Professional Documents
Culture Documents
( Juz Pertama ) :
Disusun oleh:
‘Ubaidullah As-Salafi
***
MUQADDIMAH
Amma ba’du,
Allah telah memberikan taufik kepada Syaikhuna (syaikh kami) Al-’Allamah
Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi - semoga Allah menjaga, memelihara,
dan meluruskan langkahnya - untuk mengeluarkan risalah yang penuh berakah ini,
yang diberi judul dengan:
Dalam risalah ini, beliau mengumpulkan nasehat-nasehat beliau sendiri dan nasehat-
nasehat saudara-saudara beliau dari kalangan para ‘ulama, yang terdepan adalah para
Aimmatul ‘Ashr (para imam masa sekarang ) : Al-Imam Al-’Allamah ‘Abdul ‘Aziz
bin Baz, Al-Faqih Al-’Allamah Asy-Syaikh Muhammad bin Shali Al-’Utsaimin,
dan ‘Allamatul Yaman Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i - semoga Allah
Ketika saya membaca tulisan ini, saya mendapatkan beberapa hal (penting) berikut
ini:
Sebenarnya permasalahan ini telah diketahui oleh saya sendiri dan oleh orang
selainku. Hanya saja Asy-Syaikh Al-Wushabi - hafizhahullah - telah mengumpulkan
dalam tulisan ini ucapan para ulama yang terpisah-pisah yang menunjukkan secara
jelas atas pembersihan para masyaikh untuk Asy-Syaikh ‘Abdurrahman -
hafizhahullah -.
Semoga dengan tulisan ini akan menjadi yakin setiap orang yang masih ragu akan
bersihnya Asy-Syaikh ‘Abdurrahman bin Mar’i dari apa yang dituduhkan kepada
beliau oleh para seterunya, dan bahwasanya para masyaikh yang memahami masalah
ini membersihkan beliau (dari berbagai tuduhan/tahdzir tersebut).
Inilah keyakinan kami terhadap saudara-saudara kami yang baik, yang kebaikan
mereka hendak dikaburkan oleh para muta'ashshibin.
Adapun para muta’ashshibin tersebut, maka tidak ada jalan/cara bagi kami (untuk
memberi nasehat) kepada mereka, karena mereka berjalan di atas kaidah :
( ْ ) ﻋَﻨْﺰٌ وَﻟَﻮْ ﻃَﺎرَتartinya : “Pokoknya Kambing, walaupun (ternyata bisa) terbang.” !!!
Demikianlah, dan saya menjadikan tulisan ini menjadi beberapa bagian agar mudah
membacanya.
Pertama : Pembersihan para ‘ulama umat atas tuduhan yang dilemparkan kepada
Asy-Syaikh ‘Abdurrahman Al-’Adani (temukan di Bab II, Upaya Para Ulama Terkait
Fitnah Yaman)
Pada setiap bagian, saya meletakkan bab-bab khusus untuk setiap ucapan para ‘ulama,
(dengan pemberian judul bab) yang sesuai dan disimpulkan dari makna ucapan
mereka.
Dalam menukilkan ucapan para ulama, saya berkomitmen (di atas metode) berikut :
Saya memohon kepada Allah agar Allah memberikan manfaat kepada kaum muslimin
dengan ilmuku, dan semoga Dia menjadikannya sebagai amalan yang ikhlash
mengharap Wajah-Nya yang Mulia.
***
PERTAMA :
Dari pertemuan itu dihasilkan kebaikan yang membuat hati para Ahlus Sunnah
menjadi lapang dan mata mereka menjadi sejuk karenanya. Kesimpulan dari hasil
pertemuan setelah adanya munaqasyah adalah : Bahwasanya Asy-Syaikh Yahya bin
‘Ali Al-Hajuri berhenti dari mencela Asy-Syaikh ‘Abdurrahman, dan Asy-
Syaikh Yahya Al-Hajuri menyetujuinya. [2])
Kedua : Pihak yang memiliki akal yang jernih dan pandangan-pandangan yang bagus,
hendaklah ia menunjukkan dengan pandangannya untuk memadamkan fitnah dengan
cara diam, barakallahfikum, dan mewujudkan poin-poin yang kita minta dari saudara-
saudara kami di Yaman.
“Sungguh aku adalah pemberi nasehat, sungguh aku adalah pemberi nasehat, sungguh
aku adalah pemberi nasehat untuk saudara-saudaraku yang tergesa-gesa dalam
masalah ini dan tidak mendapatkan karunia ketepatan bersikap dan mau menerima
arahan para ulama. Sungguh aku pemberi nasehat bagi mereka : hendaklah mereka
meninjau kembali cara pandang mereka dalam masalah ini. Aku tidaklah
memandang mereka sebagai pihak yang benar dalam masalah hajr (pengucilan),
tahzib (vonis hizbi), celaan sebagian terhadap yang lain, serta saling memutus
hubungan dan membelakangi. Aku tidaklah memandang ini kecuali sebagai
hukuman akibat sikap tidak mau menerima perkataan para ulama. [6])
Ketika beliau ditanya : Apakah yang sekarang terjadi antara Asy-Syaikh Yahya Al-
Hajuri dengan Asy-Syaikh ‘Abdurrahman bin Mar’i dan Asy-Syaikh ‘Abdullah bin
Mar’i, demikian pula dengan Asy-Syaikh Salim Ba Muhriz, merupakan bentuk fitnah
yang Anda menasehatkan untuk menghindarinya secara keseluruhannya, ataukah
merupakan penjelasan terhadap kebenaran, dan pembelaan terhadap manhaj salafi
yang benar?
“Tidak mungkin akan ada di sana sebuah kenyataan yang terjadi pada seseorang yang
menunjukkan penyimpangannya dari Sunnah, kemudian ternyata Ahlus Sunnah masih
“Di sisi lain, tidak ada seorang pun yang bisa dipercaya (dalam masalah ini). Kami
mendengar tuduhan hizbiyyah terhadap Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân dan yang bersama
beliau. Namun mana buktinya??” [8])
Yaitu ketika beliau menjawab pertanyaan para pemuda dari Hadhramaut Ad-Dakhil,
yaitu pada 16 / 5 / 1429 H (atau sekitar 22 Mei 2008, red).
Dalam majelis yang lain, yaitu pada tanggal 12 Sya’ban 1429 H (atau sekitar 15
Agustus 2008, red) lalu beliau ditanya, bahwa ada seorang thalibul ilmi yang
memihak kepada Asy-Syaikh Yahya dalam vonisnya terhadap Asy-Syaikh
‘Abdurrahman, dan dia berupaya menyebarkan hal tersebut dan sebaliknya
menghalangi disebarkannya nasehat dan penjelasan para ‘ulama, dia juga mencegah
penempelan selebaran-selebaran, tulisan-tulisan, dan pengumuman-pengumuman dari
para syaikh. Bagaimanakah perlakukan kami terhadapnya?
Ketika beliau ditanya di kota Jeddah pada bulan Ramadhan yang penuh berkah tahun
1429 H (atau sekitar bulan September 2008, red) lalu tentang fitnah yang terjadi di
Yaman. Kemudian beliau menjawab sebagai berikut:
Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga, dan para shahabatnya. [11])
***
Dari penukilan perkataan para ‘ulama yang penuh berkah di atas, tampak bagi kita
dua perkara:
Selesai bagian pertama dan akan bersambung pada bagian kedua dengan kehendak
Allah
***
‘Amma ba’d :
]35/ ] (35)
“Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan
hanya kepada Kami-lah kalian dikembalikan. (QS. Al-Anbiya’: 35)
( 2) (1)
]3-1/ ] (3 )
“Alif Laam Miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan begitu (saja)
mengatakan : ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Sesungguhnya
Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah
mengetahui orang-orang yang benar / jujur dan sesungguhnya Dia mengetahui
orang-orang yang dusta.” (QS. Al-’Ankabut : 1-3)
]37/ ) [37)
“Supaya Allah memisahkan (kelompok) yang buruk dari yang baik, dan menjadikan
(kelompok) yang buruk itu sebagiannya di atas sebagian yang lain, lalu kesemuanya
ditumpukkan-Nya, dan dimasukkan-Nya ke dalam neraka Jahannam. Mereka itulah
orang-orang yang merugi. (QS. Al-Anfal : 37)
]179/ ] (179)
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam kondisi
kalian sekarang ini, sampai Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik
(mukmin), dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kalian hal-hal
yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-
rasul-Nya. Karena itu berimanlah kalian kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika
kalian beriman dan bertakwa, maka bagi kalian pahala yang besar.” (QS. Ali
‘Imran : 179)
]11/ ] (11)
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan
kalian juga. Janganlah kalian kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kalian,
bahkan itu adalah baik bagi kalian. Tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan
dari dosa yang dikerjakannya, dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian
yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya adzab yang besar.” (QS.
An-Nur : 11)
Kami jadikan sebagian kalian cobaan/ujian bagi sebagian yang lain, akankah kalian
bersabar? Dan adalah Rabb kalian Maha Melihat. (QS. Al-Furqan : 20). [1])
“… dan demikianlah, setiap kali fitnah (ujian) datang, maka ia adalah cobaan dari
Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Allah hendak menguji hamba-hamba-Nya, sebagaimana
dalam firman-Nya :
(2 ) (1 )
]3-1/ ] (3 )
“Alif Laam Miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan begitu (saja)
mengatakan : ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Sesungguhnya
Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah
mengetahui orang-orang yang benar / jujur dan sesungguhnya Dia mengetahui
orang-orang yang dusta.” (QS. Al-’Ankabut : 1-3)
Yaitu orang-orang benar (jujur) dalam keimanan mereka, dan berpegang teguh
dengan agamanya, baik dalam berucap maupun dalam beramal, secara zhahir maupun
batin, tersembunyi dan tampak (oleh manusia).
“Waspadalah wahai para hamba Allah. Allah ingin menguji kita, meskipun fitnah ini
selesai, pasti akan datang fitnah berikutnya, karena memang Allah telah menjanjikan
hal ini. Allah telah berjanji akan mendatangkan cobaan dan ujian, sebagaimana Allah
tegaskan :
]2/ ]
Yakni tanpa ada bencana, tanpa ada ujian, tanpa ada cobaan, tanpa ada seleksi, tanpa
ada fitnah.
yaitu mengatakan dengan mulut-mulut mereka dan cukup dengan ucapan “aku
beriman”,
]2/ ] (2 )
Tidak diseleksi, tidak diuji? Yang demikian tidak cukup, akan tetapi ucapan itu harus
dihadapkan kepada fitnah, setelah satu fitnah dihadapkan pada fitnah berikutnya,
setelah fitnah itu dihadapkan lagi pada fitnah yang lain, sampai fitnah yang terakhir
yaitu fitnah (ujian) kematian. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda
(berdo’a) :
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab Jahannam, dari
adzab kubur, dari fitnah (ujian) hidup dan mati, dan dari kejahatan fitnah al-Masih
al-Dajjal.”
Fitnah yang paling akhir adalah fitnah ketika sampainya ruh di kerongkongan, yaitu
fitnah kematian. Bila kematian telah tiba, hendaklah kamu bersabar dan matilah
karena Allah. Dalam keadaan engkau ridha kepada Allah, mewasiatkan hartamu apa
saja yang masih menjadi tanggunganmu, dan engkau ucapkan LAA ILAAHA
ILLALLAH disertai kecintaan kepada kalimat ini. Dan kamu juga bertakwa kepada
Allah. Jangan kamu mati dalam keadaan melaknati dan mencela, mengingkari hak-
hak orang yang menjadi tanggunganmu, serta menutupi hak-hak orang tersebut. Dan
demikianlah seterusnya, dari satu fitnah (ujian) ke fitnah yang lain hingga mati.
“Tidaklah mengherankan bila muncul sebuah fitnah. Fitnah datang setelah adanya
fitnah yang lain, dan fitnah demi fitnah. Karena memang sekarang ini kita hidup di
negeri yang penuh dengan fitnah, dan di negeri penuh cobaan, ujian, dan seleksi. Kita
tidak tinggal di Darul Jaza’ (negeri tempat pembalasan). Darul Jaza’ adalah al-
jannah. Adapun dunia maka dia adalah tempat cobaan, ujian, dan seleksi, baik bagi
laki-laki maupun perempuan, baik bagi manusia maupun jin.” [3])
“Wahai saudaraku, seorang ‘alim (berilmu), padahal dia seorang yang berilmu,
mengkhawatirkan dirinya dari fitnah. Tidak semua ‘alim mendapat taufiq untuk bisa
menghindari fitnah. Berapa banyak fitnah telah merenggut para ‘ulama!
Apabila seorang ‘alim (berilmu) saja bisa selamat dan bisa tidak (dari fitnah), lantas
bagaimana halnya dengan orang jahil lagi awam? Dan bagaimana pula dengan
penuntut ilmu?
Bila seorang ‘alim yang memiliki banyak karya tulis, meskipun demikian ia bisa
hanyut terbawa fitnah Mu’tazilah, atau hanyut dalam fitnah Khawarij, atau hanyut
dalam fitnah ‘Asyariyyah, atau hanyut dalam fitnah Tasawwuf, atau fitnah Rafidhah
dan Tasyayyu’. Bahkan sebagian yang lain hanyut dalam fitnah Yahudi dan Nashrani,
sebagian ‘ulama menjadi pembela Yahudi, Nashara, dan Atheis, bahkan di antara
mereka ada yang menjadi Nashara seperti ‘Abdullah Al-Qashimi dan yang
semisalnya, di antara mereka ada yang menjadi Nashrani setelah sebelumnya dia
termasuk ‘ulama, termasuk penulis dan pen-tahqiq, ternyata akhirnya menjadi seorang
Nashrani. Wal’iyyadzu Billah. [4])
“Wahai saudaraku, tidak semua ucapan bisa disampaikan. Apabila seorang ‘alim
mengucapkan suatu perkataan, dalam keadaan dia mengharapkan dari Allah
kekokohan, kelurusan, dan dia khawatir terhadap dirinya. Berapa banyak dari
kalangan ‘ulama yang sesat dan menyesatkan, menyimpang, dan menyeleweng. Allah
Ta’ala berfirman :
َ ِوَاﺗْﻞُ ﻋَﻠَﯿْﮭِﻢْ ﻧَﺒَﺄَ اﻟﱠﺬِي آَﺗَﯿْﻨَﺎهُ آَﯾَﺎﺗِﻨَﺎ ﻓَﺎﻧْﺴَﻠَﺦَ ﻣِﻨْﮭَﺎ ﻓَﺄَﺗْﺒَﻌَﮫُ اﻟﺸﱠﯿْﻄَﺎنُ ﻓَﻜَﺎنَ ﻣ
ﻦ
ُ( وَﻟَﻮْ ﺷِﺌْﻨَﺎ ﻟَﺮَﻓَﻌْﻨَﺎهُ ﺑِﮭَﺎ وَﻟَﻜِﻨﱠﮫُ أَﺧْﻠَﺪَ إِﻟَﻰ اﻷَرْضِ وَاﺗﱠﺒَﻊَ ھَﻮَاه175) َاﻟْﻐَﺎوِﯾﻦ
َﻓَﻤَﺜَﻠُﮫُ ﻛَﻤَﺜَﻞِ اﻟْﻜَﻠْﺐِ إِنْ ﺗَﺤْﻤِﻞْ ﻋَﻠَﯿْﮫِ ﯾَﻠْﮭَﺚْ أَوْ ﺗَﺘْ ُﺮﻛْﮫُ ﯾَﻠْﮭَﺚْ ذَﻟِﻚَ ﻣَﺜَﻞُ اﻟْﻘَﻮْمِ اﻟﱠﺬِﯾﻦ
،175/( ]اﻷﻋﺮاف176) َﻛَﺬﱠﺑُﻮا ﺑِﺂَﯾَﺎﺗِﻨَﺎ ﻓَﺎﻗْﺼُﺺِ اﻟْﻘَﺼَﺺَ ﻟَﻌَﻠﱠﮭُﻢْ ﯾَﺘَﻔَﻜﱠﺮُون
]176
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya
ayat-ayat Kami (ilmu tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-
Ini adalah kisah seorang ‘alim yang Allah ‘Azza wa jalla kisahkan kepada kita, dia
(sang ‘alim tersebut) telah menyimpang. Betapa banyaknya orang ‘alim (yang telah
menyimpang) seperti dia, baik pada masa terdahulu maupun masa sekarang?!
ِأَﻓَﺮَأَﯾْﺖَ ﻣَﻦِ اﺗﱠﺨَﺬَ إِﻟَﮭَﮫُ ھَﻮَاهُ وَأَﺿَﻠﱠﮫُ اﷲُ ﻋَﻠَﻰ ﻋِﻠْﻢٍ وَﺧَﺘَﻢَ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻤْﻌِﮫِ وَﻗَﻠْﺒِﮫ
(23) َوَﺟَﻌَﻞَ ﻋَﻠَﻰ ﺑَﺼَﺮِهِ ﻏِﺸَﺎوَةً ﻓَﻤَﻦْ ﯾَﮭْﺪِﯾﮫِ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِ اﷲِ أَﻓَﻼَ ﺗَﺬَﻛﱠﺮُون
]23/]اﻟﺠﺎﺛﯿﺔ
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
tuhannya dan Allah sesatkan ia di atas ilmunya serta Allah telah mengunci mati
pendengaran dan hatinya, dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka
siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat).
Maka mengapa kalian tidak mengambil pelajaran?” (QS. Al-Jatsiyyah : 23) [5])
Adapun fitnah apabila terjadi antara dua orang ‘ulama dari kalangan para ‘ulama
Ahlus Sunnah, maka tidak boleh ada yang turut campur di dalamnya kecuali
ulama Ahlus Sunah. Merekalah yang lebih berilmu dan mengetahui tentang apa yang
mereka ucapkan. Mereka lebih mengetahui mana yang mashlahat (baik) dan yang
mafaasid (rusak). Dan mereka juga lebih mengetahui siapa yang berhak/pantas
memberikan ta’dil (penilaian baik terhadap seseorang) dan jarh (penilaian buruk
terhadap seseorang).
Adapun orang awam dan thalibul ‘ilmi (penuntut ilmu), maka tidak boleh bagi mereka
untuk turut campur dalam fitnah seperti ini. Apalagi ikut-ikutan memberikan jarh dan
ta’dil.
وَإِنْ ﻃَﺎﺋِﻔَﺘَﺎنِ ﻣِﻦَ اﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﯿﻦَ اﻗْﺘَﺘَﻠُﻮا ﻓَﺄَﺻْﻠِﺤُﻮا ﺑَﯿْﻨَﮭُﻤَﺎ ﻓَﺈِنْ ﺑَﻐَﺖْ إِﺣْﺪَاھُﻤَﺎ ﻋَﻠَﻰ
اﻟْﺄُﺧْﺮَى ﻓَﻘَﺎﺗِﻠُﻮا اﻟﱠﺘِﻲ ﺗَﺒْﻐِﻲ ﺣَﺘﱠﻰ ﺗَﻔِﻲءَ إِﻟَﻰ أَﻣْﺮِ اﻟﻠﱠﮫِ ﻓَﺈِنْ ﻓَﺎءَتْ ﻓَﺄَﺻْﻠِﺤُﻮا
ٌ( إِﻧﱠﻤَﺎ اﻟْﻤُﺆْﻣِﻨُﻮنَ إِﺧْﻮَة9) َﺑَﯿْﻨَﮭُﻤَﺎ ﺑِﺎﻟْﻌَﺪْلِ وَأَﻗْﺴِﻄُﻮا إِنﱠ اﻟﻠﱠﮫَ ﯾُﺤِﺐﱡ اﻟْﻤُﻘْﺴِﻄِﯿﻦ
]10 ،9/( ]اﻟﺤﺠﺮات10) َﻓَﺄَﺻْﻠِﺤُﻮا ﺑَﯿْﻦَ أَﺧَﻮَﯾْﻜُﻢْ وَاﺗﱠﻘُﻮا اﻟﻠﱠﮫَ ﻟَﻌَﻠﱠﻜُﻢْ ﺗُﺮْﺣَﻤُﻮن
Kalau ada dua golongan dari kaum mukminin saling berperang, maka damaikan
antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar perjanjian itu kalian perangi sampai surut kembali pada
perintah Allah. Apabila telah surut, maka damaikanlah antara keduanya menurut
keadilan, dan berlaku adilah kalianl; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang berlaku adil. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah
kalian terhadap Allah, agar kalian dirahmati.” (QS. Al-Hujurat : 9 - 10). [6])
“Sungguh aku nasehatkan kepada setiap saudaraku yang mereka memiliki sedikit
kecenderungan kepada pihak yang ini atau syaikh yang itu, aku nasehatkan kepada
mereka agar tidak menyempitkan yang luas dan jangan mendahului ‘ulama. Apabila
mereka sekarang tergesa-gesa (dalam menyikapi) permasalahan ini dan apa yang
sedang terjadi, maka sesungguhnya pada waktu yang akan datang akan terjadi
perkara-perkara yang kita tidak akan selamat. Apakah kita akan menempuh cara yang
sama?!! Dan kita menjadi berkelompok-kelompok, hidup kita menjadi berkelompok-
kelompok melawan para masyaikh Ahlus Sunnah?!! Pada kemudian hari ada
kemungkinan sang ‘alim fulan berselisih dengan sang ‘alim fulan. Apakah kita tetap
masih dalam kondisi yang sama, yaitu berkelompok-kelompok? Atau kita akan
mengatakan ini adalah permasalahan antara para ‘ulama. Mereka (para ‘ulama
tersebut) semua telah mengerti tentang As-Sunnah. Maka janganlah kita condong
kepada satu pihak dan jangan pula menyikapi hukum dengan hajr (pemboikotan),
tahazzub (penilaian sebagai hizbi), atau pembid’ahan, kecuali apabila hukum tersebut
datang (bersumber) dari jalur para ‘ulama yang dijadikan sebagai rujukan dan
sandaran (dalam menyelesaikan dan menjawab problematika umat).
