You are on page 1of 25

PRAKTIKUM

REKAYASA BANGUNAN LINGKUNGAN PERTANIAN


ACARA I

Nama : Helvani Wida Septiana


Nim : 07/ 254619 / TP / 8924
Golongan : Selasa

LABORATORIUM REKAYASA BANGUNAN LINGKUNGAN


PERTANIAN
JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2009
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kegiatan pertanian iklim sangat berpengaruh terhadap kualitas dari
produk pertanian yang dihasilkan. Tidak kalah penting dari pemeliharaan
tanaman, tahap pasca panen juga wajib mendapatkan perlakuan yang layak
dengan memodifikasi unsur-unsur iklim mikro sekitar tujuannya adalah agar
bahan pertanian tersebut mempunyai umur simpan yang lama serta tidak mudah
dirusak oleh jamur dan mikroorganisme lainnya. Bangunan, dalam hal ini sering
juga disebut gudang penyimpanan, haruslah memenuhi syarat – syarat tertentu
agar bahan pertanian yang disimpan di dalamnya mampu bertahan lama. agar
tidak terjadi penurunan kualitas dari produk pertanian yang dihasilkan.
Di daerah dengan kelembaban tinggi seperti di Indonesia, diperlukan
penempatan khusus produk pertanian ini di suatu ruangan/bangunan pertanian
tertentu sehingga faktor-faktor seperti kelembaban dapat kita kendalikan sekaligus
mengisolasi produk dari iklim luar. Untuk itulah diperlukan pengetahuan yang
lebih bagaimana membangun suatu bangunan pertanian yang baik dan layak.
Karena kualitas dari suatu bangunan dapat ditinjau dari kualitas semen.
Maka pada praktikum kali ini, kita akan mencoba menguji dan memberikan
penilaian terhadap kualitas semen mengingat semen merupakan salah satu bahan
dasar yang sangat penting dan esensial dalam membangun suatu bangunan.
Dengan harapan, semakin bagus kualitas bangunan yang kita miliki, maka kualitas
produk pertanian yang kita hasilkan dapat lebih terjaga.

B. Tujuan
Untuk mengetahui cara – cara pengujian dan penilaian semen portland
secara tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara


