You are on page 1of 3

1.

Peranan golongan terpelajar dalam menumbuh kembangkan kesadaran nasional Indonesia. Dengan perkembangan pendidikan Barat dan pendidikan Islam, kaum Bumiputera memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pendidikan formal. Sehubungan dengan itu, lahir golongan terpelajar Indonesia. Golongan terpelajar Indonesia juga disebut sebagai kelompok masyarakat baru atau hominess novi. Kelompok tersebut juga merupakan kelompok masyarakat pertama yang menyadari bahwa penjajahan sesungguhnya telah merugikan kepentingan bangsa Indonesia. Peranan kelompok terpelajar dalam menumbuhkembangkan kesadaran nasional, tampak dalam kegiatan diskusi sosial atau politik. Peranan kelompok terpelajar tampak dilakukan melalui beberapa kegiatan, yaitu sebagai berikut. 1. Organisasi tersebut berperan sebagai sarana perjuangan untuk mewujudkan cita-citanya. 2. Melontarkan kritik terhadap kebijakan politik kolonial di Indonesia bahwa pemerintah kolonial telah melakukan praktik diskriminasi terhadap masyarakat pribumi. 3. Menyebarkan gagasan nasionalisme dan semangat kebangsaan dari hasil bacaan terhadap karya filsof-filsof dunia.

2.

Peranan

golongan

profesional

dalam

menumbuh

kembangkan kesadaran nasional Indonesia. Salah satu kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang diterapkan di Indonesia setelah lahirnya politik etis adalah tentang pendidikan. Pemerintah kolonial Belanda memberi kesempatan kepada rakyat untuk memperoleh pendidikan. Akan tetapi dalam praktiknya hanya anak orang kaya dan berkedudukanlah yang dapat bersekolah. Melihat kondisi tersebut golongan profesional mulai mendirikan perguruan kebangsaan agar bangsa Indonesia bisa bangkit dari keterbelakangan. Perguruan kebangsaan yang didirikan antara lain Perguruan Taman Siswa. Perguruan ini didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tahun 1922 di Yogyakarta. Perguruan ini didirikan dengan tujuan mendidik para pemuda yang berjiwa cinta tanah air dan bangsanya. Selain Ki Hajar Dewantara, Mohammad Syafei juga mendirikan Indonesische Nederlandsche School (INS) di Sumatra Barat pada 1926. Lembaga pendidikan ini bertujuan untuk mendidik para pemuda agar mandiri dan berguna bagi masyarakat dan bangsanya. Douwes Dekker (Setiabudhi) juga mendirikan Ksatrian School pada tahun 1924 di Bandung.

3.

Peranan golongan pers dalam menumbuh kembangkan kesadaran nasional Indonesia. Pers pada zaman pergerakan (pers pergerakan) memiliki peran sebagai berikut: a. Menyebarluaskan ide atau gagasan tokoh-tokoh pergerakan kepada masyarakat luas b. Menyebarluaskan berita perkembangan pergerakan nasional, baik kepada masyarakat luas maupun masyarakat pergerakan itu sendiri. Adapun pers pada zaman pergerakan, antara lain sebagai berikut: a. Hindia Poetra, milik Perhimpunan Indonesia (terbit di negeri Belanda) b. Dharmo Kondo dan Retno Dumilah milik Budi Utomo c. Oetoesan Hindia, milik Sarekat Islam d. De Express, milik Indische Partij

4. Peranan golongan wanita Kemunculan gerakan wanita di Indonesia dipelopori olah RA Kartini (1879-1904) sehingga hari lahir Kartini tanggal 21 April 1879 diperingati sebagai hari Kartini. Kartini adalah puteri Bupati Jepara dan kelak menjadi isteri Bupati Rembang. Perjuangan wanita yang dilakukan Kartini berupa tuntutan emansipasi (persamaan hak) antara pria dan wanita, khususnya di bidang pendidikan dan perkawinan. Berkat Kartini, banyak sekolah didirikan khusus untuk pendidikan kaum perempuan. Sekolah-sekolah tersebut diberi nama Sekolah Kartini. Cita-cita RA Kartini tertuang dalam surat-surat yang ia kirim kepada sahabat-sahabatnya di negeri Belanda. Surat-surat tersebut diterbitkan oleh Abendanon yang berjudul Door Duisternist tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang) pada tahun 1911. Pada tahun 1982, Sulastin Sutrisno menerjemahkan surat-surat itu kembali dengan judul Surat-Surat Kartini. Selain Kartini, Dewi Sartika juga menjadi pelopor gerakan wanita di Jawa Barat. Ia mendirikan sekolah Keutamaan Isteri untuk kaum wanita di Jawa Barat. Pelopor gerakan wanita dari Minahasa adalah Maria Walanda Maramis yang belajar bahasa Belanda dari suaminya, Yosef Walanda. Berkat pengetahuannya, ia sadar akan nasib kaum wanita Minahasa yang jauh tertinggal. Maka pada tahun 1927, ia berjuang dan berhasil mendirikan organisasi PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya). Perkembangan Organisasi Wanita di Indonesia Pada masa-masa berikutnya, kesadaran wanita Indonesia untuk hidup lebih baik makin terbuka lebar. Hal ini ditandai dengan keberadaan organisasi-organisasi wanita yang semakin banyak berdiri. Organisasi wanita yang muncul misalnya: Perkumpulan Kartinifonds di Semarang, Putri Merdika di Jakarta, Wanita Rukun Santoso di Malang, Maju Kemuliaan di Bandung,

Budi Wanito di Solo, Kerajinan Amai Setia di Kota Gadang, Sumatera Barat, Serikat Kaum Ibu Sumatera di Bukit Tinggi, Gorontalosche Mohammedaansche Vrouwenvereniging di Sulawesia Utara, Ina Tuni di Ambon, dan lain-lain.

Selain itu, terdapat juga organisasi wanita yang merupakan bagian dari induk organisasi yang lebih besar. Organisasi wanita tersebut antara lain: Aisiyah (Wanita Muhammadiyah), Puteri Indonesia (Wanita dari Pemuda Indonesia), Wanita Taman Siswa.

Organisasi wanita yang bergerak di bidang politik antara lain Isteri Sedar yang didirikan di Bandung oleh Suwarni Jayaseputra. Organisasi ini bertujuan untuk mencapai Indonesia merdeka. Sedangkan organisasi Isteri Indonesia pimpinan Maria Ulfah dan Ibu Sunaryo Mangunpuspito bertujuan untuk mencapai Indonesia Raya. Organisasi-organisasi tersebut mengadakan Kongres Persatuan Wanita Indonesia di Yogyakarta pada tanggal 22 sampai 25 Desember 1928. Hari pembukaan kongres tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu. Dalam kongres tersebut dibentuk juga PPII (Perserikatan Perhimpunan Isteri Indonesia) sebagai kumpulan organisasi wanita. Itulah sejarah perkembangan organisasi wanita di Indonesia sehingga turut membantu tercapainya Indonesia merdeka seperti sekarang ini.

You might also like