Sesungguhnya ketika terjadi perselisihan antara fulan dengan fulan harus ada seorang
hakim, harus ada pihak ketiga, yaitu (pihak) yang menerangkan jumlah kesalahan,
menerangkan siapa yang benar dan siapa yang salah.
Demikian pula dengan kesalahan yang ada, sejauh mana kesalahan itu menyeret
pelakunya. Apakah kesalahan itu menunjukkan hizbiyyahnya, atau tidak menunjukkan
kepada hal tersebut, (yaitu kesalahan itu) masuk pada jenis kesalahan yang tidak
seorang pun bisa terluput darinya. Sehingga permasalahan ini jangan kalian sangka
masalah terkait pribadi kemudian selesai. Namun itu permasalahan yang bisa akan
terus berkepanjangan. Barakallahu fikum. [7])
Sangat disayangkan, sikap demikian teramat banyak orang terhalangi darinya. Aku
tidak memaksudkan dengan perkataanku ini kalangan ahli bid’ah dan kesesatan.
Karena urusan mereka telah jelas, yaitu mereka telah meninggalkan sikap seperti itu
dengan sengaja.
Akan tetapi sebagian Ahlus Sunnah pada masa kita ini, mereka tidak bisa berada pada
tingkatan yang para ‘ulama salaf berada di atasnya. Meskipun demikian, mereka
masih tetap sebagai Ahlus Sunnah. Hanya saja yang dituntut adalah mujahadah diri
dan mendahulukan kebenaran semaksimal kemampuan kita.” [8])
“Sifat paling agung yang para penuntut ilmu, ‘ulama, dan para da’i hendaknya bersifat
dengannya adalah kembali kepada kebenaran dan mengagungkannya, baik dalam
mendengar, diam, tunduk, dan patuh. Sifat ini adalah sifat yang Allah melebihkan
dengannya siapa saja yang Ia kehendaki dari para hamba-Nya. Ada ucapan dari Al-
Imam Asy-Syafi’i - rahimahullah -, beliau berkata: Tidaklah aku menyampaikan
kebenaran kepada seorang pun, kemudian orang itu menerimanya, kecuali orang itu
akan menjadi mulia dalam pandanganku dan aku meyakini wajibnya untuk mencintai
orang itu. Dan tidaklah aku menyampaikan kebenaran kepada seseorang, kemudian
ia menolaknya, kecuali ia menjadi orang yang jatuh (martabatnya) dalam
pandanganku dan aku akan menolaknya.”
Yang demikian karena jiwa manusia akan mudah menerima kebenaran dari orang
yang ia cintai dan akan sulit menerimanya dari orang yang ia benci.
Apabila engkau ingin mengalahkan jiwa dan hawa nafsunya, dan bisa mengalahkan
syaithan dan makarnya terhadapmu, maka terimalah kebenaran. Kita tidak akan
memiliki alasan di hadapan Allah apabila kita menolak kebenaran karena tinjauan
Selesai dengan pertolongan dari Allah, dan berikutnya adalah juz ketiga dengan
kehendak Allah
“Wahai saudara-saudaraku, ini adalah metode ahli bid’ah!!! Mereka orang-orang yang
tidak memiliki akal, tidak memiliki tamyiz (pembeda), tidak memiliki paradigma, dan
tidak pula memiliki ushul (prinsip-prinsip). Adapun kalian (Ahlus Sunnah), maka
kalian memiliki paradigma dan kalian memiliki ushul (prinsip-prinsip) yang kalian
bersandar kepadanya terkhusus dalam menghadapi berbagai fitnah.
Barakallahufikum.” [2])
“Wahai para penuntut ilmu, wajib atas kalian berhati-hati dan tidak tergesa-gesa,
karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda:
))
((اﻟﺘﺄﻧﻲ ﻣﻦ اﷲ واﻟﻌﺠﻠﺔ ﻣﻦ اﻟﺸﯿﻄﺎن
“Kehati-hatian adalah dari Allah, sedangkan ketergesa-gesaan adalah dari
syaithan.” [HR. Al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman, dan Abu Ya'la dari shahabat Anas
radhiallahu 'anhu. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-'Allamah Al-Albani -
rahimahullah - dalam Shahih Al-Jami, lihat dalam Ash-Shahihah no. 1795]
Aku mendengar Syaikhuna (syaikh kami) Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i - rahimahullah
- berkata : “Jauhilah oleh kalian wahai Ahlus Sunnah sikap tergesa-gesa, karena
tergesa-gesaan itu akan menyebabkan kehancuran.” [3])
Demikianlah, fitnah apa saja yang muncul, harus dikembalikan kepada ‘ulama
disertai dengan kehati-hatian sebagaimana yang ada dalam hadits:
((
))اﻟﺘﺄﻧﻲ ﻣﻦ اﷲ واﻟﻌﺠﻠﺔ ﻣﻦ اﻟﺸﯿﻄﺎن
“Kehati-hatian adalah dari Allah, sedangkan ketergesa-gesaan adalah dari
syaithan.”
“Dahulu saya mencintai dan masih terus mencintai bahwasanya saudara-saudara kita
di Hadhramaut ad-Dakhil, demikian pula dengan yang selain mereka, berhati-berhati
dalam banyak urusan. Allah tidak menuntut mereka, dan tidak pula selain mereka,
untuk berkata begini atau begitu. Karena sesungguhnya - segala puji bagi Allah -
dakwah di Yaman telah Allah jadikan baginya sejumlah ulama yang menegakkan
prinsip nasehat-menasehati dan meneliti berbagai perkara.” [4])
“Demikian juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam membimbing umat tentang tata
cara bersikap menghadapi fitnah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
HR. Abu Daud dari shahabat Miqdad bin Al-Aswad - radhiyallahu ‘anhu -, dan
dishahihkan oleh Al-’Allamah Muhadditsul ‘Ashr Al-Albani - rahimahullah - dalam
Shahih Sunan Abu Daud no. 973, Al-Misykat no. 5405, dan Ash-Shahihah no. 973.
Dan beliau - ‘alaihish shalatu was salam - juga memberikan petunjuk kepada
umatnya kepada perkara yang lebih baik dan lebih bermanfaat bagi mereka dari pada
terjun ke dalam fitnah. Beliau ‘alaihish shalatu was sallam bersabda:
Inilah petunjuk dan jalan para ‘ulama salaf yang dinukilkan dari mereka, yaitu:
menjauh dari fitnah dan tidak terjun ke dalamnya.
“Oleh karena itu aku memberikan nasehat kepada saudara-saudaraku Ahlus Sunnah
wal Jama’ah, baik di Yaman maupun di luar Yaman, agar tidak terjun ke dalam
fitnah, baik fitnah yang sekarang atau yang akan datang. [6])
“Hendaklah setiap orang menjauh dari fitnah, dan mengatakan : “Wahai Rabbku,
selamatkanlah diriku.” Dan hendaklah ia mengatakan : “Semoga Allah memberikan
balasan kebaikan kepada para ‘ulama, kalau bukan karena Allah kemudian para
‘ulama sungguh kami akan menjadi satu kaum yang tersesat.” Kemudian ia
“Adapun apabila kalangan awam dan penuntut ilmu turut campur dalam putaran
fitnah, tanpa mempedulikan lagi para ‘ulama, maka yang demikian adalah corong
kejelekan bagi umat ini. Yang demikian ini termasuk perkara yang akan membuat api
fitnah makin menyala, kejelekan makin menyebar, dan perselisihan makin meluas.”
[8])
“Maka aku nasehatkan kepada kalian agar menjaga lisan-lisan kalian dari turut
campur dalam fitnah ini … .” [9])
“Wahai saudara-saudaraku yang cinta kepada dakwah ini dan menghormatinya, dan
ingin dakwah ini menang, ingin dakwah ini berhasil, hendaklah ia mengambil langkah
diam (tidak turut berbicara tentang fitnah), dan memberikan nasehat kepada orang
yang berbicara (tentang fitnah), serta tidak ikut menjalankan fitnah ini.” [10])
“Allah ta’ala telah menerangkan dalam kitab-Nya yang mulia tatacara bersikap
terhadap fitnah, sehingga kita tidak terjatuh dalam kesalahan dan ketergelinciran.
Allah memberikan petunjuk kepada para hamba tatkala terjadi fitnah, hendaklah
mereka kembali kepada para ‘ulama, terutama yang kokoh ilmunya dari mereka.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
ِ ْأَوِ اﻟْﺨَﻮْفِ أَذَاﻋُﻮا ﺑِﮫِ وَﻟَﻮْ رَدﱡوهُ إِﻟَﻰ اﻟﺮﱠﺳُﻮلِ وَإِذَا ﺟَﺎءَھُﻢْ أَﻣْﺮٌ ﻣِﻦَ اﻟْﺄَﻣ
ﻦ
ﻣِﻨْﮭُﻢْ وَﻟَﻮْﻟَﺎ ﻓَﻀْﻞُ اﻟﻠﱠﮫِ ﻋَﻠَﯿْﻜُﻢْ أُوﻟِﻲ اﻟْﺄَﻣْﺮِ ﻣِﻨْﮭُﻢْ ﻟَﻌَﻠِﻤَﮫُ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ ﯾَﺴْﺘَﻨْﺒِﻄُﻮﻧَﮫُ وَإِﻟَﻰ
ُ وَرَﺣْﻤَﺘُﮫ83/( ]اﻟﻨﺴﺎء83) ]ﻟَﺎﺗﱠﺒَﻌْﺘُﻢُ اﻟﺸﱠﯿْﻄَﺎنَ إِﻟﱠﺎ ﻗَﻠِﯿﻠًﺎ
“Apapun perselisihan yang terjadi, hendaklah dikembalikan kepada para ‘ulama. Para
ulama yang menghukuminya berdasarkan Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Sunnah
Rasulullah ‘alaihisshalatu wassalam. Hendaklah setiap orang menjauh dari fitnah dan
mengatakan : “Wahai Rabbku, selamatkanlah diriku.” Dan hendaklah ia mengatakan :
“Semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepada para ‘ulama, kalau bukan
karena Allah kemudian para ‘ulama tersebut sungguh kami akan menjadi satu kaum
yang tersesat.” Dan hendaknya ia mendoakan mereka (para ‘ulama tersebut) : “Ya
Allah tolonglah para ‘ulama al-Qur’an dan as-Sunnah. Satukanlah kalimat
mereka di atas kebenaran, bantulah mereka, berilah mereka taufik dan
kelurusan. Luruskanlah pena dan lisan mereka wahai Rabbul ‘alamin.” [13])
“Oleh karena itu sadarlah, semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepada kamu,
pada setiap fitnah, apabila sikapmu dalam fitnah tersebut bukan sikap mau
merujuk (kembali) kepada para ‘ulama. Kalau tidak, maka kamu termasuk
orang yang terjerumus (dalam fitnah/kejelekan) dan tidak mendapatkan taufik.”
[14])
“Oleh karena itu hendaklah kalian bersama para ‘ulama rabbani yang mereka
berpegang kepada Al-Kitab dan As-Sunnah, baik dalam fitnah ini atau fitnah
selainnya. Inilah yang harus kami tetapkan pada pendengaran kalian.” [15])
“Apabila fitnah datang, wajib atas kalian untuk kembali kepada para ‘ulama,
Allah Ta’ala berfirman:
[83/ ] (83)
Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun
ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka mau menyerahkannya kepada
Rasul dan ulil amri (para ‘ulama) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin
mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil
amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian, tentulah
Adapun apabila dirimu mengambil fikrah dan fitnah begitu saja, lalu kamu berjalan di
belakangnya, maka makna dari sikap seperti ini adalah dirimu adalah seorang yang
berbuat kebatilan, kamu bukan di atas kebenaran. Kamu tidak mengetahui
jalan yang benar. Jalan yang benar bagi kalangan awam dan penuntut ilmu
apabila muncul fitnah adalah mengembalikannya kepada para ‘ulama,
bertanya, dan meminta penjelasan. … .” [16])
“Fitnah adalah penyakit, dan obatnya adalah kembali kepada para ‘ulama dan
meminta penjelasan tentangnya.” [17])
“Yang aku nasehatkan kepada saudara-saudaraku dan para penuntut ilmu secara
khusus dan kalangan manusia yang lain secara umum adalah menjaga lisan dan tidak
ikut campur (dalam fitnah). Dan katakanlah : “Segala puji bagi Allah yang telah
memuliakan kita dengan keberadaan para ‘ulama yang berjalan di atas Al-Kitab dan
As-Sunnah.” Wajib atas kita untuk mendoakan mereka agar mendapatkan taufik dan
kelurusan. Kita memohon kepada Allah, agar Dia membantu mereka (para ‘ulama)
untuk bisa mencocoki kebenaran. Kita tidak mendahului para ‘ulama kita. Inilah adab.
Inilah akhlak yang mulia. Inilah - demi Allah - yang akan memberikan manfaat
kepada kalian hingga mati, Insya Allah.
Setiap kali datang fitnah maka dirimu telah tertarbiyyah (terdidik) dan telah
mempelajarinya.
Apabila mereka mengatakan : “Telah terjadi demikian, telah terjadi demikian, dan
perkaranya adalah demikian”, Maka katakan : “Demi Allah, aku bukan seorang
‘ulama. Perkara-perkara ini semua, tempat kembalinya adalah kepada para ‘ulama.
Aku akan bertanya dan mencari faedah (dari mereka) sebagaimana yang
diperintahkan oleh Rabbku dengan firman-Nya:
“Aku memberikan wasiat kepada diriku dan kepada saudara-saudaraku para penuntut
ilmu dan kepada segenap umat, apabila terjadi pada mereka peristiwa (fitnah) baru,
maka hendaklah kita mengembalikannya kepada orang yang Allah perintahkan
untuk kita mengembalikan urusan itu kepada mereka. Mereka adalah para
‘ulama, orang-orang yang memiliki pengetahuan, dan para penegak dakwah ini. Kita
tidak boleh mendahului mereka, dan tidak memulai membuat keputusan hukum,
sehingga kita telah tampil sebelum mereka. Sesungguhnya Allah ta’ala berfirman:
وَإِذَا ﺟَﺎءَھُﻢْ أَﻣْﺮٌ ﻣِﻦَ اﻟْﺄَﻣْﻦِ أَوِ اﻟْﺨَﻮْفِ أَذَاﻋُﻮا ﺑِﮫِ وَﻟَﻮْ رَدﱡوهُ إِﻟَﻰ اﻟﺮﱠﺳُﻮ ِل
ْوَإِﻟَﻰ أُوﻟِﻲ اﻟْﺄَﻣْﺮِ ﻣِﻨْﮭُﻢْ ﻟَﻌَﻠِﻤَﮫُ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ ﯾَﺴْﺘَﻨْﺒِﻄُﻮﻧَﮫُ ﻣِﻨْﮭُﻢْ وَﻟَﻮْﻟَﺎ ﻓَﻀْﻞُ اﻟﻠﱠﮫِ ﻋَﻠَﯿْﻜُﻢ
]83/( ]اﻟﻨﺴﺎء83) وَرَﺣْﻤَﺘُﮫُ ﻟَﺎﺗﱠﺒَﻌْﺘُﻢُ اﻟﺸﱠﯿْﻄَﺎنَ إِﻟﱠﺎ ﻗَﻠِﯿﻠًﺎ
Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun
ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka mau menyerahkannya kepada
Rasul dan ulil amri (para ‘ulama) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin
mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil
amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian, tentulah
kalian mengikut syaithan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kalian). (QS. An-
Nisa’: 83) . [20])
“Oleh karena itu yang wajib atas para penuntut ilmu adalah tidak mendahului para
‘ulama mereka. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda:
Lalu bagaimana apabila Allah telah menggabungkan pada seseorang tersebut usia tua
dan ilmu yang banyak, sehingga ia pun menjadi orang yang senior secara usia dan
senior dalam ilmunya, sungguh dia telah banyak berpengalaman menjalani kehidupan,
banyak berpengalaman menangani kerumitan-kerumitan umat dan kondisi mereka.
Sedangkan (orang yang masih muda usia) menyangka permasalahan dengan cara yang
demikian, sehingga ia pun salah. Ya, dia salah. Karena ia tidak mengukur tingkat
mashlahat (kebaikan) dan mafsadah (kerusakan)nya.
“Yang terpenting adalah bagaimana sikapmu ketika ada cobaan dan ketika terjadi
fitnah? Banyak dari umat manusia, sikap mereka ketika terjadi fitnah adalah
sikap yang kacau, menonjolkan diri, fanatik, serta membela kesalahan dan
kebatilan.” [23])
“Sekarang pusatkan tujuan dan kesibukan kalian untuk memadamkan fitnah ini, itu
saja. Sementara perkataan (tentang fitnah) campur aduk. Oleh karena itu janganlah
kalian ikut berbicara - semoga Allah memberikan berkah kepada kalian - jangan
fanatik (ta’ashshub) terhadap kelompok ini dan jangan pula yang itu.” [24])
“Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang mereka benar-benar Ahlus Sunnah wal Jama’ah
sejati, mereka tidak fanatik (ta’ashshub) kepada pendapat seseorang, dan tidak
pula fanatik (ta’ashshub) bersama seseorang, akan tetapi mereka berjalan
bersama kebenaran di manapun kebenaran itu berada.” [25])
“Yang wajib atas seorang mukmin adalah hendaklah ia sebagaimana yang Allah
maukan darinya:
Adapun kondisi seseorang membela pendapatnya dan terus menerus di atas perkara
yang ia di atasnya padahal telah jelas baginya bahwa perkara tersebut batil, maka
sikap yang demikian adalah kesalahan. Sikap yang demikian adalah kebiasaan kaum
musyrikin yang mereka enggan mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Allah Ta’ala berfirman :
وَﻛَﺬَﻟِﻚَ ﻣَﺎ أَرْﺳَﻠْﻨَﺎ ﻣِﻦْ ﻗَﺒْﻠِﻚَ ﻓِﻲ ﻗَﺮْﯾَﺔٍ ﻣِﻦْ ﻧَﺬِﯾﺮٍ إِﻟﱠﺎ ﻗَﺎلَ ﻣُﺘْﺮَﻓُﻮھَﺎ إِﻧﱠﺎ وَﺟَﺪْﻧَﺎ
]23/[ )اﻟﺰﺧﺮف23) َآَﺑَﺎءَﻧَﺎ ﻋَﻠَﻰ أُﻣﱠﺔٍ وَإِﻧﱠﺎ ﻋَﻠَﻰ آَﺛَﺎرِھِﻢْ ﻣُﻘْﺘَﺪُون
Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan
pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu
berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak- bapak kami menganut suatu agama
dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka”. (QS. Az-Zukhruf : 23)
[26])
اﻟﻠﮭﻢ إﻧﻲ أﻋﻮذ ﺑﻚ،اﻟﻠﮭﻢ ﺛﺒﺘﻨﻲ ﺑﺎﻟﻘﻮل اﻟﺜﺎﺑﺖ ﻓﻲ اﻟﺤﯿﺎة اﻟﺪﻧﯿﺎ وﻓﻲ اﻵﺧﺮة
، اﻟﻠﮭﻢ اﺻﺮف ﻋﻨﻲ اﻟﻔﺘﻦ ﻣﺎ ﻇﮭﺮ ﻣﻨﮭﺎ وﻣﺎ ﺑﻄﻦ،ﻣﻦ اﻟﺤﻮر ﺑﻌﺪ اﻟﻜﻮر
، اﻟﻠﮭﻢ ارزﻗﻨﻲ ﺟﻠﺴﺎء ﺻﺎﻟﺤﯿﻦ وﻋﻠﻤﺎء رﺑﺎﻧﯿﯿﻦ،اﻟﻠﮭﻢ ﺑﺼﺮﻧﻲ ﻓﻲ دﯾﻨﻲ
اﻟﻠﮭﻢ ﺧﺬ ﺑﯿﺪي إﻟﻰ ﻣﺎ ﺗﺤﺒﮫ وﺗﺮﺿﺎه
“Ya Allah, teguhkanlah diriku dengan perkataan yang kokoh dalam kehidupan dunia
dan akhirat. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ‘al-hur’ setelah ‘al-kur’. [27]
Ya Allah, palingkanlah (hindarkanlah) dariku berbagai fitnah, baik yang tampak
maupun yang tidak tampak. Ya Allah, berikanlah ilmu pada diriku dalam agamaku.