menghaluskan klinker, yang terutama terdiri dari silikat – silikat kalsium yang
bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan (SK SNIS – 04 – 1989 - F).
Semen portland merupakan bahan ikat untuk merekatkan butir-butir agregat agar
tejadi suatu masa yang padat.
Persentasi dari oksida – oksida yang terkandung didalam semen portland
adalah sebagai berikut :
1) Kapur ( CaO) : 60 – 66 %
2) Silika (SiO2) : 16 – 25 %
3) Alumina (Al203) : 3 – 8 %
4) Besi : 1 - 5 %
Beberapa jenis dari semen portland dibuat dengan mengadakan variasi
baik dalam perbandingan unsur – unsur utamanya maupun dalam derajat
kehalusannya. Senyawa – senyawa tersebut diatas saling bereaksi di dalam tungku
dan membentuk senyawa – senyawa kompleks dan biasanya masih terdapat kapur
sisa karena tidak cukup bereaksi sampai keseimbangan reaksi tercapai. Pada
waktu pendinginan terjadi proses pengkristalan dan yang tidak terkristal
berbentuk amorf.
Adapun komponen – komponen tersebut berbentuk sebagai berikut :
1) Trikalsium Silikat CaOSiO2 (C3S)
2) Dikalsium Silikat CaOSiO2 (C2S)
3) Trikalsiun Aluminat CaOAi203 (C3A)
4) Tetra Kalsium Alumino Ferit CaOA203Fe203 (C4AF)
5) Air ( Joko Prakoso, 2006)
Semen dipercaya pertama kali ditemukan di zaman Kerajaan Romawi,
tepatnya di Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas dinamai
pozzuolana. Sedangkan kata semen sendiri berasal dari caementum (bahasa
Latin), yang artinya kira-kira "memotong menjadi bagian-bagian kecil tak
beraturan".Namun “resep” dari campuran ini akhirnya hilang ditelan jaman siring
hancurnya Romawi. Baru pada abad ke-18, John Smeaton - insinyur asal Inggris -
menemukan kembali ramuan kuno berkhasiat luar biasa ini. Dia membuat adonan
dengan memanfaatkan campuran batu kapur dan tanah liat saat membangun
menara suar Eddystone di lepas pantai Cornwall, Inggris. Ironisnya, bukan
Smeaton yang akhirnya mematenkan proses pembuatan cikal bakal semen ini.
Adalah Joseph Aspdin, juga insinyur berkebangsaan Inggris, pada 1824 mengurus
hak paten ramuan yang kemudian dia sebut semen portland. Dinamai begitu
karena warna hasil akhir olahannya mirip tanah liat Pulau Portland, Inggris. Hasil
rekayasa Aspdin inilah yang sekarang banyak dipajang di toko-toko bangunan
(Wikipedia, 2009).
Semen merupakan salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan air
mampu mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi suatu
kesatuan kompak. Sifat pengikatan semen ditentukan oleh susunan kimia yang
dikandungnya. Adapun bahan utama yang dikandung semen adalah kapur (CaO),
silikat (SiO2), alumunia (Al2O3), ferro oksida (Fe2O3), magnesit (MgO), serta
oksida lain dalam jumlah kecil (Lea and Desch, 1940).
Semen portland sendiri didefinisikan sebagai campuran antara batu
kapur/gamping (bahan utama) dan lempung / tanah liat atau bahan pengganti
lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk, tanpa memandang
proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan
air (Jack Widjajakusuma, 2004).
Semen portland dibuat dari bahan yang mengandung kapur (lime), silica,
dan alumina serta oksida besi dengan perbandingan tertentu. Ketiga bahan dasar
ini dicampur dan dibakar pada suhu 2700o Fahrenheit sehingga terbentuk klinker,
kemudian klinker dihaluskan (digiling) sambil ditambahkan gypsum kurang lebih
5% untuk mengatur waktu ikatnya, hasil penggilingan ini sangat halus sehingga
hampir seluruh partikel semen tersebut lolos ayakan dengan jumlah lubang 40.000
per in2 (Mesh 200). Kadang-kadang ditambahkan juga bahan-bahan lain untuk
membentuk sifat-sifat khusus, misalnya : calcium chlorida (Ca Cl2) untuk
menjadikan semen yang cepat mengeras (Nur Sigit, 2000).
Fungsi dari semen portland adalah untuk merekatkan butir-butir agregat agar
terjadi suatu massa yang kompak dan padat, selain juga untuk mengisi rongga-
rongga di antara butiran agregat (Tjokrodimuljo dan Kardiyono, 1988).
Pemakaian semen Portland pada bahan bangunan sebagai bahan pengikat
hidrolis karena sifat-sifat yang lebih baik dan angka kepadatannya tinggi yaitu
bila dicampur dengan air maka akan terjadi proses pengerasan. Suatu campuran
komposisi kerikil, pasir dan semen Portland dengan perbandingan 3:2:1 akan
membentuk suatu adonan beton yang banyak digunakan untuk konstruksi
bangunan. Selain sebagai perekat, semen Portland juga berfungsi sebagai isolator
dan bahan pengawet, serta dapat mengurangi sifat mudah terbakar. (Anonim,
1982)
Faktor air semen ini berbanding terbalik dengan kuat tekan beton. Makin
kecil faktor air-semen, maka kuat tekan pun meningkat pula. Namun kenaikan ini
akan mencapai nilai maksimum pada suatu nilai faktor air-semen (faktor air-
semen optimal). Kemudian, semakin banyak penurunan faktor air-semen makin
kecil kuat tekan dan semakin mempersulit pengerjaan dalam proses pencampuran
(Tjokrodimuljo, 1996).
Lazimnya, untuk mencapai kekuatan tertentu, semen Portland
berkolaborasi dengan bahan lain. Jika bertemu air (minus bahan-bahan lain),
misalnya, memunculkan reaksi kimia yang sanggup mengubah ramuan jadi
sekeras batu. Jika ditambah pasir, terciptalah perekat tembok yang kokoh. Namun
untuk membuat pondasi bangunan, campuran tadi biasanya masih ditambah
dengan bongkahan batu atau kerikil, biasa disebut concrete atau beton (Frick,
1980).
Sesuai dengan tujuan pemakaiannya, PUBI (1982) mengklasifikasikan
semen Portland menjadi 5 jenis sebagai berikut :
1. Jenis I : untuk konstruksi pada umumnya, dimana tidak diminta
persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis lain.
2. Jenis II : untuk konstruksi pada umumnya, terutama bila
disyaratkan agak tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.
3. Jenis III: digunakan pada konstruksi yang menuntut persyaratan
kekuatan awal tinggi.
4. Jenis IV: digunakan pada konstruksi yang menuntut persyaratan
panas hidrasi rendah.
5. Jenis V : digunakan pada konstruksi yang menuntut persyaratan
sangat tahan pada sulfat.
Jenis semen yang biasa digunakan di pasaran adalah semen jenis I. Semen
jenis ini mempunyai perkembangan kekuatan yang relatif cepat dan konstan.
Semen jenis III mempunyai perkembangan kekuatan sangat cepat, tetapi setelah
berumur tiga bulan perkembangan tersebut menurun drastis. Semen jenis II dan
IV mempunyai perkembangan kekuatan yang lebih lambat daripada semen jenis I,
tetapi dalam jangka waktu lama dihasilkan kekuatan yang lebih tinggi sehingga
sering digunakan pada daerah yang memerlukan konstruksi khusus. Semen jenis
IV mempunyai perkembangan kekuatan sangat lamban (Kardiyono, 1990).
Saat ini ada tujuh produsen semen yang ada di Indonesia, yaitu PT Semen
Andalas mempunyai pangsa pasar 4,3%, PT Semen Gresik Group menguasai
43%, dengan dua anak perusahaannya, PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa,
PT Indocement 34%, PT Semen Cibinong 13,6%, PT Semen Baturaja 2,6%, PT
Semen Bosowa 1,9%, dan PT Semen Kupang menguasai 0,6%nya.
(http://www.csis.or.id/papers/wpe070)
BAB III
METODOLOGI

