingkungan untuk tetap nyaman: mengurangi cahaya, keadaan bising. R/ : Meningkatkan rasa nyaman. e. Lakukan massage pada daerah yang nyeri secara lembut, kompres hangat. R/ : Meningkatkan relaksasi. f. Berikan obat analgetik sesuai program.

R/ : Mengurangi nyeri. III. 4. Implementasi Implementasi atau tindakan keperawatan yang dilakukan berdasarkan intervensi pada pasien abses otak, yaitu: 1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK) Implementasi: a. Memonitor status neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran, pupil, refleks, kemampuan motorik, nyri kepala, kaku kuduk. b. Memonitor tanda vital dan temperatur setiap 2 jam. c. Mengurangi aktivitas yang dapat menimbulkan peningkatan TIK: batuk, mengedan, muntah, menahan napas. d. Memberikan waktu istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan. e. Meninggikan posisi kepala 30-40o pertahankan kepala pada posisi neutral, hindari fleksi leher. g. Mengkolaborasi dalam pemberian diuretik osmotik, steroid, oksigen, antibiotik. 2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental. Implementasi: a. Mengkaji status neurologi setiap 2 jam. b. Mempertahankan keamanan pasien seperti penggunaan penghalang tempat tidur, kesiapan suction, spatel, oksigen. c. Mencatat aktivitas kejang dan tinggal bersama pasien selama kejang. d. Mengkaji status neurologik dan tanda vital setelah kejang. e. Mengorientasikan pasien ke lingkungan. f. Mengkolaborasi dalam pemberian obat anti kejang. 3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik. Implementasi: a. Mengkaji kemampuan mobilisasi. b. Mengalih posisi pasien setiap 2 jam. c. Melakukan masage bagian tubuh yang tertekan. d. Melakukan ROM pasive. e. Memonitor tromboemboli, konstipasi. f. Mengkonsultasikan pada ahli fisioterapi jika diperlukan. 4. Hipertermia berhubungan dengan infeksi Implementasi: a. Memonitor suhu setiap 2 jam. b. Memonitor tanda vital. c. Memonitor tanda-tanda dehidrasi. d. Memberikan obat anti pireksia. e. Memberikan minum yang cukup 2000 cc/hari. f. Melakukan kompres dingin dan hangat. g. Memonitor tanda-tanda kejang.

5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan. Implementasi: a. Mengukur tanda vital setiap 4 jam. b. Memonitir hasil pemeriksaan laboratorium terutama elektrolit. c. Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi. d. Mencatat intake dan output cairan. e. Memberikan minuman dalam porsi sedikit tetapi sering. f. Mempertahankan temperatur tubuh dalam batas normal. g. Mengkolaborasi dalam pemberian cairan intravena. h. Mempertahankan dan monitor tekanan vena setral. 6. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak adekuat. Implementasi: a. Mengkaji makanan kesukaan pasien. b. Memberikan makan dalam porsi kecil tapi sering. c. Menhindari berbaring kurang 1 jam setelah makan. d. Menimbang BB 3 hari sekali secara periodik. e. Memberikan antiemetik 1 jam sebelum makan. f. Mengurangi minum sebelum makan. g. Menghindari keadaan yang dapat menggangu selera makan: lingkungan kotor, bau, kebersihan tempat makan, suara gaduh. h. Menyajikan makanan dalam keadaan hangat dan hygiene, menarik. i. Melakukan perawatan mulut. j. Memonitor kadar Hb dan albumin. 7. Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal. Implementasi: a. Mengkaji tingkat nyeri pasien. b. Mengkaji faktor yang dapat meringankan dan memperberat nyeri. c. Melakukan perubahan posisi. d. Menjaga lingkungan untuk tetap nyaman: mengurangi cahaya, keadaan bising. e. Melakukan massage pada daerah yang nyeri secara lembut, kompres hangat. f. Memberikan obat analgetik sesuai program. III. 5. Evaluasi Hasil evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan implementasi dari intervensi yang direncanakan, yaitu: 1. Mencapai perubahan tingkat kesadaran dan orientasi yang meningkat. a. Menunjukkan peningkatan kesadaran b. Pandangan bagus c. Menurunnya kelemahan motorik d. Tanda vital dalam batas normal e. Menunjukkan tidak terjadinya defisit neurologi f. Menunjukkan tidak adanya refleks patologis. 2. Tidak terjadinya resiko yang dapat menyebabkan injuri

a. Menunjukkan peningkatan kesadaran b. Tidak terjadi kejang c. Peningkatan satus mental 3. Klien mampu beradaptasi terhadap ganggaun mobilitas fisik yang dialami a. Menunjukkan mobilisasi secara aktif dan optimal b. Menunjukkan integritas kulit yang utuh c. Tidak terjadinya atropi d. Tidak terjadinya kontraktur. e. Menetapkan program istirahat dan latihan yang seimbang. f. Menunjukkan partisipasi dalam perawatan. g. Menetapkan maantaati jadwal medikasi yang memaksimalkan kekuatan otot. h. Tidak adanya komplikasi berhubungan dengan immobilitas yang dialami. 4. Mencapai penurunan suhu tubuh a. Menunjukkan tanda vital yang normal b. Menunjukkan pengeluaran urine yang tidak pekat c. Menunjukkan suhu tubuh normal d. Menunjukkan turgor kulit yang baik 5. Mencapai kebutuhan nutrisi yang terpenuhi a. Menunjukkan tanda-tanda nutrisi yang terpenuhi. b. Mentaati program medikasi c. Menujukkan nafsu makan yang baik d. Menunjukkan intake makanan yang baik. e. Menunjukkan peningkatan berat badan.

BAB IV PENUTUP IV. 1. Kesimpulan

Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan oleh jamur, bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis. Pada pasien yang mengalami abses otak akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang, defisit neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi. Kasus ini dapat menyebabkan masalah keperawatan, seperti: perubahan perfusi jaringan serebral, resiko injuri, kerusakan mobilitas fisik, hipertermia, ketidakseimbangan cairan, nutrisi kurang dari kebutuhan serta nyeri. IV. 2. Saran Abses otak dapat menyebabkan perubahan status kesehatan pada penderitanya serta dapat menimbulkan komplikasi yang dapat memperparah kondisi prognosis pada klien dengan kasus tersebut. Oleh karena itu perlu adanya penanganan yang serius terhadap kasus ini.

DAFTAR PUSTAKA Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi. EGC: Jakarta Guyton. 1987. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi Revisi. EGC: Jakarta. Harsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi I. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Jukarnain. 2011. Keperawatan Medikal Bedah gangguan Sistem Persarafan. Long, Barbara C. 1996. Keperawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan. Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6. EGC: Jakarta.

You might also like