Ya Allah, berikanlah aku karunia berupa teman-teman yang shalih dan para ‘ulama
rabbani. Ya Allah, bawalah tanganku kepada apa yang Engkau cintai dan Engkau
ridhai.”
“Aku memohon kepada Allah agar menyudahi fitnah ini. Menghadaplah kalian
kepada Allah dengan penuh ketundukan agar Dia menyudahi fitnah. Wahai saudara-
saudaraku, turut andillah dalam memadamkan fitnah ini dengan cara yang telah aku
sebutkan kepada kalian.” [29])
“Keadaan kita berdoa kepada Allah agar membukakan kepada kita dari-Nya sikap
menerima kebenaran, adalah perkara penting. Dalam Shahih Muslim dari hadits yang
diriwayatkan dari shahabat ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah
‘alaihishshalatu wassalam pernah beriftitah (membaca doa iftitah) shalat malam
dengan do’a :
Yaitu beliau meminta hidayah dari Allah. Maka kita jauh lebih pantas untuk meminta
hal itu. Kita menundukkan diri kita kepada Allah ‘azza wa jalla untuk (memohon) hal
itu.
Setiap perkara yang menjadi masalah bagimu, hendaklah kamu meminta pertolongan
kepada Pelindungmu (yakni Allah) Subhanahu Wa Ta’ala. Ini adalah termasuk
perkara penting yang hendaklah kita senantiasa meletakkan dalam benak kita. Yaitu
seseorang kembali kepada Allah ‘azza wa jalla, dan jujur (sungguh-sungguh) kepada
Allah dalam ia kembali (kepada-Nya), yaitu agar Dia (Allah) menampakkan
kepadanya kebenaran sebagai kebenaran, lalu memberi rizki berupa kemampuan
untuk mengikutinya, dan menampakkan kebatilan sebagai kebatilan dan memberikan
rizki kepadanya agar bisa menghindarinya.” [30])
“Wajib atas para masyaikh Ahlus Sunnah secara keseluruhan, termasuk di dalamnya
Asy-Syaikh Yahya dan Asy-Syaikh ‘Abdurrahman, untuk mewujudkan saling
memaafkan dan lapang dada, serta memperkuat persaudaraan di antara para penuntut
ilmu. Bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, dakwah kepada Allah, dan amal
shalih.” [31])
وأﺻﻞ، أي ﻣﻦ اﻟﻨﻘﺼﺎن ﺑﻌﺪ اﻟﺰﯾﺎدة وﻗﯿﻞ ﻣﻦ ﻓﺴﺎد اﻷﻣﻮر ﺑﻌﺪ ﺻﻼﺣﮭﺎ
اﻟﺤﻮر ﻧﻘﺾ اﻟﻌﻤﺎﻣﺔ ﺑﻌﺪ ﻟﻔﮭﺎ وأﺻﻞ اﻟﻜﻮر ﻣﻦ ﺗﻜﻮﯾﺮ اﻟﻌﻤﺎﻣﺔ وھﻮ ﻟﻔﮭﺎ
وﺟﻤﻌﮭﺎ
Yakni : “dari berkurang setelah sebelumnya bertambah.” Dikatakan juga maknanya :
“dari kerusakan berbagai perkara setelah sebelumnya baik.” Asal makna kata “Al-
Hur” adalah melepas imamah (sorban) setelah dilipat. Adapan asal makna kata “Al-
Kur” adalah melingkarkan imamah (sorban), yaitu melipat dan menyatukannya.
Sungguh Ma’had Dammâj pada masa beliau dipenuhi dengan suasana ilmiah,
persatuan, mahabbah, mawaddah, dan ta’âwun yang sangat kental dan sangat erat
antara ahlus sunnah. Pembelaan terhadap sunnah dan ahlus sunnah serta kebencian
terhadap bid’ah dan para pengusungnya. Kecintaan, penghormatan, dan penghargaan
terhadap para ‘ulama ahlus sunnah. Demikianlah, dan kondisi ini pun diakui dan
dipuji oleh para ‘ulama Ahlus Sunnah lainnya, baik di Yaman maupun di luar Yaman.
Namun sangat disesalkan, kini suasana dan kondisi tersebut perlahan mulai memudar.
Dengan naiknya Asy-Syaikh Yahyâ bin ‘Ali Al-Hajûri ke kursi Asy-Syaikh Muqbil v
menggantikan posisi beliau, kondisi Dammâj mulai berubah. Kini di Ma’had Dammâj
benar-benar telah terjadi tragedi yang sangat memprihatinkan. Di sana para ‘ulama
kibâr ahlus sunnah dilecehkan, dicela, dan dicaci maki dengan kata-kata kasar dan
tidak senonoh.
Sungguh harga diri dan kehormatan para ‘ulama Ahlus Sunnah menjadi suatu yang
rendah dan tidak ada nilainya di hadapan Al-Hajûri dan para pengikutnya.
Maka para ‘ulama masyâikh kibâr di Yaman berupaya untuk segera memadamkan api
fitnah yang dinyalakan dan terus dikobarkan oleh Asy-Syaikh Al-Hâjuri beserta
murid-murid fanatiknya ini. Para masyâikh kibâr tersebut antara lain :
Turut andil juga Imâmul Jarh wat Ta’dîl fî hâdzal ‘Ashr Al-’Allâmah Al-Muhaddits
Al-Wâlid Asy-Syaikh Rabî’ bin Hâdi Al-Madkhali dan Asy-Syaikh Al-’Allâmah
Al-Muhaddits Al-Wâlid ‘Ubaid Al-Jâbiri
–hafizhahumullâh wa ra’âhum–.
Berbagai upaya nasehat dan ijtimâ’ dilakukan. Diantaranya ijtimâ’ di Ma’bar pada
tanggal 12 Rabî’uts Tsani 1428 H (atau sekitar tanggal 30 April 2007, pen).
Gambar 1. Scan yang disepakati pada tanggal 12 – 4 – 1428 H atau sekitar 30 April
2007
1
http://dammajhabibah.files.wordpress.com/2009/02/scan0002.jpg
Gambar 2. Scan yang disepakati pada tanggal 21 – 4 – 1428 H atau sekitar 9 Mei
2007
Lâhaula walâ Quwwata illâ billâh! Maka akhirnya Al-Hajûri ditegur keras oleh
gurunya Asy-Syaikh Al-Wâlid Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Al-Wushâbi atas
ucapannya tersebut :
Kemudian pada musim haji tahun 1428 H (tahun lalu) (atau sekitar 20 Desember
2007, pen), beberapa kibâr masyâikh Yaman berkesempatan untuk menunaikan
ibadah haji. Maka kesempatan itu, dimanfaatkan oleh para masyâikh tersebut untuk
berziarah ke kediaman Al-Wâlid Asy-Syaikh Rabî di Makkah Al-Mukarramah. Turut
hadir juga dalam majlis tersebut Asy-Syaikh Yahyâ Al-Hajûri! Dalam kesempatan
mulia tersebut, diangkat pula kepada Asy-Syaikh Rabî’ tentang fitnah yang terjadi di
Yaman. Maka beliau pun, layaknya seorang ayah yang bijak menasehati anak-
anaknya, memberikan arahan dan bimbingan dengan didasari taqwa, ilmu, dan kasih
sayang. Pada saat itulah Imamul Jarhi wat Ta’dil Asy-Syaikh Rabi’ menuntut kepada
Al-Hajuri bukti atas vonisnya bahwa Syaikh Abdurrahman adalah hizby. Ternyata Al-
Hajuri tidak bisa mendatangkan satu buktipun, tidak pula setengahnya. Kemudian
Sepulang dari haji, para kibâr masyâikh berkumpul di Al-Hudaidah, tepatnya pada
tanggal 5 Muharram 1429 H (atau sekitar tanggal 14 Januari 2008), dalam rangka
menyimpulkan dan menuliskan hasil pertemuan mereka bersama Asy-Syaikh Rabî’
hafizhahullah di kediaman beliau. Maka ditulislah dengan rapi hasil pertemuan
tersebut dalam bayân Al-Hudaidah, kemudian ditandatangani oleh para masyâikh
yang hadir pada pertemuan tersebut.
Gambar 3. Scan yang disepakati pada tanggal 5 Muharram 1429 H atau sekitar
tanggal 14 Januari 2008 2
2
http://dammajhabibah.files.wordpress.com/2009/02/a-hasil-ijtima-hal-1.jpg
Tampak para kibâr masyâikh yang bertanda tangan adalah, Asy-Syaikh Muhammad
bin ‘Abdil Wahhâb, Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdillâh Al-Imâm, Asy-Syaikh
‘Abdul ‘Aziz bin Yahyâ Al-Bura’i, Asy-Syaikh ‘Abdullâh bin ‘Utsmân Adz-Dzamâri,
3
http://dammajhabibah.files.wordpress.com/2009/02/b-hasil-ijtima-hal-2.jpg
Kemudian, hasil ijtimâ’ tersebut disambut dengan sangat positif oleh Asy-Syaikh
‘Abdurrahmân Al-’Adani, sebagaimana dalam gambar 5 berikut :4
Gambar 5. Sambutan Syaikh Abdurrahman Al-Adeni, ditulis pada tanggal yang sama,
5 Muharam 1429 H atau sekitar tanggal 4 Januari 2008
Hasil ijtimâ’ dan sambutan Syaikh Abdurrahman tersebut ditampilkan dalam situs
para masyâikh Yaman, yaitu
http://www.olamayemen.com/html/uploads/img478c6477a77d7.jpg
4
http://dammajhabibah.files.wordpress.com/2009/02/c-sambutan-sy-abdurrahman.jpg
Pada 7 Muharram 1429 H (atau sekitar tanggal 16 Januari 2008, pen), Al-Hajûri
mengeluarkan kaset berjudul “Nashîhatul Ahbâb … ” Dalam kaset tersebut, Al-
Hajûri :
Atas sikap Al-Hajûri yang tidak senonoh tersebut, Asy-Syaikh Al-Wâlid Muhammad
bin Abdil Wahhab Al-Wushabi menegurnya dengan keras :
وھﻜﺬا أﯾﻀﺎ ﻗﻮﻟﮫ ﻓﻲ ﺑﯿﺎن اﻟﺤﺪﯾﺪة ﺑﺄﻧﮫ ﻣﺤﺪث ﺑﺄﻧﮫ ﺑﺪﻋﺔ أﯾﻀﺎ ﻋﻠﯿﮫ أن
… ،ﯾﺴﺘﻐﻔﺮ اﷲ وأن ﯾﺘﻮب إﻟﯿﮫ وأن ﯾﻨﺪم
“Demikian juga ucapan Yahyâ tentang ijtimâ’ Al-Hudaidah, bahwa itu muhdats,
dan bahwasanya itu bid’ah, juga wajib atasnya untuk beristighfar kepada Allah
dan bertaubat kepada-Nya serta menyesal” (Ats-Tsana`ul Badi’)
Bahkan Asy-Syaikh Yahyâ menantang siapa saja yang menyatakan bahwa ketika di
hadapan Asy-Syaikh Rabî’ beliau setuju untuk diam (tidak lagi berbicara tentang Asy-
Syaikh ‘Abdurrahmân), sebagaimana bisa dilihat pada website :
http://wahyain.com/forums/showthread.php?t=147
Demikianlah, sekian upaya nasehat dari kibâr masyâikh sama sekali tidak
memberikan manfaat bagi Asy-Syaikh Yahyâ dan para pengikutnya. Mereka tetap
pada kondisi semula, yaitu tetap bersikukuh di atas keyakinan dan vonis bahwa Asy-
Kondisi Ma’had Dammâj saat ini, adalah mirip kata pepatah ‘Arab :
Dalam upayanya untuk tetap memaksakan vonis sebagai hizbi, Al-Hajûri dan murid-
muridnya -tak luput pula anak-anak Indonesia yang sangat ta’ashshub terhadap Al-
Hajûri- berupaya untuk mengesankan bahwa para masyâikh tidak mengetahui hakekat
permasalahan yang sebenarnya, dan mengatakan bahwa “ahlu Makkah adrâ
bisyi’âbihâ” (Penduduk suatu negeri lebih mengetahui tentang seluk beluk negeri
tersebut) atau dengan kata lain “ahlul bait adrâ bimâ fîhi” (penghuni rumah lebih
mengetahui tentang apa yang ada di dalamnya).
.ﻛﻠﻤﺘﻬﻢ
.
Maka aku berkata bârakallâh fîkum : Kesimpulan permasalahan adalah, bahwa para
masyâikh Ahlus Sunnah telah benar-benar hidup bersama dengan peristiwa tersebut
sejak awal kemunculannya dan mengikuti seluruh kejadian-kejadiannya, walaupun
tidak berarti mereka membaca semua tulisan yang tersebar, namun mereka (para
masyâikh tersebut) mengetahui semua yang berlangsung dan semua yang terjadi.
Terlebih lagi dan yang perlu diperhatikan bahwa apabila terjadi sebuah pertemuan
(ijtimâ’) dengan salah satu pihak dari dua belah pihak yang berselisih, maka majelis
tersebut memakan waktu berjam-jam, dan waktu yang berjam-jam yang dihabiskan
tersebut bukan membahas masalah-masalah cabang atau sampingan, namun
membahas inti permasalahan. Ditambah lagi dengan dengan adanya berbagai upaya
pertemuan (ijtimâ’-ijtimâ’) tanpa dihadiri oleh kedua belah pihak. begitu pula dengan
adanya berbagai adanya utusan, surat-surat dan berbagai peneloponan antar mereka
(para masyâikh) dan berbagai penelponan serta pertanyaan di berabagai majelis yang
disampaikan oleh kedua belah pihak atau sebagian mereka atau lebih tepatnya yang
disampaikan oleh para pengikut kedua belah pihak dan yang lainnya.
“Di sisi lain, tidak ada seorang pun yang bisa dipercaya (dalam masalah ini). Kami
mendengar tuduhan hizbiyyah terhadap Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân dan yang bersama
.
“Kami (para masyâikh) tidak pernah rujuk sedikitpun dari hasil kesepakatan
(ijtimâ’) Al-Hudaidah. Kami tetap berada di atas kesepakatan yang telah kami
sepakati bersama.”
Nasihat yang sangat berharga dari Al 'Allamah al Muhaddits Rabi' bin Hadi al
Madkhali kepada anak-anaknya Salafiyyin di Yaman dan selainnya, tentang
perselisihan yang terjadi antara dua syaikh : Yahya al Hajuri dan Abdurrahman al
'Adani
Muqaddimah
)1). { }
Amma ba’du:
Ini adalah nasehat penting yang sangat berharga dari Syaikh kami Al-Allamah Rabi’
bin Hadi Al-Madkhali -semoga Allah memberi taufiq kepada beliau dan mengangkat
kedudukannya di dua tempat (dunia dan akhirat) - beliau tujukan kepada anak-anak
beliau dari salafiyyin terkhusus permasalahan yang terjadi di Yaman. Beliau
menyampaikannya di hadapan beberapa salafiyyin dari Yaman di rumah beliau di
Makkah, setelah Maghrib hari Rabu tanggal 17-4 1429 H. (atau sekitar tanggal 24
April 2008, pen) (4)
Syekh hafidzahullah tidak memiliki semangat untuk memberi nasehat ini, melainkan
setelah beliau melihat menyebarnya fitnah ini, pengaruhnya yang buruk dan tanpa ada
keterangan yang jelas pada sebagian para pemuda.(5)
Dan Syekh Rabi’ sejak sebelumnya dan masih terus dalam memberi nasehat di
berbagai majelis dan pelajaran beliau dan berijtima’ dengan para ulama dari Yaman
serta juga percakapan lewat telepon dan yang lainnya.(6) Kita memohon kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala agar memberi manfaat nasehat ini kepada salafiyyin, di setiap
tempat yang sampai kepada mereka nasehat-nasehat yang mulia dan berharga ini.
Agar telinga yang menyimaknya dan akal cemerlang yang berfikir. Walhamdulillahi
rabbil alamin.
Amma ba’du:
Wahai orang-orang yang aku cintai, para penuntut ilmu,murid-murid syaikh Muqbil di
Yaman dan di setiap tempat, bersyukurlah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
apa yang telah diberikan kepada kalian dari berbagai kenikmatan. Yaitu dengan
mengenal madzhab Salafus Shalih yang merupakan pancaran dari Kitabullah dan
Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam. Bersyukurlah kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala atas hal ini, dan atas dakwah kalian yang agung yang telah
menerangi negeri Yaman, yang menghancurkan gelapnya kejahilan, syirik, khurafat
dan Rafidhah.
Kalian demi Allah dalam kenikmatan yang besar, musuh-musuh kalian merasa dengki
terhadap kalian - dengan kedengkian yang sangat - dan menunggu adanya petaka
yang akan menimpa kalian, mereka senang dengan adanya perselisihan dan fitnah ini.
Maka barangsiapa yang menghormati dakwah ini, dan ikhlas kepada Allah
“Dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang
kekuatanmu “ (QS.Al-Anfaal:46)
Dakwah kalian kuat, namun dengan perselisihan ini menyebabkan kelemahan dan
kegagalan!!
Fitnah itu - sebagaimana yang dikatakan - berkata Sufyan bin Uyainah dari Khalaf bin
Hausyab bahwasanya mereka disaat fitnah, mereka mempermisalkannya dengan bait-
bait sya’ir ini:
Maka dia menjadi nenek tua yang tidak seorangpun mau menikah dengannya
Rambut hitam telah bercampur uban, warna kulit indah berubah keriput
Peperangan (fitnah) itu pada saat pertama kali –masya Allah- setan bersama dengan
setan-setan manusia menghiasinya untuk orang-orang bodoh, sehingga mereka
terjatuh ke dalamnya. Maka jika telah menyala dan berkobar apinya, maka jelaslah
bagi mereka dampak yang buruk terhadap fitnah ini.
Orang yang berakal dapat mengetahui fitnah ketika ia datang, sedangkan orang tidak
berakal tidak mengetahui fitnah melainkan setelah berlalu. Saya berharap kalian di
sini dan di Yaman seluruhnya menjadi orang-orang yang berakal, dan menjadi orang
berakal yang paling mulia. Saya berharap kalian berada di tingkatan yang agung ini.