A. Alat dan Bahan


1. Pengujian kehalusan dengan pengayakan
Alat : Ayakan dengan ukuran lubang 0,3 dan 0,15 mm, cawan
penampung, kuas dan timbangan.
Bahan : Semen Portland
2. Pengujian berat volume padat
Alat : Literan standart, Pesawat Bohme, Timbangan
Bahan : Semen Portland
3. Pengujian konsistensi normal
Alat : Alat Vicat, Cawan, Pengaduk, Cetok
Bahan : Semen Portland
4. Pengujian pengikatan awal
Alat : Alat Vicat, Cawan , Pengaduk, Cetok
Bahan : Semen Portland , Air
5. Pengujian pengikatan semu
Alat : Alat Vicat, Pengaduk, Cawan Cetok
Bahan : Semen Portland, Air
6. Pengujian kekekalan bentuk
Alat : Cawan, Pisau aduk, Gelas Ukur, Plat kaca, Kompor,
Pengukus/penanak.
Bahan : Semen Portland
B. Cara Kerja

a) Pengujian kehalusan dengan pengayakan.


1. Semen Portland diambil sebanyak 100 gram dan dimasukkan ke dalam
susunan ayakan 1.2 dan 0.09 mm.
2. Ayakan tersebut digoyangkan dengan tangan sebanyak 125 kali per menit
dan setiap 25 kali putaran ayakan 90º, lakukan ayakan selama 20 menit.
3. Sisa yang terkumpul di atas ayakan 0.09 mm diayak lagi dengan
menggunakan bantuan kuas selama 15 menit.
4. Kumpulkan sisa di atas ayakan tersebut dan ditimbang beratnya.
5. Jumlah sisa dinyatakan dalam persentase terjadap jumlah sampel yang
diuji dan cocokkan dengan tabel standard.
b) Pengujian berat volume padat
1. Berat literan kosong ditimbang kemudian diisi dengan semen sampai
penuh.
2. Literan ditempatkan pada mesin ketuk (pesawat Bohme) selama 50 menit
(6000 ketukan).
3. Semen di dalam literan ditambah terus sampai padat betul.
4. Setelah mendapat ketukan selama 20 menit, ditimbang beratnya.
5. Berat volume pada semen tersebut dihitung, langkah ini diulangi sebanyak
3 kali dan hasilnya dirata-rata.
6. Untuk menentukan berat volume gembur, langkah-langkah yang dilakukan
adalah sama, hanya saja tidak tidak perlu dilakukan pemadatan dengan
pesawat Bohme.
c) Pengujian konsistensi normal
1. Semen diambil secukupnya (kurang lebih 300 gram) dimasukkan dalam
cawan.
2. Air diambil dengan menggunakan gelas ukur kurang lebih 25% berat
semen dan dicatat volumenya.
3. Air tersebut dimasukkan ke dalam cawan yang berisi semen dan dicampur
selama 3 menit.
4. Pasta semen tersebut dibentuk menjadi bola dengan tangan.
5. Bola pasta semen dilemparkan dari tangan satu ke tangan yang lain
sebanyak 6 kali, jarak antara tangan kurang lebih 15 cm.
6. Bola pasta semen dimasukkan ke dalam lubang cincin alat Vicat yang
berdiameter besar dan ditekan.
7. Permukaan lubang ini diratakan dan diletakkan di atas kaca.
8. Permukaan lubang yang kecil juga diratakan dengan pisau pengaduk.
9. Cincin tersebut ditempatkan pada alat Vicat dengan lubang kecil
menghadap ke atas dan bagian tengah-tengah cincin tersebut tepat berada
di bawah jarum yang berdiameter 10 mm.
10. Ujung jarum peluncur ditempelkan pada pasta semen dan dikunci dengan
cara memutar baut pengunci.
11. Indikator alat Vicat ditempatkan pada posisi nol, kemudian baut pengunci
dilepaskan sehingga batang peluncur menekan pasta semen selama 30
detik.