Jangan kalian bersegera menuju fitnah, lalu kalian menyalakannya dan kalian
tumpahkan bensin di atasnya –sebagaimana kata orang-, api membutuhkan air untuk
memadamkannya. Adapun dengan bensin, maka semakin mengobarkannya –demi
Allah-, membicarakannya, –demi Allah- merupakan bensin dan bahan bakar fitnah
ini.
Maka aku menasehati kalian dengan menjaga lisan-lisan kalian dari turut campur
kedalam fitnah ini. Dan hendaklah kalian bersaudara diantara kalian. Dan siapa yang
muncul diantara mereka sikap saling menjauhi, maka hendaklah mereka kembali
kepada kebenaran. Syaikh Yahya termasuk orang yang paling afdhal dan
Kita tidak aman dari adanya penyusupan –wahai para ikhwah- walaupun berjumlah
dua atau tiga di setiap front, dua atau tiga orang dari ahli fitnah yang disusupkan.
Penghuni (markaz) Dammaj adalah orang-orang mulia, punya keutamaan, mereka
Ahlus Sunnah. Ikhwan kalian di Yaman selatan juga mulia dan mereka Ahlus Sunnah.
Namun kita tidak merasa aman bahwa disana ada yang disusupkan dari kalangan
musuh, walaupun mereka berjumlah sedikit. Kita tidak menganggap itu mustahil,
tidak ada yang menganggap hal ini mustahil kecuali orang yang tidak mengetahui
sejarah Islam.
Boleh jadi terdapat orang-orang yang disusupkan dari jama’ah Al-Ikhwan al-
muslimun, atau dari jama’ah Abul Hasan, atau dari selain mereka dari jama’ah Al-
Hikmah (cabang organisasi Ihya’ Turats di Yaman,pent), atau dari selain mereka –
barakallahu fiikum- maka berhati-hatilah dari perkara-perkara ini.
Didalam pasukan Ali bin Abi Thalib pernah terdapat beberapa orang yang disusupkan
–barakallahu fiikum- , mereka yang mengobarkan api fitnah dan menimbulkan
pergolakan diantara para ikhwah dengan Ali radhiyallahu 'anhu ,dan bersama mereka
sekelompok dari para sahabat dari satu arah, dan antara Zubair dan Thalhah
radhiyallahu 'anhuma dari arah yang lain –barakallahu fiikum-.(9)
Dan kami meminta dari para masyayikh di Yaman agar mereka berupaya dan
bersungguh-sungguh untuk memadamkan fitnah ini. Dan saya mengarahkan
harapanku kepada masing-masing pihak (yang bertikai), syaikh Yahya dan syaikh
Abdurrahman - serta yang bersama keduanya dari yang terjadi perselisihan diantara
mereka - aku mengarahkan harapanku bersama dengan harapan kalian:
1) Agar mereka diam dari saling membicarakan antara satu dengan yang lain
2) Agar hendaknya mereka menghapus makalah-makalah mereka di berbagai situs-
situs (internet), menghapus semua makalah terkait dan menahan lisan-lisan mereka
3) Agar mereka membakar selebaran-selebaran terkait yang silih berganti (saling
berbantahan)
Agar perkara-perkara ini kembali berjalan seperti semula, minimal sebagai langkah
pertama yang utama sekarang ini adalah diam, dari masing-masing pihak. Serta
menjauhkan makalah-makalah yang ada ini, yang turut mengobarkan api fitnah di
berbagai situs (internet), baik di situs Syihr dan situs Syekh Yahya dan situs lainnya.
Saya berharap harapan dan permintaan ini bisa tercapai. Barakallahu fiikum.
Walhamdulillah, disana terdapat para ulama yang berakal yang telah berusaha untuk
memadamkan fitnah ini. Maka tidak sepantasnya bagi orang-orang kecil (kalangan
bawah) saling melakukan pergolakan dan saling berselisih. Yang ini condong kepada
fulan, yang satu condong kepada yang lain, ini merupakan cara-cara ahli bid’ah,
wahai para ikhwah!!!, Mereka orang-orang yang tidak punya akal, yang tidak bisa
membedakan, tidak memiliki kaidah dan prinsip. Sementara kalian punya prinsip dan
kaidah - yang kalian bersandar kepadanya - terkhusus dalam menghadapi fitnah ini.
Barakallahu fiikum.
Aku wasiatkan kalian agar bertaqwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan ikhlas
karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan bersungguh-sungguh untuk memadamkan
fitnah ini:
Pertama: Tidak ikut campur dalam fitnah tersebut
Diantara mereka ada tujuan-tujuan pribadi –wallahu a’lam- yang dinyalakan oleh para
penyusup dari sana-sini, walaupun jumlah mereka sedikit. Barakallahu fiikum,
mereka semua salafiyyun, mereka semua orang-orang mulia, mereka semua insya
Allah para mujahid, barakallahu fiikum.
Tidak ada yang paling disenangi syetan daripada perselisihan, tidak ada yang paling
dia senangi daripada perselisihan. (firman-Nya):
Aku berharap kepada kalian - wahai para ikhwah - jika diantara kalian terjadi
berbagai perselisihan, maka saling berjabatan tanganlah sekarang, dari sekarang.
Kalian berjanji kepada Allah bahwa kalian tidak turut andil dalam fitnah ini, kecuali
yang akan memadamkannya dan yang menyelesaikannya. Ini adalah kewajiban
mereka, wahai ikhwah.
Apakah kalian menyangka bahwa disana ada bid’ah, yang menyebabkan mereka
berseteru padanya ?!, Ini ahli bid’ah dan ini..?! Sama sekali tidak ! Ada sebagian
orang yang telah menulis beberapa hal - yang kami memandang - bahwa itu
merupakan kekeliruan, barakallahu fiikum.
Jangan sampai kita terseret dan terbawa di belakang isu ini dan itu, dan yang
semisalnya, sehingga kita menjadi rugi atas dakwah yang agung ini - yang dengannya
Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah memberikan keistimewaan kepada kalian -.
Berikanlah pujian hanya untuk Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas nikmat ini dan
bersyukurlah kepadanya, dan peliharalah nikmat ini, tugas kalian dalam perkara ini
adalah berupaya untuk memadamkan fitnah ini.
Pertama, kalian disini di kerajaan (Arab Saudi) jangan ada seseorang yang berselisih
dengan yang lain. Dan ikhwan kalian di Yaman, kami mengharapkan dari para
masyayikh yang senior untuk berupaya memadamkan fitnah ini.
Kami berharap dari masing-masing pihak agar mereka diam, dan mengakhiri
pembicaraan yang silih berganti di berbagai situs-situs (internet) yang menyebabkan
musuh-musuh kalian bersorak atas kalian, dakwah kalian, dan dakwah kita semuanya.
Walhamdulillah, ini adalah dakwah milik semua dan itu menggembirakan mereka.
Demi Allah tidak ada yang paling menggembirakan mereka, melainkan seperti
Maka aku - wahai para ikhwah- , aku ulangi dan terus mengulangi harapanku kepada
seluruhnya, untuk bersungguh-sungguh dalam memadamkan fitnah ini, saling
bersaudara dan saling melekat diantara kalian, baik di sini maupun di Yaman.
Barangsiapa yang telah berbuat buruk kepada saudaranya, maka hendaklah dia
meminta untuk dihalalkan, jangan sampai ada rasa malu dan yang lainnya untuk
meminta dihalalkan. Karena sesungguhnya hal itu –demi Allah- merupakan
kemuliaan yang sangat agung dan sikap rendah diri, serta merupakan bukti dan
petunjuk yang menjelaskan bahwa yang terjatuh dalam kesalahan ini senantiasa cinta
kebenaran, dan bahwa dia seorang salafy secara benar dan di atas hakekatnya.
Aku memohon kepada Allah agar meredakan fitnah ini, dan hendaklah kalian
berserah diri dengan memohon kepada Allah agar meredakan fitnah ini. Dan turut-
sertalah kalian - wahai para ikhwah - dan beri masukan dalam rangka meredakannya
seperti yang telah aku sebutkan kepada kalian.
Semoga Allah membenarkan langkah kalian, dan memberikan berkah kepada kalian
dan menyatukan hati para ikhwah semuanya. Sesungguhnya Rabb kami Maha
Mendengarkan Do’a. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada nabi kita
Muhammad, keluarganya dan para shahabatnya. Semoga Allah memberkati kalian
dan menjaga kami dan kalian.
Salah seorang hadirin berkata: "Apakah ada yang punya problem (untuk ditanyakan)
?" Berkata Syaikh Rabi’: "Tidak ada problem, pembicaraan dan tidak pula
pertanyaan. Redakanlah, tidak ada tanya jawab. Sekarang jadikan tujuan, arah dan
kesibukan kalian adalah memadamkan fitnah ini. Itu saja, pembicaraan akan
menyulut. Jangan kalian berbicara –barakallahu fiikum- jangan kalian fanatik
terhadap pihak ini, dan tidak pula pihak itu, mereka semua adalah saudara kalian.
Mereka semua berada diatas aqidah dan manhaj yang satu, walhamdulillah. Mereka
memberi pengaruh yang besar –segala puji milik Allah- dalam memberi pertolongan
dan menyebarkan dakwah ini. Semoga Allah memberi taufik kepada semuanya.
Aku pernah mengatakan kepada Syaikh Muqbil dalam satu kesempatan, tatkala
pernah ada ancaman dari negara-negara Teluk bahwa mereka akan berupaya
memecah-belah antara syaikh Rabi’ dan syaikh Muqbil, telah sampai kepadaku
ucapan ini. Maka akupun menelepon syaikh Muqbil, lalu aku berkata: "Telah sampai
kepadaku berita bahwa disana ada orang yang hendak memecah-belah antara kami
dan kalian." Maka beliau mengatakan kepadaku: "Kalaulah sekiranya gunung-gunung
itu saling menanduk, tidak akan memudlaratkan kita sedikitpun, dan hal ini tidak akan
terjadi sedikitpun."
Maka akupun menghendaki dari kalian seperti ini, seperti tokoh besar yang
mengucapkan perkataan ini. Yang menjulurkan telinganya mendengar pembicaraan,
Jika kalian punya pertanyaan selain permasalahan ini, maka biarkanlah terlebih
dahulu, agar tidak keburukan diantara kalian dengan hal-hal ini. Tebarkanlah salam
diantara kalian dimanapun kalian bertemu, saling merahmati dan mengasihi –
barakallahu fiikum-.
Selesai dari ucapan syaikh Rabi’ –semoga Allah memelihara dan menjaga beliau-.
Footnote :
1. Ali Imran:102
2. An-Nisaa:1
3. Al-Ahzab:76
4. Aku telah mengirimkan naskah ini kepada syaikh Rabi’ berupa transkrip dari kaset,
lalu beliau membenarkan sedikit dari apa yang menurut beliau layak, lalu beliau
mengizinkan kepadaku untuk menyebarkannya.
5.Saya ingin menyebutkan kepadamu sesuatu yang mungkin dapat kalian gambarkan
tentang apa yang terjadi di medan dakwah berupa hasil dari fitnah ini dari beberapa
sikap yang aku dapati. Saya mengingat di musim haji tahun lalu, saya berada di dekat
syaikh Rabi’di rumah beliau, di maktabah. Datang salah seorang penuntut ilmu di
negeri Yaman –seseorang yang juga ikut andil dalam berdakwah dan memiliki murid-
murid- beliau bertanya kepada syaikh dengan adab beberapa pertanyaan. Kemudian ia
bertanya kepada syaikh tentang sikap beliau, jika datang kepada beliau beberapa anak
muda dan mereka mengatakan kepadanya: engkau harus menentukan sikapmu,
apakah engkau bersama Al-Hajuri atau bersama Al-Adani?! Maka syaikh Rabi’
menjawab: "Katakan kepada mereka : “mereka semua adalah para ikhwah, kami
bersama semuanya,kalian jangan memecah belah”. Maka senanglah penanya ini dan
beliau mendoakan kebaikan untuk syaikh. Kemudian salah seorang ikhwah dari
Emirat berkata: "Kami juga di Emirat terjadi ucapan seperti ini, dan mereka
mengatakan: kalian harus menentukan sikap! Apakah bersama Al-Hajuri atau
bersama Al-‘Adani?."
Demikian pula salah seorang ikhwan dari Yaman yang bekerja di salah satu
perusahaan dan tinggal dekat dari tempatku dan shalat di masjidku di Madinah. Ia
bertanya kepadaku tentang bagaimana menyikapi permasalahan yang terjadi, maka
aku jelaskan kepadanya apa yang aku ketahui dari perkataan syaikh Rabi’ dan apa
yang dituliskan oleh para masyayikh di Yaman dalam penjelasan mereka. Setelah
ijtima’ bersama syaikh Rabi’ pada musim haji tahun 1428 H. Kebanyakan dari sikap
yang terjadi di berbagai tempat yang menunjukkan dampak perpecahan yang terjadi
disebabkan fitnah ini. Semoga Allah memelihara Ahlus Sunnah dari kejahatan
berbagai fitnah.
“Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-
orang munafik, padahal Allah Telah membalikkan mereka kepada kekafiran,
disebabkan usaha mereka sendiri ? “ (QS.An-Nisaa:88)
Beliau bersabda: "Sesungguhnya kota Madinah itu thaybah, ia memisahkan dosa
sebagaimana api yang memisahkan dari kotoran perak.”
Berkata Ibnu Hajar : perkataannya : “Beberapa orang kembali dari orang-orang yang
keluar bersamanya”, yaitu Abdullah bin Ubay dan para sahabatnya, telah disebutkan
hal itu dengan jelas dalam riwayat Musa bin ‘Uqbah dalam “Al-maghazi”.
Sebelumnya Abdullah bin Ubay, pendapat beliau sepakat dengan pendapat Nabi
Shallallahu 'Alaihi Wasallam untuk tetap tinggal di Madinah. Maka tatkala yang lain
memberi isyarat untuk keluar, lalu disetujui oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
lalu beliau keluar. Maka Abdullah bin Ubay berkata kepada para sahabatnya: "Dia
telah taat kepada mereka dan menyelisihi aku, dengan dasar apa kita membunuh diri-
diri kita?", maka kembali sepertiga pasukan. Ibnu Ishaq berkata dalam riwayatnya:
Abdullah bin Amr bin Haram, ayah Jabir adalah seorang yang berasal dari Bani
Khazraj seperti Abdullah bin Ubay, beliau mengingatkan mereka yang agar kembali,
namun mereka enggan, maka beliau berkata: "semoga Allah menjauhkan kalian."
Perkataannya: “Para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terbagi menjadi
dua”, maknanya adalah dalam menghukumi mereka yang kembali bersama Abdullah
bin Ubay. Selesai (Fathul Bari:7/356)
9.Dan disana ada beberapa dalil yang menunjukkan adanya para penyusup diantara
mereka pada saat itu, sebagai contoh apa yang disebutkan Al-Hafidz Ibnu Hajar
tentang kisah terbunuhnya Zubair bin Awwam Radhiallahu 'anhu, dimana beliau
mengatakan: “Terbunuhnya Zubair pada bulan Rajab, tahun 36 H. Dia kembali dari
kejadian perang Jamal dengan tujuan untuk meninggalkan peperangan, lalu beliau
dibunuh oleh Amr bin Jurmuz secara senyap. Lalu dia datang kepada Ali dengan
tujuan pendekatan diri kepadanya dengan kejadian itu, maka Ali radhiyallahu 'anhu
memberikan kabar berita kepadanya akan ancaman masuk Neraka. " Dikeluarkan oleh
Ahmad, Tirmidzi dan selain keduanya,dan dishahihkan oleh Al-Hakim dari berbagai
jalan yang sebagiannya marfu’. (Al-Fath:7/82)
Demikianlah mereka menyulut api peperangan antara Ali dan dua saudaranya Thalhah
dan Zubair. Maka pasukan Jamal menyangka bahwa Ali telah mengkhianati
perjanjian dengan mereka . Sementara Ali juga menyangka bahwa saudara-
saudaranya telah mengkhianatinya, dan semua mereka lebih takut kepada Allah dari
melakukan hal tersebut di zaman jahiliyyah, maka bagaimana mungkin mereka
melakukannya setelah mereka mencapai kedudukan yang tinggi dari berakhlaq
dengan Al-Qur’an. Selesai dari kitab: Al-Awashim minal Qawashim karya Al-Qadhi
Abu Bakar Al-Arabi: 156-157.
: ,
Dan memandang kepada munculnya hal-hal yang baru dalam perkara ini setelah
keluarnya penjelasan yang disebutkan tadi, maka para masyayikh pun kembali
mengupayakan penyelesaian dari munculnya hal-hal yang baru dari kedua belah
pihak. Dan sungguh Allah telah memberi kemudahan kepada para masyayikh Ahlus
Sunnah bertemu dengan syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali, pada musim haji tahun
1428 H. Dan ziarah tersebut dilakukan di rumah beliau, dan telah dilakukan
mudzakarah bersama beliau tentang banyak permasalahan ilmiah dan yang
menyangkut dakwah. Dan disinggung pula perkara Syekh Yahya dan Syekh
Abdurrahman, dengan kehadiran para masyayikh yang disebutkan tadi, mereka
adalah: Muhammad bin Shalih Ash-Shaumali, Yahya bin Ali Al-Hajuri,
Abdullah bin Utsman Adz-Dzamari, Muhammad bin Abdillah Al-Imam, dan
Abdul Aziz Al-Bur’i.
Dan pada majelis tersebut terdapat kebaikan yang melapangkan dada-dada Ahlus
Sunnah dan menggembirakan mereka, dan kesimpulan dari majelis tersebut setelah
terjadinya dialog:
- Bahwa syaikh Yahya bin Ali Al-Hajuri menahan diri dari membicarakan syaikh
Abdurrahman, dan syaikh Yahya menyetujui hal tersebut
- Bahwa syaikh Abdurrahman berlepas diri dari orang-orang yang menjelek-jelekkan
syaikh Yahya dan markaz Dammaj. Barangsiapa yang menjelekkannya, maka
sesungguhnya dia mengatasnamakan dirinya sendiri, dan tidak mengatasnamakan
syaikh Abdurrahman
Dan telah terbit pula penjelasan yang bersamaan dengan penjelasan ini pada tanggal
yang sama, dari syaikh Abdurrahman, sebagai penerapan dari apa yang diminta dari
beliau.
Maka dibangun diatas apa yang telah disebutkan, siapa yang membuat keonaran
sebagai bentuk perseteruan terhadap Dammaj dan syaikh Yahya, dengan alasan
membela syaikh Abdurrahman. Hendaklah dia mengetahui bahwa dia telah berbuat
jahat terhadap syaikh Abdurrahman, sebab beliau berlepas diri dari perbuatannya, dan
tidak ridha dengan hal tersebut dan pembelaan tersebut memudaratkan dirinya sendiri.
Dan kepada seluruh masyayikh Ahlus Sunnah, termasuk syaikh Yahya dan syaikh
Abdurrahman, agar berupaya untuk saling memaafkan dan berdamai, dan menguatkan
ukhuwwah diantara para penuntut ilmu, giat dan bersungguh-sungguh dalam
menuntut ilmu, berdakwah di jalan Allah, dan beramal shalih.
Semoga Allah memberi taufiq kepada semuanya kepada apa yang dicintai dan
diridhai-Nya, shalawat dan salam kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wassallam
dan para pengikutnya.
Amma ba’d:
5
Tambahan redaksi : Lihat scan asli kesepakatan ulama Yaman tersebut di :
http://www.salafy.or.id/upload/olamayemen1.JPG &
http://www.salafy.or.id/upload/olamayemen2.JPG
Dari pertemuan itu dihasilkan kebaikan yang membuat hati para Ahlus Sunnah
menjadi lapang dan mata mereka menjadi sejuk karenanya. Kesimpulan dari hasil
pertemuan setelah adanya munaqasyah adalah : Bahwasanya Asy-Syaikh Yahya bin
‘Ali Al-Hajuri berhenti dari mencela Asy-Syaikh ‘Abdurrahman, dan Asy-
Syaikh Yahya Al-Hajuri menyetujuinya. [2])
Kedua : Pihak yang memiliki akal yang jernih dan pandangan-pandangan yang bagus,
hendaklah ia menunjukkan dengan pandangannya untuk memadamkan fitnah dengan
cara diam, barakallahfikum, dan mewujudkan poin-poin yang kita minta dari saudara-
saudara kami di Yaman.
“Sungguh aku adalah pemberi nasehat, sungguh aku adalah pemberi nasehat, sungguh
aku adalah pemberi nasehat untuk saudara-saudaraku yang tergesa-gesa dalam
masalah ini dan tidak mendapatkan karunia ketepatan bersikap dan mau menerima
arahan para ulama. Sungguh aku pemberi nasehat bagi mereka : hendaklah mereka
meninjau kembali cara pandang mereka dalam masalah ini. Aku tidaklah
memandang mereka sebagai pihak yang benar dalam masalah hajr (pengucilan),
tahzib (vonis hizbi), celaan sebagian terhadap yang lain, serta saling memutus
hubungan dan membelakangi. Aku tidaklah memandang ini kecuali sebagai
hukuman akibat sikap tidak mau menerima perkataan para ulama. [6])
“Tidak mungkin akan ada di sana sebuah kenyataan yang terjadi pada seseorang yang
menunjukkan penyimpangannya dari Sunnah, kemudian ternyata Ahlus Sunnah masih
“Di sisi lain, tidak ada seorang pun yang bisa dipercaya (dalam masalah ini). Kami
mendengar tuduhan hizbiyyah terhadap Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân dan yang bersama
beliau. Namun mana buktinya??” [8])
Yaitu ketika beliau menjawab pertanyaan para pemuda dari Hadhramaut Ad-Dakhil,
yaitu pada 16 / 5 / 1429 H (atau sekitar tanggal 22 Mei 2008, pen)
Dalam majelis yang lain, yaitu pada tanggal 12 Sya’ban 1429 H (atau sekitar tanggal
15 Agustus 2008, pen) lalu beliau ditanya, bahwa ada seorang thalibul ilmi yang
memihak kepada Asy-Syaikh Yahya dalam vonisnya terhadap Asy-Syaikh
‘Abdurrahman, dan dia berupaya menyebarkan hal tersebut dan sebaliknya
menghalangi disebarkannya nasehat dan penjelasan para ‘ulama, dia juga mencegah
penempelan selebaran-selebaran, tulisan-tulisan, dan pengumuman-pengumuman dari
para syaikh. Bagaimanakah perlakukan kami terhadapnya?
Ketika beliau ditanya di kota Jeddah pada bulan Ramadhan yang penuh berkah
tahun 1429 H lalu (atau sekitar bulan September 2008, pen) tentang fitnah yang
terjadi di Yaman. Kemudian beliau menjawab sebagai berikut:
Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga, dan para shahabatnya. [11])
***
Saya (’Ubaidullah As-Salafi) katakan : Dari penukilan perkataan para ‘ulama yang
penuh berkah di atas, tampak bagi kita dua perkara:
Dalam kitab Al-Qaulul Mardhî fî ‘Umratil Makki karya Asy-Syaikh Muhammad bin
‘Abdil Wahhâb Al-Wushâbi, dalam muqaddimahnya Asy-Syaikh Muqbil Al-Wâdi’i v
menegaskan pujian dan tazkiyyahnya bahwa :
.
“Adapun penulis risalah ini, yaitu Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb adalah
seorang syaikh (guru besar) dalam bidang tauhid, hadits, fiqh, akhlaq yang mulia,
zuhd, wara’. Sekaligus dia adalah seorang murabbi (pendidik) yang penuh kasih
sayang, seorang da’i menuju persatuan umat, seorang pentahdzîr dari hizbiyyah
perusak. Dia adalah seorang yang sangat penyabar dalam menghadapi kefaqiran dan
kegentingan. Dia seorang yang bijak dalam berdakwah, sangat mencintai Salaful
Dakwah Salafiyyah di negeri Yaman dengan segala hasil yang terwujud sekarang
berupa tersebar dan meratanya dakwah ini menerangi Yaman dengan cahaya tauhid
dan sunnah sehingga sirna dan musnalah berbagai kegelapan kejahilan, kesyirikan,
khurafât, dan aqidah (syi’ah) râfidhah, demikian juga dakwah salafiyyah menjadi
dikenal di segenap kota, di segenap desa, di gunung, lembah, wadi dan lainnya, itu
semua tidak lain adalah dengan karunia dan keutamaan dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala, kemudian berkat dakwah ‘Allâmatul Yaman Asy-Syaikh Muqbil bin Hâdi
Al-Wâdi’i rahimahullah. Sejak puluhan tahun yang lalu beliau rahimahullah merintis
dakwah salafiyyah di negeri Yaman, yang kala itu beliau berjalan dengan ditemani
teman sejawat beliau sekaligus shahabat, murid, dan pembela beliau yaitu Asy-
Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Al-Wushâbi Al-Abdali hafizhahullâh.
Pada awal-awal dakwah, beliau berdua berjalan bersama keliling di bumi Yaman
sebagai da’i yang menyeru kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Hingga Allah
mudahkan dakwah ini menjadi besar dan kuat seperti sekarang. Robohlah kekuatan
kaum Syi’ah Rafidhah di Yaman bagian utara serta hancurlah upaya kaum sufi
membodohi kaum muslimin dengan khurafat dan kejahilan di Yaman bagian selatan.
Berbagai ma’had ahlus sunnah bertebaran di negeri Yaman, dipenuhi dengan ilmu,
kasih sayang, dan persatuan yang kokoh. Berbagai halaqah ilmu di masjid-masjid di
berbagai kota penuh dihadiri oleh para pelajar Ahlus Sunnah. Ahlul Bid’ah dan
hizbiyyah pun menjadi kecil dan gentar menghadapi dakwah Ahlus Sunnah. Semua itu
sekali lagi berkat pertolongan dan taufiq dari Allah, kemudian kegigihan dan
perjuangan Asy-Syaikh Al-’Allâmah Muqbil Al-Wâdi’i serta para masyâikh kibâr
Ahlus Sunnah lainnya sebagai murid-murid beliau
Diantara nasehat yang beliau sampaikan adalah nasehat pada 13 Dzulhijjah 1428 H,
(atau sekitar tanggal 12 Desember 2008, pen), bertepatan dengan hari Tasyriq,
berjudul :
Beliau mengingatkan bahwa fitnah yang terjadi di Yaman merupakan salah satu
bentuk pelanggaran terhadap kehormatan dan harga diri sesama muslim. Ini
menyalahi wasiat Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam pada hajjatul wada’.
Dengan penuh arif dan bijaksana beliau menasehati untuk bertaqwa kepada Allah
dalam kehormatan dan harga diri sesama muslim. Beliau mengingatkan pentingnya
untuk mengikuti nasehat dan bimbingan para ‘ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Fitnah yang terjadi, hendaknya dikembalikan kepada para ahlul ‘ilmi. Hendaknya
menghormati dan memuliakan para ‘ulama seperti Asy-Syaikh Ash-Shûmali, Asy-
Syaikh Al-Imâm, Asy-Syaikh Al-Wushâbi, Asy-Syaikh Al-Bura’i, Asy-Syaikh
Adz-Dzamâri, Asy-Syaikh As-Sâlimi, Asy-Syaikh ‘Abdul Mushawwir.
Hendaknya segala fitnah dan problem yang ada dikembalikan kepada mereka untuk
diselesaikan.
Beliau mengatakan :
وﻗﺼﺪي ﻣﻦ ھﺬا أن اﻹﻧﺴﺎن إذا أراد اﻟﺤﻜﻢ اﻟﺸﺮﻋﻲ ﺑﺄن ﻓﻼن ادﻋﻰ ﻋﻠﯿﮫ
ھﺬا اﻟﻘﺎذف ﻷﺧﯿﮫ ﺑﺎﻟﺤﺰﺑﯿﺔ أو ﺑﺄﻧﮫ ﻣﺠﺮم أو ﺑﺄﻧﮫ،ﺑﺪﻋﻮة ﻛﺎذﺑﺔ ﻓﻠﯿﺘﻨﺒﮫ
وإﻻ ﻓﻘﺪ، أو ﺑﺄﻧﮫ ﺧﺎﺋﻦ أو ﺑﺄﻧﮫ ﻣﺎﻛﺮ إذا ﻟﻢ ﯾﻘﻢ اﻟﺒﯿﻨﺔ،ﻓﺎﺳﻖ أو ﺑﺄﻧﮫ ﻓﺎﺟﺮ
ﻓﮭﺬه اﻟﻤﺤﺎﺿﺮة،ﯾﻘﺎم اﻟﺤﺪ اﻟﺸﺮﻋﻲ ﻋﻠﻰ ﻇﮭﺮه ﻣﻊ اﻟﺤﺒﺲ وﻣﻊ اﻟﺘﮭﺬﯾﺐ
ﻻ،ﺗﺠﻌﻠﻜﻢ ﯾﺎ ﻋﺒﺎد اﷲ ﺗﺤﺘﺮﻣﻮن أﻋﺮاض اﻟﻤﺴﻠﻤﯿﻦ وﺗﺤﻔﻈﻮن أﻟﺴﻨﺘﻜﻢ
ﺗﺤﻔﻈﻮن أﻟﺴﻨﺘﻜﻢ ﻓﻲ أﻋﺮاض إﺧﻮاﻧﻜﻢ ﻣﻦ اﻟﻘﯿﻞ،ﺗﻜﻮن أﻟﺴﻨﺔ ﻣﻔﻠﻮﺗﮫ
وإذا ﻟﻢ ﯾﻘﻢ اﻟﺤﺪ اﻟﺸﺮﻋﻲ اﻟﯿﻮم ﻓﻼ ﺗﺄﻣﻦ أن ﯾﻘﺎم،واﻟﻘﺎل واﻟﻐﯿﺒﺔ واﻟﻨﻤﯿﻤﺔ
. واﷲ اﻟﻤﺴﺘﻌﺎن،ﻋﻠﯿﻚ ﻏﺪا ﺳﻮاء ﻓﻲ اﻟﺪﻧﯿﺎ أو ﻓﻲ اﻵﺧﺮة
ھﺬه اﻟﺪﻋﻮة دﻋﻮة اﻟﺴﻨﺔ دﻋﻮة ﻣﺒﺎرﻛﺔ دﻋﻮة،ﻓﻌﻠﯿﻨﺎ ﺑﺘﻘﻮى اﷲ ﯾﺎ ﻋﺒﺎد اﷲ
ﻓﻼ ﯾﺠﻮز أن ﺗﻀﯿﻊ،ﻛﺮﯾﻤﺔ دﻋﻮة إﻟﻰ اﻟﺨﯿﺮ ﻛﻢ ﻣﻦ أﻧﺎس اﺳﺘﻔﺎدوا ﻣﻨﮭﺎ
ﻋﻠﯿﻨﺎ أن ﻧﮭﺘﻢ ﺑﺎﻟﻌﻠﻢ،ھﺬه اﻟﺠﮭﻮد ﻓﻲ اﻟﻘﯿﻞ واﻟﻘﺎل وﻓﻲ اﻟﻐﯿﺒﺔ واﻟﻨﻤﯿﻤﺔ
وﻛﻤﺎ ﻗﺪ ﻗﻠﻨﺎ أﻛﺜﺮ ﻣﻦ،اﻟﻨﺎﻓﻊ وﺑﺎﻟﺘﺄﻟﯿﻒ واﻟﺘﺤﻘﯿﻖ واﻟﺘﻌﻠﯿﻢ واﻟﺪﻋﻮة إﻟﻰ اﷲ
اﻟﺤﻤﺪ ﷲ ھﺬه اﻟﺪﻋﻮة ﻣﺘﻤﯿﺰة ﺑﻌﯿﺪة ﻋﻦ اﻟﺤﺰﺑﯿﯿﻦ وﻋﻦ أﺻﺤﺎب،ﻣﺮة
… ،اﻟﺒﺪع ﺑﻌﯿﺪ واﻟﺤﻤﺪ ﷲ ﻛﻞ اﻟﺒﻌﺪ
“Wajib atas kita untuk bertaqwa kepada Allah wahai hamba-hamba Allah. Dakwah
ini, dakwah kepada sunnah, merupakan dakwah yang mubarakah, dakwah yang mulia,
dakwah kepada kebaikan. berapa banyak umat manusia mendapat faidah darinya.
Maka tidak boleh engkau menyia-nyiakan keseriusan dakwah tersebut dengan sibuk
dalam “kata dan katanya”, ghibah, dan namimah. Wajib atas kita untuk
mementingkan ilmu yang bermanfaat, menulis, penelitian ilmiah, pengajaran, dan
dakwah di jalan Allah, sebagaimana telah kita nyatakan lebih dari sekali.
Alhamdulillah, dakwah ini terbedakan dan jauh dari hizbiyyin, dan dari para
pengusung bid’ah, sungguh sangat jauh, walhamdulillah.”
Lalu beliau kembali menekankan tentang kehormatan dan harga diri seorang muslim.
Beliau juga menghimbau agar menghentikan berbagai malzamah maupun kaset-
kaset dan yang semisalnya.
Sungguh ini sangat berbeda dengan Al-Hajûri yang tidak mau menggubris nasehat
para ‘ulama. Al-Hajuri tidak mau menghentikan berbagai malzamah, kaset, atau
sejenisnya. Bahkan Al-Hâjuri mengancam :
Beliau sampaikan bertepatan pada Malam Tâsû’â bulan Muharram 1429 H (atau
sekitar tanggal 17 Januari 2008, pen). Dengan penuh kearifan, beliau menasehati
Ahlus Sunnah dengan firman Allah dalam surat Al-Ahzâb 57-58, tentang haramnya
mengganggu kaum muslimin.
(57)
[58 ،57/ ] ( 58 )
“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan
melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang
menghinakan. Dan orang-orang yang menyakiti kaum mukminin dan mukminat tanpa
kesalahan yang mereka perbuat, maka Sesungguhnya mereka telah memikul
kebohongan dan dosa yang nyata.” [Al-Ahzab : 57-58]
Kemudian beliau mengingatkan ahlus sunnah dan para thalabatul ‘ilmi untuk
menjauhi ghîbah, namîmah, mencela dan mencaci, serta melecehkan. Juga pentingnya
sikap ar-rifq, menjaga lisan, … serta berbagai nasehat berharga lainnya.
- -
- - ﺷﻔﻴﻖ ﻋﻠﻴﻬﻢ
-
-
.…
“Bagaimana kondisi Dammâj dulu -Allahu Akbar- pada masa hidup Asy-Syaikh
Muqbil - rahmatullah ‘alaihi– dulu Dammaj diantara mereka (para murid) terdapat
kedekatan, kecintaan, dan kasih sayang. Para penuntut ilmu dulu di atas hati orang
satu, di sisi seorang ayah sangat penyayang, seorang ayah yang penyayang dan lembut
terhadap murid-muridnya, kasih sayang dan sangat menginginkan kebaikan untuk
mereka. Rahmatullah ‘alaihi. Maka antar mereka terdapat kedekatan, kasih sayang,
kerja sama di atas kebaikan, di samping pada mereka ada kesabaran dan semangat
dalam menuntut ilmu. Yang penting, sebagaimana dulu kami katakan, sampai dalam
rumah-rumah mereka, dulu seperti rumah para shahabat radhiyallahu ‘anhum, kondisi
rumah-rumah, akhlaq, masya’allah dan menuntut ilmu, mereka di atas thariqah salaf.
Tidak ada antara mereka permusuhan, kedengkian, dan Asy-Syaikh (Muqbil) dulu
tidak pernah sama sekali menanamkkan kedengkian, namun beliau menanamkan
kedekatan, kecintaan, dan kasih sayang - jazahullah khairan wa rahmatullah ‘alaihi-
dan jadilah Dammaj dicintai oleh hati para shalihin dan mukminin, di banyak
tempat mereka mencintainya, dan para murid yang datang darinya, maka
mereka sangat mencintainya. … .”
Namun sungguh sangat menyedihkan, suasana indah di Ma’had Dammâj pada masa
Asy-Syaikh Muqbil tersebut kini sudah sirna. Ghibah, namimah, “katanya dan
katanya” terus bermunculan. Vonis bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman sebagai
hizbi terus dipaksakan. Bahkan siapapun yang tidak sepakat -atau diam saja-
juga ikut ditahdzir. Bahkan murid-murid di sana dimata-matai, untuk diawasi
siapa yang masih memihak kepada Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân. Suasana tidak
baik ini diekspor juga ke Indonesia. Para murid Indonesia yang ada di Dammaj
turut aktif mengirimkan malzamah-malzamah yang berisi “kata dan katanya”,
tuduhan, vonis, … dst. Yang tidak jarang korbannya adalah para ‘ulama yang
mulia, atau para asatidzah di Indonesia.
Namun sayang, nasehat berharga dan mulia dari seorang yang sangat arif dan bijak
sekaligus ‘ulama kibâr ini, justru tidak digubris. Bahkan dengan lancang nasehat
tersebut dibantah, diantaranya oleh seorang yang bernama Kamal Al-’Adani berani
menulis bantahan atas nasehat mulia tersebut. Berbagai ayat dan hadits yang
disampaikan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb sama sekali tidak
menyentuh qalbu mereka. Lebih celaka lagi, bantahan tersebut diekspor ke Indonesia
dengan diterjemahkan oleh Abu Abdirrahman Irham Al-Maidani. Lahaula wala
Quwwata illa billah.
(Dikutip http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/02/12/nasehat-malam-tasua/)
Esok harinya (tanggal 9 Muharam 1429 H atau sekitar tanggal 18 Januari 2008,
pen), kembali beliau menyampaikan nasehatnya kepada segenap salafiyyîn di Yaman.
Muhâdharah berjudul :
Dalam kesempatan kali ini, beliau membacakan dan menjelaskan hasil ijtimâ’ kibâr
masyâikh di Al-Hudaidah 5 Muharram 1429 H. Tidak ketinggalan pula, beliau juga
membacakan sambutan positif Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân Al-’Adani terhadap hasil
ijtimâ’ Al-Hudaidah tersebut.
Pada kesempatan kali ini juga, kembali beliau mengingatkan salafiyyin dengan hadits
Nabi r :
ﯾﺎ ﻣﻌﺸﺮ ﻣﻦ ﻗﺪ أﺳﻠﻢ ﺑﻠﺴﺎﻧﮫ وﻟﻢ ﯾﻔﺾ اﻹﯾﻤﺎن إﻟﻰ ﻗﻠﺒﮫ ﻻ ﺗﺆذوا
ﻓﺈﻧﮫ ﻣﻦ ﺗﺘﺒﻊ ﻋﻮرة أﺧﯿﮫ، وﻻ ﺗﺘﺒﻌﻮا ﻋﻮراﺗﮭﻢ، وﻻ ﺗﻌﯿﺮواھﻢ،اﻟﻤﺴﻠﻤﯿﻦ
وﻣﻦ ﺗﺘﺒﻊ اﷲ ﻋﻮرﺗﮫ ﯾﻔﻀﺤﮫ وﻟﻮ ﻓﻲ ﺟﻮف،اﻟﻤﺴﻠﻢ ﺗﺘﺒﻊ اﷲ ﻋﻮرﺗﮫ
رﺣﻠﮫ
“Wahai segenap orang-orang yang berislam dengan ucapan lisannya namun
keimanannya tidak menyentuh qalbunya, janganlah kalian mengganggu kaum
muslimin, janganlah kalian mencela mereka, dan janganlah kalian mencari-cari
aib mereka. Karena barangsiapa yang mencari-cari aib saudaranya muslim, maka
pasti Allah akan terus mengikuti aibnya. Barangsiapa yang diikuti oleh Allah segala
aibnya, maka pasti Allah akan membongkarnya walaupun dia (bersembunyi) di
tengah rumahnya.” [HR. At-Tirmidzi. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani].
http://sites.google.com/site/indoyaman/donloat/nasihattegurankeras.pdf
(Lihat dalam bundel Kumpulan Tulisan Tentang Masalah Yaman seri I, judul
Nasehat dan Teguran Guru yang Arif dan Bijak)
3. Beliau mengingatkan segenap Ahlus Sunnah, untuk waspada dari para penyusup
dan pemecah belah barisan persatuan dan kesatuan Ahlus Sunnah. Di antaranya
adalah para nammâh (tukang namîmah).