12.Lewat indikator, dicatat berapa dalamnya penetrasi jarum ke dalam pasta


semen. Konsistensi normal tercapai apabila selama 30 detik penetrasi
jarum mencapai kedalaman 10 ± 1 mm (SIL0013-77).
13. Apabila kondisi konsistesi normal tersebut belum tercapai, ulangi langkah-
langkah di atas sampai berhasil. Kemudian nyatakan jumlah air yang
dibutuhkan dalam persentase berat terhadap berat semen.
Pengujian tersebut diulangi sebanyak tiga kali dan rata-ratakan hasilnya
d) Pengujian pengikatan awal
1. Dibuat campuran pasta semen sesuai dengan konsistensi normal di muka,
catat waktu saat pemberian air ini.
2. Lakukan langkah-langkah untuk mencetak benda uji seperti pada
pengujian konsistensi normal.
3. Segera setelah mencetak benda uji ke dalam cincin Vicat, benda uji
diletakkan dalam ruangan yang lembab selama 30 menit sehingga terjadi
proses pengikatan pada pasta tersebut.
4. Setiap 15 menit dilakukan pengujian penetrasi dengan alat Vicat dengan
diameter jarum 1 mm selama 30 detik. Catat dalamnya penetrasi jarum
tersebut selama 15 menit pertama.
5. Setiap 15 menit dilakukan pengujian penetrasi kembali dan dicatat
dalamnya penetrasi . Jarak antara titik-titik penetrasi pada pasta semen
minimal 6.4 mm dan jarak titik penetrasi terdekat dengan dinding minimal
9.5 mm.
6. Waktu pengikatan awal tercapai bila kedalaman penetrasi kurang dari atau
sama dengan 25 mm (SIL003-77).
7. Waktu pengikatan awal yang diperlukan dicatat , dihitung mulai saat
pemberian air pada campuran, kemudian cocokkan dengan tabel.
8. Pengujian ini diulangi sebanyak 3 kali dan rata-ratakan hasilnya.
e) Pengujian pengikatan semu
1. Dibuat campuran pasta semen dengan air dan lakukan pengadukan selama
4 menit.
2. Pasta semen tersebut dicetak ke dalam cincin Vicat.
3. Setelah 20 detik dari saat pengadukan, lakukan pengujian penetrasi dengan
alat Vicat dengan jarum 10 mm selama 30 detik, catatlah kedalaman
penetrasi tersebut sebagai penetrasi awal.
4. Setelah penentuan penetrasi awal, dilakukan pengujian penetrasi akhir
pada pasta tersebut 5 menit setelah pengadukan dan catat dalamnya
penetrasi tersebut.
5. Hitung pengikatan semu dalam persen:
Penetrasiakhir (mm)
Proses Penetrasi Akhir = × 100%
Penetrasiawal (mm)
6. Cocokkan hasil pengujian tersebut dengan tabel dan berikan
pembahasannya.
f) Pengujian kekekalan bentuk
1. 200 gram semen Portland ditimbang, campur dengan air dalam cawan
(campuran pada kondisi normal)
2. Benda uji dibuat berbentuk lingkaran dengan diameter 12 cm dan tebal
tengah-tengah 1.3 cm
3. Benda uji tersebut dibiarkan berada dalam cetakan selama 24 jam di dalam
ruangan yang lembab
4. Setelah 24 jam, benda uji dikeluarkan dari cetakan dan dikukus (ditanak)
selama 3 jam
5. Amati apakah terjadi perubahan bentuk, perubahan ukuran, retak-retak,
pecah atau kerusakan-kerusakan lainnya
Tabel 1 - Syarat-syarat fisika semen Portland standart
Uraian Jenis Semen Portland I II III IV V
1. Kehalusan
Sisa di atas ayakan 0.09 mm 10 10 10 10 10
maks. % berat
Dengan alat Blaine, luas
permukaan tiap satuan berat 280 280 280 280 280
semen minimal m²/kg
2. Waktu pengikatan dengan alat
Vicat: 60 60 60 60 60
Awal, min, menit
Akhir, maks, jam 8 8 8 8 8