7. Teguran dan peringatan kepada Asy-Syaikh Yahyâ agar menghentikan vonis dan
tuduhannya bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân hizbi.
Asy-Syaikh Al-Wushâbi menegur keras Al-Walad Yahyâ agar mau mendengar dan
mengindahkan nasehat-nasehat para ‘ulama kibâr.
،( ):
:
…
“Wajib atas Al-Walad (si anak) Yahyâ untuk beristighfar kepada Allah dan
bertaubat kepada-Nya dari ucapannya tentang hasil ijtimâ’ Ma’bar, yaitu
ucapan : (kencingi atasnya), ini merupakan kesalahan. Wajib atasnya untuk
beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya. Sekaligus wajib atas dia
(Asy-Syaikh Yahyâ) untuk meminta ma’af kepada masyâikh, dengan
mengatakan, “Wahai para ayahku, wahai para masyâikh-ku telah salah lisanku,
aku telah keliru, aku beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.”
Demikian juga ucapan Yahyâ tentang ijtimâ’ Al-Hudaidah, bahwa itu muhdats,
dan bahwasanya itu bid’ah, juga wajib atasnya untuk beristighfar kepada Allah
dan bertaubat kepada-Nya serta menyesal.”
9. Tidak lupa beliau juga menyampaikan nasehat khusus kepada ahlu Dammâj, agar
juga berupaya menjaga kondisi Ma’had Dammâj sebagaimana kondisinya pada masa
Asy-Syaikh Muqbil. Pada masa itu Dammâj benar-benar penuh dengan ilmu, dakwah,
nasehat, persatuan, kasih sayang, dan kecintaan. Hendaknya ahlu Dammâj berani
menegur Asy-Syaikh Yahyâ sekalipun, jangan membantu dan membelanya dalam
kesalahannya.
10. Kemudian Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb -sang ‘alim yang arif dan
bijak ini, serta sangat menaruh kasih sayang terhadap umat ini- membongkar
kedustaan-kedustaan Yahyâ Al-Hajûri. Di antaranya, tiga kedustaan yang paling jelas
buktinya, yaitu :
… …
.
Kedustaan Al-Hajûri telah mencapai bebagai penjuru. … Dia memiliki banyak
kedustaan. … Maka Allah enggan kecuali membongar orang ini dan
menampakkan hakekat dia sebenarnya, BAHWA DIA ADALAH KADZDZÂB
(PENDUSTA), BAHWA DIA TELAH BERDUSTA. KEDUSTAAN SETELAH
KEDUSTAAN SETELAH KEDUSTAAN DAN BERBAGAI KEDUSTAAN
LAINNYA YANG SANGAT BANYAK.
.
: ( )
):
(
Saya bersumpah atas nama Allah yang Maha Agung, sungguh saya tidak pernah
tahu semenjak saya mulai menuntut ilmu hingga sekarang, seorang yang
menisbahkan dirinya kepada ilmu dan kebaikan, namun ternyata dia paling
besar kefajiran dan paling besar kedengkiannya dalam berselisih serta paling
besar kedustaan, penentangan, dan makarnya dibanding Yahyâ bin ‘Ali Al-
Hajûri. Dia dengan sifat-sifat (jelek) tersebut, menampakkan bahwa seolah-
seolah dirinya sangat menghindar dari sifat-sifat tersebut. Namun Allah enggan
kecuali terbongkarnya para pembawa kebatilan. Maha Benar Allah ketika Dia
berfirman : “Allah pasti menampakkan apa yang selama ini kalian sembunyikan
… .” “
Di antara bukti benarnya kesimpulan Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Al-
Wushâbi bahwa Yahyâ Al-Hajûri sebagai kadzdzâb yang telah banyak berdusta,
adalah jawaban sekaligus penegasan Asy-Syaikh Al-’Allâmah Al-Wâlid Ahmad bin
Yahyâ An-Najmi rahimahullah, ketika beliau ditanya tentang ucapan Al-Hajûri
berikut ini :
:
.( )
Dia berkata tentang Asy-Syaikh Shâlih Alu Asy-Syaikh bahwa cara berpikirnya
adalah cara berpikir ikhwani, dan dia lebih mengutamakan hizbiyyîn dibanding
salafiyyîn, dan dia juga memotong lihyah (jenggot)nya.
(! . ! ! ! ):
“Dia telah berdusta! dia telah berdusta! dia telah berdusta! dia telah berdusta!!”
Sekaligus, dari peringatan beliau hafizhahullâh, kita tahu kondisi orang yang selama
ini terus mengobarkan api fitnah di Yaman.
- Nasehat para kibâr masyâikh melalui ijtimâ’ Ma’bar dia tolak dan ia lecehkan
dengan cara ia perintahkan untuk dikencingi.
- Bahkan tak ketinggalan juga, nasehat sang Imâmul Jarhi wat Ta’dîl pun ia tolak
dan ia bantah.
Maka kira-kira siapa lagi yang bakal mempan nasehatnya buat Al-Hajûri? Nasehat
siapa lagi yang akan ia dengar kalau nasehat para ‘ulama kibâr Ahlus Sunnah sudah ia
lecehkan dan ia caci maki. Yang sangat disesalkan segala penolakan, pelecehan,
pengrendahan, dan caci maki dengan kata-kata yang kotor dan keji itu semua
dilakukan oleh Al-Hajûri dihadapan ribuan muridnya. Maka kira-kira bagaimana
kedudukan dan kehormatan para ‘ulama kibâr tersebut di hadapan para muridnya
tersebut? Di atas cara dan pola yang demikianlah, Al-Hajûri mentarbiyyah ribuan
muridnya di Ma’had Dammâj!!!
Semoga Allah mengembalikan Ma’had Dammâj tercinta sebagaimana sedia kala pada
masa Asy-Syaikh Al-’Allâmah Al-Muhaddits Al-Wâlid Al-Murabbi Muqbil bin Hâdi
Al-Wâdi’i v, yang penuh suasana ilmiah, persatuan, mahabbah, mawaddah, dan
ta’âwun yang sangat kental dan sangat erat antara ahlus sunnah
.
.
Namun sayang dan sangat disesalkan, nasehat mulia dari seorang ‘alim yang bijak dan
mulia ini, tidak bermanfaat bagi Al-Hajûri. Nasehat dari gurunya sendiri ini sama
Tak lama berselang, tepatnya 4 hari setelah nasehat ini (yaitu tanggal 19 Rabî’ul
Awwâl 1429 H atau sekitar tanggal 27 Maret 2008), dengan sangat berani Al-Hajûri
mengeluarkan kaset bantahan atas nasehat ini dengan judul : Daf’ul Irtiyâb Al-
Manshûb ilainâ min Taquwwulât Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb.
Tanpa malu dan segan, nasehat Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb ini
dibacakan di hadapannya kemudian ia bantah satu persatu. Diiringi dengan muntahan
caci maki, cercaan, dan sumpah serapah dari lisannya terhadap kehormatan dan harga
diri Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi, bahkan terhadap
masyaikh yang lainnya. Tidak tanggung-tanggung, dalam kaset tersebut Al-
Hajuri balik memvonis bahwa Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb
adalah kadzdzâb (pendusta). Innâ lillâhi wa Innâ ilaihi Râji’un.
Sebagaimana telah kita tahu, pada 17 Rabi’uts Tsani 1429 (atau sekitar tanggal 24
April 2008, pen) H Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah telah
menyampaikan nasehatnya kepada segenap ahlus sunnah di Yaman terkait dengan
fitnah yang terjadi. Dalam nasehat tersebut beliau menegaskan bahwa perselisihan
yang terjadi bukanlah perselisihan manhaj ataupun aqidah, namun hanyalah
kepentingan-kepentingan pribadi. seraya beliau meminta kepada semua pihak untuk
mengakhiri dan menyelesaikan fitnah yang terjadi. Selengkapnya bisa dibaca pada :
Nasehat tersebut benar-benar mendapat sambutan hangat dari ahlus sunnah di Yaman,
termasuk para masyaikh kibar di sana. Termasuk di antaranya Al-’Allamah Al-
Muhaddits Al-Walid Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab, dalam ceramahnya
yang beliau sampaikan pada, malam Sabtu tanggal 20 Rabî’uts Tsâni 1429 H (atau
sekitar tanggal 27 April 2008, pen).
Beliau mengatakan bahwa nasehat ini telah beliau sampaikan di kediaman beliau di
Makkah Al-Mukarramah -semoga Allah terus menambah kemuliaan dan keagungan
bagi negeri tersebut- ba’dal Maghrib hari Rabu tanggal 17 bulan ini (Rabî’uts Tsâni)
dan tahun ini (1429 H). Secara kebetulan, bahwa secara bersamaan beliau-pun telah
menyampaikan muhâdharah pada hari dan tanggal yang sama di salah satu desa di
kabupaten Yarîm. Ketika itu beliau tidak tahu akan adanya nasehat Asy-Syaikh Rabî’
ini demikian juga Asy-Syaikh Rabî’ pun juga tidak tahu akan adanya muhâdharah
yang beliau sampaikan pada hari tersebut. Muhâdharah tersebut berjudul Al-îdhâh
wal Bayân fî Mauqifil Muslim min Fitanil Azmân, yang membahas tema yang sama.
Nasehat Asy-Syaikh Rabî tersebut -jazâhullâh khairan- bermanfaat, (muhâdharah)
beliau pun juga bermanfaat. Semoga Allah menerima amal tersebut. Semoga Allah
menenjadikan amal-amal kita, amal-amal Asy-Syaikh Muqbil, amal-amal Asy-Syaikh
Rabî’, dan segenap ‘ulama ahlus sunnah termasuk dalam timbangan kebaikan kita
semua. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Do’a.
“Namun sebelum itu perlu diketahui bahwa nasehat-nasehat para ‘ulama yang
berpegang kepada Al-Kitab dan As-Sunnah adalah nasehat yang penuh dengan
kebaikan, barakah, ilmu, dan faedah, serta arahan-arahan. Allah ”Azza wa Jalla telah
menjadikan para ‘ulama -yang berilmu tentang Al-Kitab dan As-Sunnah- sebagai
rahmat untuk hamba-hamba-Nya. Para ‘ulama itu sangat sayang dan mengasihi
mereka, memperingatkan mereka dari berbagai kejelekan dan mendorong mereka
kepada berbagai kebaikan. Para ‘ulama itu adalah bintang-bintang di bumi. Jika
bintang-bintang tersebut adalah bintang-bintang langit, maka para ‘ulama adalah
bintang-bintang bumi. Jika bintang-bintang tersebut sebagai penerang/cahaya di
langit, maka para ‘ulama adalah penerang/cahaya di bumi. Jika bintang-bintang
tersebut sebagai perhiasan langit, maka para ‘ulama adalah perhiasan bumi.
Umat akan terus berada dalam kebaikan selama di tengah-tengah mereka ada para
‘ulama yang senantiasa mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang memperhatikan
kondisi umat. Umat akan terus berada dalam kebaikan selama mereka senantiasa
menghargai dan menghormati para ‘ulama serta senantiasa mengikuti nasehat-nasehat
para ‘ulama. Karena nasehat merupakan sesuatu yang sangat berharga dan mahal
nilainya. Oleh karena itu, sudah seharusnya bagi para ‘ulama untuk senantiasa
mencurahkan berbagai nasehat kepada umat pada setiap saat. Karena tidak ada
kehidupan bagi umat ini kecuali dengan ilmu, agama, dan dengan keberadaan para
‘ulama mereka. Dengan nasehat para ‘ulama tampaklah al-haq dan terbantahlah
segala kebatilan. Maka, semoga Allah membalas Asy-Syaikh Rabî’ dengan kebaikan
dan juga Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jâbiri, semoga Allah membalasa para ‘ulama ahlus
sunnah dengan kebaikan pada setiap tempat dan zaman. Mereka telah memperhatikan
dengan serius mashlâhah umat dan mengarahkannya kepada kebaikan. Kita memohon
taufiq kepada Allah untuk mereka (para ‘ulama) dan segenap kaum muslimin.”
“Semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan manfaat dengan nasehat ini. Semoga
fitnah ini, yang sebelumnya telah didahului oleh fitnah Abul Hasan, bisa menjadi
‘ibrah (pelajaran) insyâ’allâh bagi semua pihak. Masing-masing bisa mengambil
pelajaran. Namun pelajaran ini, banyak pihak yang tidak bisa memahaminya,
sehingga setiap datang fitnah mereka pun larut di dalamnya. Padahal sikap para
thullâb tidaklah seperti sikapnya orang awam -sebagaimana telah aku terangkan
dalam muhâdharah- . Sikap para thullâb semestinya tenang dan santun serta
menyerahkan penyelesaian fitnah tersebut kepada para ‘ulama. Adapun para
‘ulama wajib atas mereka untuk senantiasa bertaqwa dan takut kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala pada diri mereka, ucapan mereka, dalam mendidik murid-
murid mereka, dan dalam membimbing umat, demikian juga para ‘ulama hendaknya
bertaqwa kepada Allah dalam menjaga dakwah yang penuh barakah ini, yaitu dakwah
yang mengajak kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam.
Insyâ’allâh kapan pun datangnya fitnah, maka sikap kalian -wahai para penuntut
ilmu- adalah satu, yaitu tenang, santun, dan tidak turut campur di dalamnya, serta
senantiasa menunggu penjelasan para ‘ulama. Alhamdulillâh dakwah Ahlus Sunnah
wal Jama’ah senantiasa dipimpin oleh para ‘ulama rabbaniyyûn yang senantiasa
ikhlash -menurut yang kita ketahui, dan Allah yang memperhitungkan amal mereka-
…… Dakwah ini memiliki para ‘ulama, yang senantiasa mengajak umat manusia
untuk berpegang kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
Sallam .
Sebelumnya aku mengira bahwa manusia bisa mengambil pelajaran dari fitnah Abul
Hasan ….. . Sebelumnya aku mengira bahwa kalau terjadi lagi fitnah setelah itu maka
mereka tidaklah menghadapinya kecuali dengan tenang, santun, dan tidak ta’ash-
shub. Namun ternyata allâhul musta’ân. Mungkin sebagian mereka telah lupa …. ,
mungkin mereka telah lupa ………. Kini fitnah itu datang kembali dengan warna baru
dan wajah baru pula. Maka lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu
berjalan bersama para ‘ulama dalam menyikapi fitnah Abul Hasan. Betapa
indahnya sikap mereka. Alhamdulillâh, sikap para ‘ulama dalam fitnah Abul
Hasan sangat membuat dada lapang, sangat baik, bermanfaat, dan memberikan
bimbingan. Terbukti, Allah menjadikan al-haq, kebenaran, serta kejernihan akal ada
pada lisan para ‘ulama. Maka tersingkirlah Abul Hasan dan tersingkaplah kondisi
orang-orang yang jelek. Kebenaran berpihak pada mereka yang berjalan bersama para
Terjaga lisan mereka, terjaga waktu, hari-hari, dan bulan-bulan mereka, hingga
sirnalah fitnah tersebut dengan kebenaran para ‘ulama.”
Beliau juga mengatakan sebagaimana dikatakan oleh Asy-Syaikh Rabi’ dan para
‘ulama lainnya, bahwa sikap para ‘ulama sepakat bahwa semuanya adalah Ahlus
Sunnah, baik Al-Hajûri maupun Al-’Adani, demikian juga Asy-Syaikh Sâlim Bâ
Muhriz dan Asy-Syaikh ‘Abdullâh Al-’Adani, semuanya adalah Ahlus Sunnah. Maka
apa yang terjadi berupa berbagai berita yang bersumber dari “katanya dan katanya”,
dan celaan-celaan yang terjadi itu semua tidak lain adalah kepentingan-kepentingan
pribadi, bukan celaan terhadap aqidah, manhaj, atau lainnya.
Sehingga tidak ada di antara para ‘ulama kibar di Yaman atau pun di luar Yaman
yang mengatakan bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman adalah hizbi. Tidak ada satu pun
dari para ‘ulama kibar tersebut yang sepakat dengan tahdzir dan vonis serta celaan Al-
Hajuri terhadap Asy-Syaikh ‘Abdurrahman. Demikian juga para ‘ulama tidak sepakat
dengan berbagai celaan dan tahdzir Al-Hajuri terhadap Asy-Syaikh Salim Ba Muhriz
dan Asy-Syaikh ‘Abdullah Mar’i Al-’Adani.
[1] Demikianlah, para masyâikh dan segenap ahlus sunnah mendengar nasehat Asy-
Syaikh Rabî’ penuh kesiapan untuk menerima dan merealisasikan nasehat tersebut,
layaknya seorang anak yang mendengar nasehat ayahnya. Berbeda halnya dengan Al-
Hajûri dan murid-muridnya di Dammâj. Nasehat mulia dari seorang ‘ulama kibâr ini
dibantah.
Dalam nasehatnya kali ini, Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab menekankan
tentang kedudukan dan peran penting para ‘ulama Ahlus Sunnah dalam memadamkan
fitnah. Di samping beliau juga menekankan pentingnya merujuk kepada para ‘ulama,
pentingnya ukhuwwah.
Dalam kesempatan itu pula, beliau membantah pihak-pihak yang tidak mau
mendengar atau tidak mau menggubris nasehat para ‘ulama. Beliau menegur pihak-
pihak yang merasa dirinya lebih tahu dan lebih paham tentang fitnah di banding para
‘ulama. Beliau mengatakan :
ﻣﻌﺎﻳﺶ
.
“Jika kita tidak mau mendengar nasehat ulama maka nasehat siapa yang akan kita
dengar? Jika Asy-Syaikh Rabi’ sudah menasehati, Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri sudah
menasehati, fulan sudah menasehati, Abu Ibrahim (Yakni beliau sendiri) sudah
menasehati, lalu nasehat yang ini kita bantah dan nasehat yang itu kita bantah. Jika
demikian berarti kita menyerupai mubtadi’ah, kita menyerupai pentolan fitnah Al-
Mishri [1]). Tidak boleh, wajib kita untuk menjadi lebih tinggi dari sifat (jelek)
tersebut.
Tatkala engkau mengatakan bahwa kami lebih tahu masalah ini (daripada ulama)
artinya engkau menyerupai mubtadi’ah. Jika mereka dinasehati, mereka mengatakan
bahwa fulan tidak mengerti masalah atau tidak tahu masalah, atau mereka membantah
nasehat para ulama dengan cara apa saja (yang mampu mereka lakukan).
[1] Yaitu Abul Hasan Musthafa bin Sulaiman Al-Mishri. pentolan fitnah hizbiyyah
ikhwanul mislimin di Yaman yang telah disehati sekian lamanya oleh para ulama
untuk ruju’ dari kesalahan-kesalahannya, namun tidak mau mendengar nasehat dan
tidak mau bertaubat. Sehingga akhirnya ditahdzir oleh para ulama, Asy-Syaikh Rabi’
bersama ulama lainnya.
[2] Jumlah yang sangat banyak sehingga mustahil terjadi kedustaan atau kekeliruan.
Beliau terkenal mantap dan kokoh dalam menghadapi berbagai fitnah yang muncul.
Sebagai seorang ‘alim rabbani, beliau membimbing dan mengarahkan umat dengan
arahan Al-Qur’an dan As-Sunnah di atas manhaj salaf.
Berkat karunia dan kemudahan dari Allah Jalla wa ‘Ala, beliau berkesempatan untuk
mengumpulkan berbagai nasehat, ceramah, dan himbauan para masyaikh Dakwah
Salafiyyah, baik di Yaman maupun di luar Yaman, terkait dengan fitnah vonis
hizbiyyah terhadap Asy-Syaikh ‘Abdurrahman yang dilontarkan oleh Al-Hajuri.
Risalah setebal 239 halaman ini merupakan salah satu wujud peran dan tindakan nyata
beliau dalam upaya memadamkan fitnah yang terjadi. Di samping menyebutkan
nasehat para ‘ulama kibar Yaman, tidak terlewatkan pula beliau menyebutkan nasehat
para ‘ulama kibar International, yaitu Samahatul Walid Al-’Allamah Asy-Syaikh
‘Abdul ‘Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Faqihul ‘Ashr Muhammad Al-’Utsaimin, dan
‘Allamatul Yaman Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahumullah. Risalah
mulia ini, dipublikasikan pertama kali di www.olamayemen.com . Semoga Allah
Subhanahu Wa Ta’ala membalas upaya beliau tersebut dengan kebaikan dan
menjadikannya termasuk dalam cacatan amal shalih beliau, serta menjadikan niat dan
maksud penulis dapat tercapai.
***
:
Maka inilah nasehat-nasehat para ‘ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam
menghadapi setiap fitnah besar. Telah saya mengumpulkannya, kemudian saya susun,
saya perbaiki, dan saya sunting. Semoga Allah menjadikan para thullabul ‘ilmi
mendapat manfaat dari risalah ini, demikian juga segenap segenap saudara-saudaraku
kaum muslimin baik di penjuru bumi bagian timur maupun barat, ketika terjadinya
fitnah yang membuat gelap gulita.
.
Abu Ibrahim
***
Kalimat dari Asy-Syaikh Al-Fadhil Abu ‘Abdillah ‘Utsman bin ‘Abdillah As-
Salimi di Masjid As-Sunnah Al-Hudaidah, Jum’at 5/4/1429 H (atau sekitar
tanggal 12 April 2008, pen)
Nasehat untuk menyatukan kalimat Ahlus Sunnah wal Jama’ah, oleh Asy-
Syaikh Muhammad bin Hadi Al-Wadi’i, dipublikasikan pada 7 / 5/ 1429 H
(atau sekitar tanggal 13 Mei 2008, pen)
Nasehat Samahatusy Syaikh Al-’Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz
rahimahullah dengan judul “Penjelasan tentang Akhlaq dan Sifat-Sifat yang
sudah selayaknya bagi para da’i untuk berakhlaq dengannya dan berjalan di
atasnya”
***
“Sampai disini saya cukupkan. Saya meminta kepada Allah dengan anugrah dan
kemurahan-Nya agar memberikan kepada kita ilmu yang bermanfaat, amal yang
shalih, dan niat yang ikhlash, serta memberikan taufiq bagi kita kepada apa
yang Dia cintai dan Dia ridhai. Dan semoga Allah memperbaiki kondisi kaum
muslimin, serta memberikan kepada mereka pemahaman dalam agama. Sesungguh
Dia Maha Mendengar do’a.
.
Abu Ibrahim
Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi Al-’Abdali
1 / 1/ 1430 H
Al-Hudaidah _ Masjid As-Sunnah
***
Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa menghargai, serta mau mendengar dan
menjalankan nasehat para ‘ulama kita. Semoga kita termasuk orang-orang yang diberi
kemudahan oleh Allah untuk mengamalkan firman-Nya :
Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata tentang tafsir ayat di atas : “Pada ayat ini
terdapat dalil atas kaidah adabiyyah (terkait dengan adab/sopan santun), yaitu bahwa
jika terdapat pembahasan dalam salah satu masalah dari sekian banyak permasalahan,
selayaknya untuk dikembalikan dan diserahkan kepada orang yang memang
mampu/memiliki keahlian dalam permasalahan tersebut, dan tidak
mendahului/melangkahinya. Sesungguhnya cara tersebut lebih dekat kepada
kebenaran dan lebih utama untuk selamat dari kesalahan.”
Dalam ceramahnya tersebut, beliau menjelaskan tentang hakekat dakwah dan para
masyaikh dakwah di Yaman. Dimulai dari menyebutkan sekelumit tentang biografi
Asy-Syaikh Muqbil Al-Wadi’i, yang menggambarkan keutamaan dan tingkat
keilmuan beliau, serta upayanya yang sungguh-sungguh dalam menyebarkan sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam di negeri Yaman.
Dalam kesempatan singkat ini kami cuplikkan sebagian isi ceramah beliau, terkhusus
yang terkait dengan dua masyaikh Ahlus Sunnah, yaitu Asy-Syaikh Al-’Allamah
Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi dan Asy-Syaikh Al-Fadhil
‘Abdurrahman Al-’Adani -hafizhahumallah-. Sengaja kami nukilkan bagian ini
saja, karena kedua syaikh tersebut terzhalimi dan dicela serta dijatuhkan harkat dan
martabatnya.
Namun, muhadharah indah dan berharga ini telah mendapat kecaman dan bantahan
keras dari Al-Hajuri, sebagaimana akan kami sebutkan.
Kita memohon kepada Allah agar menganugrahkan kepada kita, kepada beliau, dan
kepada segenap kaum muslimin kekokohan di atas al-haq.
♦♦♦
- -
“Berikutnya kita menuju pada penyebutan ringkas terkait dengan saudara kami : Asy-
Syaikh Al-Fadhil (yand mulia) ‘Abdurraman Al-’Adani hafizhahullah.
‘Abdurrahman Al-’Adani telah dijadikan oleh Syaikhuna Al-Wadi’i (yakni Asy-
Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i) termasuk dalam jajaran para masyaikh
yang dijadikan rujukan ketika terjadi perselisihan atau perkara yang sangat
berkaitan dengan dakwah. Beliau walhamdulillah senantiasa berjalan di atas
kebaikan. Beliau terus berada di Ma’had Darul Hadits di Dammaj, mengajar dalam
bidang aqidah dan fiqh. Beliau memiliki banyak syarh yang bagus dalam beberapa
pembahasan dalam ilmu fiqh. Beliau memiliki ilmu yang sangat luas sebagaimana
diketahui oleh orang-orang yang menghadiri pelarajan-pelajaran beliau baik dalam
bidang fiqh maupun yang lainnya. Asy-Syaikh Yahya telah menyebutkan nama beliau
dalam kitabnya “Ath-Thabaqat”, [1]) menyebutkan bahwa beliau memiliki ilmu yang
luas atau dengan kalimat yang semakna.
Di antara yang ingin aku sebutkan, bahwa belum lama ini beliau berbicara dalam
banyak muhadharah (ceramah), mengajak/menyeru (umat) untuk berpegang teguh
kepada Al-Kitab dan As-Sunnah dan (agar umat) menjauh dari seruan-seruan/ajakan-
ajakan yang penuh syubhat dan dakwah-dakwah hizbiyyah yang terselubungi oleh
berbagai jum’iyyah dan lainya yang dengannya hizbiyyah dapat terselubungi.
Penjelasan beliau tersebut sangat bagus. Di antara penjelasan dan tahdzir yang beliau
(asy-syaikh ‘Abdurrahman) sampaikan, bahwa beliau mentahdzir dari kelompok
Ikhwanul Muslimin, yang dulu diberi nama oleh Syaikhuna sebagai kelompok
Ikhwanul Muflisin -dan beliau benar dalam hal ini- , mereka adalah orang-orang yang
Maka penjelasan ini dalam situasi seperti ini sangat bagus dan harus diulang-
ulang pada waktu dan kesempatan yang berbeda, dalam rangka mendapatkan
faidah yang lebih banyak. Karena setelah terjadi perselisihan, sebagian pihak
telah mengira bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman sudah tidak seperti dulu
sebelum terjadinya perselisihan, yaitu semangat di atas kejernihan dan
kemurniaan dalam dakwah, menjauhkan dakwah dari syubhat dan perkara-
perkara hizbiyyah. Dan kami, bihamdillah, tidak mengetahui tentang beliau
(Asy-Syaikh ‘Abdurrahman) kecuali kebaikan baik dulu maupun sekarang.
Namun penjelasan ini dalam situasi seperti ini terhitung sebagai suatu yang
bermanfaat dan membuat lari pihak-pihak yang ingin “memancing di air
keruh” sebagaimana dikatakan (dalam pepatah), bahwa Asy-Syaikh
‘Abdurrahman sudah tidak lagi berjalan di atas apa yang beliau berjalan
sebelumnya, dan bahwa beliau demikian, dan demikian. Bahkan sebagian
mereka mengira bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman setelah timbulnya
perselisihan terhempas di antara kelompok Ikhwanul Muslimin atau di antara
Sururiyyin atau yang lain. Namun itu semua tidak terjadi, bahkan dengan
memuji Allah(Asy-syaikh ‘Abdurrahman) tetap senantiasa komitmen di atas
dakwah, maka ini di antara anugerah dari Allah.”
♦♦♦
Penyebutan dan pujian terhadap dua syaikh tersebut, telah membuat marah Al-Hajuri
sehingga ia pun buru-buru membantah ceramah Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam ini
seraya mengecam tindakan beliau. Tepat tanggal 21 Shafar 1430 (atau sekitar tanggal
17 Februari 2009, red) keluarlah kaset khusus bantahan dari Al-Hajuri dengan judul :
Kenapa Al-Hajuri tidak menyambut ceramah Asy-Syaikh Al-Imam, kenapa justru dia
malah membantah ceramah tersebut?
Pembaca sekalian,
Ceramah Asy-Syaikh Al-Imam ini sebagai bukti untuk kesekian kalinya, -salah satu
bukti dari sekian banyak bukti- bahwa sikap para masyaikh Ahlus Sunnah adalah
satu, yaitu bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman adalah ‘ulama ahlus sunnah yang
Di sisi lain, ceramah Asy-Syaikh Al-Imam ini sebagai bukti bahwa para masyaikh
Ahlus Sunnah masih tetap menghargai dan memuliakan Asy-Syaikh Muhammad bin
‘Abdil Wahhab Al-Wushabi.
Berbeda dengan sikap Al-Hajuri yang sama sekali tidak menghargai, bahkan berani
mencaci maki beliau. Sikap Al-Hajuri ini dijiplak dengan persis oleh para murid
fanatiknya, sehingga mereka pun berani lancang menulis bantahan terhadap beliau,
yang tidak jarang diiringi pula dengan celaan.
♦ (Entahlah “Ahlus Sunnah” mana yang dimaukan oleh Al-Hajuri. Namun perlu
diketahui, bahwa tidak ada yang Ahlus Sunnah di mata Al-Hajuri kecuali orang-orang
yang mau setia membelanya. Buktinya, Asy-Syaikh Rabi bin Hadi, Asy-Syaikh Al-
Bukhari, Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi, Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri, demikian
juga para ‘ulama Yaman, seperti Asy-Syaikh Al-Wushabi, Asy-Syaikh Al-Imam,
Asy-Syaikh Al-Bura’i, Asy-Syaikh As-Salimi, Asy-Syaikh Ash-Shaumali, Asy-
Syaikh Adz-Dzamari, Asy-Syaikh ‘Abdul Mushawwir, dan Ahlus Sunnah di Yaman
yang berjumlah banyak termasuk juga asatidzah dan mayoritas ikhwah salafiyyin di
Indonesia semuanya di atas satu kesepakatan bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman
sebagai ‘ulama Ahlus Sunnah.
Kemungkinan pertama, bisa jadi dia tidak menganggap nama-nama besar di atas,
sekaligus salafiyyin di Yaman, Indonesia, dan lainnya sebagai Ahlus Sunnah; dengan
bahasa lain yang Ahlus Sunnah hanya dirinya sendiri dan orang-orang yang setia
membelanya. Jika kemungkinan ini yang terjadi maka sebuah musibah besar telah
menimpa dakwah Ahlus Sunnah dengan munculnya afkar hajuriyyah.
♦ (kita pun juga bingung, umat mana yang dimaksud oleh Al-Hajuri yang akan
tertipu dengan penjelasan seorang syaikh dan ‘ulama kibar di Yaman)
♦ (sangat luar biasa perkataan ini. Disamping ini menunjukkan sikap tidak mau
menghargai para ‘ulama, ini juga salah satu bukti dari banyak bukti bahwa Al-Hajuri
sangat angkuh dan sombong).
♦ (yang manjadi tanya besar di sini, dari mana Al-Hajuri tahu bahwa shalihin dari
kalangan jin juga ikut marah? Hal ini mengingatkan kita pada salah satu gelar yang
telah disematkan kepada Al-Hajuri, bahwa ia sebagai Imamuts Tsaqalain!!
Entahlah dakwah mana yang dimaksud oleh Al-Hajuri. Kalau dakwah pada masa
Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah, maka tentu hamba-hamba Allah yang shalihin dari
kalangan Ahlus Sunnah, baik para masyaikh maupun para thalabul ‘ilmi, mereka akan
marah. Namun jika yang dimaksud adalah dakwah hajuriyyah yang telah memecah
belah salafiyyin di banyak tempat, penanaman sikap pelecehan terhadap ‘ulama
sunnah, dan kesalahan-kesalahan aqidah-manhaj yang muncul darinya, yang itu
semua terjadi setelah wafatnya Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah, maka sungguh kita
tidak tahu orang-orang shalihin mana yang akan marah.)
Asy-Syaikh yang mulia Abu ‘Abdillah ‘Abdurrahmân bin ‘Umar bin Mar’i bin
Braik Al-’Adani, seorang yang memiliki akal (cara berpikir) yang tepat, telah Allah
berikan kepadanya ilmu yang baik dan banyak, disertai dengan sikap tawadhu’ dan
penuh adab, serta kekokohan di atas As-Sunnah.”
Dalam kitab Al-Qaulul Mardhî fî ‘Umratil Makki karya Asy-Syaikh Muhammad bin
‘Abdil Wahhâb Al-Wushâbi, dalam muqaddimahnya Asy-Syaikh Muqbil Al-Wâdi’i
rahimahullah menegaskan pujian dan tazkiyyahnya bahwa :
.
“Adapun penulis risalah ini, yaitu Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb adalah
seorang syaikh (guru besar) dalam bidang tauhid, hadits, fiqh, akhlaq yang mulia,
zuhd, wara’. Sekaligus dia adalah seorang murabbi (pendidik) yang penuh kasih
sayang, seorang da’i menuju persatuan umat, seorang pentahdzîr dari hizbiyyah
perusak. Dia adalah seorang yang sangat penyabar dalam menghadapi kefaqiran dan
kegentingan. Dia seorang yang bijak dalam berdakwah, sangat mencintai Salaful
Ummah, sangat membenci para ahli bid’ah masing-masing sesuai dengan tingkat
bid’ahnya.”
Pembaca sekalian, apa benar Ma’had Al-Fuyusy adalah ma’had yang diasuh oleh
hizbi dan tidak didukung oleh para ‘ulama besar Ahlus Sunnah?
Beberapa hari lalu, tepatnya hari Jum’at 9 Rabi’ul Awwal 1430 H (atau sekitar
tanggal 6 Maret 2009, red), Asy-Syaikh Al-Fadhil ‘Abdurrahman Al-’Adani
hafizhahullah menyampaikan muhadharah (ceramah) di masjid Ath-Thahiri di daerah
Al-Basatin di propinsi ‘Adn.
ﻛﻨَﺎ ﻣﻊ ﺷﯿﺨﻨﺎ اﻟﻔﺎﺿﻞ اﻟﺸﯿﺦ اﻟﻌﻼﻣﺔ رﺑﯿﻊ ﺑﻦ ھﺎدي اﻟﻤﺪﺧﻠﻲ ﻓﻘﺺ ﻟﻨﺎ
ﺧﺒﺮاً ﻋﻦ زوار ﻟﮫ
: ﻗﺎل ﻟﮭﻢ،وﺳﺄﻟﮭﻢ ﺣﻔﻈﮫ اﷲ
((
))ھـﻞ أﻧﺘﻢ ﻣﻤﻦ اﺷﺘﺮى ﻓﻲ ﻣﺮﻛﺰ اﻟﻔﯿﻮش
. ﻓﻔﮭﻢ اﻟﺸﯿﺦ، ﻓﻠﻢ ﯾﺮدوا ﻋﻠﻰ اﻟﺸﯿﺦ،وﻛﺎن اﻟﺤﻀﻮر ﻣﺠﺎﻧﺒﯿﻦ ﻟﮭﺬا اﻟﻤﺮﻛﺰ
)) ﯾﺎ أﺑﻨﺎﺋﻲ أﺗﻤﻨﻰ ﻟﻮ ﯾﻘﺎم ﻣﺮﻛﺰ ﻓﻲ ﻛﻞ: وأﻧﺎ ﺷﺎھﺪي ﻣﻦ اﻟﻜﻠﻤﺔ،ﻗﺎل ﻟﮭﻢ
((
ﻣﻦ ﻟﻢ ﯾﺸﺘﺮ ﻣﻨﻜﻢ ﻓﻠﯿﺸﺘﺮ،ﻗﺮﯾﺔ وﻓﻲ ﻛﻞ ﺑﻠﺪه ﯾﻨﺸﺮ اﻟﺘﻮﺣﯿﺪ
“Waktu itu kami bersama Syaikhuna Al-Fadhil Asy-Syaikh Al-’Allamah Rabi’ bin
Hadi Al-Madkhali. Maka beliau mengisahkan tentang beberapa orang yang telah
berkunjung kepada beliau. Dalam kesempatan tersebut, beliau bertanya kepada
mereka :
“Apakah antum termasuk yang juga ikut beli (tanah kavling) di Ma’had Al-
Fuyusy?”
Kemudian beliau pun berkata kepada mereka -yang ingin saya petik dari pernyataan
(Asy-Syaikh Rabi’) adalah - :
Bisa didownload di
http://www.fileden.com/files/2008/8/24/2064259/ejma3.doc
(Terjemah menyusul insya Allah. bagi ikhwah yang ingin berpartisipasi tafadhol)
واﷲ ﻟﻮ ﻛﺎن أﺣﺪ اﻟﻄﺮﻓﯿﻦ ﻣﺒﺘﺪﻋﺎً ﻟﺮﻓﻌﻨﺎ ﺻﻮﺗﻨﺎ،ﻷﻧﮭﻢ ﻟﯿﺴﻮا أھﻞ ﺑﺪع
، ﻟﯿﺲ ﻓﯿﮭﻢ داﻋﯿﺔ إﻟﻰ ﺑﺪﻋﺔ، ﻟﻜﻦ ﻟﯿﺲ ﻓﯿﮭﻢ ﻣﺒﺘﺪع،ﻋﻠﯿﮫ وﺑﯿﻨﺎ ﺑﺪﻋﺘﮫ
ﻟﯿﺲ ﻓﯿﮭﻢ ﺷﻲء
“Karena mereka bukanlah ahlul bid’ah. Demi Allah, kalau seandainya ada salah
satu pihak yang mubtadi’ pasti kami akan meninggikan suara kami dalam
mentahdzîr dia dan pasti akan kami jelaskan kebid’ahannya. Namun tak seorang
pun dari merek yang mubtadi’ tak seorang pula dari mereka yang menyeru
kepada bid’ah. Sama sekali tidak ada perkara-perkara ini pada mereka.”
Lalu kalau begitu apa sebenarnya yang melatarbelakangi berbagai tahdzîr Asy-Syaikh
Yahyâ Al-Hajûri? Masalah manhaj kah? Atau aqidah? Maka Asy-Syaikh Rabî’
kembali menegaskan dengan mengatakan :
Di antara yang cukup menarik untuk disebutkan di sini, sekaligus sebagai salah satu
bukti bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân bukanlah seorang hizbi, adalah kunjungan
beberapa masyâikh Yaman, antara lain Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil
Wahhâb dan Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Azîz Al-Bura’i, ke Ma’had Asy-Syaikh
‘Abdurrahmân yang baru beliau dirikan bersama salafiyyîn di sana. Kunjungan
tersebut terjadi pada hari Sabtu tanggal 10 Dzulqa’dah 1429 H (atau sekitar tanggal
10 November 2008, pen). Tentunya ini sebagai salah satu bukti bahwa ma’had Asy-
Syaikh ‘Abdurrahmân tersebut termasuk salah ma’had Ahlus Sunnah, sebagaimana
ditegaskan pula oleh para masyâikh dalam muhâdharahnya, bukan sebagai ma’had
hizbi sebagaimana dituduhkan.
Perlu para pembaca ketahui, para masyâikh yang tidak mau menyatakan bahwa Asy-
Syaikh ‘Abdurrahmân hizbi antara lain (sekadar contoh) :
Para masyâikh di atas telah digelari oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hâdi Al-Wâdi’i
sebagai ahlul halli wal ‘aqdi (orang-orang yang memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan berbagai problem). Sekaligus mereka adalah para pembesar dakwah
salafiyyah di Yaman.