3. Waktu pengikatan dengan alat


Gillmore: - - - - -
Awal, min, menit
Akhir, maks, jam 10 10 10 10 10
4. Kekekalan:
Pemuaian dengan otoklaf, % 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
maks.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Analisa
1. Pengujian kehalusan dengan pengayakan
Berat awal = 100 gram
Sampel Ayakan Ayakan rerata Ayakan Ayakan Rerata Ayakan Ayakan Rerata
tyler 1 tyler 2 (gram) manual1 manual2 (gram) tyler 1 tyler 2 (gram)
Lubang 0,3 0,15 0,3 0,15 0,3 0 0,3 0 0,3 0 0,15 0,15 pan Pan Pan
mesh mm mm mm mm mm ,15 mm ,15 mm ,15 mm mm
mm mm mm
Semen
1 3
A I,5 12,8 0,8 24,4 1,15 9,6 6,7 71 8,15 52,2 82 76,2 79,1
8,6 3,4
(gram)
Semen
7 8
B 3,6 5,9 4,6 9,8 4,1 1,6 7,4 3,6 84 2,6 85,7 83,9 86,7 85,3
,85
(gram)

2. Pengujian berat volume padat dan gembur


Berat literan 226 gram
Kondisi semen A (gram) semen B (gram)
Padat
ulangan 1 1604 1511
ulangan 2 1605 1518,5
Rerata 1604,5 1514,75
Gembur
ulangan 1 1327,6 1312,4
ulangan 2 1384 1338
Rerata 1355,8 1325,2

3. Pengujian konsistensi normal


Berat semen 300 gram
Sampel Volume air (ml) Penetrasi (mm)
1 2 3 rerata 1 2 3 Rerata
Semen A 78 85 - 81,5 0,7 1 - 0,85
Semen B 87 93 90 90 0,6 1 - 0,8

4.Pengujian pengikatan awal


Semen A 300 gram + 78 ml air
Semen B 300 gram + 87 ml air
Waktu Waktu Penetrasi (mm)
Sample
pemberian total 15’ 30’
Semen A 78 30 21 24,5
Semen B 87 15 39
5. Pengujian pengikatan semu
Berat semen 250 gr
Sampel Volume air Penetrasi Penetrasi
(ml) awal (mm) akhir (mm)
Semen A 80 80 4 3,5 3 3,2
Ssemen B 100 100 9.5 8 7,5 7,8

6. Pengujian kekekalan bentuk


Sebelum dikukus 2 jam
Sampel Diameter (mm) Tinggi (mm) Ciri-ciri
Sampel A 123 26 Halus
Lebih tebal
Sampel B 131 23 Retak-retak
Lebih lebar
Berongga

Waktu pengukusan 2 jam


Sampel Diameter (mm) Tinggi (mm) Ciri-ciri
Sampel A 124 28 - halus
- lebih tebal
Sampel B 130 25 - Retak-retak
- lebih lebar
- lebih berongga

Cara analisa
1. Pengujian kehalusan dengan pengayakan
sisa
prosentase jumlah sisa = x 100%
berat awal
2. Pengujian berat volume padat
berat 1 liter padat = berat ( semen + literan ) − berat literan

berat 1 liter gembur = berat ( semen + literan ) − berat literan

3. Pengujian konsistensi normal


massa air = ρ x V ( gram )
berat air
prosentase massa air = x 100%
berat semen
4. Pengujian pengikatan semu
penetrasi akhir
prosentase penetrasi akhir = × 100%
penetrasi awal