Ternyata berbagai kesalahan ilmiah Al-Hajuri baik dalam aqidah maupun manhaj
sangatlah banyak. Sebagiannya terekam, dan masih lagi yang tidak terekam. Ini
merupakan sisi kelam lainnya dari sosok Al-Hajuri yang selama ini selalu tampil
bahwa dirinya sebagai seorang berilmu yang terdepan dalam segala diiringi dengan
sanjungan setinggi langit dari para murid setianya. Parahnya lagi, berbagai kesalahan
dan ketergelinciran tersebut terekam dalam kaset dan buku-buku catatan para
muridnya dalam keadaan dianggap sebagai faidah ilmiah. Maka ini merupakan
fenomena yang sangat berbahaya.
!! ﺑﻞ ﻋﻠﻴﻪ
“Adapun berbagai kertas (hasil kesepakatan) dan berbagai pertemuan, dan fulan
dari sini, dan kami bertentangan dengan anda, maka KENCINGI saja
pembicaraan seperti ini! KENCINGI saja!” [dinukil dari kasetnya yang berjudul
Laftul Amjâd]
Lâhaula walâ Quwwata illâ billâh! Maka akhirnya Al-Hajûri ditegur keras oleh
gurunya Asy-Syaikh Al-Wâlid Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Al-Wushâbi atas
ucapannya tersebut :
:
…
Wajib atas Al-Walad (si anak) Yahyâ [1]) untuk beristighfar kepada Allah dan
bertaubat kepada-Nya dari ucapannya tentang hasil ijtimâ’ Ma’bar, yaitu
ucapan : (kencingi atasnya), ini merupakan kesalahan. Wajib atasnya untuk
beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya. Sekaligus wajib atas dia
(Asy-Syaikh Yahyâ) untuk meminta ma’af kepada masyâikh, dengan
mengatakan, “Wahai para ayahku, wahai para masyâikh-ku telah salah lisanku,
aku telah keliru, aku beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.”
http://www.salafishare.com/id/254O0N7R08A3/002%2035_22%20%
E2%80%93%2036_01.mp3
Sedangkan Ijtimâ’ tersebut berlangsung di kota Al-Hudaidah tanggal 5 Muharram
1429 H (atau sekitar tanggal 14 Januari 2008, pen). Ijtimâ’ tersebut bertujuan
menghentikan fitnah yang terjadi. Hasil ijtimâ’ ditulis secara rapi dan
ditandatangani oleh para kibâr masyâikh Yaman, yaitu :
Pada 7 Muharram 1429 H (atau sekitar tanggal 16 Januari 2008, pen), Al-Hajûri
mengeluarkan kaset berjudul “Nashîhatul Ahbâb … ” Dalam kaset tersebut, Al-
Hajûri :
1. Mengingkari (!!) bahwa dirinya telah sepakat di hadapan Asy-Syaikh Rabî’ untuk
diam/tidak lagi mentahdzîr Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân Al-’Adani.
Al-Hajûri mengatakan :
ﻣﺘﻰ ﻛﺎن أﻧﺘﻢ اﻵن ﻋﻤﻠﺘﻢ ﻣﺤﺪﺛﺎً ﻓﻲ،واﻟﻠﺠﻨﺔ ﺗﻜﻮﱠﻧﻮن أﻧﻔﺴﻜﻢ ﻟﺠﻨﺔ ﻋﻠﯿﻨﺎ
أﺗﺤﺪاﻛﻢ ﺗﺜﺒﻮن ﻋﻦ اﻟﺴﻠﻒ ھﺬه اﻟﻠﺠﻨﺔ اﻟﺘﻲ أﻧﺘﻢ ﺗﻘﻮﻣﻮن ﺑﮭﺎ،ھﺬا
واﺟﺘﻤﺎﻋﺎت ﻓﻲ ﻛﻞ ﻗﻀﯿﺔ ﻧﻌﻤﻞ ﻛﺬا وﻛﺬا
“dan lajnah, kalian (yakni para masyâikh) telah menjadikan diri kalian sebagai
panitia atas kami, kapan itu? Kalian sekarang membuat suatu yang muhdats
dalam hal ini. Saya tantang kalian untuk memastikan dari salaf tentang lajnah
tersebut yang kalian adakan dan juga ijtimâ’-ijtimâ’ dalam setiap masalah
(bahwa) kita harus melakukan ini dan itu.“
3. Mencela dan mencaci maki gurunya sendiri, Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil
Wahhâb Al-Wushâbi dengan kata-kata yang pedas, kasar, dan tidak senonoh (!!!).
!!
“Saya tidak ingin membantah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb, tetapi
sungguh telah banyak kekacauannya pada waktu-waktu terakhir ini.!!”
!!
“Sesungguhnya dia pada waktu-waktu terakhir ini tidak lagi bersungguh-sungguh,
bahkan dalam masalah menuntut ilmu, berbagai ceramahnya hanya berulang-ulang!!
!ﻣﻨﻬﺎ !
. !!
!
“Ini juga sebagai nasehat pertama! Untuk berikutnya lebih keras dari nasehat pertama
ini! Sungguh kamu akan melihat wahai syaikh Muhammad, aku menantangmu, jika
kamu tidak berhenti, kamu ataupun selainmu!! Omong kosong. Sok memposisikan
dirinya sebagai Ibnu Bâz di hadapan kami!“
“Kami tahu kelemahan kamu dari sisi keilmuan, baik dalam karya-karya tulismu
maupun ceramah-ceramah dan da’wahmu.”
Atas sikap Al-Hajûri yang tidak senonoh tersebut, Asy-Syaikh Al-Wâlid Muhammad
bin ‘Abdil Wahhâb menegurnya dengan keras :
[1] Pantas bagi Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdill Wahhâb untuk menyebut dan
memanggil Asy-Syaikh Yahyâ demikian. Karena memang senioritas dan ketokohan
beliau -baik dalam hal ilmu, umur, dan kedudukan- jauh di atas Asy-Syaikh Yahyâ, di
samping -tentunya- beliau adalah guru Asy-Syaikh Yahyâ sendiri.
[2] Berbagai ijtimâ’ para masyâikh kibâr dalam upaya menyelesaikan fitnah yang
terjadi, disamping merupakan suatu yang disyari’atkan, perlu diketahui juga itu
merupakan wasiat Asy-Syaikh Muqbil bin Hâdi Al-Wâdi’i rahimahullah. Beliau
mengatakan dalam wasiatnya :
وأوﺻﻲ إﺧﻮاﻧﻲ ﻓﻲ اﷲ أھﻞ اﻟﺴﻨﺔ ﺑﺎﻹﻗﺒﺎل ﻋﻠﻰ اﻟﻌﻠﻢ اﻟﻨﺎﻓﻊ واﻟﺼﺪق ﻣﻊ
… وإذا ﻧﺰﻟﺖ ﺑﮭﻢ ﻧﺎزﻟﺔ اﺟﺘﻤﻊ ﻟﮭﺎ أوﻟﻮ اﻟﺤﻞ واﻟﻌﻘﺪ،اﷲ واﻹﺧﻼص
“Saya wasiatkan kepada saudara-saudaraku di jalan Allah, para Ahlus Sunnah, untuk
senantiasa mengutamakan ilmu yang bermanfaat, jujur di hadapan Allah, dan ikhlash
karena-Nya. Apabila terjadi suatu problem maka hendaknya berijtimâ’ para ulûl halli
wal ‘aqdi, … ” Kemudian beliau menyebut nama-nama para masyâikh kibâr Ahlus
Sunnah di Yaman, antara lain : Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb, Asy-
Syaikh Muhammad Al-Imâm, Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Azîz Al-Bura’i, dll.
Yang penting untuk diketahui pula, Asy-Syaikh Muqbil menyebut para masyâikh
tersebut sebagai ulûl halli wal ‘aqdi, yaitu yang memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan berbagai problem. Namun Al-Hajûri tidak mengindahkan wasiat
tersebut, bahkan berani melecehkan para masyâikh tersebut dan hasil ijtimâ’ mereka.
[3] Kali ini pun Al-Hajûri tidak mau mengindahkan nasehat gurunya sama sekali.
Bukannya ia bertaubat atau menyesal, bahkan dalam kaset Daf’ul Irtiyâb kembali ia
mengingkari bahwa dirinya telah mengatakan ucapan tersebut. Padahal ada bukti
atas ucapannya tersebut berupa kaset rekaman.
Hal seperti ini sering terjadi pada Al-Hajûri, yaitu dia mengucapkan suatu perkataan,
ketika ditegur atau dikritik atas ucapannya tersebut dia mengingkarinya. Padahal
terdapat bukti berupa suara / kaset rekaman ucapannya tersebut.
Telah kita jelaskan sebelumnya, bahwa para masyaikh, baik di Yaman maupun di luar
Yaman, telah sepakat bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman bukan hizbi. Namun itu
semua tidak digubris oleh Al-Hajuri. Pada 10 Jumâdal Ulâ 1429 H (atau sekitar
tanggal 16 Mei 2008, pen) mengeluarkan kaset berjudul :
:
“Orang-orang yang mengatakan bahwa ‘Abdurrahmân bukan hizbi hendaknya dia
malu pada dirinya sendiri.“
Padahal sudah maklum bahwa para masyâikh kibâr di Yaman maupun di luar Yaman
mengatakan bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân bukan hizbi.
- -
…
“Yang membela mereka (yakni Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân dan yang bersama beliau)
berarti telah membela para hizbiyyûn, bukan membela salafiyyîn yang beradab, dia
telah membela seorang hizbi dan membela orang-orang yang mengkhianati dirinya
sendiri … .”
Bahkan tak ketinggalan pula, nasehat Imamul Jarhi wat Ta’dil dibantah oleh Al-
Hajuri. Al-Hajûri membantah pujian Asy-Syaikh Rabî hafizhahullâh terhadap Asy-
Maka Al-Hajûri tidak terima dengan pujian tersebut dan membantahnya dengan
mengatakan bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân membuka front dan sebagai
mujahid dalam fitnah.
Astaghfirullâhal ‘Azhîm ….
Demikian juga, ternyata berbagai kesalahan ilmiah Al-Hajuri baik dalam aqidah
maupun manhaj sangatlah banyak. Sebagiannya terekam, dan masih lagi yang tidak
terekam. Ini merupakan sisi kelam lainnya dari sosok Al-Hajuri yang selama ini
selalu tampil bahwa dirinya sebagai seorang berilmu yang terdepan dalam segala
diiringi dengan sanjungan setinggi langit dari para murid setianya. Parahnya lagi,
berbagai kesalahan dan ketergelinciran tersebut terekam dalam kaset dan buku-buku
catatan para muridnya dalam keadaan dianggap sebagai faidah ilmiah. Maka ini
merupakan fenomena yang sangat berbahaya.
Demikianlah dia mengulang-ulang kesalahan dan rujuk darinya. Apakah boleh belajar
dari syaikh seperti ini?
Ini adalah orang yang membuat ragu, membuat umat ragu dalam urusan aqidah
mereka. Tidak boleh belajar padanya, tidak boleh pula talaqi ilmu darinya,
karena dia termasuk ahludh dhalal. Membuat umat ragu. Menampakkan
aqidahnya yang batil, namun ketika ia melihat umat mengingkarinya, maka ia
menampakkan seolah-olah dirinya telah rujuk untuk mengelabuhi. Maka tidak
boleh menerima sosok seperti ini, dan tidak boleh berguru padanya, bahkan
wajib waspada darinya!”
(Sumber http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/08/fatwa-para-ulama-besar-
terhadap-al-hajuri/)
Asy-Syaikh : Ya
Penanya : dia melakukan kesalahan sering sekali
Asy-Syaikh : Selama dia sering melakukan kesalahan, maka harus menjauh dari
mengambil (ilmu) darinya.
Penanya : Ya. Allahu yahfazhaka. Barakallahu fik.
اﻟﺴﺎﺋﻞ :وھﺬا اﻟﺮﺟﻞ اﻟﺬي اﺳﻤﮫ ﯾﺤﻲ اﻟﺤﺠﻮري ﻟﮫ أﺧﻄﺎء ﻛﺜﯿﺮة ﻓﻲ
اﻟﻌﻘﯿﺪة ،وﻧﺼﺢ ﻓﻲ ذﻟﻚ ﻟﻜﻨﮫ ﯾﺮﺟﻊ ،ﺛﻢ ﯾﻮاﻟﻲ وﯾﻌﺎدي ﻓﻤﺎ ﻗﻮﻟﻜﻢ ﻓﻲ ھﺬا
اﻟﺮﺟﻞ وﻓﻘﻜﻢ اﷲ.؟
اﻟﺸﯿﺦ :واﷲ أﻧﺎ ﯾﺎ أﺧﻲ أﻗﻮل أن اﻟﻮاﺣﺪ ﯾﺤﺬر ﻣﻦ اﻷﺧﺬ ﻋﻨﮫ إذا ﻛﺎن ﺑﮭﺬه
اﻟﺼﻔﺔ.
اﻟﺸﯿﺦ :ھﻮ ﻣﻦ اﻟﯿﻤﻦ؟
اﻟﺴﺎﺋﻞ :إﯾﮫ.ﻣﻦ اﻟﯿﻤﻦ ﺷﯿﺦ ﻣﻦ اﻟﯿﻤﻦ.
اﻟﺸﯿﺦ :ﺳﺎﻛﻦ ﻓﻲ اﻟﯿﻤﻦ.؟
اﻟﺴﺎﺋﻞ:ﻧﻌﻢ.ﻧﻌﻢ .ﺳﺎﻛﻦ ﻓﻲ اﻟﯿﻤﻦ ﻓﻲ دﻣﺎج.
اﻟﺸﯿﺦ:ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﺣﺎل ﻣﺎ ﯾﻨﺒﻐﻲ اﻷﺧﺬ ﻋﻦ أي ﺷﺨﺺ ﻟﮫ ﻣﺜﻞ ھﺬه اﻷراء
اﻟﺴﺎﺋﻞ:ھﻮ ﻃﺎﻟﺐ ﻋﻠﻢ ﺷﯿﺦ.
اﻟﺸﯿﺦ :وﻟﻮ ﻛﺎن ﻃﺎﻟﺐ ﻋﻠﻢ إذا ﻛﺎن ﯾﺄﺗﻲ ﺑﺄﺧﻄﺎء ﻓﻲ اﻟﻌﻘﯿﺪة
اﻟﺴﺎﺋﻞ :ﯾﺨﻄﺄ ﻛﺜﯿﺮا ﯾﺎﺷﯿﺦ.
اﻟﺸﯿﺦ :ﻧﻌﻢ.
اﻟﺴﺎﺋﻞ:ﯾﺨﻄﺄ ﻛﺜﯿﺮا.
اﻟﺸﯿﺦ :ﻣﺎدام ﯾﺨﻄﺄ ﻛﺜﯿﺮا ﯾﺠﺘﻨﺐ اﻷﺧﺬ ﻋﻨﮫ.
اﻟﺴﺎﺋﻞ :ﻧﻌﻢ اﷲ ﯾﺤﻔﻈﻚ ﺑﺎرك اﷲ ﻓﯿﻚ
(Sumber http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/08/fatwa-
para-ulama-besar-terhadap-al-hajuri/)
Teks Arab :
(Sumber http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/08/fatwa-para-ulama-besar-
terhadap-al-hajuri/)
“Ini adalah ucapan yang buruk, ucapan yang jelek, tidak boleh mendengarnya
dan tidak boleh diam atas (kebatilan)nya.”
Segala puji bagi Allah, yang telah memunculkan di tengah umat ini ‘ulama yang
tampil kesesatan tersebut, agar umat tidak tertipu dengannya.
“Ini adalah ucapan yang buruk, ucapan yang jelek, tidak boleh mendengarnya
dan tidak boleh diam atas (kebatilan)nya. Ucapan tersebut telah menghina
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam.
Allah Jalla wa ‘Ala telah berfirman tentang beliau “Tidaklah dia berbicara dengan
hawa nafsunya. Tidak lain itu adalah wahyu yang diwahyukan.” [An-Najm : 3-4]
Adapun urusan dunia, urusan dunia maka Rasulullah bermusyawarah dengan para
shahabatnya dalam urusan-urusan dunia, bukankah demikian?
Rekaman fatwa yang sudah dilengkapi dengan rekaman suara Al-Hajuri yang
dimaksud dalam pertanyaan bisa didengar
http://www.fileden.com/files/2008/8/24/2064259/a56a%20%282%29.mp3
(Sumber http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/08/fatwa-terbaru-asy-
syaikh-al-fauzan-5-3-1430-h/. )
Sebagai realisasi wasiat tersebut, maka para kibâr masyâikh Yaman pun meminta
nasehat pada beliau. Termasuk dalam pertemuan Ma’bar dan pertemuan Hudaidah,
beliau juga turut berperan aktif dan bertandatangan.
Pada 12 Sya’ban 1429 H (atau sekitar tanggal 15 Agustus 2008, pen) lalu beliau
ditanya, bahwa ada seorang thalibul ilmi yang memihak kepada Asy-Syaikh Yahyâ
dalam vonisnya terhadap Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân, dan dia berupaya menyebarkan
hal tersebut dan sebaliknya menghalangi disebarkannya nasehat dan penjelasan para
‘ulama, bagaimana menyikapinya?
(Sumber http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/03/nasehat-asy-syaikh-
al-fadhil-al-hakim-muhammad-bin-shalih-ash-shaumali/)
] (43) [
Meninjau semakin meluasnya pengaruh berbagai kesalahan ilmiah Al-Hajuri, baik
dalam aqidah maupun manhaj, serta pelecehannya terhadap para ‘ulama kibar (yang
sebenarnya sangat memalukan jika kesalahan dan pelecehan tersebut terlontar dari
seorang yang selama ini digelari sebagai An-Nashihul Amin dan Imamuts Tsaqalain)
maka beberapa kesalahan dan pelecehan tersebut telah ditanyakan kepada para ‘ulama
kibar berikut rekaman kasetnya
Bisa didownload di
http://www.salafishare.com/26U1NFYE1PPZ/E5XFWR7.mp3
atau disini
http://www.upload4arab.com/files/1006/sound/alhajoory.zip
Para ‘ulama kibar yang telah memberikan fatwa/jawaban dalam kaset tersebut adalah:
Semoga kaset ini bermanfaat bagi kita semua. Sehingga kita benar-benar mendapat
arahan dan bimbingan dari para ‘ulama kibar Ahlus Sunnah dalam berucap, bersikap,
dan bertindak.
(Sumber http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/08/fatwa-
para-ulama-besar-terhadap-al-hajuri. )
اﻟﺤﻤﺪ ﷲ واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﻠﻰ ﻧﺒﯿﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ وﻋﻠﻰ آﻟﮫ وﺻﺤﺒﮫ وﺳﻠﻢ وﻣﻦ اﺗﺒﻊ ھﺪاه
: ﻗﺎل اﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ
Bisa didownload di
http://www.salafishare.com/26U1NFYE1PPZ/E5XFWR7.mp3
atau disini
http://www.upload4arab.com/files/1006/sound/alhajoory.zip
Para ‘ulama kibar yang telah memberikan fatwa/jawaban dalam kaset tersebut adalah:
Semoga kaset ini bermanfaat bagi kita semua. Sehingga kita benar-benar mendapat
arahan dan bimbingan dari para ‘ulama kibar Ahlus Sunnah dalam berucap, bersikap,
dan bertindak.
NB : Rekaman kaset di atas sudah dimodifikasi sedemikian rupa, setiap poin/ucapan
al-hajuri yang ditanyakan disertai dengan suara asli Al-Hajuri, sebagai bukti.
(Sumber http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/08/fatwa-para-ulama-besar-
terhadap-al-hajuri. )
(Bersambung Insya Allah ke Bimbingan Ulama’ Masalah Fitnah
Yaman II)
Para pembaca sekalian, selain sering mendengar nama Markiz Darul Hadits
Dammaj, Sha’da, Yaman, yang diasuh Syaikh Abu Abdirrahman Yahya bin Ali
Al Hajuri, juga terdapat markiz/ma'had Dakwah Salafiyyah lainnya.
“Dan disana terdapat masjid-masjid Ahlus Sunnah yang didalamnya diasuh oleh para
Masyaikh dan Thalabatul Ilmi, dan Alhamdulillah Markaz-markaz Ahlussunnah di
negara Yaman sangat banyak sekali dari Utara sampai Selatan, kami akan sebutkan
sebagian saja diantaranya :