5. Pengujian kekekalan bentuk


d b −d a
pemuaian otoklaf = x 100%
da

d a = diameter awal

d b = diameter akhir

B. Pembahasan
1. Pengujian kehalusan dengan pengayakan

prosentase jumlah sisa = sisa


x 100%
berat awal

Berat sisa pada ayakan tyler lubang mesh 0.3mm semen A =

. + 0.8 =
1.5
1.15 gram
2
Persentase sisa pada ayakan tyler lubang mesh 0.3mm semen A =

= 1.15 %
1.15
× 100%
100

Berat sisa pada ayakan tyler lubang mesh 0.3mm semen B =

3,6 + 4,6
= 4.1
2 gram

Persentase sisa pada ayakan tyler lubang mesh 0.3mm semen B =

Berat sisa pada ayakan tyler lubang mesh 0.15mm semen A =

Persentase sisa pada ayakan tyler lubang mesh 0.15mm semen A=

Berat sisa pada ayakan lubang mesh 0.15mm semen B =

Persentase sisa pada ayakan lubang mesh 0.15mm semen B =


Berat sisa pada ayakan manual semen A mesh 0.3mm =

Persentase sisa pada ayakan manual semen A mesh 0.3mm =

Berat sisa pada ayakan manual semen B mesh 0.3mm=

Persentase sisa pada ayakan manual semen B mesh 0.3mm =

Berat sisa pada ayakan manual semen A mesh 0.15mm=

Persentase sisa pada ayakan manual semen A mesh 0.15mm =

Berat sisa pada ayakan manual semen B mesh 0.15mm=


Persentase sisa pada ayakan manual semen B mesh 0.15mm =

Berat sisa pada ayakan tyler lubang mesh pan semen A =

Persentase sisa pada ayakan tyler lubang mesh pan semen A=

Berat sisa pada ayakan tyler lubang mesh pan semen B =

Persentase sisa pada ayakan tyler lubang mesh pan semen B =

2. Pengujian berat volume padat


berat 1 liter padat = berat ( semen + literan ) − berat literan

berat 1 liter gembur = berat ( semen + literan ) − berat literan

a) Berat volume padat :


Semen A = 1604,5 gram – 226 gram = 1378,5 gram

Semen B = 1514,75 gram – 226 gram = 1288,75 gram

b) Berat volume gembur:

Semen A = 1355,8 gram – 226 gram = 1129,8 gram

Semen B = 1325,2 gram – 226 gram = 1099,2 gram

3. Pengujian konsistensi normal


massa air = ρ x V ( gram )
prosentase massa air = berat air
x 100%
berat semen

Berat semen = 300 gram

a) Semen A

Massa air = ρ x V = 1 gr/cm3 x 81,5 ml = 81,5 gram

Prosentase massa air =

b) Semen B

Massa air = ρ x V = 1 gr/cm3 x 90 ml = 90 gram

Prosentase massa air =

4. Pengujian pengikatan semu


penetrasi akhir
prosentase penetrasi akhir = × 100%
penetrasi awal

Berat semen = 250 gram

Persen penetrasi akhir pada semen:

3,1mm
a) Semen A =  100%
3, 75mm

= 82,67%

7, 65mm
b) Semen B = 100%
8, 75mm

= 87,42%

5. Pengujian kekekalan bentuk

d b −d a
pemuaian otoklaf = x 100% d a = diameter awal
da

d b = diameter akhir

124mm  123mm
a) Pemuaian otoklaf Semen A = 100%
123mm
= 0,806%
130mm  131mm
b) Pemuaian otoklaf Semen B = 100%
131mm
= - 0,763%
Pengujian terhadap semen portland ini berdasarkan pada beberapa aspek,
yaitu uji kehalusan dengan pengayakan, uji berat volume padat, uji konsistensi
normal, uji pengikatan awal, uji pengikatan semu, dan uji kekekalan bentuk dari
dua macam semen yang belum diketahui tingkat kualitasnya (semen A dan semen
B). Kemudian hasil pengamatan dan perhitungan dari kedua semen tersebut
dibandingkan untuk mengetahui semen mana yang mempunyai kualitas lebih
baik. Keenam parameter yang telah disebutkan di atas bisa dijadikan acuan untuk
menentukan kualitas dari semen yang diperbandingkan.

Untuk pengujian yang pertama, dilakukan pengujian kehalusan semen A dan


semen B dengan pengayakan. Pengayakan yang dilakukan disini dilakukan
dengan dua cara yaitu dengan bantuan alat mesin tyler dengan ukuran mesh 0,3
mm dan 0,15 mm yang disusun bertingkat dan pengayakan dengan cara manual
dengan ukuran mesh 0,15 mm dan 0,3 masing-masing dilakukan pengulangan
sebanyak 3 kali. Setelah dilakukan pengujian dengan bantuan alat, didapatkan
hasil semen A sisa pada kedua mesh sebesar 1,15 gram pada ukuran mesh 0,3 dan
18,6 gram pada ukuran mesh 0,15 sedangkan semen B terdapat sisa pada mesh 0,3
sebesar 4,1gram dan pada mesh 0,15 sebesar 7,85 sehingga didapat jumlah semen
A yang meninggal kan mesh 0,3 sebesar 98,85 gram pada mesh 0,15 sebesar 81,4
gram. Sedangkan jumlah semen B yang meninggalkan mesh 0,3 sebanyak 95,9
gram, dan pada mesh 0,15 sebesar 92,15 gram Dari hasil pengujian ini dapat
terlihat bahwa semen A lebih halus dari semen B yang apabila dibandingkan
dengan tabel pada modul diperoleh bahwa semen A memenuhi standar syarat-
syarat fisika semen portland sedangkan B tidak. Dengan kata lain semen A
memiliki kualitas yang lebih baik dari semen B, sebab dengan tekstur semen yang
lebih halus, ikatan antar molekul akan semakin baik saat terjadi pengeringan
sehingga didapatkan kualitas beton yang baik.
Pada pengujian berat volume padat, semen ditimbang dengan dua macam
perlakuan yaitu penimbangan dengan semen gembur (tanpa pemadatan) dan
semen yang telah dipadatkan dengan alat pengetuk dengan tujuan untuk
mengetahui perbandingan kerapatan susunan antar molekul pada bubuk semen
sebelum dan setelah dipadatkan. Untuk semen yang gembur didapatkan hasil rata-
rata semen A memiliki berat sebesar 1355,8 gram, sedangkan semen B sebesar
1325,2 gram. Sedangkan semen yang telah dipadatkan diperoleh hasil yaitu semen
A berbobot rata-rata 1640,5 gram dan semen B berbobot 1514,75 gram. Dari hasil
pengujian diatas dapat dilihat bahwa ternyata semen A sebelum dan sesudah
dipadatkan mengalami perubahan bobot lebih besar daripada semen B. Hal ini
menunjukan bahwa semen A lebih berat daripada semen B setelah dipadatkan, ini
menunjukan bahwa bangunan yang dihasilkan dari padatan semen A lebih kokoh
dari pada bangunan hasil padatan semen B mengingat semen A memiliki terksur
yang lebih halus dibandingkan semen B. Kembali dapat ditarik kesimpulan bahwa
kualitas semen A lebih baik dari semen B.
Kemudian pada pengujian konsistensi normal diketahui bahwa semen B
memerlukan lebih banyak air dibandingkan semen A yaitu sebesar 93 ml pada
pengujian pertama sedangkan semen A hanya membutuhkan 85 ml air saja. Hal
ini menunjukan bahwa semen A lebih sedikit kebutuhan airnya dibandingkan
semen B, padahal penggunaan air berbanding terbalik dengan kuat tekan beton
yang dihasilkan. Apabila air yang digunakan semakin banyak maka kuat tekan
beton akan semakin menurun. Apabila suatu bangunan menggunakan campuran
semen-air yang banyak tentu saja kualitas bangunan akan berkurang mengacu
pada hal diatas. Namun, apabila digunakan campuran semen-air yang sedikit
maka kualitas kuat tekannya akan semakin baik sayangnya proses pengadukan
dan pencampuran dua bahan ini juga akan semakin sulit. Jadi dari uji konsistensi
normal ini menunjukan bahwa kualitas semen A lebih baik dianding semen B.
Untuk pengujian pengikatan awal, diperoleh hasil bahwa pada 15 menit
pertama kedalaman penetrasi yang dicapai sebesar 21 mm dan semen B sebesar
39 mm, ini menunjukan pengikatan pada semen A lebih cepat daripada semen
semen B, hal ini ditunjukan dari semen A yang lebih keras dibanding semen B
dari membandingkan kedalaman penetrasi yang dicapai
Dari perhitungan yang dilakukan pada pengujian pengikatan semu,
didapatkan bahwa persen penetrasi akhir pada semen B lebih besar daripada
semen A. Dimana persen penetrasi akhir pada semen B adalah sebesar 87,42%
sedang, besar persen penetrasi akhir pada semen A adalah 82,67%. Dari hasil ini
dapat dilihat bahwa kemampuan ikat dari semen B lebih besar dari semen A. Hal
ini disebabkan karena apabila suatu semen mempunyai persen penetrasi akhir
yang tinggi, maka akan mudah untuk berikatan dengan partikel yang dicampurkan
ke dalamnya.
Kemudian pada uji kekekalan bentuk, dilakukan dengan pengukusan selama
kurang lebih 3 jam. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengukur tingkat kestabilan
adonan semen. Dari pengukusan ini kita bisa melihat bagaimana kualitas suatu
semen, apakah melalui proses ini suatu semen dapat mempertahankan bentuk,
ukuran, maupun teksturnya atau tidak. Dari hasil pengamatan, terlihat bahwa
setelah proses pengukusan terjadi beberapa perubahan pada kedua jenis semen.
Baik itu perubahan dari segi bentuk, kekerasan maupun fisik. Dari segi bentuk
dapat dilihat bahwa diameter dan ketebalan pada adonan semen A dan B
mengalami perubahan. Semen A dan semen B mengalami perubahan diameter
yang sama sebesar 1 cm. Dari segi fisik terlihat bahwa semen A terdapat retak-
retak dengan warna lebih gelap dan permukaan yang lebih halus. Sedangkan
semen B mengalami retak-retak dengan permukaan yang lebih kasar dan warna
yang lebih terang. Perlakuan ini berfungsi untuk menguji ketahanan bangunan
terhadap suhu dan kelembaban yang ekstrim pada suatu tempat.

BAB V
KESIMPULAN
1. Pengujian semen portland dilakukan dengan enam cara, yaitu pengujian
kehalusan dengan pegayakan, pengujian berat volume padat dan gembur
pengujian konsistensi normal, pengujian pengikatan awal, pengujian
pengikatan semu, dan pengujian kekekalan bentuk
2. Semen A lebih halus daripada semen B
3. Semakin halus tekstur semen ikatan antar molekulnya semakin baik,
sehingga kerapatan yang didapat juga akan lebih besar,
4. Semakin besar kerapatan yang didapat dari adonan semen, maka semakin
kuat pula beton yang menyangga bangunan, begitu juga sebaliknya
5. Terjadi perubahan berat secara singnifikan pada semen A saat pengujian
berat volume padat
6. Angka penetrasi menunjukkan tingkat kekerasan suatu semen. Semakin
kecil angka penetrasi maka semakin besar tingkat kekerasan semen, begitu
juga sebaliknya
7. Hasil pengujian semen portland menunjukan bahwa kualitas semen A lebih
baik dari pada semen B

DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia. 17 april 2009, 12.46. Semen. GNU Free Documentation Co.
World Wide.

Jack Widjajakusuma. 2004. Beton. Universitas Gunadarma.

Lea, FM and Desch, CH . 1940 . the Chemistry of Cement and Concrete .


Edward Arnold and Co . London .

Anonim . 1982 . Persyaratan Umum Bangunan di Indonesia . Direktorat


Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum . Bandung .

Bintoro, Nursigit . 2000 . Pengantar Praktikum Dasar-Dasar Bangunan


Pertanian . Jurusan Mekanisasi Pertanian, FTP UGM . Jogjakarta .

Tjokrodimuljo, K dan Kardiyono . 1988 . Sifat-Sifat Bahan Teknik . Proyek


Peningkatan Pengembangan Perguruan Tinggi, PAU Ilmu Teknik,
UGM . Jogjakarta .

Tjokrodimuljo, K . 1996 . Teknologi Beton . Jurusan Teknik Sipil, FT


UGM . Jogjakarta .

(http://www.csis.or.id/papers/wpe070)
(http://www.scribd.com/search?cx=007890693382555206581%3A7fgc6et2
hmk&cof=FORID%3A10&ie=UTF-
8&c=all&q=gambar+konstruksiindonesia&sa=Search#1322)
Prakoso, Joko.2006. Pengaruh Penambahan Abu Terbang Terhadap Kuat dan
Serapan Air pada Beton Berlubang
PENGUJIAN SEMEN PORTLAND

You might also like